Anda di halaman 1dari 23

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1. Freight Forwarder


Perusahaan jasa pengurusan muatan, baik untuk aktivitas ekspor maupun
impor, dikenal juga dengan sebutan Freight Forwarder. Perusahaan ini bergerak
dalam ekspedisi barang melalui laut dan udara.

II.1.1. Pengertian Freight Forwarder


Suyono (2005:251) menyatakan “Freight Forwarder adalah
badan usaha yang bertujuan untuk memberikan jasa
pelayanan/pengurusan atas seluruh kegiatan yang diperlukan bagi
terlaksananya pengiriman, pengangkutan dan penerimaan barang dengan
menggunakan multimodal transport baik melalui darat, laut dan/atau
udara”.
Dalam hubungannya dengan lalu-lintas barang, freight forwarder
juga melaksanakan pengurusan prosedur dan formalitas dokumentasi
yang dipersyaratkan oleh adanya peraturan-peraturan pemerintah negara
ekspor, negara transit dan negara impor. Aktivitas yang dilakukan freight
forwarder sesuai ruang lingkup usahanya yaitu berkaitan dengan
melengkapi dokumen-dokumen yang berkaitan dengan Letter of Credit,
Bill of Lading/Sea Waybill/Air Waybill, Delivery Order dan lain
sebagainya.Kegiatan-kegiatan yang menimbulkan biaya seperti
transportasi, penanganan muatan di pelabuhan/gudang, pengurusan
dokumentasi dan mencakup insurance liabilities yang diperlukan oleh
pemilik barang, akan diselesaikan oleh freight forwarder. Biaya-biaya
yang telah dikeluarkan oleh freight forwarder akan dibayar kembali oleh
pengirim atau pemilik barang ditambah dengan biaya jasa pelayanan.
Banyaknya aktivitas yang dilakukan, dapat membuat freight forwarder
bertindak atas nama pengirim/consignor/eksportir atau bertindak atas
nama penerima/consignee/importer atau bertindak atas nama keduanya,
bergantung dari lingkup pekerjaan yang tercantum dalam kontrak kerja

II-1
yang telah disepakati oleh pelanggan/pemberi order kerja dengan freight
forwarder. Lingkup pekerjaan freight forwarder sangat fleksibel, dapat
hanya sebagian saja dari aktivitas pengurusan barang yaitu dari tempat
asal ke tempat tujuan akhir ataupun secara keseluruhan. Lingkup
pekerjaan ini sangat berkaitan dengan ketentuan-ketentuan kesepakatan
incoterm.
Freight Forwarder di masa kini, tidak hanya menangani general
cargo, freight forwarder juga khusus menangani muatan barang-barang
proyek yang besar, seperti mesin-mesin berat untuk proyek pembangkit
tenaga listrik, pabrik kimia, kilang minyak, offshore drilling dan
pembangunan bandara. Lingkup pekerjaannya meliputi transportasi
mulai dari pabrik, dimana unit-unit komponen peralatan proyek
dibangun, sampai kadang-kadang ke atas fundasi dari unit tersebut di
tempat proyek. Perjalanan mesin-mesin tersebut dirancang dan
diprogram sebelumnya dengan teliti agar penyerahan barang ditempat
proyek sesuai dengan jadwal waktu yang telah ditetapkan. Untuk ini
kemungkinan diperlukannya kapal-kapal khusus pengangkut muatan
berat, multiaxle trailer, dengan tenaga angkut yang besar, crane kapasitas
besar untuk muatan berat, trailer untuk general cargo, low bed, dolly dan
lain sebagainya. Ini adalah bidang spesialisasi dari freight forwarder.

II.1.2. Aktivitas Freight Forwader


Menurut Suyono (2005:253) aktivitas Freight Forwarder secara
menyeluruh dapat berupa :

 Memilih rute perjalanan barang, moda transportasi dan pengangkut yang


sesuai, kemudian memesan ruang muat (space).
 Melaksanakan pengiriman barang, menyortir, mengepak, menimbang
berat, mengukur dimensi, kemudian menyimpan barang ke dalam
gudang.
 Mempelajari letter of credit barang, peraturan Negara tujuan ekspor,
Negara transit, Negara impor kemudian menyiapkan dokumen-dokumen
lain yang diperlukan.

II-2
 Melaksanakan transportasi barang ke pelabuhan laut/darat, mengurus
izin Bea dan Cukai, kemudian menyerahkan barang kepada pihak
pengangkut.
 Membayar biaya-biaya handling serta membayar freight.
 Mendapatkan bill of lading/air waybill dari pihak pengangkut.
 Mengurus asuransi transportasi barang dan membantu mengajukan klaim
kepada pihak asuransi bila terjadi kehilangan/kerusakan atas barang.
 Memonitor perjalanan barang sampai ke pihak penerima, berdasarkan
info dari pihak pengangkut dan agen forwarder di negara transit/tujuan.
 Melaksanakan penerimaan barang dari pihak pengangkut.
 Mengurus izin masuk Bea dan Cukai serta menyelesaikan Bea Masuk
dan biaya-biaya yang timbul di pelabuhan transit/tujuan.
 Melaksanakan transportasi barang dari pelabuhan ke tempat
penyimpanan barang di gudang.
 Melaksanakan penyerahan barang kepada pihak consignee, dan
melaksanakan pendistribusian barang bila diminta.

II.1.3. Hak, Kewajiban dan Tanggung Jawab Freight Forwarder


Freight forwarder di Indonesia dikenal dengan nama “Jasa
Pengurusan Transportasi” sesuai dengan SK Menteri Perhubungan No.
KM 10 tahun 1988. Usaha jasa freight forwarder di Indonesia baru
dikenal di era 1980-an.
Status hukum dari freight forwarder sangatlah beragam, tetapi
yang sangat umum adalah yang mengambil standard trading conditions
(persyaratan perdagangan standar) sebagai dasar dalam menetapkan hak,
kewajiban dan tanggung jawab freight forwarder terhadap pelanggannya.
Persyaratan-persyaratan itu diformulasikan sesuai dengan praktek
dagang atau sistem hukum yang berlaku di negara masing-masing.
Banyak yang memakai formulasi dari FIATA (The Federation of
International Freight Forwarders Associations) yang didirikan tahun
1928. Standard Trading Conditions dipakai antara lain oleh Republik
Indonesia, Republik Federasi Jerman dan Kerajaan Inggris.

II-3
II.1.4. Hubungan Freight Forwarder dengan pihak ketiga dalam
Multimodal Transport
Dalam dunia transportasi angkutan barang dikenal dengan
multimodal transport. Menurut Suyono (2005:251) “Multimodal
Transport adalah transportasi yang melibatkan lebih dari satu macam
moda angkutan, meskipun transportasi tersebut terjadi hanya dalam satu
negara saja ataupun lebih dari satu negara“. Seiring dengan definisi di
atas, Freight Forwarder memiliki kerjasama atau hubungan dengan
pihak ketiga dalam mendukung multimodal transport. Suyono
(2005:251) menyatakan pihak ketiga yang terlibat antara lain :
1. Pihak Pengangkut
a. Operator Angkutan Darat
b. Jasa Kereta Api
c. Pemilik Kapal
d. Angkutan Udara
Contoh multimodal transport :
 Minibridge : pengangkutan petikemas dengan through bill of
lading dari negara pengekspor lewat laut, diteruskan ke negara
tujuan lewat kereta api.
 Landbridge : pengangkutan petikemas dari negara pengekspor ke
negara transit lewat laut dan di negara transit lewat daratan dan
diteruskan ke negara pengimpor lewat laut.
2. Non-Pengangkut
a. Terminal Peti Kemas
b. Pergudangan
c. Container Freight Station
d. Pemilik petikemas
e. Organisasi yang usahanya khusus untuk mengepak, penyelesaian
dokumen bea-cukai, dokumen ekspor/impor, transaksi penukaran
valuta asing dan pengurusan dokumen terkait.
3. Pihak Lain
a. Bank
b. Pihak Asuransi
c. Pelabuhan Laut/Pelabuhan Udara
II-4
d. Bea-cukai

II.1.5. Peran Freight Forwarder Sebagai Pengangkut


Suyono (2003:160) Freight Forwarder selain bertindak sebagai
operator dan bertanggung jawab penuh dalam melaksanakan
pengangkutan meskipun tidak memiliki kapal sendiri, juga dapat
bertindak sebagai:

1. Vessel-Operating Multimodal Transport Operator secara penuh yang


melaksanakan berbagai jenis pengangkutan dengan cara door-to-door
dengan satu dokumen intermodal yang biasanya berbentuk FCL.
2. Non-Vessel Operator (NVO), yaitu muatan yang mengurus
pengangkutan lewat laut dari pelabuhan ke pelabuhan dengan
menggunakan satu house Bill of Lading atau ocean Bill of Lading yang
juga dapat mencakup transport darat dan berfungsi sebagai non-vessel
operating multimodal transport.
3. Non-Vessel Operating Common Carrier (NVOCC) yang mempunyai
jadwal pelayaran yang tetap dan melaksanakan konsolidasi muatan atau
melayani multimodal transport dengan house bills of lading (HBL) atau
bills of lading dari FIATA.

II.2 Kegiatan Ekspor-Impor


Freight forwarder mendukung kegiatan lalulintas barang seperti kegiatan ekspor
dan impor.

II.2.1 Pengertian Ekspor


Tandjung (2009:19) menyatakan “Ekspor adalah perdagangan dengan
cara mengeluarkan barang dari dalam ke luar wilayah pabean Indonesia dengan
memenuhi ketentuan yang berlaku”.
Menurut UU Kepabeanan 17 tahun 2006, “Ekspor adalah kegiatan
mengeluarkan barang dari daerah pabean, dimana barang yang dimaksud terdiri
dari barang dari dalam negeri (daerah pabean), barang dari luar negeri (luar
daerah pabean), barang bekas atau baru”.

II-5
II.2.2 Pengertian Impor
“Impor adalah perdagangan dengan cara memasukkan barang dari luar
negeri ke dalam wilayah pabean Indonesia dengan memenuhi ketentuan yang
berlaku” Tandjung (2009:19).
Menurut UU Kepabeanan 17 tahun 2006, “Impor adalah kegiatan
memasukkan barang ke dalam daerah pabean. Semua barang yang dimasukkan
adalah semua atau seluruh barang dalam bentuk dan jenis apa saja yang masuk
ke dalam daerah pabean.

II.2.3 Kegiatan Ekspor – Impor


Tandjung (2009:20) menyatakan kegiatan ekspor dapat diartikan sebagai
kegiatan menjual barang atau jasa ke negara lain, sedangkan kegiatan impor
dapat diartikan sebagai kegiatan membeli barang atau jasa dari negara lain.
Kegiatan ini dapat memberikan maanfaat bagi banyak pihak, antara lain :
a. Dapat memenuhi kebutuhan masyarakat
b. Pendapatan negara akan bertambah karena adanya devisa
c. Meningkatkan perekonomian rakyat
d. Mendorong berkembangnya kegiatan industri.

II.3 Pembelian (Purchasing)

Miranda dan Amin dalam Dobler dan Donald (2007:60) menyatakan


pembelian (purchasing) adalah suatu kegiatan bagian dalam organiasasi atau
perusahaan yang berfokus pada pengadaan material supply atau jasa yang
dibutuhkan untuk mencapai tujuan organiasasi atau perusahaan.

II.3.1 Pengertian Purchasing

Purchasing dan procurement sering tertukar, meskipun berbeda


pelaksanaannya. Purchasing pada umumnya berhubungan dengan pembelian
aktual material dan segala aktivitas yang berhubungan dengan proses pembelian.
Aktivitas procurement dikenal sebagai process-oriented dan strategik, Miranda
dan Amin dalam Dobler dan Donald (2007:60).

II-6
II.3.2 Tujuan purchasing

Miranda dan Amin dalam Dobler dan Donald (2007:60) menyebutkan


tujuan dari purchasing yaitu:

1. Memberikan aliran material, persediaan dan pelayanan yang


berkesinambungan yang dibutuhkan untuk menjalankan organisasi.

2. Meminimalkan investasi persediaan dan kerugian.

3. Menjaga dan memperbaiki kualitas.

4. Menemukan atau mengembangkan kemampuan supplier

5. Menstandarisasi, dimana kemungkinan barang dibeli

6. Pembelian barang yang diperlukan dan pelayanan pada tingkat biaya


total terendah.

7. Mengembangkan posisi organisasi yang kompetitif

8. Mencapai keharmonisan, hubungan kerja yang produktif dengan area


fungsional lainnya dalam organisasi

9. Menyempurnakan sasaran pembelian pada kemungkinan tingkat biaya


administrative yang terendah.

II.4 Transportasi
Dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia yang beraneka ragam, yang
bersangkut-paut dengan produksi barang dan jasa, manusia membutuhkan jasa
transportasi. Begitu pula perdagangan internasional yang bahkan cakupannya lebih
luas lagi melampaui batas wilayah darat dan laut, diperlukan jasa transportasi agar
barang dapat sampai ke tangan pelanggan.

II.4.1.Pengertian Transportasi

Menurut Nasution dalam Mahendrawathi (2008:3) pengangkutan atau


transportasi adalah hal yang membuat sebuah bangsa menjadi besar dan
makmur, yakni tanah subur, kerja keras, dan kelancaran pengangkutan orang
dan barang dari satu bagian negara ke bagian lainnya. Peran pengangkutan
II-7
sungguh sangat penting untuk saling menghubungkan suatu daerah sumber
bahan baku, daerah produksi, daerah pemasaran, dan daerah pemukiman
sebagai tempat tinggal konsumen.

Jadi, pengangkutan diartikan sebagai pemindahan barang dan manusia


dari tempat asal ke tempat tujuan. Proses pengangkutan merupakan gerakan
dari tempat asal, dari mana kegiatan angkutan dimulai, ke tempat tujuan, ke
mana kegiatan pangangkutan diakhiri. Nasution dalam Mahendrawathi
(2008:3) menyatakan bahwa unsur – unsur pengangkutan meliputi atas:

(a) ada muatan yang diangkut,

(b) tersedia kendaraan sebagai alat angkutnya,

(c) ada jalan/jalur yang dilalui,

(d) ada terminal asal dan terminal tujuan, serta

(e).sumber daya manusia dan organisasi atau manajemen yang


menggerakkan kegiatan transportasi tersebut.

Berdasarkan dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa


transportasi adalah terjadinya pergerakan produk dari satu tempat ke
tempat lain, dengan mempergunakan alat angkutan tertentu melalui suatu
lintasan tertentu. Pergerakan atau perpindahan produk tersebut
mengakibatkan nilai barang menjadi lebih tinggi di tempat tujuan
daripada di tempat asalnya. Nilai yang dapat diberikan oleh jasa
transportasi adalah nilai tempat (place utility) dan nilai waktu (time
utility).
Kedua nilai tersebut tercipta apabila produk diangkut ke suatu
tujuan yang membutuhkan produk tersebut dan dapat dimanfaatkan tepat
pada waktunya.

II.4.2 Fungsi Tranportasi

Menurut Nasution dalam Mahendrawathi (2008:7) pengangkutan


atau transportasi berfungsi sebagai penunjang dan perangsang
pembangunan (the promoting sector) dan pemberi jasa (the servicing

II-8
sector) bagi perkembangan ekonomi. Fasilitas pengangkutan harus
dibangun mendahului proyek-proyek pembangunan lainnya.

II.4.3 Karakteristik Moda Transportasi


Karakteristik Moda transportasi dilihat dari jenis mutan yang
diangkut dapat diketahui pada tabel berikut ini:
Tabel 2.1 Karakteristik Moda Transportasi
No. Moda Transportasi Jenis Produk yang Biasanya Dikirim
1. Kereta Api Produk pertanian bahan makanan, sepeda,
motor, alat rumah tangga, elektronika dan
sebagainya
2. Kapal Minyak, pasir, batu bara, pertanian, mobil,
barang bulk antar pulau dan sebagainya
3. Truk Alat rumah tangga, pakaian, elektronika,
sepeda motor, suku cadang kendaraan, buku-
buku, bahan bangunan dan sebagainya.
4. Pesawat Udara Alat-alat elektronika, barang berharga, barang
yang miudah busuk.
5. Pipa Bahan Kimia, bahan bakar minyak dan batu
bara
Sumber : Nur Nasution (2008:34)

Perbedaan karakteristik pada ke-5 moda transportasi ini terutama


pada kapasitas, kecepatan biaya pembangunannya (inverstment cost),
biaya operasi dan adaptasinya (adaptability) terhadap jenis-jenis muatan
yang diangkut. Nasution dalam Suyono (2008:35) menyebutkan ada
tujuh kriteria pertimbangan pengirim, yaitu:
1. Kecepatan waktu pengantaran dari asal barang ke tempat tujuan.

2. Frekuensi pengiriman terjadwal.

3. Kehandalan dalam memenuhi jadwal pada waktunya.

4. Kemampuan menangani angkutan dari berbagai barang.

II-9
5. Banyaknya tempat singgah atau bongkar muat.

6. Biaya per ton kilometer.

7. Jaminan atas kerusakan atau kehilangan barang.

Ke-7 kriteria tersebut harus diperhatikan untuk kenyamanan dalam


pengiriman barang oleh shipper. Selain itu juga, shipper harus
mengetahui route, mempertimbangkan jarak dan besarnya volume
barang yang akan diangkut.

II.4.4 Sifat-Sifat Permintaan Jasa Angkutan


Nasution dalam Suyono (2008:40) menyatakan pada dasanya
permintaan akan transportasi akan terjadi apabila antara dua terjadi
apabila antara dua atau lebih tempat terdapat perbedaan kegunaan
marjinal terhadap sesuatu barang, yang satu tinggi yang lebih rendah .
Apabila arus air akan selalu terjadi dari tempat yang tinggi ke tempat
yang rendah, maka arus barang adalah terbalik, yaitu dari tempat yang
kegunaan marjinal dari barang tersebut tinggi. Menurut Nasution dalam
Suyono (2008:40) terdapat beberapa sifat khusus yang melekat pada
permintaan akan jasa transport yang membedakannya dengan permintaan
terhadap barang-barang lainnya, yaitu sebagai berikut:
a. Derived demand. Permintaan akan jasa angkutan, merupakan suatu
permintaan yang bersifat turunan, saduran atau dalam istilah istilah
ekonomi lazim disebut “derived demand”. Dengan demikian
permintaan akan jasa transpor baru akan ada, apabila ada faktor-
faktor yang mendorongnya. Permintaan jasa transport tidak berdiri
sendiri, melainkan tersembunyi di balik kepentingan yang lain.
Permintaan akan jasa angkutan akan timbul apabila ada hal-hal di
balik permintaan itu, misalnya keinginan untuk rekreasi, keinginan
untuk ke sekolah atau untuk berbelanja, keinginan untuk menengok
keluarga yang sakit, dan sebagainya.
b. Permintaan akan jasa transport, pada dasarnya adalah seketika/ tidak
mudah untuk digeser atau ditunda dan sangat dipengaruhi oleh
fluktuasi waktu, yang dapat bersifat harian, mingguan (Sabtu dan

II-10
Minggu utnuk tujuan rekreasi), bulanan atau tahunan (musim libur
anak sekolah, Lebaran, dan Natalan).
c. Permintaan akan jasa transport sangat dipengaruhi oleh elastisitas
pendapatan. Perilaku Hukum Engel berlaku disini, dimana Engel
mengatkan bahwa apabila pendapatan dari seseorang naik,maka
orang tersebut akan secara sebanding mengurangi pengeluarannya
untuk memperoleh kebutuhan sehari-hari dan menggantikannya
dengan barang-barang yang lebih mewah atau sekunder.
d. Pada hakikatnya tidak tanggap/ perasa terhadap perbedaan tingkat
biaya transport untuk pengangkuatan penumpang, tetapi sangat
perasa/ tanggap terhadap pengangkutan barang. Ini berarti
permintaan penumpang bersifat in elastic, sedangkan pengangkutan
barang bersifat elastic.
e. Jasa transport adalah jasa campuran (product mixed). Permintaan
akan jasa transport adalah kompleks, karena permintaan tersebut
tidak hanya dilandasi oleh keinginan untuk memindahkan sesuatu
dari suatu tempat ke tempat lain, tetapi banyak variabel-variabel lain
yang mempengaruhi keinginan utnuk memindahkan barang tersebut,
seperti kecepatan, keamanan, keselamatan, ketepatan, kenyamanan,
keterandalan, dan sebagainya.

II.4.5 Kriteria Kinerja Transportasi


Nasution dalam Suyono (2008:55) menyatakan untuk mengukur tingkat
keberhasilan atau kinerja dari sistem operasi transportasi ada beberapa
parameter/ indicator yang bisa dilihat, yaitu yang pertama menyangkut ukuran
kuantitatif yang dinyatakan dengan tingkat pelayanan, dan yang kedua yang
lebih bersifat kualitatif dan dinyatakan dengan mutu pelayanan.
1. Faktor Tingkat Pelayanan
a. Kapasitas
Kapasitas dinyatakan sebagai jumlah atau barang yang bisa dipindahkan
dalam satu waktu tertentu, misalnya orang/jam atau ton/jam. Dalam hal ini,
kapasitas merupakan fungsi dari kapasitas atau ukuran tempat atau sarana
transportasi dan kecepatan, serta mempengaruhi besarnya tenaga gerak yang
dibutuhkan.

II-11
b. Aksesibilitas
Aksesibilitas menyatakan tentang kemudahan orang dalam menggunakan
suatu sarana transporrtasi tertentu dan bisa berupa fugsi dari jarak maupun
waktu. Suatu sistem transportasi sebaiknya bisa diakses dengan mudah dari
berbagai tempat dan pada setiap saat untuk mendorong orang menggunakannya
dengan mudah.
2. Faktor Kualitas Pelayanan
1. Keselamatan
Keselamatan erat hubungannya dengan masalah kemungkinan kecelakaan
dan terutama berkaitan erat dengan sistem pengendalian yang digunakan. Suatu
sistem transportasi yang mempunyai suatu suatu sistem pengendalian yang ketat,
biasanya mempunyai tingkat keselamatan dan keamanan yang tinggi, sontohnya
adalah kereta api atau pesawat udara.
2. Keandalan
Keandalan berhubungan dengan faktor-faktor, seperti ketetapan jadwal dan
jaminan sampai ditempat tujuan. Suatu sistem transportasi yang andal berarti
bahwa penumpang dan atau barang yang diangkutnya bisa sampai pada waktu
yang tepat dan tidak mengalami gangguan atau kerusakan.
3. Fleksibilitas
Fleksibilitas adalah kemudahan yang ada dalam mengubah segala susatu
sebagai akibat adanya kejadian yang berubah, tidak sesuai dengan skenario yang
direncanakan, contohnya adalah apabila pola perjalanan orang berubah akibat
perkembangan telekomunikasi, maka sistem transportasi yang bersangkutan juga
bisa dengan mudah disesuiakan.
4. Kenyamanan
Kenyamanan transportasi, terutama berlaku untuk angkutan penumpang
erat kaitannya dengan masalah tata letak tempat duduk, sistem penganturan
udara di dalam kendaraan, ketersediaan fasilitas khusus, seperti toilet, tempat
makan, waktu operasi, dan lain-lain.
5. Kecepatan
Kecepatan merupakan fkctor yang sangat penting dan erat kaitannya
dengan masalah efisiensi sistem transportasi. Pada prinsipnya, orang selalu
menginginkan kecepatan yang tinggi dalam bertrasnportasi, namun demikian
keinginan itu kadang-kadang dibatasi oleh berbagai hal, misalnya kemampuan

II-12
mesin atau tenagan penggerak yang terbatas, masalah keselamatan dan
kemampuan manusia dalam mengendalikan pergerakan yang juga terbatas, dan
lain-lain.
6. Dampak
Dampak transportasi sangat beragam jenisnya, mulai dari dampak
lingkungan (polusi, kebisingan, getaran, dan lain-lain) sampai dengan dampak
sosal, politik yang ditimbulkan atau diharapkan oleh adanya suatu lalu lintas
serta besarnya konsumsi energy yang dibutuhkan.

II.5 Vendor
Vendor dalam istilah umum sering dipakai untuk para pemasok industri dan
penjualan ritel untuk produsen. Dalam istilah manajemen rantai pasok (supply chain
management), vendor dapat diartikan sebagai siapa saja yang menyediakan barang atau
jasa kepada perusahaan.

II.5.1 Pengertian Vendor


Vendor merupakan perusahaan yang menyediakan jasa atau layanan
kepada perusahaan pemasok dapat berfungsi sebagai distributor barang.
Nasrullah dalam Tandjung (2012:21) menyebutkan beberapa faktor yang
dipergunakan untuk mengevaluasi vendor atau pemasok diantaranya dengan
melihat :

1. Kualitas (Quality)
Kualitas ini membahas mengenai jenis kualitas bahan baku yang diberikan oleh
vendor dalam memberikan pelayanannya kepada perusahaan. Kriteria kualitas
ini mencakup pada sub kriteria seperti kualitas dan kondisi bahan baku,
kesesuaian jenis bahan baku yang dimiliki, ketersediaan stock bahan baku dan
juga sistem kerja pihak vendor dalam hal keselamatan kerja (safety work).
2. Harga (Price)
Kriteria harga ini mencakup pada harga bahan baku baja yang ditawarkan oleh
pihak vendor ke pihak perusahaan, adanya potongan harga (discount) atau tidak
yang diberikan oleh vendor.
3. Pengiriman (Delivery)

II-13
Delivery erat hubngannya dengan waktu, oleh karena itu kinerja vendor dapat
dinilai cepat atau lambat dari proses delivery ini. Kriteria delivery ini mencakup
subkriteria kecepatan vendor dalam mengirim bahan baku baja sesua jadwal dan
pesanan perusahaan, kecepatan vendor dalam melakukan pengiriman barang-
barang perusahaan menuju ke user produksi perusahaan, dan yang tidak boleh
dilupakan adalah ketepatan saat pengiriman barang sesuai dengan alamat tujuan
user produksi perusahaan.
4. Fleksibilitas (Flexibility)
Kemudahan-kemudahan yang diberikan vendor terhadap perusahaan dapat
dikatan sebaga nilai positif yang dapat mendukung kinerja vendor tersebut.
Kemudahan-kemudahan itu dapat ditunjukkan seperti kemudahan dalam
antisipasi perubahan permintaan dan kemudahan perusahaan dalam melakukan
order bahan baku pada vendor.
5. Tanggap (Responsiveness)
Kriteria responsiveness membahas mengenai kemampuan atau daya tanggap
vendor dalam memberikan pelayanan bagi perusahaan. Kemampuan tersebut
dapat ditunjukkan seperti kesigapan vendor dalam meberikan layanan bagi
perusahaan, tanggap dalam menyampaikan segala jenis informasi yang berkaitan
dengan persoalan kerja, tanggap dalam menanggapi suatu keluhan yang dialami
oleh perusahaan, dan juga kemampuan tanggung jawab sebuah vendor kepada
perusahaan apabila terjadi hal-hal diluar kendali.

II.6 Kinerja
II.6.1 Pengertian Kinerja
Menurut Arini dalam Mahendrawathi (2015:10) “kinerja adalah
tingkat pencapaian hasil kerja seseorang atau sekelompok orang dalam
organisasi dalam suatu periode waktu tertentu, sesuai dengan lingkup
wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya mencapai
tujuan organisasi, dan dilakukan secara legal, idak melanggar hokum,
dan sesuai dengan moral dan etika.”
Menurut Fahmi dalam Mahendrawathi (2012:2) “kinerja adalah
hasil yang diperoleh oleh suatu organisasi baik organisasi tersebut
bersifat profit oriented dan non profit oriented yang dihasilkan selama
satu periode waktu.”

II-14
Jadi kinerja adalah pencapaian seseorang untuk mencapai tujuan
atau target yang telah ditentukan sebelumnya dalam menjalankan tugas
sebagai tanggung jawab atau kewajiban.

II.6.2 Penilaian Kinerja


Fahmi dalam Indrajit dan Pranoto (2010:65) menyebutkan bahwa
“Penilaian kinerja adalah suatu penilaian yang dilakukan kepada pihak
manajemen perusahaan baik para karyawan maupun manajer yang
selama ini telah melakukan pekerjaannya.”

II.6.3 Tujuan Penilaian Kerja


Fahmi dalam Indrajit dan Pranoto (2010:65) menyebutkan bahwa
ada beberapa alasan penilaian kinerja, yaitu :
1. Penilaian kinerja memberikan informasi bagi perimbangan
pemberian promosi dan penetapan gaji.
2. Penilaian kinerja memberikan unpan balik bagi para menejr maupun
karyawan untuk melakukan instropeksi diri dan meninjau kembali
perlikau selama ini, baik yang positif maupun yang negative untuk
kemudian dirumuskan kembali sebagai perilaku yang mendukung
tumbuh berkembangnya budaya organisasi secara keseluruhan.
3. Penilaian kinerja diperlukan untuk pertimbangan pelatihan dan
pelatihan kembali (retraining) serta pengembangan.
4. Penilaian kinerja dewasa ini bagi setiap organisasi khusunya
organisasi bisnis merupakan suatu keharusan.
5. Hasil penilaian kinerja lebih jauh akanmenjadi bahan masukan bagi
pemerintah dalam melihat bagaimana kondisi perusahaan tersebut.

II.6.4 Manfaat Penilaian Kinerja


Fahmi dalam Indrajit dan Pranoto (2010:66) menyebutkan
terdapat beberapa manfaat dari penilaian kinerja, yaitu sebagai berikut :
1. Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui
pemotivasian karyawan secara maksimaum.
2. Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan
karyawan seperti : promosi, transfer dan pemberhentian.

II-15
3. Mengidentifikasikan kebutuhan pelatihan dan pengembangan
karyawan untuk menyediakan kinerja seleksi dan evaluasi program
pelatihan karyawan.
4. Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana
atasan mereka menilai kinerja mereka.
5. Menyediakan suatu dasar bagi distribusi penghargaan.

II.7 Metode Pengukuran Kinerja Supplier atau Vendor


Didalam menentukan pemilihan kinerja supplier atau vendor yang memiliki
kriteria terbaik dapat menggunakan beberapa metode. Berikut ini akan
dijelaskan tentang beberapa metode yang digunakan untuk menentukan atau
memilih kinerja supplier atau vendor yang memiliki kinerja terbaik, metode itu
antara lain :
II.7.1 Weighted Point Plan

Aljian dalam Indrajit dan Pranoto (1996:3) Weighted Point Plan


adalah metode yang menggunakan sistem pembobotan berdasarkan kriteria
yang telah ditetapkan sebelumnya. Dimensi kriteria yang digunakan sebagai
dasar penilaian kinerja yaitu Kualitas, Pelayanan, Harga atau Biaya dan
Pengiriman.

Setiap faktor dalam metode ini akan diberi nilai dengan bobot yang
berbeda-beda untuk masing-masing faktor sesuai dengan kepentingan
perusahaan. Dengan menggunakan metode ini pengukuran dapat lebih
bersifat quantitative dan untuk dapat membandingkan performansi dari dua
atau lebih supplier perlu lebih memperhatikan faktor, bobot dan pengukuran
secara konsisten untuk semua supplier. Faktor subjektivitas dalam metode
ini sudah berkurang karena karena adanya bobot dan formula yang
digunakan dalam pengukuran performansi dari supplier tersebut. Metode ini
juga lebih fleksibel sehingga faktor-faktor lain yang ingin diikutkan dalam
pengukuran dapat disesuaikan dengan kasus yang dihadapi perusahaan.
Metode Weighted Point Plan juga dapat digunakan conjuction dengan
metode categorical plan jika perusahaan ingin memasukkan faktor lain
yang dianggap penting namun bersifat subjectivitas dalam evaluasi supplier
mereka.

II-16
- Kelebihan dan Kelemahan Weighted Point Plan
Aljian dalam Indrajit dan Pranoto (1996:3) menyebutkan metode
Weighted Point Plan memiliki beberapa kelebihan bila dibandingkan dengan
metode yang lain yaitu :
1. Metode ini lebih objektif karena menggunakan perhitungan
kuantitatif, sehingga lebih mudah untuk membandingkan kinerja
pemasok antara satu sama lain.
2. Mudah dipahami
3. Biaya implementasi rendah
4. Metode yang menggunakan sistem pembobotan berdasarkan kriteria
yang telah ditetapkan sebelumnya.
5. Dimensi kriteria yang digunakan sebagai dasar penilaian kinerja
dapat ditambah sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
6. Rating dan bobot dapat diatur sesuai dengan kebutuhan perusahaan.

Sedangkan kelemahan dari penggunaan metode Weighted Point Plan bila


dibandingkan dengan metode lain yaitu : bobot ditentukan berdasarkan
subjektifitas pengambil keputusan dan semua faktor di standarisasi atau
dinormalisasi.
II.8 Evaluasi Kinerja Vendor
Supriyanto dalam Mahendrawathi (2000:10) menyebutkan dalam
studinya mengenai “Evaluation of Supplier Performance”, National Association
Purchasing Management (NAPM) melakukan investigasi tentang tiga tipe
perencanaan evaluasi pemasok, yaitu :
II.8.1 Categorical Plan
Dalam perencanaan ini, beberapa petugas dari berbagai bagian perusahaan
pembeli membuat catatan evaluasi secara informal. Mereka yang tersangkut
di sini adalah yang bekerja di bagian pembelian, rekayasa, pengendalian
mutu, akuntansi, dan pergudangan. Untuk setiap pemasok besar, setiap
petugas tersebut membuat daftar faktor kinerja yang penting bagi mereka
masing–masing. Pada setiap pertemuan bulanan atau dua bulanan, setiap
pemasok besar dinilai berdasarkan faktor kinerja yang sudah disiapkan
sebelumnya. Setiap faktor tersebut ditimbang secukupnya secara relative,
dan setiap pemasok besar dinilai secara keseluruhan, yang biasanya

II-17
dikategorikan dalam tiga golongan besar yaitu preferred, neutral,
unsatisfactory.
Tabel 2.2 Contoh Formulir untuk Categorical Plan
SUPPLIER PERFOMANCE EVALUATION FORM, CATEGORIAL PLAN BY NAPM

Supplier:……………………………………………………….. Date:……………………………

Summary Evaluation Preferred Neutral Unsatisfaction

by Departement
Purchasing ………… ………..... ………………….
Receiving ………… ………..... ………………….
Accounting ………… ………..... ………………….
Engineering ………… ………..... ………………….
Quality Control
………… ………..... ………………….

Performance Factors

Purchasing
Delivers on schedule ………… ………..... ………………….
Delivers at quoted prices ………… ………..... ………………….
Prices are competitive ………… ………..... ………………….
Prompt and accurate with routine document ………… ………..... ………………….
Anticipates our needs ………………….
Helps in emergencies ………………….
Does not unfairly exploit a single source position ………… ………..... ………………….
Does not request special consideration ………… ………..... ………………….
Currently supplies price, catalog, and technical
information ………… ………..... ………………….
Furnishes specially requested information
promptly ………… ………..... ………………….
Advises us of potential troubles ………… ………..... ………………….
Has good labour relations ………… ………..... ………………….
Deliver without constant follow-up ………… ………..... ………………….
Replaces rejections promptly ………… ………..... ………………….
Accepts our terms without exception ………… ………..... ………………….
Keeps promises ………… ………..... ………………….
Has sincere desire to serve ………… ………..... ………………….

II-18
Tabel 2.2 Contoh Formulir untuk Categorical Plan (Lanjutan)
Performance Factors Preferred Neutral Unstatisfaction

Accounting

Invoices correctly ………… ………..... ………………….


Issues credit memos punctually ………… ………..... ………………….
Does not ask for special financial consideration ………… ………..... ………………….

Engineering
Past record on reliability of products ………… ………..... ………………….
Has technical ability for difficult work ………… ………..... ………………….
Readily accept responsibility for latent
deficiencies ………… ………..... ………………….
Provides quick and effective action in emergencies ………… ………..... ………………….
Furnishes requested data promptly ………… ………..... ………………….

Quality Control
Quality of material ………… ……….... ………………….
Furnishes certifications, affidavits, etc ………… ………..... ………………….
Replies with corrective action ………… ………..... ………………….

Sumber : Dobler, Donald W, David N.( 1990:367)

II.8.2 Weighted Point Plan


Di dalam perencanaan ini, faktor kinerja yang dinilai diberi bobot.
Misalnya, dalam suatu pertimbangan tertentu, mutu diberi bobot 25%,
layanan 25%, dan harga diberi bobot 50%. Pemberian ini memang perlu
dipertimbangkan dan ditentukan oleh pembeli berdasarkan perkiraan tingkat
kepentingan relatif dari masing–masing faktor tersebut. Sesudah
pembobotan ditentukan, maka masing–masing pemasok dinilai berdasarkan
pembobotan tersebut. Contoh Weighted Point Plan dapat dilihat pada tabel
2.2 :

II-19
Tabel 2.3 Contoh Weighted Point Plan by NAPM
THE WEIGHTED POINT PLAN BY NAPM

Weight Factor Measurement formula

50% Quality Performance = 100% - percentage of rejects


25% Service Performance = 100% - 7% of each failure
25% Price Performance = lowest price offered
price actually paid

Sumber : Inrdrajit dan Pranoto (2005)

Untuk penjelasan, misalnya pada bulan tertentu kinerja supplier dinilai


sebagai berikut. Lima persen dari jumlah pembelian ditolak karena persoalan
mutu, tiga pengiriman barang yang terpisah diterima secara tidak
memuaskan, dan harga barangnya $100/satuan dibandingkan dengan
penawaran terendah $90/satuan. Tabel 2.3 akan menggambarkan evaluasi
total dari kinerja pemasok ini.

Tabel 2.4 Evaluasi Total Kinerja Pemasok


ILLUSTRATIVE APPLICATION OF THE WEIGHTED-POINT PLAN
SUPPLIER
Monthly Performance Evaluation

Weight
Factor Performance Actual Performance Evaluation

Quality 50 5% reject 50 x (1,00-0,05) = 47,50


Service 25 3 failures 25 x (1,00-(0,07 x 3)) = 19,75
Price 25 $100 25 x ($90/$100) = 22,50
Overall Evaluation = 89,75

Sumber : Inrdrajit dan Pranoto (2005)

Dibandingkan dengan cara sebelumnya (categorial plan), cara ini lebih


objektif karena menggunakan perhitungan kuantitatif, sehingga lebih mudah
untuk membandingkan kinerja pemasok antara satu sama lain.

II-20
II.8.3 Cost Ratio Plan
Indrajit dan Pranoto (2005:366) menyatakan kinerja pemasok dinilai
dengan menggunakan analisis harga standar. Jika menggunakan cara ini,
pembeli harus menghitung tambahan biaya yang terjadi apabila membeli dari
pemasok tertentu. Ini terpisah dari tiga faktor kinerja yang disebut di atas,
yaitu mutu, harga, dan layanan. Tiap–tiap tambahan biaya faktor tersebut
diterjemahkan dalam “rasio” sehingga ada tiga jenis rasio biaya. Selanjutnya
ketiga rasio biaya ini dijumlahkan menjadi jumlah rasio biaya untuk
pemasok tertentu. Misalnya, pemasok mempunyai data sebagai berikut :
 Quality cost ratio : 2%
 Service cost ratio : -1%
 Delivery cost ratio : 2%
 Total cost ratio : 3%
 Price : $72,25
 Adjusted price : $72,25-(0,03 x $ 72,25) = $74,42
Adjusted price dari pemasok ini kemudian dibandingkan dengan pemasok
yang lain dan ini akan menentukan pemenangnya. Dalam hal evaluasi
rekanan, jumlah rasio biaya dapat dijadikan bahan evaluasi.

II.9 Weighted Factor System (Sistem Faktor Tertimbang)


Indrajit dan Pranoto (2005:401) menyatakan dalam banyak kasus, satu
pemasok jelas lebih unggul dari kompetisi dan seleksi menjadi persoalan yang
sederhana walaupun pilihan tidak selalu jelas.
Dalam menghadapi kasus ini, sistem penilaian numerik dengan faktor
tertimbang sangat dapat memfasilitasi proses pengambilan keputusan. Menurut
Indrajit dan Pranoto (2005:401) sistem Faktor Tertimbang dilakukan dengan dua
aktivitas, antara lain :
1. Mengembangkan faktor-faktor (kriteria yang diseleksi) dan membobotkan
kriteria-kriteria tersebut.
Langkah pertama ini dilakukan untuk mengidentifikasikan faktor penting
yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan keputusan, bersama dengan
bobotnya masing-masing.

II-21
2. Penugasan peringkat
Langkah kedua memerlukan penugasan peringkat numerik untuk masing-
masing perusahaan yang bersaing. Penilaian ini didasarkan pada penilaian
kolektif dari evaluator setelah mempelajari semua data dan informasi yang
diberikan oleh calon pemasok, serta yang diperoleh dalam penyelidikan di
lapangan.
Hasilnya, sistem penilaian faktor tertimbang memecahkan masalah yang
kompleks ke dalam komponen kunci dan analisis setiap komponen secara
individual. Pendekatan ini banyak digunakan dalam praktek dan pada umumnya
mengarah ke hasil yang adil dan cukup obyektif.
Tabel dibawah ini akan memberikan ilustrasi dari Pendekatan Peringkat
Faktor Tertimbang (The Weighted Factor Rating Approach).

Tabel 2.5 Ilustrasi dari Pendekatan Peringkat Faktor Tertimbang


Maximum Supplier
Rating
Factors (Weights) A B C
Technical :
Understanding of the Problem 10 9 9 7
Technical Approach 20 19 16 16
Production Facilities 5 4 5 3
Operator Requirements 3 2 3 2
Maintenance Requirements 2 2 2 2
Totals 40 36 35 30

Ability to meet schedule 20 20 16 15

Price 20 16 20 15

Managerial, Financial
and Technical Capability 10 10 8 8

Quality Control Processes 10 9 8 9

Rating Total 100 91 87 77


Sumber : Dobler, Donald W, David N.( 1990:209)

II-22
Indrajit dan Pranoto (2000:10) menyebutkan tahapan yang dilakukan dalam
mengembangkan Metode Weighted Point Plan adalah sebagai berikut :
1. Membuat kuesioner untuk pengajuan kriteria.
Kriteria yang diajukan adalah kriteria yang digunakan untuk melakukan penilaian.
Pemilihan kriteria dilakukan oleh perusahaan sesuai dengan kebutuhan. Banyaknya
kriteria tidak ditentukan atau tidak dibatasi selama masih diperlukan untuk
kebutuhan penilaian perusahaan.
2. Melakukan pembobotan kriteria.
Setelah mendapatkan kriteria yang dibutuhkan (tahap 1), maka selanjutnya
dilakukan pembobotan terhadap kriteria tersebut. Pembobotan dilakukan oleh
perusahaan. Bobot yang ditentukan kepada kriteria sesuai dengan tingkat
kepentingan relatif dari masing-masing kriteria. Jumlah dari keseluruhan bobot
adalah 100.
3. Membuat Indikator dari Kriteria.
Hasil dari tahap 1 dan 2 mendapatkan kriteria dan bobotnya. Pada tahap 3 ini akan
dilakukan pendeskripsian untuk penilaian dari setiap kriteria, sesuai dengan
indikator yang diinginkan perusahaan. Ada lima tingkatan penilaian dari mulai 100
sampai dengan 60. Pendeskripsian yang dilakukan pada setiap tingkatan penilaian
berbeda. Hasil dari tahap ini menghasilkan bentuk atau format akhir dari kuesioner
penilaian.
4. Melakukan Penilaian terhadap Kuesioner.
Setelah didapatkan bentuk akhir kuesioner pada tahap 3, pada tahap 4 ini kuesioner
akhir akan digunakan sebagai alat untuk penilaian. Penilaian ini sebagai bentuk
evaluasi kinerja terhadap vendor.

II-23

Anda mungkin juga menyukai