A. Istilah Pajak
Pada awalnya pajak belum merupakan suatu pungutan melainkan hanya pemberian
sukarela dari rakyat pada raja. Jauh sebelum zaman Romawi dan Yunani Kuno serta zaman
Fir’aun di Mesir telah ada suatu wadah yang mengussai dan memerintah penduduk. Le Contract
Social atau perjanjian masyarakat yang di kemukakan oleh Rousseau adalah teori yang
menjawab pertanyaan mengapa penduduk/rakyat harus patuh kepada pemerintah negaranya.
Bahwa sebagian dari hak mereka diserahkann kepada suatu wadah yang akan mengurus
kepentingan bersama. Wadah tersebut dikenal sebagai L’etat, Staat, State, Negara.
Istilah pajak, eksistensinya sebagai species dari genus pungutan sudah ada sejak zaman
Romawi. Pada awal republik Roma (509-27 SM). Dikenal beberapa jenis pungutan seperti
censor, questor dan beberapa jenis lainnya. Pelaksanaan pungutan diserahkan kepada warga
tertentu yang disebut publican. Tributum disebut pajak langsung (pajak atas kepala=head tax)
dipungut pada zaman perang terhadap penduduk Roma sampai tahun 167 SM. Sesudah abad 2
penguasa Roma mengadalkan pada pajak tidak langsung yang disebut vegtigalia seperti portoria
yakni pungutan atas penggunaan pelabuhan.
Di zaman Julius Caesar dikenal Centesima Rerum Venalium yakni sejenis pajak
penjualan dengan tariff 1% dari omset penjualan. Di daerah lain di Italia dikenal dengan
decumae, yakni pungutan sebesar 10% (tithe) dari para petani atau penguasa tanah. Setiap
penduduk di Italia termasuk penduduk Roma sendiri dikenakan Tributum yang tetap dan
seringkali disebut juga dengan stipendium. Demikanpula di Mesir, pembuatan Piramida yang
tadinya merupakan pengabdian dan bersifat sukarela dari rakyat Mesir, pada akhirnya menjadi
paksaan, bukan saja dalam bentuk uang, harta kekayaan, tetapi juga dalam bentuk kerja paksa.
Pada abad ke XIV di Spanyol dikenal dengan alcabala, salah satu bentuk penjualan. Di
Indonesia, berbagai pungutan baik dalam natura (payment in kind), kerja paksa maupun dengan
dengan uang dan upeti telah lama dikenal. Pungutan dan beban takyat Indonesia semakin terasa
besarnya, terutama sesudah berdirinya VOC tahun 1602, dan dilanjutkan dengan pemerintahan
Kolonial Belanda.
Pajak bukan istilah asing bagi Bangsa Indonesia, bahkan kata itu telah menjadi istilah
baku dalam Bahasa Indonesia. Istilah pajak baru muncul pada abad 19 di pulau Jawa, yaitu
pada saat pulau Jawa dijajah oleh Pemerintahan Kolonial Inggris tahun 1811-1816. Pada waktu
itu diadakan pungutan landrente yang diciptakan oleh Thomas Stafford Raffles, Letnan
Gubernur yang diangkat oleh Lord Minto Gubernur Jenderal Inggris di India. Pada tahun 1813
dikeluarkanlah peraturan Landrente Stelsel bahwa jumlah uang yang harus
dibayar oleh pemilik tanah itu tiap tahunnya hampir sama besarnya
Penduduk menamakan pembayaran Landrente itu dengan pajeg atau duwit pajeg yang
berasal dari Bahasa Jawa ajeg, artinya tetap. Jadi duwit pajeg atau pajeg diartikan sebagai
jumlah uang tetap yang harus dibayar dalam jumlah yang sama pada tiap tahunnya. Pada saat
sekarang, istilah pajak digunakan untuk menerjemahkan istilah kata-kata asing, yaitu belasting,
fiscal (Belanda), tax, fiscal (Inggris) dan Steuer (Jerman). Dalam literatur Indonesia sekarang,
fiscal telah menjadi istilah populer untuk sebutan pajak, walaupu sebenarnya antara kata fiskal
dengan pajak terdpat perbedaan pengertian yang luas.
Istilah fiskal berasal dari Bahasa Latin, yaitu fiscus, yang berarti keranjang yang berisi
uang atau kantong uang. Pada zaman romawi masih berkuasa, kata fiscus dimaksudkan untuk
“kantong raja”, kemudian kata itu diidentikkan dengan negara, karena pada waktu itu negara
Romawi berbentuk Monarkhi sehingga tidak ada perbedaan antara pengertian kas raja dengan
kas negara. Kepentingan raja dengan kepentingan negara disatukan, maka persoalan-persoalan
pemasukan dan pengeluaran uang pembelanjaan negara itu menjadi persoalan raja sendiri,
sehingga kata fiscus diidentikkan dengan kas negara. Seiring dengan
timbulnya negara-negara demokrasi akhir-akhir ini kas negara hanya dapat diisi oleh uang
rakyat, dengan demikian, kata fiscus juga diidentikkan dengan pengertian alat-alat negara yang
diberi tugas memasukkan uang rakyat. Selain itu pengertian fiscus telah dipribadikan serta
dianggap sebagai pendukung hak dan kewajiban. Dalam teori organ, Cicero mempersamakan
negara dengan individu dan menganggap negara sebagai semangat yang menjiwai tubuh
manusia. Jadi, pengertian fiscus disini diartikan sebagai seluruh aparatur pajak sebagai wakil
negara. Dengan demikian, fiskal (dalam arti luas) mengandung pengertian segala sesuatu yang
ada sangkut-pautnya dengan keuangan negara termasuk pajak, sedangkan fiskal dalam
pengertian sempit itulah yang disamakan dengan pajak.
B. Pengertian Pajak
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (sehingga dapat
dipaksakan) dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung individual. Pajak dipungut
penguasa berdasarkan norma-norma hukum guna menutup biaya produksi barang-barang dan
jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum. Pajak adalah bantuan baik langsung maupun
tidak langsung yang dipaksakan oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari barang untuk
menutup belanja pemerintah. Pajak juga berrati bantuan uang secara incidental atau secara
periodik yang dipungut oleh badan yang bersifat umum (negara) untuk memperoleh pendapatan
tanpa adanya kontraprestasi, dimana terjadi suatu taatbestand dan sasaran pajak telah
menimbulkan utang pajak karena undang-undang.
Hukum Pajak disebut juga dengan hukum fiskal, adalah keseluruhan dari peraturanperaturan
yang meliputi kewenangan pemarintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan
menyerahkannya kembali kepada masyarakat dengan melalui kas negara, sehingga ia
merupakan bagian dari hukum publik, yang mengatur hubungan-hubungan hukum antara
negara dan orang-orang atau badan-badan (hukum) yang berkewajiban membayar pajak
(selanjutnya sering disebut wajib pajak).
1. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani “Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan)
yang terhutang oleh wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat
prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan
pemerintahan”.
2. Menurut Mr. Dr. N.J. Feldman, “Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh terutang
kepada penguasa, (menurut norma-norma yang ditetepkannya secara
umum), tanpa adanya kontra prestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup
pengeluaran umum”.
3. Menurut Prof. D. M.J.H. Smeets, “Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang
melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakannya, tanpa adanya kontra prestasi yang
dapat ditunjukkan dalam hal yang individual, maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran
pemerintah”.
4. Menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja, “Pajak ialah iuran wajib berupa uang
atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup
biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum”.
5. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH. “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara
berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada
mendapat jasa tambal (kontra prestasi yang langsung dapat ditunjukkan, dan yang
digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.
6. Menurut Prof. Dr. Djajadiningrat, “Pajak sebagai suatu kewajiban untuk
menyerahkan sebagian kekayaan negara karena suatu keadaan, kejadian, dan
perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu. Pungutan tersebut bukan sebagai
hukuman, tetapi menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan pemerintah serta
dapat dipaksakan, untuk itu, tidak ada jasa balik dari negara secara langsung
misalnya untuk memelihara kesejahteraan umum”.
Asas-asas Pemungutan
dan Pengenaan Pajak
Pendahuluan
• Asas :
Suatu kebenaran yang menjadi pokok dasar atau tumpuan berpikir.
(Kamus Umum Bahasa Indonesia)
Oleh karena itu, agar hasil pemungutan pajak menjadi besar maka biaya pemungutan harus
sekecil-kecilnya....??
4. Asas Rechtsfilosofis
Disebut rechtsfilosofis karena asas ini mencari dasar pembenar terhadap pengenaan pajak oleh
Negara.
Maka,
Pertanyaan mendasar yang ingin dicari jawabannya
dari asas ini adalah :
❖ Atas dasar apa negara mempunyai kewenangan memungut pajak dari rakyatnya?
Teori yang terkait :
1. Teori Asuransi
Pajak diibaratkan sebagai suatu premi asuransi yang harus dibayar oleh setiap orang karena
orang mendapatkan perlindungan atas hak-haknya dari pemerintah.
2. Teori Kepentingan
Negara mengenakan pajak terhadap rakyat karena negara telah melindungi kepentingan rakyat.
3. Teori Kewajiban Pajak Mutlak
Negara merupakan suatu kesatuan yang di dalamnya setiap warga negara terikat.
4. Teori Daya Beli
Pajak diibaratkan sebagai pompa yang menyedot daya beli seseorang/anggota
masyarakat yang kemudian dikembalikan lagi kepada masyarakat.
5. Teori Pembenaran Pajak Menurut Pancasila
Pengorbanan setiap anggota masyarakat untuk kepentingan bersama tanpa mendapatkan
imbalan.
Subjek Pajak
Subjek Pajak :
Orang atau badan yang telah memenuhi syarat subjektif.
Syarat Subjektif :
Syarat yang melekat pada diri subjek yang bersangkutan.
Yang termasuk Subjek Pajak
1. Orang
Manusia sebagai pendukung hak dan kewajiban.
2. Badan
Badan sebagai Subjek Hukum harus berbadan hukum (Hukum Perdata). Namun dalam Hukum
Pajak tidak selalu badan hukum.
3. Bentuk Usaha Tetap
Bentuk usaha yang secara tetap didirikan di Indonesia dan dimanfaatkan oleh orang/badan di
luar negeri.
4. Warisan yang belum terbagi
Subjek Pajak yang menggantikan posisi pewaris.
Wajib Pajak
Wajib Pajak :
Subjek Pajak yang telah memenuhi syarat objektif, selain juga syarat subjektif.
Syarat Objektif :
Syarat yang berkaitan dengan sasaran pengenaan pajak (objek pajak).
Subjek Pajak (menurut tempatnya)
1. Subjek Pajak Dalam Negeri
Subjek Pajak yang bertempat tinggal, berkedudukan, atau berdomisili di dalam negeri.
2. Subjek Pajak Luar Negeri
Subjek Pajak yang bertempat tinggal, berkedudukan, atau berdomisili di luar
negeri tetapi mempunyai objek pajak di dalam negeri.
Penanggung Pajak
Penanggung Pajak :
Orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang
menjalankan hak dan memenuhi kewajiban wajib pajak sesuai ketentuan peraturan per-uu-an
perpajakan.
Fiskus
Fiskus :
Aparatur pemerintah yang menangani pemasukan uang dari rakyat berupa pajak untuk
dimasukkan ke dalam kas negara.
Subjek PPN
▪ Subjek PPN adalah Pengusaha Kena Pajak Subjek BPHTB
(PKP) ⚫ Subjek Pajak BPHTB adalah orang
▪ PKP adalah pengusaha yang melakukan pribadi atau badan yang memperoleh hak
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau atas tanah dan/atau bangunan.
penyerahan Jasa Kena Pajak yang ⚫ Subjek Pajak inilah yang dikenakan
dikenakan pajak berdasarkan UU PPN. kewajiban membayar pajak sehingga
disebut sebagai Wajib Pajak.
Subjek PBB
⚫ Subjek PBB adalah orang atau badan Subjek Bea Materai
yang mempunyai kewajiban untuk melunasi ⚫ Bea Materai merupakan pajak yang
PBB sesuai dengan ketentuan UU PBB. dikenakan terhadap suatu dokumen.
⚫ Subjek PBB baru akan melunasi utang ⚫ Pihak yang menggunakan dokumen.-
PBB apabila subjek PBB tersebut secara dokumen yang disebutkan dalam UU adalah
nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan yang disebut sebagai Subjek dari
bangunan dan/atau memperoleh manfaat Bea Materai tersebut.
atas bumi dan bangunan.
.
Objek Pajak
Pengertian
⚫ Objek pajak adalah sesuatu yang dikenakan pajak berdasarkan keadaan, peristiwa, dan
perbuatan yang menurut ketentuan UU memenuhi syarat bagi dikenakannya pajak.
1. Keadaan
⚫ Pajak dapat dikenakan terhadap suatu keadaan tertentu yang menurut UU memang harus
dikenakan pajak.
⚫ Contoh : - PPh
- PBB
- PKB
2. Peristiwa
⚫ Peristiwa tertentu yang terjadi di dalam masyarakat dapat dikenakan pajak.
⚫ Peristiwa tersebut adalah kematian.
3. Perbuatan
⚫ Perbuatan tertentu di masyarakat
⚫ Perbuatan tersebut adalah :
- Pembuatan perjanjian secara tertulis
- Perbuatan penyerahan barang kena pajak
⚫ PPh pasal 23 mengatur mengenai pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan BUT yang berasal dari modal, penyerahan jasa
atau penyelenggaraan kegiatan yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau
subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, BUT atau perwakilan perusahaan
luar negeri lainnya.
⚫ Objek PPh Pasal 23 :
1. Dividen
2. Bunga
3. Royalti
4. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
5. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, dan jasa lain selain
yang telah dipotong PPh Pasal 21.