Anda di halaman 1dari 12

Tugas Rangkuman Materi 1 Tentang Konsep Umum Perpajakan

Kelompok: 7

- Fitri Sabillah 11220150000085


- Putra Oktavian 11220150000054

SEJARAH PEMUNGUTAN PAJAK

erbagai teori yang dikemukakan oleh para ahli dan filsuf tentang asal mula Negara dan
Kedaulatan, baik teori yang dikemukakan oleh Thomas Hobbes (Malmesbury, Inggris, 1588-
1679), John Locke (Wrington, Inggris, 1632-1704) dan Jean Jacques Rousseau (Jenewa, 1712-
1778) pada akhirnya berkesimpulan bahwa jauh sebelum zaman Romawi dan Yunani Kuno serta
zaman Firaun di Mesir, telah ada suatu wadah yang menguasai dan

memerintah penduduk. Le Contract Social atau perjanjian masyarakat yang dikemukakan oleh
Rousseau adalah teori yang menjawab pertanyaan mengapa penduduk/rakyat harus patuh pada
pemerintah negaranya. Dalam teori ini Rousseau mendefinisikan bahwa penduduk di zaman
dahulu yang hidupnya di dalam gua-gua atau di atas pohon dan bukit serta terpisah dalam
kelompokkelompok kecil, merasa akan lebih kuat apabila mereka bersatu, baik dalam
menghadapi musuh, binatang buas maupun bencana alam. Para penduduk ini, kemudian
mengadakan “perjanjian masyarakat”, Le Contract Social bahwa sebagian dari hak mereka
diserahkan kepada suatu wadah yang akan mengurus kepentingan bersama. Wadah tersebut,
kemudian dikenal sebagai L’etat, Staat, State, Negara, yang mempunyai unsur-unsur, yaitu
Daerah, Rakyat, Pemerintah dan Kedaulatan. Eksistensi negara-negara di atas dunia tetap akan
ada. Dengan demikian, eksistensi pemerintahnya walaupun buku teks komunis mengemukakan
withering away of the state. Eksistensi pajak sebagai species dari genus pungutantelah ada sejak
zaman Romawi. Pada awal Republik Roma (509-27 sebelum Masehi) dikenal beberapa jenis
pungutan seperti censor, questor dan beberapa jenis pungutan lain. Pelaksanaan pemungutannya
diserahkan kepada warga tertentu yang disebut publican. Tributum sebagai pajak langsung (pajak
atas kepala= head tax) dipungut pada zaman perang terhadap penduduk Roma sampai tahun 167
SM. Sesudah abad ke 2 penguasa Roma mengandalkan pada pajak tidak langsung yang disebut
vegtigalia, seperti portoria, yakni pungutan atas penggunaan pelabuhan.

A. SEJARAH PAJAK DI INDONESIA

Sejarah Pajak di Indonesia dimulai sejak diberlakukannya ‘huistaks’ yaitu pada tahun
1816. Huistaks adalah pajak yang dikenakan bagi suatu warga negara yang mendiami suatu
wilayah/ tempat, seperti sewa tanah, bangunan, atau dikenal dengan Pajak Bumi dan Bangunan.
Tetapi saat itu, (Rakyat Indonesia) harus menyetor ke Pemerintah Belanda. Seperti sewa
tanah,bangunan atau yang sekarang dikenal dengan Pajak Bumi dan Bangunan. Tetapi saat itu,
kita (rakyat Indonesia) harus menyetornya ke pemerintah Belanda. Berikutnya menunjukkan
bahwa jenis - jenis pajak bertambah lagi, yaitu :

a. Tahun 1920 ada Ordonantie op de Herziene Inkomstenbelasting alias Pajak Penghasilan.

b. Tahun 1925 ada Ordonantie op de Vennootschapbelasting alias Pajak Perseroan atau sekarang
dikenal dengan nama Pajak Penghasilan Badan.

1. Masa Kerajaan

Pada masa Kerajaan, Raja-raja Nusantara memungut pajak (upeti) dari masyarakat untuk
menghidupi kerajaannya, seperti untuk kegiatan operasional kerajaan, membangun dan merawat
infrastruktur, serta menyelenggarakan acara keagamaan. Berbagai pajak/upeti dihasilkan dari
pajak tanah, hasil hutan hingga pajak pelacuran, dan pertunjukan seni.

2. Masa Hindia Timur (1600–1800)

Pada abad ke-17, VOC membangun dan mengurus kota Batavia dengan menarik pajak
sehingga bisa sukses hingga Batavia mendapat sebutan “Koningen Het van Oosten” atau “Ratu
di Timur”. Keberlangsungan VOC untuk sangat bergantung pada pajak. VOC sebagai
perusahaan dagang milik Belanda berhasil mendominasi perdagangan di Hindia Timur kala itu.

3. Fase Hindia Belanda/ Fase Liberal (1870–1942)


Zaman Belanda dan saat penjajahan Jepang, mereka memungut pajak dari berbagai hasil
bumi yang ada di Indonesia. Jauh sebelum itu, kerajaan - kerajaan yang ada di Nusantara ini juga
sudah menerapkan pajak pada masyarakatnya untuk keberlangsungan kerajaan. Hingga saat ini,
pajak sudah mengalami perkembangan yang begitu pesat. Hal ini dapat kita liat dari banyaknya
jenis pajak yang ada. Dan,sebagai warga Negara yang baik, tentunya kita akan membayar pajak
yang sudah menjadi kewajiban kita. Karena semuanya juga untuk kesejahteraan kita bersama.
Atau sejarah lain menerangkan bahwa Pajak pertama kalinya di Indonesia di awali dengan Pajak
Bumi dan Bangunan atau lebih kita kenal dengan PBB. Pada masa ini pemerintah Belanda
menarik pajak langsung dan tidak langsung yang terlalu tinggi. Upah tenaga kerja paksa tidak
sesuai/ tidak memuaskan dan kurangnya perhatian terhadap kesejahteraan. Oleh karen itu, pada
tahun 1850-1880 diambil langkah untuk mengatasi keluhan-keluhan ini, Salah satunya adalah
dengan cara sistem hak milik perorangan terhadap tanah, tetapi banyak ditolak karena pajak
tanah tetap tinggi hampir sama dengan sistem sewa tanah kepada negara.

4. Fase Tanam Paksa/ Masa Pendudukan Jepang (1942–1945)

Pada jaman penjajahan Jepang namanya diganti dengan Pajak Tanah, dan setelah
Indonesia merdeka namanya diubah menjadi Pajak Bumi. Istilah Pajak Bumi inipun diubah
menjadi “Pajak Hasil Bumi”.Yang dikenakan pajak tidak lagi nilai tanah, melainkan hasil yang
keluar dari tanah, sehingga timbul frustasi karena hasil yang keluar dari tanah merupakan objek
dari Pajak Penghasilan, yang pada saat itu namanya Pajak Peralihan. Pada Masa Jepang, tanah
lebih ditujukan untuk pelipat gandaan hasil bumi yang penting bagi Jepang. Jepang meneruskan
land rent yang dipakai Inggris dan kolonial Belanda terhadap semua jenis tanah produktif dan
diwajibkan pajaknya kepada desa, bukan perseorangan. Namun pada masa pemerintahan Jepang,
nama land rent diubah menjadi land tax. Jepang juga menetapkan sistem wajib serah padi. Selain
itu juga, ditetapkan pembayaran pajak untuk penggunaan fasilitas fasilitas tertentu, seperti
jembatan, jalan raya, dan fasilitas umum lainnya. Masyarakat juga diwajibkan untuk membayar
pajak sepeda bagi siapa saja yang memilikinya.

5. Masa Revolusi Kemerdekaan (1945-1950)

Setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945, para pendiri


Republik menuangkan masalah pajak ke dalam Undang-Undang Dasar 1945. Pada 19 Agustus
1945, Organisasi Kementerian Keuangan juga dibentuk yang di dalamnya terdapat Pejabatan
Pajak. Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 1945, nama land tax atau pajak tanah
disebut dengan Pajak Bumi.

6. Masa Pemerintahan Presiden Soekarno (1950–1966)

Pada Pemerintahan Presiden Soekarno pasca revolusi kemerdekaan mengalami situasi


yang belum stabil. Untuk mengelola pendapatan negara dari pajak, pemerintah masih kesulitan.
Pada tahun 1957 mengganti Pajak Peralihan dengan nama Pajak Pendapatan Tahun 1944 yang
disingkat dengan Ord. PPd. 1944. Kemudian pada 1963 diubah menjadi Direktorat Pajak Hasil
Bumi. Tahun 1965 berubah lagi menjadi Direktorat Iuran Pembangunan Daerah (Ipeda).

7. Masa Pemerintahan Presiden Soeharto (1967–1998)

Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, beberapa perubahan dan penyempurnaan UU


pajak dilakukan. Pada 1983, pemerintah melaksanakan reformasi pajak melalui Pembaharuan
Sistem Perpajakan Nasional (PSPN) dengan mengundangkan lima paket UU perpajakan, yaitu
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Pajak Penghasilan (PPh), PPN dan
PPnBM, PBB serta Bea Meterai (BM).

8. Masa Reformasi 1998 hingga sekarang

Perkembangan ekonomi dan masyarakat membuat pemerintah kembali mengubah


undang-undang perpajakan pada tahun 2000. Sebuah Pengadilan Pajak dibentuk tahun 2002.
Insentif pajak juga diterapkan mencakup Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Fasilitas
Perpajakan (PPh, PPN, dan PBB), serta intensifikasi perpajakan yang lebih sistematis dan
terstandar serta penegakan hukum. Pada tahun 2016 Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
dinaikkan. Target penerimaan negara dari perpajakan juga terus meningkat.

B. PAJAK SEBAGAI SUMBER UTAMA PENDAPATAN DI INDONESIA

Di Indonesia pajak memiliki peranan yang sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi
karena pajak merupakan sumber pendapatan utama untuk membiayai pengeluaran negara.
Bahkan sumber penerimaan negara dari pajak dalam 10 tahun terakhir pada kisaran angka 70% –
80% dari total penerimaan negara dalam APBN. Sementara itu realisasi penerimaan pajak dalam
10 tahun terakhir selalu dibawah target yang telah ditetapkan.
C. INSTITUSI PERPAJAKAN

Perpajakan di Indonesia ditangani oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dibawah


kementerian keuangan. Sedangkan untuk Pajak Daerah ditangani oleh kepala daerah baik
provinsi maupun kabupaten/kota yang secara operasional dijalankan oleh Dinas/Badan/Instansi
tertentu yang ditetapkan masing-masing kepala daerah.

Tugas DJP sesuai amanat Peraturan Menteri Keuangan No. 234/PMK.01/2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan adalah merumuskan dan melaksanakan
kebijakan dan standardisasi teknis di bidang perpajakan.

D. DEFINISI PAJAK

Berdasarkan UU KUP Nomor 16 Tahun 2009 Pasal 1 ayat 1, Pajak adalah kontribusi
wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro S.H. Pajak adalah Iuran rakyat kepada kas
negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat
kontraprestasi (Imbalan) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar
pengeluaran umum.

E. FUNGSI PAJAK

1. Fungsi Anggaran (Budgetair)

Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-


pengeluaran negara, misalnya untuk Pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang,
pemeliharaan, dan lain sebagainya. Sedangkan untuk Pembiayaan pembangunan, uang
dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran
rutin.
2. Fungsi Mengatur (Regulerend)

Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan


fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Dalam rangka
melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk
luar negeri.

3. Fungsi Stabilitas

Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang
berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan.

4. Fungsi Redistribusi Pendapatan

Pajak akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk
membiayai Pembangunan.

F. PERBEDAAN PAJAK DENGAN PUNGUTAN LAIN

1. Retribusi adalah pembayaran-pembayaran kepada Negara yang dilakukan oleh mereka


yang menggunakan jasa pemerintah pusat maupun daerah dimana pembayar mendapat
manfaat yang langsung. Misalnya: pembayaran uang sekolah, langganan PAM, retribusi
pasar, parkir, jalan tol dan lain-lain.
2. Cukai adalah pungutan yang dikenakan atas barang-barang tertentu yang telah ditetapkan
pemerintah, biasanya untuk barang yang konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya
perlu diawasi, pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau
lingkungan hidup. contoh: hasil tembakau (seperti rokok, cerutu, tembakau iris), etanol,
minuman keras.
3. Bea masuk adalah pungutan negara berdasarkan undang-undang yang dikenakan
terhadap barang yang memasuki daerah pabean sebagai salah satu jenis pajak berdasar
asas domisili. Sedangkan bea keluar adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap
barang ekspor.
4. Bea materai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen yang bersifat perdata dan
dokumen untuk digunakan di pengadilan.
5. Iuran adalah pungutan yang dikenakan sehubungan dengan suatu jasa atau fasilitas yang
diberikan pemerintah secara langsung dan nyata kepada kelompok atau golongan
pembayar.

G. SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK DI INDONESIA

Sistem pemungutan pajak merupakan sebuah mekanisme yang digunakan untuk


menghitung besarnya pajak yang harus dibayar wajib pajak ke negara. Di Indonesia, berlaku 3
jenis sistem pemungutan pajak, yakni:

1. Self Assesment System

Self Assessment System merupakan sistem pemungutan pajak dimana penentuan besaran
pajak yang harus dibayarkan oleh wajib pajak dihitung wajib pajak yang bersangkutan. Wajib
pajak merupakan pihak yang berperan aktif dalam menghitung, membayar, dan melaporkan
besaran 10 pajaknya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau melalui sistem administrasi online.
Kelemahan Self Assessment System adalah wajib pajak biasanya akan mengusahakan untuk
menyetorkan pajak sekecil mungkin.

2. Official Assessment System

Official Assessment System merupakan sistem pemungutan pajak yang membebankan


wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang pada fiskus atau aparat perpajakan sebagai
pemungut pajak. Wajib pajak bersifat pasif dan pajak terutang muncul setelah dikeluarkannya
surat ketetapan pajak oleh fiskus, seperti pelunasan Pajak Bumi Bangunan (PBB), Pajak
Kendaraan Bermotor atau jenis pajak daerah lainnya.

3. Withholding System

Pada Withholding System, besarnya pajak dihitung oleh pihak ketiga yang bukan wajib
pajak dan bukan juga aparat pajak/fiscus, biasanya dilakukan oleh bendaharawan.
Contohnya Pemotongan penghasilan karyawan yang dilakukan oleh bendahara instansi terkait.
Jadi, karyawan tidak perlu lagi membayarkan pajak tersebut. Jenis pajak yang menggunakan
withholding system di Indonesia adalah PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Final
Pasal 4 ayat (2) dan PPN.
H. TEORI PEMUNGUTAN PAJAK

1. Teori Asuransi: Menurut teori ini Negara memungut pajak karena Negara bertugas untuk
melindungi warga negara dan segala kepentingannya, keselamatan dan keamanan jiwa
juga harta bendanya.
2. Teori Kepentingan: Menurut teori ini Negara memungut pajak karena Negara melindungi
kepentingan jiwa dan harta benda warganya. Semakin besar kepentingan seseorang
terhadap negara (misalnya kebutuhan perlindungan), maka semakin tinggi pajak yang
harus dibayar. rang yang kaya atau memiliki harta benda yang lebih banyak harganya
maka dibebani pajak yang lebih tinggi dibandingkan yang miskin, misalnya dalam
perlindungan jaminan sosial.
3. Teori Kewajiban Pajak Mutlak atau Teori Bakti: Teori bakti ini bisa dikatakan sebagai
adanya perjanjian dalam masyarakat untuk membentuk negara, dimana negara memimpin
masyarakat serta adanya kepercayaan yangdiberikan masyarakat kepada negara, maka
pembayaran pajak yang dilakukan kepada negaramerupakan bakti dari masyarakat.
4. Teori Asas Daya Beli: Teori ini tidak mempersoalkan asal mula negara memungut pajak,
hanya melihat kepada efeknya dan dapat memandang efek yang baik itu sebagai dasar
keadilannya. Teori ini mengajarkan, bahwa penyelenggaraan kepentingan masyarakat
inilah yang dapat dianggap sebagai dasar keadilan pemungutan pajak, bukan kepentingan
individu. Teori ini menitikberatkan ajarannya kepada fungsi mengatur dalam pemungutan
pajak.
5. Teori Daya Pikul: Pokok pangkal teori ini adalah asas keadilan yaitu tekanan pajak
haruslah sama beratnya untuk setiap orang. Artinya pajak harus dibayar sesuai daya pikul
masing-masing orang.

I. STELSEL PAJAK

Stelsel Pajak merupakan system pemungutan pajak yang digunakan untuk menghitung besarnya
pajak yang harus dibayarkan oleh para wajib pajak. Pemungutan pajak dapat dilakukan dengan
stelsel yang terdiri dari 3 jenis, yaitu:
1. Stelsel Nyata (Riil)

Stelsel Nyata merupakan salah satu jenis pemungutan pajak yang didasarkan pada objek
atau penghasilan yang diperoleh sesungguhnya (penghasilan 13 nyata untuk Pajak Penghasilan).
Kelebihan utamanya adalah perhitungan didasarkan pada penghasilan sesungguhnya dan hasil
yang diperoleh akan lebih akurat dan real. Kekurangannya adalah wajib pajak merasa dibebani
jumlah pembayaran pajak tinggi dan pembayaran dilakukan dibelakang sehingga penerimaan kas
negara dan peredaran uang akan terpengaruh.

Contoh: PPh 21, PPh 22, PPh 23, PPh pasal 4 ayat (2), dan PPh 26

2. Stelsel Anggapan (Fiktif)

Stelsel ini menerapkan sistem pemungutan pajak di depan (voor hedging). Misalnya,
penghasilan suatu tahun pajak dianggap sama dengan tahun sebelumnya. Sehingga pada awal
tahun pajak telah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan.
Keunggulan stelsel ini adalah, pajak dapat dibayar selama tahun berjalan tanpa harus menunggu
pada akhir tahun. Sedangkan kelemahannya adalah pajak yang telah dibayar wajib pajak tidak
berdasarkan pada keadaan sesungguhnya.

Contoh: Angsuran bulanan PPh pasal 25 didasarkan penghasilan tahun sebelumnya.

3. Stelsel Campuran

Jenis stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada
awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan. Kemudian pada akhir tahun,
besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan sebenarnya. Apabila kenyataannya besarnya pajak
lebih besar daripada pajak menurut anggapan, maka wajib pajak harus menambah pembayaran.

Contoh: PPh pasal 29 – kurang bayar (Jika pajak sesungguhnya lebih besar dari pada pajak
anggapan) & PPh pasal 28 – lebih bayar (Jika pajak sesungguhnya lebih kecil dari pada pajak
anggapan).

J. ASAS PEMUNGUTAN PAJAK


Asas pemungutan pajak merupakan dasar dan pedoman yang digunakan oleh pemerintah
saat membuat peraturan atau melakukan pemungutan pajak. Ada tiga asas pemungutan pajak,
diantaranya yaitu:

1. Asas domisili/tempat tinggal

Asas domisili diberlakukan kepada setiap warga Negara yang berdomisili di Negara
tersebut. Tidak peduli melihat dari mana pendapatan didapatkan, baik dari luar maupun dalam
negeri. Asas domisili juga diberlakukan kepada perorangan maupun suatu lembaga, baik lokal
maupun asing, yang menetap di Indonesia wajib menyetorkan pajak kepada pemerintah
Indonesia.

2. Asas Kebangsaan

Pemungutan pajak dilakukan berdasarkan kebangsaan seseorang. Contohnya, gaji


seorang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di Arab Saudi selama 1 tahun, wajib
membayar pajak ke pemerintah Indonesia.

3. Asas Sumber

Pemungutan pajak dilakukan berdasarkan sumber atau tempat penghasilan berada. Tidak
peduli berada di mana atau dari mana wajib pajak tersebut, maka Anda wajib membayarkan
pajak. Misalnya, ada orang asing bekerja di Indonesia dan mendapat gaji dari pemerintah
Indonesia, maka berkewajiban membayar pajak ke pemerintah Indonesia.

Pemerintah Indonesia pada dasarnya menganut asas pengenaan pajak atas seluruh penghasilan,
termasuk penghasilan dari luar negeri. Untuk wajib pajak dalam negeri, pengenaan pajak
didasarkan atas asas domisili.

K. TARIF PAJAK

Dalam menghitung seberapa besar pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak, ada empat macam
tarif yang digunakan :

a. Tarif pajak proporsional/sebanding, Yaitu tarif pajak yang berupa persentase tetap
terhadap jumlah berapapun yang menjadi dasar pengenaan pajak.
b. Tarif pajak progresif, Yaitu tarif pajak yang persentasenya menjadi lebih besar apabila
jumlah yang menjadi dasar pengenaannya semakin besar.
c. Tarif pajak degresif, Yaitu tarif pajak yang semakin menurun apabilah jumlah yang
menjadi dasar pengenaan pajak menjadi menurun.
d. Tarif pajak tetap, Yaitu tarif berupa jumlah yang tetap (sama besarnya) terhadap
berapapun jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak.

Tarif pajak yang tinggi akan meningkatkan beban pajak sehingga menurunkan pendapatan
dari wajib pajak (Alligham dan Sandmo, 1972).

L. PENGELOMPOKAN PAJAK

1. Pajak Menurut Golongannya,

a. Pajak Langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat
dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: Pajak Penghasilan.
b. Pajak Tidak Langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau
dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai

2. Pajak Menurut Sifatnya

a. Pajak subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau bersandarkan pada subjeknya, dalam
arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh: Pajak Penghasilan.
b. Pajak objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan
keadaan diri wajib pajak. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah

3. Pajak Menurut Pemungut dan Pengelolanya

a. Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat yang digunakan untuk
membiayai rumah tangga negara. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan
Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB), dan Bea Meterai. Mulai tahun 2012 PBB dikelola oleh daerah
b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk
membiayai rumah tangga daerah. Contoh: Pajak Daerah Tingkat I (Pajak kendaaan
bermotor dan kendaraan di atas air, bea balik nama kendaaan bermotor dan kendaraan di
atas air, pajak pengambilan dan pemanfaatan air tanah dan air permukaan) dan Pajak
Daerah Tingkat II (Pajak hotel dan restoran, pajak reklame, pajak hiburan, pajak
penerangan jalan).

SUMBER REFERENSI

Badingatus, Solikhah & Trisni, Suryani, Perpajakan (Semarang: UNNES PRESS, 2020)

Hardini Arningrum & Fatriola Yoda S, Perpajakan Teori dan Konsep (Lampung: UPPM
Universitas Malahayati, 2022)

Prof. Dr. Safri Nurmantu Mas Rasmini, SE, M.Si. Sejarah dan Definisi Pajak

Mustaqiem,Dr.,SH.,M.Si. Perpajakan Dalam Konteks Teori dan Hukum Pajak Di Indonesia

http://repository.ut.ac.id/4442/1/PAJA3211-M1.pdf

https://repository.unja.ac.id/24235/1/FULL%20LAPORAN%20PPN%20RAHMAT.pdf

https://law.uii.ac.id/wp-content/uploads/2017/02/Mustaqiem-Buku-Perpajakan-Dalam-Konteks-
Teori-dan-Hukum-Pajak-di-Indonesia.pdf

Anda mungkin juga menyukai