Anda di halaman 1dari 12

Jurnal Cakrawala Hukum, Vol.5, No.2 Desember 2014, hlm.

168–179 ISSN: 2356-4962


E-mail: fhukum@yahoo.com
Website: www.jchunmer.wordpress.com

ANALISIS TENTANG PENGATURAN OLEH PEMERINTAH


DALAM SISTEM PEMERINTAHAN
NEGARA HUKUM INDONESIA

Sita Agustina
Fakultas Hukum Universitas Merdeka Malang
Jl. Terusan Raya Dieng No. 62-64 Malang
E-mail: fhukum@yahoo.com

Abstract
In a modern country, recently called Welfare State, the duty of government was so hard and wide because it had
to be able to give prosperous life. Based on the point of view of the Welfare State, government got a freedom to
do something based on their own initiative in handling all the problems surroundings for the sake of people’s
interest. In this case, government was given a freedom to for many regulation independently based on the right
given by the law. Theem phasize on the legislative power dealt with parliament function was practically
“proforma”. It was because the government was the party who knew the need to make any regulation because
the government bureaucracy mastered much information and expertise which were needed for it.
Key words: Constitutional State, Regulation Function, State Government

Abstrak
Dalam Negara modern dewasa ini yang dikenal dengan Welfare State atau Negara Kesejahteraan, kewajiban
pemerintahan cukup berat dan luas karena juga harus dapat menyelenggarakan kesejahteraan rakyat. Bertitik
tolak dari Negara Kesejahteraan tersebut, pemerintahan diberikan kebebasan untuk dapat bertindak atas
inisiatifnya sendiri dalam menyelesaikan segala permasalahan yang ada pada warga masyarakat demi
kepentingan umum. Dalam hal ini pemerintah diberi keleluasaan untuk membentuk berbagai peraturan secara
mandiri berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh Undang-undang. Penekanan pada kekuasaan legisla-
tive yang dikaitkan dengan fungsi parlemen itu, praktis hanya bersifat proforma. Hal ini disebabkan oleh
kenyataan bahwa memang fihak pemerintahlah yang sesungguhnya paling banyak mengetahui mengenai
kebutuhan untuk membuat berbagai peraturan perundang-undangan, karena birokrasi pemerintah paling
banyak menguasai informasi dan expertise yang diperlukan untuk itu.
Kata Kunci : Fungsi Pengaturan, Negara Hukum, Pemerintahan Negara

Dalam Pembukaan UUD 1945 tersirat suatu makna, pengurus (Verorgingsstaat). Hal ini tertulis dalam
bahwa Negara Republik Indonesia yang berdiri Pembukaan UUD 1945 Alinea ke- 4 yang berbunyi
pada tanggal 17 Agustus 1945 adalah negara yang sebagai berikut: “.....untuk membentuk suatu
berdasar atas hukum (rechtsstaat) dalam arti negara pemerintahan negara Indonesia yang melindungi

| 168 |
Analisis tentang Pengaturan oleh Pemerintah dalam Sistem Pemerintahan Negara Hukum Indonesia
Sita Agustina

segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah Pemerintah welfare state diberikan tugas yang
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejah- sangat luas. Pemerintah suatu welfare state diberikan
teraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, tugas menyelenggarakan kepentingan umum, se-
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang perti kesehatan rakyat, pengajaran, perumahan,
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan pembagian tanah dan sebagainya. Kepentingan-ke-
keadilan sosial...” pentingan itu telah menjadi kepentingan umum
Dengan diembannya tugas negara dalam sehingga diselenggarakan oleh pemerintah. Sejak
menyelenggarakan kesejahteraan umum tersebut negara turut serta secara aktif dalam pergaulan
maka pembentukan berbagai peraturan di Negara kemasyarakatan, maka lapangan pekerjaan peme-
Republik Indonesia menjadi sangat penting, oleh rintah makin lama makin luas. Turut serta peme-
karena campur tangan negara dalam mengurusi rintah secara aktif dalam segala segi penghidupan
kesejahteraan rakyat dalam bidang hukum, sosial, sosial membawa suatu enorme uibouw van de sociale
wetgeving dan suatu enorme groei van het adminis-
politik, ekonomi, budaya, lingkungan hidup, serta
tratieve recht.
pertahanan dan keamanan yang diselenggarakan
dengan pembentukan peraturan-peraturan negara Menurut Lemaire dalam buku Het recht in
tak mungkin lagi dihindarkan (Safri Nugraha et Indonesie, negara menyelenggarakan bestuurszorg,
al., 2007, 80). penyelenggaraan kesejahteraan umum yang
dilakukan oleh pemerintah, meliputi segala la-
Mengenai tugas pemerintahan di dalam per-
pangan kemasyarakatan dimana-mana pemerintah
kembangannya dari dahulu hingga saat ini meng-
turut serta secara aktif dalam pergaulan manusia.
alami berbagai perubahan. Dahulu tugas pemerin-
Bestuurszorg menjadi tugas pemerintah welfare State,
tahan menurut Koentjoro Purbopranoto, hanya
yaitu suatu negara hukum yang memperhatikan
membuat dan mempertahankan hukum. Dengan
kepentingan seluruh rakyat (Safri Nugraha et al.,
kata lain, hanya menjaga ketertiban dan keten-
2007, 81).
traman (orde en rust).
Dalam pandangan Brown, pelayanan publik
Sementara itu, menurut Maurice Duverger
adalah kegiatan yang menggunakan wewenang
dan Hans Kelsen, tugas pemerintahan sekarang
publik untuk memenuhi kepuasan kebutuhan
tidak hanya melaksanakan undang-undang atau
publik. Pandangan ini menitikberatkan pada ada-
untuk merealisasikan yang disebut Jellinek kehen-
nya dua unsur pelayanan publik yang selalu harus
dak negara (staatswill; general will). Akan tetapi
disediakan. Unsur pertama adalah kegiatan atau
lebih luas dari itu adalah menyelenggarakan kepen-
tindakan dilakukan berdasarkan kewenangan
tingan umum (public service) sebagaimana dikemu- publik, sedangkan unsur kedua adanya peme-
kakan Kranenburg dan Malezieu (Safri Nugraha nuhan kepuasan atas kebutuhan publik. Kebutuhan
et al., 2007, 80). publik tidak hanya yang tercantum dalam peratur-
Berdasarkan hal di atas, pada dasarnya pe- an perundang-undangan, dengan cara sederhana
merintah di suatu negara hukum modern yang hal tersebut dapat diidentifikasikan oleh keputusan
mengutamakan kepentingan seluruh rakyat, mem- yang dibuat oleh badan yang memiliki kewe-
bawa suatu konsekwensi yang memaksa pemerin- nangan publik. Otoritas publik berperan sebagai
tah. Pemaksaan ini dalam arti bahwa pemerintah penyedia jasa/pelayanan (Safri Nugraha et al., 2007,
harus turut serta secara aktif dalam pergaulan 83).
sosial sehingga kesejahteraan sosial bagi semua Dalam negara modern dewasa ini yang
orang tetap terpelihara. dikenal dengan istilah “Welfare State” atau Negara

| 169 |
Jurnal Cakrawala Hukum
Vol.5, No.2 Desember 2014: 168–179

Kesejahteraan, kewajiban pemerintah cukup berat diatur. Pengaturan ini dimungkinkan sebagai
dan luas, karena juga harus dapat menyelenggara- upaya untuk mencegah kesewenang-wenangan.
kan kesejahteraan rakyatnya. Bertitik tolak dari Pemegang kekuasaan negara harus dibeikan
Negara Kesejahteraan tersebut, pemerintah dibe- pedoman di dalam pengelolaan negara untuk
rikan kebebasan untuk dapat bertindak atas ini- mencegah kesewenang wenangan dimaksud. Itulah
siatifnya sendiri dalam menyelesaikan segala per- sebabnya, patokan yang pasti ini dibutuhkan dan
masalahan yang ada pada warga masyarakat demi dibuat dalam bentuk hukum.
kepentingan umum. Dalam hal ini pemerintah Di dalam karyanya, Nomoi, kemudian dilan-
diberikan keleluasaan untuk membentuk berbagai jutkan oleh muridnya bernama Aristoteles Karya
peraturan secara mandiri berdasarkan kewenang- ilmiahnya yang relevan dengan masalah negara
an yang diberikan oleh undang-undang. ialah Politica. Politica adalah karya monumental
Berdasarkan hal di atas, kiranya memerlukan yang mendasari keberadaan dan kinerja negara.
klarifikasi, tentang bagaimana pengaturan oleh Menurut Aristoteles, suatu negara yang baik ialah
pemerintah dalam sistem pemerintahan negara negara yang diperintah dengan konstitusi dan
indonesia. Dalam hubungan ini sekaitan dengan berkedaulatan hukum.
berbagai kebijakanan batas yang harus dijadikan Di dalam pandangan Aristoteles, bahwasa-
sebagai acuan ketika pengambilan kebijakan nya aturan yang konstitusional dalam negara ber-
dimaksud. Koridor yang dijalankan tersebut ada- kaitan secara erat juga dengan pertanyaan kembali
lah dalam kerangka negara hukum. apakah lebih baik diatur oleh manusia atau hukum
terbaik. Tesisnya adalah bahwa selama suatu
Pemerintahan dan Negara Hukum pemerintahan akan tetap berlangsung dengan baik
manakala dilaksanakan dengan senantiasa menurut
Kiranya diperlukan klarifikasi tentang kedu- hukum. Oleh sebab itu supremasi hukum menjadi
dukan pemerintahan yang mengelola negara sehari dasar pandangan Aristoteles sebagai tanda negara
hari di negara hukum. Bahwasanya keberadaan yang baik (Sahidul Hudri, 1987, 24).
tentang konsepsi negara hukum sudah ada se-
Dalam pandangan Aristoteles, sosok pemikir
menjak berkembangnya pemikiran tentang negara,
dalam arti manusia yang memerintah tidak penting.
yang kemudian berkembang menjadi negara hu-
Terpenting adalah bagaimana manuxsia yang
kum itu sendiri. Negara hukum sebagai perkem-
memerintah itu harus berpikir ketatanegaraan.
bangan mutakhir dari eksistensi negara di dunia.
Tidak itu saja, penyelenggara negara harus
Pada dimensi sejarahnya, Plato dan Aristo- bertindak adil, melindungi semua golongan dan
teles tercatat sebagai penggagas dari pemikiran dapat menentukan pilihan terbaik bagi tujuan
negara hukum. Pemikiran negara hukum dalam negara. Dimensi keadilan demikian harus diako-
pandangan Plato muncul melalui karya yang modasikan dalam tindakan yang berorientasi
kemudian menginspirasi para pemikir berikutnya, kepada kepentingan bersama di dalam negara.
yaitu Politicos (Saidul Hudri, 1987, 21). Karya beri-
Dalam kondisi demikian inilah, makna
kutnya yaitu Nomoi. Dalam paparannya, Plato me-
negara hukum terrefleksikan dalam eksistensi
mandang bahwa adanya hukum sangat mendasar
negara. Dengan demikian negara hukum akan ter-
dalam fungsinya sebagai instrumen mengatur
wujud tidak saja dalam retorika peraturan atau
warga negara.
dasar pemerintahan yang dirumuskan. Pada saat
Dalam pandangannya, bahwa di dalam yang sama harus dilaksanakan oleh pelaksana
penyelenggaraan pemerintah yang baik harus negara yang berpikiran bijak, serta berorientasi

| 170 |
Analisis tentang Pengaturan oleh Pemerintah dalam Sistem Pemerintahan Negara Hukum Indonesia
Sita Agustina

kepada keadilan. Dengan demikian maka keadilan- rangkan bagaimana negara itu terjadinya, bagai-
lah yang menjadi dasar memerintah dalam mana negara itu ada, bagaimana adanya kekuasaan
kehidupan bernegara. dalam negara itu, dan ada pada siapa kekuasaan
Pada perkembangan konsepsi negara hukum, itu, serta bagaimana sifatnya. Adanya hukum yang
dikenal kemudian para pemikir yang pada giliran- dirumuskan dalam perundang-undangan sebagai
nya menjadi dasar dari negara hukum. Dalam hu- penjelmaan kehendak umum, dan perlunya
bungan ini, Immanuel Kant dan Friedrich Julius pemisahan kekuasaan eksekutif dan legislatif.
Stahl telah mengemukakan buah pikiran tentang Peranan negara hanya sebagai penjaga keter-
negara hukum. tiban hukum dan pelindung hak serta kebebasan
Tokoh pemikir negara hukum Immanuel warganya. Dalam kaitan ini negara tidak boleh
Kant, seorang filsuf besar yang pernah tampil turut campur dalam urusan pribadi dan ekonomi
dalam pentas pemikiran filosofis zaman Aufklarung warganya. Dalam pemahamannya, negara hukum
Jerman menjelang akhir abad 18. Pemikirannya sebagai Nachtwakerstaat atau Nachtwachterstaat
dikenal dengan pola yang rasionalis dan empiris. (negara jaga malam) yang tugasnya adalah men-
Oleh karena itu teorinya kemudian dikenal dengan jamin ketertiban dan keamanan masyarakat,
teori kritis. Ia termasuk dalam para tokoh yang urusan kesejahteraan didasarkan pada persaingan
kemudian teorinya tergabung dalam teori hukum bebas (free fight), laisez faire, laisez ealler, siapa yang
alam. kuat dia yang menang. Paham liberalisme diinspi-
rasikan oleh aliran ekonorni liberal Adam Smith
Sebagaimana Immanuel Kant sebagai se-
yang menolak keras campur tangan negara dalam
orang sarjana hukum alam, maka ia menerima pen-
kehidupan negara ekonomi.
dapat bahwa negara itu terjadi karena perjanjian
masyarakat. Menurutnya, kedaulatan itu berada Pemikir lain yang menjadi cikal bakal negara
pada rakyat, dan kemauan umum itu menjelma da- hukum moderen adalah F.J. Stahl. Ia lebih meman-
lam perundang-undangan negara. Produk nor- tapkan prinsip liberalisme bersamaan dengan lahir-
matif ini pada dasarnya adalah merupakan hasil nya kontrak sosial dari Jean Jacques Rousseau, yang
dari perjanjian masyaakat. Kurang lebih sama de- memberi fungsi negara menjadi dua bagian yaitu
ngan yang disampaikan oleh Rousseau. pembuat undang-undang (the making of law) dan
pelaksana Undang-Undang (the executing of law)
Namun demikian ada perbedaanya, dan
(Dardiri, 1989, 78).
perbedaan itu bersifat prinsipil. Kalau sarjana-
sarjana hukum alam sebelumya, sepertinya Tho- Pada prinsipnya, baik Immanuel maupun F.J.
mas Hobbes, Jhon Locke, Montesquieu, Rousseau, Stahl tentang negara hukum ditandai oleh empat
berpendapat bahwa perjanjian masyarakat itu unsur pokok yaitu: 1. Pengakuan dan perlindungan
sungguh-sungguh terjadi, adanya itu merupakan terhadap hak-hak asasi manusia; 2. Negara di-
suatu peristiwa di dalam sejarah, jadi apa yang dasarkan pada teori trias politica; 3. Pemerintahan
disebut perjanjian masyarakat itu memang ada. diselenggarakan berdasarkan undang-undang
Sedangkan menurut Immanuel Kant, bahwa apa (wetmatig bestuur); dan 4. Ada peradilan adminis-
yang disebut perjanjian masyarakat itu tidak per- trasi negara yang bertugas menangani kasus per-
nah ada, tidak pernah terjadi, tidak pernah meru- buatan melanggar hukum oleh pemerintah
pakan kenyataan peristiwa di dalam sejarah. (onrechtmatige overheidsdaad).
Pada dasarnya perjanjian masyarakat itu se- Di dalam alam perkembangannya negara
sungguhnya hanyalah merupakan suatu kontruksi hukum, unsur-unsur yang dikemukakan oleh F.J.
yuridis yang dapat menolong orang dalam mene- Stahl tersebut kemudian mengalami penyempurna-

| 171 |
Jurnal Cakrawala Hukum
Vol.5, No.2 Desember 2014: 168–179

an yang secara umum dapat dilihat sebagaimana tahan dalam arti material berisi dua unsur meme-
tersebut (Miriam Budiardjo, 1983, 130): 1. Sistem rintah dan melaksanakan (das Element der Regierung
pemerintahan negara yang didasarkan atas und das der Vollziehung).
kedaulatan rakyat; 2. Bahwa pemerintah dalam Kekuasaan pemerintahan itu mengandung
melaksanakan tugas dan kewajiban harus berdasar juga kekuasaan pengaturan dalam arti membentuk
atas hukum atau peraturan perundang-undangan; peraturan. Hal ini sesuai juga dengan pendapat
3. Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dari van Wijk dan W. Konijnenbelt yang menyata-
(warga negara); 4. Adanya pembagian kekuasaan kan bahwa pelaksanaan (uitvoering) dapat berarti
dalam negara; 5. Adanya pengawasan dari badan- pengeluaran penetapan-penetapan atau berupa per-
badan peradilan (rechterlijke controle) yang bebas buatan-perbuatan nyata lainnya ataupun berupa
dan mandiri, dalam arti lembaga peradilan tersebut pengeluaran peraturan-peraturan lebih lanjut
benar-benar tidak memihak dan tidak berada di (gedelegeerde wetgeving).
bawah pengaruh eksekutif; 6. Adanya peran yang
Apabila dilihat pada teori van Vollenhoven,
nyata dari anggota-anggota masyarakat atau
pengertian pemerintahan (regering) bisa berarti
warga negara untuk turut serta mengawasi per-
sebagai lembaga (overheid) dapat pula berarti
buatan dan pelaksanaan kebijaksanaan yang dila-
sebagai suatu fungsi (functie). Pemerintahan dalam
kukan oleh pemerintah; dan 7. Adanya sistem per-
arti luas terdiri atas empat fungsi yaitu, ketatapra-
ekonomian yang dapat menjamin pembagian yang
jaan (bestuur), pengaturan (regeling), keamanan/
merata sumber daya yang diperlukan bagi kemak-
kepolisian (politie), dan peradilan (rechtspraak)
muran negara.
dimana fungsi yang terakhir ini kemudian di-
Bahwasanya perumusan tentang konsep pisahkan karena adanya wawasan negara berdasar
negara hukum juga pernah dilakukan oleh Inter- atas hukum (Rechtsstaat) (Maria Farida Indrati,
national Commission of Jurist, yakni organisasi ahli 2007, 115).
hukum internasional pada tahun 1965 di Bangkok.
Dalam lapangan administrasi dikenal
Organisasi ini merumuskan tentang pengertian dan
beslissingen (Safri Nugraha et al., 2007, 104). Teori
syarat bagi suatu negara hukum/pemerintah yang
catur praja van Vollenhoven: regering-bestuur atau
demokratis yang diperkenal ulang oleh Dablan
administratierechtspraak-politie, semua membuat
Thaib, yakni: 1. Adanya proteksi konstitusional;
beslissingen. Mengenai regeling atau wetgeving jangan
2. Pengadilan yang bebas dan tidak memihak; 3.
dikacaukan undang-undang (wet) dan perundang-
Pemilihan umum yang bebas; 4. Kebebasan untuk
undangan (verordeningen). Undang-undang ialah
menyatakan pendapat; 5. Kebebasan berserikat/
peraturan yang tertinggi dan dibikin oleh de hoogste
berorganisasi dan oposisi; 6. Pendidikan kewarga-
negaraan (Miriam Budiharjo, 1983, 137). staatorganen yaitu parlemen dengan pemerintah
(Iwet in formele zin).
Di bawah undang-undang terdapat bermacam-
Fungsi Pengaturan Pemerintah dalam macam perundang-undangan. Ada peraturan
Menjalankan Pemerintahan pemerintah. Peraturan propinsi, peraturan kabu-
Menurut Jellinek pemerintahan mengandung paten, peraturan desa. Itulah volgorde dari wetten
dua arti, yaitu arti formal dan arti material. Peme- in materiele zin atau juga disebut perundang-
rintahan dalam arti formal mengandung kekuasaan undangan. Semuanya merupakan putusan
mengatur (Verordnungsgewalt) dan kekuasaan me- rechtsfunctionarissen semuanya merupakan beslissing
mutus (Entscheidungsgewalt) sedangkan pemerin- yang mempunyai technische term sendiri-sendiri.

| 172 |
Analisis tentang Pengaturan oleh Pemerintah dalam Sistem Pemerintahan Negara Hukum Indonesia
Sita Agustina

Beslissing dari regelaars merupakan algemene norm: publik, juga tidak berdasarkan undang-undang,
barang siapa mencuri, barang siapa membeli. menjadi subjek judicial review karena adanya ke-
Beslissing dari bestuur, rechtspraak atau politie kurangan dari segi hukum.
merupakan concrete norm atau casus norm. Algemene Alasan-alasan mengapa Parlemen perlu men-
normen yang ditentukan oleh regelaars dan concrete delegsikan wewenang pengaturan kepada peme-
normen yang ditentukan oleh bestuur, rechspraak dan rintah: 1. Tekanan waktu di Parlemen. Waktu yang
politie semuanya merupakan beslissingen dari dimiliki lebih baik digunakan untuk membahas hal-
rechtsfunctionarissen. Jadi rechtsfunctionaris tidak hal yang mendasar dalam peraturan perundang-
hanya wetgever, juga administratie. undangan daripada membahas prosedur dan per-
Karakteristik yang paling menyolok dari soalan yang lebih rinci; 2. Permasalahan dalam
kegiatan administrasi adalah pembuatan peraturan. pembuatan peraturan modern lebih sering bersifat
Diukur dari segi jumlahnya, maka pemerintah lebih tehnis, tidak efektif mendiskusikannya di Par-
banyak memproduksi peraturan dibanding badan lemen; 3. Besar dan rumitnya skema pembaharuan
legislatif. Pembuatan peraturan digambarkan dalam bentuk tehnis, sulit untuk dimasukkan
sebagai suatu proses administrator untuk mengemu- dalam Undang-Undang yang menentukan prasya-
kakan perilaku yang hendaknya diterapkan pada rat tertentu; 4. lebih jauh adalah untuk pertim-
waktu mendatang berdasarkan wewenang yang bangan praktis, ke depan tidak perlu amandemen
ada padanya. peraturan perundang-undangan kalau tidak perlu.
Pembaharuan hukum dapat dibagi dalam Oleh karena itu lebih luwes dengan menggunakan
beberapa kategori. Pertama, melalui instrumen per- metode delegasi pengaturan; 5. Pertimbangan
undang-undangan, peraturan yang dibuat oleh praktis lagi, pemerintah lebih berpengalaman; 6.
menteri atau Ratu berdasarkan wewenang yang Delegasi pengaturan lebih disukai dengan adanya
diberikan undang-undang dan biasanya harus kemungkinan pemulihan.
dipublikasikan. Selain daripada peraturan perundang-
Kedua, peraturan perundang-undangan sub- undangan (wettelijke regels) yang bersumber pada
delegasi, dibuat oleh B atau berdasarkan wewe- fungsi legislatif negara dan yang memang diper-
nang yang diberikan oleh undang-undang atau oleh lukan bagi penyelenggaraan kebijakan pemerin-
A dan didelegasikan oleh A kepada B dalam pelak- tahan yang “terikat” (gebonden beleid), dalam bidang
sanaannya sebagai perwujudan wewenang diskresi. penyelenggaraan kebijaksanaan pemerintahan
yang tidak terikat (vrijbeleid) pun tentunya akan
Ketiga, peraturan yang dibuat oleh badan
dikeluarkan kebijakan (beleidsregels) yang ber-
pemerintah, tetapi bukan dalam rangka pelak-
sumber pada fungsi eksekutif negara, yang jumlah
sanaan suatu undang-undang. Peraturan ini mun-
dan bentuknya lebih tidak mudah diperkirakan dan
cul dengan berbagai nama: perundang-undangan
semu; peraturan administratif; pedoman; surat tidak mudah diikuti. Penyelenggaraan kebijakan
edaran; peraturan informal; petunjuk pelaksanaan pemerintahan yang tidak terikat ini memang mem-
dan lain-lain. Beberapa diantaranya tidak di- buka peluang yang lebar bagi fungsi pengaturan
publikasikan dan tidak disahkan oleh parlemen. secara administratif.
Oleh karena itu banyak diantara peraturan ter- Peraturan kebijakan ‘mengikat’ secara umum
sebut dipandang dari aspek konstitusional dan (algemeen bindend) karena masyarakat yang terkena
hukum menjadi kontroversi. peraturan itu tidak dapat berbuat lain kecuali
Keempat, peraturan yang dibuat oleh lem- mengikutinya. Jika Kepala Kelurahan mengumum-
baga non-pemerintah, yang melaksanakan fungsi kan misalnya bahwa pas photo untuk KTP harus

| 173 |
Jurnal Cakrawala Hukum
Vol.5, No.2 Desember 2014: 168–179

dibuat oleh juru photo di kantor kelurahan, maka nangan sebagai pelaksana kedaulatan rakyat ter-
bagaimanapun indahnya photo yang dibuat di sebut?
tempat lain tidak dapat digunakan untuk KTP di- Pemahaman tersebut tidaklah tepat apabila
maksud. Rakyat yang bersangkutan harus meng- dikaji dari pemahaman terhadap makna “kedaulatan”
ikuti. Peraturan tersebut tetap mengikat juga secara atau “souvereign” itu sendiri. Kedaulatan adalah
umum seperti mengikatnya peraturan perundang- suatu kekuasaan untuk mengatur dan memerintah,
undangan. sehingga lembaga-lembaga atau perorangan yang
Peraturan kebijakan selalu ‘muncul’ dalam melaksanakan kedaulatan tersebut tentunya meru-
lingkup penyelenggaraan pemerintahan yang pakan lembaga yang amat berkuasa untuk mem-
‘tidak terikat’ (vrijbeleid) dalam arti tidak diatur bentuk peraturan-peraturan.
secara tegas oleh peraturan perundang-undangan. Meminjam teori Rousseau, yang menyatakan
Penyelenggaraan pemerintahan seperti itu mem- bahwa rakyat dapat berada di dua tempat atau
berikan kepada pelakunya kebebasan pertimbang- dua posisi, yaitu rakyat sebagai “citoyen” yang ber-
an (beoordelingsvrijheid, freies ermessen, discretionary arti rakyat yang memerintah atau yang berdaulat,
powers) untuk melakukan atau memberi kesempat- dan rakyat sebagai “sujet” yang berarti rakyat yang
an melakukan kebijakan-kebijakan. diperintah, maka posisi Presiden Republik Indo-
Bentuk dan formatnya peraturan kebijakan nesia sesudah Perubahan UUD 1945, adalah lebih
acapkali sama benar dengan peraturan perundang- kuat daripada sebelum Perubahan UUD 1945. Hal
undangan, lengkap dengan pembukaan berupa ini dapat dipahami, oleh karena sebelum perubahan
konsiderans ‘menimbang’ dan dasar hukum ‘meng- UUD 1945 Presiden dipilih oleh Majelis Permusya-
ingat’, batang tubuh yang berupa pasal-pasal, waratan Rakyat tersebut rakyat memberikan man-
bagian-bagian, bab-bab serta penutup yang sepe- datnya untuk memerintah. Dengan posisi tersebut,
nuhnya menyerupai peraturan perundang- maka Penjelasan UUD 1945 menyatakan bahwa
undangan. Tetapi selain itu, kerapkali juga peratur- “Presiden ialah penyelenggara Pemerintahan
an kebijakan tampil dalam bentuk dan format lain, Negara yang tertinggi di bawah Majelis Permusya-
seperti nota dinas, Surat edaran, Petunjuk pelak- waratan Rakyat” (Maria Farida Indrati S., 2007,
sanaan, Petunjuk tekhnis, pengumuman dan se- 151).
bagainya. Dengan Perubahan UUD 1945 yang
Pada perspektif berikutnya, sebagaimana menetapkan bahwa “Presiden dan Wakil Presiden
dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh
(sesudah Perubahan) menetapkan bahwa, “ke- rakyat”, berarti rakyat sebagai pemegang ke-
daulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan daulatan atau sebagai “Citoyen” telah memberikan
menurut Undang-Undang Dasar”, maka kemudian “mandatnya” atau kedaulatannya kepada Presiden
dalam penyelenggarakan negara rakyat yang ber- secara langsung, sehingga dengan demikian rakyat
daulat itu kemudian memberikan kedaulatannya telah menyerahkan kewenangan untuk memerin-
tersebut kepada Anggota Dewan Perwakilan tah dan mengatur tersebut langsung kepada Pre-
Rakyat dan Anggota Dewan Perwakilan Daerah siden. Hal tersebut lebih menguatkan posisi pre-
sebagai wakil-wakilnya, serta memberikan kepada siden, yang menurut ketentuan Pasal 4 ayat (1)
Presiden baik sebagai Kepala Negara maupun UUD 1945 dinyatakan bahwa “Presiden Republik
sebagai Kepala Pemerintahan melalui Pemilihan Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan
Umum, dengan demikian bukanlah ketiga lembaga menurut Undang-Undang Dasar (Maria Farida
tersebut yang secara langsung diberikan kewe- Indrati S., 2007, 152).

| 174 |
Analisis tentang Pengaturan oleh Pemerintah dalam Sistem Pemerintahan Negara Hukum Indonesia
Sita Agustina

Sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan, lisian (politie), dan peradilan (rechtspraak) di mana
maka Presiden dalam menjalankan Pemerintahan fungsi yang terakhir ini kemudian dipisahkan
Negara memegang kekuasaan dan tanggung jawab karena adanya wawasan negara berdasar atas hukum
sebagai penyelenggara tertinggi pemerintahan (rechtsstaat) (Maria Farida Indrati S., 2007, 115).
negara, sehingga Presiden adalah juga penyeleng- Berpegang pada pendapat Jellinek tersebut,
gara tertinggi perundang-undangan negara yang menyatakan bahwa pemerintahan dalam arti
bersama Dewan Perwakilan Rakyat (Maria Farida formal mengandung kekuasaan mengatur (Veror-
Indrati S., 2007, 152). dnungsgewalt) dan kekuasaan memutus (Entsche-
Di dalam Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 dirumus- udungsgewalt) sedangkan dalam arti material
kan sebagai berikut: ‘Presiden Republik Indone- mengandung unsur memerintah dan melaksana-
sia memegang kekuasaan pemerintahan menurut kan (das Element der Regierung und das der vollziehung).
Undang-Undang Dasar’. Dengan mengambil Teori yang disampaikan Van Vollenhoven
rumusan dari Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 tersebut yang menyatakan bahwa pemerintahan dalam arti
dapat disimpulkan bahwa Presiden adalah Kepala luas itu termasuk ketataprajaan, keamanan/
Pemerintahan di Negara Republik Indonesia. kepolisian, dan pengaturan (karena fungsi per-
Apakah yang dimaksudkan dengan kekuasaan adilan dipisahkan), maka Presiden Republik Indo-
pemerintahan di sini? nesia yang dinyatakan memegang kekuasaan
Menurut Jellinek pemerintahan mengandung pemerintahan mempunyai arti bahwa, Presiden itu
dua arti, yaitu arti formal dan arti material. Peme- bertugas menyelenggarakan pemerintahan ter-
rintahan dalam arti formal mengandung kekuasaan masuk juga pengaturan. Sebagai penyelenggara
mengatur (Verordnungsgewalt) sedangkan pemerin- pemerintahan, Presiden dapat membentuk per-
tahan dalam arti material berisi dua unsur meme- aturan perundang-undangan yang diperlukan,
rintah dan unsur melaksanakan (das Element der oleh karena Presiden juga merupakan pemegang
Regierung und der Vollziehung) (A. Hamid S Attmimi kekuasaan pengaturan di negara Republik Indo-
dalam Maria Farida Indrati S., 2007, 115). nesia (Maria Farida Indrati S., 2007, 117).
Berdasarkan hal tersebut, dari ketentuan Dalam tugasnya sebagai Penyelenggara
Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 dapat ditarik kesimpulan tertinggi Pemerintahan Negara, Presiden dibantu
bahwa kekuasaan pemerintahan itu mengandung oleh seorang Wakil Presiden, Pejabat-pejabat
juga kekuasaan pengaturan dalam arti membentuk setingkat Menteri, Menteri-menteri Negara, dan
peraturan. Hal ini sesuai juga dengan pendapat juga Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen.
dari van Wijk dan W. Konijnenbelt yang menyata-
kan bahwa pelaksanaan (uitvoering) dapat berarti
Fungsi Pengaturan Presiden dalam Sistem
pengeluaran penetapan-penetapan atau berupa per-
buatan-perbuatan nyata lainnya ataupun berupa
Pemerintahan Indonesia
pengeluaran peraturan-peraturan lebih lanjut Di dalam Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 (sebelum
(gedelegeerde wetgeving). dan sesudah Perubahan) dirumuskan bahwa:
Apabila dilihat pada teori van Vollenhoven, “Presiden Republik Indonesia memegang ke-
pengertian pemerintahan (regering) bisa berarti se- kuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang
bagai lembaga (overheid) dapat pula berarti sebagai Dasar.” Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 tersebut meru-
suatu fungsi (functie). Pemerintahan dalam arti luas pakan salah satu pasal yang tidak dilakukan per-
terdiri atas empat fungsi yaitu ketataprajaan ubahan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.
(bestuur), pengaturan (regeling), keamanan/kepo- Dengan demikian, rumusan dan Pasal 4 ayat (1)

| 175 |
Jurnal Cakrawala Hukum
Vol.5, No.2 Desember 2014: 168–179

UUD 1945 tersebut mempunyai makna yang sama an setelah Perubahan UUD 1945, dan rumusan
dengan semula (sebelum Perubahan UUD 1945), dalam Pasal 4 ayat (1) Perubahan UUD 1945 ter-
sehingga Presiden adalah Kepala Pemerintahan di sebut, maka Presiden sehagai penyelenggara pe-
Negara Republik Indonesia. merintahan tetap mempunyai posisi yang kuat. Hal
Berdasarkan pendapat Jellinek dari keten- ini dikuatkan juga dengan tetap dipertahankannya
tuan Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 dapat ditarik ke- ketentuan dalam Pasal 5 ayat (2) UUD 1945.
simpulan bahwa kekuasaan Presiden mengandung Dinyatakan bahwa “Presiden menetapkan per-
juga kekuasaan dalam arti membentuk peraturan. aturan pemerintah untuk menjalankan undang-
Sesuai juga dengan pendapat dari vanWijk dan W. undang sebagaimana mestinya”, dan Pasal 22 ayat
Konijnenbelt, Presiden dapat mengeluarkan pe- (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa: “Dalam
netapan-penetapan atau berupa perbuatan-per- hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden
buatan nyata lainnya ataupun berupa pengeluaran berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai
peraturan-peraturan lebih lanjut (gedelegeerde pengganti undang-undang” (Maria Farida Indrati,
wetgeving). 2007, 32).
Pemerintah dalam arti lembaga yang menye- Perbedaan yang ada dalam pembentukan
lenggarakan pemerintahan sesuai dengan Undang- Peraturan Perundang- undangan hanya terlihat
Undang Dasar 1945 (sebelum dan sesudah Per- pada perubahan rumusan dalam Pasal 5 ayat (1)
ubahan UUD 1945) adalah Presiden. Pengertian ini dan Pasal 20 Perubahan UUD 1945 namun secara
diperjelas oleh rumusan Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 normatif sebenarnya rumusan dalam Perubahan
menegaskan lebih lanjut, “Presiden Republik In- UUD 1945 tersebut lebih menguatkan posisi Pre-
donesia memegang kekuasaan pemerintahan me- siden dalam pembentukan Undang-Undang.
nurut Undang-Undang Dasar”. Penguatan posisi Presiden dalam pembentukan
Dengan demikian jelaslah bahwa sesudah Undang-Undang sesudah Perubahan UUD 1945
Perubahan UUD 1945, Presiden Republik Indone- tersebut dapat dibandingkan dalam rumusan pasal-
sia adalah tetap sebagai Penyelenggara Tertinggi pasal berikut:
Pemerintahan Negara, yang menjalankan seluruh Sebelum Perubahan UUD 1945: 1. Pasal 5 (1):
tugas dan fungsi pemerintahan dalam arti luas Presiden memegang kekuasaan membentuk
yang menyangkut ketataprajaan, keamanan/ undang-undang dengan persetujuan Dewan
kepolisian, dan pengaturan. Perwakilan Rakyat; 2. Pasal 20 (1): Tiap-tiap undang-
Selain itu, oleh karena sesudah Perubahan undang menghendaki persetujuan Dewan Per-
UUD 1945 Presiden dipilih secara langsung oleh wakilan Rakyat; 3. Ayat (2): Jika sesuatu rancangan
rakyat sesuai Pasal 6A UUD 1945 Perubahan, se- undang-undang tidak mendapat persetujuan
hingga kedudukan Presiden Republik Indonesia Dewan Perwakilan Rakyat, maka rancangan tadi
sesudah Perubahan UUD 1945 sebenarnya lebih tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan
kuat daripada sebelum Perubahan UUD 1945. Saat Dewan Perwakilan Rakyat masa itu; 4. Pasal 21
ini, sesudah Perubahan UUD 1945, Presiden (1): Anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia langsung mendapatkan mandat berhak memajukan rancangan undang-undang; 5.
dari rakyat, sedangkan sebelum Perubahan UUD Ayat (2): Jika rancangan itu, meskipun disetujui
1945 Presiden mendapatkan mandat dari rakyat oleh Dewan Perwakilan Rakyat, tidak disahkan
melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat. oleh Presiden, maka rancangan tadi tidak boleh
Apabila dicermati konstruksi kekuasaan dimajukan lagi dalam persidangan Dewan Per-
dalam pembentukan Peraturan Perundang-undang- wakilan Rakyat masa itu.

| 176 |
Analisis tentang Pengaturan oleh Pemerintah dalam Sistem Pemerintahan Negara Hukum Indonesia
Sita Agustina

Sesudah Perubahan UUD 1945: 1. Pasal 5 (1): Suatu rancangan undang-undang walaupun
Presiden berhak mengajukan rancangan undang- disetujui oleh DPR tetapi tidak mendapat persetu-
undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat; 2. Pasal juan Presiden, rancangan Undang-undang tersebut
20 (1): Dewan Perwakilan Rakyat memegang ke- tidak akan menjadi undang-undang. Ketentuan
kuasaan menbentuk undang-undang; 3. Ayat (2): tersebut masih diperkuat dengan rumusan pada
Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan ayat (3) yang menyatakan bahwa, “Jika rancangan
Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat undang-undang itu tidak mendapat persetujuan
persetujuan bersama; 4. Ayat (3): Jika rancangan bersama, rancangan undang-undang itu tidak
undang-undang itu tidak mendapat persetujuan boleh diajukan lagi dalam persidangan Dewan Per-
bersama, rancangan undang-undang itu tidak wakilan Rakyat masa itu.
boleh diajukan lagi dalam persidangan Dewan Dari rumusan dalam Pasal 20 ayat (2) dan
Perwakilan Rakyat masa itu; 5. Ayat (4): Presiden ayat (3) Perubahan UUD 1945, menunjukkan bahwa
mengesahkan rancangan undang-undang yang keberadaan persetujuan bersama antara Dewan
telah disetujui bersama untuk menjadi undang- Perwakilan Rakyat dan Presiden tersebut adalah
undang; Ayat (5): Dalam hal rancangan undang- merupakan mutlak yang harus dilakukan secara
undang yang telah disetujui bersama tersebut ”bersama”, “secara serentak”, atau “berbarengan
tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga dengan” ataupun “pada saat yang sama” agar
puluh hari semenjak rancangan undang-undang ter- suatu undang-undang dapat disahkan menjadi
sebut disetujui, rancangan undang-undang terse- undang-undang (Maria Farida Indrati S., 2007, 35).
but sah menjadi undang-undang dan wajib di- Peranan Presiden dalam pembentukan
undangkan. Undang-Undang terlihat lebih kuat lagi. Jika
Secara normatif ketentuan dalam Pasal 20 dihubungkan dengan rumusan dalam Pasal 20 ayat
Perubahan UUD 1945 secara keseluruhan mem- (4) Perubahan UUD 1945, yang menyatakan bahwa,
punyai makna, bahwa kekuasaan membentuk “Presiden mengesahkan rancangan undang-undang
undang-undang itu sebenarnya “tetap dipegang” yang telah disetujui bersama untuk menjadi
secara bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan undang-undang.” Rumusan tersebut tidak pernah
Presiden. ada dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebelum
Perubahan, walaupun dalam kenyataannya setiap
Pengertian Dewan Perwakilan Rakyat “meme-
Undang-Undang akan disahkan oleh Presiden.
gang kekuasaan membentuk” Undang-Undang
Selain itu, peranan Presiden dalam memben-
yang ditetapkan dalam Pasal 20 ayat (1) Perubahan
tuk Undang-Undang lebih dikuatkan lagi dengan
UUD 1945 tersebut secara kajian Perundang-
ketentuan dalam Pasal 20 ayat (5) UUD 1945
undangan tidak dapat dilepaskan atau dipisahkan
Perubahan, yang menetapkan bahwa: Dalam hal
dengan keseluruhan ketentuan pada ayat-ayat
rancangan undang-undang yang telah disetujui
selanjutnya dalam Pasal 20 Perubahan UUD 1945.
bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden
Adanya ketentuan pada Pasal 20 ayat (2) dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan
Perubahan UUD 1945 yang menyatakan bahwa, undang-undang tersebut disetujui, rancangan
“Setiap rancangan undang-undang dibahas ber- undang-undang tersebut sah menjadi undang-
sama oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden undang dan wajib diundangkan.
untuk mendapat persetujuan bersama” merupakan Pendapat yang menyatakan bahwa Dewan
suatu ketentuan yang mengenyampingkan keten- Perwakilan Rakyat mempunyai kewenangan yang
tuan dalam Pasal 20 ayat (1) UUD 1945. lebih kuat dalam pembentukan Undang-Undang

| 177 |
Jurnal Cakrawala Hukum
Vol.5, No.2 Desember 2014: 168–179

berdasarkan rumusan Pasal 20 ayat (5) tersebut UUD 1945 yang menyatakan bahwa Presiden ber-
adalah tidak tepat, oleh karena sebenarnya dengan hak mengajukan rancangan undang-undang ke-
kewenangan untuk tidak mengesahkan suatu ran- pada DPR, Presiden tetap menjadi bagian dari pro-
cangan undang-undang yang telah disetujui ber- ses legislasi (Saldi Isra, 2010, 323).
sama oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden
tersebut mencerminkan kewenangan Presiden
Penutup
yang lebih kuat dalam pembentukan undang-
undang, jika dibandingkan dengan kewenangan Peranan pemerintah dalam pembentukan
Presiden dalam pembentukan Undang-Undang se- peraturan antara lain disebabkan: pertama, sebagai
belum Perubahan UUD 1945. (Maria Farida Indrati pihak yang merumuskan kebijaksanaan dan men-
S., 2007, 35). jalankan pemerintahan, pemegang kekuasaan
Dengan adanya perumusan dalam Pasal 5 eksekutif mengetahui dan mendalami secara lebih
ayat (1) dan Pasal 20 Perubahan UUD 1945, dan kongkrit berbagai kebutuhan untuk menyusun
tetap dipertahankannya ketentuan dalam Pasal 4 berbagai peraturan untuk menjalankan kebijak-
ayat (1), Pasal 5 ayat (2), dan Pasal 22 ayat (1) Per- sanaan dan penyelenggaraan pemerintahan.
ubahan UUD 1945, jelaslah bahwa secara normatif Kedua, eksekutif lebih mempunyai kesempatan
kekuasaan Presiden sebagai pembentuk berbagai untuk mendapatkan tenaga dengan keahlian khu-
peraturan sesudah Perubahan UUD 1945 masih sus untuk membentuk berbagai peraturan yang
mempunyai posisi yang kuat. mengatur bidang-bidang tertentu dan kompleks.
Ketiga, tatakerja eksekutif memungkinkan
Selain daripada pembentukan peraturan
keputusan diambil lebih cepat (single executive)
perundang-undangan yang bersumber pada fungsi
dibandingkan dengan DPR yang bersifat kolegial.
legilatif negara, dalam bidang penyelenggaraan
pemerintahan yang tidak terikat Presiden dapat Alasan-alasan mengapa parlemen perlu
mengeluarkan kebijakan (beleidsregels) yang be- mendelegasikan wewenang kepada pemerintah:
rumber pada fungsi eksekutif negara. Hanya ke- pertama, adanya tekanan waktu di parlemen, yang
kuasaan dalam pembentukan undang-undang saja lebih baik bila digunakan untuk mendiskusikan
yang harus dilakukan dengan Dewan Perwakilan hal-hal mendasar. Alasan kedua, banyak permasa-
Rakyat untuk mendapat persetujuan bersama. lahan yang begitu tehnis memerlukan tenaga ahli.
Ketiga, delegasi peraturan dianggap lebih luwes
Pendapat-pendapat yang menyatakan
karena pemerintah bisa mengadakan perubahan
bahwa perubahan Pasal 5 Ayat (1) dan Pasal 20
setiap waktu tanpa parlemen perlu melakukan
Ayat (1) UUD 1945 menyebabkan terjadinya
amandemen.
pengeseran fungsi legislasi atau kekuasaan pem-
bentukan undang-undang dari presiden kepada Di dalam perspektif hubungan antara par-
DPR hanya dapat dibenarkan dari perubahan bunyi lemen dan pemerintah di masa depan berkembang
teks yang terdapat dalam kedua pasal hasil peru- pemikiran untuk lebih mengutamakan pendekatan
bahan UUD 1945 tersebut. Namun, jika diletakkan Check and Balances yang mementingkan pengawasan
dalam pengertian legislation is an aggregate, not a daripada pendekatan Separation of Power yang lebih
simple production, tidak tepat mengatakan bahwa mementingkan tugas-tugas legislatif. Kekuasaan
kekuasaan membentuk undang-undang sepenuh- untuk membuat undang-undang itu sendiri cen-
nya berada di tangan DPR, atau Presiden bukan derung berkembang menjadi teknis sifatnya, se-
lagi pemegang kekuasaan pembentukan undang- dangkan fungsi pengawasan dan pengendalian
undang. Dengan adanya rumusan Pasal 5 Ayat (1) yang lebih bersifat politis cenderung dianggap

| 178 |
Analisis tentang Pengaturan oleh Pemerintah dalam Sistem Pemerintahan Negara Hukum Indonesia
Sita Agustina

makin penting dalam upaya membangun citra Dasar 1945, Pidato Pada Upacara Pengukuhan
parlemen yang efektif untuk menggambarkan Sebagai Guru Besar Tetap dalam bidang Ilmu
Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia,
kesederajatannya dengan pihak pemerintah. Depok.
Karena itu, dalam kaitannya dengan soal ini menu-
rut UUD 1945, sebenarnya ketentuan Pasal 5 ayat Indrati, Maria Farida, 2007, Ilmu Perundang-undangan (1)
(Jenis, Fungsi, Materi Muatan), Cetakan Ke-5,
(1) yang lama dapat dikatakan sudah tepat, tinggal Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
lagi meningkatkan fungsi kontrol DPR terhadap
pelaksanaan tugas-tugas pemerintah. Isra, Saldi, 2010, Pergeseran Fungsi Legislasi, Menguatnya
Model Legislasi Parlementer Dalam Sistem Presidensial
Indonesia, Cetakan Ke-2. PT. Rajagrafindo Persada,
Daftar Pustaka Jakarta.

Asshiddiqie, Jimly, 2005, Format Kelembagaan Negara dan Manan, Bagir, 1999, Lembaga Kepresidenan, Pusat Studi
Pergeseran Kekuasaan Dalam UUD 1945, Cetakan II. Hukum Universitas Islam Indonesia dan Gama
FH UII Press, Yogyakarta. Media, Yogyakarta.

Attamimi, A. Hamid S., 1993, Hukum Tentang Peraturan Nugraha, Safri (et.al), 2007, Hukum Administrasi Negara,
Perundang-undangan dan Peraturan Kebijakan Edisi Revisi, Fakultas Hukum Universitas Indo-
(Hukum Tata Pengaturan), Fakultas Hukum Uni- nesia, Depok.
versitas Indonesia, Jakarta.
Undang-undang Dasar 1945, Perubahan Pertama,
Bidiardjo, Miriam, 1989, Dasar Dasar Ilmu Politik, Perubahan Kedua, Perubahan Ketiga, dan
Gramedia, Jakarta. Perubahan Keempat serta Undang-undang Dasar
1945 dalam satu naskah.
Dardiri, 1989, Politik dan Ketatanegaraan, Panepen Mukti,
Solo. Nugraha, Safri (et.al), 2007, Hukum Administrasi Negara,
Edisi Revisi, Fakultas Hukum Universitas Indo-
Indrati, Maria Farida, 2007, Pemahaman Tentang Undang- nesia, Depok.
undang Indonesia Setelah Perubahan Undang-undang

| 179 |

Anda mungkin juga menyukai