Anda di halaman 1dari 10

BAB I

SEJARAH PEMUNGUTAN PAJAK DI INDONESIA

Tujuan Instruksional Umum.


Pembelajaran tentang sejarah pemungutan pajak di Indonesia
dimaksudkan dengan tujuan agar mahasiswa peserta
pembelajaran mengetahui, mengerti dan memahasi sejarah
pemungutan pajak di Indonesia.

Tujuan Instruksional khusus.

Pembelajaran tentang sejarah pemungutan pajak di Indonesia


bertujuan agar mahasiswa :

1. Mengerti, memahasi dan mampu menjelaskan sejarah


pemungutan pajak di Indonesia;
2. Mengerti, memahami dan mampu menjelaskan latar
belakang pemungutan pajak di Indonesia;
3. Mengerti, memahami dan mampu menjelaskan fase fase
pemungutan pajak di Indonesia.

Metode Pembelajaran.

Pembelajaran tentang sejarah pemungutan pajak di Indonesia


menggunakan metode ceramah dan diskusi.

Lingkup Pembelajaran

Lingkup pembelajaran tentang sejarah pemungutan pajak di


Indonesia meliputi (a) pemungutan pajak pada zaman penjajahan
Belanda; (b) pemungutan pajak setelah pada Belanda yang
dibedakan menjadi (i) Fase Kemerdekaan; (ii) fase reformasi
perpajakan dan (iii) fase reformasi ketatanegaraan.

1
Pajak merupakan urat nadi Negara, sumber utama
penerimaan Negara, dan juga merupakan instrument keuangan
Negara. Setiap Negara menjadikan pajak sebagai sumber
pendapatan, walau objek, subjek, tarif dan cara pemunguntannya
yang bersifat variati dan berbeda anta satu Negara dengan Negara
lain.
Indonesia sebagai suatu Negara berdaulat memilki
kekuasaan untuk menentukan objek pajak, subjek pajak, wajib
pajak, tarif pajak dan cara pemungutan pajak.Guna menelurusi
perkembangan perjapakan di Indonesia, maka salahsatu aspek
yang penting, perlu diketahui adalah sejarah perjapakan di
Indonesia.
Sejarah perpajakan di Indonesia secara singkat dapat
diuraikan melalui 4 fase yaitu :
a. Fase penjajahan;
b. Fase kemerdekaan, dan
c. Fase reformasi perpajakan;
d. Fase reformasi ketata negaraan

A. Fase Penjajahan.
Sebagaimana kita ketahui bahwa pajak adalah pembayaran
yang dilakukan oleh warga jajahan kepada penjajah atau
penguasa, dizaman penjajahan pun juga demikian, penjajah
Belanda memungut pajak dari warga jajahan, walau pada awalnya
tidak termasuk dalam pengertian pajak.
Pada masa penjajahan pajak merupakan suatu upeti
(pemberian secara cuma-cuma) tapi bersifat kewajiban yang dapat
dipaksakan (harus dilaksanakan oleh rakyat atau masyarakat)
kepada seorang raja atau penguasa(penjajah).Pada masa
penjajahan warga masyarakat melakukan pembayaran upeti

2
kepada dua penguasa yaitu kepada raja (yang menganggap di
pemilik tanah), dan kepada penjajah sebagai penguasa atas
wilayah jajahan,
Pemberian dalam bentuk upetinya kepada raja atau penguasa
(penjajah Belanda) dilakukan dalam bnentuk natura atau barang
yakni padi, ternak, atau hasil tanaman pertanian atau
perkenbunan pisang, kelapa, dan buah-buahan.
Pemberian yang dilakukan rakyat saat itu digunakan untuk
keperluan atau kepentingan raja atau penguasa (penjajah
Belanda) setempat dan tidak ada imbalan atau prestasi yang
dikembalikan kepada rakyat karena memang sifatnya hanya
untuk kepentinganraja atau penguasa (penjajah Belanda).
Perkembangan selanjutnya pemberian (upeti) yang semula
diterima oleh raja dan puasa penjajah berubah menjadi pajak dan
yang dan hanya dipungut oleh penguasa (penjajah Belanda),
Pemungutan pajak oleh penjajah Belanda telah ditentukan
objeknya dan diatur dengan perundang-undang atau ordonansi
antara lain :
1. Ordonansi Pajak rumah tangga Tahun 1908;
2. Ordonansi Bea Balik Nama 1924;
3. Aturan Bea Meterai Tahun 1924;
4. Ordonansi pajak perseroan Tahun 1925;
5. Ordonansi pajak Kekayaan Tahun 1932;
6. Ordonansi Pajak Kendaraan Bermotor Tahun 1934;
7. Ordonansi Pajak Upah Tahun 1934;
8. Ordonansi Pajak Potong Tahun 1936;
9. Ordonansi pajak pendapatan Tahun 1944;
Ordonansi perpajakan sebagaimana dimaksud, tetap berlaku
hingga bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaan pada Tanggal
17 Agustus 1945.

3
B. Fase Kemerdekaan.

Pasca kemerdekaan Bangsa Indonesia pada Tanggal 17


Agustus 1945, sesuai dengan amanat alinea kedua teks
Proklamasi “hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan
lain –lain diselenggaraakan dengan cara saksama daan dalam
tempo sesingkat-singkatnya”, maka dibentuklah pemerintahan
Negara dalam rangka melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta
memelihara perdamaian dunia.

Pembentukan Pemerintahan Negara dilakukan pada Tanggal


18 Agustus 1945, diawali dangan Penetapan Undang-Undang
Dasar Negara RI Tahun 1945 yang terdiri atas 3 (tiga) bagian yaitu
(1) bagian Pembukaan; (2) bagian Batang Tubuh dan bagian (3)
penjelasan, disusul dngan penetapkan Ir Soekarno dan Drs
Mohammad Hatta masing-masing sebagai Presiden dan Wakil
Presiden RI, dengan tugas utama melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
serta memelihara perdamaian dunia.

Guna penyelenaggaran kekuasaan pemerintahan Negara,


Negara membutuhkan anggaran, membutuhkan uang, dan oleh
sebab itu memberlakukan pemungutan pajak yang bersumber dari
warga Negara, penduduk dan atau bangsa asing.

Guna memenuhi maksud tersebut pemerintah Repbulik


Indonesia melakukan pemungutan pajak dengan cara tetap
memberlakukan ordonansi pajak yang ditetapkan pada zaman

4
penjajahan Belanda, dengan merujuk pada Ketentuan Pasal 23
ayat (2) dan Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia 1945, yaitu :

Merujuk pada ketentuan Pasal 23 ayat (2) dan Pasal II


Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945, maka semua ordonansi tentang pajak yang
ditetapkan oleh kelonial Belanda tetap diberlakukan, maka pada
zaman pasca proklasi (zaman kemerdekaan) tetap berlaku :
1. Ordonansi Pajak Rumah Tangga Tahun 1908;
2. Ordonansi Bea Balik Nama 1924;
3. Aturan Bea Meterai Tahun 1924;
4. Ordonansi Pajak Perseroan Tahun 1925;
5. Ordonansi Pajak Kekayaan Tahun 1932;
6. Ordonansi Pajak Kendaraan Bermotor Tahun 1934;
7. Ordonansi Pajak Upah Tahun 1934;
8. Ordonansi Pajak Potong Tahun 1936;
9. Ordonansi Pajak Pendapatan Tahun 1944;
Selain memberlakukan ordonansi pajak sebagaimana
dimaksud ketentuan Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia 1945, juga telah dibentuk
beberapa undang-undang pajak berdasarkan ketentuan Pasal 23
ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
yaitu :

1. Undang-Undang Pajak Pembangunan I Tahun 1947


2. Undang-Undang Pajak penjualan Tahun 1951;
3. Undang-Undang Pajak Bangsa Asing tahun 1958;
4. Undang-Undang Pajak deviden Tahun 1959;
5. Undang-Undang Penagihan Pajak Negara Dengan Surat
Paksa tahun 1959

5
6. Undang-Undang Pajak Atas Bunga, Deviden, Dan
RoyaltyTahun 1967;
7. Undang-Undang Pajak Radio tahun 1968.

C. Fase Reformasi Perpajakan.

Sebagaimana kita ketahui bahwa pada Tahun 1983,


pemerintah Republik Indonesia melakukan reformasi dibidang
perpajakan (tax reform)dengan cara melakukan perubahan dan
pencabutan beberapa oronansi dan dan undang-undang yang
ditetapkan sebelum Tahun 1983, serta perubahan sistem
pemungutan pajak dari yang sebelumnya menerapkan official
assessment menjadi sistem self assessment.

Sesuai dengan kebijakan reformasi perjakan (tax reform)


maka pada Tahun 1983 telah dibentuk beberapa undang-undang
perpajakan yang baru dan tetap berlaku hingga saat ini, yaitu :

1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang


Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan;
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Pajak Pajak
Penghasilan;
3. Undang-Undang Nomor8 Tahun 1983 Pajak Pertambahan
Nilai Atas Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas
Barang Mewah;
4. Undang-Undang Nomor12 Tahun 1985 Tentang Pajak
Bumi Dan Bangunan;
5. Undang-Undang Nomor13 Tahun 1985 Tentang Bea
Meterai.

Namun Empat dari lima Undang-Undang yang bentuk


tersebut pada tahun 1994 mengalami perubahan, yaitu :

6
1.  Undang-Undang Nomor6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan
Umum Dan Tata Cara Perpajakandiubah dengan
Undang-Undang Nomor9 Tahun 1994
2Undang-Undang Nomor7 Tahun 1983 Pajak Pajak
Penghasilandiubah dengan Undang-Undang Nomor10
Tahun 1994
3. Undang-Undang Nomor8 Tahun 1983 Pajak Pertambahan
Nilai Atas Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas
Barang Mewah diubahdenganUndang-Undang Nomor11
Tahun 1994
4.  Undang-Undang Nomor12 Tahun 1985Tentang Pajak
Bumi Dan BangunandiubahdenganUndang-Undang
Nomor12 Tahun 1994.

Pada Tahun 1997 sebelum terjadi reformasi sistem


ketatanegaraan Indonesia, pemerintah Republik Indonesia
membentuk 5 (lima) undang-undang dibidang Perpajakanyaitu :

1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1997 Tentang Badan


Penyelesaian Sengketa Pajak
2. Undang-Undang Nomor18 Tahun 1997 Tentang Pajak
Daerah Dan Retribusi Daerah
3. Undang-Undang Nomor19 Tahun 1997 Tentang
Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa
4. Undang-Undang Nomor. 20 Tahun 1997 Tentang
Penerimaan Negara Bukan Pajak
5. Undang-Undang Nomor21 Tahun 1997 Tentang Bea
Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan.

D. Fase Reformasi Ketatanegaraan

7
Fase Reformasi ditandai dengan perubahan sistem
ketetanegaan Republik Indonesia yaitu Perubahan atau
amandemen Undang –Undang Dasar Negara Republik Indonesia
1945, dan perubahan kelembagaan Negara.

Perubahan Undang-Undang Dasar 1945, semula terdiri atas


3 (tiga) bagian yaitu (a) Pembukaan; (b) batang tubuh dan (c)
penjelasan menjadi 2 (dua) bagian yaitu bagian (a) Pembukaan dan
bagian (b) Batang Tubuh.

Selain terjadi perubahan bagian, Undang –Undang Dasar


Republik Indonesia 1945 juga mengalami perubahan nama
menjadi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 dan perubahan isi (muatan). Isi atau materi muatan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pasca
amandemen yang relevan dengan pemungutan pajak adalah Pasal
23A dan Pasal I Aturan Peralihan yaitu :

Pasal 23A Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa


untuk keperluan Negara diatur dengan undang-undang, sedangkan
Pasal I Aturan Peralihan mengatur bahwa segala peraturan
perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum
diadakan yang baru menuru Undang-Undang Dasar Negara ini.

Memerhatikan ketentuan Pasal 23A dan Pasa I Aturan


Peralihan Undang-Undang Dasar Negara Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, maka peraturan perundang-undangan
perpajakan sebagaimana dikemukakan sebelumnya tetap berlaku.

Pada Tahun 2000 pemerintah membentuk


peraturanperundang-undanganperpajakan yang merupakan
perubahan atas undang-undang yang dibentuk pada Tahun 1983,
yaitu :

8
1.  Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983
Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 1994
2.  Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 Tentyang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1994
3.  Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983
Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 1994
4.  Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 Tentyang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997
5.  Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 Tenytang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997
6.  Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Tenytang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997

Selanjutnya pada Tahun 2007 sampai Tahun 2009


pemerintah bersama DPR sepakat melakukan perubahan atas
Undang-Undang Perpajakan :

1. Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang


Undang – Undang Nomor Tahun 1983 Tentang Ketentuan
Umum Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000; dengan Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2007, Dengan Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti UU No. 5 Tahun 2008

9
2. Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang
Perubahan Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2000,
dan Dengan Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2008.
3. Undang – Undang Nomor 28 tahun 2009 Tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah yang mencabut Undang –
Undang Nomor 18 tahun 1997.
4. Undang – Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang
perubahan Undang – Undang 18 Tahun 2000Pajak
Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan
Atas Barang Mewah.

10

Anda mungkin juga menyukai