Anda di halaman 1dari 11

ARTIKEL TENTANG PAJAK

Nama : Ahmad Figo


NPM : 202043500053
Kelas : Y1F
Dosen Pengampu : Rahmawati, S.Pd.I., M.A.
1

Judul : Pajak

1. Pengertian Pajak
Beberapa definisi pajak dari para ahli, adalah sebagai berikut :
Menurut Dr. Rochmat Soemitro, SH dalam bukunyaDasar-dasar HukumPajak dan
Pajak Pendapatan,“pajakadalah iuran rakyat kepada kas negaraberdasarkan undang-
undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatjasa imbal yang langsung dapat
ditunjukkan dan yang digunakan untukmembayar pengeluaran umum”. Dengan
penjelasan sebagai berikut : “dapatdipaksakan” artinya : bila utang pajak tidakdibayar,
utang itu dapat ditagihdengan menggunakan kekerasan, seperti surat paksa dan sita, dan
jugapenyanderaan; terhadap pembayaran pajak, tidak dapat ditunjukkan jasa timbal-balik
tertentu seperti halnya dengan retribusi (Erly Suandy, 2008;4).
MenurutS. I. Djajadiningrat pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkansebagian
kekayaan ke kas negara yang disebabkan oleh suatu keadaan, kejadian,dan perbuatan
yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagaihukuman, menurut peraturan
yang ditetapkanPemerintah serta dapatdipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari
negara secara langsung, untukmemelihara kesejahteraan umum (Siti Resmi, 2007;1).
Menurut Dr. Soeparman Soehamihaja dalam disertasinya yang berjudul“Pajak
berdasarkan Asas Gotong Royong” di Universitas Padjadjaran, Bandung,tahun 1964,
pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa
berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksibarang-barang dan jasa-
jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum (Y.Sri Pudyatmoko, 2009).
Selain itu pengertian tentang pajak juga dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J.A. Andriyani
yang telah diterjemahkan oleh R. Santoso Brotodiharjo, SH dalambuku“Pengantar Ilmu
Hukum Pajak”,pajak adalah iuran kepada negara (yangdapat dipaksakan) yang terutang
oleh yang wajib membayarnya menurutperaturan-peraturan dengan tidak mendapat
prestasikembali, yang langsungdapat ditunjukdan yang ada gunanya adalah untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungandengan tugas negara yang
menyelenggarakanPemerintahan (Waluyo-Wirawan B. Ilyas, 2003;1).
Berdasarkan pengertian pajak di atas, terdapat empat unsur pembentuk pengertian
pajak yang utama, adalah sebagai berikut:
a. Iuran dari rakyat kepada negara.
b. Berdasarkanundang-undang.
c. Tanpa jasa timbal-balik dari negara yang secara langsung dapatditunjuk.
2

d. Digunakan untuk membiayai keperluan rumah tangga negara.


Dalam pembahasan Ketentuan Umum dan tatacara Perpajakan akandijumpai
pengertian-pengertian atau istilah-istilah, antara lain:
a) Wajib Pajak(WP) adalah orang pribadi atau badan yang menurutketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan,
termasuk pemungutan pajak ataupemotongan pajak tertentu. (Prof.
Dr.Mardiasmo,2003:12).
b) Badan adalah sekumpulan orang dan atau modalyang merupakankesatuan baik yang
melakukan usaha ataupun yang tidak melakukanusaha yang meliputi perseroan terbatas,
perseroan komanditer,perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atauDaerah
dengannama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana
pensiun,persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasimassa,organisasi sosialpolitik atau
organisasi sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentukbadan lainnya.
( Waluyo,Wirawan B. Ilyas, 2003, 25).
c) Masa Pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan 1 (satu)bulan takwim atau
jangka waktu lain yang ditetapkan denganKeputusan Menteri Keuangan paling lama 3
bulan takwim. ( Prof. Dr.Mardiasmo,2003,12).
d) Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun takwim (1 Januarisampai dengan 31
Desember) kecuali bilaWajib Pajakternyata tahunpajaknya tidak sama dengan tahun
takwim, makaWajib Pajakharusmelapor/membertahukan kepada Direktur Jendral Pajak
untukmendapatkan persetujuan. ( Waluyo, Wirawan B. Ilyas, 2003, 25).

 Berikut jenis-jenis pajak yang ada di Indonesia yang harus diketahui:


1. Pajak Penghasilan (PPh)
Pajak Penghasilan atau PPh adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan, baik
perorangan maupun instansi dan badan usaha. Ternyata, jenis pajak penghasilan ini
juga banyak, nggak cuma Pajak Penghasilan pribadi doang yang dilaporkan setiap
Maret itu loh ALovers!
Yang pertama tentunya ada PPh pasal 15 yang dimana pph tersebut mengatur pajak
penghasilan pelayaran, maskapai, asuransi asing, pengeboran minyak, dan
perusahaan-perusahaan yang berkaitan dengan infrastruktur negara. Kemudian
dilanjutkan dengan PPh pasal 21. Nah pph  ini umumnya mengatur mengatur pajak
pribadi yang berupa gaji, upah, hadiah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain
dalam bentuk apa pun yang berkaitan dengan pekerjaan. Kemudian ada juga PPh
3

pasal 22, pada pajak pph ini yang mesti ketahui adalah pph tersebut mengatur pajak
perdagangan barang.

2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)


Pajak Pertambahan Nilai merupakan jenis pajak yang dikenakan pada setiap jenis
barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. Gampangannya
begini, PPN biasanya dibebankan pada konsumen layaknya ALovers terhadap barang
atau jasa yang ALovers  beli tetapi tidak secara langsung, melainkan dibayarkan
melalui pedagang atau pengedar barang yang ALovers beli tersebut. Baru dari
pedagang disetorkan pada Dirjen Pajak. Istilahnya mereka ini adalah Pengusaha Kena
Pajak. Nah pajak di Indonesia, PPN ini besarnya adalah 10% untuk barang yang
diperdagangkan dalam negeri, dan 0% untuk ekspor.
3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Selain PPN, juga ada jenis Pajak Penjualan atas Barang Mewah ini nih, yang
dibebankan dalam kegiatan perdagangan dalam negeri yang biasa ALovers dengar.
Biasanya nih pada pajak barang mewah ini banyak kasus pajak di Indonesia yang
sempat viral di berbagai media social.
Lantas ALovers tahu tidak kriteria barang mewahnya seperti apa yang masuk
kedalam pajak di Indonesia? Di antaranya itu ada Barang yang hanya bisa dibeli oleh
kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi, Barang yang hanya dikonsumsi oleh
kelompok orang tertentu,  Barang yang bukan merupakan kebutuhan pokok, Barang
yang dibeli demi status atau gengsi dan juga Barang yang dapat mengganggu
kesehatan atau moral masyarakat.
Pajak Penjualan atas Barang Mewah ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1983, yang sudah diubah beberapa kali dan terakhir menjadi Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 2009. Jenis pajak barang mewah ini diatur dan dihitung bersama
dengan PPN, karena tidak bisa lepas dari Pajak Pertambahan Nilai itu sendiri.
4. Materai
Jenis pajak keempat yang diatur oleh Dirjen Pajak adalah bea materai. Biasanya ini
dikenakan pada ALovers yang sedang mengurus surat-surat atau perjanjian yang
bernilai tertentu. Ini adalah pajak atas pemanfaatan dokumen. Untuk surat-surat dan
akta-akta notaris dan Pembuat Akta Tanah, bea materainya pada umumnya yang
ALovers keluarkan sebesar Rp6.000. kemudian untuk Surat yang memuat jumlah
uang, kalau nilainya kurang dari Rp250.000 tidak ada bea materai, antara Rp250.000
4

– Rp1.000.000 dikenakan bea materai Rp3.000, dan di atas Rp1.000.000 ada bea
materai Rp6.000.
5. Pajak Bumi dan Bangunan
Pajak Bumi dan Bangunan yang dikelola oleh Dirjen Pajak pusat adalah pajak
untuk perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Sedangkan untuk bangunan di
pedesaan dan perkotaan dikelola oleh pemerintah daerah, sehingga masuk ke pajak
daerah. Hal ini mulai berlaku sejak tahun 2014 yang lalu, seperti yang tertuang dalam
Undang-Undang No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
(PDRD).
6. Pajak Daerah
Pada pajak daerah sendiri yang wajib diketahui terdapat dua pajak di dalam pajak di
Indonesia. Pajak Provinsi adalah jenis pajak yang dikelola oleh pemerintah provinsi,
meliputi Pajak Kendaraan–termasuk di dalamnya adalah pajak kendaraan bermotor
tahunan, 5 tahunan, bea balik nama, dan sebagainya–Pajak Air Permukaan, dan Pajak
Rokok. Kemudian ada juga Pajak Kabupaten/Kota merupakan jenis pajak yang
dikelola oleh pemerintah daerah tingkat II, yaitu kabupaten atau kota. Berupa pajak
hotel, hiburan, restoran, reklame, parkir, air tanah, dan sebagainya.
Nah, banyak kan jenis pajak yang ada di Indonesia? Sebagian besar ALovers pasti juga sudah
familier ya?saran dari Kula demi lebih optimalnya tingkat penyerapan pajak di Indonesia,
ALovers wajib untuk lebih bertanggung jawab dalam membayar tanggungan pajak ALovers
agar data tingkat kepatuhan wajib pajak di Indonesia semakin meningkat.

2. Urgensi Perlunya Pajak


Ketika negara membutuhkan dana yang besar untuk mewujudkan cita-cita bersama
menuju masyarakat adil dan makmur, maka harus ada dana yang cukup untuk memenuhi
syarat pembangunan tersebut. Sumber alam memang mendukung, namun terdapat sumber
daya alam yang tak terperbaharui, sehingga lama kelamaan habis. Sumber energi yang
tidak pernah habis,misalnya tenaga surya, membutuhkan dana penelitian dan operasional
yang besar. Demikian pula halnya dengan sumber daya alam lainnya seperti hasil hutan
juga memiliki keterbatasan, bahkan tidak dapat begitu saja dikuras untuk menghasilkan
devisa negara, karena dapat merusak keseimbangan alam. Oleh karena itu,diperlukan
dana suntikan yang segar yang bisa berasal dari pinjaman luar negeri, tetapihal itu juga
harus dikembalikan berikut bunganya, sehingga dapat menjadi beban bagi generasi yang
5

akan datang. Pajak merupakan solusi yang tepat untuk menjawab permasalahan dan
kepentingan dana pembangunan bagi keberlangsungan negara.
Pajak diperlukan sebagai solusi bagi keterbatasan dana pembangunan dari sebuah
pemerintahan yang tujuan utamanya adalah menyejahterakan masyarakat. Di samping itu,
pajak pada hakikatnya merupakan suatu bentuk penggalangan dana yang bertujuan untuk
meningkatkan semangat kerja sama, gotong royong, membangkitkan kesadaran atas
kehidupan bersama untuk saling tolong, peduli kepada orang lain. Pengembangan
kesadaran hidup bersama ini memerlukan dorongan yang bersifat internal (dari dalam diri
si pembayar pajak) dan dorongan eksternal (peran pemerintah untuk mengatur dan
menyusun strategi yang tepat untuk menstimulus warga negara yang memiliki kewajiban
sebagai pembayar pajak). Salah satu strategi yang digulirkan, antara lain melalui
penanaman kesadaran pajak melalui pendidikan sejak awal hingga perguruan tinggi.
Untuk itu, diperlukan proses sosialisasi yang tepat melalui pendidikan karakter bangsa,
antara lain:
a. Pembelajaran tentang kesadaran pajak di Perguruan Tinggi;
b. Pelatihan kesadaran pajak bagi mahasiswa tingkat lanjut sebelum menempuh ujian
akhir.
best practise di negara maju yang sukses karena tingginya kesadaran perpajakan warga
negaranya dibandingkan dengan praktik negara yang terbelakang karena rendahnya
kesadaran perpajakan warga negaranya;

3. Sikap Positif Kepatuhan Wajib Pajak


Kepatuhan berasal dari kata patuh. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia patuh
memiliki pengertian sebagai suka menurut perintah, taat kepadaperintah atau aturan, dan
berdisiplin.Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 74/PMK.03/2012, kriteria wajib
pajak yang dapat dikatakan patuh adalah sebagai berikut:
a.Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT),
b.Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak
yang telah memperoleh ijin mengangsur atau menunda pembayaran pajak,
c.Laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau lembaga pengawas keuangan
pemerintah dengan pendapat wajar tanpa pengecualian selama tiga tahun berturut-turut,
dan
6

d.Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan


berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hokum tetap dalam
jangka waktu lima tahun terakhir.
 Contoh dampak positif membayar pajak.
a. Fasilitas umum dan infrastruktur, seperti: jalan, sekolah, jembatan, rumah sakit.
b. Pertahanan dan keamanan, seperti : bangunan, senjata, perumahan, hingga gaji-
gajinya.
c. Subsidi pangan dan bahan bakar minyak.
d. Kelestarian lingkungan hidup dan budaya.
e. Pengembangan alat transportasi massa, dan lain-lain.

Mustikasari (2007) menyatakan bahwa wajib pajak dikatakan patuh apabila:


1.Benar dalam penghitungan pajak terutang,
2.Benar dalam pengisian formulir SPT,
3.Tepat waktu, dan4.melakukan kewajibannya dengan sukarela (atas kesadaran sendiri)
sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku di Indonesia.
Anjani dan Restuti/ Berkala Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Vol. 1, No. 2 (2016):125-144

4. Hubungan Pajak Dengan Bahasa Indonesia (Pembukuan dan Pencatatan)


Bagi Anda yang terjun di dunia perpajakan pasti selalu mendengar istilah pembukuan
dan pencatatan. Meski serupa, keduanya merupakan dua hal yang berbeda dan tidak
sedikit wajib pajak yang belum mengetahui secara pasti perbedaan pembukuan dan
pencatatan pajak.
Menurut Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan Undang-Undang No. 28
Tahun 2007 Pasal 1 ayat 29, pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan
secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta,
kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah perolehan dan penyerahan barang
atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan
laba  rugi untuk periode tahun pajak tersebut.
Sedangkan mengacu pada undang-undang yang sama pada Pasal 28 ayat 9,
pencatatan terdiri atas data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau
penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah
7

pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai
pajak yang bersifat final.
Sebagai pelaku usaha, pembukuan dan pencatatan merupakan salah satu kegiatan
akuntansi perpajakan yang menjadi dasar bagi wajib pajak untuk menghitung besarnya
pajak terutang. Lalu, apa perbedaan di antara keduanya? Simak bahasan lengkapnya pada
artikel di bawah ini!

 Apa Persamaan Keduanya?


Sebelum membahas lebih lanjut perbedaan pembukuan dan pencatatan pajak, ada
baiknya kita lihat dulu persamaan keduanya. Pada dasarnya, penyelenggaraan
pembukuan dan pencatatan ditujukan untuk mempermudah wajib pajak dalam
memenuhi kewajiban perpajakan, seperti pengisian SPT, perhitungan penghasilan
kena pajak, PPN, dan PPnBM, serta mengetahui posisi keuangan dari hasil kegiatan
usaha atau pekerjaan bebas.
Ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan dalam menyelenggarakan
pembukuan dan pencatatan, di antaranya:
1. Diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan
keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya.
2. Diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab,
satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam
bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.
Selain itu, segala bentuk buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar
pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain hasil pengolahan data dari pembukuan
dikelola secara elektronik wajib disimpan selama 10 tahun di Indonesia, yaitu di
tempat kegiatan atau tempat tinggal wajib pajak orang pribadi atau di tempat
kedudukan wajib pajak badan.

 Perbedaan Pembukuan dan Pencatatan Pajak


Nah, setelah mengetahui persamaannya, berikut ini beberapa dasar yang
membedakan pembukuan dan pencatatan pajak.
Yang wajib menyelenggarakan pembukuan adalah wajib pajak badan dan wajib
pajak pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
Sedangkan yang wajib menyelenggarakan pencatatan adalah wajib pajak orang
pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dengan peredaran bruto
8

dalam satu tahun kurang dari 4,8 miliar rupiah dan wajib pajak orang pribadi yang
tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
Dari segi syarat, pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan
stelsel akrual atau stelsel kas. Selain itu, pembukuan yang menggunakan bahasa asing
dan mata uang selain Rupiah dapat diselenggarakan oleh wajib pajak setelah
mendapat izin dari Menteri Keuangan.
Pada pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta,
kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga
dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.
Sedangkan untuk pencatatan, terdiri atas data yang dikumpulkan secara teratur
tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar
untuk menghitung jumlah pajak yang terutang. Termasuk di dalamnya penghasilan
yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final.
Seperti yang sudah disebutkan di atas, beberapa tujuan dibuatnya pembukuan dan
pencatatan pajak adalah untuk mempermudah pengisian SPT, perhitungan penghasilan
kena pajak, PPN, dan PPnBM, serta mengetahui posisi keuangan dan hasil kegiatan
usaha/pekerjaan bebas.

5. DAMPAK PUNGUTAN PAJAK

1. Dampak Pungutan Pajak Dilihat Dari Segi Ekonomi


Dampak langsung dari pungutan pajak adalah pada pendapatan disposibel.
Pendapatan disposibel adalah pendapatan pribadi dikurangi dengan pajak. Pendapatan
disposibel merupakan pendapatan yang dapat dibelanjakan untuk konsumsi. Ketika
pungutan pajak dinaikkan, makapendapatan disposibel relatifmenjadi turun. Dengan
menurunnya pendapatan disposibel maka konsumsi relatifmenjadi turun. Turunnya
konsumsi akan berdampak pada turunnya pendapatan nasional equilibrium. Demikian
pula, jika pungutan pajak diturunkan, makakonsumsi relatifmenjadi naik. Naiknya
komponen inidapat menaikkan pendapatan nasional. Tentu saja dengan hal ini asumsi
jika komponen lain yang berpengaruh terhadap pendapatan nasional tidak berubah.
2. Dampak Pungutan Pajak Dilihat Dari Segi Hukum
Dasar hukum pengenaan pajak diatur dalam ketentuan pasal 23 ayat (2)UUD
1945 Amandemen ke-5 juga UU Nomor 28 tahun 2007 tentang KUP. Pajak dari
perspektif hukum merupakan suatu perikatan yang timbul karena adanya undang-
9

undang yang menyebabkan timbulnya kewajiban warga negarauntuk menyetorkan


sejumlah penghasilantertentu kepada Negara, Negara mempunyai kekuatan untuk
memaksa dan uang tersebut harus dipergunakan untuk penyelenggaran pemerintahan.
Pemungutan pajak harus dijalankan menurut hukum agar pemerintah (petugas pajak)
tidak bertindak sewenang-wenangdalam menetapkan dan memungut pajak.
Pentingnya pajak diatur dalam suatu undang-undang sebelum dilakukan pemungutan
pajak didasarkan pada kepastian hukum.
3. Dampak Pungutan Pajak Dilihat Dari Segi Sosiologi
Pemungutan pajak dalam lingkungan masyarakat dari segi sosiologi
menimbulkan suatu akibat yang timbul dari pungutan pajak dan apa hasil yang
diterima oleh masyarakat dari pungutan wajib pajak tersebut, sehingga dari hasil
pungutan pajak tersebut diharapkan bias membiayai pembangunan nasional secara

merata di masyarakat. Pemerintah telah menyusun program untuk pengalokasian dana


dari pungutan pajak tersebut salah satuya melalui pemberian subsidi kepada
masyarakat untuk mengurangi beban masyarakat. Hal tersebut, sebenarnya
masyarakat sudah menikmati uang pajak yang mereka bayarkan, tanpa diketahui
sebelumnya. Pemerintah sampai saat ini masih memberikan subsidi untuk sektor-
sektor tertentu yang sangat mempengaruhi hajat hidup orang banyak, mulai dari
subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM),subdisi listrik,bantuan langsung sementara
masyarakat (BLSM) atau sejenisnya,pengadaan beras miskin (raskin),jaminan
kesehatan masyarakat (jamkesmas),pembangunan sarana umum
sepertijalan,jembatan,sekolah,rumah sakit, puskesmas dan pembiayaan lainnya dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan bagi seluruh lapisan masyarakat.
10

Kesimpulan
Dalam memahami mengapa seseorang harus membayar pajak untuk membiayai
pembangunan yang terus dilaksanakan, maka perlu dipahami terlebih dahulu tentang
pengertian pajak itu sendiri. Disini Negara memerlukan danan untuk kepentingan rakyat.
Dana yang akan dikeluarkan ini tentunya didapat dari rakyat itu sendiri melalui pemungutan
yang disebut dengan pajak. Sebagaimana dinyatak dalam Pasal 23 Ayat 2 UUD 1945 yang
menegaskan agar setiap pajak yang akan dipungut haruslah berdsarkan undang-undang.
Disini kita dapat menyimpulkan bahwa pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara
berdasrkan undang-undang dengan tiada mendapat jasa-timbal, yang langsung dapat
ditujukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum yang hasilnya akan
dikembalikan kepada masyarakat

Daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai