Multimoda, Menurut Konvensi International Multimoda Transport of Goods, Pasal 1 ayat (2),
angkutan multimoda intinya adalah cara mengangkut barang dengan menggunakan sedikitnya 2
(dua) moda angkutan (yang berbeda) berdasarkan satu dokumen perjanjian angkutan multimoda,
barang diangkut dari suatu tempat/negara ke suatu tempat/negara lain di mana barang akan
diserahkan. Pada angkutan multimoda, barang yang diangkut, resiko yang timbul dialihkan ke
pelaksana angkutan multimoda.
BILL OF LADING itu merupakan title of documents, yaitu dokumen kepemilikan barang , jadi
siapapun yang namanya tercantum dalam B/L atau ordernya, dia adalah merupakan pemilik
barang . sebagai catatan : bahwa tidak ada satupun transport documents selain bill of lading yang
berfungsi sebagai title of documents, oleh karena itu bill of lading adalah merupakan dokumen
yang sangat penting, karena apabila tidak ada bill of lading maka jelas barang tidak bisa direlease
/ diserahkan, sehingga bill of lading merupakan dokumen yang sangat fital yang berguna untuk
mengambil atau mengeluarkan barang.
A. Incoterms atau International Commercial Terms adalah kumpulan istilah yang dibuat untuk
menyamakan pengertian antara penjual dan pembeli dalam perdagangan internasional. Incoterms
menjelaskan hak dan kewajiban pembeli dan penjual yang berhubungan dengan pengiriman
barang. Hal-hal yang dijelaskan meliputi proses pengiriman barang, penanggung jawab
prosesekspor-impor, penanggung biaya yang timbul dan penanggung risiko bila terjadi
perubahan kondisi barang yang terjadi akibat proses pengiriman.
Incoterms dikeluarkan oleh Kamar Dagang Internasional atau International Chamber of
Commerce(ICC), versi terakhir yang dikeluarkan pada tanggal 1 Januari 2011 disebut sebagai
Incoterms 2010. Incoterms 2010 dikeluarkan dalam bahasa Inggris sebagai bahasa resmi dan 31
bahasa lain sebagai terjemahan resmi. Dalam Incoterms 2010 hanya ada 11 istilah yang
disederhanakan dari 13 istilah Incoterms 2000, yaitu dengan menambahkan 2 istilah baru dan
menggantikan 4 istilah lama. Istilah baru dalam Incoterms 2010 yaitu Delivered at Terminal
(DAT); dan Delivered at Place (DAP). Sedangkan 4 istilah lama yang digantikan yaitu:
Delivered at Frontier (DAF); Delivered Ex Ship (DES); Delivered Ex Quay (DEQ); Delivered
Duty Unpaid (DDU).
Pada Incoterms 2010, istilah dibagi dalam 2 kategori berdasar metode pengiriman, yaitu 7 istilah
yang berlaku secara umum, dan 4 istilah yang berlaku khusus untuk pengiriman melalui
transportasi air.
Tiga belas istilah dalam Incoterms 2000:
1. EXW (nama tempat): Ex Works, pihak penjual menentukan tempat pengambilan barang.
2. FCA (nama tempat): Free Carrier, pihak penjual hanya bertanggung jawab untuk mengurus
izin ekspor dan meyerahkan barang ke pihak pengangkut di tempat yang telah ditentukan.
3. FAS (nama pelabuhan keberangkatan): Free Alongside Ship, pihak penjual bertanggung jawab
sampai barang berada di pelabuhan keberangkatan dan siap disamping kapal untuk dimuat.
Hanya berlaku untuk transportasi air.
4. FOB (nama pelabuhan keberangkatan): Free On Board, pihak penjual bertanggung jawab dari
mengurus izin ekspor sampai memuat barang di kapal yang siap berangkat. Hanya berlaku untuk
transportasi air.
5. CFR (nama pelabuhan tujuan): Cost and Freight, pihak penjual menanggung biaya sampai
kapal yang memuat barang merapat di pelabuhan tujuan, namun tanggung jawab hanya sampai
saat kapal berangkat dari pelabuhan keberangkatan. Hanya berlaku untuk transportasi air.
6. CIF (nama pelabuhan tujuan): Cost, Insurance and Freight, sama seperti CFR ditambah pihak
penjual wajib membayar asuransi untuk barang yang dikirim. Hanya berlaku untuk transportasi
air.
7. CPT (nama tempat tujuan): Carriage Paid To, pihak penjual menanggung biaya sampai barang
tiba di tempat tujuan, namun tanggung jawab hanya sampai saat barang diserahkan ke pihak
pengangkut.
8. CIP (nama tempat tujuan): Carriage and Insurance Paid to, sama seperti CPT ditambah pihak
penjual wajib membayar asuransi untuk barang yang dikirim.
9. DAF (nama tempat): Delivered At Frontier, pihak penjual mengurus izin ekspor dan
bertanggung jawab sampai barang tiba di perbatasan negara tujuan. Bea cukai dan izin impor
menjadi tanggung jawab pihak pembeli.
10. DES (nama pelabuhan tujuan): Delivered Ex Ship, pihak penjual bertanggung jawab sampai
kapal yang membawa barang merapat di pelabuhan tujuan dan siap untuk dibongkar. izin impor
menjadi tanggung jawab pihak pembeli. Hanya berlaku untuk transportasi air.
11. DEQ (nama pelabuhan tujuan): Delivered Ex Quay, pihak penjual bertanggung jawab sampai
kapal yang membawa barang merapat di pelabuhan tujuan dan barang telah dibongkar dan
disimpan di dermaga. Izin impor menjadi tanggung jawab pihak pembeli. Hanya berlaku untuk
transportasi air.
12. DDU (nama tempat tujuan): Delivered Duty Unpaid, pihak penjual bertanggung jawab
mengantar barang sampai di tempat tujuan, namun tidak termasuk biaya asuransi dan biaya lain
yang mungkin muncul sebagai biaya impor, cukai dan pajak dari negara pihak pembeli. Izin
impor menjadi tanggung jawab pihak pembeli.
13. DDP (nama tempat tujuan): Delivered Duty Paid, pihak penjual bertanggung jawab mengantar
barang sampai di tempat tujuan, termasuk biaya asuransi dan semua biaya lain yang mungkin
muncul sebagai biaya impor, cukai dan pajak dari negara pihak pembeli. Izin impor juga menjadi
tanggung jawab pihak penjual.
Untuk mendorong angkutan multimoda perlu didukung dengan perangkat prasarana yang tepat.
Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai 17.508 pulau dengan luas
daratan Indonesia adalah 1.922.570 km² dan luas perairannya yang jauh lebih besar lagi yaitu
3.257.483 km² dimana perairan laut Indonesia belum dimanfaatkan sebagai infrastruktur
transportasi secara maksimal, masih banyak angkutan barang jarak jauh termasuk angkutan
barang antar pulau yang menggunakan angkutan jalan raya, padahal kalau ditinjau dari sisi ilmu
transportasi biaya angkut menggunakan laut merupakan pilihan yang paling murah bila
mengangkut barang dalam jumlah dan jarak tertentu dibanding melalui kereta api ataupun jalan
raya, dan ini menjadi lebih baik lagi bila menggunakan peti kemas.
Angkutan Multimoda
Angkutan multimoda didalam Peraturan Pemerintah No 8 Tahun 2011 tentang Angkutan
Multimoda didefinikan sebagai:
Angkutan Multimoda adalah angkutan barang dengan menggunakan paling sedikit 2
(dua) moda angkutan yang berbeda atas dasar 1 (satu) kontrak sebagai dokumen
angkutan multimoda dari satu tempat diterimanya barang oleh badan usaha angkutan
multimoda ke suatu tempat yang ditentukan untuk penyerahan barang kepada penerima
barang angkutan multimoda.
Angkutan multimoda diatur dalam United Nations Convention on International Multimodal
Transport of Goods, dan dalam ASEAN Framework Agreement on Multimodal Transport
(AFAMT). Peran angkutan multimoda semakin penting dengan adanya agenda integrasi sistem
logistik ASEAN menuju kepada perwujudan pasar tunggal ASEAN. Integrasi sistem logistik
ASEAN dan ASEAN Framework Agreement on Multimodal Transport menyiratkan adanya
liberalisasi di bidang jasa angkutan multimoda di kawasan ASEAN yang pada akhirnya menuju
kepada liberalisasi jasa pada tataran global General Agreements on Tariffs and Trade (GATT’s).
Dengan demikian perlu diciptakan iklim yang kondusif bagi berkembangnya badan usaha
angkutan multimoda Nasional yang tumbuh berkelanjutan dan berdaya saing.
Angkutan multimoda pada awalnya dimulai disektor maritim, dengan diperkenalkannya
penggunaan petikemas pada tahun 1960an yang kemudian berkembang dengan berintegrasi ke
moda-moda angkutan lainnya. Kontainerisasi berkembang karena waktu bongkar muat yang
lama untuk barang-barang umum (general cargo). Kapal barang umum pada waktu itu waktu
bongkar membutuhkan waktu bongkar muat dipelabuhan yang lebih lama dari waktu
berlayarnya.
Ukuran peti kemas standar yang digunakan ditampilkan dalam tabel berikut:
Peti kemas 20 kaki
inggris metrik ingg
Panjang 19' 10½" 6.058 m
Lebar 8′ 0″ 2.438 m
dimensi luar : Tinggi 8′ 6″ 2.591 m
Panjang 18′ 10 5/16" 5.758 m
Lebar 7′ 8 19/32″ 2.352 m
dimensi dalam : Tinggi 7′ 9 57/64″ 2.385 m
Width 7′ 8 ⅛″ 2.343 m
bukaan pintu: tinggi 7′ 5 ¾″ 2.280 m
Volume 1,169 ft³ 33.1 m³
berat kotor 52,910 lb 24,000 kg
berat kosong 4,850 lb 2,200 kg
muatan bersih 48,060 lb 21,800 kg
Berat
Berat maksimum peti kemas muatan kering 20 kaki adalah 24,000 kg, dan untuk 40 kaki
(termasuk high cube container), adalah 30,480 kg. Sehingga berat muatan bersih/payload yang
bisa diangkut adalah 21,800 kg untuk 20 kaki, 26,680 kg untuk 40 kaki.
Jenis Peti Kemas
Kereta api yang sedang menarik peti kemas tangki 20 kaki yang berdampingan dengan
petikemas barang umum
Berbagai variasi bentuk peti kemas digunakan untuk barang-barang yang spesifik namun
menggunakan ukuran yang standar untuk mempermudah handling dan perpindahan moda
angkutan.
Jenis peti kemas :
- Peti kemas barang umum untuk diisi kotak-kotak, karung, drum, palet dls, jenis yang paling
banyak digunakan
- Collapsible ISO
cBerbagai contoh bentuk cargo/container :
Jenis peti kemas Tabung gas, tangki, generator biasanya tidak dilengkapi dengan dinding
samping, depan belakang dan atas.
Untuk mewujudkan kelancaran arus penginiman barang dalam kegiatan, nasional maupun
intemasional sangat berkaitan erat dengan masalah sistem pengangkutan. Sebelum
diperkenalkannya sistem petikemas dalam pengangkutan barang banyak hambatan yang terjadi
dalam pengangkutan
barang. Terlebih lagi di era globlasisasi perdagangan, hambatan-hambatan trsebut sangat tidak
diinginkan. Sejak era petikemas kemudian dikenal angkutan multimoda modem. UN Convention
International Multimoda
Transport of Goods memperkenalkan sistem mi dengan nama Multimodal Transport. Dengan
adanya multimodal multimoda transport dihrapkan akan tercipta kelancaran arus pengiriman
barang yang tadinya port to port berubah menjadi door to door service dengan alat pengangkutan
darat, laut, maupun udara (kombinasi darat, laut, udara). Dengan demikian dapat menunjang
pelaksanaan perdagangan nasional sehingga mampu bersaing di pasar intemasional. Hingga saat
mi Indonesia belum meratifikasi konvensi
intemasional mengenai multimoda transport namun Indonesia sudah coba untuk menerapkan
sistem pengangkutan mi dalam pendistribusian barang
barang, baik secara nasional maupun intemasional. Hasilnya cukup baik walaupun banyak
kekurangan dalam hal infrastruktur, teknologi informasi,
SDM, dan yang paling mendasar adalah perangkat hukum. Sebagai arsitek transportasi Freight
Forwarder hams mendesain modal-modal transportasi apa yang akan digunakan dalam
pengiriman barang. Freight Forwarder sebagai
MTO(Multimoda Transport Operator) harus memiliki imajinasi yang kuat dalam mengelola dan
mengkoordinir moda moda tranportasi tersebut. Perlu diingat Freight Forwarder bekerja atas
keinginan pelanggannya, oleh karena
itu ia hams bekerja dengan sungguh sungguh untuk keselamatan barang yang ada dibawah
tanggung jawabnya. Hingga saat mi Indonesia belum memiliki
Undang undang yang khusus mengatur mengenai multimoda transport dan undang undang yang
menjadi payung keberadaan International Freight
Forwarder, sehingga dapat melaksanakan aktivitasnya belum dapat dioptimalkan. Undang
undang yang ada yaitu UU No. 13, 14, 15, 21/1992
masih bersifat terpisah satu sama lain, pasal pasal yang ada tidak mencerminkan adanya
hubungan antar moda transportasi yang satu dengan
yang lainnya, untuk itu penlu dibuatkan wadah bagiFreight Forwarder.
Angkutan multimoda merupakan komponen penting dari sistem logistik, karena angkutan barang
dalam aktivitas logistik pada umumnya menggunakan lebih dari satu moda transportasi. Pada
dasarnya pelayanan angkutan multimoda bukan hanya menawarkan layanan pengiriman barang
dari tempat asal ke tempat tujuan, namun juga mencakup layanan pengurusan transportasi (freight
forwarding), pergudangan, konsolidasi muatan, penyediaan ruang muatan serta pengurusan
kepabeanan.
Jika ditinjau dari segi kuantitas, ketentuan yang mengatur tentang transportasi multimoda di
Indonesia cukup banyak dan lengkap, yang mencakup beberapa tingkatan peraturan perundang-
undangan yang berbeda, mulai dari Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, sampai Peraturan
Menteri, namun tidak diatur secara khusus di dalam suatu Undang-undang (UU).
Namun jika ditinjau dari segi hierarki peraturan perundang-undangan, pengaturan transportasi
multimoda di Indonesia sangat tidak lazim, yang mana lazimnya di Indonesia tentang suatu
ketentuan diatur dalam suatu UU yang kemudian diatur dalam peraturan pelaksana, yang
biasanya dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) dan lebih lanjut lagi dalam Peraturan Menteri
terkait. Namun, ketentuan transportasi multimodal justru tidak diatur dalam suatu UU, namun
dalam bentuk sebuah PP yang merupakan pelaksana dari empat UU di bidang Transportasi yang
telah lebih dahulu lahir, yaitu UU No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (Pasal 47), UU No.
17/2008 tentang Pelayaran (Pasal 55), UU No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Pasal 191),
dan UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya (Pasal 165). PP tersebut
adalah PP No. 8 Tahun 2011 tentang Angkutan Multimoda.
Sebelum PP yang mengatur tentang Angkutan Multimoda lahir, angkutan multimoda sudah
terlebih dahulu disebutkan dalam Peraturan Menteri Perhubungan RI (Permenhub) No. KM. 49 Tahun
2005 tanggal 12 Agustus 2005 tentang Sistem Transportasi Nasional (SITRANAS). Permenhub ini
membedakan pengertian antara transportasi antarmoda, yaitu transportasi penumpang dan atau
barang yang menggunakan lebih dari satu moda transportasi dalam satu perjalanan yang
berkesinambungan dengan transportasi multimoda. Transportasi Multimodamenurut Permenhub
ini adalah transportasi barang dengan menggunakan paling sedikit 2 moda transportasi yang
berbeda atas dasar 1 kontrak yang menggunakan dokumen transportasi multimoda dari suatu
tempat barang diterima oleh operator transportasi multimoda ke suatu tempat yang ditentukan
untuk penerimaan barang tersebut. Selain mengatur pengertian angkutan multimoda, Permen ini
juga menyebutkan tentang jaringan pelayanan dan jaringan prasarana transportasi multimoda.
Permenhub tentang SITRANAS menggunakan istilah transportasi mutimoda, namun ketentuan
utama tentang multimoda, yaitu PP No. 8 Tahun 2011 menggunakan istilah angkutan
multimoda. Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) PP tersebut, yang dimaksud dengan Angkutan
Multimoda adalah angkutan barang dengan menggunakan paling sedikit 2 (dua) moda angkutan
yang berbeda atas dasar 1 (satu) kontrak sebagai dokumen angkutan multimoda dari satu tempat
diterimanya barang oleh badan usaha angkutan multimoda ke suatu tempat yang ditentukan
untuk penyerahan barang kepada penerima barang.
Pengertian angkutan multimoda dalam PP ini mencakup beberapa unsur, yaitu:
1. angkutan barang dengan lebih dari 1 moda yang berbeda
2. dalam 1 dokumen kontrak
3. dari tempat diterimanya barang (point of origin)
4. ke suatu tempat yang ditentukan (point of destination)
5. cakupannya sejak diterima barang (consignor) sampai diserahkannya barang kepada penerima barang
(consignee)
6. dilakukan oleh badan usaha angkutan multimoda (operator)
Permenhub Nomor PM 8 Tahun 2012 mengatur tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan
Angkutan Multimoda. Tujuan penyelenggaraan angkutan multimodal adalah untuk mewujudkan
pelayanan one stop service dengan indicator single seamless service (S3), yaitu single operator, single
tariff dan single document untuk angkutan barang.
Kemudian, terkait dengan dokumen angkutan multimodal yang merupakan perikatan/perjanjian
pengangkutan, diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 20 Tahun 2013tentang syarat
dan ketentuan minimum jasa layanan (Standard Trading Conditions-STC) di Bidang Angkutan
Multimoda. STC merupakan acuan dan pedoman dalam penyusunan dokumen angkutan
multimoda.
STC antara lain mengatur mengenai kondisi umum perusahaan, perlakuan terhadap barang
khusus dan barang berbahaya, hak dan tanggung jawab masing-masing pihak, batasan tanggung
jawab, asuransi, serah terima barang muatan dan pengajuan klaim, dan wilayah hukum.
Yang penting juga diingat adalah bahwa dalam penyelenggaraan transportasi multimodal, sesuai
yang disyaratkan oleh UU Nomor Tahun 2008 tentang Pelayaran, maka azas cabotage harus
dipatuhi, dimana barang multimoda yang diangkut oleh badan usaha angkutan multimoda asing
setelah tiba di simpul transportasi ekspor impor untuk angkutan lanjutan, wajib bekerjasama
dengan badan usaha angkutan multimoda nasional yang ditunjuk sebagai agen/perwakilan. (***)
Peti kemas di kreta
Ratusan bahkan ribuan peti kemas dari berbagai kota tertumpuk rapih dipelabuhan. Didalam peti kemas tersebut
umumnya berisi barang – barang ekspedisi baik export maupun impor. Salah satu pelabuhan yang cukup popular di
Indonesia adalah pelabuhan Tanjung Priok yang terletak di Jakarta Utara. Pelabuhan Tanjung Priok sendiri malayani
kapal – kapal yang berlabuh khusus angkutan Barang. Umumnya setelah bongkar muat dipelabuhan, masing –
masing peti kemas didistribusikan menggunakan Truk angkutan peti kemas atau kereta api menuju alamat tujuan
masing – masing.
PENUH MUATAN – Kereta api angkutan peti kemas diharapkan mampu meringankan beban jalan raya yang sudah terlanjur
padat dengan angkutan barang dan angkutan penumpang.
Ukuran peti kemas yang biasa diangkut dengan menggunakan kereta api dan truk peti kemas yaitu 20 Feet dan 40
Feet. Di pulau Jawa sendiri sudah beroperasi 4 Stasiun Kereta Api bongkar muat peti kemas yaitu :
1. Stasiun Pasoso yang jaraknya tak jauh dari Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta.
2. Stasiun Kalimas yang jaraknya juga tak jauh dari Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.
4. Stasiun Cikarang Dryport yang berada di kabupaten Bekasi dan baru diresmikan tahun 2012 lalu.
Dengan menggunakan gerbong datar (GD) ratusan peti kemas di distribusikan ke kota tujuan yang dijadwalkan
dengan sejumlah perjalanan kereta api. Umumnya satu perjalanan kereta api peti kemas bisa membawa 20 peti
kemas full loaded dengan ditarik lokomotif diesel type CC204 baik dari Surabaya menuju Jakarta maupun sebaliknya.
Namun khusus untuk relasi Jakarta – Gedebage hanya mampu membawa sekitar 15 peti kemas karena kondisi
prasarana yang kurang memungkinkan untuk membawa lebih dari 14 peti kemas. Setelah tiba di stasiun tujuan, peti
kemas tersebut didistribusikan menuju alamat tujuan dengan menggunakan truk angkutan peti kemas.
Selain waktu tempuh yang lebih cepat, menggunakan angkutan kereta api juga bisa meminimalisir beban jalan raya.
Bayangkan apabila ratusan peti kemas di distribusikan menggunakan truk melewati jalan raya. Otomatis beban jalan
raya akan semakin bertambah dan kerusakan jalan tak bisa dibendung lagi. Oleh sebah itu, angkutan peti kemas
dengan menggunakan kereta api sangat dianjurkan guna meminimalisir beban jalar raya yang sudah terlanjur padat
oleh angkutan penumpang.
Setiap harinya, ada sekitar 12 jadwal perjalanan kereta api angkutan peti kemas dari Jakarta menuju Surabaya
maupun sebaliknya. Sedangkan untuk relasi Jakarta – Bandung hanya melayani 4 jadwal perjalanan. Setelah sampai
distasiun tujuan, peti kemas tersebut didistribusikan kembali menuju alamat tujuan dengan menggunakan truk. Disini
peran truk amat penting, karena truk bisa menjangkau lokasi yang agak terpencil. Bisa diprediksi bahwa kedepannya
angkutan peti kemas dengan menggunakan kereta api akan semakin menjamur seiring banyaknya perusahaan cargo
dan kurir di Indonesia. Pada dasarnya semua diciptakan untuk saling melengkapi, bukan untuk menyaingi. (js/cs)