Anda di halaman 1dari 130

Mata Kuliah : Hukum Pajak

Dosen Pengampuh :
Dr. Umar Marhum, A.Md.,S.TP., S.H., M.H
PENGERTIAN-PENGERTIAN

HUKUM dan Pajak

HUKUM PAJAK
- Hukum - Pajak
- Aturan - Restribusi
- Etika - Sumbangan
- Norma - Iuran
HUKUM, ATURAN, ETIKA DAN NORMA

HUKUM
 Hukum adalah suatu aturan yang
dibuat oleh pemerintah untuk
dipatuhi, bersifat umum dan
mengikat, terdapat sanksi bagi
yang melanggarnya.
ATURAN

ATURAN adalah serangkaian ketentuan,


petunjuk, patokan, yang mengandung
perintah, dibuat dengan tujuan untuk
mengatur kehidupan manusia agar hidup
secara tertib dan damai.
ETIKA

Etika adalah aturan mengenai sikap atau


perilaku dilingkungan kita sesuai dengan
kebiasaan ditempat itu, yang dapat
ditunjukan pada sikap sopan santun.

Baik dalam bersikap: Perilaku, berbicara


atau berkata-kata.
Baik buruknya sifat seseorang ditentukan “ETIKA”

Contoh yang termasuk dalam etika yang baik


yaitu :

Sopan santun dalam berbicara kepada yang


lebih tua.
Mengucapkan salam ketika bertemu
sesamanya
Tidak tidur saat dosen menerangkan materi
perkuliahan.
NORMA

Norma adalah kaidah yang dipakai sebagai


tolok ukur untuk menilai atau
memperbandingkan sesuatu.

Agama – aturan yang menata tindakan


manusia dalam pergaulan dengan sesamanya
yang bersumber pada ajaran agamanya, dan
hubungan dengan
Sosial – aturan yang menata tindakan
manusia dalam pergaulan dengan
sesamanya, maupun sikap tolerasi dengan
lingkunganya.

Susila – aturan yang menata tindakan


manusia dalam pergaulan sosial sehari-hari,
seperti pergaulan antara pria dan wanita
• PERCAYA
PAJAK, RESTRIBUSI, SUMBANGAN DAN IURAN

1 Pajak
Menurut Prof.Dr.Rochmat Soemitro,S.H.
“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas
Negara berdasarkan undang–undang (yang
dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat
jasa – timbal (kontra prestasi) yang
langsung dapat ditujukkan dan akan
digunakan untuk membayar pengeluaran
umum”.
Pengertian pajak secara Umum:

PAJAK adalah pungutan wajib yang dibayar rakyat


untuk negara dan akan digunakan untuk
kepentingan pemerintah dan masyarakat umum.

Rakyat yang membayar pajak tidak akan merasakan


manfaat dari pajak secara langsung, karena pajak
digunakan untuk kepentingan umum, bukan untuk
kepentingan pribadi.
Pajak merupakan salah satu sumber dana
pemerintah untuk melakukan pembangunan, baik
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Pemungutan pajak dapat dipaksakan karena


dilaksanakan berdasarkan undang-undang.
Retribusi

Unsur yang melekat pada pengertian retribusi adalah:


 Pungutan retribusi harus berdasarkan UU
 Sifat pungutannya dapat dipaksakan
 Pemungutannya dilakukan oleh Negara
 Digunakan untuk pengeluaran bagi masyarakat
umum dan Kontrak Prestasi(imbalan) langsung
dapat dirasakan oleh pembayar retribusi.
SUMBANGAN

Pungutan dengan nama sumbangan tidak


dikelola oleh pemerintah, tetapi dilakukan
oleh dan untuk kepentingan sekelompok
masyarakat tertentu. Tidak memerlukan
dasar Hukum menurut UU serta tidak
mempunyai unsur paksaan.
Misalnya sumbangan pembangunan tempat
– tempat ibadah, sumbangan perbaikan
jalan, dan lain – lain.
IURAN

Iuran : Biaya yang dikeluarkan


atas dasar kesepakatan bersama,
untuk membiayai kebutuhan jasa
atau bangunan fisik tertentu yang
bersifat umum.
Sejarah Pajak di Indonesia
Pada mulanya pajak merupakan suatu
upeti (pemberian secara cuma-cuma)
namun sifatnya merupakan suatu
kewajiban yang dapat dipaksakan yang
harus dilaksanakan oleh rakyat
(masyarakat) kepada seorang raja atau
penguasa.
Upeti kepada raja atau penguasa berbentuk
natura berupa padi, ternak, atau hasil
tanaman lainnya seperti pisang, kelapa, dan
lain-lain.
Pemberian yang dilakukan rakyat saat itu
digunakan untuk keperluan atau
kepentingan raja atau penguasa setempat
dan tidak ada imbalan atau prestasi yang
dikembalikan kepada rakyat.
Sifatnya hanya untuk kepentingan
sepihak, ada tekanan secara psikologis
karena kedudukan raja yang lebih
tinggi status sosialnya dibandingkan
rakyat.
PENGGUNAAN PAJAK

Memenuhi Kebutuhan Raja dan Kesejahteraan


kaumnya

Membayar (gaji) para jawara-jawara perang

Kebutuhan Pertahanan dan Keamanan Wilayah

Membiayai kebutuhan Perang Perluasan


Wilayah
Masuk Zaman Penjajahan

Indonesia Pernah Dijajah :


Belanda dan Jepang.
Belanda 33 Tahun.Tahun 1912-1945

(bukan 350 atau 360 Th)


Jepang 3 Tahun 1942-1945.
Sumber:
(Sejarawan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta:
Yerry Wirawan)
Dizaman penjajahan Belanda lahir sejumlah produk
hukum termasuk didalamnya adalah hukum pajak
dengan istilah yang melekat diwaktu itu:

Diantaranya istilah “Ordonansi” /Peraturan


Perundang-undangan
Produk Hukum Pajak Belanda di Indonesia

Di Indonesia, sejak zaman kolonial Belanda hingga


sebelum tahun 1983 telah diberlakukan cukup
banyak Undang-Undang yang mengatur mengenai
pembayaran pajak, yaitu sebagai berikut:
1. Ordonansi Pajak Rumah Tangga;
2. Aturan Bea Meterai;
3. Ordonansi Bea Balik Nama;
4. Ordonansi Pajak Kekayaan;
5. Ordonansi Pajak Kendaraan Bermotor;
 6. Ordonansi Pajak Upah;
7. Ordonansi Pajak Potong;
8. Ordonansi Pajak Pendapatan;
9. Undang-Undang Pajak Radio;
10 Undang-Undang Pajak Pembangunan
11 Undang-Undang Pajak Peredaran;
Pengertian Pajak Secara Umum

Pajak adalah pungutan wajib yang dibayar


rakyat kepada penguasa (Raja/ Negara) dan
akan digunakan untuk kepentingan
pemerintah dan masyarakat umum.
Rakyat yang membayar pajak tidak akan
merasakan manfaat dari pajak secara
langsung, karena pajak digunakan untuk
kepentingan umum, bukan untuk
kepentingan pribadi.
Pajak merupakan salah satu sumber dana
pemerintah untuk melakukan
pembangunan, baik ditingkat pusat maupun
di daerah.
Ketentuan Umum Perpajakan
Berdasarkan UU Ketentuan Umum
Perpajakan (KUP) NOMOR 28 TAHUN 2007,
pasal 1, ayat 1. Pengertian Pajak adalah
kontribusi wajib kepada negara yang terutang
oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan undang-undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan
negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.
CIRI-CIRI PAJAK

1. Kontribusi Wajib Bagi Negara


2.Bersifat Memaksa
3. Tidak ada Imbalan Lansung yang
Diterima
4. Pelaksanaannya berdasarkan Undang
-Undang
1. Kontribusi Wajib Bagi Negara

Artinya setiap orang memiliki kewajiban


untuk membayar pajak. Namun hal tersebut
hanya berlaku untuk warga negara yang
sudah memenuhi syarat subjektif dan syarat
objektif. Penghasilan Rp 5 Juta.

Warga negara yang Tidak Kena Pajak (PTKP)


dibawah dari Rp 5 Juta per bulan.
Pajak PPh (Penghasilan).
Jika Anda adalah karyawan/pegawai negeri
sipil, atau karyawan swasta maupun pegawai
pemerintah, dengan total penghasilan Rp 5
juta atau lebih, maka wajib membayar pajak.
2. Pajak Bersifat Memaksa Bagi Setiap
Warga Negara

Jika seseorang sudah memenuhi syarat subjektif


dan syarat objektif, maka wajib untuk membayar
pajak.

Dalam undang-undang pajak sudah dijelaskan, jika


seseorang dengan sengaja tidak membayar pajak
yang seharusnya dibayarkan, maka ada ancaman
sanksi administratif maupun hukuman secara
pidana.
3. Warga Negara Tidak Mendapat Imbalan
Langsung

Jadi ketika membayar pajak dalam jumlah


tertentu, Anda tidak langsung menerima
manfaat dari pajak yang dibayar itu.

Pajak merupakan salah satu sarana


pemerataan pendapatan warga negara.
Pemerataan Pembangunan, Pemerataan
Fasilitas Kesehatan, beasiswa Pendidikan dan
sejumlah Fasilitas lainnya..
4. Dilaksanakan Berdasakan Undang-Udang

Artinya dalam pembayaran pajak, terhadap


siapa kena pajak, dan tidak kenapajak
diatur dalam undang-undang negara.
Sehingga tidak semua warga negara dapat
dikenakan pajak.
Terdapat beberapa mekanisme yang
mengatur perhitungan, pembayaran, dan
pelaporan pajak.
MELIHAT PRESPEKTIF PAJAK
DARI SISI:

1. EKONOMI &
2. HUKUM
Dari ciri pajak diatas, maka pajak
dapat dikatakan sebagai sumber
pendapatan utama negara yang
memiliki nilai strategis dalam
perspektif ekonomi maupun hukum
1. Pajak dari Prespektif Ekonomi

Mengalihkan sumber daya dari sektor


privat (warga negara) kepada sektor
publik (masyarakat).
Dari Pajak: Dua situasi menjadi berubah,
yaitu:
Pertama, berkurangnya kemampuan individu
dalam menguasai sumber daya untuk
kepentingan penguasaan barang dan jasa.
Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan
negara dalam penyediaan barang dan jasa
publik yang merupakan kebutuhan
masyarakat
2. Pajak dari Prespektif Hukum

Perspektif ini terjadi akibat adanya suatu


ikatan yang timbul karena undang-undang.

Hukum mengatur warga negara untuk


menyetorkan sejumlah dana tertentu kepada
negara.
Melalui UU Pajak, Negara mempunyai
kekuatan untuk memaksa, alasannya
pajak tersebut dipergunakan untuk
penyelenggaraan pemerintahan.
Undang-Undang lahir untuk menjamin
adanya kepastian hukum, baik bagi
petugas pajak sebagai
pemungut/pengumpul pajak maupun
bagi wajib pajak sebagai pembayar
pajak.
FUNGSI PAJAK

Terdapat 4 FUNGSI PAJAK:

BAGI NEGARA
&
WARGA NEGARA/MASYRAKAT
Pajak memiliki peranan yang signifikan
dalam kehidupan bernegara, khususnya
pembangunan.

Pajak merupakan sumber pendapatan


negara dalam membiayai seluruh
pengeluaran yang dibutuhkan, termasuk
pengeluaran untuk pembangunan.
1. Fungsi Anggaran (Budgeter)

Pajak merupakan sumber pemasukan keuangan


negara dengan cara mengumpulkan dana atau uang
dari wajib pajak ke kas negara, untuk membiayai
pembangunan nasional atau pengeluaran negara
lainnya.

Sehingga fungsi pajak selain merupakan sumber


pendapatan negara, juga memiliki tujuan
menyeimbangkan pengeluaran negara dengan
pendapatan negara.
2. Fungsi Mengatur (Fungsi Regulasi)

Pajak merupakan alat untuk


melaksanakan atau mengatur
kebijakan negara dalam lapangan
sosial dan ekonomi.
Fungsi mengatur tersebut antara lain:

Pajak dapat digunakan untuk


menghambat laju inflasi.
Pajak dapat digunakan sebagai alat
untuk mendorong kegiatan ekspor,
dengan cara mengatur nilai pajak
ekspor barang.
Pajak dapat memberikan proteksi atau
perlindungan terhadap barang
produksi dari dalam negeri, contohnya:
Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Pajak dapat mengatur dan menarik
investasi modal yang membantu
perekonomian agar semakin produktif
Inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan
harga barang dan jasa secara umum dan
terus menerus dalam jangka waktu tertentu.

Deflasi merupakan kebalikan dari inflasi,


yakni penurunan harga barang secara
umum dan terus menerus dalam jangka
waktu tertentu.
3. Fungsi Pemerataan (Distribusi)

Pajak dapat digunakan untuk


menyesuaikan dan menyeimbangkan
antara pembagian pendapatan,
pembangunan, baik fisik maupun non
fisik yang bertujuan untuk menciptakan
kesejahteraan bagi masyarakat.
Pemerataan Pembangunan
Dilakukan
Berdasarkan skala perioritas
4. Fungsi Stabilisasi

Pajak dapat digunakan untuk menstabilkan kondisi


dan keadaan perekonomian.
Seperti:
1. Untuk mengatasi inflasi, pemerintah menetapkan
pajak yang tinggi, sehingga jumlah uang yang
beredar dapat dikurangi.
2. Sedangkan untuk mengatasi kelesuan ekonomi
atau deflasi, pemerintah menurunkan pajak,
sehingga jumlah uang yang beredar dapat
ditambah dan deflasi dapat di atasi.
Keempat fungsi pajak di atas merupakan fungsi dari
pajak yang umum dijumpai di berbagai negara.

Lembaga Pemerintah yang mengelola perpajakan


negara di Indonesia adalah Direktorat Jenderal
Pajak (DJP) yang berada di bawah Kementerian
Keuangan Republik Indonesia.
Tanggung jawab atas kewajiban membayar
pajak berada pada anggota masyarakat
sendiri untuk memenuhi kewajibanya,
sesuai dengan sistem self assessment yang
dianut dalam Sistem Perpajakan Indonesia.
Direktorat Jenderal Pajak, sesuai fungsinya
berkewajiban melakukan pembinaan,
penyuluhan, pelayanan, serta pengawasan
kepada masyarakat.
Dalam melaksanakan fungsinya tersebut,
Direktorat Jenderal Pajak berusaha sebaik
mungkin memberikan pelayanan kepada
masyarakat sesuai visi dan misi Direktorat
Jenderal Pajak.
Visi dan Misi Direktotarat Jendaral Pajak
2020-2024
1. Visi DJP
Mitra Terpercaya Pembangunan Bangsa untuk
Menghimpun Penerimaan Negara
Melalui Penyelenggaraan Administrasi Perpajakan
yang Efisien, Efektif, Berintegritas, dan Berkeadilan
dalam rangka mendukung Visi Kementerian
Keuangan.
“Menjadi Pengelola Keuangan Negara untuk
Mewujudkan Perekonomian Indonesia yang
Produktif, Kompetitif, Inklusif dan Berkeadilan”.
2. Misi DJP
Merumuskan regulasi perpajakan yang mendukung
pertumbuhan ekonomi Indonesia;
Meningkatkan kepatuhan pajak melalui pelayanan
berkualitas dan terstandarisasi, edukasi dan
pengawasan yang efektif serta penegakan hukum yang
adil; dan
Mengembangkan proses bisnis inti berbasis digital
didukung budaya organisasi yang adaptif dan
kolaboratif serta aparatur pajak yang berintegritas,
profesional, dan bermotivasi.
PAJAK PUSAT DAN PAJAK DAERAH

PAJAK PUSAT (PAJAK NEGARA)

&

PAJAK DAERAH (PAJAK LOKAL)


Pengertian Pajak Negara (Pajak Pusat)

Pajak Negara (Pajak Pusat) merupakan


pajak yang dipungut oleh pemerintah
pusat dan digunakan untuk membiayai
seluruh kebutuhan negara.
JENIS PAJAK YANG DIKELOLAH
PEMERINTAH PUSAT
1.Pajak Penghasilan (PPh)
2.Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
3.Pajak Penjualan atas Barang Mewah
(PPnBM)
4.Bea Meterai
5.Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
tertentu.
Pemungutan pajak negara memiliki
tujuan pemerataan penghasilan bagi
pemerintah daerah di Indonesia.
1. PAJAK PPh

PPh adalah pajak yang dikenakan


kepada orang pribadi atau badan atas
penghasilan yang diterima atau
diperoleh dalam satu Tahun Pajak.
Yang dimaksud dengan penghasilan
adalah setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak, baik yang berasal dari
Indonesia maupun dari luar negeri yang
dapat dipakai untuk konsumsi, atau
untuk menambah kekayaan Wajib Pajak
yang bersangkutan dengan nama dan
dalam bentuk apapun.
Dengan demikian, maka
penghasilan itu dapat berupa
keuntungan usaha, gaji,
honorarium, hadiah, dan lain
sebagainya.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

PPN adalah pajak yang dikenakan atas


konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa
Kena Pajak di dalam Daerah Pabean
(dalam wilayah Indonesia). Orang
Pribadi, perusahaan, maupun
pemerintah yang mengkonsumsi
Barang Kena Pajak atau Jasa Kena
Pajak dikenakan PPN.
Pada dasarnya, setiap barang dan jasa
adalah Barang Kena Pajak atau Jasa
Kena Pajak, kecuali ditentukan lain
oleh Undang-undang PPN.
Pajak Penjualan atas Barang
Mewah (PPnBM)

Selain dikenakan PPN, atas


pengkonsumsian Barang KenaPajak
tertentu yang tergolong mewah, juga
dikenakan PPnBM.
Yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak
yang tergolong mewah adalah:
Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan
pokok; atau
Barang tersebut hanya dikonsumsi oleh masyarakat
tertentu; atau
Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh
masyarakat berpenghasilan tinggi; atau
Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan
status; atau
Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan
moral masyarakat, serta mengganggu ketertiban
masyarakat.
Bea Meterai
Bea Meterai adalah pajak yang
dikenakan atas pemanfaatan dokumen,
seperti surat perjanjian, akta notaris,
serta kwitansi pembayaran, surat
berharga, dan efek, yang memuat
jumlah uang atau nominal diatas
jumlah tertentu sesuai dengan
ketentuan.
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Tertentu

PBB adalah pajak yang dikenakan atas


kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan
atau bangunan.

PBB merupakan Pajak Pusat namun


demikian hampir seluruh realisasi
penerimaan PBB diserahkan kepada
Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun
Kabupaten/Kota.
Mulai 1 Januari 2014, PBB pedesaan
dan Perkotaan merupakan pajak
daerah.

Untuk PBB Perkebunan, Perhutanan,


Pertambangan masih tetap merupakan
Pajak Pusat.
TENTANG PPh

 PPh 21
 PPh 22
 PPh 23
 PPh 24
 PPh 25
 PPh 26
 PPh 28
 PPh 29
Perhitungan Pajak Penghasilan (PPh)

PKP kurang dari Rp50.000.000 dikenai tarif


pajak sebesar 5%
PKP antara Rp50.000.000 --
Rp250.000.000 dikenai tarif pajak sebesar
15%
PKP antara Rp250.000.000 --
Rp500.000.000 dikenai tarif pajak sebesar
25%
PKP di atas Rp500.000.000 dikenai tarif
pajak 30%
Tarif Progresif PPh 21

Wajib Pajak dengan penghasilan tahunan


hingga Rp 50.000.000,- adalah 5%

Wajib Pajak dengan penghasilan tahunan Rp


50.000.000, - Rp 250.000.000,- adalah 15%.

Wajib Pajak dengan penghasilan tahunan Rp


250.000.000,- Rp 500.000.000,- adalah 25%.
Tarif PPh Pasal 22

Atas pembelian barang yang dilakukan oleh


DJP, Bendahara Pemerintah, BUMN/BUMD
(Lihat Pemungut dan
Objek PPh Pasal 22 butir 2,3, dan 4)
sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari
harga pembelian tidak termasuk PPN dan
tidak final.
 Contoh Pajak Penghasilan atau PPh
Pasal 22 adalah pemotongan /
pemungutan pajak penghasilan atas
pembayaran atau penyerahan barang
maupun kegiatan impor dan usaha di bidang
lain, yang dilakukan oleh pemerintah.
PPh 23

Tarif PPh dan Objek Pasal 23.

Tarif yang dikenakan nilai Dasar


Pengenaan Pajak (DPP) atau jumlah bruto
(Penghasilan Kasar) dari penghasilan.

Ada dua jenis tarif yang dikenakan pada penghasilan


yaitu 15% dan 20%, tergantung dari objeknya.
Pajak PPh 23 dengan tarif 15% dikenakan untuk
penghasilan bunga, dividen, royalti dan hadiah.

Sedangkan, pajak PPh 23 dengan tarif 2%


dikenakan untuk penghasilan jasa dan sewa.
PPh Pasal 23 adalah pajak yang
dikenakan pada penghasilan atas
modal, penyerahan jasa, atau hadiah
dan penghargaan, selain yang telah
dipotong PPh Pasal 21
Objek PPh Pasal 23

Dividen. Royalti. Hadiah, bonus,


penghargaan, dan sejenisnya selain yang
telah dipotong PPh Pasal 21
PENGECUALIAN Pemotongan PPh 23

Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan;

Terhadap perseroan terbatas, BUMN/BUMD,


kepemilikan saham pada badan yang memberikan
dividen paling rendah 25% ( dua puluh lima persen)
dari jumlah modal yang disetor.
PPh 24

Yang menjadi Subjek


PPh Pasal 24 adalah Wajib Pajak dalam
negeri terutang pajak atas seluruh
penghasilan, termasuk
penghasilan yang diterima atau diperoleh
dari luar negeri.

Dan Objek PPh pasal 24 adalah


penghasilan yang berasal dari luar negeri.
Yang dipungut dari PPh Pasal 24

Berupa :
Pendapatan dari saham dan surat berharga
lainnya, serta keuntungan dari pengalihan
saham dan surat berharga lainnya.
Penghasilan berupa bunga, royalti, dan
sewa yang berkaitan dengan penggunaan
harta-benda bergerak.
Penghitungan PPh Pasal 24 adalah sebagai
berikut:
Menghitung total penghasilan kena pajak:
Penghasilan dalam negeri. Rp400.000.000. ...
Menghitung total PPh terutang: Pajak terhutang
25% x Rp 600.000.000 = ...
Menghitung PPh maksimum yang dapat
dikreditkan: (penghasilan Luar Negeri : total
penghasilan) x total PPh terutang.
PPh Pasal 25

Tarif jenis PPh Pasal 25 wajib pajak pribadi,


pengusaha, atau badan tertentu ialah 0,75% dari
jumlah peredaran bruto per bulan dari masing-
masing tempat usaha.

Pajak ini sifatnya final dan dapat dikreditkan pada


akhir tahun pajak.
PPh Pasal 26

PPh pasal 26 adalah pajak penghasilan


yang dipotong dari badan usaha apa pun di
Indonesia yang melakukan transaksi
pembayaran (gaji, bunga, dividen, royalti
dan sejenisnya) kepada Wajib Pajak Luar
Negeri.
Tarif yang dikenakan adalah 20% untuk
setiap jenis penghasilan yang
dikenakan PPh Pasal 26 atau sesuai
dengan persetujuan
penghindaran pajak berganda (P3B)
antarnegara atau tax treaty.
PPh Pasal 28

Bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha


tetap, pajak yang terutang dikurangi dengan kredit
pajak untuk tahun pajak yang bersangkutan, berupa:
pemotongan pajak atas penghasilan dari
pekerjaan, jasa, dan kegiatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21.
Sesuai dengan UU pajak di tahun
2020 tarif untuk PPH pada pasal 28 lebih kecil
daripada tarif di tahun 2022.

Jumlah tarif tersebut akan ditetapkan sama


terhadap penghasilan dari dalam negeri maupun
luar negeri, sebesar 22%.
PPh 29

Pengertian PPh Pasal 29 adalah Pajak


Penghasilan (PPh) kurang bayar yang
terdapat dalam SPT Tahunan PPh.

PPh Kurang Bayar adalah sisa PPh terutang tahun


pajak bersangkutan dikurangkan dengan kredit PPh
(PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, dan PPh
Pasal 24), dan PPh Pasal 25.
Bedanya PPh pasal 25 dan 29?
Pajak penghasilan Pasal 29 menjelaskan tentang
pajak kurang bayar. Sedangkan, pajak
penghasilan Pasal 25 merupakan
angsuran PPh yang terutang.

Perbedaan selanjutnya yaitu PPh Pasal


25 berfungsi sebagai pengurang dari PPh terutang
yang kemudian hasilnya yaitu PPh Pasal 29 yang
harus dibayar.
Untuk wajib pajak (WP) orang PPh Pasal 29
harus dibayarkan paling lambat tanggal 31 Maret.

Sedangkan untuk WP badan, batas waktu


pembayaran PPh Pasal 29 jatuh pada tanggal 30
April atau setelah tahun pajak berakhir.
Terdapat perubahan tarif pada Pemotongan PPh 29
Badan pada Tahun 2022, yang tadinya 20%
menjadi 22%
Pendapatan bruto lebih dari Rp 50 miliar per tahun
— Dikenakan tarif pajak tunggal sebesar 22% dari
laba bersih sebelum terkena pajak.

Pendapatan bruto lebih dari Rp 4,8 miliar dan


kurang dari Rp 50 miliar per tahun — Tarif pertama
sebesar 11% untuk pendapatan bruto hingga Rp4,8
miliar.
Bagi Hasil Pajak

Bagi hasil diperlukan untuk menjaga


kelangsungan Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) sebagai wujud
keseimbangan penerimaan antara pusat
dan daerah atas pajak yang dipungut
oleh negara (pusat) dan sumbernya,
berada di daerah.
DANA BAGI HASIL PUSAT DAN DAERAH

16 persen untuk Pemerintah


Provinsi,
 64 persen untuk Pemerintah
Kota/Kabupaten,
dan 20 persen untuk Pemerintah
Pusat
Jatah Pembagian 64 Persen Daerah

Perolehan 64 Persen Daerah


Kabupaten / Kota Tersebut
Dibagi Menjadi
32 Persen Daerah Penghasil
Dan
32 Persen Daerah Kabupaten Kota
Lainnya
Se Indonesia
2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Pajak Pertambahan Nilai (PPN):

merupakan pajak yang dikenakan atas


setiap pertambahan nilai dari barang
atau jasa dalam peredarannya dari
produsen ke konsumen.
Penerapan PPN di Indonesia

menganut sistem tarif tunggal,

yaitu sebesar 10%.


Tarif PPN Barang Mewah ini per 1
April 2022 naik menjadi 11 persen dari sebelumnya
10 persen.

Tarif PPN akan dinaikkan secara bertahap sampai


dengan 12 persen di tahun 2025

“Menteri Keuangan Srimulyani”


NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak)
NJKP (Nilai Jual Kena Pajak)
Perhitungan PBB
Beberapa rumus yang bisa digunakan adalah: NJOP
= (NJOP Bumi = luas tanah x nilai tanah) +
(NJOP Bangunan = luas bangunan x
nilai bangunan).

NJKP = 40% dari NJOP atau 20% dari NJOP untuk


perhitungan PBB. PBB yang terutang = 0,5% x
NJKP (jumlah PBB yang harus dibayar setiap
tahun)
6. CUKAI

Cukai sebagai pungutan negara yang dikenakan


terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai
sifat atau karakteristik sesuai dengan undang-undang
merupakan penerimaan negara guna mewujudkan
kesejahteraan, keadilan, dan keseimbangan.

Pengertian bea adalah pungutan pajak oleh negara


terhadap komoditas barang yang terkait dengan
kegiatan ekspor dan impor. Bea memiliki karakteristik
khusus untuk barang apa saja yang kena pajak sesuai
peraturan yang berlaku
Yang Masuk Dalam Kategori Cukai

Menurut Undang-Undang No. 37 tahun


2007 yang masuk dalam kategori Cukai
adalah:
Etil Alkohol, Minuman Mengandung Etil
Alkohol (Bir, Shandy, Anggur, Arak dll), Hasil
Tembakau seperti rokok (sigaret), cerutu,
Rokok Daun, Tembakau Iris
CUKAI ROKOK

Berdasarkan tarif cukai rokok terbaru yang


berlaku Januari 2022, tarif cukai rokok SKM I
adalah Rp985 per batang.

Maka tarif cukai rokok SKM I satu bungkus adalah


dengan cara mengalikan tarif cukai rokok dengan
jumlah batang rokok tersebut
CUKAI MINUMAN BERALKOHOL

Tarif cukai yang ditetapkan untuk MMEA golongan


B yang diproduksi di dalam negeri yaitu Rp33.000
per liter.

Sedangkan untuk produksi luar negeri atau impor


yaitu Rp44.000 per liternya.

Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA)


Negara Raup Rp185 Triliun, Dari Cukai dan 66
Persennya Berasal dari Cukai Rokok.

Menurut laporan Kementerian Keuangan


(Kemenkeu), penerimaan cukai minuman
mengandung etil dan alkohol (MMEA) tumbuh
25,9% (year-on-year/yoy) menjadi Rp2,19
triliun pada periode Januari–April 2022.
DANA BAGI HASIL

Bagi hasil diperlukan untuk menjaga kelangsungan


Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
sebagai wujud keseimbangan penerimaan antara
pusat dan daerah atas pajak yang dipungut oleh
negara (pusat) dan sumbernya, berada di daerah.
Dana Bagi Hasil (DBH) Pajak terdiri atas
3 (tiga) jenis, yaitu:
1. DBH Pajak Bumi dan Bangunan (DBH
PBB) merupakan bagian dari Transfer ke Daerah
yang berasal dari penerimaan PBB yang dikenakan
atas bumi dan bangunan, kecuali Pajak Bumi dan
Bangunan perdesaan dan Perkotaan.
2. DBH Pajak Penghasilan (DBH PPh) adalah bagian
dari Transfer ke Daerah yang berasal dari
penerimaan Pajak Penghasilan, yaitu: PPh Pasal 21,
PPh Pasal 25 dan Pasal 29.
3. DBH Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) adalah
bagian dari Transfer ke Daerah yang dibagikan
kepada provinsi penghasil cukai dan/atau provinsi
penghasil tembakau.
Penggunaan DBH Pajak bersifat blockgrant, yaitu
penggunaan dana diserahkan kepada daerah sesuai
dengan kebutuhan daerah masing-masing.

Kecuali untuk DBH CHT paling sedikit 50%


digunakan untuk mendanai program/kegiatan
peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri,
pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan di
bidang cukai serta pemberantasan barang kena cukai
ilegal.
DBH CHT Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau
Pajak Daerah
Pengertian Pajak Daerah

Pajak Pemerintah (Daerah) merupakan


pajak yang dipungut oleh pemerintah
daerah dan digunakan untuk membiayai
rumah tangga daerah.
Pajak Daerah sebagai kontribusi wajib pajak kepada
daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan
yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung.

Pajak jenis ini digunakan untuk keperluan daerah


dan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat
daerah tersebut.
Kriteria Pemungutan Pajak Daerah

Sifatnya pajak dan bukan retribusi.


Objek Pajak terletak atau terdapat di wilayah
kabupaten atau kota yang bersangkutan, hanya
kepada masyarakat di wilayah kota atau kabupaten
tersebut.

Objek dan dasar pengenaan pajak tidak


bertentangan dengan kepentingan umum.
Berdampak ekonomi positif, tidak mengganggu
alokasi sumber-sumber ekonomi dan tidak
merintangi arus sumber daya ekonomi antar daerah
maupun kegiatan ekspor-impor.
Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan
masyarakat.
Menjaga kelestarian lingkungan, pengenaan pajak
tidak memberikan peluang kepada pemerintah
daerah atau masyarakat luas untuk merusak
lingkungan.
Jenis-Jenis Pajak Daerah

Menurut UU No 28 Tahun 2009, jenis-jenis pajak


daerah antara lain:

1. Pajak Provinsi

2. Pajak Kabupaten/ Kota


Pajak Provinsi

Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)


Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) atau
biasa dikenal dengan istilah Balik Nama.
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB),
dikenakan pada saat pembelian BBM
Pajak air permukaan seperti (PDAM)
Pajak rokok
2.Pajak Kabupaten/Kota

 Pajak hotel
 Pajak restoran
 Pajak hiburan
 Pajak reklame
 Pajak penerangan jalan
 Pajak mineral bukan logam dan batuan
 Pajak parkir
 Pajak air tanah
 Pajak sarang burung walet
 Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan
 Pajak Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan
SENGKETA PAJAK
SENGKETA PAJAK

Definisi Sengketa Pajak menurut Undang-undang


Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak,
adalah "Sengketa yang timbul dalam
bidang perpajakan antara Wajib Pajak atau
Penanggung Pajak dengan pejabat yang berwenang
sebagai akibat dikeluarkannya keputusan merugikan
sehingga dapat diajukan Banding atau Gugatan
kepada Pengadilan Pajak” .
Penyelesaian Sengketa Pajak

1. Keberatan

Dikategorikan keberatan apabila Wajib


Pajak berpendapat bahwa ketetapan
jumlah rugi, karena pemungutan pajak
tidak sebagaimana mestinya.
Surat Keberatan oleh Wajib Pajak dapat
disampaikan secara langsung, melalui pos
maupun online (e-Filing) melalui laman
resmi Direktorat Jenderal Pajak atau
Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan resmi.
Ditandai dengan adanya bukti telah
diterimanya Surat Keberatan berupa tanda
penerimaan surat dari petugas pajak, atau
bukti pengiriman surat melalui pos dan
bukti penerimaan elektronik.
2. Gugatan
Gugatan merupakan upaya hukum berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang dilakukan
Wajib Pajak atau penanggung pajak terhadap
pelaksanaan pajak yang ditagih yang tidak sesuai.

Gugatan disampaikan kepada Pengadilan Pajak yaitu


Badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan
kehakiman
Pengadilan pajak merupakan pengadilan tingkat
pertama dan terakhir dalam memeriksa dan
memutuskan perkara sengketa pajak.
 Maka dari itu putusan Pengadilan Pajak tidak
dapat diajukan Gugatan ke Peradilan Umum,
Peradilan Tata Usaha Negara atau Badan Peradilan
lain.
Kecuali ada putusan lain yang berupa “tidak dapat
diterima” menyangkut kewenangan.
Ruang Lingkup Gugatan

Wajib pajak dapat mengajukan gugatan terhadap:


Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan atau Pengumuman Lelang
Keputusan dalam rangka penagihan pajak yang tidak
sesuai
Keputusan lain yang menyimpang berkaitan dengan
pelaksanaan perpajakan
3. Banding
Upaya hukum selanjutnya yang dimiliki Wajib Pajak
sesuai peraturan perundangan atas ketidakpuasannya
terhadap keputusan Direktur Jenderal Pajak. Sehingga
dilakukan permohonan banding kepada pengadilan pajak.
Ruang Lingkup Banding
Apabila Wajib Pajak tetap tidak setuju dengan materi nilai
pajak dalam Surat Keputusan, Keberatan wajib pajak
hanya dapat mengajukan permohonan banding kepada
pengadilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan, kecuali
ditentukan lain oleh peraturan yang berlaku.
4. Peninjauan Kembali

Pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan


permohonan peninjauan kembali hanya satu kali
atas putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah
Agung.
Permohonan peninjauan kembali tidak
menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan
putusan pengadilan.
Ruang Lingkup Peninjauan Kembali
Permohonan dapat diajukan dengan alasan:
Putusan pengadilan didasarkan pada suatu kebohongan
pihak lawan berdasarkan bukti-bukti yang kemudian
dinyatakan palsu oleh hakim pidana
Bukti tertulis baru yang dapat menghasilkan putusan
berbeda
Bagian dari tuntutan yang belum diputus tanpa
dipertimbangkan sebab-sebabnya
Putusan yang senyatanya tidak sesuai peraturan
perundangan

Anda mungkin juga menyukai