B. Fungsi Pemerintah
Menurut Miriam Budiardjo (1998), fungsi pemerintah dapat dikelompokkan menjadi:
1) Melaksanakan penertiban (law and order) untuk emncapai tujuan bersama dan
mencegah bentrokan-bentrokan dalam masyarakat, maka negara harus
melaksanakan penertiban. Dapat dikatakan bahwa negara bertindak sebagai
stabilisator.
2) Mengusahakan kesejahtaraan dan kemakmuran rakyat. Dewasa ini fungsi ini
dianggap penting terutama bagi negara-negara baru.
3) Fungsi pertahanan, hal ini diperlukan untuk menjaga kemungkinan serangan dari
luar. Untuk itu negara dilengkapi dengan alat-alat pertahanan.
4) Fungsi menegakkan keadilan, hal ini dilaksanakan melalui badan-badan pengadilan.
Terdapat tiga fungsi pokok ekonomi yang diemban oleh pemerintah yaitu:
a. Tindakan pemerintah yang menyangkut efisiensi berupa segala upaya untuk
memperbaiki kesalahan pasar. Misalnya monopoli.
b. Program pemerintah untuk meningkatkan keadilan. Misalnya pemerataan pendapatan
agar mencerminkan kepentingan seluruh masyarakat, termasuk golongan miskin.
c. Kebijaksanaan stabilisasi berusaha mengiki fluktuasi yang tajam dari siklus bisnis
dengan cara menekan angka pengangguran dan inflasi, serta mempercepat laju
pertumbuhan ekonomi.
Dari fungsi ekonomi pemerintah yang berhubungan dengan pajak adalah fungsi
nomor 2 yakni keadilan masyarakat, di mana dengan pajak yang dipungut atas warga
negarayang memiliki kemampuan, akan dapat mewujudkan kesejahteraan seluruh
masyarakat.
Pengertian Pajak
Pengertian pajak ada bermacam-macam, yang lain dikemukakan oleh para sarjana,
yang oleh Santoso Brotodhardjo, S.H. (1982 : 2) yaitu :
a. Definisi Leroy Beaulieu yang berbunyi: “Pajak adalah bantuan, baik secara langsung
maupun tidak,
yang dipaksakan oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari barang, untuk
menutup belanja Pemerintah”.
“Pajak adalah bantuan uang secara insidental atau secara periodik (dengan tidak
ada kontraprestasinya), yang dipungut oleh Badan yang bersifat Umum (Negara),
untuk mempeloreh pendapatan, dimana terjadi suatu Tatbestand (sasaran
pemajakan), yang karena undang-undang telah menimbulkan hutang pajak”.
c. Definisi Prof Edwin R.A. Seligman.
“Tax is a compulsory contribution from the person, to the government to defray the
expenses incurred in the common interest of all, without reference to special
benefit conferred”.
Banyak terdengar keberatan atas kalimat “without reference” karena bagaimana
juga uang pajak tersebut digunakan untuk produksi barang dan jasa benefit
diberikan kepada masyarakat, hanya tidak mudah ditunjukkannya, apabila secara
perorangan.
“Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh Penguasa
berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang
dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.”
h. Definisi Prof DR. Rochmat Soemitro, S.H. :
“Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang
dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang
langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran
umum”. Desinisinya yang lain (1974 : 8), menyatakan : “Pajak adalah peralihan
kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran
rutin dan “surplus”-nya digunakan untuk Public Saving yang merupakan sumber
utama untuk membiayai Public Investment.
i. Definisi Prof DR. P. J. A. Adriani :
“Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh
yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat
prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas Negara
untuk menyelenggarakan pemerintahan”.
Falsafah Pajak
Fungsi Pajak
Dalam dunia perpajakan, sering disebutkan bahwa fungsi pajak adadua yaitu fungsi
budgeter dan regulerend. Namun dalam perkembangannya fungsi pajak tersebut dapat
dikembangkan dan ditambah dua fungsi lagi yaitu fungsi demokrasi dan fungsi redistribusi.
a) Fungsi budgeter adalah fungsi yang letaknya di sektor publik, yaitu fungsi untuk
mengumpulkan uang pajak sebanyak-banyaknya sesuai dengan peraturan-peraturan
yang berlaku, yang pada waktunya akan digunakan untuk membiayai pengeluaran-
pengeluaran Negara.
b) Fungsi regulerend adalah suatu fungsi bahwa pajak-pajak tersebut akan digunakan
sebagai suatu alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknyadi luarbidang
keuangan.
c) Fungsi demokrasi dari pajak adalah suatu fungsi yang merupakan salah satu
penjelmaan atau wujud sistem gotong royong dalam kegiatan pemerintahan dan
pembangunan demi kemaslahatan manusia.
d) Fungsi redistribusi yaitu fungsi yang lebih menekankan pada unsur pemerataan dan
keadilan dalam masyarakat.
Pemungutan Pajak sebagai Cara untuk Mencapai Politik Ekonomi dan Sosial
Pajak merupakan salah satu alat yang penting bagi pemerintah dalam mencapai
tujuan ekonomi, politik, dan sosial yang mengandung sasaran sebagai berikut :
1. Pengakuan sumber dana dari sektor swasta ke sektor pemerintah
2.Pendistribusian beban pemerintah secara adil dalam kelas-kelas penghasilan dan
secara merata bagi masyarakat yang berpenghasilan sama
3. Mendorong pertumbuhan ekonomi, stabilitas harga, dan perluasan kesempatan kerja
Netralitas Pajak
Netralitas pajak berarti bahwa pajak tidak memiliki pengaruh terhadap keputusan
alokasi sumber daya. Dengan kata lain, kepitisan bisnis didorong oleh fundamental ekonomi,
seperti tingkat imbalan, dan bukan pertimbangan pajak. Keputusan semacam ini seharusnya
menghasilkan alokasi sumber daya yang optimal. Apabila pajak mempengaruhi alokasi
sumber daya, hasilnya mungkin tidak terlalu optimal. Namun demikian, dalam kenyataannya,
jarang sekali pajak bersifat netral.
Pembagian Hukum Pajak ke dalam Hukum Pajak Material dan Hukum Pajak
Formal penting sekali, seperti halnya Hukum Pidana atau Hukum Perdata.
Hukum Pidana terbagi ke dalam Hukum Pidana Material dan Hukum Pidan Formal
(Hukum Acara Pidana) dan Hukum Perdata ke dalam Hukum Perdata dan Hukum Acara
Perdata.
Di dalam Undang-undang Pajak yang lama seperti Ordonansi PPd 1944, Ordonasi
PKK 1932 dan Ordonansi PPs 1925, ketentuan Material dan Formal ada di dalam
Undang-undang pajak itu sendiri. Dengan adanya pembaharuan perundang-undangan
perpajakan sejak awal 1984 Hukum
Pajak Material dan Hukum Pajak Formal sebenarnya terpisah dan diatur dalam
Undang-undang tersendiri,namun ada beberapa hal dalam undang-undang materil
sendiri yang mengatur mengenai hukum acaranya (ketentuan formilnya) sehingga tidak
seluruhnya dikatakan diatur secara terpisah.
a. UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan,
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2009.
1) Teori Asuransi
Teori Asuransi diartikan dengan suatu kepentingan masyarakat (seseorang)
yang harus dilindungi negara. Masyarakat seakan mempertanggungkan keselamatan
dan keamanan jiwanyapadanegara. Dengan adanyakepentingan dari masyarakat itu
sendiri, maka masyarakat harus membayar „premi‟ pada negara. Namun istilah
premi sebenarnya kurang tepat jika disama artikan dengan pajak, sebab apabila
masyarakat membayar premi akan mendapat balas jasa secara langsung sedangkan
pajak tidak. Teori ini sebenarnya tidak dapat dipergunakan untuk menunjukkan hak
negara memungut pajak dari warganya, karena tidak semua kerugian warga,
misalnyakebanjiran ataupun perampokan, negaramemberikan ganti rugi.
2) Teori Kepentingan
Teori kepentingan diartikan sebagai negara yang melindungi kepentingan
harta bendadan jiwawarga negaradengan memperhatikan pembagianbeban pajak
yang harus dipungut dari seluruh penduduknya. Segala biaya atau pengeluaran yang
akan dikeluarkan oleh negara dibebankan kepada seluruh warga berdasarkan
kepentingan dari warga negara yang ada. Warga negara yang memiliki harta yang
banyak membayar pajak lebih besar kepada negara untuk melindungi kepentingan
dari warga negarayang bersangkutan.Demikian sebaliknya, warga negara yang
memiliki harta benda sedikit membayar pajak yang lebih kecil untuk melindungi
kepentingan warga negaratersebut.
▪ UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP);
▪ UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh);
Pada tahun 1994, empat dari kelima undang-undang di atas kemudian mengalami
perubahan dengan mengubah beberapa pasal yang dipandang perlu dengan undang-
undang, yaitu :
a. UU No.6 Tahun 1983 diubah dengan UU No. 9 Tahun 1994;
b. UU No. 7 Tahun 1983 diubah dengan UU No. 10 Tahun 1994;
c. UU No. 8 Tahun 1983 diubah dengan UU No. 11 Tahun 1994;
d. UU No. 12 Tahun 1985 diubah dengan UU No. 12 Tahun 1994;
Adanya perkembangan ekonomi dan masyarakat yang terus menerus dan untuk
memberikan rasa keadilan dan pelayanan kepada Wajib Pajak, maka pada tahun 2000
pemerintah kembali mengubah undang-undang perpajakan, yaitu :
a. UU No. 16 Tahun 2000 tentang KUP;
b. UU No. 17 Tahun 2000 tentang PPh;
c. UU No. 18 Tahun 2000 tentang PPN dan PPnBM;UUNo. 19 Tahun 2000 tentang PPSP;
d. UU No. 21 Tahun 2000 tentang BPHTB;
e. UU No. 34 Tahun 2000 tentang PDRD; serta
f. Peraturan Pemerintah (PP) No. 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai.
SIKLUS PAJAK
Beberapa fase yang akan dilalui oleh Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya. Fase-fase tersebut antara lain:
A. Fase timbulnya hak dan kewajiban di bidang perpajakan
Fase ini dimulai dengan berlakunya Undang-Undang. “Pajak dan pungutan lain
yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang-
Undang” (Pasal 23A UUD 1945).
B. Fase self assessment
Fase ini dimulai ketika suatu pihak berdasarkan UU PPh ditentukan sebagai WP
mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak dan kemudian kepadanya diberikan
NPWP. Termasuk dalam fase ini antara lain; melakukan pembukuan atau
pencatatan, menghitung pajak terutang, melakukan pembayaran dan melaporkan
Surat Pemberitahuan (SPT).
C. Fase pengawasan
Fase ini dimulai pada saat SPT yang disampaikan WP dilakukan pemeriksaan pajak
sampai terbitnya ketetapan pajak
D. Fase sengketa
Fase ini dimulai pada saat WP merasa tidak puas dengan keputusan yang
diterbitkan oleh DJP. Termasuk dalam fase ini adalah proses pengajuan
keberatan atas suatu ketetapan pajak.
3) Berdasarkan pihak yang memungut pajak, terdiridari dua macam, antara lain :
a. Pajak Pusat adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat yang dalam
hal ini sebagian dikelolaoleh Direktorat Jenderal Pajak - Kementerian Keuangan.
Adapun pajak-pajak pusat yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak meliputi :
▪ Pajak Penghasilan (PPh)
▪ Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
▪ Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
▪ Bea Meterai