Anda di halaman 1dari 5

BAB II

PEMBAHASAN
A. Penghindaran Pajak Berganda Internasional Secara Unilateral
UU PPh mengatur, bahwa penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak menggunakan prinsip
world wide income, yaitu pajak penghasilan di Indonesia, baik atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia. Konsekuensi dari ketentuan ini akan menimbulkan dampak pajak
berganda internasional, apabila wajib pajak dalam negara Indonesia menerima penghasilan dari luar negeri.
Sedangkan dari luar negeri, wajib pajak tersebut telah dikenakan pajak sesuai ketentuan pajak di negara tempat
penghasilan tersebut diperoleh.
Sebagai ilustrasi, PT ALOIL, merupakan sebuah perusahaan minyak kelapa sawit yang berkedudukan di
Indonesia yang memiliki penyertaan saham pada sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang perkebunan
sawit dan bertempat kedudukan di Malaysia bernama PALMOIL Sdn Bhd. Pada tahun 2010 PALMOIL Sdn Bhd
membayarkan deviden senilai Rp 300.000.000,00 kepada PT ALOIL. Pembayaran ini telah sesuai ketentuan
pajak di Malaysia atas deviden yang diterima oleh PT ALOIL yang telah dikenakan pemotongan pajak dengan
tarif 28% atau sebesar Rp 84.000.000 atas penghasilan berupa deviden yang diterima oleh PT ALOIL, sesuai
ketentuan UU PPh, maka PT ALOIL akan dikenakan pajak Indonesia yang di gabung dengan penghasilan dari
dalam negeri lainnya, dan dikenakan pajak sesuai tarif pasal 17 UU PPh, yaitu sebesar 25%. Akibatnya PT
ALOIL akan dikenakan pajak dua kali dan menanggung beban pajak total 53%(28% untuk pajak yang dikenakan
di Malaysia ditambah 25% pajak yang dikenakan di Indonesia). Kondisi ini tentu saja tidak adil bagi PT ALOIL.
Untuk mengatasi dampak pajak berganda tersebut, negara di dunia membuat metode penghindaran pajak
berganda internasional secara unilateral. Metode penghindaran pajak berganda ini dituangkan dalam aturan
domestic negara tersebut. Adapun metode penghindaran pajak berganda yang sering digunakan dikebanyakan
negara adalah sebagai berikut:
 Metode pembebasan atau pengecualian (exemption method)
 Metode kredit (credit method)
1. Metode Pembebasan atau Pengecualian
Metode pembebasan (exemption) atau pengecualian (exclusion), berupaya untuk sepenuhnya
mengeliminasi pajak berganda internasional. Dalam metode pembebasan atau pengecualian, suatu negara
melepaskan hak pemajakan atas suatu penghasilan karena sudak dipajaki oleh negara lain. Dengan kata lain,
suatu negara akan mengakui hak pemajakan secara ekslusif dinegara lainnya. Metode pembebasan ini dapat
dilakukan menggunakan pendekatan berikut ini.
 Pembebasan subjek (subject exemption)
 Pembebasan objek (object excamption)
 Pembebasan pajak (tax exemption)
a. Pembebasan Subjek (subject exemption)
Umumnya diberlakukan terhadap anggota perwakilan diplomatik, konsultan dan organisasi internasional.
Sesuai kelaziman internasional, para duta besar, anggota perwakilan diplomatik dan konsulat hanya akan dipajaki
di negara domisili. Pembebasan ini biasanya dengan mempertimbangkan asas timbal balik (reprositas).
Misalnya, Mr. John adalah seorang duta besar perwakilan negara X yang ditempatkan dan bertugas
dinegara Y. Selama bertugas di negara Y, penghasilan Mr. John berupa gaji di bayarkan oleh negaranya (negara
X).
Apabila negara Y menganut metode pembebasan subjek, maka negara Y tidak akan mengenakan pajak
atas penghasilan, yaitu berupa gaji yang diterima Mr. John selaku duta besar negara X selama berada di negara
Y.
b. Pembebasan Objek (object excamption)
Dikenal juga dengan istilah full exemption atau exemption without progression. Dalam metode ini,
penghasilan luar negeri dikeluaran dari basis pemajakan atas wajib pajak dalam negeri di suatu negara.
Misalnya, Mr. Smith adalah seorang wajib pajak dalam negeri negara X. Penghasiln yang diperoleh Mr.
Smith dari dalam negeri adalah sebesar Rp 100.000.000 selain itu Mr. Smith juga memperoleh penghasilan dari
luar negeri yang bersumber dari negara Y yaitu sebesar Rp 20.000.000
Apabila negara X menganut metode pembebasan objek, maka basis pemajakan yang dikenakan di negara
X hanya dihitung dari penghasilan sebesar Rp 100.000.000. Sedangkan atas penghasilan sebesar Rp 20.000.000
hak pemajakn sepenuhnya diberikan kepada negara sumber (negara Y).
c. Pembebasan Pajak (tax exemption)
Dikenal dengan istilah exemption whith progression. Dalam metode ini pada prinsipnya penghasilan luar
negeri tetap dibebaskan dari penenaan pajak domestik. Namun untuk keperluan penghitungan pajak dan
penerapan tariff pajak, maka pengaruh penghasilan luar negeri terhadap pengenaan pajak atas penghasilan gobal
dipertahankan.
Misalnya, Wajib pajak A yang berkedudukan di negara X mendapat penghasilan dari luar negeri
bersumber dari negara Y sebesar Rp 100.000.000 atas penghasilan sebesar Rp 100.000.000 tersebut, telah
dikenakan pajak sesuai tariff pajak yang berlaku di negara Y sebesar 30% . WP A juga mempunyai penghasilan
yang bersumber dari dalam negeri dinegara X sebesar Rp 200.000.000 sehingga tariff pajak yang berlaku di
ngara X adalah 25%.
Apabila negara X menerapkan metode pembebanan pajak, maka pajak terutang dan pajak yang kurang di
bayar dengan hitungan sebagai berikut;
Penghasilan dari dalam negeri negara X 200.000.000
Penghasilan dari luar negeri (negara Y) 100.000.000
Jumlah penghasilan total 300.000.000
Pajak terutang (tarif 25%) 75.000.000
Pembebasan pajak 100.000.000 x 75.000.000 25.000.000
300.000.000
Pajak yang kurang bayar 50.000.000
2. Metode Kredit Pajak(full tax credit methode)
Metode kredit pajak terdiri dari beberapa metode yaitu sebagai berikut:
 Metode Kredit Penuh (full tax credit method)
 Metode Kredit Terbatas (ordinary atau normal credit method)
 Metode Kredit Fiktif (matching atau sparing credit method)
a. Metode Kredit Penuh (full tax credit method)
Merupakan pajak yang terutangatau di bayar diluar negeri sepenuhnya terhadap pajak dalam negeri yang
dikenakan terhadap penghasilan tersebut.
Contoh, Wajib pajak A yang bertempat di negara X, mendapat penghasilan diluar negeri yang bersumber
dari negara Y sebesar Rp 100.000.000. atas penghasilan Rp 100.000.000 tersebut, WP A telah dikenakan pajak
sesuai tarf pajak yang berlaku di negara Y sebesar 20% yaitu Rp 20.000.000 WP A juga mempunyai penghasilan
yang bersumber dari dalam negeri di negara X sebesar Rp 200.000.000 adapun tariff pajak yang berlaku di
negara X adalah 25%.
Apabila dinegara X menerapkan metode kredit pajak penuh, maka pajak terhutang dan pajak yang kurang
di bayar, diitung sebagai beriut:
Penghasilan dari dalam negeri negara X 200.000.000
Penghasilan dari luar negeri (negara Y) 100.000.000
Jumlah penghasilan total 300.000.000
Pajak terutang (tarif 25%) 75.000.000
Jumlah pajak yang telah dibayar di negara Y sebesar Rp 20.000.000 dikreditkan seluruhnya terhadap
pajak penghasilan global Rp 75.000.000. Karena tariff pajak di negara X 25% lebih tinggi dari pada di negara Y
20% maka atas penghasilan di negara Y WP A harus membayar pajak lagi sebagai tambahan sebesar (25%-
20%)x Rp 100.000.000 atau sebesar Rp 5.000.000
b. Metode Kredit Terbatas (ordinary atau normal credit method)
Memberikan keringanan pajak berganda internasiona;, berupa pengurangan pajak luar negeri atas pajak
domestik yang di alokasikan pada penghasilan luar negeri dengan batasan jumlah yang terendah, antara pihak
domestik yang dialokasikan kepada penghasilan luar negeri dan pajak yang sebenarnya dibayar di luar negeri.
Contoh, Wajib pajak A yang bertempat kedudukan di Negara X mendapat penghasilan dari luar negeri
yang bersumber dari negara Y sebesar Rp 100.000.000. Atas penghasilan tersebut WP A telah dikenakan pajak
sesuai tariff pajak yang berlaku di Negaa Y sebesar 20% yaitu Rp 20.000.000. WP A juga mengahasilkan yang
bersumber dari dalam negeri di Negara X adalah 25%.
Apabila Negara X menerapkan metode kredit pajak basa, maka pajak terutang dan pajak yang kurang
dibayar dihitung sebagai berikut:
Penghasilan dari dalam negeri negara X 200.000.000
Penghasilan dari luar negeri (negara Y) 100.000.000
Jumlah penghasilan global 300.000.000
Pajak terutang (tarif 25%) 75.000.000
Mengingat tariff pajak di Negara Y sebesar 20% maka jumlah pajak yang di bayar di negara Y sebesar
Rp 20.000.000 semuanya dapat dikrditkan karena batas maksimalnya adalah 25% x Rp 100.000.000 atau Rp
25.000.000 lebih tinggi dari pajak yang sebenarnya di bayar di luar negeri Rp 20.000.000.
Apabila tarif pajak di Negara Y sebesar 35%, maka pajak yang di kreditkan adalah sebesar batas kredit
pajak maksimal, yaitu Rp 25.000.000 walopun pajak sebenarnya yang telah di bayar sebesar Rp 35.000.000.
c. Metode Kredit Fiktif (matching atau sparing credit method)
Metode ini dengan memberikan pembebasan pajak untuk mendorong investor kedalam
negeri, namun untuk menghindari pemajakan di negara investor, maka di buatlah kredit fiktif
agar negara domisili mengenakan pajak setelah dikurangi kredit fiktif ini sehingga pemajakannya
bebas untuk di negara lainnya dan negara domisili. Metode ini tidak dgunakan di Indonesia.
Fasilitas yang diberikan tetap dari pembayaran pajak yang riil atau aktual.
B. Kredit Pajak PPh Pasal 24
Pajak Penghasilan Pasal 24 adalah PPh yang mengatur tentang perhitungan besarnya pajak atas
penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak penghasilan yang
terutang atas seluruh Penghasilan Wajib Pajak dalam negeri.
Pengkreditan pajak penghasilan dari luar egeri dilakukan dalam tahun pajak, yaitu dengan
menggabungkan penghasilan dari luar negeri tersebut dengan penghasilan di Indonesia.
Namun perlu di ingat, bahwa atas penhasilan yang di bayar atau terutang di luar negeri yang dapat di
kreditkan terhadap pajak yang terhutang di Indonesia hanyalah pajak yang langsung dikenakan atas penghasilan
yang diterima atau diperoleh wajib pajak.
Dalam menghitung batas jumlah pajak yang boleh dikreditkan. Penentuan sumber penghasilan adalah
sebagai berikut:
a. Penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari pengalihan saham dan sekuritas lainnya
adalah negara tempat badan yang menerbitkan saham atau sekuritas tersebut didirikan atau bertempat kedudukan.
b. Penghasilan berupa bunga, royalti dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta bergerak adalah negara
tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga, royalti atau sewa tersebut bertempat kedudukan atau berada.
c. Penghasilan berupa sewa sehubungan  dengan penggunaan harta tak gerak adalah negara  tempat harta tersebut
terletak.
d. Penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan adalah negara tempat pihak yang
membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat kedudukan atau berada.
e. Penghasilan bentuk usaha tetap adalah Negara tempat bentuk usah tetap tersebut menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan.
f. Penghasilan dan pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau tanda turut serta dalam pembiayaan
atau permodalan dalam perusahaan pertambangan adalah negara tempat lokasi penambangan berada.
g. Keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah negara tempat harta tetap itu berada.
h. Keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu bentuk usaha tetap adalah negara tempat
bentuk usaha tetap itu.
Penentuan sumber penghasilan selain penghasilan sebagaimana dimaksud diatas menggunakan prinsip
yang sama.
Dalam perhitungan kredit pajak atas penghasilan yang dibayar atau terhutang diluar negeri yang dapat
dikreditkan terhadap pajak yang terhutang menurut undang-undang, penentuan sumber pengasilan jadi sangat
penting. Selanjutnya, ketentuan ini mengatur tentang penentuan sumber penghasilan untuk memperhitungkan
kredit pajak luar negeri tersebut. Mengingat undang-undang ini menganut pengertian yang sangat luas, maka
sesuai ketentuan penentuan sumber dari penghasilan. Misalnya A sebagai wajib pajak dalam negeri memiliki
rumah di singapura dan dalam tahun 2008 rumah tersebut dijual. Keuntungan dari penjualan rumah tersebut
merupakan penghasilan yang bersumber di singapura karena rumah tersebut terletak di singapura.
Pengkreditan pajak penghasilan yang di bayar di luar negeri dilakukan bersamaan dengan penggabungan
penghasilan dari luar negeri tersebut. Berdasarkan keputusan menteri keuangan nomor 164/KMK.03/2002, maka
penggabungan penghasilan dari luar negri dilakukan sebagai berikut:
a. Untuk penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan tersebut
b. Untuk penghasilan lainnya, seperti penghasilan bunga, sewa, dan lainnya dilakukan dalam tahun pajak
diterimanya penghasilan tersebut
c. penggabungan penghasilan yang berupa deviden (pasal 18 ayat 2 UU PPh) dilakukan dalam tahun pajak padasaat
perolehan deviden tersebut di tetapkan sesuai dengan keputusan menteri keuangan
Jadi, Pajak Penghasilan dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak yang dihitung berdasarkan seluruh
penghasilan yang diterima dan diperoleh oleh Wajib Pajak, baik penghasilan tersebut berasal dari dalam negeri
maupun dari luar negeri. Dalam menghitung Pajak Penghasilan, maka seluruh penghasilan tersebut digabungkan
dalam tahun pajak di peroleh atau diterimanya penghasilan, atau dalam tahun pajak.
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 164/KMK.03/2002, jumlah kredit pajak tersebut
paling tinggi adalah sama dengan jumlah pajak yang di bayar atau terutag diluar negeri, tetapi tidak boleh
melebihi jumlah tertentu. Jumlah tertentu tersebut dihitung menurut perbandingan antara penghasilan dari luar
negeri terhadap penghasilan kena pajak, kemudian dikalikan dengan pajak yang terutang atas pajak penghasilan
kena pajak paling tinggi, yaitu sama dengan pajak yang terutang atas penghasilan kena pajak dalam hal
penghasilan kena pajak lebih kecil dari penghasilan luar negeri.
perbolehkan, dapat di ilustrasikan seperti berikut ini.
PT A di Jakarta memperoleh penghasilan netto dalam tahun 2010 sebagai berikut:
 Peghasilan dalam negeri Rp 1.000.000.000
 Penghasilan luar negeri dengan tariff pajak 20%) Rp 1.000.000.000
Penghitungan jumlah maksimum kredit pajak luar negeri adalah sebagi berikut.
1) Penghasilan luar negeri Rp 1.000.000.000
Penghasilan dalam negeri Rp 1.000.000.000 (+)
Jumlah penghasilan netto Rp 2.000.000.000
2) Apabila jumlah penghasilan netto sama dengan penghasilan kena pajak, maka sesuai tarif pasal 17 ayat (1), pajk
penghasilan yang terhutang adalah sebesar Rp 500.000.000
3) Batas maksimum kredit pajak luar negeri adalah:
Rp 1.000.000.000 x Rp 500.000.000 = Rp 250.000.000
Rp 2.000.000.000
Karena batas maksimum kredit pajakluar negeri sebesar Rp 250.000.000 lebih besar dari pajak luar negeri
yaitu sebesar Rp 200.000.000 maka jumlah kredit pajak luar negeri yang di perkenankan adalah sebesar Rp
200.000.000
Dalam hal penghasilan kena pajak lebih kecil dari penghasilan luar negeri, maka dapat diilustrasikan
sebagai berikut:
PT B di Jakarta memperoleh penghasilan netto dalam tahun 2001 sebagai berkut,
Penghasilan dari usaha di luar negeri Rp 1.000.000.000
Rugi usaha diluar negeri (Rp 200.000.000)
Pajak atas penghasilan diluar negeri misalnya 40% Rp 400.000.000
Penghasilan maksimum kredit pajak luar negeri serta pajak terutang adalah sebagai berikut:
1) Penghasilan dari usaha di luar negeri Rp 1.000.000.000
Rugi usaha diluar negeri (Rp 200.000.000)
Jumlah penghasilan netto Rp 800.000.000
2) Jumlah penghasilan netto sama dengan penghasilan kena pajak, maka sesuai tariff pasal 17 ayat(1) pajak
penghasilan yang terutang sebesar Rp 200.000.000
3) Batas maksimum kredit pajak luar negeri adalah:
Rp 1.000.000.000 x Rp 500.000.000 = Rp 250.000.000
Rp 2.000.000.000
Karena pajak yang di bayar di luar negeri dan batas maksimum kredit pajak luar negeri yang dapat
dikreditkan masih lebih besar daru jumlah pajak yang terutang, maka kredit pajak luar negeri yang
diperkenankan untuk di kreditkan dalam penghitungan pajak penghasilan adalah sebesar pajak yang terutang
yaitu Rp 200.000.000
Kredit pajak pasal 24 UU PPh menggunakan pendekatan percountry basis. Dalam hal penghasilan luar
negeri bersumber dari beberapa negara, maka jumlah maksimum kredit paja luar negeri dihitung untuk masing-
masing negara dengan menerapkan cara penghitungan sebagai berikut.
PT C di Jakarta dalam tahun 2010 memperoleh penghasilan sebagai berikut:
Penghasilan dalam ngeri Rp 2.000.000.000
Penghasilan dari negara X (tarif pajak 40%) Rp 1.000.000.000
Penghasilan dari Negara Y (tarif pajak 30%) Rp 2.000.000.000 (+)
Jumlah penghasilan netto Rp 5.000.000.000
Apabila penghasilan netto sama dengan penghasilan kena pajak, maka pajak penghasilan terutang
menurut tariff pasal 17 sebesar Rp 1.250.000.000
Batas maksimum kredit pajak luar negeri setiap Negara adalah:
a. Untuk Negara X
Rp 1.000.000.000 x Rp 1.250.000.000 = Rp 250.000.000
Rp 5.000.000.000
Pajak yang terutang diluar negeri sebesar Rp 400.000.000 lebih besar dari batas maksimum kredit pajak yang
dapat dikreditkan, maka jumlah kredit yang diperkenankan hanya sebesar Rp 250.000.000
b. Untuk Negara Y
Rp 2.000.000.000 x Rp 1.250.000.000 = Rp 500.000.000
Rp 5.000.000.000
Pajak yang terutang di luar negeri sebesar Rp 600.000.000 lebih besar dari batas maksimum kredit pajak yang
dapat dikreditkan, maka jumlah kredit pajak yang diperkenankan adalah Rp 500.000.000
Dalam hal wajib pajak memperoleh penghasilan yang dikenakan pajak bersifat final, sebagaimana
dimaksud dalam pasal 4 ayat (2) dan atau penghasilan yang dikenakan pajak tersendiri, sebagaimana dimaksud
pasal 8 ayat (1) dan ayat (4) PPh, maka penghaslan tersebut bukan merupakan faktor penambahan penghasila
pada saat menghitung penghasilan kena pajak.
Contoh:
PT D di Jakarta dalam tahun 2010 memperoleh penghasilan sebagai berikut:
 Penghasilan dari Negara Z (dengan tarif pajak 30%) Rp 2.000.000.000
 Penghasilan dalam negeri Rp 3.500.000.000 (penghasilan dalam negeri ini termasuk penghasilan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 4 ayat(2) Undang-undang pajak penghasilan sebesar Rp 500.000.000).
1) Penghasilan kena pajak PT D sebesar Rp 2.000.000.000 + (Rp 3.500.000.000 – Rp 500.000.000) = Rp
5.000.000.000
2) Sesuai tariff pasal 17, maka pajak penghasilan yang terutang adalah sebesar Rp 1.250.000.000
3) Batas maksimum kredit pajak luar negeri adalah:
Rp 2.000.000.000 x Rp 1.250.000.000 = Rp 500.000.000
Rp 5.000.000.000
Pajak yang terutang di Negara Z sebesar Rp 600.000.000 namun maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan
sebesar Rp 500.000.000
Dalam menghitung penghasilan kena pajak, kerugian yang di derita oleh wajib pajak di luar negeri tidak
dapat di gabungkan atau dikompensasikan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia.
Dasar pertimbangannya adalah, kerugian di luar negeri lazimnya akan dikompensasikan dengan penghasilan luar
negeri pada tahun berikutnya dalam penghitung pajak penghasilan

Anda mungkin juga menyukai