Anda di halaman 1dari 120

BAB I

PENDAHULUAN

Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Negara yang sangat penting
pajak.Pajak mempunyai fungsi bugetir, oleh sebab itu pajak dapat merupakan sebagai salah
satu sumber keuangan utama bagi Negara. Sesuai dengan tujuan Negara melindungi
warganegaranya,mensejahterakan rakyatnya, member kehidupan yang layak, diperlukan biaya
untuk melaksanakan tujuan tersebut. Sehingga wajarlah jika warganegara atau rakyat yang
hidup dalam diluar migas.Oleh karenanya pemerintah selalu berusaha meningkatkan
pendapatan disektor suatu Negara harus berurusan dengan pajak, dalam hal ini kewajiban untuk
membayar pajak.
Supaya pajak mempunyai kekuatan hukum yang kuat dan mantap, maka perlu diatur
dengan undang-undang.Untuk mengerti pajak dengan baik maka perlu juga sekedar
pengetahuan tentang hukum,politik, sosologi dan falsafah.
Pajak merupakan gejala sosial yang ada didalam masyarakat, jika tidak ada
masyarakat tidak akan ada pajak. Masyarakat merupakan kumpulan manusia yang pada suatu
waktu berkumpul di satu tempat dengan tujuan tertentu. Begitu juga halnya bangsa Indonesia
telah bertekad dan berikrar untuk mendirikan negara untuk jangka waktu yang tak terbatas,
untuk tujuan tetentu dengan Pancasila sebagai dasar falsafahnya.
Menurut organ theory dari Otto von Gierke Masyarakat terdiri dari individu,
individu tidak mungkin hidup tanpa adanya masyarakat, oleh karenanya individu tidak dapat
dipisahkan dari masyarakat. Kehidupan maupun kepentingan individu berbeda dengan hidup
dan kepentingan masyarakat. Tetapi walaupun demikian kehidupan maupun kepentingan
individu tidak dapat dipisahkan dengan hidup dan kepentingan masyarakat.( Siti Kurnia
Rahayu, 2009 ),1
Kelangsungan hidup negara berarti kelangsungan hidup indiviu yang masing -
masing memerlukan biaya walaupun antara hidup Negara dan individu tidak sama. Biaya hidup
individu menjadi beban sendiri, yang berasal dari penghasilan. Sedangkan biaya hidup Negara
adalah untuk kelangsungan alat-alat Negara,Administrasi Negara, lembaga Negara dan lain-lain
yang harus dibiayai oleh Negara.

1
Siti Kurnia Rahayu, 2009, Perpajakan Indonesia Konsep dan aspek formal, Yogyakarta, Graha Ilmu hlm 4

1
Penghasilan Negara adalah berasal dari rakyatnya melalui pungutan pajak disamping
dari hasil kekayaan alam yang ada dinegara itu. Dua sumber ini merupakan sumber yang
terpenting yang memeberikan penghasilan kepada Negara.
Penghasilan ini untuk membuayai kepentingan umum yang akhirnya juga mencakup
kepentingan pribadi individu seperti, kesehatan, pendidikan, kesejahteraan dan sebagainya. Jadi
dimana ada kepentingan masyarakat disitu timbul pungutan pajak. Sehingga pajak adalah
senyawa dengan kepentingan umum, jadi nyatalah bahwa kepentingan masyarakat dibiayai
dengan pajak.
Sejarah Perpajakan
1.Terbentuknya Negara.
Manusia sebagai mahkluk social untuk mempertahankan hidupnya mereka selalu
hidup berkelompok,untuk melanjutkan kehidupannya manusia akan menata pola hidupnya
dengan mengadakan hubungan social dalam kelompoknya.Kelompok manusia membutuhkan
seorang pemimpin yang dianggap cakap dan mempunyai karisma, sehingga dihormati dan
ditaati perintahnya, diteladani sikap dan tingkah lakunya.Adanya pemimpin kehidupan
manusia akan lebih teratur, setiap anggota kelompok mendukung tata hidup yang yang
ditetapkan pemimpin, yang ini nantinya merupakan suatu peraturan yang pada awalnya tidak
tertulis yang lambat laun menjadi peraturan yang tertulis.
Semakin luas dan kompleknya kepentingan masing-masing kelompk, maka timbul
masalah-masalah internal antar individu dalam kelompok maupun external.Interaksi antar
kelompok ini memerlukan suatu aturan yang lebih testruktur, untuk itu perlu dibentuk suatu
organisasi yang lebih teratur. Memiliki kekuasaan yang memadai,untuk dapat melaksanakan
dan mempertahankan peraturan-peraturan hidup agar dapat berjalan dengan tertib dan lancar.
Maka organisasi yang demikian dinamakan Negara. Keberadaan Negara bertujuan untuk
mengatur dan menyelenggarakan masyarakat yang dilengkapi dengan kekuasaan tertinggi 2
Negara merupakan kesatuan sosial (masyarakat) yang diatur secara konstitusional
untuk mewujudkan kepentingan bersama..3 Negara dalam konteksnya merupakan organisasi
kekuasaan, maka ada tata hubungan kerja yang mengatur kelompok manusia(rakyat). Agar
Negara dapat mengatur rakyatnya maka Negara diberi kekuasaan, seingga dapat memaksa
rakyatnya untuk mematuhi peraturan-peraturan yang dibuat dan ditetapkannya. Kekuasan ini
2
Ibid, hlm 2
3
Idup Suady, 2007, Ilmu negara. Yogyakarta, Lyberty, hlm 3.

2
berhak dimiliki oleh Negara, karena secara historis timbulnya Negara adalah untuk mengatur
kehidupan yang lebih baik.
2. Teori Mengenai Negara.
Asal mulanya Negara dan kedaulatan sebagaimana yang dikemukaan oleh Jean
Rousseau yaitu teori perjanjanjian, maupun oleh Thomas Hobbes yang terkenal dengan
teorinya Homo homini lupus. Masih ada beberapa teori lain mengenai terjadinya suatu Negara
yaitu :
a.Teori Kenyataan : Negara timbul berdasarkan suatu kenyataan yang telah ada yaitu rakyat,
wilayah, pemerintahan yang berdaulat dan pengakuan dari dunia Internasional.
b.Teori KeTuhanan :Terbentuknya negaranmerupakan kehendak Tuhan,segala sesuatu
terjadi karena kehendak Tuhan.
c. Teori Perjanjian : Terbentuknya Negara karena suatu perjanjian, yaitu perjanjian yang
dibuat oleh orang-orang yang hidupnya masih bebas merdeka, terlepas satu sama lain tanpa
ikatan kenegaraan. Mereka mempunyai tujuan untuk hidup bersama, berkelompok yang di
tampung dalam suatu wadah yang bernama Negara, yang dipimpin oleh pemimpin yang
sudah diakui,
d.Teori Penaklukan : Terbentuknya Negara karena adanya penaklukan dari serombongan
/kelompok manusia terhadap kelompok/serombongan manusia yang lain.Wadah / ikatan itu
kemudian dikenal dengan nama Negara mempunyai unsur – unsur pokok pembentukannya
yaitu ; Daerah/Wilayah baik darat,laut maupun udara dan rakyat serta pemerintahan yang
berdaulat dan mendapatkan pengakuan dari Negara lain dan satu lagi memiliki tujuan.
(Kansil : 2003).
3. Fungsi Pemerintahan.
Pemerintah mempunyai wewenang dalam mengatur kehidupan berkenegaraan, yang
dalam penyelenggaraan pemerintahannya harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang
– undangan yang berlaku dalam suatu Negara. Sudah sewajarnya/semestinya Pemerintah
bertanggung jawab pada prikehidupan warganegaranya/rakyatnya.
Fungsi dari pemerintah dapat dikelompokam menjadi tiga ( Mariam Budiarjo, 1998 )
yaitu antara lain ; Pertama : melaksanakan penertiban ( Law and order ) disini Negara
bertindak sebagai stabilisator. Kedua : mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat,
adanya usaha pemerintah untuk membangun . Ketiga : fungsi pertahanan dan keamanan

3
olehkarenanya negara dilengkapi dengan alat – alat pertahanan. Keempat : fungsi menegakan
keadilan.
Disamping itu juga ada tiga fungsi pokok ekonomi yang harus diemban oleh
pemerintah yaitu tindakan pemerintah yang menyangkut efisiensi berupa segala upaya untuk
memperbaiki kesalahan pasar. Program pemerintah untuk menaikan keadialn. Kebijaksanaan
stabilisasi dengan berusaha mengkikis fluktuasi yang tajam dari sirklus bisnis, dengan cara
menekan angka penggangguran dan inflasi ( Paul A. Samuelson & William D. Nordhaus
dalam buku Siti Kurnia Rahayu).4
Jadi pemerintah mempunyai peran yang sangat besar dalam perekonomian, untuk
menjaga ksetabilan ekonomi Negara dan rakyatnya. Disamping itu juga ada penegakan
beberapa faktor penting yang harus dijalankan oleh pemerintah yaitu penegakan hukum dan
politik serta pertahanan Negara, guna pencapaian masyarakat yang makmur dan sejahtera
sebagai tujuan Negara. Program pemerintah untuk meningkatkan keadilan terutama keadialan
masyarakat, yaitu fungsi pemerintah dibidang ekonomi yang berhubungan dengan pajak,
dengan pajak yang dipungut terhadap warga Negara yang mempunyai kemempuan akan dapat
mewujudkan kesejahteran bagi seluruh masyarakat.
4. Sejarah Pemungutan Pajak.
Manusia membawa hak dan kewajiban dalam kehidupannya di masyarakat. Oleh
karenanya adanya proses timbal balik antara individu dan masyarakat. Disamping itu juga
adanya hubungan timbale balik antara masyarakat sebagai warganegara dalam memenuhi
kewajibannya pada Negara begitu juga sebaliknya.
Pemerintah mempunyai kewajiban untuk melindungi rakyat dan negaranya baik itu
dari intervensi politik luar negri maupun dalam meningkatkan drajat hidup masyarakat
menuju kesejahteraan. Oleh sebab itu dalam meningkatkan kesejahteraan mesyatakat
diperlukan biaya dan biaya tersebut dibebankan pada rakyat dengan cara memungut pajak.
Jelas pemungutan pajak ini berarti rakyat diikut sertakan dalam pembiayaan Negara, dalam
hal ini jelas adanya hubungan timbal balik antara Negara dan masyarakat.
Keberadaan pajak sebagai pungutan kepada rakyat oleh Negara sudah ada sejak
jaman Romawi yaitu pada Tahun 509 – 27 SM adanya beberapa pungutan yang diwajibkan
pada rakyat (censor, questor ).

4
Loc.cit, Paul A. Samuelson & William D. Nordhaus dalam buku Siti Kurnia Rahayu ,hlm 39

4
Tahun 167 SM dipungutnya pajak langsung, adanya penyerangan terhadap penduduk
Roma. Kemudian pada abad ke dua penguasa Roma mengadakan pemungutan atas pengunaan
pelabuhan (portoria ).
Pada masa Julius Caecar mengadakan pungutan pajak penjualan sebesar 1% dari
omset penjualan ( centesima rerum venalium ). 10 % dari hasil pertanian ( decumae ),pajak
ini juga dikenakan terhadap seluruh penduduk Italia termasuk penduduk Roma secara
langsung dan bersifat tetap (tributum).
Di Mesir yang pada mulanya pembuatan piramida dijalankan oleh rakyat secara
sukarela sebagai bentuk pengabdian, yang pada akhirnya menjadi kerja paksa. Di Spanyol
pada abad ke 14 dikenal adanya pungutan pajak penjualan ( alcabala ). Di benua Amerika
setelah menjadi koloni Inggris, penduduk koloni tersebut mempunyai kewajiban untuk
membayar pajak kepada pemerintah koloni, yang dituangkan dalam suatu peraturan
perundang-undangan The Stamp Act (1765) dan The Townshend Act (1767 ) hal inilah
yang menimbulkan revolusi di Amerika. Kedua undang-undang ini merupakan pungutan
terhadap pajak atas pembelia Koran,kartu judi, dadu dan akta perkawinan dan yang kedua
pungutan terhadap the, kertas, cat dan kartu. ( Safari Nurmanu 2005 ).5
5. Perkembangan Pemungutan Pajak.
Pajak pada mulanya dibayar secara natura, yaitu dengan mengunakan hasil pertanian,
hasil hutan serta hasil perkebunan atau barang rambang mulia seperti emas, perak kepada
penguasa. Disamping itu pajak dapat dibayarkan dengan tenaga yaitu dengan cara melakukan
pekerjaan tanpa menerima imbalan. Adanya perkembangan jaman maka terjadi perubahan
ekonomi, dimana pembayaran tidak lagi dengan pertukaran barang (natura) tetapi diganti
dengan uang, sehingga pembayaran pajakpun dilakukan dengan uang. Pajak merupakan
sumber utama penerimaan Negara yang memang diakui oleh dunia, tetapi ada beberapa
Negara yang tidak mengandalkan pajak sebagai sumber utama penerimaan Negara, karena
Negara tersebut mempunyai potensi sumber daya alam yang cukup sebagai sumber
pendapatan Negara.
Sejak jaman sebelum masehi pajak telah di pungut oleh para penguasa dan digunakan
untuk kepentingan penguasa tanpa memperhatikan kesejahteraan rakyatnya. Adanya pengakuan

Safari Nurmanu, 2005 .Pengantar Perpajakan Jakarta, Granit hlm 13


5

5
betapa pentingnya menghimpun dana dari rakyat dengan memungut pajak yang digunakan untuk
kepentingan pribadi penguasa maupun untuk kesejahteraan rakyat. Pada mulanya pajak yang
dibayarkan oleh rakyat secara sukarela, tapi dengan kerelaan pembayaran pajak oleh rakyat,
penguasa merasa hasil yang diperoleh tidak optimal atau tidak dapat mencapai target yang
diharapkan, sehingga penguasa membuat suatu peraturan pungutan iuran yang sifatnya
memaksa.Dengan berbagai alasan untuk mencapai target penerimaan pajak maksimal, sehingga
pajak yang dibebankan sangat memberatkan rakyat. Sebagai contoh sejarah para penguasa yang
dengan sewenang – wenang melakukan pemungutan pajak pada rakyatnya :
a. Pada pertengahan abad XVIII raja Lodwik XIV dan istrinya Marie Antoinete secara semena-
mena memungut pajak dari rakyatnya yang hanya digunakan semaata-mata untuk
kepentingannya sendiri, sehingga timbul Revolusi Perancis ( 1778 ).
b. Raja John ( King John of England ) dari Inggris yang dengan sewenang – wenang karena
sebagai penguasa memungut pajak dari rakyatnya, dimana pemungutan pajak itu sangat
memberatkan rakyatnya, sehingga Baron ( Pimpinan perwakilan ) memaksa raja untuk
menandatangani piagam Magna Charta, yang isinya bahwa raja jika akan memungut pajak
dari rakyatnya harus seijin dari Dewan Maelis Perwakilan ( Parleman ) dari kerajaan.
c. Di Indonesia tindakan kesewenang-wenangan dari pemerintahan penjajahan yaitu pada masa
pemerintahan Hindia Belanda, Inggris, dimana pemungutan pajak sangat memberatkan
bahkan menyengsarakan rakyat Indonesia, karena pungutan pajak itu hanya digunakan untuk
mengisi kas dan kepentingan pemerintahan jajahan.
Adanya pungutan pajak yang sangat memberatkan rakyat maka muncullah pemikiran
– pemikiran dari para ahli pikir bahwa pemungutan pajak harus didasarkan dengan undang –
undang, yang telah disetujui oleh rakyat melalui Lembaga Perwakilan Rakyat. Karena pajak
merupakan kewajiban rakyat sebagai warga Negara yang baik, dan hasil pemungutan pajak ini
nantinya digunakan untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat banyak.

6. Sejarah Perpajakan di Indonesia.


Di Indonesia sebelum kedatangan VOC, kerajaan – krajaan yang ada di Indonesia
suah mengenal bentuk pajak tanah dan pajak tidak langsung terhadap barang dagangan.Para
pejabat kerajaan dalam memungut pajak tidak mendapat gaji maka mereka sering menerapkan

6
pajak secara berlebihan. Pajak yang diberikan berupa upeti yang diserahkan perorangan
maupun berkelompok yang diserahkan secara sukarela dan merupakan bentuk penghormatan
dan tunduk pauh pada kekuasaan raja. Upeti bisa berbentuk hasi pertanian ( hasil bumi )
maupun pemajakan barang, dan sebagai imbalan kepada rakyat adalah adanya jaminan
pelayanan keamanan dan ketertiban.Penyerahan itu selayaknya harus lebih besar pada
kepentingan ekonomi kerajaan,karena disamping untuk kepentingan kerajaan juga untuk
membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pertahanan dan kekuatan kerajaan.6
Kemudian datang VOC sebagai badan perdagangan Belanda ( 1602 ),
menetapkan/mengenakan terhadap pajak rumah, pajak usaha dan pajak kepala yang pada
mulanya dikenakan pada para pedagang Cina maupun pedagang lainnya. Jadi dalam hal ini
VOC tidak memungut pajak di daerah kekuasaannya. Disamping itu juga VOC memiliki
monopoli perdagangan. ( Onghokhan dalam Bakhrun Effendi )7
Pada masa pemerintahan Hinia Belanda ( Gub.Jen. Daendels ), mengadakan
pemungutan pajak dengan menarik pajak dari pintu gerbang dan pajak penjualan di pasar
termasuk juga terhadap pungutan pajak rumah jadi.8(Siti Hatijah dalam Bakhrun Effendi ).
Pada masa jajahan Inggris yaitu pada masa pemerintahan Gub. Jen. Raffles
mengadakan pembaharuan sisitem pajak yang dikenal dengan Landrente Stelsel, yang
mengadopsi dari system pemungutan pajak di Benggala India, pembaharuan ini diadakan
karena besarnya biaya penyelenggaraan administrasi dan reorganisasi sehingga perlu adanya
banyak uang.
Pajak yang dipungut pada masa penjajahan ini digunakan untuk kepentingan
pemerintahan jajahan sehingga pemungutannya tidak mengindahkan / tidak memperhatikan
keadilan kemampuan maupun hak asasi manusia khususnya rakyat Indonesia. Bahkan
pemungutan pajak itu malah menimbulkan penderitaan dan kesengsaraan rakyat Indonesia.
Setelah Indonesia merdeka, kita menjadi bangsa yang mandiri,bangsa ini
mempunyai hak dan kewenangan untuk menentukan nasibnya sendiri. Oleh karenanya dalam
hal perpajakan dibentuklah undang – undang perpajakan yang sesuai dengan jiwa dan
6
M. Bakhrun Effendi, 2006, Kebijakan perpajakan di Indonesia, dari Era Kolonial sampai Orde Baru, edisi revisi,
Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, hlm 6
7. Ibid.
8
Siti Hatijah dalam Bakhrun Effendi Loc.cit hlm 34

7
kepribandian bangsa Indonesia, dan pemungutannya berdasarkan Panca Sila dan UUD 1945,
karena dalam UUD tersebut mengatur mengenai pajak, dan yang memepunyai kewenangan
memungut adalah Negara. Di Indonesia telah terjadi beberapa kali perubahan pajak ( Tex
Refrom ) dimana perubahan itu terjadi karena perkembangan ekonomi dunia dan
perkembangan sosial masyarakat.
Rangkuman .
Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Negara yang sangat penting diluar
migas..Pajak mempunyai fungsi bugetir, oleh sebab itu pajak dapat merupakan sebagai salah
satu sumber keuangan utama bagi Negara. Wajarlah jika warganegara atau rakyat yang hidup
dalam suatu Negara harus berurusan dengan pajak, dalam hal ini kewajiban untuk membayar
pajak.Hal ini sesuai dengan tujuan negara untuk kesejahteraan rakyat, yang mana ini diperlukan
biaya.
Supaya pajak mempunyai kekuatan hukum yang kuat dan mantap, maka perlu diatur
dengan undang-undang. Pajak merupakan gejala sosial yang ada didalam masyarakat, jika tidak
ada masyarakat tidak akan ada pajak. Masyarakat merupakan kumpulan manusia yang pada
suatu waktu berkumpul di satu tempat dengan tujuan tertentu.
Sedangkan biaya hidup Negara adalah untuk kelangsungan alat-alat
Negara,Administrasi Negara, lembaga Negara dan lain-lain yang harus dibiayai oleh Negara.
Penghasilan Negara adalah berasal dari rakyatnya melalui pungutan pajak disamping dari hasil
kekayaan alam yang ada dinegara itu. Dua sumber ini merupakan sumber yang terpenting yang
memeberikan penghasilan kepada Negara.
Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 23 A
bahwa Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksauntuk keperluan negara diatur dengan undang-
undang ini berarti bahwa yang mempunyai kewenangan memungut pajak adalah Negara. Negara
merupakan kesatuan sosial (masyarakat) yang diatur secara konstitusional untuk mewujudkan
kepentingan bersama. Negara dalam konteksnya merupakan organisasi kekuasaan, maka ada tata
hubungan kerja yang mengatur kelompok manusia(rakyat). Agar Negara dapat mengatur
rakyatnya maka Negara diberi kekuasaan, seingga dapat memaksa rakyatnya untuk mematuhi
peraturan-peraturan yang dibuat dan ditetapkannya.
Manusia mempunyai hak dan kewajiban dalam kehidupannya di masyarakat, sehingga
ada proses timbal balik antara individu dan masyarakat. Oleh karenanya terjadi hubungan timbal

8
balik antara masyarakat sebagai warganegara dalam memenuhi kewajibannya pada Negara
begitu juga sebaliknya.
Pemerintah mempunyai kewajiban untuk melindungi rakyat dan negaranya baik itu
dari intervensi politik luar negri maupun dalam meningkatkan drajat hidup masyarakat menuju
kesejahteraan. Oleh sebab itu dalam meningkatkan kesejahteraan mesyatakat diperlukan biaya
dan biaya tersebut dibebankan pada rakyat dengan cara memungut pajak..
Keberadaan pajak sebagai pungutan kepada rakyat oleh Negara sudah ada sejak jaman
Romawi di tahun 509 – 27 SM. Pada masa Julius Caecar mengadakan pungutan pajak penjualan
sebesar 1% dari omset penjualan ( centesima rerum venalium ).
Di Mesir yang pada mulanya pembuatan piramida dijalankan oleh rakyat secara
sukarela sebagai bentuk pengabdian, yang pada akhirnya menjadi kerja paksa.
Di Spanyol pada abad ke 14 dikenal adanya pungutan pajak penjualan (alcabala).
Di benua Amerika pungutan pajakdituangkan dalam suatu peraturan perundang-undangan The
Stamp Act (1765) dan The Townshend Act (1767 )
Pada mulanya pajak dibayar secara natura, yaitu dengan mengunakan hasil pertanian,
hasil hutan serta hasil perkebunan atau barang rambang mulia seperti emas, perak kepada
penguasa. Disamping itu pajak dapat dibayarkan dengan tenaga yaitu dengan cara melakukan
pekerjaan tanpa menerima imbalan. Adanya perkembangan jaman dan perkembangan ekonomi
maka pajak dibayarkan dengan uang.
Sejak jaman sebelum masehi pajak telah di pungut oleh para penguasa dan digunakan
untuk kepentingan penguasa tanpa memperhatikan kesejahteraan rakyatnya.. Pada mulanya pajak
yang dibayarkan oleh rakyat secara sukarela, tapi dengan kerelaan pembayaran pajak oleh rakyat,
penguasa merasa hasil yang diperoleh tidak optimal atau tidak dapat mencapai target yang
diharapkan, sehingga penguasa membuat suatu peraturan pungutan iuran yang sifatnya memaksa.

Daftar Pertanyaan.
1. Apa alasanya, bahwa negara dalam hal ini pemerintah selalu berusaha meningkatkan
pendapatan negara dari sektor pajak ? Tulis dan jelaskan jawaban saudara dengan singkat dan
jelas.

9
2 . Apa sebabnya hanya Negaralah yang boleh memungut pajak ? Tulis jawaban sudara dengan
singkat dan jelas.
3. Alat apa yang digunakan untuk pembayaran pajak pada jaman dahulu? Mengapa demikian?
Jelaskan jawaban sudara secara tertulis dengan singkat dan jelas.
4. Mengapa pada jaman penjajahan Belanda maupun Inggris di Indonesia pajak dipungut demi
kepentingan dan keuntungan penjajah? Jelaskan secara tertulis jawaban saudara dengan
singkat dan jelas.
5. Apa yang akan dilakukan Pemerintah dalam melaksanakan kebijaksanaan stabilisasi dengan
berusaha mengkikis fluktuasi yang tajam dari sirklus bisnis ? Tulis jawaban sudara dengan
singkat dan jelas.

BAB II
PENGANTAR HUKUM PAJAK

Pajak merupakan gejala sosial dan hanya ada di dalam masyarakat, tanpa ada
masyarakat tidak mungkin ada pajak. Masyarakat merupakan kumpulan dari orang –
10
orang /sekelompok orang yang mempunyai tujuan dan kepentingan yang sama. Jadi
perlu diketahui bahwa orang hidup bermasyarakat, individu yang satu membutuhkan
individu yang lain, sehingga adanya hak dan kewajiban masyarakat terhadap individu
bagitu juga sebaliknya, hak dan kewajiban individu terhadap masyarakat, tetapi perlu
diketahui adanya pembatasan hak – hak asasi manusia oleh masyarakat.
Pajak adalah utang yaitu utang anggota masyarakat kepada masyarakat. Utang
menurut pengertian hukum adalah perikatan ( verbintenis ). Menurut BW ( hukum
Perdata ) perikaatan timbul karena perjanjian, tetapi dalam perpajakan perikatan timbul
karena undang – undang. Oleh karenanya pembuatan undang – undang perpajakan
merupakan suatu perbuatan yang menentukan peraturan / norma yang mengikat umum,
makanya harus dilakukan secara cermat dan hati-hati.
Pajak letaknya di bidang hukum publik, karena merupakan bagian dari tata tertib
hukum yang mengatur hubungan antar penguasa dengn warganya, tetapi erat
hubungannya dengan hukum perdata maupun hukum adat.Perlu dipelajari dari segi
hukum untuk mengetahui sejauh mana ketentuan hukum perdata maupun hukum adat
berlaku terhadap pajak. Oleh karenanya hukum pajak merupakan hukum fiskal yaitu
keseluruhan dari peraturan – peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk
mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat,
dengan melalui kas Negara. Hukum pajak juga memuat unsur – unsur hukum Tata
Negara dan hukum Pidana dengan Acara Pidanannya. Karena hukum pajak mempunyai
kaitan yang erat dengan kehidupan ekonomi karena hukum pajak juga digunakan sebagai
alat untuk menentukan politik perekonomian Negara, maka pajak dapat ditinjau dari dua
segi di bidang perekonomian yaitu :
Pertama pajak ditinjau dari segi mikroekonomi : merupakan peralihan uang ( harta )
dari sektor swasta/individu ke sector masyarakat/pemerintah,tanpa ada imbalan yang
secara langsung dapat di tunjuk. Pajak mengurangi pendapatan seseorang, dan sudah
barang tentu menguranggi daya beli individu hal ini mempunyai dampak yang besar pada
ekonomi individu, sehingga pajak dapat mengubah pola konsumsi dan pola hidup
individu.

11
Kedua pajak ditinjau dari segi makroekonomi : uang pajak yang diterima pemerintah
dikeluarkan lagi ke masyarakat untuk membiayai kepentingan umum masyarakat,
sehingga member dampak yang sangat besar pada perekonomian masyarakat.
Pajak dapat mempengaruhi harga,sistem pengupahan, pasar, pengangguran,
kesejahteraan dipersiapkan oleh pemerintah , walaupun harus mendapat persetujuan dari
DPR. Oleh karenanya dalam pembuatan peraturan pemerintah selalu memasukan politik
yang dikendakinya,sebagai tujuan yang hendak dicapai, yaitu dalam menentukan
kebijakan fiscal , sehingga pajak merupakan alat politik bagi pemerintah.Di dalam
pembentukan undang – undang perpajakan harus mengunakan sisten non diskriminatif.
Tetapi juga harus adanya tolok ukur dari kesamaan tersebut. Pajak juga dapat digunakan
untuk mencegah inflasi.
1.Dasar Falsafah dari Pajak.
Falsafah pajak sudah barang tentu harus sesuai dengan idiologi Negara (tidak boleh
bertentangan )yaitu Panca Sila. Hubungan pajak dengan sila-sila yang ada pada Panca
Sila.
Hubungan dengan Sila Pertama : Tidak bertentangan karena dalam agama (Islam) di
kenal adanya zakat. Bahwa setiap orang yang beriman harus membayar zakat
( merupakan suatu kewajiban ).Didalam masyarakat dalam bentuk negara adanya pajak
yang dipungut oleh penguasa dan menjadi kewajiban bagi setiap warga Negara yang
memenuhi syarat – syarat. Pajak dipungut oleh pemerintah sehingga dapat dipaksakan
kepada rakyat. Jadi jelas bahwa pajak sama sifatnya dengan zakat, hanya bedanya kalau
zakat perintah dari Tuhan dan wajib dilaksanakan, sedangkan pajak kewajiban yang
perintah oleh pemerintah ( penguasa ).Zakat jika tidak dibayarkan tidak ada sanksinya,
sanksinya ya nanti di akhirat, sedangkan pajak jika tidak dibayarkan akan dikeluarkan
surat paksa disertai denda yang diikuti dengan sita atau sandera.
Hubungannya dengan Sila ke dua : Penyusunan undang – undang harus hati – hati dan
dilakukan secara adil, oleh karenanya pembuat undang-undang harus mempunyai rasa
kekemanusiaan, dan pelaksanaannya pun harus dilandasi kemanusiaan dan keadilan yang
manusiawi, dan para pejabat hendaknya memberlakukan para wajib pajak dengan baik
dan hormat. Oleh karenanya pajak hendaknya jangan bersifat objektif sebab jika di tinjau

12
dari sudut kemanusiaan kurang adil. Jadi hendaknya pemunguan pajak bersifat subjektif,
yaitu disesuaikan dengan keadaan wajib pajak atau berdasarkan daya pikul seseorang.
Hubungannya dengan Sila ke tiga : Pajak adalah jiwa bangsa karena erat sekali dengan
persatuan bangsa Indnesia. Pajak merupakan salah satu sumber utama keuangan Negara
untuk kelangsungan hidup bangsa Indonesia.Tanpa pajak suatu masyarakat tidak dapat
menjamin kesinambungan hidupnya, kecuali jika mempunyai sumber alam yang cukup
untuk menutup pengeluaran – pengeluaran umum. Pajak merupakan pemersatu bangsa ,
yang mengikat bangsa dan memberikan hidup kepada bangsa.Pajak berasal dari rakyat,
oleh rakyat dan untuk kepentingan bersama yang akhirnya untuk rakyat juga. Uang pajak
dikumpulkan secara gotong – royong oleh rakyat untuk membiayai kepentingan umum
dan merupakan usaha bersama yang di koordinir /dikordinasikan oleh pemerintah.
Membayar pajak merupakan kewajiban bagi setiap warga Negara, yang merupakan
kewajiban nasional, yang merupakan daya pemersatu bangsa.
Hubungannya dengan Sila ke empat : Bunyi sila ke empat sudah terjabardalam pasal 23
ayat 2 UUD 1945.Jadi apa yang tersurat dalam pasal itu merupakan sumber hukum pajak
disamping itu juga tersirat falsafah pajak.Penerimaan uang pajak digunakan untuk
membiayai kepentingan umum yang diklasifikasikan ke dalam pengeluaran rutin dan
pengeluaran pembangunan. Uang pajak berasal dari rakyat dan digunakan untuk
kepentingan rakyat, oleh sebab itu rakyat mempunyai hak untuk mengetahui seberapa
besar uang yang di ambil dari rakyat, dan bagaimana uang itu akan dibelanjakan untuk
kepentingan umum.
Hubungan dengan Sila ke lima : Tidak semua rakyat membayar pajak hanya sebagian
kecil saja yang membayar pajak, sedangkan sebagian besar tidak, karena terdiri dari
wanita,anak – anak yang tidak mempunyai penghasilan maupun laki-laki yang
penghasilannya dibawah penghasilan tidak kena pajak. Hasil pajak yang berasal dari
sebagian kecil rakyat tadi digunakan untuk kepentingan umum. Jadi digunakan untuk
kepentingan seluruh rakyat termasuk rakyat yang tidak membayar pajak.9

2.Dasar Hukum :

9
Rochmat Soemitro,2000, Asas dan dasar Perpajakan edisi Revisi, Bandung, Refika Aditama, hlm 28

13
Setiap pajak yang dipungut pemerintah harus berdasarkan undang – undang, jadi
tidak mungkin pajak dipungut berdasarkan peraturan pemerintah, peraturan pemerintah,
atau peraturan yag lainnya. Pada jaman kolonial pajak dipungut berdasarkan Indische
Comptabiliteitswet ( ICW ). Kemudian setelah Indonesia merdeka mengenai pajak diatur
dalam UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 pasal 23 ayat 2, setelah amandeman
menjadi Pasal 23A. tetapi dasar pemungutannya tidak hanya didasarkan pada undang-
undang saja tetapi juga didasarkan pada Keputusan Presiden, Keputusan Mentri sehingga
disini jelas adanya penyimpangan, sebab dalam UUD 1945 dikatakan bahwa pajak
dipungut oleh pemerintah berdasarkan undang – undang. Kemudian pada masa orde baru
sampai refomasi pungutan pajak memang benar – benar didasarkan pada undang –
undang maupun peraturan pemerintah penganti undang – undang, karena Perpu ini
kedudukannya sama dengan undang – undang. Jadi jelas bahwa pasal 23 ayat 2
merupakan sumber hukum formal dari pajak, dan dalam ketentuan ini tersirat falsafah
pajak.
Pajak merupakan peralihan kekayaan dari rakyat kepada pemerintah, tampa
imbalah secara langsung, sehingga dalam pengertian sehari – hari merupakan
perampokan, penggarongan, perampasan, pencopetan ( adanya paksaan ), atau pemberian
hadiah secara ikhlas dari rakyat ( tanpa paksaan ). Agar supaya peralihan kekayaan
tersebut tidak dikatakan sebagaimana tersebut diatas, maka sebelum pajak itu
diberlakukan harus terlebih dahulu mendapat persetujuan dari rakyat melalui wakil –
wakilnya yang duduk di DPR. Jika suatu rancangan undang – undang dalam hal ini
tentang pajak disetujui oleh DPR sebagai wakil rakyat maka rancanagan itu disahkan
menjadi undang–undang.10
3. Difinisi / Pengertian Pajak.
Mengenai pengertian pajak tidak ada pengertian yang baku, hal ini dapat kita
ketahui, bahwa dalam undang – undang perpajakan tidak memberikan mengenai
pengertian pajak, tetapi ada beberapa para sarjana yang memberikan pengertian mengenai
pajak, yang kemudian

10
Rochmat Sumitro, 1991, Pajak di Tinjau dari Segi Hukum,Bandung Eresco, hlm 10

14
a) Prof. DR. P.J.A. Andriani memberikan pengertian pajak adalah ; “ Pajak adalah iuran
kepada Negara ( yang dapat dipaksakan ) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya
menurut peraturan – peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung
dapat di tunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran – pengeluaran
umum berhubungan dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan “
b) Leory Beaulieu ( Prancis ), memberikan pengertian “ pajak adalah : bantuan, baik secara
langsung maupun tidak langsung yang dipaksakan oleh kekuasan public dari penduduk
atau dari barang, untuk menutup belanja pemerintah “ ( Santoso Brotodihardjo, 1999 ).
c) Ray M. Sommerfeld, Hershel M Anderson,Horace R. Bock memberikan pengertian “
Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan
akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang
ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proposional , agar
pemerintah dapat melaksanakan tugas – tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.
( Moh. Zain dalam bukunya Siti Kurnia Rahayu, 2010 ).
d) Dr. Soeparman Soemahamidjaja, beliau memberikan pengertian “ Pajak adalah iuran
wajib, berupa uang atau barang , yang di pungut oleh penguasa berdasarkan norma –
norma hukum, guna menutup biaya produksi barang – barang dan jasa – jasa kolektif
dalam mencapai kesejahteraan umum.”( Santoso Brotodihardjo, 1999 ).
e) Prof.Dr Rochmat Soemitro SH memberikan pengertian “ Pajak adalah iuran rakyat
kepada kas Negara berdasarkan undang – undang ( yang dapat dipaksakan ), dengan
tidak mendapat jasa timbal (tegen prestasi ), yang langsung dapat di tunjukan dan yang
digunakan untuk membiayai pengeluaran umum ( Rochmat Sumitro 1998 ).
Kemudian pendapat beliau tersebut di koreksi sendiri dalam bukunya Pajak Dan
Pembangunan yang kurang lebih berbunyi sebagai berikut : “ Pajak adalah peralihan
kekayaan dari pihak rakyat kepada kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan “
Surplusnya “ digunakan untuk Publik Saving yang merupakan sumber utama untuk
membiayai Publik Investment.
Dari beberapa definisi tersebut diatas dapat disimpulkan unsur – unsur dari pada
pajak yaitu antara lain :

15
A Compulsory : merupakan suatu kewajiban perpajakan yang dikenakan pada rakyat, jika
tidak diindahkan akan dikenakan tindakan hukuman berdasarkan undang - undang jadi
adanya paksaan.
Contribution : iuran yang diberikan oleh rakyat untuk memenuhi kewajibannya
membayar pajak kepada pemerintah.
By Individual or Organizational ; iuran yang dapat diaksakan tersebut dapat dibayarkan
oleh perorangan atau badan yang memenuhi kewajiban perpajakan.
pemerintah selaku penyelenggaraan Negara.
For PublikPurposes : iuran yang dibayarkan oleh rakyat sebagai penerimaan Negara yang
sebagian dananya digunakan untuk kesejahteraan rakyat banyak.
Dari hal tersebut diatas dalam hal ini definisi – definisi yang dikemukakan oleh para
sarjana dapat juga diambil suatu atau beberapa ciri – ciri pokok dari pajak antara lain :
 Pajak dipungut berdasarkan undang – undang karena pada hakekatnya yang memikul
beban pajak adalah rakyat.
 Pajak dapat dipaksakan sebab jika wajib pajak tidak dapat memenuhi kewajibannya
membayar pajak akan dikenakan tindakan hukuman oleh pemerintah.
 Diperuntukan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah yaitu untuk melaksanakan
ketertiban, kesejahteraan masyarakat, melaksanakan fungsi pertahanan dan penegakan
keadilan.
 Tidak dapat ditunjukannya kontraprestasi secara langsung maksudnya wapa tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dengan apa yang telah dibayarkan pada
pemerintah.
 Berfungsi sebagai budgetair dan regulerend maksudnya pajak berfungsi mengisi kas
Negara atau anggaran pendapatan Negara yang digunakan untuk keperluan pembiayaan
umum pemerintah maupun untuk pembangunan, disamping itu pajak juga berfungsi
sebagai alat untuk mengatur atau alat untuk melaksanakan kebijakan yang ditetapkan
pemerintah dalam bidang ekonomi, sosoial untuk mencapai tujuan tertentu.
4. Fungsi Pajak.
Pengertian fungsi disini dimaksudkan sebagai kegunaan suatu hal, maka fungsi
pajak adalah kegunaan pokok dan manfaat pokok pajak dalam meningkatkan kesejahteraan
umum, disamping sebagai alat untuk menentukan politik perekonomian dengan demikian

16
diharapkan adanya kepastian peningkatan kesejahteraan eknomi masyarakat. Pajak dianggap
sebagai salah satu pos penerimaam Negara yang digunakan untuk melaksanakan
pembangunan sebagaimana tujuan Negara. Umumnya dikenal ada dua fungsi pajak tetapi
Munawir dalam bukunya Pokok – Pokok Perpajakan mengumukaan ada tiga fungsi pajak :
Pertama : Funfsi Budgetair : dalam menjalamkan fungsi pemerintahannya, maka Negara
memerlukan biaya untuk melaksanaka pembangunan nasional, dimana pembiayaan tersebut
sebagian besar dibiayai dari penerimaan pajak. Fungsi ini merupakan fungsi utama pajak
maksudnya fungsi inilah yang secara historis pertama kali muncul. Pajak digunakan sebagai
alat untuk menghimpun dana dari masyarakat tanpa kontraprestasi secara langsung dan sudah
ada atau dilakukan sejak jaman sebelum masehi, atau fungsi fiscal, yaitu pajak digunakan
sebagai alat untuk memasukan dana secara optimal ke kas Negara yang dilakukan dengan
system pemumgutan berdasarkan undang – undang perpajakan yang berlaku. Pajak juga
berfungsi sebagai alat untuk memasukan uang dari sector swasta ( rakyat ) kedalam kas
Negara atau anggaran Negara berdasarkan peraturan perundang – undangan. Berdasarkan
fungsi inilah pemerintah sebagai pihak yang membutuhkan dana untuk membiayai berbagai
kepentingan melakuakan uaya pemungutan dari penduduknya.Oleh karenanya pemerintah
mengumpulkan dana dari pajak diusahakan seoptimal mungkin, dimana dalam optimalisasi
ini adanya beberapa faktor yang mempengaruhi antaralain :
1.Faktor kejelasan, kepastian dan kesederhanaan peraturan perundang – undangan
perpajakan.
2.Kebijaksanaan pemerintah dalam mengimplementasikan undang – undang perpajakan.
3,Sistem administrasi perpajakan yang tepat.
4.Pelayanan dan kesadaran dan pemahaman Warga Negara.
5.Kwalitas petugas pajak ( intelektual, ketrampilan, intregrita, moral tinggi ).
Kedua : Fungsi Regulerend yang biasa disebut sebagai fungsi mengatur disini pajak
merupakan alat kebijaksanaan pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu. Jadi disini
pemerintah ikut andil dalam hal mengatur jika diperlukan adanya perubahan mengenai
susunan pendapatan dan kekayaan dalam sektor swasta. Funsi ini dianggap / disebut sebagai
fungsi tambahan karena hanya sebagai tabahan atas fungsi utama. Adapun fungsi regulerend
ini ada beberapa contoh : Dalam Undang – Undang nomor 18 Tahun 2000 tentang Pajak

17
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagai
mana telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 ( PPn – BM ),
Pasal 5 . PPn-BM ini merupakan jenis pajak yang merupakan satu paket dalam undang-
undang Pajak Pertambahan Nilai, terhadap suatu barang tertentu disamping dikenakan PPn
juga dikenakan Pajak Atas Barang Mewah. Pasal 16B ( dalam hal pembebasan PPN )
dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan bahwa pajak terhutang tidak dipungut
sebagian atau seluruhnya baik untuk sementara waktu atau selamanya atau dibebaskan dari
pengenaan pajak.Pasal 16C ( kegiatan membangun sendiri ), PPn dikenakan terhadap
kegiatan pembangunan sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha / pekerjaan oleh
orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau pihak lain yang tata caranya
diatur oleh Keputusan mentri Keuangan hal ini dimaksudkan untuk mecegah terjadinya
penghindaran pengenan pajak ( PPn ) agar supaya masyarakat berpenghailn rendah
terlindungi dari pengenaan PPn atas kegiatan membengun sendiri, yang batasannya diatur
oleh Keputusan Mentri Keuangan. Pajak untuk minuman beralkohol : maksudnya adalah
minuman yang mengandung ethanol yang diproses dari bahan hasil pertanian yang
mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi dan distilasi atau fermentasi tanpa ditilasi.
Baik itu dengan cara memberikan perlakuan terlebih dahulu atau tidak, menambah bahan lain
atau tidak, maupun diproses dengan cara mencampur konsentrat dengan ethanol atau dengan
cara pengeceran minuman yang mengandung ethanol.Pajak Ekspor : Dalam rangka
meningkatkan daya saing industry dalam negri, pemerintah menerbitkan insentif fiscal
berupa pemberian fasilitas Bea Masuk ditanggung pemerintah. Hal ini dapat kita lihat dalam
Undang – Undang Pajak Panghasilan Dimana kepada Wapa yang melakukan penanaman
modal di bidang – bidang usaha – usaha tertentu dan atau di daerah – daerah tertentu dapat
diberikan fasilitas perpajakan dalam bentuk : Pengurangan pengasilan netto paling tinggi
30% dari jumlah penanaman yang dilakukan. Penyusutan dan amortisasi yang dipercepat.
Kompensasi kerugian yang lebih lama tetapi tidak lebih dari 10 tahun. Pengenaan pajak
penghasilan atas dividen sebesar 10%.
Ketiga : Menekan lajunya inflasi dengan adanya pungutan pajak diharapkan tidak
menghambat lancarnya produksi dan perdagangan serta memperlancar usaha rakyat tanpa
merugikan kepentingan umum

18
5. Sumber-sumber Penerimaan Negara dan pengeluaran Negara sesuai dengan APBN.
Pemerintahan suatu Negara dimanapun dapat dilaksanakan dengan adanya faktor
pendukung yaitu tersedianya dana, guna pembiayaan fungsi pemerintahan secara optimal.
Oleh karenanya untuk dapat menjalankan kegiatan pemerintahan pemerintah harus
memperoleh penguasaan atas sumber – sumber ekonomi. Sumber dana tersebut dapat
diperoleh dari pajak , hasil penjualan barang dan jasa, pimjaman, maupun mencetak uang.
Maka secara sederhana penerimaan Negara dapat dibedakan atas penerimaan pajak dan bukan
pajak. Untuk itu pemerintah memunyai kewajiban menyusun APBN ( didasarkan pada pasal
23 ayat 3 ). Ketentuan tersebut merupakan dasar peraturan pelaksanaan keuangan Negara
yang sangat penting agar kegiatan pemerintah dapat dikendalikan baik pendapatan maupun
pengeluaran.
Penerimaan Negara menurut APBN dan RAPBN adalah sebagai berikut :
Peneriaan Migas terdiri dari : Minyak Bumi dan Gas Alam. Penerimaan non Migas terdiri
dari : PPn-BM, Pajak Penghasilan, BPHTB, Bea Materai, PBB, Cukai, Bea Masuk, Pajak
Ekpor, Penerimaam Bukan Pajak, kesemuanya ini termasuk penerimaan dalam negri.
Sedangkan penerimaan pembangunan terdiri dari antara lain Bantuan Progrn dan bantuan
proyek. Pengeluaran Negara menurut APBN dan RAPBN sebagai berikut :
Pengeluaran rutin yang terdiri dari : Belanja Pegawai yang meliputi Gaji dan Pensiun,
Tunjangan Beras, Uang makan dan Lauk Pauk, Lain-lain belanja pegawai dalam negri dan
Belanja Pegawai Luar Negri. Kedua Belanja barang terdri dari : Belanja barang dalam Negri
dan Luar Negri. Ketiga Subsidi daerah otonom antara lain belanja pegawai dan non pegawai,
keempat Bunga dan cicilan utang antara lain Utang dalam Negri dan utang Luar Negri,
Kelima Pengeluaran rutin lainnya yaitu Subsidi bahan bakar Minyak dan lain-lainnya.
Pengeluan pembangunan pembiayaan rupiah dan bantuan proyek. Pada APBN
dan RAPBN dikemukakan mengenai besarnya tabungan pemerintah. Guna tercapainya
penerimaan pajak yang tercantum di dalam APBN, diharapkan kepada seluruh masyarakat
Wajib Pajak untuk dapat menunaikan kewajibannya mengisi SPT yang dilandasi dengan
kejujuran dan tidak akan menyalah gunakan kepercayaan yang telah diberikan oleh Negara.

19
Rangkuman.
Pajak merupakan gejala sosial dan hanya ada di dalam masyarakat, tanpa ada masyarakat
tidak mungkin ada pajak. Pajak adalah utang yaitu utang anggota masyarakat kepada
masyarakat. Utang menurut pengertian hukum adalah perikatan ( verbintenis ). Menurut BW
( hukum Perdata ) perikaatan timbul karena perjanjian, tetapi dalam perpajakan perikatan timbul
karena undang – undang. Pajak letaknya di bidang hukum publik, karena merupakan bagian dari
tata tertib hukum yang mengatur hubungan antar penguasa dengn warganya, Hukum pajak
merupakan hukum fiskal yaitu keseluruhan dari peraturan – peraturan yang meliputi wewenang
pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kepada
masyarakat, dengan melalui kas Negara. Hukum pajak mempunyai kaitan yang erat dengan
kehidupan ekonomi karena hukum pajak juga digunakan sebagai alat untuk menentukan politik
perekonomian Negara, maka pajak dapat ditinjau dari dua segi di bidang perekonomian yaitu :
Pertama ditinjau dari segi mikroekonomi : merupakan peralihan uang ( harta ) dari sektor
swasta/individu ke sector masyarakat/pemerintah, Pajak mengurangi pendapatan seseorang, dan
sudah barang tentu menguranggi daya beli individu hal ini mempunyai dampak yang besar pada
ekonomi individu, sehingga pajak dapat mengubah pola konsumsi dan pola hidup individu.
Kedua pajak ditinjau dari segi makroekonomi : uang pajak yang diterima pemerintah dikeluarkan
lagi ke masyarakat untuk membiayai kepentingan umum masyarakat, sehingga member dampak
yang sangat besar pada perekonomian masyarakat.
Pajak dapat mempengaruhi harga,sistem pengupahan, pasar, pengangguran,
kesejahteraan dipersiapkan oleh pemerintah , walaupun harus mendapat persetujuan dari
DPR. .Di dalam pembentukan undang – undang perpajakan harus mengunakan sisten non
diskriminatif. Tetapi juga harus adanya tolok ukur dari kesamaan tersebut. Pajak juga dapat
digunakan untuk mencegah inflasi.
Falsafah pajak sudah barang tentu harus sesuai dengan idiologi Negara (tidak boleh
bertentangan )yaitu Panca Sila. Hubungan pajak dengan sila-sila yang ada pada Panca Sila.
Hubungan dengan Sila Pertama : Tidak bertentangan, karena dalam agama (Islam) di kenal
adanya zakat. Bahwa setiap orang yang beriman harus membayar zakat Hubungannya dengan
Sila ke dua : Di dalam penyusunan undang – undang hendaknya bersifat subjektif tidak objektif
sebab jika bersifat objektif kurang adil jika ditinjau dari sedut kemanusiaan, lain halnya jika
bersifat subjektif pada pemungutan pajak di sesuaikan dengan keadaan wajib pajak atau

20
berdasarkan daya pikul seseorang. Hubungannya dengan Sila ke tiga : Pajak adalah jiwa bangsa
karena erat sekali dengan persatuan bangsa Indnesia. Pajak merupakan salah satu sumber utama
keuangan Negara untuk kelangsungan hidup bangsa Indonesia... Hubungannya dengan Sila ke
empat : Uang pajak berasal dari rakyat dan digunakan untuk kepentingan rakyat, Hubungan
dengan Sila ke lima :. Hasil pajak yang berasal dari sebagian kecil rakyat tadi digunakan untuk
kepentingan umum.
Dasar Hukum bahwa setiap pajak yang dipungut pemerintah harus berdasarkan undang
– undang, jadi tidak mungkin pajak dipungut berdasarkan peraturan pemerintah, peraturan
pemerintah, atau peraturan yag lainnya. Kemudian setelah Indonesia merdeka mengenai pajak
diatur dalam UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 pasal 23 ayat 2, setelah amandeman
menjadi Pasal 23A. dan ini merupakan sumber hukum formal dari pajak, dan dalam ketentuan ini
tersirat falsafah pajak.
Agar supaya peralihan kekayaan atau pajak itu tidak terkesan sebagai perampokan atau
pengarongarongan maka sebelum pajak itu diberlakukan harus terlebih dahulu mendapat
persetujuan dari rakyat melalui wakil – wakilnya yang duduk di DPR.
Mengenai pengertian pajak tidak ada pengertian yang baku, dalam undang – undang
perpajakanpun tidak memberikan mengenai pengertian pajak, adapun pengertian pajak menurut
Prof. DR. P.J.A. Andriani memberikan pengertian pajak adalah ; “ Pajak adalah iuran kepada
Negara ( yang dapat dipaksakan ) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut
peraturan – peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat di tunjuk
dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran – pengeluaran umum berhubungan
dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan “
Selain itu Prof.Dr Rochmat Soemitro SH memberikan pengertian “ Pajak adalah iuran
rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang – undang ( yang dapat dipaksakan ), dengan tidak
mendapat jasa timbal (tegen prestasi ), yang langsung dapat di tunjukan dan yang digunakan
untuk membiayai pengeluaran umum ( Rochmat Sumitro 1998 ).
Kemudian pendapat beliau tersebut di koreksi sendiri dalam bukunya Pajak Dan
Pembangunan yang kurang lebih berbunyi sebagai berikut : “ Pajak adalah peralihan kekayaan
dari pihak rakyat kepada kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan “ Surplusnya “
digunakan untuk Publik Saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai Publik
Investment.

21
Adapun unsur – unsur dari pada pajak yaitu antara lain :A Compulsory ,
Contribution ,.By Individual or Organizational ; pemerintah selaku penyelenggaraan Negara, For
PublikPurposes
Sedangkan ciri – ciri pokok dari pajak antara lain : Pajak dipungut berdasarkan undang
– undang, Pajak dapat dipaksakan. Diperuntukan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah.
Tidak dapat ditunjukannya kontraprestasi secara langsung. Pajak berfungsi sebagai budgetair
dan regulerend. Pengertian fungsi disini dimaksudkan sebagai kegunaan suatu hal, maka fungsi
pajak adalah kegunaan pokok dan manfaat pokok pajak dalam meningkatkan kesejahteraan
umum, disamping sebagai alat untuk menentukan politik perekonomian Selain itu juga pajak
berfungsi menekan lajunya inflasi dengan adanya pungutan pajak diharapkan tidak menghambat
lancarnya produksi dan perdagangan serta memperlancar usaha rakyat tanpa merugikan
kepentingan umum
Pemerintahan suatu Negara dimanapun dapat dilaksanakan dengan adanya faktor
pendukung yaitu tersedianya dana, guna pembiayaan fungsi pemerintahan secara optimal.
untuk dapat menjalankan kegiatan pemerintahan pemerintah harus memperoleh penguasaan atas
sumber – sumber ekonomi. Sumber dana tersebut dapat diperoleh dari pajak , hasil penjualan
barang dan jasa, pimjaman, maupun mencetak uang. Maka secara sederhana penerimaan Negara
dapat dibedakan atas penerimaan pajak dan bukan pajak..
Penerimaan Negara menurut APBN dan RAPBN adalah sebagai berikut : Peneriaan
Migas terdiri dari : Minyak Bumi dan Gas Alam. Penerimaan non Migas , penerimaan
pembangunan terdiri dari antara lain Bantuan Progrn dan bantuan proyek.
Pengeluaran Negara menurut APBN dan RAPBN sebagai berikut: Pengeluaran rutin
yang terdiri dari : Kesatu Belanja Pegawai. Kedua Belanja barang Ketiga Subsidi daerah otonom,
Keempat Bunga dan cicilan utang antara lain Utang dalam Negri dan utang Luar Negri, Kelima
Pengeluaran rutin lainnya
Guna tercapainya penerimaan pajak yang tercantum di dalam APBN, diharapkan kepada
seluruh masyarakat Wajib Pajak untuk dapat menunaikan kewajibannya mengisi SPT yang
dilandasi dengan kejujuran dan tidak akan menyalah gunakan kepercayaan yang telah diberikan
oleh Negara.

22
Daftar pertanyaan,
1. Mengapa setiap perbuatan di dalam masyarakat dapat dijadikan objek pajak ? Tulis jawaban
saudara dengan singkat dan jelas.
2. Mengapa pajak diletakan / termasuk hukum publik? Tulis jawaban saudara dengan singkat dan
jelas.
3. Apa yang dimaksud dengan Pajak ? Tulis jawaban saudara disertai pendapat siapa.
4. Bagaimana hubungan antara Pajak dengan sila-sila yang ada dalam Pancasila?
5. Tulis dab sebutkan a. Unsur-unsur Pajak. b. Ciri – ciri Pajak.
6. Tulis dan sebutkan fungsi dari pajak serta jelaskan satu persatu.
7.Apa yang dimaksud dengan pengeluaran rutin dari pemerintah, dan apa saja yang termsuk
dengan pengeluaran rutin?

23
BAB III
DASAR – DASAR HUKUM PAJAK

A. Pembedaan dan pembagian jenis pajak.


Pada hukum pajak kita jumpai pelbagai pembedaan jenis – jenis pajak yang dibagi
dalam berbagai golongan – golongan besar. Pembedaan dan pembagian ini mempunyai fungsi
yang berlainan pula.Ada yang fungsinya hanya ditujukan untuk memudahkan pekerjaan di
dalam praktek, ada pula yang fungsinya ditujukan kepada tujuan ilmiah. Berdasarkan
penggolongannya pajak dibedakan atas : Pajak langsung dan pajak tidak langsung.
1. Pajak langsung adalah : Pajak yang bebannya harus dipikul sendiri oleh wapa yang
bersangkutan tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain ( dalam pengertian ekonomi )
sedang dalam pengertian administratif pajak yang dipungut secara berkala.
2. Pajak tidak langsung adalah : Pajak yang bebannya dapat dilimpahkan pada pihak
lain/pihak ketiga atau konsumen ( pengertian ekonomis ), sedag dalam pengertian
administratif pajak dipungut setiap terjadi peristiwa/perbuatan, yang menyebabkan
terhutangnya pajak.
Manfaat membedakan pajak langsung dan tidak langsung adalah : pertama untuk
keperluan sisitematik dalam ilmu pengetahuan, misalnya untuk menentukan saat timbulnya
hutang pajak, daluarsa dan tagihan susulan. Kedua untuk menentukan cara mengadakan
proses peradilan karena perelisihan. Ketiga untuk menghindari kekebalan perwakilan asing ,
mereka hanya dikecualikan dari pengenaan pajak langsung sedangkan terhadap pajak tidak
langsung tidak dikecualikan.
Untuk menentukan apakah suatu pajak itu termasuk pajak langsung atau tidak
langsung maka dalam arti ekonomis dapat diikuti dengan cara yang lazim dalam ilmu
ekonomi dengan melihat tiga unsur yang terdapat dalam kewajiban pemenuhan pajak, yang
menurut John Stuart Mill dalam bukunya Santoso Brotodiharjo 1994 adalah :
1. Penanggung jawab pajak ( Wapa ) orang yang secara formal yuridis diharuskan melunasi
pajak, dalam hal jika terhadapnya terdapat faktor-faktor atau kejadian – kejadian yang
menimbulkan sebab untuk dikenakan pajak.
2. Penanggung pajak adalah orang yang dalam faktanya ( dalam arti ekonomis ) memikul dulu
beban pajaknya.

24
3, Yang ditunjuk oleh pembuat undang – undang juga dinamakan pemikul pajak ( sebagai
wapa ) yaitu orang yang menurut maksud pembuat undang – undang harus dibebani pajak.
Sedangkan menurut sifatnya pajak dibagi menjadi dua yaitu pajak subjektif dan
pajak objektif adapun yang dimaksud
1. Pajak subjektif : Pajak yang hanya memperhatikan keadaan pribadi wapa dalam
menentukan besarnya pajak yang terhutang dengan pendapat lain besar kecilnya pajak
ditentukan /dipengaruhi oleh keadaan subjeknya,sedangkan objeknya tidak
mempengaruhi.
2. Pajak Objektif : Pajak yang hanya memperhatikan keadaan objeknya / benda dalam
menentukan besar kecilnya pajak yang terhutang,artinya bahwa besar kecilnya pajak hanya
dipengaruhi oleh keadaan objeknya saja, sedangkan keadaan subjeknya tidak
mempengaruhi.
Tetapi tidak semua pajak hanya bersifat subjektif saja atau objektif saja, ada juga
pajak yang mempunyai dua sifat maksudnya disamping bersifat subjektif juga bersifat
objektif. Misalnya pada awalnya pajak bersifat objektif atau berupa kebendaan tetapi pajak itu
bisa juga berupa keadan, perbuatan ataupun peristiwa yang menyebabkan timbulnya
kewajiban untuk membayar pajak, yang kemudian barulah dicari subjeknya.
Menurut lembaga yang memungutnya pajak dibagi menjadi dua yaitu pajak
pusat / pajak Negara dan pajak daerah, adapun yang dimaksud dengan :
1. Pajak Negara : Pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat, yang penyelenggaraanya
dilaksanakan oleh Departemen Keuangan, yang hasilnya digunakan untuk pembiayaan
rumah tangga Negara pada umumnya.
2. Pajak Daerah : Pajak yang di pungut oleh pemerintah daerah, dalam hal ini Propinsi dan
Kabuparen/Kota, berdasarkan Peraturan Daerah masing – masing yang digunakan untuk
membiayai Rumah Tangga Daerah masing – masing.
B. Pembagian Hukum Pajak.
Hukum pajak merupakan hukum fiskal yang merupakan keseluruhan dari peraturan –
peraturan yang meliputi wewenang pemeintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan
menyerahkannya kembali kepada masyarakat melalui kas Negara, sehingga pajak merupakan
bagian dari hukum public, yang mengatur hubungan – hubungan hukum antara Negara dan
warganegaranya atau badan – badan hukum yang berkewajiban membayar pajak. Oleh

25
karenanya hukum pajak dibagi menjadi dua yaitu Hukum Pajak Materiel dan Hukum Pajak
Formal adapun yang dimaksud adalah :
1. Hukum Pajak Materiel : Hukum yang mengatur tentang norma – norma yang menerangkan
keadaan – keadan, perbuatan – perbuatan maupun peristiwa – peristiwa hukum yang harus
dikenakan pajak, siapa yang dikenakan pajak, besarnya pajak. Jadi hukum yang mengatur
besarnya, timbulnya, hapusnya hutang pajak dan hubungan antara pemerintah dan wapa.
Disamping itu juga memuat mengenai kenaikan – kenaikan pajak, denda – denda dan
hukuman –hukuman serta tata cara pembebasan dan pengembalian pajak serta hak tagiha
yang dimiliki fiskus.
2. Hukum Pajak Formal : Hukum yang mengatur tentang cara – cara megimplementasikan
hukum materiel menjadi suatu kenyataan. Termasuk cara – cara penyelenggraan mengenai
penetapan suatu hutang pajak, pengawasan oleh pemerintah terhadap penyelenggaraan
pemungutan dan kewajiban para wapa baik sebelum maupun sesudah diterimanya SKP
maupun kewajiban pihak ke tiga dan prosedur dalam pemungutannya. Tujuan pengaturan
hukum pajak formal adalah untuk melindungi fiskus dan wapa serta memberikan jaminan
hukum material agar supaya dapat diselenggarakan dengan tepat.
C. Kedudukan Hukum Pajak dan Hubungannya dengan Hukum Lainnya.
Hukum pajak merupakan sebagian dari hukum publik ini berarti merupakan
bagian dari tata tertib hukum yang mengatur hubungan hukum antara penguasa dengan
warganya, yang termasuk dalam hukum publik adalah hukum tata Negara, Hukum
Administasi Negara, Hukum Pidana. Sedangkan hukum pajak merupakan anak bagian dari
hukum administratif. Tetapi walaupun demikian hukum pajak mempunyai tugas yang sifatnya
lain dari pada hukum Administratif pada umunya yaitu hukum pajak juga dipergunakan
sebagai alat untuk menentukan politik perekonmian, disamping itu juga hukum pajak
mempunyai tata tertib dan istilah – istilah tersendiri untuk lapangan pekerjaannya. Oleh
karenya peraturan – peraturan yang mengatur tentang hukum pajak merupakan peraturan yang
bersifat khusus ( Lex Specialis ) yang mana dalam hukum, berlaku apa yang disebut Lex
Specialis derogate Lex Generalis dimana peraturan yang khusus lebih diutamakan dari pada
peraturan yang umum.Jadi jelaslah bahwa hukum pajak / peraturan pajak ( khusus ) lebih
diutamakan dari pada peraturan yang umum. Hukum pajak menganut paham Imperatif yaitu

26
suatu faham dimana pelaksanaannya yang tidak dapat ditunda. Paha ini lawan dari paham
Oportunitas ( hukum Pidana ) .
a. Hubungan hukum pajak dengan hukum Perdata : Hukum pajak mempunyai hubungan yang
erat dengan hukum perdata karena banyaknya istilah – istilah hukum perdata yang
digunakan dalam perundang – undanga pajak.( Prof.Mr. WF. Prins dalam bukunya
Achmad Tjahyono ). Pengertian suatu istilah dalam hukum pajak diartikan sama dengan
hukum perdata, kalau tidak ada penjelasan dalam hukum pajak maka pengertian dalam
hukum perdata yang ditrapkan. Adanya hubungan yang erat antara hukum pajak dan
perdata dapat juga disebabkan bahwa dalam kenyataannya jika suatu kupasan mengenai
persoalan pajak tidak dijelaskan dalam undang – undang maka harus dipertimbangkan
masak – masak prestasi mana yang akan dipergunakan yang yuridis atau menurut
kenyataan ( ekonomis ). ( R. Santoso Brotodiharjo,1993 ). Pengaruh hukum pajak terhadap
hukum perdata cukup besar sebagai akibat adanya ketentuan bahwa Lex Specialis diberi
tempat yang lebih utama daripada Lex Generalis. Jadi dalam setiap undang – undang
termasuk undang- undang pajak dalam hal penafsirannya pertama – tama dianut peraturan
yang istimewa.
b. Hubungan Hukum Pajak dengan Hukum Pidana : Dalam hukum pajak juga terdapat sanksi
– sanksi pidana.Jika dalam KUHP sudah ada pengaturannya maka dalam undang – undang
perpajakannya tidak mencantumkan sanksi, jika terjadi pelanggaran maka sanksi yang
dikenakan adalah sanksi yang ada dalam KUHP. Tetapi walaupun demikian dalam
peraturan pajak juga terdapat sanksi – sanksi yang bersifat khusus.
c. Hubungan Hukum Pajak dengan Hukum Administrasi Negara : Di dalam hukum pajak
disamping adanya sanksi pidana juaga adanya sanksi administratif, baik bagi wapa ( wajib
pajak ) maupun para aparatnya / pelaksannya.
D. Pemungutan Pajak .
Di dalam memenuhi asas keadilan dalam pelaksanaan hukum pajak, hendaknya ada
saluran – saluran hukum yang dapat digunakan wapa untuk mencari keadilan. Secara garis
besar ada dua saluran yaitu kesatu : saluran doleansi, dimana surat keberatan yang tergolong
dalam Peradilan Adnimistrasi tidak murni dan saluran surat minta banding yang tergolong
dalam Peradilan Administrasi Murni yang dilakukan oleh Peradilan Perpajakan.

27
Di dalam memenuhi rasa keadilan maka dalam penyusunan undang – undang
perpajakan hendaknya dipenuhinya beberapa syarat / syarat – syarat tertentu, yang dalam hal
ini ada 4 syarat yang harus dipenuhinya agar supaya terpenuhinya rasa keadilan dalam bidang
perpajakan / keadilan dalam bidang perpajakan tersebut dapat dicapai. ( Adam Smith dalam
bukunya Achmad Tjahyono , 2001 ).
1. Equality and Equity ; bahwa dalam keadaan yang sama / berada dalam keadaan yang sama
harus dikenakan pajak yang sama (equality ), sedagkan equity adalah sesuatu yang adil
secara umum belum tentu adil dalam kasus tertentu. Oleh karenanya pengertian keadilan
merupakan pengertian yang sangat relatif dan tergantung kepada tempat, waktu dan
ideology yang mendasarinya. Equity atau kepatuhan mempunyai tiga fungsi yaitu : untuk
menyesuaikan hukum ( Jus Adjuvandi ),untuk menambah hukum ( Jus Sepplendi ) , dan
untuk mengoreksi hukum ( Jus Corrigendi ).
2. Certainty atau Kepastian Hukum ; ini merupakan tujuan setiap undang – undang , oleh
karenanya dalam pembuatannya harus diupayakan supaya ketentuan yang dimuat dalam
undang – undang jelas, tegas dan tidak mengandung arti ganda.Jadi dalam hal ini sangat
diperlukan pengunaan bahasa hukum secara tepat.
3. Convenience of Payment ; Pajak dipungut pada saat yang tepat, tidak semua wapa
mempunyai saat yang sama untuk dikenakan membayar pajak. Jadi masing – masing wapa
mempunyai saat yang tepat untuk dipungut pajak yang satu dengan yang lainya tidak sama
waktunya.
4. Economics of Collection ; Di dalam pembenukan undang – undang perpajakan hendaknya
dipertimbangkan bahwa biaya pemungutan harus lebih kecil dari uang pajak yang masuk,
sehingga ada surplusnya.
Disamping itu ada juga syarat – syarat yang lain yaitu antara lain ;
a. Syarat Yuridis ; undang – undang perpajakan merupakan undang – undang yang normati
jadi harus memberikan kepastian hukum. Sehingga dalam penyusunannya tidak boleh
bertentanggan dengan peraturan yang lebih tinggi, maupun falsafah Negara karena undang
– undang ini mengikat umum.
b. Syarat Ekonomis ; Pungutan pajak merupakan peralihan kekayaan dari rakyat / masyarakat
kepada penguasa/ Negara tanpa imbalan yang secara langsung dapat dinikmati oleh
masyarakat.

28
c. Syarat Finansial ; bahwa pemungutan pajak harus dilakukan secara efisien, karena sesuai
dengan fungsinya sebagai sumber keuangan Negara.Oleh karenanya hasil pemungutan
pajak sedapa t mungkin untuk dapat menutup sebagian pengeluaran Negara.
d. Syarat Sosiologis : Pajak dipungut sesuai dengan kebutuhan masarakat, dengan
memperhatikan keadaan dan situasi masyarakat pada waktu tertentu.
e. Sistem Pemungutannya harus Sederhana ; dengan system pemungutan yang sederhana
maka otomatis mudah dimengerti oleh masyarakat, sehingga masyarakat akan mudah
untuk melaksanakannya, hal inilah nantinya akan meningkatkan kesadaran masyarakat
dalam memebayar pajak.
Pemungutan pajak dibenarkan hukum sebab adanya hubungan kausalitas dari pajak
itu sendiri. Secara umum dapat dikatakan bahwa pajak yang dipungut baik secara langsung
maupun tidak langsung akan dikembalikan dan digunakan oleh masyarakat dalam bentuk
infrastruktur dan pelayanan ada beberapa teori yang membenarkan pemungutan pajak yaitu
antara lain :
a. Teori Asuransi : Sesuai dengan tujuan Negara untuk melindungi rakyatnya, maka
diperlukan biaya untuk melaksanakan tugas tersebut, untuk keperluan itu maka Negara
menarik iuran yang berupa pajak dari rakyatnya . Jadi disini pajak yang dibayarkan oleh
masyarakat kepada Negara dianalogkan sebagai pembayaran premi asuransi., hanya
bedanya dalam asuransi jika rakyat mengalami kerugian / musibah rakyat mendapat ganti
rugi, tetapi dalam pajak Negara tidak memberikan ganti rugi.
b. Teori Kepentingan : Teori ini menekankan bahwa pembagian beban pajak pada penduduk
seluruhnya harus didasarkan atas kepentingan orang masing – masing dalam tugas
pemerintah.Termasuk pula perlindungan atas jiwa beserta harta bendanya.Jadi disini orang
yang mempunyai kepentingan yang lebih besar harus membayar pajak yang lebih besar
pula.
c. Teori Gaya Pikul : Dasar keadilan pemungutan pajak adalah terletak dalam jasa – jasa yang
diberikan oleh Negara pada warganya. Jadi pemungutan pajaknya didasarkan pada gaya
pikul / kekuatan masing – masing wapa. Oleh karenanya pajak itu harus sama beratnya
untuk setiap orang.
d. Teori Kewajiban Pajak Mutlak ( Teori Bakti ) : Dasar hukum pemungutan pajak terletak
dalam hubungan rakyat dengan Negara, karena sifat Negara maka timbulah hak mutlak

29
dari Negara untuk memungut pajak.Rakyat secara sukarela tanpa paksaan membayar pajak
karena sebagai baktinya pada Negara.Jadi dinini adanya kesadaran dari rakyat untuk
membayar pajak.
e. Teori Gaya Beli ( P o m p a ) : Menggambil gaya beli dari rumah tangga – rumah tangga
dalam masyarakat ntuk rumah tangga Negara dan kemudian disalurkannya kembali
kemasyarakat dengan maksud untuk memelihara hidup masyarakat dan untuk membawa
kearah tertentu.
Hukum pajak juga mengatur mengenai tata cara pemungutan pajak. Dimana dalam
pemungutan pajak ini kita kenal adanya tiga asas, tiga sistem dan tiga stelsel.
a. Asas Domisili ( Tempat Tinggal ) : Pemungutan pajak tergantung dari tempat tinggal wapa.
Jadi Negara dimana wapa tinggal mempunyai hak untuk mengenakan / memungut pajak.
Jadi pungutan pajak tergantung dari tempat tinggal wapa.
b. Asas Sumber : Pungutan pajak tergantung atau didasarkan pada adanya sumber di suatu
Negara, Siapapun yang menerima penghasilan dari Negara tersebut maka ia akan
dikenakan pajak oleh Negara tersebut.
c. Asas Kebangsaan : Pengenaan pajak yang didasarkan pada kebangsaan seseorang /
kebangsaan suatu Negara. Jadi setiap orang asing yang bertempat tinggal pada suatu
Negara, maka Negara tersebut mempunyai hak untuk memungut pajak pada orang asing
tersebut.
Adapun tiga stesel dalam pemungutan pajak tersebut adalah :
a. Stelsel Nyata ( Riil ) : Pengenaan / pungutan pajak didasarkan pada objek/penghasilan yang
sesungguhnya diperoleh wapa, oleh karenanya pajak baru bisa dipungut pada akhir tahun,
setelah diketahui penghasilan yang sesungguhnya.
b. Stelsel Anggapan ( Fictive Stelsel ) : bahwa penghasilan tahun ini disamakan dengan
penghasilan tahun yang lalu sehingga dapat diketahui bersarnya pajak yang rehutang pada
akhir tahun.
c. Stelsel Campuran : Campuran antar stelsel riel dan stesel anggapan. Pengenaan pajak
dilakukan pada awal tahun berdasarkan anggapan, dan kemudian pada akhir tahun
diadakan koreksi.
Ada tiga system yang kita kenal dalam pengenaan atau pemungutan pajak,
sebagaimana yang dikemukanan diatas antara lain :

30
a. Self Assesment System : Suatu sistem pemungutan pajak dimana Fiskus menyerahkan
kewenangan kepada wapa untuk menghitung , menyetor dan melaporkan sendiri pajak
yang terhutang, jadi hutang pajak wapa sendiri yang menentukan menurut aturan yang
diatur undang – undang.
b. Official Assesment Syestem : Suatu sitem pemungutan pajak dimana bersarnya pajak yang
terhutang / pajak yang harus dibayarkan oleh wapa, ditentukn oleh fiskus.
c .With Holding System : Suatu sistem pungutan pajak dimana penghitungan besarnya pajak
yang harus dibayarkan oleh wapa dilakukan oleh pihak ke tiga .
Di dalam pemunutan pajak sering dihadapkan pada kendala – kendala / hambatan
– hambatan, yang mana hambatan tersebut berupa perlawanan yang dilakukan oleh wapa. Jadi
dalam hal ini hambatan pungutan pajak dapat dikelompokan menjadi dua yaitu :
a. Perlawanan Pasif : Masyarakat enggan untuk membayar pajak, hal ini dsebabkan karena :
- Perkembangan intelektual dan moral msyarakat.
- Sistem perpajakan yang sulit di pahami masyarakat.
- Sistem kontrol yang tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik.
b. Perlawanan Aktif : meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung diajukan
kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak. Yang bentuknya antara lain :
- Tax Avoidance : usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar undang –
undang.
- Tax Evasion : Usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang – undang
( mengelapkan pajak ).
E. Timbul dan Hapusnya Hutang Pajak.
Hutang menurut hukum perdata adalah perikatan yang mengandung kewajiban bagi
salah satu pihak baik perorangan maupun badan sebagai subjek hukum untuk melakukan
sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Pengertian hutang dalam hukum perdata mempunyai
arti yang luas maupun dalam arti sempit. Dalam arti luas segala sesuatu yang harus dilakukan
oleh yang berkewajiban sebagai konsekwensi perikatan. Sedangkan dalam arti sempit sebagai
akibat perjanjian khusus yang disebut utang piutang, yang mewajibkan debitur untuk
membayar kembali jumlah uang yang telah dipinjamnya dari kriditur.
Hutang pajak adalah perikatan yang timbul bukan karena perjanjian tetapi karena
undang – undang. Dimana hutang pajak ini timbul jika undang – undang yang menjadi dasar

31
untuk pemungutannya telah ada dan telah dipenuhinya syarat – syarat subjektif maupun
objektif. Kedua syarat ini terpenuhi jika TATBESTAND disebut oleh undang – undang.
Saat timbulnya hutang pajak mempunyai peranan yang sangat menentukan dalam hal
: pembayaran / penagihan pajak , memasukan surat keberatan, penentuan saat di mulai dan
berakhirnya jangka waktu daluarsa dan menerbitkan SKPKB ( Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar ) SKPKB (Surat Ketetapan Pajak Kurang bayar Tambahan).
Di dalam mementukan kapan timbulnya hutang pajak, di sini kita kenal adanya dua
teori / ajaran jadi timbulnya hutang pajak ditentukan oleh dua ajaran :
a. Ajaran Materiel : ajaran ini mengatakan bahwa hutang pajak timbul karena adanya undang
– undang dan tatbestan ( perbuatan, peristiwa dan keadaan )dan tidak menunggu / tanpa
perbuatan manusia ( fiskus ).
b. Ajaran Formil : Hutang pajak timbul karena undang – undang dan perbuatan manusia /
fiskus perbuatan fiskus tersebut adalah dengan dikeluakannya Surat Penetapan Pajak
Terhutan, Surat Ketetapan Pajak. Jadi hutang pajak itu timbul karena adanya ketetapan dari
pihak pemungut pajak yaitu pemerintah / fiskus atau aparatur pajak.
Setiap peristiwa perikatan termasuk hutang pajak yang pada akhirnya akan jatuh tempo
dan harus berakhir. Jadi hutang pajak hapus atau berakhir dalam hal antara lain :
a. Pelunasan / pembayaran : Umumnya hutang pajak berakhir dengan pembayaran ke Kas
Negara atau ketempat lain yang ditunjuk ole Negara.
b. Kompensasi ( pengimbangan ) : Dalam hukum pajak kompensasi pembayaran dapat
dilakukan jika wapa untuk satu jenis pajak mempunyai kelebihan pembayaran pajak
sedangkan untuk lain jenis terdapat kekurangan pembayaran pajak.
c. Penghapusan hutang : hal ini dimungkinkan karena wapa mengalami kebangkrutan,
sehingga mengalami kesulitan keuangan.
d. Daluarsa atau Lewat Waktu : Jika dalam jangka waktu tertentu suatu hutang pajak tidak di
tagih oleh pemungutnya, maka hutang pajak tersebut dianggap lunas dan tidak dapat
ditagih lagi. Jadi hutang pajak itu akan berakhir jika telah lewat jangka waktunya.
e. Pembebasan : Pengakhiran hutang pajak yang dilakukan oleh fiskus tanpa persetujuan pihak
wapa. Hal ini dilakukan jika ada permohonan atau keadaan ekonomi wapa yang mengalami
kemunduran keuangan.

32
f. Penundaan penagihan : Penagihan pajak terhutang dapat di tunda dalam jangka waktu
tertentu, jika nanti wapa mampu lagi untuk melunasi hutangnya baru dilakukan penagihan.
F. Penagian Hutan Pajak .
Perbuatan yang dilakukan oleh Dirjen Pajak karena wapa tidak memetuhi
ketentuan undang – undang perpajakan khususnya mengenai pembayaran pajak yang
terhutang. Penagiahan ini meliputi perbuatan pengiriman surat peringatan, surat tegoran, surat
paksa, sita, lelang, sandera, kompensasi, pemindah bukuan, keterangan fiscal, pencegahan
daluarsa. Tindakan penagihan pajak dapat dilakukan dengan dua langkah sebagai berikut :
a. Penagihan secara pasif ; dengan penyerahan SKPKB, SKPKBT dan STP jika tidak / belum
berhasil maka akan digunakan / dikeluarkan surat tegoran.
b. Penagiahan secara aktif : Penagihan yang dilakukan dengan mengunakan surat paksa dan
dilanjutkan dengan tindakan sita.
G. Tarif Pajak .
Tarif pajak merupakan angka atau prosentase yang digunakan untuk menghitung
jumlah pajak yang harus dibayarkan oleh wapa. Adapun tujuan dari pembentukan / penetapan
tariff pajak adalah untuk mencapai keadilan. Di dalam menghitung pajak yang terhutang
diperlukan du unsur yaitu dasar perhitungan dan tariff pajak. Adapun mengenai tarif pajak
kita kenal ada empat macam tarif antara lain :
a. Tarif Proposional ( sebanding ) : Suatu tarif dengan prosentase tetap, berapapun jumlah
yang menjadi dasar pengenaan pajak. Tetapi pajak yang dibayarkan oleh masing – masing
wapa tidak sama besarnya, karena ini tergantung dari besarnya jumlah yang dipakai
sebagai dasar pengenaan pajak.
b. Tarif Tetap : Suatu tarif pemungutan pajak dengan jumlah atau angka yang sama ( tetap )
untuk setiap jumlah. Jadi berapapun jumlah besarnya objek pajak tarifnya tetap, dengan
demikian maka besarnya pajak yang terhutang tidak tergantung pada suatu jumlah (nilai
objek).
c. Tarif Pajak Degresif : Suatu tariff yang menurun maksudnya tarif yang pemungutan
pajaknya dengan mengunakan prosentase yang semakin kecil, dengan semakin besarnya
jumlah yang dikenakan / diguanakan sebagai dasar pengenaan pajaknya.Walaupun
prosentase semakin kecil pajak yang terhutang / yang harus dibayarkan akan tetap

33
meningkat / besar karena jumlah yang dikenakan pajak semakin besar. Sebagai contoh
untuk lebih jelasnya :
Jumlah yang Prosentase Besarnya pajak
Kena pajak pemungutan yang terhutang
___________ ____________ ____________

Rp. 20 Juta 10 % Rp. 2,0 Juta


Rp. 30 Juta 9% Rp. 2,7 Juta
Rp. 50 Juta 8% Rp. 4,0 Juta
Rp. 80 Juta 6% Rp. 4,8 Juta

d. Tarif Pajak Progresif ( meningkat ) : Suatu tarif pemungutan pajak dengan dengan
prosentase pemungutan yang semakin naik dengan semakin besarnya jumlah yang
dikenakan pajak. Untuk lebih jelasnya lihatlah contoh di bawah ini .
Jumlah yang Prosentase Besarnya pajak
Kena pajak Pemungutan yang terhutang
___________ ___________ _____________

5 Jt s/d 25 Jt 5% 250 rb s/d 1,25 Jt


25 Jt s/d 50 Jt 10% 2,5 jt s/d 5 jt
50 Jt s/d 100 Jt 15% 7,5 Jt s/d 15 Jt

Terhadap tarif pajak progresif ini masih dibedakan / dibagi lagi menjadi tiga golongan
antara lain :

d.1.Tarif Progresif Proposional : Tarif dengan prosentase yang semakin naik apabila
jumlah yang menjadi dasar pengenaanya naik dan kenaikan tersebut untuk setiap jumlah
tertentu adalah tetap. Sebagai contoh :

Dasar Pengenaan Tarif Pajak Kenaikan tarif


----------------------- ---------------- ---------------------
Rp. 10 juta 10 % ----
Rp. 15 Juta 12 % 2%
Rp. 20 Juta 14 % 2%
Rp, 25 Juta 16 % 2%

d.2. Tarif Progresif Progresif : Tarif dengan prosentase yang semakin naik apabila
jumlah yang menjadi dasar pengenaan naik dan kenaikan prosentase tersebut untuk setiap
jumlah tertentu setiap kali ikut naik. Untuk jelasnya inilah contohnya.

34
Dasar Pengenaan Tarif Pajak Kenaikan tarif
---------------------- --------------- ------------------
Rp. 10 Juta 10% -------
Rp. 15 Juta 12 % 2%
Rp. 20 Juta 15 % 3%
Rp. 25 Juta 20 % 5%

d.3. Tarif Progresif Degresif : Tarif dengan prosentasi yang semakin naik apabila jumlah
yang menjadi dasar pengenaan naik dan kenaikan prosentase tersebut untuk setiap jumlah
tertentu setiap kali turun. Untuk jelasnya inilah contohnya :
Dasar Pengenaan Tarif Pajak Kenaikan Tarif
________________ _____________ ______________
Rp. 10 Juta 10 % ------------
Rp. 15 Juta 12,5 % 2,5 %
Rp. 20 Juta 14,5 % 2,0 %
Rp. 25 Juta 6% 1,5 %

H. Subjek Pajak dan Wajib Pajak.


a.Subjek Pajak .
Subjek pajak adalah orang, badan atau kesatuan lainnya yang memenuhi syarat
subjektif yaitu bertempat tinggal atau berkedudukan di Indonesia. Subjek pajak dari pajak
langsung adalah tetap dan dikenakan secara pereodik, sedangkan subjek pajak dari pajak
tidak langsung adalah tidak tetap dan hanya dikenakan pajak secara incidental, jika
TATBESTAND yang ditentukan oleh undang – undang dipenuhi.
Subjek pajak langsung , orang atau badan yang memikul pajak , tidak menjadimasalah
dan tidak sukar ditentukan secara pasti sebelumnya. Sedang terhadap pajak tidak langsung
subjek pajak lebih sukar ditentukan secara positif sebelumnya, Subjek pajak tidak langsung
adalah orang atau badan yang karena perusahaannya, profesinya, atau perbuatannya
mungkin memenuhi TATBESTAND yang ditentukan oleh undang – undang.
Subjek pajak dibedakan menjadi dua yaitu subjek pajak dalam negri dan subjek pajak
luar negri adapun yang menjadi subjek pajak dalam negri adalah :
- Orang yang berada ( untuk sementara waktu ) di Indonesia lebih dari 183 hari ( 6 bulan )
dalam janka waktu 12 bulan / satu tahun.

35
- Orang yang selama satu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai surat ijin untuk
bertempat tinggal ( secara tetap ) di Indonesia.
- Warisan yang belum terbagi sebagai suatu kesatuan untuk mengantikan yang berhak.
-Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
- B U T ( Bentuk usaha tetap ).
Sedangkan subjek pajak luar negri adalah subjek pajak yang tidak bertempat tinggal di
Indonesia, atau badan yang tidak didirikan atau tidak berkedudukan di Indonesia yang dapat
menerima atau memperoleh penghasilan di Indonesia.
Sesuai dengan kebiasaan Internasional subjek pajak luar negri dikaitkan kepada asas
sumber (suatu asas pemungutan yang menentukan bahwa orang atau badan yang bertempat
tinggal atau berkedudukan di luar negri , hanya dapat dikenakan pajak dari penghasilan yang
keluar dari sumber yang ada dinegara pemungut pajak. Saat bermula dan berakhirnya subjek
pajak tidak ditentukan dalam undang – undang melainkan ditentukan dalam penjelasan.
Terhadap orang pribadi mulai menjadi subjek pajak dalam negri pada saat di lahirkan di
Indonesia, pada saat menetap di Indonesia dan pada awal masa ia berada di Indonesia yang
melebihi 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan berturut – turut dan berakhir pada saat dia
meninggal dunia atau pada saat meninggalkan Indonesia selama – lamanya.
Sedangkan terhadap badan mulai menjadi subjek pajak dalam negri pada saat badan
tersebut didirikan dan berkedudukan di Indonesia dan berakhir pada saat badan tersebut
dibubarkan atau pada saat selesainya likuidasi.
Terhadap warisan yang belum terbagi mulai menjadi subjek pada saat timbulnya
warisan yaitu pada saat pewaris meninggal dunia dan berakhir pada saat warisan itu di
bagi.Warisan itu menjadi wajib pajak jika warisan yang belum terbagi mengeluarkan
penghasilan.
Subjek pajak yang berupa bantuan lain yang memenuhi syarat – syarat subjektif
pertama BUMN / BUMD dalam bentuk apapun kedua yayasan menjadi subjeck pajak pada
saat didirikan secara sah di depan notaris.Oleh karenanya sejak saat pendiriannya secara
otomatis menjadi wajib pajak dan harus mempunyai NPWP. Ketiga koperasi : Perkumpulan
Koperasa yang didirikan sesuai dengan ketentuan UU perkoperasian dan sesuai dengan
prosedur yang di tetapkan untuk itu merupakan badan hukum menjadi subjek pajak sejak saat
didirikan.

36
b.Wajib pajak
Orang atau badan yang mempunyai kewajiban membayar pajak tidak semua subjek pajak
menjadi wajib pajak subjek pajak baru menjadi wajib pajak, Jika telah di penuhinya syarat-
syarat subjektif maupun objektif. Terhadap wajib pajak mempunyai hak dan kewajiban yaitu
Kewajiban – wajib pajak
Mendaftarkan diri dan meminta NPWP.
Mengambil sendiri dan mengisinya secara benar , lengkap dan jelas surat pemberitahuan.
Membayar pajak tepat waktu.
Menghitung sendiri pajaknya.
Hak – hak dari wajib pajak
Menerima tandabukti pemusukan surat pemberitahuan
Mengajukan permohonan dan penundaan penyampaian SPT.
Membetulkan SPT.
Mengajukan keberatan dan banding.
Subjek pajak dikecualikan adalah wakil – wakil diplomatik dengan syarat adanya hubungan
timbal balik dan badan – badan Internasional dari PBB sesuai dengan Keputusan Mentri
Keuangan.
I.Objek Pajak.
Yang dapat dijadikan objek pajak banyak sekali macamnya. Segala sesuatu yang ada
dalam masyarakat dapat dijadikan sasaran atau objek pajak baik keadaan, perbuatan maupun
peristiwa ( TATBESTAND ) yaitu antara lain :
a.Keadaan : Kekayaan seseorang pada suatu saat tertentu ( memiliki kendaraan bermotor,
radio, televise, barang tidak bergerak atau menempati rumah tertentu ).
b.Perbuatan : Melakukan pergerakan barang karena perjanjian mendirikan rumah / gedung,
mengadakan pertunjukan atau keramaian memperoleh penghasilan, berpergian ke luar negri.
c.Peristiwa : Kematian, keuntungan yang diperoleh secara mendadak, anugrah yang diperoleh
karena secara tidak terduga pendek kata segala sesuatu yang terjadi diluar kehendak manusia.

37
Pada pajak tidak langsung besarnya pajak tidak dipengaruhi oleh keadaan wapa, tetapi
objeknya saja yang menentukan, sedangkan pada pajak langsung besarnya pajak yang
dikenakan pada objeknya masih dapat dipengaruhi oleh keadaan wapa.
Terhadap objek pajak dari wapa dalam negri berlaku suatu ketentuan berdasarkan
prinsip World wide Income yang artinya bahwa wapa dalam negri dikenakan pajak
penghasilan tidak saja atas hasil dari objek yang ada di dalam negri tetapi juga atas hasil dari
objek yang ada diluar negeri. Jadi objek pajak yang ada di dalam negeri maupun yang ada di
luar negri yang dimiliki oleh wapa dalam negri, dikenakan pajak penghasilan oleh Negara
tempat wapa itu berdomisili.
Objek pajak dari wapa luar negri terhadap orang atau badan yang bertempat tinggal
atau berkedudukan di luar negri dapat dikenakan pajak di Indonesia jika orang atau badan itu
memperoleh penghasilan dari objek pajak yang ada di dalam negri ( Indonesia ), dengan
syarat mempunyai hubungan ekonomis dengan Indonesia. Hubungan ekonomis dengan
Indonesia itu ada jika ia mempunyai objek pajak yang ada di bumi Indonesia, Yaitu
mempunyai penghasilan dari sumber penghasilan yang ada di Indonesia atau mempunyai
kekayaan berupa harta tidak gerak yang ada di Indonesia.
Terhadap pajak yang sifatnya subjektif maupun yang objektif ada objek yang di
kecualikan dan pengpengecualian ini digunakan untuk maksud – maksud tertentu selain
maksud budgetir.
J. Keberatan dan Banding .
Terhadap wapa mempunyai hak untuk mengajukan keberatan/banding,dalam hal jika wapa
berpendapat bahwa jumlah rugi, jumlah pajak dan pemotongan atau pemungutan pajak tidak
sebagaimana menstinya. Surat keberatan di tulis dalam bahasa Indonesia dalam bentuk surat
biasa ( tanpa format tertentu ). Keberatan yang diajukan adalah mengenai materi atau isi dari
ketetapan pajak yaitu jumlah rugi berdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan
perpajakan atau pemotongan atau pemungutan pajak. Suat keberatan ini diajukan hanya
untuk satu jenis pajak dan satu Masa Pajak atau Tahun Pajak. Mengenai Keberatan dan
Banding ini diatur dalam pasal 25 Undang – Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagai mana
yang telah di rubah terakhir dengan Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2009.
Surat keberatan adalah surat yang diajukan oleh wapa ( wapa yang telah memenuhi
syarat – syarat tertentu ) hanya kepada Dirjen Pajak, dimana surat itu berisikan mengandung

38
keberatan terhadap suatu Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, Surat ketetapan Pajak Lebih Bayar,
atau Pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan
peraturan perundang – undangan perpajakan.
Surat keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan
mengemukakan jumlah pajak yang terhutang, jumlah pajak yang di potong / di pungut
menurut penghitungan wapa dengan disertai alasan yang menjadi dasar
penghitungnnya.Surat keberatan diajukan dalam jangka waktu tiga bulan sejak tanggal di
kirim surat ketetapan pajak atau sejak tanggal pemotongan atau pungutan pajak, kecuali jika
wapa dapat menunjukan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan
diluar kekuasaannya.Di dalam hal wapa mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak,
sebelum surat keberatan disampaikan, wapa wajib melunasi pajaknya terlebih dahulu yang
masih harus di bayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui wapa dalam pembahasan
akhir hasil pemeriksaan.
Terhadap surat keberatan yang di ajukan oleh wapa dapat diserahkan langsung ke
Dirjen Pajak, dan kepadanya akan diberikan surat bukti tanda penerimaan oleh Dirjen Pajak.
Jika dikirim melalui pos maka bukti pengiriman surat merupakan bukti penerimaan berkas
keberatan oleh Dirjen Pajak. Terhadap surat keberatan yang tidak memenuhi syarat maka
oleh Dirjen Pajak tidak akan dpertimbangan karena dianggap sebagai bukan surat keberatan.
Wapa mempunyai hak untuk memperoleh informasi / keterangan mengenai dasar pengenaan
pajak, penghitungan maupun pemotongan ataupun pemungutan pajak, dan Dirjen Pajak
berkewajiban untuk memberikan keterangan secara tertulis. Dalam jangka waktu 12 bulan
Dirjen Pajak harus sudah memberikan keputusan, apakah menolak sebagian berarti diterima
sebagaian atau menolak atau menerima seluruhnya bahkan bisa jadi menembah besarnya
pajak. Di dalam hal keberatan wapa di tolak atau di terima sebagaian maka wapa akan
dikenakan sanksi administrasi sebesar 50% dari jumlah pajak berdasarkan keputusan
keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayarkan sebelum mengajukan keberatan.
Jika dalam jangka waktu 12 bulan Dirjen pajak belum / tidak juga menerbitkan keputusan
maka keberatan tersebut diterima seluruhnya / dikabulkan. Bilamana wapa merasa tidak puas
atau merasa keberatan terhadap Surat Keputusan yang diterbitkan oleh Dirjen Pajak, maka
kepadanya diberihak untuk mengajukan permohonan banding secara tertulis dalam bahasa

39
Indonesia kepada badan peradilan pajak, dalam jangka waktu 3 bulan setelah diterimanya
Surat Keputusan Keberatan, dengan dilampiri salinan Surat Keputusan Keberatan. Putusan
Pengadilan Pajak merupakan putusan pengadilan khusus di lingkungan peradilan tata usaha
Negara. Di dalam hal banding ini Peradilan Perpajakan akan memberikan putusan yang
berupa :
Putusan Banding yang menolak sebagian atau seluruhnya.
Putusan banding yang menerima sebagian atau seluruhnya.
Putusan Banding yang akan menambah pajak terhutang.

R a n g k u m a n.
Di dalam hukum pajak dikenal beberapa sifat dari hukum pajak, antara lain bersifat
subjektif, maksudnya bahwa besarnya pajak terhutang tergantung/ditentukan oleh subjeknya,
sedangkan objeknya tidak mempengaruhinya. Kedua bersifat objektif bahwa pajak dipungut
berdasarkan objeknya, sedangkan subjeknya tidak mempengaruhinya.
Berdasarkan penggolongannya maka pajak dibagi menjadi dua yaitu Pajak langsung
yaitu pajak yang tidak dapat dialihkan pada pihak kedua. Pajak tidak langsung yaitu pajak yang
dapat dialihkan pada orang lain atau pihak kedua.
Berdasarkan lembaga pemungutnya maka pajak terbagi menjadi dua yaitu Pajak Pusat
dan Pajak Daerah, Hukum pajak merupakan hukum fiskal yang merupakan keseluruhan dari
peraturan – peraturan yang meliputi wewenang pemeintah untuk mengambil kekayaan seseorang
dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat melalui kas Negara,. Oleh karenanya hukum
pajak dibagi menjadi dua yaitu 1.Hukum Pajak Materiel : Hukum yang mengatur tentang norma
– norma yang menerangkan keadaan – keadan, perbuatan – perbuatan maupun peristiwa –
peristiwa hukum yang harus dikenakan pajak, 2.Hukum Pajak Formal : Hukum yang mengatur
tentang cara – cara megimplementasikan hukum materiel menjadi suatu kenyataan.
Pada hukum Pajak juga mempunyai hubungan dengan hukum yang lain yaitu
.Hubungannya dengan hukum Perdata : Hukum pajak mempunyai hubungan yang erat dengan
hukum perdata karena banyaknya istilah – istilah hukum perdata yang digunakan dalam
perundang – undanga pajak..Hukum Pajak juga mempunyai hubungan dengan Hukum Pidana
karena sanksi-sanksi yang terdapat dalam hukum pajak juga terdapat sanksi – sanksi pidana.yang
mana sanksi tersebut sudah diatur dalam KUHP..Hubungannya dengan Hukum Administrasi

40
Negara. Di dalam hukum pajak disamping adanya sanksi pidana juaga adanya sanksi
administrative, baik bagi wapa ( wajib pajak ) maupun para aparatnya / pelaksannya.
Agar supaya terpenuhinya rasa keadilan dalam bidang perpajakan maka harus dipenuhi 4
syarat : Equality and Equity ; bahwa dalam keadaan yang sama / berada dalam keadaan yang
sama harus dikenakan pajak yang sama (equality ), Certainty atau Kepastian Hukum ; dalam
ketentuan yang dimuat dalam undang – undang jelas, tegas dan tidak mengandung arti ganda..
Convenience of Payment ; Pajak dipungut pada saat yang tepat. Economics of Collection ;
dipertimbangkan .
Disamping itu ada juga syarat – syarat yang lain yaitu antara lain ; .Syarat Yuridis ;
undang – undang perpajakan merupakan undang – undang yang normati jadi harus memberikan
kepastian hukum. Syarat Ekonomis ; Pungutan pajak merupakan peralihan kekayaan dari
rakyat / masyarakat kepada penguasa/ Negara. Syarat Finansial ; bahwa pemungutan pajak harus
dilakukan secara efisien. Syarat Sosiologis : Pajak dipungut sesuai dengan kebutuhan masarakat.
Sistem Pemungutannya harus Sederhana ; agar mudah dimengerti oleh masyarakat, sehingga
masyarakat akan mudah untuk melaksanakannya.
Pemungutan pajak dibenarkan hukum oleh sebab itu ada beberapa teori yang
membenarkan pemungutan pajak yaitu antara lain : .Teori Asuransi : Sesuai dengan tujuan
Negara untuk melindungi rakyatnya, maka diperlukan biaya untuk melaksanakan tugas tersebut,
untuk keperluan itu maka Negara menarik iuran yang berupa pajak dari rakyatnya . .Teori
Kepentingan : Teori ini menekankan bahwa pembagian beban pajak pada penduduk seluruhnya
harus didasarkan atas kepentingan orang masing – masing dalam tugas pemerintah. Teori Gaya
Pikul :. Bahwa pajak yang dibebankan harus sama beratnya untuk setiap orang. Teori
Kewajiban Pajak Mutlak ( Teori Bakti ) : karena sifat Negara maka timbulah hak mutlak dari
Negara untuk memungut pajak, dan adanya kesadaran dari rakyat untuk membayar pajak. Teori
Gaya Beli ( P o m p a ) : pajak diambil dari rumah tangga – rumah tangga dalam masyarakat dan
kemudian disalurkannya kembali kemasyarakat.
Di dalam pemungutan pajak. dikenal ada 3 asas, 3 stlelsel, 3 sistem antara lain : .Asas
Domisili ( Tempat Tinggal ) : Pemungutan pajak tergantung dari tempat tinggal wapa. .Asas
Sumber : Pungutan pajak tergantung atau didasarkan pada adanya sumber di suatu Negara, .Asas
Kebangsaan : Pengenaan pajak yang didasarkan pada kebangsaan seseorang. Stelsel Nyata (Riil )
pungutan pajak didasarkan pada objek/penghasilan yang sesungguhnya diperoleh wapa, Stelsel

41
Anggapan ( Fictive Stelsel ) : bahwa penghasilan tahun ini disamakan dengan penghasilan tahun
yang lalu. Stelsel Campuran : Campuran antar stelsel riel dan stesel anggapan. Self Assesment
System : Fiskus menyerahkan kewenangan kepada wapa untuk menghitung , menyetor dan
melaporkan sendiri pajak yang terhutang. Official Assesment Syestem : bersarnya pajak yang
terhutang, ditentukn oleh fiskus. With Holding System ; pungutan pajak dimana penghitungan
besarnya pajak dilakukan oleh pihak ke tiga .
Di dalam pemunutan pajak sering dihadapkan pada kendala – kendala yang berupa
perlawanan yang dilakukan oleh wapa yaitu Perlawanan Pasif : Masyarakat enggan untuk
membayar pajak, Perlawanan Aktif : meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung
diajukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak.
Hutang pajak adalah perikatan yang timbul bukan karena perjanjian tetapi karena undang
– undang. jika TATBESTAND disebut oleh undang – undang.
Di dalam mementukan kapan timbulnya hutang pajak, adanya dua teori / ajaran :
a. Ajaran Materiel : bahwa hutang pajak timbul karena adanya undang – undang dan tatbestan
b. Ajaran Formil : Hutang pajak timbul karena undang – undang dan perbuatan manusia / fiskus
Setiap peristiwa perikatan termasuk hutang pajak yang pada akhirnya akan jatuh tempo
dan harus berakhir. Jadi hutang pajak hapus atau berakhir dalam hal antara lain :
a. Pelunasan / pembayaran : dengan pembayaran ke Kas Negara
b. Kompensasi ( pengimbangan ) : jika wapa untuk satu jenis pajak mempunyai kelebihan
pembayaran pajak
c. Penghapusan hutang : karena wapa mengalami kebangkrutan,
d. Daluarsa atau Lewat Waktu : hutang pajak yang dianggap lunas.
e. Pembebasan : Pengakhiran hutang pajak yang dilakukan oleh fiskus tanpa persetujuan pihak
wapa..
f. Penundaan penagihan : Penagihan pajak terhutang dapat di tunda dalam jangka waktu
tertentu,
Tindakan penagihan pajak dapat dilakukan dengan dua langkah sebagai berikut :
a. Penagihan secara pasif ; dengan penyerahan SKPKB, SKPKBT dan STP
b. Penagiahan secara aktif : yang dilakukan dengan mengunakan surat paksa dan dilanjutkan
dengan tindakan sita.

42
Di dalam menghitung pajak yang terhutang ada unsur tariff, yang kenal ada empat
macam tarif antara lain :
a. Tarif Proposional ( sebanding ) : Suatu tarif dengan prosentase tetap, berapapun jumlah yang
menjadi dasar pengenaan pajak. b. Tarif Tetap : Suatu tarif pemungutan pajak dengan jumlah
atau angka yang sama ( tetap ) untuk setiap jumlah. c. Tarif Pajak Degresif Suatu tarif yang
menurun maksudnya tarif yang pemungutan pajaknya dengan mengunakan prosentase yang
semakin kecil, d. Tarif Pajak Progresif ( meningkat ) : Suatu tarif pemungutan pajak dengan
dengan prosentase pemungutan yang semakin naik dengan semakin besarnya jumlah yang
dikenakan pajak.
Terhadap tarif pajak progresif ini masih dibedakan / dibagi lagi menjadi tiga golongan
antara lain Tarif Progresif Proposional, Tarif Progresif Progresif . Tarif Progresif Degresif
Subjek pajak adalah orang, badan atau kesatuan lainnya yang memenuhi syarat subjektif
maupun objektif yaitu bertempat tinggal atau berkedudukan di Indonesia Subjek pajak dibedakan
menjadi dua yaitu subjek pajak dalam negri dan subjek pajak luar negri Setiap subjek pajak yang
mempunyai kewajiban membayar pajak disebut wajib pajak (wapa). Subjek pajak maupun wapa
mempunyai hak dan kewajiban. Salah satu hak dari wapa adalah mengajukan keberatan dan
banding keberatan ditujukan pada Dirjen Pajak, yang nantinya akan memberikan surat keputusan
yang berisi, menerima atau menolak seluruh maupun sebagian dari permohonan wapa, atau
menerima atau menolak seluruh dari permohonan wapa atau bahkan akan menambah besarnya
hutang pajak. Jika wapa merasa keberatan atas putusan dari Dirjen Pajak maka kepadanya dapat
mengajukan banding ke Pengadilan Perpajakan, dan Peradilan ini akan memberikan putusan
banding baik menerima atau menolak sebagian permohonan, maupun menerima atau menolak
seluruh permohonan, atau bahkan menambah besarnya hutang pajak.

Daftar Pertanyaan.
1. Sebutkan secara tertulis dan jelaskan secara singkat mengenai :
a. Pengolongan dari pajak terdiri dari.
b.Berdasarkan sifatnya pajak terbagi menjadi,
2. Apa alasannya wajib pajak mengadakan perlawanan terhadap pajak serta sebutkan macam-
macam perlawanan pajak, jelaskan secara tertulis jawaban sudara dengan singkat dan jelas.

43
3. Sebutkan secara tertulis dan jelaskan dengan singkat beserta contohnya. Stelsel, Asas dan
Sistem apa saja yang terdapat dalam pajak?
4. Dalam hal apa terjadi sengketa di bidang perpajakan? Tulis jawaban saudara dengan singkat
dan jelas.
5. Apa hak dan kewajiban dari wajib pajak ?
6. Sebutkan secara tertulis macam-macam tarif pajak, serta jelaskan satu persatu dan berikan
satu contohnya.
7. Ada berapa teori yang mendukung dalam pemungutan pajak, tulis dan jelaskan satu persatu,
dan teori mana yang sangat sesuai dengan keadaan sekarang ? Tulis jawaban sudara dengan
singkat dan jelas.
8. Sebutkan secara tertulis 4 syarat yang harus dipenuhinya agar supaya terpenuhinya rasa
keadilan dalam bidang perpajakan ?
9. Di dalam pemungutan pajak dikenal dua ajaran, sebutkan dan jelaskan satu persatu secara
tertulis.
10. Bagaimana prosedur pemgajuan keberatan dan banding? Tulis jawaban saudara
11. Kapan berakhirnya hutang pajak ? Tulis jawaban saudara.
12. Mengapa hukum pajak dikatakan sebagai hukum public? Jelaskan secara tertulis jawaban
sudara dengan singkat dan jelas.

44
BAB IV
KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

Semua wapa yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan berdasarkan sistem self assessment ,
wajib mendaftarkan diri pada kantor Dirjen Pajak untuk di catat sebagai wapa dan sekaligus
untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak. Persyaratan subjektif adalah persyaratan yang
sesuai dengan ketentuan mengenai subjek pajak dalam undang – undang PPh, sedangkan
persyaratan objektif persyaratan bagi subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan
atau diwajibkan untuk melakukan pemotongan / pemungutan sesuai dengan ketentuan undang –
undang PPh.
Kewajiban mendaftarkan diri tersebut berlaku pula terhadap wanita kawin yang dikenai
pajak secara terpisah karena hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim atau dikehendaki
secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta. Wanita kawin selain
tersebut diatas dapat mendaftarkan diri untuk memeperoleh NPWP atas namanya sendiri agar dia
dapat melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah dari hak dan
kewajiban perpajakan suaminya.
A.Nomor Pokok Wajib Pajak ( NPWP ).
1.Pengertian : Suatu sarana dalam administrasi perpajakan yang digunakan sebagai tanda
penganal diri atau identitas wajib pajak ( wapa ).
2.Fungsi dari pada NPWP : Pertama, sebagai tanda pengenal diri atau identitas wapa. Oleh
karenanya terhadap wapa hanya diberikan satu NPWP. Kedua , untuk menjaga ketertiban dalam
pemayaran pajak . Ketiga , untuk pengawasan administrasi perpajakan. Keempat , untuk
keperluan yang berhubungan dengan dokumen perpajakan ( sehingga semua yang berhubungan
dengan dokumen perpajakan harus mencantumkan NPWP ). Kelima , Untuk memenuhi
kewajiban – kewajiban perpajakan. Keenam , Untuk mendapatkan pelayanan dari instansi –
instansi tertentu yang mewajibkan mencantumkan NPWP dalam dokumen – dokumen yang
diajukan. Ketujuh , Untuk keperluan pelaporan Surat Pemberitahuan ( SPT ) masa atau tahun.
3.Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak.

45
Semua wapa berdasarkan sistem self assesmen wajib mendaftarkan diri pada kantor
Diektorat Jendral ( Dirjen ) Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat
kedudukan wapa untuk di catat sebagai wapa dan sekaligus mendapatkan NPWP. Kewajiban ini
berlaku juga untuk wanita kawin yang dikenakan pajak secara terpisah karena hidup terpisah
berdasarkan keputusan hakim. Pendaftaran ini ada jangka waktunya yaitu terhadap wapa orang
pribadi yang memperoleh penghasilan yang melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak ( PTKP )
selambat – lambatnya pada akhir tahun pajak ( tanggal 31 Desember tahun yang berjalan atau
akhir tahun buku ). Sedangkan bagi Wapa Badan selambat – lambatnya satu bulan setelah saat
usaha dijalankan.
4.Sanksi ;
Bagi mereka yang tidak mendaftarkan diri atau menyalah gunakan atau mengunakan
tanpa hak NPWP , sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara, diancam
dengan pidana penjara paling lama 6 tahun penjara atau dengda setinggi – tingginya empat kali
jumlah pajak yang terhutang yang belum atau kurang bayar.
5. Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak.
a. Wapa meninggal dunia tanpa meninggalkan warisan.
b. Wanita kawin dengan tidak pisah harta atau penghasilan.
c. Warisan telah selesai dibagi.
d. Badan dibubarkan sampai dengan penyelesaian likuidasi.
e. Bentuk Usaha Tetap ( BUT ) yang telah kehilangan statusnya sebagai BUT.
6. Nomor Pengkukuhan Pengusaha Kena Pajak ( NPPKP ).
Setiap wajib pajak sebagai pengusaha yang dikenai PPn – BM berdasarkan undang –
undang PPn – BM dikenakan pajak dan diwajibkan melaporkan usahanya pada kantor Dirjen
Pajak untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Pengusaha orang pribadi berkewajiban
melaporkan usahanya pada kantor Dirjen Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal
Pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan. Sedangkan bagi pengusaha badan berkewajiban
melaporkan usahanya tersebut pada Kantor Dirjen Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat
kedudukan pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan.
Fungsi pengukuhan Pengusaha Kena Pajak selain dipergunakan untuk mengetahui
identitas PKP yang sebenarnya , tetapi juga berguna untuk melaksanakan hak dan kewajibannya
di bidang PPn – BM serta untuk pengawasan administrasi perpajakan.

46
Wapa orang pribadi pengusaha tertentu yaitu wapa orang pribadi yang mempunyai
tempat usaha tersebar di beberapa tempat wajib mendaftarkan diri pada kantor Dirjen Pajak yang
wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal wapa , wapa juga diwajibkan mendaftarkan diri pada
kantor Dirjen Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha Wapa dilakukan.
Bagi wapa / PKP yang tidak memenuhi kewajiban untuk mendaftarkan diri dan / atau
melaporkan usahanya, dapat diterbitkan NPWP dan / atau pengukuhan PKP secara jabatan. Di
dalam penerbitan NPWP dan / atau pengukuhan PKP secar jabatan ini harus memperhatikan saat
terpenuhinya syarat subjektif dan objektif dari wapa yang bersangkutan. Kewajiban
mendaftarkan diri ini dibatasi jangka waktunya , sebab berkaitan dengan saat pajak terhutang dan
kewajiban mengenakan pajak terhutang.
7. Sanksi :
Bagi mereka yang tidak mendaftarkan diri atau menyalah gunakan atau mengunakan
tanpa hak NPPKP , seingga dapat menimbulkan kerugian bagi Negara atau pada pendapatan
Negara maka akan dikenakan pidana penjara palinh lama enam tahun panjara atau denda paling
banyak empat kali lipat dari jumlah pajak yang terhutang.
B.Surat Peberitahuan ( S P T ).
Setiap wapa wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar artinya benar dalam
penghitungan termasuk juga benar dalam penerapan ketentuan peraturan perpajakan serta dalam
penulisan sesuai dengan keadaan yang sebenarnay. Lengkap artinya memuat semua unsur –
unsur yang berkaitan dengan objek pajak, dan unsur – unsur lain yang harus dilaporkan dalam
SPT. Jelas artinya melaporkan asal – usul atau sumber dari objek pajak dan unsur – unsur lain
yang harus dilaporkan dalam SPT. SPT di tulis dalam bahasa Indonesia dan dengan mengunakan
huruf Latin, angka Arab, serta satuan mata uang rupiah, ditanda tangani yang kemudian
disampaikan ke kantor Dirjen Pajak tempat wapa terdaftar. Terhadap wapa yang mendapat izin
dari MenKeu untuk menyelenggarakan pembukuan dengan mengunakan bahasa asing dengan
satuan mata uang asing tetap wajib menyampaikannya dalam bahasa Indonesia dengan satuan
mata uang rupiah.
1.Pengertian : Surat yang oleh wapa digunakan untuk melaporkan penghitungan dan
pemabayaran pajak yang terhutang menurut ketentuan peraturan perundang – undangan .
2. Funfsi : Bagi wapa PPh sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggung jawabkan
penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terhutang,pelaporan pajak disini adalah tentang

47
antara lain , pertama : pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri atau /
dan melalui pemotongan atau pungutan pihak lain. Kedua : penghasilan yang merupakan objek
pajak dan / atau bukan objek pajak.Ketiga : harta dan kewajiban dan atau pembayaran dari
pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan
lain sesuai dengan peraturan yang berlaku. Sedangkan bagi Pengusaha Kena Pajak berfungsi
sebagai sarana untuk melaporkan dan memepertanggung jawabkan penghitungan jumlah pajak
PPn – BM yang sebenarnya terhutang. Pelaporan tersebut adalah tentang antara lain , kesatu :
Pengkriditan Pajak Masukan terhadap Pajak keluaran. Kedua : Pembayaran atau pelunasan pajak
yang telah dilaksanakan sebdiri oleh PKP dan atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak
sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku. Sedang bagi pemotong atau
pemungut pajak fungsi SPT adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggung
jawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya.
3. Prosedur Penyelelesaian SPT : Wapa menggambil sendiri blangko SPT ke kantor Pelayanan
pajak setempat dengan menunjukan NPWP. Setelah itu mengisi SPT dengan benar, jelas dan
lengkap sesuai dengan petunjuk yang diberikan. Kemudian SPT yang telah diisi deserahkan
kembali ke Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan dalam batas waktu yang telah di tentukan
dan kepadanya akan diberikan tanda terima yang bertanggal, yang dilampiri dengan bukti – bukti
Laporan Keuangan berupa neraca dan laporan rugi laba dan keterangan – keterangan lain yang
diperlukan untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak ( bagi wapa yang mengunakan
pembukuan ). Sedangkan bagi wapa yang mengnakan norma penghitungan dilampiri
penghitungan jumlah peredaran yang terjadi dalam tahun pajak yang bersangkutan.
4. Jenis Surat Pemberitahuan ( SPT ) : Secara garis besarnya dibedakan menjadi dua yaitu
SPT Masa yaitu surat yang oleh wapa digunakan untuk mlaporkan perhitungan dan / atau
pembayaran pajak yang terhutang dalam suatu MasaPajak atau pada suatu saat. Dan SPT
Tahunan yaitu surat yang oleh wapa digunakan untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran
pajak yang terhutang dalam suatu Tahun Pajak.
5. Batas Waktu Penyampaian SPT : Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan diatur
dalam pasal 3 ayat 3 Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2009 dimana batas waktu
penyampaian ini dianggap cukup memadai bagi wapa untuk memepersiapkan segala sesuatunya,
yang berhubungan dengan pembayaran pajak dan penyelesaian pembukuannya Wapa dengan
kriteria tertentu yaitu Wapa pengusaha Kecil dalam menyampaikan SPT masa PPh pasal 25

48
untuk beberapa Masa Pajak sekaligus dengan syarat pembayaran seluruh pajak yang wajib
dilunasi menurut SPT Masa tersebut dilakukan sekaligus paling lama dalam Masa Pajak yang
terakhir atau wapa bukan pengusaha kecil untuk beberapa Masa Pajak sekaligus dengan syarat
pembayaran untuk masing – masing Masa Pajak dilakukan sesuai batas waktu untuk Masa Pajak
yang bersangkutan. Yaitu paling lama 20 hari setelah akhir Masa Pajak.
( tiga ) bulan setelah akhir tahun pajak atau SPT Tahunan PPh wapa yang berbentuk badan
paling lama 4 ( empat ) bulan setelah akhit Tahun Pajak.
6. Pembetulan SPT : Wapa dengan kemauan sendiri dapat membtulkan SPT yang telah
disampaikan, dengan pernyataan tertulis bahwa terjadi kerugian atau lebib bayar dengan syarat
belum ilakukan pemeriksaan oleh Dirjen Pajak, dengan jangka waktu 2 tahun sebelum daluarsa
penetapan. Jika ternyata penyampaian surat pembetulan utang pajak menjadi lebih besar maka
kepadanya akan dikenai sanksi sebesar 2 % / bulan atas jumlah pajak yang kurang bayar, yang
dihitung sejak jatuh tempo pembayaran sampai tanggal pembayaran.
7. Sanksi Tidak Menyampaikan SPT : Wapa yang karena kealpaanya tidak menyampaikan
SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya, tidak benar , jelas dan lengkap atau melampirkan
keterangan yang isinya tidak benar, sehingga menimbulkan kerugikan bagi pendapatan Negara,
jika kealpaan ini baru pertamakali dilakukan maka kepadanya tidak dikenai sanksi pidana, hanya
kepadanyamempunyai kewajiban untuk melunasi kekurangan pembayaran jumah pajak yang
terhutang beserta sanksi administrasinya berupa kenaikan sebesar 200 % dari jumlah pajak yang
kurang bayar yang diterbitkan melalui Surat Keterangan Pajak Kurang Bayar. Namun jika wapa
melakukan pelanggaran untuk yang kedua kalinya maka kepadanya akan dikenakan sanksi
pidana selama enam tahun penjara paling lama, sanksi pidana ini dimaksudkan sebagai upaya
terakhir untuk meningkatkan kepatuhan wapa.
C. Surat Setoran Pajak ( SSP ).
Setiap wapa mempunyai kewajiban untuk menyetorkan pajak yang terhutang ke kas
Negara dengan mengunakan Surat Setoran Pajak. Kas Negara disini adalah tempat pembayaran
yang telah ditentukan oleh Surat Keputusan Mentri Keuangan.
1.Pengertian : SSP adalah surat yang oleh wapa digunakan untuk melakukan pembayaran atau
penyetoran pajak yang terhutang ke kas Negara atau ketempat pembayaran lain yang ditetapkan
oleh Menti Keuangan.

49
2.Fungsi SSP : Sebagai bukti pembayaran pajak apabila telah disahkan oleh Pejabat kantor
penerima pembayaran yang berwenang atau apabila telah mendapatkan validasi, yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Mentri Keuangan.
3. Tata Cara Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan : Terhadap pajak yang disetorkan
dapat dianggsur dan dapat juga ditunda pembayarannya, yang semua ini diatur dengan Peraturan
Mentri Keuangan. Hal ini dimaksudkan dapat mempermudah pelaksanaan pembayaran pajak
dan administrasinya. Penundaan ini diajukan oleh wapa dalam hal wapa mengalami keadaan
diluar kekuasaanya ( force major ) sehingga tidak dapat memenui kewajiban pajaknya pada
waktunya.Pengajuan ini diajukan ke Kantor Palayan Pajak tempat Wapa terdaftar. untuk force
mayor ini pengajuan penundaannya dapat diajukan setelah tanggal jatuh tempo, sedang untuk
diluar ini diajukan sebelun saat jatuh tempo. Pengajuan juga disertai dengan alasn – alasan
penundaan pembayaran, serta menyatakan jumlah pajak yang dimohonkan untuk ditunda dan
diangsur.
D.Surat Ketetapan Pajak ( SKP ).
1.Pengertian : Surat Ketetapan Pajak ( Bld = aanslagbiljet , Inggris = notice of
assessment atau assessment saja ) ialah surat ketetapan tertulis yang dikeluarkan olh pejabat yang
berwenang, yang menimbulkan hak dan kewajiban, yang memuat besarnya hutang pajak jenis
tertentu dari tahun tertentu yang terhutang oleh wapa yang nama dan alamatnya tercantum pada
SKP.
2. Fungsi :
a. Menurut ajaran formal SKP yang dikeluarkan akan menimbulkan utang pajak dan sifatnya
konstitutif.
b. Merupakan alat untuk menentukan besarnya hutang , baik menurut ajaran materiel maupun
menurut ajaran formil dan sifatnya deklaratif.
c. Merupakan alat untuk pemberitahuan jumlah pajak yang terhutang kepada wapa.
3.Macam / jenis – jenis Surat Ketetapan Pajak.
Dikenal beberapa jenis/macam SKP yang diterbitkan oleh Dirjen Pajak yaitu SKP kurang
bayar, SKP kurang bayar tambahan dan SKP lebih bayar dan SKP Nihil.
a. SKP Kurang Bayar ( SKPKB ) : Surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah
pokok pajak, jumlah kridit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya
sanksi administrasi dan jumlah pajak yang masih harus dibayar. SKPKB ini diterbitkan

50
karena berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata jumlah pajak yang terhutang tidak/kurang
dibayarkan, SPT tidak disampaikan walaupun sudah diterbitkan surat tegoran tetap saja
tidak disampaikan dalam waktu menurut surat tegoran, Tidak dipenuhinya kewajiban
untuk menyelenggarakan pembukuan. Adapun sanksi administratifnya ; berupa denda
sebesar 2 % / bulan dari kekurang pajak yang terhutang, dihitung sejak saat terhutangnya
pajak / berakhirnya masa pajak ( max.24 bulan ).Dalam hal jika ternyata berdasarkan hasil
penelitian jumlah pajak yanh terhutang tidak / kurang dibayarkan. Sedangkan terhadap
SPT yang tidak disampaikan walau sudah diterbitkan surat tegoran maka dikenakan sanksi
administrasi sebesar 50% terhadap PPh yang tidak / kurang bayar dalam satu Tahun Pajak
dan 100% terhadap PPh yang tidak / kurang dipotong atau dipungut atau disetor. Fungsi
dari SKPKB adalah untu koreksi atas jumlah yang terhutang menurut SPTnya, Sarana
untuk mengenakan sanksi dan alat untuk menagih pajak.
b. SKP Kurang Bayar Tambahan ( SKPKBT ) : Surat Ketetapan Pajak Kurang Bajar
Tambahan ini dikeluarkan oleh Dirjen Pajak Karen setelah jangka waktu 5 tahun setalah
saat terhutangnya pajak atau berakhirnya MasaPajak, didapat / ditemukannya data baru,
berdasarkan pemeriksaan , yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang
terhutang, setelah dilakukan tindakan pemeriksaan. Surat Ketetapan ini merupakan koreksi
atas surat ketetapan pajak sebelumnya. SKPKBT ini diterbitkan jika sudah pernah
diterbitkan surat ketetapan pajak, dan sudah dilakukan pemeriksaan atau sudah dilakukan
pemeriksaan ulang, dimana dalam pemeriksaan ini ditemukannya data baru, yang
merupakan data yang semula belum terungkap. Jika setelah dikeluarkanya SKPKBT,
ternyata ditemukan kembali data baru maka Dirjen Pajak akan mengeluarkan kembali
SKPKBT yang baru ( masih dapat diterbitkan SKPKBT lagi ).
Sedangkan yang dimaksud dengan “data baru” : keterangan mengenai segala
sesuatu yang diperlukan untuk menghitung besarnya jumlah pajak yang terhutang, yang
oleh wapa belum diberitahukan pada waktu penetapan semula, baik dalam SPT maupun
dalam lampiran – lampiran. Disamping itu juga wapa tidak memberikan laporan
keuangan, serta pada pemeriksaan semula tidak memberikan keterangan secara
benar,lengkap dan terinci. Sehingga jumlah pajak yang terhutang tidak dapat dihitung
dengan benar.
E. Surat Tagihan Pajak ( STP ).

51
Surat Tagihan Pajak dikeluarkan dalam hal jika wapa tidak memasukan / menyetorkan SPPT
( Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang ) pada PPh karena dalam pajak ini wapa menghitung
sendiri pajaknya. Sedang dalam PBB jika wapa tidak menyetorkan / menyerahkan SPOP
(Surat Pemberitahuan Objek Pajak ), dimana SPOP ini sebagai dasar untuk penetapan SPPT.
Surat Tagihan Pajak ini berisi besarnya pajak yang terhutang ditambah dengan denda
administrasi sebesar 2 % / bulan dari jumlah pajak.
F. Surat Paksa.
Surat Paksa diterbitkan oleh Dirjen Pajak dalam hal jika sudah jatuh tempo, wapa tidak juga
membayarkan pajaknya, walupun sudah diterbitkan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang,
Surat Ketetapan Pajak, Surat Tegoran, wapa tidak juga melaksanakan kewajibannya
membayar pajak maka Dirjen Pajak akan menerbitkan Surat Paksa. Surat Paksa ini disamping
berisi besarnya Pajak terhutang, juga diikuti denda administrasi dan bunga
G. Surat Penyitaan.
Surat Penyitaan ini diterbitkan oleh Dirjen Pajak dalam hal jika wapa belum juga melunasi
pajaknya , setelah dikeluarkan Surat Paksa, yang kemudian diikuti dengan penerbitan Surat
Penyitaan, jika dalam jangka waktu 2 x 24jam belum juga melunasi pajaknya beserta denda
dan bunganya. Jika wapa belum juga melunasi pajaknya maka akan dikeluarkan surat lelang
dan dalam jangka waktu 1 x 24 jam belum juga dilunasi maka dilakukan lelang oleh Negara.
H. Ketentuan Khusus.
Di dalam menjalankan kewajibannya sesuai dengan peraturan perundang – undangan
perpajakan, dalam hal ini Wapa dapat diwakili jika :
Wapa berupa Badan diwakili oleh pengurusnya. Jika Badan itu dinyatakan pailit diwakili oleh
kuratornya, Badan yang dalam penggabungannya diwakili oleh orang atau badan yang ditugasi
untuk melakukan pemberesannya. Badan dalam likuidasi oleh lekuidatornya. Terhadap warisan
yang belum terbagi diwakili oleh salah seorang ahli warisnya, pelaksana wasiatnya atau yang
mengurus harta peninggalannya.Atau terhadap anak yang belum dewasa oleh walinya, atau
orang yang dalam pengampuannya oleh pengampunya.
Wakil tertulis diatas bertanggung jawab secara pribadi dan / atau secara renteng atas
pembayaran pajak yang terhutang, kecuali oleh Dirjen Pajak dapat dibuktikan bahwa mereka
dalam kedudukannya benar – benar tidak mungkin untuk dibebani tanggung jawab atas pajak
yang terhutang. Orang pribadi atau badan diberi kelonggaran dan kesempatan untuk dapat

52
menunjuk seorang kuasa khusus ( pihak lain yang memahami masalah perpajakan ) untuk
membantu menjalankan hak dan memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang – undangan. Bantuan ini meliputi pelaksanaan kewajiban formal dan materiel serta
pemenuhan wapa sebagai mana yang ditentukan dalam peraturan perundang – undangan.
Terhadap wapa yang berbentuk badan dalam melaksanakan kewajibannya, yang diwakili
oleh pengurusnya, pengurus disini adalah orang yang mempunyai wewenang dalam menentukan
kebijaksanaan dan atau mengambil keputusan dalam rangka menjalankan kegiatan perusahaan.
( berwenang menandatangani kontrak, cek ) walupun orang tersebut tidak tercantum namanya
dalam susunan pengurus yang tertera dalam akta pendiriannya maupun akta perubahan. Pengurus
disini termasuk komosaris dan pemegang saham mayritas atau pengendali.
Setiap pejabat baik petugas pajak maupun mereka yang melakukan tugas di bidang
perpajakan ( tenaga ahli yang ditunjuk oleh Dirjen Pajak ) dilarang mengungkapkan kerahasiaan
wapa yang menyangkut masalah perpajakan, antara lain :
1. Surat pemberitahuan, laporan keuangan dan lain – lain yang dilaporkan oleh wapa.
2. Data yang diperoleh dalam rangka pemeriksaan.
3. Dokumen dan / atau data yang diperoleh dari pihak ketiga yang bersifat rahasia.
4. Dokumen dan / atau rahasia wapa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang - undangan
yang berkenan.
Adapun keterangan yang bersifat tidak rahasia / umum adalah : nama apa, NPWP, alamat
wapa, alamat kegiatan usaha, merek usaha dan / atau kegiatan usaha wapa. Sedangkan informasi
tentang perpajakan yang bersifat umum : Penerimaan pajak secara nasional, penerimaan pajak
per Kantor Wil. Dirjen Pajak dan / atau Kantor Pelayanan Pajak, penerimaan pajak per jenis
pajak, penerimaan pajak per klasifikasi lapangan usaha, Jumlah wapa dan / atau Pengusaha Kena
Pajak terdaftar, Register permohonan wapa, tunggakan pajak secara nasional dan / atau
tunggakan pajak per Kantor Wilyah irjen Pajak dan / atau per Kantor Pelayanan pajak.
Para ahli seperti ahli bahasa , akuntan dan pengacara yang ditunjuk oleh Dirjen Pajak
untuk memebantu pelaksanaan undang – undang perpajakan adalah sama dengan petugas pajak
yang dilarang untuk mengungkapkan kerahasiaan wapa. Di dalam hal untuk kepentingan Negara
misal dalam rangka penyelidikan, penuntutan atau dalam rangka kerja sama dengan instansi
pemerintah lain dengan seijin secara tertulis dari Menri Keuangan. Dimana ijin tertulis tersebut
mencantumkan mana wapa, nama pihak yang ditunjuk, nama pejabat, ahli atau tenaga ahli yang

53
diizinkan untuk memberikan keterangan atau mempelihatkan bukti tertulis dari atau atau tentang
wapa. Pemberian ijin ini hanya terbatas dalam hal – hal tertentu yang dipandang perlu oleh
MenKeu.
Di dalam hal pemeriksaan pada siding pengadilan dalam perkara perdata atau pidana
yang ada hubungannya dengan masalah perpajakan, demi kepentingan peradilan, MenKeu
memberikan ijin pembebasan atas kewajiban kerahasiaan kepada pejabat pajak dan / atau para
ahli. Ijin pembebasan tersebut diatas hanya terbatas untuk keterangan perpajakan yang
berhubungan dengan perkara pidana atau perdata tentang perbuatan atau peristiwa yang
menyangkut bidang perpajakan dan hanya terbatas pada tersangkan yang bersangkutan.
Dirjen Pajak secara tertulis meminta kepada pihak ketiga yakni bank. Akuntan publik,
notaris, kunsultan pajak ( setiap orang yang dalam lingkungan pekerjaannya secara bebas
memberikn jasa konsultasi kepada wapa dalam melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban
perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan ), kantor
administrasi, dan pihak ketiga lainnya yang mempunyai hubungan dengan kegiatan usaha wapa
atau penagihan pajak atau penyidikan tindakan pidana di bidang perpajakan untuk memberikan
keterangan atau bukti – bukti yang diminta.
Atas permintaan Mentri Keuangan demi kepentingan perpajakan Bank Indonesia
mempunyai kewenangan mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan
keterangan dan memperlihatkan bukti – bukti tertulis serta surat – surat mengenai keadaan
keuangan wapa / nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat pajak.
I.Ketentuan Pidana.
Pelanggaran terhadap kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh wapa sepanjang
menyangkut tindakan administrasi perpajakan, dikenai sanksi administrasi dengan menerbitkan
Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak, sanksi administrasi berupa denda paling sedikit
1 kali jumlah pajak yang terhutang, atau paling banyak 2 kali jumlah pajak yang terhutang atau
kurungan paling rendah 3 bulan dan paling lama 1 tahun.Sedangkan yang menyangkut tindak
pidana di bidang perpajakan dikenai sanksi pidana. Penyampaian Surat Pemberitahuan yang
isinya tidak benar,tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, ini
merupakan tindak pidana di bidang perpajakan bukan tindakan administrasi. Adanya sanksi
pidana diharapkan tumbuh keadaran wapa untuk mematuhi kewajiban erpajakan sebagaimana
yang ditentukan dalam undang – undang.

54
Setiap orang yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri, untuk memperolah NPWP
atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Menyalahgunakan / mengunakan tanpa hak NPWP/PPKP. Tidak menyampaikan Surat
Pemberitahuan. Menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak
benar atau tidak lengkap. Menolak untuk dilakukan pemeriksaan. Memperlihatkan
pembukuan,pencatatan/dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah – olah benar. Tidak
menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan
buku catatan atau dokumen lain. Tidak menyimpan buku, catatan atau dokumen yang menjadi
dasar pembukuan maupun dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang
dikelola baik secara elektronik maupun secara program aplikasi. Tidak menyetor pajak yang
telah dipotong atau di pungut yang dapat menimbulkan kerugian bagi Negara. Maka tindakan
tersebut diatas akan dikenai saksi yang sangat berat mengingat pentingnya peranan penerimaan
pajak dalam penerimaan Negara. Sanksi pidana yang dikenakan paling sedikit 6 bulan penjara
dan paling lama 6 tahun penjara, dan denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak yang terhutang dan
paling banyak 4 kali jumlah pajak yang terhutang.
Jika seseorang yang telah selesai menjalani pidana di bidang perpajakan , kemudian
melakukan tindak pidana lagi dalam bidang perpajakan, sebelum 1 tahun dari selesai, maka
kepadanya akan dikenakan pidana yang lebih berat yaitu pidananya ditambah menjadi dua kali
dari pidana yang pernah di jalani. Didalam hal jika wapa mengajukan permohonan restitusi pajak
dan/atau kompensasi pajak atau pengkriditan pajak, dengan menggunakan NPWP, PPKP tanpa
hak atau SPT yang isinya tidak benar atau tidak lengkap tindakan pidana ini merupakan delik
tersendiri ( percobaan untuk melakukan pidana ).
Bagi wapa yang sengaja menerbitkan dan atau mengunakan faktur pajak, bukti
pemotongan, pemungutan dan setoran pajak yang tidak dengan transaksi yang sebenarnya
(penyalahgunaan) atau menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak ( PKP ), maka akan dikenakan sanksi pidana penjara paling sedikit 2 tahun atau
paling lama 6 tahun serta denda paling sedikit 2 kali, paling banyak 6 kali jumlah pajak dalam
faktur pajak, bukti pemotongan,pemungutan, dan setoran pajak. Faktur pajak merupakan bukti
pemungutan pajak serta sarana administrasi yang sangat penting dalam pelaksanaan ketentuan
Pajak Pertambahan Nilai ( PPn ). Yang mana Penyalah gunaan ini dapat mengakibatkan dampak
negatif dalam keberhasilan Negara dalam pemungutan pajak PPn maupun PPh.

55
Tindak pidana di bidang perpajakan daluwarsa sepuluh tahun dari sejak terhtangnya
pajak, berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak yang bersangkutan. Hal
tersebut dimaksudkan guna memberikan suatu kepastian hukum bagi wapa, Penntut Hukum dan
Hakim. Jangka waktu 10 tahun tersebut adalah untuk menyesuaikan dengan daluarsa
penyimpanan dokumen – dokumen perpajakan yang dijadikan dasar penghitungan jumlah pajak
yang terhutang, selama sepuluh tahun.
J. Pembukuan dan Pemeriksaan.
Wapa orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan wapa
badan di Indonesia wajib melakukan pembukuan.Pembukuan adalah proses pencatatan yang
dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta,
kewajiban, modal, penghasilan dan biaya serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang
atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi
untuk pereode Tahun Pajak tersebut. Pembukuan ini dilaksanakan agar supaya besarnya pajak
yang terhutang dapat dihitung. Disamping itu juga agar supaya PPn - BM ( Pajak Pertambahan
Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penualan Barang Mewah ) dapat di hitung dengan benar.
Kecuali wapa orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, tetapi tetap
diwajibkan untuk mengadakan catatan. Yang mana penghitungan panghasiannya mengunakan
norma penghitungan Penghasilan Neto. Begitu juga terhadap wapa orang pribadi yang tidak
melakukan pekerjaan bebas. Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan dengan
memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya. Di
dalam melakukan pembukuan atau pencatatan dengan mengunakan huruf latin, angka Arab,
satuan mata uang Indonesia / Rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia, hal ini disebabkan
karena penyelenggaraannya harus di Indonesia.
Pembukuan yang diselenggarakan harus dilaksanakan dengan prinsip taat asas yang
berarti prinsip yang sama digunakan dalam metode pembukuan dengan tahun – tahun
sebelumnya untuk mencegah pergeseran laba atau rugi. Metode pembukuan yang mengunakan
prinsip taat ini digunakan dalam penerapan : stelsel pengakuan penghasilan, tahun buku, metode
penilaian persediaan atau methode penyusutan dan amortisasi. Jadi pada dasarnya metode
pembukuan yang dianut harus taat asas yaitu harus sama dengan tahun – tahun sebelumnya.
Perubahan methode pembukuan akan mengakibatkan perubahan dalam prinsip taat asas,
perubahan ini harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Dirjen Pajak. Disamping itu juga

56
pembukuan diselenggarakan dengan stelsel aktural dan stesel kas. Stelsel aktural adalah suatu
metode penghitungan penghasilan dn biaya dalam arti penghasilan diakui pada waktu diperoleh
dan biaya diakui pada waktu terhutang. Jadi disini tidak tergantung kapan penghasilan itu
diteima dan kapan biaya itu dibayar secara tunai. Yang termasuk dalam pengertian stelsel aktural
adalah pengakuan penghasilan berdasarkan metode prosentase tingkat penyelesaian pekerjaan
yang umumnya di pakai dalam bidang konstruksi dan metode lain yang dipakai dalam bidang
usaha tertentu seperti real estat. Sedangkan stelsel kas adalah suatu metode yang
penghitungannya didasarkan atas penghasilan yang diterima dan biaya yang dibayarkan sacara
tunai. Stelsel kas ini biasanya digunakan oleh perusahaan kecil orang pribadi atau perusahaan
jasa, yang tenggang waktu antara penyerahan jasa dan penerimaan pembayarannya tidak
berlangsung lama.
Stelsel kas yang di pakai dalam penghitungan Pajak Penghasilan harus memperhatikan
beberapa antara lain :
1.Penghitungan jumlah penjualan dalam suatu pereode harus meliputi seluruh penjuala, baik
tunai mauun tidak.
2.Dalam memperoleh harta yang dapat disusutkan dan hak – hak yang dapat diamortasikan,
biaya – biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan hanya dapat dilakukan melalui
penyusutan dan amortisasi.
3.Pemakaian stelsel kas harus dilakukan secara taat asas ( konsisten ).
Dengan perkembangan tehnologi maka dokumen – dokumen, buku maupun catatan dapat
diselenggarakan secara program aplikasi on-line , dengan memperhatikan factor keamanan,
kelayakan dan kewajaran penyimpanan. Hasil penggolahan data elektronik yang menjadi dasar
pembukuan atau pencatatan harus simpan selama 10 ( sepuluh ) tahun di Indonesia. Hal ini
dimaksudkan agar supaya jika Dirjen Pajak hendak menerbitakan surat ketetapan pajak data –
data yang diperlukannya masih ada dan dapat dengan segera disediakan. 10 tahun adalah batas
daluarsa penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan .
Di dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan maka Dirjen
Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk ; menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan wapa dan / atau tujuan lain dalam rangka melaksanaka ketentuan peraturan
perundang – undangan perpajakan. Pemeriksaan dapat dilakukan di kantor ( Pemeriksaan Kantor
) atau ditempat wapa ( Pemeriksaan Lapangan ). Ruang lingkup pemeriksaan dapat meliputi satu

57
jenis pajak, beberapa jenis pajak, atau seluruh jenis pajak, baik untuk tahun – tahun yang lalu
maupun untuk tuhun berjalan. Pemeriksaan tidak hanya dilakukan terhadap wapa saja tetapi
dapat dilakukan teradap instansi pemerintah dan badan lain sebagai pemungut / pemotong pajak.
Pelaksanaan pemeriksaan ini dilakukan dengan menyelusuri kebenaran Surat Pemberitahuan ,
pembukuan atau pencatatan dan pemeuhan kewajiban perpajakan lainnya dibandingkan dengan
keadaan atau kegiatan usaa sebenarnya dari wapa.
Pemeriksaan dilaksanakan oleh petugas pemeriksaan yang jelas identitasnya. Oleh
karenanya petugas pemeriksaan harus memiliki tanda pengenal pemeriksaan dan dilengkapi
dengan Surat Perintah Pemeriksaan dan memperlihatkannya kepada wapa yang diperiksa.
Petugas pemeriksa harus juga menjelaskan dilakukannya pemeriksaan kepada wapa. Petugas
pemeriksa harus telah mendapatkan pendidikan tehnis yang cukup, dan memiliki kerampilan
sebagai pemeriksa pajak. Disamping itu juga harus jujur, bertanggung jawab , penuh pengertian,
sopan serta objektif serta menghindarkan diri dari perbuatan tercela.
Pada waktu dilakuakn pemeriksaan wapa mempunyai kewajiban / kewajiban yang harus
dipenuhi yaitu; memperlihatkan dokumen / buku catatan yang berhubungan dengan perpajakan /
pembukuan. Atau memberikan akses kepada petugas periksa untuk mengakses dan / atau
mengunduh data dari catatan, dokumen, dan dokumen lain yang berhubungan dengan
penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas wapa atau objek pajak yang
terhutang, dalam hal jika pencatatan atau pembukuan dengan menggunakan proses pengolahan
data secara elektronik. Wapa juga mempunyai kewajiban untuk mengizinkan atau memberi
kesempatan kepada petugas pemeriksa untuk memasuki tempat atau ruangan yang merupakan
tempat penyimpanan dokumen, uang dan / atau barang yang dapat member petunjuk tentang
keadaan usaha wapa untuk melakukan pemeriksaan di tempat itu serta wajib meminjamkan
catatan - catatan , dokumen yang berhubungan dengan perpajakan. Juga mamberikan keterangan
– keterangan baik tertulis maupun lisan, yang diperlukan oleh petugas diluar buku, catatan dan
dokumen. Keterangan yang tertulis berupa antara lain :
a. Surat pernyataan tidak diaudit oleh Kantor Angkutan Publik.
b. Keterangan bahwa foto copy dokumen yang dipinjamkan sesuai dengan aslinya.
c. Surat pernyataan tentang kepemilikan harta, atau
d. Surat pernyataan tentang perkiraan biaya hidup.
Sedangkan keterangan yang lisan antara lain

58
a. Wawancara tentang proses pembukuan wajib pajak.
b. Wawancara tentang proses produksi Wajib pjak.
c. Wawancara dengan manajemen tentang transaksi – transaksi yang bersifat khusus.
Jadi adanya ketentuan , bahwa keterikatan wapa terhadap kerahasiaan dokumen
ditiadakan dengan pendapat lain bahwa wajib pajak tidak terikat oleh kerasiaan apapun hal ini
dimaksudkan untuk mencegah adanya dalih bahwa wajib pajak yang sedang diperiksa terikat
pada kerahasiaan, sehingga pembukuan , catatan, dokumen serta keterangan – keterangan lain
yang diperlukan tidak dapat diberikan oleh wajib pajak sehingga akan memungkinkan terjadinya
manipulasi pajakyang akan merugikan Negara.

R a n g k u m a n.
Semua wapa yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif berdasarkan sistem
self assesmen mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri sebagai wajib pajak, pada kantor
Diektorat Jendral ( Dirjen ) Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat
kedudukan wapa untuk di catat sebagai wapa dan sekaligus mendapatkan NPWP. ( Nomor
Pokok Wajib Pajak ), yaitu Suatu sarana dalam administrasi perpajakan yang digunakan sebagai
tanda penganal diri atau identitas wajib pajak. Kewajiban mendaftarkan diri tersebut berlaku pula
terhadap wanita kawin yang dikenai pajak secara terpisah karena hidup terpisah berdasarkan
keputusan hakim atau dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan
dan harta. Adapun fungsi dari pada NPWP : sebagai tanda pengenal diri atau identitas wapa.,
untuk menjaga ketertiban dalam pemayaran pajak, , untuk pengawasan administrasi perpajakan.
untuk keperluan yang berhubungan dengan dokumen perpajakan, Untuk memenuhi kewajiban –
kewajiban perpajakan. Untuk mendapatkan pelayanan dari instansi – instansi tertentu yang
mewajibkan mencantumkan NPWP dalam dokumen – dokumen yang diajukan. Untuk keperluan
pelaporan Surat Pemberitahuan ( SPT ) masa atau tahun.
Bagi mereka yang tidak mendaftarkan diri atau menyalah gunakan atau mengunakan
tanpa hak NPWP , di pidana penjara paling lama 6 tahun penjara atau denda setinggi – tingginya
empat kali jumlah pajak yang terhutang yang belum atau kurang bayar. NPWP ini juga bisa
hapus dalam hal : Wapa meninggal dunia tanpa meninggalkan warisan. Wanita kawin dengan
tidak pisah harta atau penghasilan. Warisan telah selesai dibagi. Badan dibubarkan sampai

59
dengan penyelesaian likuidasi. Bentuk Usaha Tetap ( BUT ) yang telah kehilangan statusnya
sebagai BUT.
Setiap wajib pajak sebagai pengusaha yang dikenai PPn – BM berdasarkan undang –
undang PPn – BM dikenakan pajak dan diwajibkan melaporkan usahanya pada kantor Dirjen
Pajak untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Fungsi dari pengukuhan ini
dimaksudkan untuk mengetahui identitas PKP yang sebenarnya, Bagi mereka yang tidak
mendaftarkan diri atau menyalah gunakan atau mengunakan tanpa hak NPPKP , seingga dapat
menimbulkan kerugian bagi Negara maka akan dikenakan pidana penjara palinh lama enam
tahun panjara atau denda paling banyak empat kali lipat dari jumlah pajak yang terhutang.
Setiap wapa wajib mengisi Surat Pemberitahuan ( SPT ) yitu Surat yang oleh wapa
digunakan untuk melaporkan penghitungan dan pemabayaran pajak yang terhutang menurut
ketentuan peraturan perundang – undangan . dan harus diisi dengan benar artinya benar dalam
penghitungan , benar dalam penerapan, serta dalam penulisan sesuai dengan keadaan yang
sebenarnay. Lengkap artinya memuat semua unsur – unsur yang berkaitan dengan objek pajak,
Jelas artinya melaporkan asal – usul atau sumber dari objek pajak dan unsur – unsur lain yang
harus dilaporkan dalam SPT. Adapun fungsi dari SPT adalah bagi wapa PPh sebagai sarana
untuk melaporkan dan mempertanggung jawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya
terhutang,yang telah dilunasi, dan penghasilan yang merupakan objek pajak dan / atau bukan
objek pajak. Serta harta dan kewajiban dan atau pembayaran dari pemotong atau pemungut.
Wapa menggambil sendiri blangko SPT ke kantor Pelayanan pajak setempat dengan
menunjukan NPWP. Setelah itu mengisi SPT dengan benar, jelas dan lengkap sesuai dengan
petunjuk yang diberikan. 4. Jenis Surat Pemberitahuan ( SPT ) : Secara garis besarnya
dibedakan menjadi dua yaitu SPT Masa yaitu surat yang oleh wapa digunakan untuk mlaporkan
perhitungan dan / atau pembayaran pajak yang terhutang dalam suatu MasaPajak atau pada suatu
saat. Dan SPT Tahunan yaitu surat yang oleh wapa digunakan untuk melaporkan penghitungan
dan pembayaran pajak yang terhutang dalam suatu Tahun Pajak. Batas waktu penyampaian
Surat Pemberitahuan paling lama 20 hari setelah akhir Masa Pajak. Wapa dengan kemauan
sendiri dapat membtulkan SPT yang telah disampaikan, dengan pernyataan tertulis bahwa terjadi
kerugian atau lebib bayar dengan syarat belum ilakukan pemeriksaan oleh Dirjen Pajak, dengan
jangka waktu 2 tahun sebelum daluarsa penetapan. Wapa yang karena kealpaanya tidak
menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya, tidak benar , jelas dan lengkap atau

60
melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, maka kepadanya akan dikenakan sanksi pidana
selama enam tahun penjara paling lama, sanksi pidana ini dimaksudkan sebagai upaya terakhir
untuk meningkatkan kepatuhan wapa.

Daftar Pertanyaan
1. Mengapa setiap subjek harus mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)? Tulis jawabab
saudara dengan singkat dan jelas.
2. Apakah Yang dimaksud dengan :
a. Nomor Pokok Wajib Pajak ( NPWP ).
b. Surat Setoran Pajak ( SSP ).
c. Surat Ketetapan Pajak ( SKP ).
d. Surat Peberitahuan ( S P T ).
e. Surat Tagihan Pajak ( STP ).
f. Surat Paksa dan Surat Sita
3. Kapan SPT dan SKP serta STP diterbitkan ?
4. Mengapa Pengusaha Tidak Kena Pajak meminta di kukuhkan sebagai Pengusaha kena pajak?
5. Apa sanksinya jika subjek pajak tidak mendaftarkan diri sebagai Subjek pajak untuk
mendapatkan NPWP ?
6. Apa sanksinya jika mereka yang tidak mendaftarkan diri atau menyalah gunakan atau
mengunakan tanpa hak NPWP ?
7. Mengapa Wapa orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan wapa
badan di Indonesia wajib melakukan pembukuan.Pembukuan ?
8. Apakah fungsi dari :
a. Nomor Pokok Wajib Pajak ( NPWP ). b. Surat Setoran Pajak ( SSP ).
c. Surat Ketetapan Pajak ( SKP ). d. Surat Peberitahuan ( S P T ).
e. Surat Tagihan Pajak ( STP ). f. Surat Paksa dan Surat Sita

61
BAB V
PENYITAAN DI BIDANG PERPAJAKA
MENURUT UU NOMOR 19 TAHUN 2000

A.Pendahuluan
Pajak merupakan sumber penerimaan Negara yang terbesar di samping migas, oleh
karena itu pemerintah selalu berusaha untuk meningkatkan pendapatan di sektor perpajakan,
karena sumber ini tidak akan pernah habis. Hal ini disebabkan adanya slogan ada masyarakat
ada pajak, tanpa masyarakat tidak ada pajak. Pajak merupakan piutang bagi wajib pajak
kepada Negara.
Di dalam undang – undang perpajakan di tetapkan sanksi baik denda maupun hukuman
penjara, tetapi toh masih banyak wapa yang tidak membayar pajak ( masih banyak tunggakan
pajak ) hal ini masih kurangnya kesadaran masyarakat untuk membayar pajak, sehingga
menimbulkan jumlah tunggakan pajak yang semakin besar setiap tahunya. Oleh karenanya
pemerintah mencari jalan agar tunggakan itu tidak bertambah, dengan cara penagihan aktif. Di
dalam melaksanakannya maka pemerintah mengangkat beberapa orang untuk menjadi juru
sita pajak Negara yang akan ditempatkan pada masing – masing kator pelayanan pajak di
tingkat Kabupaten, dengan harapan adanya penurunan tunggakan pajak.
B. Juru Sita Pajak Negara.
Juru Sita Negara merupakan pelaksana tindakan pajak, yang meliputi penagihan
seketika dan sekaligus, pemberian surat paksa, penyitaan dan penyanderaan.Penagihan
seketika dan sekaligus merupakan tindakan penagihan pajak yang dilaksanakan oleh juru sita
pajak, kepada penangung pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang
meliputi : seluruh hutang pajak dari semua jenis pajak, masa pajak dan tahun pajak.
Sedangkan surat paksa adalah surat perintah membayar hutang pajak dan biaya penagihan
pajak dan surat paksa ini diserahkan kepada penanggung pajak dan penyitaan dilakukan
62
terhadap harta penanggung pajak. Istilah penanggung pajak mempunyai pengertian yang lebih
luas dari wapa, yaitu orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak
termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban wapa.
Dikatakan diatas bahwa penyitaan dilakukan terhadap harta penanggung pajak, adapun
harta yang disita bisa berupa harta gerak dan tidak gerak ( benda bergerak maupun benda
tidak bergerak ) baik di tempat tinggal, tempat usaha maupun tempat kedudukan. Tidak semua
barang bergerak milik penanggung pajak dapat di sita, adapun barang – barang lain yang tidak
dapat disita antara lain :
1. Pakaian dan tempat tidur besert perlengkapannya yang digunakan oleh penanggung pajak
dan keluarga yang menjadi tanggungannya.
2. Persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan beserta peralatan masak
yang berada di rumah.
3. Perlengkapan penanggung pajak yang bersifat dinas yang diperoleh dari Negara.
4. Buku – buku yangbertalian dengan jabatan atau pekerjaan penggung pajak dan alat – alat
yang digunakan untuk pendidikan kebudayaan dan keilmuan.
5. Peralatan dalam keadaan jalan yang masih digunakan untuk melaksanakan pekerjaan atau
usaha sehari – hari dengan jumlah seluruhnya tidak lebih dari 20 juta.
6. Peralatan penyandangcacat yang digunakan oleh penggung pajak dan keluarganya yang
menjadi tanggungan.
Penyitaan merupakan tindakan juru sita pajak untuk menguasai barang penggung pajak
guna dijadikan jaminan untuk melunasi hutang pajaknya menurut peraturan perundang –
undangan. Jadi penyitaan dalam hukum pajak adalah pengambil alihan barang wapa dengan
tujuan akan menjual barang tersebut guna melunasi hutang pajak dan biaya yang timbul
karenanya, dalam hal jika wapa tidak melunasi hutang pajaknya dan biaya – biaya yang timbul
karenanya ( sita executair ).
Juru sita pajak diangkat dan diberhentikan oleh pejabat yang berwenangdi lingkungan
wilayah masing – masing, dan pejabat ini atas kuas Menteri Keuangan, yang bisa diangkat
sebagai juru sita adalah karyawan Kantor Pelayanan Pajak maupun orang di luar Dirjen Pajak
yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak. Sebelum melaksanakan tugas yang
dibebankan kepadanya, juru sita pajaknegara terlebih dahulu harus diambil sumpahnya oleh
pejabat yang berwenang mengangkatnya.

63
Syarat dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian sebagai juru sita pajak ditetapkan
oleh Mentri Keuanan. Adapun yang menjadi syarat untuk menjadi juru sita pajak :
a). Berpendidkan dan memiliki ijasah serendah – rendahnya SLTA sekarang DIII.
b). Pangkat serendah – rendahnya Golongan II / B.
c). Umur maksimal 45 tahun.
d). Bebadan sehat dan sehat rohani.
e), Lulus Pendidikan Juru sita.
f). Sebelum menjalankan tugasnya diangkat dan disumpah oleh Kepala Kantor Palayanan Pajak.
Oleh karenanya seseorang yang dapat diangkat sebagai juru sita pajak harus memenuhi
syarat – syarat sebagaimana tersebut diatas dan yang pokok telah mengikuti pendidikan dan
pelatihan khusus juru sita pajak. Hal ini dikarenakan bahwa juru sita pajak dalam melaksanakan
tugasnya, merupakan pelaksanaan eksekusi dari putusan yang sama kedudukannya dengan
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.Oleh sebab itu juru sita pajak
harus ada pada setiap Kantor Pelayanan Pajak atau pada setiap kantor pejabat baik itu pejabat
untuk penagihan pajak pusat maupun pejabat untuk penegigan pajak daerah, maka kewenangan
pengangkatan dan pemberhentianjuru sita diberikan kepada pejabat dengan berpedoman pada
syarat – syarat dan tata cara yang ditetapkan oleh Mentri Keuangan.
Adapun tugas dari pada juru sita pajak adalah sebagai berikut : pertama melaksanakan
surat perintah penagihan seketika dan sekaligus, kedua memberitahukan surat paksa, ketiga
melaksanakan penyitaan atas barang bergerak dan tidak bergerak penanggung pajak berdasarkan
surat perintah melaksanakan penyitaan serta keempat, melaksanakan penyanderaan berdasarkan
surat perintah penyanderaan.
Di dalam melaksanakan surat perintah untuk melakukan penyitaan maka juru sita pajak
dibantu oleh dua orang saksi penduduk Indonesia yang telah berumur 21 tahun dan dapat
dipercaya, dengan bantuan dua orang saksi tersebut juru sita mendatangi tempat tinggal / rumah
tinggal penanggung pajak atau wakilnya, bahwa kedatangannya untuk melakukan penyitaan atas
barang – barang bergerak dan yang tidak bergerak milik pennggung. Penyitaan ini dilakukan jika
pada saat yang telah ditentukan pajak belum juga dibayar. Didalam melaksanakan tugasnya juru
sita pajak dapat meminta bantuan kepolosian, kejaksaan, Departemen yang membidangi hukum
dan perundang – undangan, Pemerintah daerah setempat, Badan Pertanahan Nasional, Dirjen
Perhubungan, Pengadilan Negri, Bank / pihak lain ( Pasal 5 ayat 4 UU No. 9 Tahun 2000 ).

64
Didalam menjalankan tugasnya juru sita pajak harus dilengkapi dengan kartu tanda pengenal.
Juru sita pajak menjalankan tugasnya di wilayah kerja pejabat yang mengangkatnya kecuali
ditetapkan lain dengan Keputusan Menteri / Keputusan kepala Daerah.
Kewenangan juru sita pajak adalah :
Juru sita mempunyai kewenangan memasuki dan memeriksa semua ruangan termasuk
membuka lemari, laci dan tempat lain untuk menemukan objek sita ditempat usaha, ditempat
kedudukan atau ditempat tinggal Penanggung Pajak atau ditempat lain yang dapat diduga sebagai
tempat penyimpanan objek sita.
Juru sita pajak melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus tanpa menunggu tanggal jatuh
tempo pembayaran dalam hal :
1. Penanggung pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama – lamanya atau berniat undur
diri.
2. Penanggung pajak memindah tangankan barang yang dimildki atau yang dikuasai dalam
rangka menghentikan/mengecilkan kecepatan perusahaan atau pekerjaan yang dilakukan di
Indonesia
3. Adanya tanda-tanda bahwa Penaggung pajak akan membubarkan badan usahanya atau
memindahtangankan perusahaan yang dimiliki
4. Badan usaha akan dibubarkan oleh Negara
5. Terjadi penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda
kepailitan
Surat Perintah Penagihan seketika dan sekaligus ini diterbitkan sebelum penerbitan Surat
Paksa.Surat Paksa Diterbitkan dalam hal jika Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak
walaupun kepedanya telah diterbitkan Surat Teguran (Surat Peringatan),disamping itu
Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan
persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.Dalam jangka waktu 2 kali 24 jam
setelah Surat Paksa diberitahukan Penanggung Pajak belum juga membayar pajaknya,maka
disini juru sita pajak dapat melakukan penyitaan dengan dasar Surat Perintah Melaksanakan
Penyitaan yang Diterbitkan oleh Pejebat.Didalam melakukan penyitaan disaksikan oleh
sekurang-kurangnya 2 orang dewasa dan dapat dipercaya Pelaksanaan penyitaan ini juru sita
harus membuat Berita Acara Palaksanaan Sita.

65
Penyitaan tidak dapat dilaksanakan terhadap barang-barang yang telah disita oleh
Pengadilan Negeri/ instasi lain yang berwenang,dalam hal juru sita pajak hanya manyamoaikan
Surat Paksa kepada Pengadilan Negeri/Instansi yang berwenang kemudian pengadilan negeri
dalam sidang berikutnya menetapkan bahwa Barang Yang Telah Disita digunakan sebagai
jaminan pelunasan utang pajak,begitu juga instansi lain yang berwenang menjadikan barang
yang telah disitanya sebagai jaminan pelunasan hutang pajak.Kemudian Pengadilan Negeri
maupun instalansi lain yang berwenang menentukan pembagian hasil penjualan barang sitaan
berdasarkan ketentuan hak mendahului Negara untuk tagihan pajak. Hak mendahulu untuk
tagihan pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya kecuali terhadap ;
1.Biaya perkara yang semata – mata disebabkan suatu penghukuman untuk melelang suatu barang
bergerak / tetap.
2.Biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang tersebut diatas dan
3.Biaya perkara yang semata – mata disebabkan pelelangan dan penyelesaian suatu warisan.
Terhadap putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap segera disampaikan oleh
Pengadilan Negri kepada Kantor Lelang untuk dipergunakan sebagai dasar pembagian hasil
lelang.
Jika telah dilaksanakan penyitaan penanggung pajak belum juga melunasi hutang pajak
atau biaya penagihan padahal sudah jatuh tempo, maka pejabat yang berwenang melaksanakan
penjualan secara lelang terhadap barang – barang yang disita melalui kantor lelang. Penjualan
secara lelang ini dilaksanakan paling singkat 14 hari setelah penumumman lelang melalui media
masa dan pengumuman leleng ini dilaksanakan paling singkat 14 hari setelah penyitaan.
Terhadap barang bergerak pengumuman hanya dilakukan satu kali sedangkan terhadap barang
tidak bergerak dilakukan dua kali. Tidak semua barang sitaan dapat di jual secara lelang antara
lain barang sitaan berupa uang, diposito berjangka, tabungan, saldo rekening Koran, obligasi,
saham atau surat berharga lainnya, piutang atau penyertaan modal pada perusahaan lainnya.
Sebelum lelang dilaksanakan maka pejabat yang sebagai penjual atas barang yang di sita
mengajukan permintaan lelang terlebih dahulu kepada Kantor Lelang dan pejabat tersebut dan
atau yang mewakilinya menandatangani risalah lelang. Hasil lelang dipergunakan terlebih dahulu
untuk membayar biaya penagihan pajak yang belum dibayarkan di tambah 1% dari pokok lelang
dan sisanya untuk membayar utang pajak. Di dalam hal hasil lelang sudah mencapai jumlah yang
cukup untuk melunasi biaya penagihan pajak dan hutang pajak, maka pelaksanaan lelang

66
dihentikan oleh pejabat walau barang yang di lelang masih ada. Sisa barang dan atau beserta
kelebihan uang hasil lelang dikembalikan oleh Pejabat kepada penanggung pajak sesegera
mungkin setelah pelaksanan lelang. Terhadap barang yang sudah terlelang maka hak penanggung
pajak atas barang yang telah dilelang berpindah kepada pembeli dan kepadanya dibeli Risalah
Lelang dan ini merupakan bukti outetik sebagai dasar pendaftaran dan peralihan hak.
Wajib Pajak yang mengajukan keberatan dan belum memperoleh keputusan keberatan
menunda pelaksanaan lelang. Lelang dapa dilaksanakan tanpa dihadiri oleh Penanggung Pajak
dan lelang ini batal / tidak dapat dilaksanakan jika Penanggung Pajak telah melunasi hutang
pajak beserta biaya penagihan pajak.
Rangkuman
Pajak merupakan sumber penerimaan Negara yang terbesar di samping migas, oleh karena itu
pemerintah selalu berusaha untuk meningkatkan pendapatan di sektor perpajakan, karena sumber
ini tidak akan pernah habis. Masih kurangnya kesadaran masyarakat untuk membayar pajak,
sehingga menimbulkan jumlah tunggakan pajak yang semakin besar setiap tahunya. Oleh
karenanya pemerintah mencari jalan agar tunggakan itu tidak bertambah, dengan cara penagihan
aktif. Di dalam melaksanakannya maka pemerintah mengangkat beberapa orang untuk menjadi
juru sita pajak Negara. Juru Sita Negara merupakan pelaksana tindakan pajak, yang meliputi
penagihan seketika dan sekaligus, pemberian surat paksa, penyitaan dan
penyanderaan.Penagihan seketika dan sekaligus merupakan tindakan penagihan pajak yang
dilaksanakan oleh juru sita pajak, kepada penangung pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo
pembayaran. Penyitaan merupakan tindakan juru sita pajak untuk menguasai barang penggung
pajak guna dijadikan jaminan untuk melunasi hutang pajaknya menurut peraturan perundang –
undangan. Adapun tugas dari pada juru sita pajak adalah sebagai berikut : pertama melaksanakan
surat perintah penagihan seketika dan sekaligus, kedua memberitahukan surat paksa, ketiga
melaksanakan penyitaan atas barang bergerak dan tidak bergerak penanggung pajak berdasarkan
surat perintah melaksanakan penyitaan serta keempat, melaksanakan penyanderaan berdasarkan
surat perintah penyanderaan.

Daftar Pertanyaan.
1. Apa alasan pemerintah mengangkat juru sita negara ?
2. Apa Tugas dari juru sita negara.

67
3, Siapa-siapa sajakah yang dapat diangkat sebagai juru sita negara dan apa syarat-syaratnya ?
4. Di dalam hal apa terjadi penyitaan di bidang perpajakan ?
5. Barang-barang apa saja yang dikecualikan dalam penyitaan pada pajak ?

BAB VI
HUKUM PAJAK INTERNASIONAL

A. Pengertian Hukum Pajak International.


Pengertian hukum pajak international dapat dibagi menjadi tiga bagian dari
pendapat ahli hukum pajak, yakni antara lain :
1. Menurut pendapat Prof. Dr. Rochmad Sumitro, bahwa hukum pajak international
adalah hukum pajak nasional yang terdiri dari kaidah, baik yang berupa kaidah –
kaidah nasional maupun kaidah yang berasal dari traktat antar Negara dan dari prinsip
atau kebiasaan yang telah diterima baik oleh Negara – Negara di dunia, untuk
mengatur soal – soal perpajakan dan di mana dapat ditunjukan adanya unsur
unsur asing.
2. Menurut pendapat Prof. Dr. P.J.A. Adriani, hukum pajak international adalah suatu
kesatuan hukum yang mengupas suatu persoalan yang diatur dalam Undang –
Undang Nasional mengenai pemajakan terhadap orang – orang luar negri, peraturan
peraturan nasional untuk menghindarkan pajak ganda dan traktat – traktat.
3. Sedangkan menurut pendapat Prof. Mr. H.J. Hofstra, hukum pajak international
sebenarnya merupakan hukum pajak nasional yang didalamnya mengacu pengenaan
terhadap orang asing.
Persoalan yang terjadi dalam hukum pajak ini adalah apakah hukum pajak
nasional akan diterapkan atau tidak ? Hukum Pajak International juga merupakan norma –
norma yang mengatur perpajakan karena adanya unsur asing, baik mengenai subjek
maupun objeknya.
B. Kedaulatan Hukum Pajak International.
Berbicara masalah Hukum Pajak International, khususnya Hukum Pajak
Internatinal Indonesia secara umum dapat dkatakan berlaku terbatas hanya pada subjeknya

68
dan objeknya yang berada diwilayah Indonesia saja, dengan kata lain terhadap orang atau
badan yang tidak bertempat tinggal atau berkedudukan di Indonesia pada dasarnya tidak
akan dikenakan pajak berdasarkan Undang – Undang Indonesia. Namun demikian Hukum
Pajak International dapat berkaitan dengan subjek maupun objek yang berada di luar
wilayah Indonesia sepanjang ada hubungan yang erat dalam hal terdapat hubungan
ekonomis atau hubungan kenegaraan dengan Indonesia.
Undang – undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaiman yang telah dirubah beberapa
kali terakhir dengan Undang – undang nomor 17 Tahun 2000 ( PPh ) khususnya pasal 26
diatur bahwa terhadap wajib pajak luar negri yang memperoleh penghasilan dari Indonesia
antara lain berupa bunga, royalty, sewa, hadiah dan penghargaan, akan dikenakan PPh
sebesar 20 % dari jumlah bruto. Pasal ini menunjukan bahwa contoh adanya hubungan
ekonomis antara orang asing dengan penghasilan yang diperoleh di Indonesia.
Di dalam hukum antar Negara terdapat suatu asas mengenai kedaulatan Negara
yang dinyatakan sebagai kedaulatan setiap Negara untuk dengan bebas mengatur
kepentingan – kepentngan rumah tangganya sendiri. Dalam batas – batas yang ditentukan
oleh hukum antar negara dan bebas dari pengaruh kekuasaan Negara lain. Sesuai dengan
asas yang dimaksud di muka , maka kedaulatan pemajakan sebagai special dari gengsi
kedaulatan Negara dapat dinyatakan sebagai kedaulatan suatu Negara untuk bertindak
merdeka dalam lapangan pajak.
C. Sumber – sumber Hukum Pajak Internationa.
Prof. Dr Rochmad Soemitro dalam bukunya ” Hukum Pajak Indonesia “,
menyebutkan bahwa ada beberapa sumber hukum pajak international yaitu :
1. Hukum pajak nasional atau unilateral yang mengandung unsure asing.
2. Traktat, yaitu kaidah hukum yang dibuat menurut perjanjian antar Negara baik secara
bilateral maupun multirateral.
3. Keputusan hakim nasional atau komisi Internasional tentang pajak – pajak
international.
Sedangkan dalam buku “ Pengantar Ilmu Hukum Pajak “ karangan R. Santoso
Brotodiarjo, SH, menyatakan bahwa sumber – sumber formal dari hukum pajak
international, yaitu :

69
1. Asas – asa yang terdapat dalam hukum antar Negara.
2. Peraturan – peraturan unilateral ( sepihak ) dari setiap Negara yang maksudnya tidak
ditujukan kepada Negara lain.
3. Traktet – traktat ( perjanjian ) dengan Negara lain seperti :
a. Untuk meniadakan atau menghindarkan pajak ganda.
b. Untuk mengatur perlakuak fiskal terhadap orang – orang asing.
c. Untuk mengatur soal pemecahan laba di dalam hal suatu perusahaan atau seseorang
mempunyai cabang – cabang atau sumber – sumber pendapatan di Negara asing.
D. Terjadinya Pajak berganda International.
Pajak berganda international umumnya terjadi karena pada dasarnya tidak ada
hukum international yang mengatur hal tersebut sehingga terjadi bentrokan hukum antar dua
Negara atau lebih. Velkenbond memberikan pengertian bahwa pajak berganda international
terjadi apabila pengenaan pajak dari dua negera atau lebih saling menindih sedemikian rupa,
sehingga orang-orang yang dikenekan pajak di Negara-negara yang lebih dari satu memikul
beban pajak yang lebih besar dari pada jika mereka dikenakan pajak di satu Negara saja.
Beban tambahan yang terjadi tidak semata-mata disebabkan karena perbedaan tariff dari
Negara-negara yang bersangkutan,melainkan karena dua Negara atau lebih secara bersamaan
memungut pajak atas objek dan subjek yang sama.
Dari pengertian diatas jelas bahwa pajak berganda international akan timbul karena
atas suatu objek dan subjek pajak yang sama dikenakan pajak lebih dari satu kali, sehingga
menimbulkan beban yang berat bagi sujek pajak yang dikenakan pajak tersebut. Selanjutnya
Prof. Rochmat Soemitro menjelaskan bahwa ada beberapa sebab terjadinya pajak berganda
internasional yaitu :
1. Subjek pajak yang sama dikenakan pajak yang sama di beberapa Negara, yang dapat
terjadi karena : Domisili rangkap, kewarganegaraan rangkap dan bentrokan asas domisili
dan asas kewarganegaraan.
2. Objek pajak yang sama dikenakan pajak yang sama di beberapa Negara.
3. Subjek pajak yang sama dikenakan pajak di Negara tempat tinggal berdasarkan atas wold
wide income, sedangkan di Negara domisili dikenakan pajak berdasarkan asas sumber.

70
E. Cara Penghindaran Pajak Berganda International
Ada dua cara untuk menghindarkan pajak berganda international, yaitu dengan cara
sebagai berikut antara lain :
1. Cara Unilateral
Cara ini dilakukan dengan memasukan ketentuan untuk menghindari pajak berganda
dalam undang – undang suatu Negara dengan suatu prosedur yang jelas. Pengunaan cara ini
merupakan wujud kedaulatan suatu Negara untuk mengatur sendiri masalah pemungutan
pajak dalam suatu undang – undang.
2. Cara Bilateral atau Multirateral
Cara ini dilakukan melalui suatu perundingan antar Negara yang berkepentingan untuk
menghindarkan terjadinya pajak berganda. Perjanjian yang dilakukan secara bilateral oleh dua
Negara, sedangkan multirateral dilakukan oleh lebih dari dua Negara, yang lebih dikenal dengan
sebutan traktat atau tax treaty. Proses terjadinya perjanjian secara bilateral maupun
multirateral tentu akan membutuhkan waktu yang cukup lama karena masing – masing Negara
mempunyai prinsip perpajakan masing – masing sesuai dengan kedaulatan Negaranya sendiri.
E. Perjanjian Dalam Pajak Berganda International.
Perjanjian seperti ini kebanyakan masih berusia muda, dulu hanya dikenakan persetujuan
persahabatan, persetujuan untuk menetap, persetujuan perdagangan dan persetujuan
pelayanan yang kadang – kadang mencakup satu ketentuan yang ada hubungannya dengan
beberapa macam pajak yang kebanyakan mencantumkan klausul tentang keharusan adanya
perlakuan yang sama terhadap penduduk atau penguasa dari Negara – Negara yang
mengadakan persetujuan.
Prosedur dari perjanjian kolektif ternyata sukar untuk dilaksanakan karena bermacam –
macam ragam, system dan asas perpajakan diberbagai Negara, dank arena lambannya prosedur
perundingan untuk tidak berbicara tentang lambannya atau resikonya pengukuhan oleh kepala
negara – Negara peserta perjanjian.
Ketentuan – ketentuan penting yang tercantum dalam perjanjian – perjanjian pajak
berganda secara singkat adalah sebagai berikut ; pertama orang – orang yang dapat menikmati

71
keuntungan dari perjanjian – perjanjian, kedua pajak – pajak yang diatur dalam perjanjian,
ketiga sengketa internasional dan arti tempa kediaman fiscal.

E. Kedudukan Hukum Perjanjian Perpajakan.


Bagaimana kedudukan hukum suatu perjanjian perpajakan yang diadakan antara
Indonesia dengan Negara lain ? Bila ditelusuri dasar hukum bisa diadakannya perjanjian
perpajakan antar Negara, maka kita kembali pada konstitusi yaitu pasal 11 ayat 1 UUD 1945
beserta perubahannya. Mengacu pada dasar hukum tersebut , tenu saja akan memerlukan
waktu yang cukup lama. Oleh karenanya, dengan pertimbangan kepraktisan khusus dalam lalu
lintas hukum international antara Indonesia dngan Negara – Negara lain yang cukup intensif,
maka tidak diperlukan lagi persetujuan DPR tetapi cukup diberitahukan saja.
Berdasarkan ketentuan Pasal 11 Undang – Undang Dasar 1945 di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa kedudukan hukum perjanjian perpajakan adalah sama dengan Undang –
Undang Nasional seperti tentang PPh. Kedudukan hukum perjanjian perpajakan tidak lebih
tinggi dari Undang – Undang Perpajakan Nasional.
Rangkuman.
Pengertian hukum pajak international dapat dibagi menjadi tiga bagian dari pendapat ahli hukum
pajak, yakni antara lain : Menurut pendapat Prof. Dr. Rochmad Sumitro, bahwa hukum pajak
international adalah hukum pajak nasional yang terdiri dari kaidah, baik yang berupa kaidah –
kaidah nasional maupun kaidah yang berasal dari traktat antar Negara dan dari prinsip atau
kebiasaan yang telah diterima baik oleh Negara – Negara di dunia, Menurut pendapat Prof. Dr.
P.J.A. Adriani, merupakan suatu kesatuan hukum yang mengupas suatu persoalan yang diatur
dalam Undang – Undang Nasional mengenai pemajakan terhadap orang – orang luar negri,
peraturan Sedangkan menurut pendapat Prof. Mr. H.J. Hofstra, hukum pajak international
sebenarnya merupakan hukum pajak nasional yang didalamnya mengacu pengenaan terhadap
orang asing. Berbicara masalah Hukum Pajak International, khususnya Hukum Pajak Internatinal
Indonesia secara umum dapat dkatakan berlaku terbatas hanya pada subjeknya dan objeknya
yang berada diwilayah Indonesia saja, dengan kata lain terhadap orang atau badan yang tidak
bertempat tinggal atau berkedudukan di Indonesia pada dasarnya tidak akan dikenakan pajak

72
berdasarkan Undang – Undang Indonesia. Namun demikian Hukum Pajak International dapat
berkaitan dengan subjek maupun objek yang berada di luar wilayah Indonesia sepanjang ada
hubungan yang erat dalam hal terdapat hubungan ekonomis atau hubungan kenegaraan dengan
Indonesia. Sumber hukum pajak international yaitu : Hukum pajak nasional atau unilateral yang
mengandung unsure asing dan Traktat, yaitu kaidah hukum yang dibuat menurut perjanjian
antar Negara baik secara bilateral maupun multirateral sertaKeputusan hakim nasional atau
komisi Internasional tentang pajak – pajak international. Velkenbond memberikan pengertian
bahwa pajak berganda international terjadi apabila pengenaan pajak dari dua negera atau lebih
saling menindih sedemikian rupa, sehingga orang-orang yang dikenekan pajak di Negara-negara
yang lebih dari satu memikul beban pajak yang lebih besar dari pada jika mereka dikenakan
pajak di satu Negara saja. Beban tambahan yang terjadi tidak semata-mata disebabkan karena
perbedaan tariff dari Negara-negara yang bersangkutan,melainkan karena dua Negara atau
lebih secara bersamaan memungut pajak atas objek dan subjek yang sama. Ada dua cara untuk
menghindarkan pajak berganda international, yaitu dengan cara sebagai berikut antara lain :
Cara Unilateral dan Cara Bilateral atau Multirateral

Daftar pertanyaan
1. Apa yang dimaksud dengan Pajak Internasional ?
2. Mengapa bisa terjadi Pajak Ganda Internasional ?
3. Apa yang harus dilakukan suatu negara agar tidak terjadi Pajak Internasional ? Tulis jawaban
saudara disertai keterangan untuk masing-masing cara.
4. Sebutkan sumber –sumber Hukum Pajak Internasional !

73
BAB VII
PERADILAN PERPAJAKAN

A. Pendahuluan.
Makin meningkatnya jumlah wajib pajak dimana pemahaman hak dan
kewajibannya dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan, tidak dapat
dihindarkan timbulnya sengketa pajak. Pada sengketa tersebut diperlukan penyelesaian
dengan adil dengan proses dan prosedur yang cepat, murah dan sederhana. Pada mulanya
penyelesaian sengketa pajak di selesaikan pada Majelis Penyelesaian Pajak (MPP), badan
ini dianggap kurang bisa maksimal/ tidak sesuai dengan perkembangan, maka dibentuk
suatu badan baru yaitu Badan Penyelesaian Sengketa Pajak ( BPSP ). Tetapi ternyata
badan inipun belum merupakan badan peradilan yang berpuncak pada Makamah Agung,
oleh karenanya perlu dibentuk suatu Peradilan Perpajakan yang sesuai dengan sistem
kekuasaaan kehakiman Indonesia yang nantinya mempu menciptakan keadilan dan
kepastian hukum dalam menyelesaikan Sengketa Pajak. Penyelesaian sengketa pajak
ditangani diselesaikan oleh Peradilan Pajak pada tingkat banding.
B. Pengertian-pengertian di bidang Peradilan perpajakan.
Pajak adalah semua jenis Pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat, termasuk
Bea Masuk & Cukai, dan pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah, berdasarkan
pereturan perundang-undangan yang berlaku.
Keputusan adalah : Suatu penetapan tertulis di bidang perpajakan yang dikeluarkan oleh
pejabat yang berwewenang berdasarkan peraturan perundang undangan perpajakan dan
dalam rangka pelaksanaan undang-undang Penagihan Pajak dangan Surat Paksa.
Sengketa Pajak adalah; sengkata yang timbul dalam bidang perpajakan antara wapa atau
penanggung pajak dengan pejabat yang berwenang, sebagai akibat dikeluarkannya
keputusan yang dapat diajukan Banding atau gugatan kepada Pengadilan Pajak

74
berdasarkan peraturan perundang-undang perpajakan, termasuk Gugatan atas pelaksanaan
penagihan berdasarkan undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
Gugatan adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh wapa atau penanggung pajak
terhadap pelaksanaan penagihan pajak atau terhadap keputusan yang dapat diajukan
Gugatan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
Surat Uraian Banding adalah : surat terbanding kepada Pengadilan Pajak yang berisi
jawaban atas alasan banding yang diajukan oleh pemohon banding.
Surat Tanggapan adalah : surat dari tetguguat kepada Pengadilan Pajak yang berisi
jawaban atas gugatan yang diajukan oleh pengugat.
Surat Bantahan adalah: surat dari pemohon Bnding atau pengugat kepada Pengadilan
Pajak yang berisi bantahan atas surat uraian Banding atau Surat Tanggapan.
Hakim Tunggal adalah; Hakim yang ditunjuk oleh Ketua untuk memeriksa dan
memutuska Sengketa Pajak dengan acara cepat.
Pengandilan Pajak adalah; badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman
bagi wapa atau penanggung apajak yang mencari keadilan terhadap Sengketa Pajak.
C.Tempat Kedudukan dan Pembinaan
Pengadilan Pajak yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2002 berkedudukan di Ibukota negara. Oleh karenanya siding Peradilan Pajak dilakukan
di tempat kedudukan dimana peradilan itu berada ( Ibukota Negara ), jika dipandang
perlu dapat dilakukan sidang ditempat lain, yang ditetapkan oleh Ketua Pengadilan
Perpajakan. Makamah Agung melakukan pembinaaan teknis peradalian terhadap
Pengadilan Pajak. Departemen Keuangan melakukan pembinaan organisasi, administrasi
dan keuangan terhadap Pengadilan Pajak. Pembinaan tersebut tidak boleh mengurangi
kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutuskan Sengketa Pajak.
D.Susunan Pengadilan Pajak.
Susunan Pengadilan Pajak terdiri dari Pimpinan, Hakim Anggota, Sekertaris dan
Panitera. Pimpinan Pengadilan Pajak terdiri dari seorang ketua, dan paling banyak lima
orang Wakil Ketua. Hakim Pengadilan Pajak diangkat oleh Presiden dari daftar nama
calon yang diusulkan oleh Menteri ( Kehakiman ) setelah mendapat persetujuan Ketua
Makamah Agung dengan masa jabatan 5 ( lima ) tahun dan dapat diperpanjang untuk satu
kali masa jabatan. Ketua, Wakil Ketua diangkat oleh Presiden dari para Hakim yang

75
diusulkan Menteri ( Kehakiman ), setelah mendapat persetujuan Ketua Makamah Agung,
dengan masa jabatan lima tahun yang sesudahnya dapat diperpajangan untuk satu kali
masa jabatan. Ketua ,Wakil Ketua dan Hakim adalah pejabat negara yang melaksanakan
tugas kekuasaan kehakiman di bidang Sengketa Pajak.

a. Syarat - syarat calon Hakim untuk dapat diangkat menjadi Hakim :


1. Warganegara Indonesia.
2. Berumur paling rendah 45 tahun dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
3. Setia kepada Pancasilan dan Undang-Undang Dasar 1945.
4. Tidak pernah terlibat dalam kegiatan yang menghianati NKRI yang berdasarkan
Panasila dan Undang-Undang Dasar 1945 atau terlibat organisasi terlarang.
5. Mepunyai keahlian dibidang perpajakan dan berijasah Sarjana Hukum atau asrjana
lainnya.
6. Berwibawa, jujur adil dan berkelakuan tidak tercela serta sehat jasmani dan rohanii.
7. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan.
b. Adapun larangan rangkap jabatan terhadap Hakim Peradilan Perpajakan adalah :
1. Pelaksana putusan Pengadilan Pajak.
2. Wali,pengampu atau pejabat yang berkaitan dengan suatu Sengketa Pajak yang
akan atau sedang diperiksa olehnya.
3. Penasehat hukum dan konsultan pajak
4. Akuntan publik dan atau pengusaha.
Di dalam memeriksa dan memutuskan perkara sengketa pajak tertentu yang
memerlukan keahlian khusus, Ketua dapat menunjuk Hakim Ad Hoc sebagai Hakim
anggota, yang syaratnya sama dengan calon Hakim hanya mengenai usia dan keahlian di
bidang perpajakan dan berijasah Sarjana Hukum atau sarjana yang lain tidak termasuk
syaratnya. Selain itu juga ada larangan terhadap Hakim Ad Hoc yang sama dengan
larangan Hakim Peradilan Perpajakan kecuali Pengusaha, ini berarti bahwa untuk Hakim
Ad Hoc pada Peradilan Perpajakan usia dan kehlian tidak merupakan syarat sedangkan
pengusaha juga bukan merupakan larangan jadi jika seorang Hakim Ad Hoc bisa seorang
pengusaha yang bergelar sarjana hukum, atau merangkap sebagai pengusaha. Tata cara
penunjukannya diatur oleh Keputusan Menteri, dalam hal ini Menteri Keuangan RI.

76
Ketua dan Wakil Ketua setelah terpilih menyatakan / mengucapkan sumpah atau
janji dihadapan Ketua Makamah Agung, sedangkan Hakim yang telah terpilih dan
diangkat menyatakan/mengucapkan sumpah dan janji dihadapan Ketua. Pembinaaan dan
pengawasan umum terhadap hakim dilakukan oleh Makamah Agung, sedangkan Ketua
hanya melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan prilaku
Wakil Ketua, Hakim dan Sekertaris / Panitera. Pembinan dan pengawasan tersebut tidak
boleh mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutuskan Sengketa Pajak.
a. Pemberhentian Ketua, Wakil ketua, Hakim dengan Hormat dari Jabatannya karena;
1. Meninggal dunia (dengan sendirinya/secara otomatis diberhentikan dari jabatan)
2. Permintaan sendiri.
3. Sakit jasmani dan rohani yang terus menerus.
4. Telah berumur 65 tahun atau
5. Tidak cakap dalam menjalankan tugas.
Pemberhentian dengan hormat tersebut dapat juga disebabkan karena tenaganya
dibutuhkan oleh negara unuk menjalankan tugas negara lainnya.
Sedangkan pemberhentian Ketua, Wakil Ketua dan Hakim dengan tidak hormat
dikarenakan :1.Dipidana karena bersalah melakukan tindakan pidana kejahatan.
2. Melakukan perbuatan tercela.
3. Terus menerus malalikan kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaan.
4. Melanggar sumph/janji jabatan
5. Melanggar larangan rangkap jabatan/merangkap jabatan.
Pemberhentian dengan hormat dari jabatannya ini dilakukan oleh Presiden atas
usul Menteri ( Menteri Keuangan) setelah mendapat persetujuan dari Makamah Agung.
Begitu juga terhadap pemberhentian dengan tidak hormat. Maksudnya baik itu
pemberhentian dengan hormat maupun yang tidak dengan hormat, diberhentikan oleh
Presiden atas usul Menteri (Menteri Keuangan) setelah mendapat persetujuan Ketua
Makamah Agung.
Usulan pemberhentian dengan hormat maupun tidak dengan hormat, diusulkan
setelah yang bersangkutan diber kesempatan secukupnya untuk membela diri dihadapan
Majelis Kehormatan Hakim. Majelis ini bertugas antara lain : meneliti dan memimta
keterangan Ketua, Wakil Ketua, Hakim yang diusulkan untuk diberhentikan dengan

77
hormat atau tidak terhormat, berdasarkan alasan-alasan tersebut diatas. Mengusulkan
pemberhentian sementara dari jabatan Ketua,Wakil Ketua atau Hakim karena diusulkan
untuk diberhentikan dengan tidak hormat. Terhadap Ketua,Wakil Ketua dan hakim yang
diberhentikan dengan tidak hormat, terlebih dahulu diberhentikan sementara oleh
Presiden atas usul Menteri Keuangan dengan persetujuan Ketua Makamah Agung.
Terhadap Hakim yang diberhentikan dari jabatannya, tidak dengan sendirinya
diberhentikan dari statusnya sebagai pegawai negri.
Jika terjadi dikeluarkan surat perintah penangkapan yang diikuti dengan
penahanan, terhadap Ketua, Wakil Ketua maupun Hakim maka kepadanya akan
diberhentikan sementara terlebih dahulu dari jabatannya. Tetapi jika setelah diperiksa
ternyata tidak terbukti melakukan tindakan pidana, maka kepadanya dikembalikan
kepada jabatan semula. Begitu juga jika Ketua, Wakil Ketua dan Hakim di tuntut dimuka
pengadilan dalam perkara pidana tanpa ditahan akan diberhentikan sementara terlebih
dahulu dari jabatan, jika hal tersebut ternyata tidak terbukti berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum, maka kepadanya akan dikembalikan
kepada jabatan semula.
Ketua, Wakil Ketua dan Hakim, dapat ditangkap dan ditahan hanya atas perintah
Jaksa Agung setelah mendapat persetujuan Presiden, kecuali tetangkap tangan melakukan
tindak pidana kejahatan atau disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan yang
diancam dengan pidana mati atau tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara.
Penagkapan maupun penahanan tersebut diatas paling lambat 2 kali 24 jam harus sudah
dilaporkan kepada Ketua Makamah Agung.
Pada peradilan pajak ditetapkan adanya kepaniteraan yang dipimpin oleh seorang
panitera, yang dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh seorang Wakil Panitera dan
beberapa orang Panitera Penganti. Panitera, Wakil Panitera maupun Panitera Penganti
tidak boleh merangkap sebagai, pelaksana putusan Pengadilan Pajak,
wali/pengampu/pejabat yang berkaitan dengan suatu Sengketa Pajak yang akan atau
sedang diperiksa olehnya, penasehat hukum, konsultan pajak, akuntan publik dan atau
pengusaha. Panitera, Wakil Panitera dan Panitera penganti diangkat dan diberhentikan
dari jabatannya oleh Menteri Keuangan dan pembinaan teknis dilakukan oleh Makamah
Agung.

78
B.Tata Cara Pengajuan Banding ( beracaranya ).
Bagi para pihak yang bersengketa masing-masing dapat didampingi atau diwakili
oleh satu atau lebih kuasa hukum dengan Surat Kuasa Khusus, dengan syarat WNI dan
mempunyai pengetahuan yang luas dan keahlian tentang peraturan perundang-undangan
perpajakan, kecuali jika kuasa hukum tersebut keluarga sedarah atau semenda sampai
dengan drajat ke 2, pegawai atau pengampu.
Banding diajukan dengan surat banding dan ditulis dalam bahasa
Indonesia,disertai dengan alasan-alasan yang jelas, serta dicamtumkan tanggal
diterimanya keputusan yang di banding (dalam hal ini keputusan Keberatan yang
menolak seluruh maupun sebagian alasan keberatan).,serta dilampirkan salinan
Keputusan yang di banding ditujukan kepada Pengadilan Pajak, dalam jangka waktu 3
bulan sejak diterimanya Keputusan yang dibanding. Jangka waktu tersebut tidak
mengikat jika jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena di luar kekuasaan
pemohon Banding. Satu Keputusan hanya dapat diajukan satu Surat Banding. Banding
dapat juga diajukan terhadap besarnya pajak yang terhutang. Banding hanya dapat
diajukan jika jumlah pajak yang terhutang telah dibayar sebesar 50% dari pajak yang
terhutang. Banding dapat diajukan oleh wapa, ahliwarisnya maupun seorang pengurua
atau kuasa hukum.
Jika dalam proses banding pemohon meninggal dunia, maka banding dapat
dilanjutkan olehh ahli warisnya.kuasa hukum dari ahli warisnya, atau pengampunya
dalam hal pemohon banding pailit. Begitu juga jika dalam proses banding, pemohon
banding melakukan penggabungan, peleburan, pemecahan/pemekaran usaha atau
likudiasi, maka permohonan tersebut dapat dilanjutkan oleh pihak yang menerima
pertanggung jawaban, karena penggabunga, peleburan, pemecahan/pemekeran usaha.
Perlengkapan/syarat surat banding dapat disusulkan atau dilengkapi, sepanjang
masih dalam jangka waktu (belum lebih dari 3 bulan). Terhadap Banding dapat diajukan
surat pernyataan pencabutan kepada Pengadilan Pajak. Banding yang dicabut akan
dihapus dari daftar sengketa dengan Penetapan Ketua dalam hal jika pencabutan tersebut
diajukan sebelum sidang dilaksakan. Lain halnya jika surat pencabutan diajukan dalam

79
sidang atas persetujuan terbanding maka yang memberikan keputusan adalah Majelis/
Hakim Tunggal. Terhadap banding yang telah dicabut ini baik yang melalui penetapan
maupun keputusan tidak dapat diajukan kembali.
Terhadap gugatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada
Pengadilan Pajak. Gugatan terhadap pelaksanaan penagihan pajak diajukan dalam jangka
waktu 14 hari sejak tanggal pelaksanaan penagihan, sedangkan pengajuan gugatan
terhadap keputusan jangka waktu 30 hari sejak diterimanya Keputusan yangdi
gugat.Jangka waktu tersebut tidak mengikat jika waktu yang telah ditentukan tdak dapat
dipenuhi dikarenakan keadaan diluar kekuatan pengugat, dan perpanjangan waktu
tersebut adalah 14 hari terhitung sejak berakhirnya keadaan di luar kekuasaan penggugat.
Satu surat gugatan hanya diajukan untuk satu pelaksanaan penagihan atau Keputusan.
Gugatan dapat diajukan oleh pengugat, ahli waris, seorang pengurus atau kuasa
hukum,dengan disertai alasan-alasan yang jelas serta dicantumkan tanggal diterimanya
pelaksanaan penagihan atau keputusan yang di gugat dan dilampiri salinan dokumen
yang digugat. Jika selama proses Gugatan pengugatan meninggal dunia maka gugatan
dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya, kuasa hukum dari ahli warisnya atau pengampunya
dalam hal pengugat pailit. Begitu juga dalam proses Gugatan,dimana pengugatan
melakukan pengabungan, peleburan, pemekaran/pemecaha usaha atau likuidasi maka
gugatan dapat dilanjutan oleh pihak yang menerima pertanggun jawaban atas perbuatan
tersebut.
Terhadap gugatan dapat diajukan surat pernyataan pencabutan kepada Pengadilan
Pajak. Maka gugatan yang dicabut tersebut akan dihapus dari daftar sengketa.Jika
pengajuan tersebut diajukan sebelum sidang maka ditetapkan dengan penetapan Ketua,
tetapi jika diajukan setelah sidang ( melalui pemeriksaan ) atas persetujuan tergugat maka
putusan akan diputus oleh Majelis/ Hakim Tunggal. Gugatan yang dicabut tidak dapat
diajukan kembali. Gugatan tidak menunda penagihan pajak dan juga tidak menunda
kewajiban perpajakan maksudnya jika dalam proses gugatan ternyata sudah jatuh tempo
makakepada wajib pajak tetap melaksanakan kewajibanya untuk membayar pajak.
Pengugat sebagai wapa juga mempunyai hak untuk mengajukan permohonan
untuk penundaan terhadap penagihan pajak selama pemeriksaan sengketa pajak sedang
berjalan sampai ada putusan Pengadilan Pajak. Permohonan ini hanya dapat dikabulkan

80
jika terdapat keadaan yang sangat mendesak yang mengakibatkan kepentingan pengugat
sangat dirugikan , jika pelaksanaan penagihan pajak yang digugat itu dilaksanakan.

Rangkuman
Sengketa pajak terjadi antara wajib pajak dengan fuskus sebagai pemungut pajak.
Sengketa ini muncul karena wajib iajak mengajukan keberatan atas jumlah pajak yang
ditetapkan fuskus maupun banding karena wajib pajak yang mengajukan keberatan tidak
menerima keputusan yang diterbitkan dari keberatan. Peradilan perpajakan yang
menangani banding, peradilan perpajakan ini mengantikan Badan Penyelesaian Sengketa
Pajak (BPSP), BPSP ini mengantikan Majelis Penyelesaian Pajak (MPP). Pengadilan
Pajak yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 berkedudukan
di Ibukota negara. Susunan Pengadilan Pajak terdiri dari Pimpinan, Hakim Anggota,
Sekertaris dan Panitera. Pimpinan Pengadilan Pajak terdiri dari seorang ketua, dan paling
banyak lima orang Wakil Ketua. Hakim Pengadilan Pajak diangkat oleh Presiden dari
daftar nama calon yang diusulkan oleh Menteri ( Kehakiman ) setelah mendapat
persetujuan Ketua Makamah Agung dengan masa jabatan 5 ( lima ) tahun dan dapat
diperpanjang untuk satu kali masa jabatan. Ketua ,Wakil Ketua dan Hakim adalah pejabat
negara yang melaksanakan tugas kekuasaan kehakiman di bidang Sengketa Pajak.
Syarat - syarat calon Hakim untuk dapat diangkat menjadi Hakim.

Daftar pertanyaan
1. Apa alasan pemerintah membentuk badan Peradilan Perpajakan. Tulis jawabab saudara
dengan jelas dan singkat.
2. Apa yang dimaksud dengan sengketa pajak dan keputusan dalam peradilan perpajakan
serta gugatan dalam peradilan perpajakan. Jelaskan satu persatu (masing2) secara
tertuulis .
3. Siapa dan dari mana yang dapat diangkat sebagai ketua,wakil maupun anggota hakim
pada Peradilan Perpajakan seta berapa tahun masa jabatannya?
4. Sebutkan syarat2 dan larangan untuk menjadi hakim ketua, wakil ketua serta anggota2
hakim pada peradilan perpajakan.

81
BAB VIII
BEA MATERAI

A. Pendahuluan.
Bea materai adalah biaya pengesahan / pemungutan secara hukum atas suatu
dokumen berharga dan penting oleh negara. Oleh karenanya setiap warga negara
Indonesia diwajibkan memenuhi kewajiban pembayaran atas pengenaan Bea Materai
terhadap dokumen – dokumen tertentu yang digunakan.
Pengaturan Bea Materai / pengenaan Bea Materai yang diatur dalam Aturan Bea
Materai (ABM) 1921, sebagaimana telah dirubah beberapa kali , terakhir dengan
Undang-Undang No.2 Prp Tahun 1965 yang ditetapkan menjadi Undang-Undang No. 7
tahun 1969 berdasarkan luas kertas dan materai sebanding, sehingga membingungkan
masyarakat. Disamping itu tidak lagi sesuai dengan keperluan dan perkembangan
keadaan Indonesia, sehingga perlu disederhanakan untuk itu maka pemerintah
mengeluarkan / memberlakukan Undang – Undang Nomor 13 tahun 1985, dengan
pengenaan materai tetap shingga diharapkan mudah dimengerti dan dipahami oleh
masyarakat.
B. Triminologi Bea Materai.
Di dalam memahami hal – hal yang berkaitan dengan pajak atas Bea Materai
perlu diketahui pengertian dasar tentang hal –hal yang berkaitan dengan Bea Materai,
untuk itu maka perlu dipahami beberapa triminologi pajak dalam Bea Materai :
1. Dokumen : kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti dan maksud tetang
perbuatan, keadaan / kenyataan dan peristiwa, bagi seseorang dan / atau pihak – pihak
yang berkempetingan.
2. Benda Materai : materai temple dan kertas materai yang dikeluarkan oleh Pemerintah
Republik Indonesia.
3. Tanda tangan : tanda tangan sebaga mana lazimnya dipergunakan, termasukparaf,
teraan atau cap tanda tangan atau cap paraf, teraan cap nama atau lainnya sebagai
penganti tanda tangan.

82
4. Pemateraian kemudian : suatu cara pelunasan Bea Materai, yang dilakukan oleh
pejabat Pos atas permintaan pemegang dokumen yang Bea Materainya belum dilunasi
sebagaimana mestinya.

C. Dasar Hukum Bea Materai.


1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1995 tentang Peubahan Tarif Bea Materai.
3. Keputusan Menter Keuangan Nomor 128 / KMK.04 / 1995 tentang Pelaksanaan
Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1995.
4. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 149/ KMK.04 / 1995 tentang bentuk, ukuran
dan warna kertas meterai.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Materai
dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal yang Dikenakan Bea Materai.
Dasar hukum tersebut diatas mengantikan ABM 1921 dan sejak saat itu ABM
1921 dan peraturan – peraturan yang merubah / yang menyempurnakan, juga peraturan
– peraturan pelaksanaannya dinyatakan tidak berlaku lagi.
D. Alasan / Tujuan Di Undangkannya Undang – Undang Nomor 13 Tahun 1985.
1. ABM 1921 adalah peninggalan zaman kolonial, sehingga tidak sesuai lagi dengan
kondisi jaman.
2. ABM 1921 peraturannya sangat berbelit – belit sehingga sulit dilaksanakan oleh
masyarakat umum.
3. ABM 1921 terdapat empat macam pemateraian yaitu Bea Materai umum, Bea
Materai tetap, Bea Materai sebanding sehingga perlu penyederhanaan dalam
pemeteraian.
E. Subjek , Objek dan Tarif Bea Materai.
Orang pribadi atau badan yang menerima, mendapat manfaat atau yang membuat
dokumen mempunyai kewajiban untuk membeyar materai. Sedangkan Objek Bea
Materai adalah : Dokumen yang dikenakan Bea Materai menurut Undang-Undang
No.13 tahun 1985. Dokumen yang dikenakan Bea Materai adalah dokumen yang
berbentuk :

83
1. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan
sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan kenyataan atau keadaan yang bersifat
perdata ( surat kuasa, surat hibah, surat penyataan ).
2. Akta – akta Notaris termasuk salinannya
3. Akta – akta yang dibuat oleh Pejabat – pejabat Pembuat Akta Tanah ( PPAT )
termasuk rangkap – rangkapnya.
4. Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian dimuka pengadilan yaitu :
a. Surat – surat biasa dan surat – surat kerumah tanggaan.
b. Surat – surat yang semula tidak dikenakan Bea Materai berdasarkan tujuannya.
Jika digunakan untuk tujuan lainatau digunakan oleh orang lain selain dari
maksud semula, dokumen tersebut akan dikenakan Bea Materai sebesar 6000
rupiah.
5. Surat – surat yang memuat jumlah uang yaitu :
a. Yang menyebutkan penerimaan uang.
b. Yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di
Bank.
c. Yang berisi pemberitahuan saldo rekening di Bank.
d. Yang berisi pengakuan bahwa utang uang, seluruhnya atau sebagian telah
dilunasi atau diperhitungkan.
6. Surat berharga seperti Wesel, Promes dan Aksep,
Dokumen sebagai mana yang dimaksud diatas ( 5 & 6 ), tidak dikenakan Bea
Materai yang mempunyai harga nominal sampai dengan Rp. 250.000,-. Akan dikenakan
Bea Materai dengan tarif sebesar Rp. 3.000,- ( tiga ribu rupiah )dengan harga nominal
lebih dari RP. 250.000,- sampai dengan Rp. 1.000.000,-(satu juta), jika harga nominal lebih
dari Rp. 1.000.000,- akan dikenakan Bea Materai sebesar RP. 6.000,-. Terhadap Cek dan
Bilyet Giro akan dikenakan tarif Bea Materai sebesar Rp. 3.000,-, tanpa batas pengenaan
besarnya harga nominal.Begitu juga terhadap Efek dengan nama dan bentuk apapun baik
yang tercantum dalam penat kolektif yang mempunyai harga nominal sampai dengan satu
juta ( Rp.1.000.000,- ), dikenakan bea materai dengan tariff Rp. 3.000,-, sedangkan yang
mempunyai harga nominal lebih dari satu juta rupiah ( Rp. 1.000.000,-) dikenakan tarif Bea
Materai sebesar Rp. 6.000,- ( enam ribu rupiah ).

84
C. Objek Bea Materai yang di kecualikan.
Tidak semua dokumen dikenakan tarif Bea Materai ini berarti adanya objek Bea
Materai yang berupa dokumen yang dikecualikan ( objek yang dikecualikan ) antara lain :
1.Dokumen berupa surat penyimpan barang kongnosemen surat angkutan penumpang dan
barang, bukti untuk pengiriman dan penerimaan barang, keterangan pemindahan yang
ditulis diatas dokumen mengenai surat penyimpanan barang, kongnosemen angkutan
penumpang dan barang, surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggung jawab
pengirim.
2. Segala bentuk ijasah.
3. Tanda terima gajih, uang tunggu, pension, uang tunjangan dan pembayaran lain yang
ada kaitannya dengan hubungan kerja serta surat-surat yang diserahkan untuk
mendapatkan pembayaran itu.
4.Tanda bukti penerimaan uang negara dari kas Negara, kas Pemda dan Bank.
5. Kuitansi untuk semua jenis dan untuk penerimaan lainnya yang dapat disamakan
dengan itu dari kas Negara, kas Pemda dan Bank.
6.Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan interen organisasi.
7.Surat Gadai yang diberikan oleh Perusahan Jawatan Pengandaian.
8.Dokumen yang menyebutkan tabungan, pembayaran uang tabungan kepada penabung
oleh Bank,Koprasi dan badan-badan lainnya yang bergerak dibidang tersebut.
8.Tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek dengan nama dan dalam bentuk
apapun.
B. Saat Terhutangnya Bea Materai.
Mengenai saat terhutangnya bea matera tergantung dari pembuatan dokumen dan
subjek pajak yang memperoleh manfaat dan keadaan objek pajak terhadap :
1. Dokumen yang dibuat oleh satu pihak saat terhutangnya Bea Materai pada saat
dokumen diserahkan kepada pihak unuk siapa dokumen itu dibuat ( Cek, kuitansi ),
bukan pada saat ditandatangani.
2. Dokumen yang dibuat oleh lebih dari satu paihak saat terhutangnya Bea Materai pada
saat dokumen itu selesai dibuat, yang ditetapkan dengan tanda tangan dari pihak-
pihak yang bersangkutan, pada saat ditanda tanganinya surat perjanjian tersebut
(Surat perjanjian jual-beli).

85
3. Dokumen yang dibuat diluar negri terhutangnya Bea Materai pada saat digunakan di
Indonesia.

D. Cara Pengunaan dan Pelunasannya.


Tata cara pengunaan dan pelunasan Bea Materai dapat dilakukan dengan cara :
mengunakan bend materai ( baik materai kertas maupun temple ) tetapi dapat juga
dengan cara lain yang ditetapkan oleh Mentri Keuangan :
a. Pelunasan dan pengunaan dengan benda materai dengan cara : melekatkan materai
seluruhnya dengan betul dan tidak rusak diatas dokumen yang dilaksanakan ea
Materai dan materai temple tersebut direkatkan ditempat dimana tandatangan akan
dibubuhkan. Pembubhan tanda tangan disertai dengan pencantuman tanggal, bulan
dan tahun, yang dilakukan dengan tinta dan sebagian tanda tangan diatas materai
sebagian lagi diatas kertas. Jika isi dokumen tersebut panjang untuk dimuat
seluruhnya diatas kertas materai yang digunakan, maka untuk bagian isi yang masih
tertinggal dapat digunakan kertas lain yang tdak bermeterai, kertas materai yang
digunakan tidak dapat digunakan lagi. Terhadap dokumen yang Ba Materainya tdak
dilunasi atau kurang maka akan dikenakan denda administrasi sebesar 200% dari Bea
Materai yang tidak atau kurang bayar. Pelunasannya dengan mengunakan/ cara
pemateraian kemudian ( materai terhutang+denda).
b. Pelunasan dengan cara lain yang ditetapkan dengan/oleh Menteri Keuangan yaitu
dengan cara : Cara umum yang digunakan dengan mengunakan mesin teraan materai
dan pelunasannya dengan cap lunas.
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh wajib pajak Bea Materai yang/dalam
mengunakan mesin teraan antara lain :
1. Mendapat ijin dari Dirjen Pajak maupun Kentor Pelayanan Pajak setempat.
2. Jumlah dokumen yang dibuat per hari minimal 50 buah.
3. Melakukan pembayaran dimuka minimal 5 juta rupiah.
4. Membeli / mempunyai mesin teraan sendiri. Setelah bea Matera dibayar mesin
disegel oleh Fiskus sampai jumlah depositnya.
Sedangkan syarat harus dipenuhi oleh wajib pajak dalam pelunasan materai dengan
cap lunas yaitu :

86
1. Mendapat ijin dari Dirjen Pajak
2. Tempat pencetakan dlakukan di preruri
3. Bea Materai terhutang dibayar terlebih dahulu dengan nominal sebesar jumlah
akan dicetak.
E.Larangan – Larangan terhadap Pejabat Pemerintah.
Hakim , Panitera, Juru Sita dan Pejabat umumlainya, pejabat-pejabat tersebut diatas
didalam menjalankan tugas atau jabatannya tidak dibenarkan untuk :
1. Menerima, mempertimbangkan atau menyimpan dokumen yang matetainya tdak atau
kurang bayar.
2. Melalaikan dokumen yang bea materainya tidak atau kurang dibayar sesuai dengan
tarifnya pada dokumen lain yang berkaitan
3. Membuat salinan tebusan rangkap atau petikan dari dokumen yang bea materainya
tidak atau kurang bayar.
4. Memberikan keterangan atau catatan pada dokumen yan tidak atau kurang dibayar
sesuai dengan tariff Bea Materai.
Jika orang-orang tersebut diatas melakukan pelangaraan terhadap ketentuan
tersebut diatas maka kepadanya akan dikenakan sanksi administratif sesuai dengan
peraturan perundang-undagan yang berlaku.
F.Sanksi Administratif dan Pidana.
Didalam perpajakan ada dua macam sanksi ( khusus Bea Matera ) berupa denda
200% jika dokumen tidak bermaterai atau kurang bayar dan yang kedua sanksi pidana dan
sanksi pidana ini dikenakan tergantung putusan Hakim sesuai dengan KUHP jadi sanksi
pidananya disesuaikan dengan KUHP
Rangkuman
Bea materai adalah biaya pengesahan / pemungutan secara hukum atas suatu dokumen
berharga dan penting oleh negara. Dokumen : kertas yang berisikan tulisan yang mengandung
arti dan maksud tetang perbuatan, keadaan / kenyataan dan peristiwa, bagi seseorang dan / atau
pihak – pihak yang berkempetingan. Benda Materai : materai temple dan kertas materai yang
dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia. Dokumen yang dikenakan Bea Materai adalah
dokumen yang berbentuk : Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan
untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan kenyataan atau keadaan yang

87
bersifat perdata ( surat kuasa, surat hibah, surat penyataan ). Akta – akta Notaris termasuk
salinannya Akta – akta yang dibuat oleh Pejabat – pejabat Pembuat Akta Tanah ( PPAT )
termasuk rangkap – rangkapnya. Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian
dimuka pengadilan yaitu : Surat – surat biasa dan surat – surat kerumah tanggaan. Surat – surat
yang semula tidak dikenakan Bea Materai berdasarkan tujuannya. Serta surat – surat yang
memuat jumlah uang yaitu : Yang menyebutkan penerimaan uang. Yang menyatakan
pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di Bank. Yang berisi pemberitahuan
saldo rekening di Bank. Yang berisi pengakuan bahwa utang uang, seluruhnya atau sebagian
telah dilunasi atau diperhitungkan. Serta Surat berharga seperti Wesel, Promes dan Aksep,
Mengenai saat terhutangnya bea matera tergantung dari pembuatan dokumen dan subjek
pajak yang memperoleh manfaat dan keadaan objek pajak terhadap : Dokumen yang dibuat oleh
satu pihak saat terhutangnya Bea Materai pada saat dokumen diserahkan kepada pihak unuk
siapa dokumen itu dibuat ( Cek, kuitansi ), bukan pada saat ditandatangani. Kemudian dokumen
yang dibuat oleh lebih dari satu paihak saat terhutangnya Bea Materai pada saat dokumen itu
selesai dibuat, yang ditetapkan dengan tanda tangan dari pihak-pihak yang bersangkutan, pada
saat ditanda tanganinya surat perjanjian tersebut (Surat perjanjian jual-beli). Serta dokumen yang
dibuat diluar negri terhutangnya Bea Materai pada saat digunakan di Indonesia.
Daftar Pertanyan.
1. Apa alasan pemerintah mengundangkan Undang – Undang tentang bea Materai? Tulis
jawabab saudara dengan singkat dan jelas.
2. Di dalam hal apa dilakukan pemateraian kemudian ?
3. Sebutkan dokumen yang dikecualikan dari Bea Materai ?
4. Kapan Saat terhutangnya Bea materai ?
5. Sebutkan Subjek dan Objek Bea Materai
6. Mengapa sanksi Pidana dalam Bea materai disesuaikan dengan KUHP? Tulis jawaban
saudara dengan singkat dan jekas.

88
BAB IX
PAJAK PENGHASILAN ( PPH )

A. Pendahuluan.
Berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 ( Pasal 23 ayat 2 ) sistem
dan peraturan perundang-perundangan perjakan merupakan landasan pelaksanaan
pemungutan pajak Negara, termasuk Pajak Penghasilan harus ditetapkan denan undang-
undang.
Pajak Penghasilan merupakan salah satu sumber penerimaan Negara yang berasal
dari pendapatan rakyat. Pemugutan telah diatur dengan undang-undang sehingga dapat
memberikan kepastian hukum sesuai dengan kehidupan dan negara yang berdasarkan
hukum. Didalam sistem peraturan perundang-undangan yang lama pengenaan paja atas
penghasilan diatur dalam berbagai undang-undang, sehingga membingungkan
masyarakat wajib pajak untuk membeyar, memahami dan mematuh disamping juga
menimbulkan pajak ganda.
Peraturan perundang-undangan itu antara lain adalah :
1. Ordonans Pajak Perseroan 1925 pengenaan pajak atas badan-badan.
2. Inkomsten Belasting 1932 (Pajak Pendapatan) dirubah menjadi Ordonansi Pajak
Pendapatan 1944 (pengenaan pajak atas penghasilan dari orang pribadi dan
pemotongan pajak oleh pemberi kerja atas penghasilan dari pegawai dar pemberi
kerja tersebut).
3. Undang-Undang Pajak Atas Bunga,Deviden & Loyalty tahun 1970.
4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1967 mengenai MPO, MPS Masa dan MPS akhir
5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 dan Undang-Undang No.6 Tahun 1968
tentang PMA dan PMDN.
Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagai mana telah diruba berulang kali dan terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang No.7
Tahun 1983 tentang Penghasilan. Maka peraturan tersebut diatas dinyatakan tidak
berlaku lagi.

89
B. Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan diundangkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
sebagaimana yang telah dirubah beberapa kali dan terakhir dengan Undang-Undang No.
36 Tahun 2008 tentang Perubahan ke Empat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan. adalah :
1. Untuk menghdari / mengilangkan pajak ganda.
2. Adanya penyederhanaan struktur pajak ( jenis-jenis, tariff pajak dan cara pemenuhan
kewajiban pajak ) sehingga mudah dipahami dipatuh dan di pelajari oleh masyarakat
wapa.
C. Subjek dan Objek Pajak.
Dari segi ekonomi, pada umumnya penghasilan timbul karena adanya tindakan
ekonomi, tetapi dari segi undang-undang pajak, penghasilan memiliki arti yang luas
(lebih luas). Penghasilan dapat terjadi sebaga akibat diluar tindakan tindakan ekonomi
atau diluar sutau peristiwa yang dikaitan dengan atau dilakukan oleh suatu subjek yang
sering menjad pelaku ekonomi.
Yang disebut sebagai subjek pajak dalam hal ini segala sesuatu yang mempunya
potensi untuk memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk dikenakan Pajak
Penghasilan :
1. Penggolongan Subjek pajak;
a. Subjek pajak dalam negeri yang termasuk dalam subjek pajak ini :
- Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia / berada di Indonesia lebih
dari 183 hari ( 6 bulan ) dalam jangka waktu 12 bulan atau dalam satu tahun
pajak dan berminat bertempt tinggal di Indonesia.
- Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
- Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantika yang berhak.
b. Subjek pajak luar negreri yang termasuk dalam subjek pajak ini :
- Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia tetapi memperoleh
penghasilan atau menerima penghasilan dari Indonesia (tidak lebih dari 183
hari dalam jangka waktu 1 tahun).

90
-. - Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT) di
Indonesia atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan
dari menjalankan usaha / melakukan kegiatan usaha / melakukan kegiatan melalui BUT.
Jadi subjek pajak Luar Negeri hanya dikenakan pajak Penghasilan atas
Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia baik melalui BUT maupun tanpa
melalui BUT di Indonesia.
BUT merupakan bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak
bertempat tinggal di Indonesia atau badan yang tidak berkedudukan dan didirikan di
Indonesia, tetapi menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia antara lain
berupa :
-. Tempat kedudukan management
- Cabang perusahaan dan kantor perwakilan
- Pertambangan dan penggalian sumber alam
- Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas.
- Agen atau pegawai perusahaan asuransi yang tidak didirikan atau tidak bertempat
kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung resiko di
Indonesia.
- Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang lain sepanjang dilakukan
lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 1 tahun (12 bulan).
2, Mulai dan berakhirnya kewajiban Pajak Subjektif.
a. Subjek Pajak dalam negeri orang pribadi
- Dimulai sejak orang pribadi dilahirkan di Indonesia atau berada di Indonesia lebih 183
hari dalam jangka waktu 12 bulan atau berniat tinggal di Indinesia.
- Berakhir pada saat meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia.
b. Warisan yang belum terbagi
- Dimulai pada saat timbulnya warisan belum terbagi (meninggalnya sipewaris).
- Berakhir pada saat warisan itu dibagikan kepada ahli waris.
c. Badan
- Dimulai pada saat badan tersebut didirikan atau bertempat tinggal di Indonesia.

91
-Berakhir pada saat badan tersebut dibubarkan atau tidak lagi berkedudukan di
Indonesia.
d. Subjek Pajak Luar Negeri.
- Dimulai pada saat orang pribadi atau badan di luar negri menjalankan usahanya atau
melakukan kegiatan atau memperoleh penghasilan dari Indonesia dan
- Berakhir pada saat tidak lagi menjalankan usaha atau melakunkan kegiatan atau
menerima / memperoleh penghasilan dari Indonesia.
e. Bentuk usaha Tetap ( B U T )
- Dimulai pada saat BUT tersebut mulai berada di Indonesia.
- Berakhir pada saat BUT tersebut tidak lagi berada di Indonesia.
Terhadap subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri ada
perbedaannya (tidak sama), kalau wapa dalam negeri dikenakan pajak atas penghasilan
baik yang diterma maupun yang diperoleh dari Indonesia maupun dari luar Indonesia,
sedangkan wapa luar negeri hanya dikenakan pajak atas penghasilan yang berasal dari
sumber penghasilan di Indonesia. Wapa dalam negeri dikenakan pajak berdasarkan
penghasilan netto dengan tariff umum. Sedangkan wapa luar negeri dikenakan pajak
berdasarkan penghasilan brutto, kecuali jika ia melakukan usaha melalui BUTdi
Indonesia, dimana BUT dikenakan pajak atas penghasilan yang diperoleh di Indonesia,
yang perlakuan pajaknya sama seperti wapa dalam negri. Wapa dalam negri
menyampaikan SPPT sebagai sarana untuk menetapkan pajak yang terhutang dalam satu
tahunpajak. Sedangkan wapa luar negeri ( selain BUT ) tidak wajib menyampaikan
SPPT karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan pajak yang bersifat
final.
3. Subjek pajak yang dikecualikan.
Tidak semua subjek pajak dikenakan pajak penghasilan jika tidak dipenuhinya
syarat-syarat objektif maupun subjektif, yang tidak termasuk subjek pajak penghasilan
adalah :
Badan Perwakilan Negara asing termasuk pejabat-pejabat perwakilan diplomatik
konsulat serta stafnya sepanjang bukan WNI dan di Indonesia tidak memperoleh
penghasilan lain di luar jabatannya di Indonesia serta ada hubungan timbal balik. Juga
Organisasi International serta tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain

92
untuk memperoleh penghasilan di Indonesia. Serta termasuk pejabat organisasi
International dan sifatnya sepanjang bukan WNIdan di Indonesia tidak menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan atau pekerjaan lain lain untuk memperoleh penghasilan
di Indonesia.
D. Objek Pajak Penghasilan.
Objek pajak penghasilan adalah Penghasilan, yang dimaksud dengan penghasilan
adalah : Setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wapa, baik
yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat diapakai untuk
konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak dengan nama dan dalam bentuk apapun
termasuk :
a. Pengantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa, kecuali ditentukan
oleh Undang-Undang seperti, gajih, upah, honorarium, premi, asuransi yang dibayar
oleh pemberi kerjan , penghasilan dari praktek dokter, notaries, angkutan, pengacara.
b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan ( hadiah, undian
tabungn, hadiah pertandingan oleh raga dsb )
c. Laba usaha dan keuntungan penjualan atau pengalihan harta.
d. Penerimaan kembali pajak yang semula telah dibebankan sebgai biaya pada saat
menghitung PKP.
e. Bunga termasp premium, diskonto, dan jaminan karena pengembalian uang.
f. Deviden dengan nama dan dalam bentuk apapun.
g. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.
h. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
i. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan
pajak.
Oleh karenanya objek pajak dapat dikelompokkan ( jenis-jenis penghasilan dapat
dikelompokan menjadi :
1. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti, gajih,
honorarium dsb.
2. Penghasilan dari usaha kegiatan.
3. Penghasilan dari modal yang berupa harta gerak atau pembagian harta tidak gerak
( bunga, deviden, loyaliti dsb ).

93
4. Penghasilan lain-lain ( hadiah, pembebasan hutang dsb ).
Pada pajak penghasilan dikenal objek yang dikecualikan / pengecuali objek Pajak
Penghasil atau tidak termasuk objek pajak pengasilan :
1. Warisan.
2. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau
penyertaan modal.
3. Peggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa dalam bentuk
natura.
4. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada oran pribadi sehubungan dengan
asuransi kesehatan, jiwa kecelakaan, dwiguna, beasiswa.
E. Pengurangan Penghasilan Bruto.
Didalam menentukan PKP ( Penghasilan Kena Pajak ), yang menjadi dasar
penghitungan PPH terhutang adalah Penghasilan Bruto dikurangi dengan biaya-biaya
sebagaimana yang ditentukan dalam Undang-Undang Perpajakan. Yaitu
1. Biaya untuk mendaatkan, menagih dan memelihara penghasilan yaitu biaya-biaya
yang langsung berhubungan dengan kegiatan usaha yang penghasilannya merupakan
objek pajak.
2. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasii atas
pengeluaran unuk memperolah hak dan atas biaya lain yang memeiliki masa manfaat
lebih dari 1 tahun.
3. Iuran kepada dana pension yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan
( sehubungan dengan wapa orang pribadi )
4. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki untuk mendapatkan,
menagih memelihara
5. Kerugian dari selisih kurs mata uang asing
6. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia.
7. Biaya bea siswa, magang dan pelatihan dengan kepentingan perusahaan.
8. Kompensasi kerugian tahun – tahun yang lalu ( max 5 tahun ).
9. Penghasilan Tidak Kena Pajak ( PTKP ), khusus bagi wapa orang pribadi :
a. TK Lajang ( tdk menikah ) Rp. 24.300.000,-
b. TK Lajang dengan 1 tanggungan Rp. 26.325.000,-

94
c. TK lajang dengan 2 tanggungan Rp. 28. 350.000,-
d. TK lajang dengan 3 tanggungan Rp. 30. 375.000,-
e. K, menikah tanpa tanggungan Rp. 26.325.000,-
f. K1, menikah dengan 1 tanggungan Rp. 28.350.000,-
g. K2, menikah dengan 2 tanggungan Rp. 30.375.000,-
h. K3, menikah dengan 3 tanggungan Rp. 32.400.000,-
Bagi mereka yang telah menikah , Pengasilan Tidak Kena Pajak ( PTKP ),
tersebut masih tambah besar lagi, seorang Kepala Keluarga yang menanggung satu istri
dan anak akan mendapat tambahan PTKP masing - masing sebesar Rp. 2.025.000,- per
tahun, untuk tanggungan diperbolehkan dengan jumlah maksimal 3 orang. Sehingga
seorang karyawan / pegawai yang telah menikah dengan tanggungan maksimal 3 orang
anak baik anak kandung maupun angkat yang sepenuhnya ditanggung biaya hidupnya
mendapatkan PTKP sebesar Rp. 32.400.000,-
Anggota yang berhak ditanggung dalam PTKP yaitu nggota keluarga yang tidak
mempunyai penghasilan dan seluruh biaya hidupnya ditanggung oleh kepala keluarga
( wajib pajak ). Anggota keluuarga tersebut adalah berasal dari anggota keluarga sedarah
dan semenda dalam garis keturunan lurus juga termasuk anak angkat. Jadi dengan bahasa
yang mudah tanggungan itu diberikan kepada anak kandung orang tua kandung dan
mertua. Khusus anak angkat yang berhak masuk dalam PTKP dibatasi sampai usia 18
tahun ( belum dewasa ) dan belum memiliki penghasilan. Mengenai anggota keluarga
yang ditanggung oleh Kepala Keluarga, agar dapat masuk ke PTKP, harus dibuktikan
dengan dokumen atau surat pernyataan PTKP , yang dibuat oleh karyawan, dan dapat
diperbaharui jika ada perubahan jumlah tanggungan.
PTKP identik dengan standar biaya hidup. Pda hakekatnya PTKP adalah suatu
besaran yang dijadikan batas oleh pemerintah untuk memajaki penghasilan seseorang.
Setiap orang pribadi yang telah memperoleh / mempunyai penghasilan melewati PTKP
wajib membayar pajak penghasilan ke kas negara. Pertimbangan untuk menetapkan /
menentukan PTKP didasarkan pada perkembangan ekonomi moneter dan harga
kebutuhan pokok setiap tahunnya. Kenaikan PTKP ini diharapkan dapat meringankan
beban hidup rakyat.

95
Menaikan batas PTKP ini berarti akan semakin banyak penghasilan yang dibawa
pulang untuk belanja dan menabung. Tingkat konsumsi masyarakat diharapkan akan
semakin meningkat, dengan bertambahnya tingkat konsumsi ini, pemerintah akan
mendapat setoran pajak dari PPN ( Pajak Pertambahan Nilai ), sebagaimana diketahui
PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi barang maupun jasa di dalam negri.
F. Biaya- biaya yang tidak dapat dikurangkan
Tidak semua biaya dapat dikurangkan pada penghasilan bruto. Adapun biaya –
biaya yang tidak dapat dikurangkan adalah :
1. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti deviden, termasuk
deviden yang di bayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis
2. Biaya yang dibebankan atau dibayarkan / dikeluarkan untuk kepentingan pribadi
pemegang sekutu atau anggota.
3. Pemupukan atau pembantukan dan cadangan.
4. Premi asuransi kesehatan, kecelakaan, atau jiwa dwi guna bea siswa yang dibayarkan
oleh wajib pajak orang pribadi kecuali dibayarkan oleh pemberi kerja dan premi tersebut
dihitung sebagai penghasilan wajib pajak pribadi yang bersangkutan.
5. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa dalam bentuk natura
dan kenikmatan.
6. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepetingan pribadi wajib pajak atau orang
yang menjadi tanggungannya.
7. Gaji yang dibayarkan pada anggota persekutuan firma atau perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham.
8. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda
yang berkenan dengan pelaksanaan perundang – undangan di bidang perpajakan.
G. Tarif pajak dasar pengenaan pajak dan cara menghitung penghasilan kena
pajak
a. Taruf pajak.
Didalam undang – undang Pajak Penghasilan ditentukan tariff pajak yang berbeda
antara orang pribadi dan badan, yang mana pengenaan tarifnya adalah tarif yang bersifat
bertingkat tidak absolute. Hal ini dimaksudkan agar tidak memberatkan wajib pajak. Jadi

96
sesuai dengan azaz keadilan yang dianut dalam perpajakan kita. Adapun tarifvyang
dimaksud adalah : ( pasal 17 ayat 1 Undang – undang nomor 17 tahun 2000 ).

1.Untuk wajib pajak orang pribadi dalam negeri adalah :


Lapisan penghasilan kena pajak Tarif pajak
Sampai dengan Rp. 50.000.000,- 5%
Diatas Rp. 50.000.000,- s/d Rp.250.000.000,- 15%
Di atas Rp.250.000.000,- s/d Rp.500.000.000,- 25%
Di atas Rp.500.000.000,- /lebih dr 500 juta 30%

Wapa badan dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap adala tarif sebesar 28%., sedangkan
wapa badan dalam negeri yang berbentuk Perseroan Terbuka dikenakan tarif paling sedikit
40%.
b.Dasar pengenaan pajak.
Untuk dapat menghitung pajak penghasilan yang terhutang maka harus harus
diketahui terlebih dahulu dasar pajak penggunaannya. Yang menjadi dasar pengenaan
pajak pada wajib pajak dalam negeri dan BUT adalah PKP ( penghasilan kena pajak )
sedangkan bagi wajibpajak luar negeri adalah penghasilan bruto. PKP untuk orang pribadi
( wajib pajak dalam negeri ) penghasilan neto dikurangi PTKP ( penghasilan tidak kena
pajak ) penghasilan neto adalah penghasilan bruto yang dikurangi oleh biaya – biaya
primer ( sebagaimana yang ditentukan dalam undang – undang ). Sedangkan PKP untuk
wajib pajak dihitung sebesar neto. Penghasilan neto adalah penghasilan bruto dikurangi
biaya – biaya yang bersifat primer ( sebagaimana yang ditentukan dalam undang – undang
Contoh menhitung PKP & pajak terhutang ( contoh ).
Soal : A seorang karyawan dengan penghasilan Rp. 5.500.000,-/ bulan. Dia dalam
keadaan kawin dengan 2 orang anak, setiap bulanya ia membayar iuran dana pensiun
sebesar Rp. 500.000,- / bulan. Tabungan hari tua sebeasr Rp. 300.000,-. Jasostek Rp.
400.000,-,. Yang dibayarkan oleh pemberi kerja, beasiswa sebesar Rp. 400.000,-.
Pertanyaan: Berapa PPH terhutangnya ?
Jawab:
Penghasilan per bulan Rp. 5.500.000,-
Jamsostek Rp. 400.000,-

97
Penghasilan Bruto / Bulan Rp. 5.900.000,-

Pengurangan-pengurangan Rp. 5.900.000,-


Iuran Dana Pensiun Rp. 500.000,-
Tabungan hari tua Rp. 300.000,-
Tunjangan Jabatan Rp. 108.000,- Rp. 908.000,-
Penghasilan netto/bulan Rp. 4.992.000,-
Penghasilan Netto di setahunkan ( 1 tahun)
12 x Rp. 4.992.000,- Rp. 55.904.000,-
PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak )
Wajib pajak = Rp. 50.000.000-
Istri Rp. 3.200.000,-
2 anak Rp. 6.400.000,- Rp. 59.600.000,-
Penghasilan kena Pajak Rp. nihil
Tidak ada pajak terhutang Pajak yang terhutang
Rangkumam
Pajak Penghasilan merupakan salah satu sumber penerimaan Negara yang berasal dari
pendapatan rakyat. Pemugutan telah diatur dengan undang-undang sehingga dapat memberikan
kepastian hukum sesuai dengan kehidupan dan negara yang berdasarkan hukum. Maksud dan
tujuan di undangkannya Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan. adalah : 1. Untuk menghdari /
mengilangkan pajak ganda. 2. Adanya penyederhanaan struktur pajak ( jenis-jenis, tarif pajak
dan cara pemenuhan kewajiban pajak ) sehingga mudah dipahami dipatuh dan di pelajari oleh
masyarakat wapa. Dari segi ekonomi, pada umumnya penghasilan timbul karena adanya
tindakan ekonomi, tetapi dari segi undang-undang pajak, penghasilan memiliki arti yang luas
(lebih luas). Penghasilan dapat terjadi sebaga akibat diluar tindakan tindakan ekonomi atau diluar
sutau peristiwa yang dikaitan dengan atau dilakukan oleh suatu subjek yang sering menjad
pelaku ekonomi. Disebut sebagai subjek pajak dalam hal ini segala sesuatu yang mempunya
potensi untuk memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk dikenakan Pajak Penghasilan,
Subjek Pajak ada Subjek Pajak Daalam Negri dan Subjek Luar Negeri dan Badan Usaha Tetap.
Sedangkan objek pajaknya adalah Penghasian Setiap tambahan kemampuan ekonomis yang

98
diterima atau diperoleh wapa, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang
dapat diapakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak dengan nama dan dalam
bentuk apapun. Didalam menentukan PKP ( Penghasilan Kena Pajak ), yang menjadi dasar
penghitungan PPH terhutang adalah Penghasilan Bruto dikurangi dengan biaya-biaya
sebagaimana yang ditentukan dalam Undang-Undang Perpajakan. Didalam undang – undang
Pajak Penghasilan ditentukan tariff pajak yang berbeda antara orang pribadi dan badan, yang
mana pengenaan tarifnya adalah tarif yang bersifat bertingkat tidak absolute. Hal ini
dimaksudkan agar tidak memberatkan wajib pajak. Jadi sesuai dengan azaz keadilan yang dianut
dalam perpajakan kita Untuk dapat menghitung pajak penghasilan yang terhutang maka harus
diketahui terlebih dahulu dasar pajak penggunaannya. Yang menjadi dasar pengenaan pajak pada
wajib pajak dalam negeri dan BUT adalah PKP ( penghasilan kena pajak ) sedangkan bagi
wajibpajak luar negeri adalah penghasilan bruto. PKP untuk orang pribadi ( wajib pajak dalam
negeri ) penghasilan neto dikurangi PTKP ( penghasilan tidak kena pajak ) penghasilan neto
adalah penghasilan bruto yang dikurangi oleh biaya – biaya primer ( sebagaimana yang
ditentukan dalam undang – undang ). Sedangkan PKP untuk wajib pajak dihitung sebesar neto.
Penghasilan neto adalah penghasilan bruto dikurangi biaya – biaya yang bersifat primer
( sebagaimana yang ditentukan dalam undang – undang.
Daftar Pertanyaan.
1. Sebutkan dan jelaskan a. Berdasarkan sifatnya PPH termasuk pajak apa ?
b. Berdasarkan pengololongan PPH termasuk pajal apa ?
c. Berdasarkan sistemnya PPH termasuk sisitem pajak ?
d. Berdasarkan asasnya PPH menganut asas apa ?
e. Berdasarkan stelsel PPH menganut stelsel apa ?
2.Apa alasan pemerintah mengundangkan Undang-Undang tentang Pajak Penghasila? Tulis
jawaban saudara dengan singkat dan jelas.
3. Mengapa terhadap Badan usaha Tetap ( BUT ), di kenakan pajak penghasilan ? tulis jawaban
saudara dengan singkat dan jelas.
4. Tarif apa yang dikenakan terhadap PPH ? Mengapa demikian ? tulis jawabab sudara dengan
singkat dan jelas.
5. Mengapa terhadap PPH ada subjek yang dikecualikan ?
6.Sebutkan biaya-biaya yang bersifat primer dan sekunder.?

99
7.A seorang karyawan perusahan asing yang ada di Indonesia dengan memperoleh penghasilan
Rp. 22.000.000,- / bulannya. Di dalam hal ini ia mempunyai kewajiban membayar tunjangan
hari tua sebesar Rp. 500.000,-/bln, asuransi kecelakaan sebesar Rp. 400.000,-/bln, yang
dibayarkan oleh pemberikerja, selain itu juga membayar BPJS sebedar Rp. 100.000,-/bln,
DPLK sebesar Rp.500.000,-/bln, listrik dan ledeng sebesar Rp. 250.000,-/bln, langanan
Idovision Rp. 200.000,-/bln.
Pertanyaan 1. Hitung PPH terhutang A
2. Hitung PPH terhutang A jika dia dalam keadaan/status kawin
3. Hitung PPH terhutang A Jika dia dalam keadaan kawin dengan satu anak
4. Hitung PPH terhutang A jika dalam keadaan kawin dengan 5 org anak angkat

100
BAB X
PAJAK PERTAMBAHANA NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK
PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ( PPN dan PPnBM )

A. Pendahuluan .
Di dalam rangka lebih meningktkan kepastian hukum dan keadilan, serta menciptakan
sistem perpajakan yang sederhana dengan tanpa menabaikan pengawasan dan pengamanan
penerimaan negara agar pembangunan Nasional dapat dilaksanakan mandiri, maka perlu adanya
amandemen terhadap undang-undang perjakan, dalam hal ini Pajak Pertambahan Nilai Barang
dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah oeleh Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009
tentang Perubahan ketiga Atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan
Nilai Barang dan Jasa dan Panjak Penjualan Atas Barang Mewah.
Selain itu dalam era reformasi saat ini, perkembangan social, ekonomi dan politik
berlangsung sangat cepat sehingga merubah system perpajakan yang pernah dilakukan belum
dapat menampung perkembangan dunia usaha karena masih dijumpai kelemahan-kelemahan
dalam Undang-Undang Perpajakan yaitu ;
1. belum adil walaupun sudah dilaksanakan sesuai ketentuan.
2. kurang memberikan hak-hak Wajib Pajak.
3. Kurang memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajibanya.
4. kurang memberikan kepastian hukum dan kurang sederhana.
Penyempurnaan perundang-undangan perpajakan ini dipandang perlu, guna menampung
perkembangan dunia usaha dengan menitik beratkan pada peningkatan :
1. asas keadilan.
2. asas kepastian hukum.
3. asas legalitas.
4. asas kesederhanaan.
Keempat hal tersebut diatas merupakan landasan, dalam mewujudkan sisitem perpajakan
yang lebih adil, sederhana dan memberikan kepastian hukum bagi masyarakat serta dapat
mengamankan dan meningkatkan penerimaan Negara.

101
B. Pokok – Pokok Perubahan PPN – BM. yang Pertama.
Agar lebih memberikan kepastian hukum mengenai barang – barang yang tidak
dikenakan pajak, antara lain, barang-barang yang merupakan kebutuhan pokok, barang-barang
yang sudah dikenakan Pajak Daerah, barang – barang hasil pertambangan atau pengeboran yang
diambil langsung dari sumbernya. Barang-barang yang merupaka alat tukar serta barang-barang
lainnya yang berdasarkan pertimbangan ekonomi, social dan budaya tidak dikenakan PPN – BM
Agar lebih memberikan rasa keadilan serta dalam upaya mengendalikan pola konsumsi
masyarakat yang tidak produktif maka tarif PPN – BM dinaikan. Juga adanya penyederhanaan
administrasi perpajakan yang meliputi prosedur restitusi dan diberlakukanya Faktur Penjualan
sebagai Faktur Pajak.
Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pengusaha Kena Pajak yang belum berproduksi atau
belum melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak, dan atau ekpor
Barang Kena Pajak, maka Pajak Masukan yang dapat dikreditkan yang dibayar pada saat
perolehan Barang Kena Pajak, penerimaan Jasa Kena Pajak, pemanfaatan Barang Kena Pajak
tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan jasa kena Pajak dari luar daerah Pabean, dan atau
impor Barang Kena Pajak tetap dapat dikreditkan.
Terhadap Pajak Masukan yang belun dikreditkan dalam Masa Pajak yang sama dengan
Pajak Keluaran masih dapat dikreditkan pada Masa Pajak yang tidak sama paling lambat 3 (tiga)
bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan.
Kemudahan perpajakan atas transaksi pengabungan atau perubahan bentuk usaha atau
pengalihan seluruh aktiva perusahaan tidak lagi diberikan. Kemudahan perpajakan diberikan
hanya untuk sector-sektor kegiatan ekonomi yang berprioritas tinggi, mendorong perkembangan
dunia usaha dan meningkatkan daya saing, mendukung pertahanan dan keamanan nasional serta
memperlancar pembangunan Nasional.
C. Pokok – Pokok Perubahan Undang-Undang PPN dan PPn BM. yang Kedua.
1. Objek dan Non Objek Pajak : a. Dalam rangka menetralkan pembebanan PPN dan
menambah daya saing kegiatan jasa yang dilakukan oleh Pengusaha Indonesia di luar Daerah

102
Pabean11 dan pemanfaatan BKP tidak berwujud di Luar Daerah Pabean, maka atas ekspor JKP
dan BKP tidak berwujud dalam RUU PPN dikenakan tariff 0% ( Nol Persen ).
b. Barang hasil pertanian yang diabil langsung dari sumbernya tetap sebagai BKP yang
pengenaan PPNnya akan mengunakan mekanisme pedoman pengkriditan Pajak Masukan
(Deemed Pajak Masukan ).12
2. Bukan Objek.
a. Untuk memberikan kepastian hukum, pengaturan mengenai jenis barang dan jasa yang
tidak dikenakan PPN, yang semula diatur dengan PP dinaikan ke Batang Tubuh UU PPN-
PPnBM. ( UU No. 42 Tahun 2009 ).
b. Untuk menjamin ketersediaan bahan baku, industri energi dalam negri, barang hasil
petambangan umum, yang diambil langsung dari sumbernya termasuk batubara tetap
sebagai barang yang tidak dikenakan PPN.
c. Di dalam rangka pemenuhan gizi rakyat Indonesia dengan harga yang terjangkau, maka
daging segar, telur yang belum diolah, susu perah, sayuran segar dan buah-buahan segar
ditetapkan sebagai barang kebutuhan pokok yang tidak dikenakan PPN.
d. Untuk menghindari pengenaan pajak berganda terhadap suatu objek yang sama, maka
objek-objek tertentu yang sudah dikenakan pajak daerah, dikecualikan dari pengenaan
PPN yaitu barang hasil pertambangan yang berupa mineral bukan logam dan batuan 13,
makanan dan minuman yang disajikan hotel / restoran/ rumah makan/ warung dan
sejenisnya, jasa perhotelan, jasa boga atau ketering.
e. Untuk memberikan perlakuak yang sama, jasa keuangan yang dilakukan yang dilakukan
oleh siapapun termasuk perbankan syariah ditetapkan sebagai bukan Jasa Kena Pajak yang
atas penyerahannya tidak dikenakan PPN.
3. Pengembalian (R e t u r) Jasa Kena Pajak ( J K P ).Agar pararel dengan perlakuan
pengembalian ( retur ) Barang Kena Pajak dalam RUU PPN diatur mengenai perlakuan PPN
atas penyerahan JKP14 yang dibatalkan/dikembalikan sebagian atau seluruhnya.
11
Wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara diatasnya, serta tempat-tempat tertentu di
Zona Ekonomi Eksekutif dan landasan kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang yang mengatur mengenai kepabeaan .
12
. Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak
dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau
Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau Impor Barang Kena Pajak.
13
. Dulu dalam UU No. 34 Tahun 2000 UU tentang Pajak dan Retribusi Daerah bernama Galian gol. C. yang meliputi : asbes,
batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu permata, garam batu, grafit, granit/andesit, gips, pasir dan krikil,
pasir kuarasa,tanah liat, tawas dan lain-lain.
14
Setiap kegiatan pemberian Jasa kena Pajak, JKP adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan UU PPN-PPnBM

103
4. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
Dengan tujuan untuk memberikan ruang kepada Pemerintah dalam rangka melaksanakan
fungsi regulasinya, maka batas atas tariff PPnBM dinaikan dari 75% menjadi 200%, tariff
tertinggi ini akan diterapkan apabila benar-benar diperlukan.
5. Pengkreditan Pajak Masukan.
Dalam RUU PPN diatur bahwa Pengusaha yang belum berproduksi tetap dapat
mengkreditkan PPN yang telah dibayar atas pembelian barang modal. Namun demikian,
apabila dalam kurun waktu tertentu pengusaha terse but ternyata gagal berproduksi maka atas
PPN yang telah dikreditkan dan telah dimintakan pengembaliannya wajib dibayar kembali.
15
Pengaturan batasan jangka waktu untuk Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang gagal
berproduksi disepakati 3 (tiga) tahun sejak pengkreditan Pajak Masukan, dan berlaku untuk
semua sektor usaha.
6. Restitusi PPN
Apabila dalam suatu Masa Pajak terdapat kelebihan pajak maka atas kelebihan pajak
tersebut dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya dan dapat direstitusi pada akhir tahun
buku, kecuali Wajib Pajak tertentu yang secara mekanisme PPN akan mengalami lebih bayar
seperti eksportir dan penyalur/pemasok pemerintah, diperkenankan untuk restitusi di setiap
Masa Pajak. Dengan pertimbangan untuk membantu likuiditas, memberikan pelayanan yang
lebih baik dan mendorong kepatuhan sukarela Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban
pajaknya (self assessment), Wajib Pajak tertentu yang memiliki resiko rendah, dapat diberikan
restitusi dengan pengembalian pendahuluan tanpa melalui pemeriksaan terlebih dahulu.
Pemeriksaan dapat dilakukan kemudian bila diperlukan. Sanksi yang dikenakan lebih rendah
dari Undang-Undang KUP yaitu 2% (dua persen) perbulan, kecuali terdapat indikasi tindak
pidana perpajakan maka sanksi yang berlaku sesuai ketentuan sebagaimana diatur dalam UU
KUP.
7. Deemed Pajak Masukan.
RUU ini mengatur mengenai Deemed Pajak Masukan yaitu mekanisme penetapan
besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan bagi Wajib Pajak tertentu, baik berdasarkan
omzet maupun kegiatan usaha (sektoral), yang bertujuan untuk memberikan kemudahan
Wajib Pajak dalam menghitung kewajiban PPN-nya.
15
Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan / atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak
berdasarkan Undang – Undang PPN – PPn BM

104
8. Pemusatan tempat PPN terutang.
Dalam rangka mengurangi beban administrasi Wajib Pajak, RUU memberikan
kemudahan prosedur penetapan pemusatan tempat terutang yaitu cukup dengan melakukan
pemberitahuan secara tertulis kepada Direktur Jenderal pajak.
9. Saat pembuatan Faktur Pajak.
1. Dalam rangka meringankan beban administrasi Wajib Pajak maka saat pembuatan Faktur
16
Pajak adalah pada saat terutangnya pajak, yaitu pada saat penyerahan, atau dalam hal
pembayaran mendahului penyerahan maka Faktur Pajak dibuat pada saat pembayaran.
Oengan pengaturan ini, Wajib Pajak tidak perlu lagi membuat faktur penjualan (invoice)
yang berbeda dengan Faktur Pajak.
2.Untuk membantu likuiditas Wajib Pajak, saat penyetoran PPN dan pelaporan SPT Masa
PPN yang semula paling lambat tanggal 15 (lima belas) dan tanggal 20 (dua puluh) setelah
Masa Pajak berakhir sebagaimana diatur dalam Undang-Undang KUP, diperlonggar
menjadi paling lambat akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Mengingat
ketentuan ini tidak diatur dalam Undang-Undang KUP, maka ketentuan tersebut diatur
dalam RUU PPN.
10. Fasilitas Perpajakan.
Untuk memberikan kepastian hukum bagi pemberian fasilitas perpajakan maka diberikan
penambahan fasilitas, antara lain untuk:
a.perwakilan negara asing/badan-badan internasional
b.impor dan penyerahan BKP/JKP dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang
dibiayai pinjaman/hibah/bantuan luar negeri
c. listrik dan air
d.kegiatan penanggulangan bencana alam nasional
e.menjamin tersedianya angkutan umum di udara untuk mendorong kelancaran perpindahan
arus barang dan orang di daerah tertentu yang tidak tersedia sarana transportasi lainnya
yang memadai, dimana perbandingan antara volume barang dan orang yang harus
dipindahkan dengan sarana transportasi yang tersedia sangat tinggi.
f.bahan baku kerajinan perak
11. Restitusi Turis Asing
16
Bukti pemungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau
penyerahan Jasa Kena Pajak.

105
Dalam RUU PPN diatur mengenai pemberian pengembalian PPN dan PPn BM atas barang
bawaan yang dibawa ke luar daerah pabean oleh orang pribadi pemegang paspor luar negeri
(Turis Asing), dengan syarat nilai PPN minimal sebesar Rp. 500.000 (lima ratus ribu).
12. Tanggung Renteng.
Pengaturan mengenai tanggung renteng PPN yang pada waktu pembahasan RUU KUP
diputuskan dihapus karena merupakan pengaturan material, dimasukkan ke dalam RUU
PPN, mengingat ketentuan ini masih sangat diperlukan untuk melindungi pembeli maupun
penjual.
13. Masa Berlaku RUU PPN dan PPnBM.
Mengingat diperlukannya waktu untuk mempersiapkan peraturan pelaksanaan Undang-
Undang ini, penyempurnaan sistem dan prosedur, serta pelaksanaan sosialisasi baik internal
maupun eksternal maka RUU PPN dan PPnBM ini diberlakukan mulai 1 April 2010.
D. Subjek Pajak.
Pada dasarnya dalam pengenaaan pajak yang tidak langsung tidak dikenal subjek pajak
karena dikenakan atas peristiwa atau kegiatan. Jika timbul kegiatan kena pajak maka baru
terhutang pajak., tanpa melihat orangnya. Oleh karenanya terhadap hutang pajak harus
ditetapkan penanggung jawabnya, dan penanggung jawab itulah yang disebut subjek pajak.
Wajib pajak yang dikenakan pajak atau bertanggung jawab atas penyetoran pajak ke Kas Negara
berdasarkan Undang-Undang PPN – PPnBM. 17.
Subjek pajak ada / dibagi menjadi dua golongan antara lain :
1. Pengusaha ( wajib pajak ) yang otomatis menjadi Pengusaha Kena Pajak diantaranya :
a. Pabrikan / Produsen termasuk pengusaha real estate / industrial atau pengusaha yang
mengasilkan Barang Kena Pajak ( B K P ).
b. Pengusaha yang mengimport barang kena pajak ( importer, indentor ).
c. Pengusaha yang mempunyai hubungan istimewa dengan pabrikan dan atau importir.
d. Agen utama dan penyalur utama dari pabrikan atau importer,
e. Pemegang hak paten dan merek dagang dari barang kena pajak
f. Pemborong / kontraktor / sub kontraktor bangunan dan harta tetap lainnya ( termasuk
perbaikan dan pemumagaran ).

17
S. Munawir, 1985, Pokok – Pokok Perpajakan, Yogyakarta Liberty, hlm 264-26

106
2. Pengusaha yang memilih untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak ( pengusaha yang
tidak termasuk pengusaha yang otomatis menjadi PKP) yaitu Ekpotir dan Pedagang yang
menjual Barang Kena Pajak kepada Pengusaha kena Pajak ( arus masuk jalur produksi ).
Alasan ekportir memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP adalah agar dapat meminta
kembali PPN-PPn BM yang melekat pada BKP yang diekpor, karena barang yang ekport
dikenakan tariff 0%. Dalam hal ini hanya dapat mengkriditkan pajak dan dapat meminta
pengembalian pajak hanyalah exportir yang telah dikukuhkan sebagai PKP. Sedangkan alasan
bagi pedagang yang memilih dikukuhkan sebagai PKP agar dapat membuat Faktur Pajak yang
diminta oleh PKP yang membeli BKP kepadanya sehingga dapat digunakan sebagai bukti
adanya pajak masukan bagi pembeli tersebut.18
Oleh karena maka pengusaha yang tergolong sebagai Pengusaha Kena Pajak ( PKP ) dan
terhutang PPN-PPn BM adalah :
1. PKP yang menghasilkan19 BKP yang golongan ini disebut pabrikan atau produsen yang atas
penyerahan barang kena pajak kepada siapapun terhutang pajak.
Yang tidak termasuk pengertian menghasilkan adalah : menanam dan memetik hasil pertanian
serta memelihara hewan, menangkap dan memelihara ikan, mengeringkan atau mengarami
makanan,20dan menyediakan makanan dan minuman di restoran, rumah penginaapan/ hotel.21
2. Pengusaha yang mengimpor Barang Kena Pajak, atas penyerahan Barang Kena Pajak oleh
importer kepada pihak manapun terhutang pajak.
3. Pengusaha yang mempunyai hubungan istimewa dengan pabrikan dan atau importer.
Penyerahan barang Kena Pajak oleh pengusaha yang mempunyai hubungan istimewa dengan
pabrikan atau importir.
E. Objek PPN-PPn BM. / objek pajak.
Objek pajak adalah penyerahan Barang Kena Pajak yang berwujud maupun tidak
berwujud dan atau Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak baik yag secara otomatis
maupun yang minta dikukuhkan sebagai PKP ) dalam rangka kegiatan usaha atau
pekerjaannnya di daerah Pabean.

18
. Munawir, log id. Hlm 268-269.
19
. Kegiatan mengolah melalui proses mengubah bentuk atau sifat suatu barang dari bentuk aslinya menjadi baru atau mempunyai
daya guna baru, termasuk membuat, memasak, merakit, mencampur, mengkemas, membotolkan atau menyuruh orang atau badan
lain untuk melakukan itu.
20
. Merupakan Sembilan bahan pokok makanan.
21
.merupakan pajak yang dipungut daerah ( termasuk pajak daerah ) supaya tidak terjadi pajak ganda.

107
Jadi Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak penjualan Barang Mewah adalah :
1. penyerahan Barang Kena Pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh Pengusaha (PKP)
2. impor Barang Kena Pajak.
3. penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha (PKP)
4. pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean.
5. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
6. ekspor Barang Kena Pajak berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak.
7. ekspor Barang Kena Pajak tidak berwujud oleh Pengusaha kena Pajak
8. ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
Tidak semua barang dan jasa dikenakan PPN-PPn BM, adapun jenis barang yang tidak
dikenai PPN sebagaimana pasal 4A ayat 2 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN-
PPn BM adalah :1. barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari
sumbernya.
2. Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak.
3. Makanan an minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung dan sejenisnya,
meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk
makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha tata boga atau ketering.
4. Uang, emas batangan dan surat berharga.
Sedangkan jasa tidak dikenai Pajak Pertambahan Nialai adalah jasa tertentu dalam
kelompok jasa antara lain :
1. jasa pelayanan medik ( sudah masuk ke retribusi daerah )
2. jasa pelayanan sosial dan jasa keagamaan.
3. jasa asuransi dan pendidikan.
4. jasa pengiriman surat dengan perangko dan jasa keuangan.
5. jasa kesenian dan hiburan ( sudah termasuk Pajak Hiburan yang dipungut daerah )
6. jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan.
7. jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negri yang menjadi
bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negri.
8. jasa tenaga kerja dan jasa perhotelan.
9. jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum.

108
10. jasa penyediaan tempat parker.
11. jasa telepon umum dengan mengunakan uang logam.
12. jasa pengiriman uang dengan weswl pos
13. jasa boga atau ketering.
F. Tarif dan Cara Menghitung Pajak.
Tarif Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah,
paling rendah 10 % ( sepuluh persen ) dan paling tinggi 200 % ( dua ratus persen ). Sedangkan
terhadap ekspor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah dikenai pajak dengan tariff 0 %
( nol persen ). Sedangkan mengenai jenis dan klasifikasi barang akan ditentukan lebih lanjut
oleh Peraturan Pemerintah.
Oleh karenanya Pajak pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi
umum di dalam Daerah Pabean (konsumsi dalam negri), oleh sebab itu barang yang di ekspor
yang berarti dikonsumsi di luar negri tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, oleh
karenanya barang yang di ekspor dikenakan tarif 0% (nol persen).
Di dalam menentukan besarnya pajak yang terhutang maka terlebih dahulu diketahui dua
faktor penentu besarnya pajak yang terhutang antaranya tarif pajak dan dasar pengenaan
pajak. Oleh karenaya untuk menghitung besarnya pajak yang terhutang adalah hasil kali tarif
dengan dasar pengenaan pajak yang meliputi Harga jual, Pengantian nilai impor , nilai ekspor
atau nilai lainnya. Disamping itu untuk menentukan besarnya pajak yang akan disetorkan ke
kan negara harus diketahui terlebih dahulu besarnya Pajak Masukan dan Pajak Keluaran,
sebab pajak yang harus disetor adalah selisih antara pajak masukan dan pajak keluaran.22
G. Dasar Pengenaan Pajak.
Dalam hal penyerahan / penjualan Barang Kena Pajak yaitu terhadap penyerahan barang hasil
pabrikan yang menjadi dasar pengenaan pajaknya adalah jumlah harga jual (berupa uang),
selain itu juga dalam hal penyerahan Jasa Kena Pajak dalam pengertian penyerahan bangunan
yang menjadi dasar pengenaan pajaknya adalah pengantian (harga borongan). Dalam hal
impor yang menjadi dasar pengenaannya adalah nilai impor (berupa uang yang menjadi dasar
penghitungan bea masuk yaitu harga Patokan Impor).

22
. Pajak pertambahan Nilai terhutang yang wajib di pungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang
Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak berwujud, ekspor Barang Kena Pajak tidak berwujud
dan/atau ekspor Jasa Kena Pajak.

109
H. Saat Terhutang Pajak.
Terhutangnya pajak pada Pajak Pertambahan nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan
barang mewah adalah :
1. penyerahan Barang Kena Pajak.
2. import Barang Kena Pajak.
3. penyerahan Jasa Kena Pajak.
4. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean.
5. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean.
6. eksport Barang Kena Pajak berwujud.
7. eksport Barang Kena Pajak tidak berwujud atau eksport Jasa Kena Pajak.
Di dalam hal jika pembayaran diterima sebelum penyerahan Barang Kena Pajak atau
sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak atau dalam hal pembayaran dilakukan sebelum
dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Bewujud atau Jasa Kena Pajak dari luar
Daerah Pabean, saat terhutangnya pajak adalah pada saat pembayaran. Terhadap Pengusaha
Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di daerah
Pabean,maupun eksport Barang Kena Pajak baik berwujud maupun tidak berwujud atau Jasa
kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak, terhutangnya pajak di tempat tinggal atau tempat
kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha dilakukan atau tempat lain selain tempat tinggal
atau tempat kedudukan dan atau tempat kegiatan usaha dilakukan, yang ditentukan oleh
Peraturan Dirjen Pajak.yaitu dengan atau atas pemberitahuan secara tertulis dari Pengusaha
Kena Pajak, maka Dirjen Pajak dapat menetapkan 1 (satu) tempat atau lebih sebagai tempat
pajak terhutang.
Di dalam hal import, terhutangnya pajak terjadi di tempat Barang Kena Pajak
dimasukkan dan dipunut melalui Dirjen Bea dan Cukai. Terhadap orang pribadi atau badan
yang menanfaatkan Barang Kena Pajak tidak Bewujud dan/atau Jasa kena Pajak dari luar
daerah Pabean di dalam Daerah pabean terhutang pajaknya di tempat tinggal atau tempat
kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha.
I. Hak dan Kewajiban Pengusaha Kena Pajak.
Terhadap pengusaha kena pajak mempunyai kewajiban untuk membuat faktur pajak
untuk setiap :

110
1. Penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di Daerah Pabean, atau eksport
Barang kena Pajak berwujud.
2. Eksport Barang Kena Pajak Tidak berwujud atau Eksport Jasa Kena Pajak.
Sedangkan faktur pajak tersebut diatas dibuat pada :
1. Saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
2.Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum
penyerahan Barang kena pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak.
3. Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan atau
4. Saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Mentri Keuangan.
Faktur pajak tersebut diatas harus dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan.
Sedangkan haknya adalah memperoleh pengembalian kelebihan pajak, yang nantinya
dikembalikan dalam bentuk dikompensasikan. Selain itu juga mempunyai hak untuk
mengkriditkan PajakMasukan.
Rangkuman
Di dalam rangka lebih meningktkan kepastian hukum dan keadilan, serta menciptakan
sistem perpajakan yang sederhana dengan tanpa menabaikan pengawasan dan pengamanan
penerimaan negara agar pembangunan Nasional dapat dilaksanakan mandiri, maka perlu adanya
amandemen terhadap undang-undang perjakan, dalam hal ini Pajak Pertambahan Nilai Barang
dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah Selain itu dalam era reformasi saat ini,
perkembangan social, ekonomi dan politik berlangsung sangat cepat sehingga merubah system
perpajakan yang pernah dilakukan belum dapat menampung perkembangan dunia usaha karena
masih dijumpai kelemahan-kelemahan dalam Undang-Undang Perpajakan .
Agar lebih memberikan kepastian hukum mengenai barang – barang yang tidak
dikenakan pajak, antara lain, barang-barang yang merupakan kebutuhan pokok, barang-barang
yang sudah dikenakan Pajak Daerah, barang – barang hasil pertambangan atau pengeboran yang
diambil langsung dari sumbernya. Barang-barang yang merupaka alat tukar serta barang-barang
lainnya yang berdasarkan pertimbangan ekonomi, social dan budaya tidak dikenakan PPN – BM
Agar lebih memberikan rasa keadilan serta dalam upaya mengendalikan pola konsumsi
masyarakat yang tidak produktif maka tarif PPN – BM dinaikan. Juga adanya penyederhanaan
administrasi perpajakan yang meliputi prosedur restitusi dan diberlakukanya Faktur Penjualan
sebagai Faktur Pajak. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah,dengan tujuan untuk memberikan

111
ruang kepada Pemerintah dalam rangka melaksanakan fungsi regulasinya, maka batas atas tarif
PPnBM dinaikan dari 75% menjadi 200%, tariff tertinggi ini akan diterapkan apabila benar-
benar diperlukan.
Pada dasarnya dalam pengenaaan pajak yang tidak langsung tidak dikenal subjek pajak
karena dikenakan atas peristiwa atau kegiatan. Jika timbul kegiatan kena pajak maka baru
terhutang pajak., tanpa melihat orangnya. Oleh karenanya terhadap hutang pajak harus
ditetapkan penanggung jawabnya, dan penanggung jawab itulah yang disebut subjek pajak.
Wajib pajak yang dikenakan pajak atau bertanggung jawab atas penyetoran pajak ke Kas Negara
berdasarkan Undang-Undang PPN – PPnBM.
Subjek pajak ada / dibagi menjadi dua golongan antara lain :
1. Pengusaha ( wajib pajak ) yang otomatis menjadi Pengusaha Kena Pajak diantaranya :
a. Pabrikan / Produsen .b. Pengusaha yang mengimport barang kena pajak (importer,
indentor), c. Pengusaha yang mempunyai hubungan istimewa dengan pabrikan dan atau
importir. d. Agen utama dan penyalur utama dari pabrikan atau importer,e. Pemegang hak
paten dan merek dagang dari barang kena pajak, f. Pemborong / kontraktor / sub kontraktor
bangunan dan harta tetap lainnya ( termasuk perbaikan dan pemumagaran ).
2. Pengusaha yang memilih untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak ( pengusaha yang
tidak termasuk pengusaha yang otomatis menjadi PKP) yaitu Ekpotir dan Pedagang yang
menjual Barang Kena Pajak kepada Pengusaha kena Pajak ( arus masuk jalur produksi ).
Alasan ekportir memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP adalah agar dapat meminta
kembali PPN-PPn BM yang melekat pada BKP yang diekpor, karena barang yang ekport
dikenakan tariff 0%. Dalam hal ini hanya dapat mengkriditkan pajak dan dapat meminta
pengembalian pajak hanyalah exportir yang telah dikukuhkan sebagai PKP. Sedangkan alasan
bagi pedagang yang memilih dikukuhkan sebagai PKP agar dapat membuat Faktur Pajak yang
diminta oleh PKP yang membeli BKP kepadanya sehingga dapat digunakan sebagai bukti
adanya pajak masukan bagi pembeli tersebut.
Objek pajak adalah penyerahan Barang Kena Pajak yang berwujud maupun tidak
berwujud dan atau Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak baik yag secara otomatis
maupun yang minta dikukuhkan sebagai PKP ) dalam rangka kegiatan usaha atau
pekerjaannnya di daerah Pabean.

112
Tarif Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah,
paling rendah 10 % ( sepuluh persen ) dan paling tinggi 200 % ( dua ratus persen ). Sedangkan
terhadap ekspor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah dikenai pajak dengan tariff 0 %
( nol persen ). Sedangkan mengenai jenis dan klasifikasi barang akan ditentukan lebih lanjut
oleh Peraturan Pemerintah. Oleh karenanya Pajak pertambahan Nilai adalah pajak yang
dikenakan atas konsumsi umum di dalam Daerah Pabean (konsumsi dalam negri), oleh sebab
itu barang yang di ekspor yang berarti dikonsumsi di luar negri tidak dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai, oleh karenanya barang yang di ekspor dikenakan tarif 0% (nol persen).

Daftar Pertanyaan
1. Sebutkan dan jelaskan a. Berdasarkan sifatnya PPN-BM termasuk pajak apa ?
b. Berdasarkan pengololongan PPN-BM termasuk pajal apa ?
c. Berdasarkan sistemnya PPN-BM termasuk sisitem pajak ?
d. Berdasarkan asasnya PPN-BM menganut asas apa ?
e. Berdasarkan stelsel PPN-BM menganut stelsel apa ?
2. Kapan saat terhutangnya PPN-BM ? Jelaskan dengan singkat jawaban saudara.
3. Apa Objek PPN-BM dan Subjek PPN-BM.
4. Apa alasan pengusaha idak kena pajak minta dikukuhkan sebagai pengusaha Kena Pajak ?
Tulis jawaban saudara secara tertulis dengan singkat dan jelas.
5. Tolong saudara sebutkan barang-barang PPN-BM yang terkena tarif dari 10% sampai
dengan 200%
6. Apa yang dimaksud dengan Faktur pajak ?
7. Mengapa Pengusaha kena pajak diwajibkan membuat faktur ?
8. Terhadap PPN-BM dikenal dua macam barang yaitu barang berwujud dan tidak berwujud,
Sebutkan yang termasuk barang berwujud dan tidak berwujud.
9. Mengapa jasa pelayanan sosial dan jasa keagamaan tidak dikenakan PPN-BM ?
10. Mengapa barang-barang yang merupakan kebutuhan pokok, maupun barang-barang yang
sudah dikenakan Pajak Daerah tidak dikenakan PPN.BM? Jelaskan secara tertulis jawaban
saudara dengan singkat,

113
DAFTAR PUSTAKA.

Idup Suady, 2007, Ilmu negara. Yogyakarta Lyberty

114
M. Effendi, Bakhrun , 2006, Kebijakan perpajakan di Indonesia, dari Era Kolonial sampai
Orde Baru, edisi revisi, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama,
Rahayu, Siti Kurnia, 2009 ,Perpajakan Indonesia Konsep dan Aspek Formal ,Yogyakarta.
Graha Ilmu
Safari, Nurmanu, 2005, Pengantar Perpajakan, Jakarta, Granit
Sumitro, Rochmat, 1991, Pajak di Tinjau dari Segi Hukum,Bandung Eresco, hlm 10
------------------------,2000, Asas dan dasar Perpajakan edisi Revisi, Bandung, Refika
Aditama,

KATA PENGANTAR

115
Pokok dari diktat ini adalah tentang perekembangan Hukum Pajak yang mana
bermula dari tahun 1984, dengan dikeluarkannya dan berlakunya undang- undang tentang
perpajakan yang baru. Yang mana peraturan perpajakan ini dilandasi dengan falsafah Pncasila
dan Undang-undang Dasar 1945 asli, yang mana undang-undang ini yang akan mengantikan
undang-undang uang lama peninggalan kolonial maupun, maupun uandang-undang yang
dibentuk pada masa orde lama, yang mengandung pajak ganda dan tidak sesuai lagi dengan
perkembangan masyarakat maupun jaman. Selain itu masyarakat sebagai subjek pajak perlu
pembinaan dan diarahkan agar mau dan mampu memenuhi kewajibannya sebagai wajib pajak
yang mana ini merupakan pelaksanaan kewajiban kenegaraan.
Diktat ini dibuat untuk kepentingan para mahasisiwa Fakultas Hukum Universitas
Wijayakusuma di Purwokerto, dengan diktat ini diharapkan akan mempermudah mahasisiwa
untuk dapat memahami, salah satu kewajibanya sebagai warganegara membayar pajak jika telah
dipenuhinya syarat objektif maupun subjektif, Selain itu juga agar mahasisiwa dapat dengan
mudah mengetahui dan memahami mengenai perpajakan yang berlaku di Indonesia beserta
perkembangannya, karena pajak selalu berkembang mengikuti perkembangan masyarakat
terutama perekonomian di Indonesia.
Pada waktu pembuatan diktat ini, sangat terbatas, saya percaya isinya masih dapat
disempurnakan. Berhubung hal tersebut, maka setiap petunjuk dari para rekan-rekan yang
membacanya maupun mahasiswa yang membaca diktat ini yang sangat berguna untuk
penyempurnaan diktat ini akan saya sambut dengan senang hati untuk itu saya ucapkan terlebih
dahulu trimakasih.
Saya berharap semoga diktat yang sangat sederhana ini dapat bermanfaat bagi
mahasiswa Fakultas hukum Universitas Wijayakusuma Purwokerto, serta dapat menambah
pengetahuan dan materi kuliah.

Purwokerto, Februari, 2018

Ninik Hartariningsih, S.H., M.H.

116
117
DIKTAT HUKUM PAJAK

Ninik Hartariningsih
2018/2019

118
DAFTAR ISI

BAB I : Pendahuluan …………………………………………………. 1


Bab II : Pengantar Hukum Pajak ………………………………… 11
BAB III : Dasar-Dasar Hukum Pajak …………………………….. 24
BAB IV : Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan …. 45
BAB V : Penyitaan di Bidang Perpajakan …………………….. 62
BAB VI : Hukum Pajak Internasional ……………………………. 68
BAB VII : Peradilan Perpajakan ……………………………………. 74
BAB VIII : Bea Materai ………………………………………………….. 82
BAB IX : Pajak Penghasilan ( PPH ) ……………………………… 89
BAB X : Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Pajak……. 99
Penjualan Barang Mewah ( PPN-BM ) …………..

119
120

Anda mungkin juga menyukai