Anda di halaman 1dari 32

BAB VII

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

A. Dasar Hukum Pajak Bumi dan Bangunan


Dasar hukum dan aturan terkait yang membahas mengenai pajak bumi dan
bangunan (PBB), yaitu:
1. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 48/PMK.03/2021
tentang Tata Cara Pendaftaran, Pelaporan, dan Pendataan Objek Pajak
Bumi dan Bangunan.
2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 yaitu perubahan atas Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
3. Peraturan Kementerian Keuangan (PMK) Nomor 234/PMK.03/2022 yaitu
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 186/PMK.03/2019
tentang Klasifikasi Objek Pajak dan Tata Cara Penetapan Nilai Jual Objek
Pajak Bumi dan Bangunan.
Untuk asas dari Pajak Bumi dan Bangunan menurut Undang -Undang tahun 1994
yaitu:
1. Memberikan kemudahan dan kesederhanaan.
2. Adanya kepastian hukum.
3. Mudah dimengerti dan adil.
4. Menghindari pajak berganda.

B. Sejarah Pajak Bumi dan Bangunan


Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya.
Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman (termasuk rawa-rawa,
tambak, perairan) serta laut wilayah Republik Indonesia. Sedangkan bangunan
adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan
atau perairan.

BAB VII | 291


Pajak merupakan salah satu komponen penting dalam perjalanan suatu
bangsa. Hampir semua negara yang ada di dunia ini menerapkan suatu aturan
maupun skema tentang pengenaan pajak. Baik secara langsung maupun tidak
langsung. Tak terkecuali di Indonesia saat ini titik sejarah panjang tentang
pengenaan pajak di Indonesia telah berlangsung sejak zaman kerajaan, kolonial
sampai dengan sekarang sehingga pada hakekatnya masyarakat Indonesia sendiri
tidak asing dengan kata "pajak". Namun karena pengenaan tiap-tiap zaman berbeda
dan di era sebelumnya cenderung merugikan masyarakat akhirnya menimbulkan
sifat resistensi terhadap pajak itu sendiri.
Pada era masa kemerdekaan dari masa kerajaan sampai pada masa
penjajahan bangsa Indonesia telah mengenal yang namanya pungutan sejenis pajak
bahkan pada saat sebelum dijajah oleh bangsa Eropa dan juga bangsa Jepang.
Masyarakat telah mengenal yang namanya pemungutan jenis pajak yang sifatnya
memaksa. Perbedaannya yaitu peti itu diberikan kepada seorang raja sebagai suatu
persembahan karena di masa itu seorang raja dianggap sebagai wakil Tuhan dan
segala sesuatu yang terjadi di masyarakat dianggap telah dipengaruhi oleh si raja.
Meski kemudian para masyarakat mendapat imbalan berupa sebuah jaminan
keamanan dan juga ketertiban dari sang raja namun perlu diperhatikan bahkan pada
saat itu beberapa kerajaan seperti Majapahit, Demak, Pajang, dan Mataram
mengenal suatu sistem yaitu sistem pembebasan pajak. Terutama pajak atas
kepemilikan tanah yang biasa disebut tanah perdikan. Biasanya pembebasan
tersebut telah diatur dalam beleid yang dimasukkan prasasti maupun dicatat dalam
sebuah kitab sastra. Ketika masuk pada era kolonialisasi oleh Belanda dan bangsa
Eropa pajak mulai dikenakan.
Dalam keterangan sejarah badan otonomi Belanda yaitu VOC menarik
pajak diantaranya ada pajak rumah, pajak usaha dan pajak kepala kepada para
pedagang Tionghoa dan para pedagang asing lainnya. Namun VOC tidak menarik
pajak di wilayah kekuasaannya seperti daerah Batavia, Maluku dan lainnya.
Gubernur jenderal Daendels pajak yaitu pemungutan pajak dari pintu gerbang (baik
orang maupun barang) dan pajak penjualan barang di pasar (bazarregten),
termasuk pula pemungutan pajak terhadap rumah.

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN | 292


Masuk pada era pendudukan Inggris, Gubernur Jenderal Raffles yang
dikenal sistem pemungutan pajak yang dikenal juga dengan landrent stelsel yang
mana itu meniru pada sistem pengenaan pajak yang ada di bank Ali India yaitu
pengenaan pajak atas sewa tanah masyarakat kepada pemerintah dari kolonial.
Itulah yang menjadi cikal bakal atau awal mula dari pengenaan Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB). Pengenaan pajak landrent stelsel ini didasarkan sistem Rayat
Wati yaitu pengenaan pajak secara direct atau langsung kepada petani dalam hal
ini tarif pajak adalah pendapatan rata-rata petani dalam setahun. Mengapa
dikenakan pajak kepada petani? Ini karena Raffles berpendapat bahwa tanah yang
dikelola oleh para petani merupakan tanah dari para raja sedangkan raja dianggap
menyewa tanah tersebut kepada pemerintah kolonial. Dalam hal ini kolonial berarti
Inggris.
Kemudian terdapat juga aturan yakni mengenai adanya suatu pungutan
atau pajak penghasilan pada era kolonial. Aturan pajak mengenai atas penghasilan
dikenakan kepada pribumi maupun orang non pribumi yang mendapat penghasilan
di wilayah Hindia Belanda yaitu sebutan Indonesia pada kala itu. Aturan ini
menerapkan bahwa pemerintah kolonial Belanda pada awal abad ke-19 yaitu pajak
pendapatan untuk pribumi dikenakan atas kegiatan usahanya seperti perdagangan
sehingga dikenal dengan business tax sedangkan untuk orang mana pribumi
dikenakan atas paten usaha di bidang industri pertanian kerajinan tangan,
manufaktur dan sejenisnya sehingga disebut Tax Patent Duty. Ordonantie op de
Inkomstenbelasting 1908 dengan tarif pengenaan pajak pendapatan adalah 2% dari
pendapatan itu merupakan contoh dari aturan penggunaannya.

Pada zaman penjajahan Jepang lebih banyak tidak diketahui mengingat


pada saat itu pemerintah Jepang lebih menekankan semua sumber daya untuk biaya
perang. Maka, akan sulit memisahkan mana yang merupakan pajak dengan
rampasan dari pemerintah itu sendiri kepada rakyat. Namun di masa itu rakyat
selain dibebani dengan kewajiban romusha juga rakyat dibebani dengan kewajiban
membayar pungutan yang dianggap sebagai pajak. Hal ini sangat memberatkan
rakyat Indonesia pada kala itu meskipun hanya berlangsung selama kurang lebih
3,5 tahun. Begitulah kondisi yang telah dirasakan oleh masyarakat Indonesia

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN | 293


dengan pajak sampai saat ini. Namun, terdapat dampak negatif akibat dari
penggunaan pajak di era kolonial dan juga era sebelumnya. Yaitu, menjadikan
sebagian masyarakat menganggap bahwa pajak itu hanya bentuk superioritas
penguasa kepada rakyatnya. karena bukan hanya ada bahkan hampir semua sektor
pembangunan pajak pada saat itu dilakukan dengan cara manual dan tanpa
pengawasan. Hal ini menjadi penyebab utama rawannya penyelewengan
pemungutan pajak pada saat itu ia menimbulkan banyak dilema dan meninggalkan
kesan negatif hingga saat ini.

C. Pengertian Pajak Bumi Dan Bangunan


Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak negara yang dikenakan atas
bumi dan/atau bangunan berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985
tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 1994.
Pajak Bumi dan Bangunan adalah pungutan pajak yang ditanggung oleh
orang pribadi atau badan atas kepemilikan atau penggunaan tanah dan bangunan
yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh
keadaan objek yaitu bumi/tanah dan atau bangunan.

D. Maksud dan Tujuan PBB


Alasan dipungutnya Pajak Bumi dan Bangunan atau PBB adalah sebagai berikut:
1. Dasar pemikiran yang digunakan dalam berbagai undang-undang yang
berawal dari era kolonial tidak sesuai dengan Pancasila.
2. Berbagai undang-undang mengenakan pajak atas harta tak gerak sehingga
membingungkan masyarakat.
3. Undang-undang yang berasal dari zaman kolonial sulit dipahami oleh warga.
4. Undang-undang yang berawal dari masa penjajahan masih tertulis dalam
bahasa variasi yaitu bahasa Belanda dan bahasa Indonesia tanpa terjemahan
resmi.
5. Undang-undang era kolonial tidak lagi sesuai dengan aspirasi dan
kepribadian bangsa Indonesia.

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN | 294


6. Undang-undang lama tak lagi selaras dengan pertumbuhan ekonomi
Indonesia.
7. Undang-undang lama tidak memberikan kepastian hukum.

Adapun tujuan dipungutnya Pajak Bumi dan Bangunan atau PBB adalah
sebagai berikut:
1. Memudahkan peraturan perundang-undangan perpajakan agar lebih mudah
dipahami oleh masyarakat.
2. Memberikan dasar hukum yang kuat untuk pengenaan pajak atas harta tak
gerak dan secara bersamaan menyelaraskan pajak atas harta tak gerak di
semua daerah untuk menghilangkan simpang siur.
3. Memberikan kepastian hukum kepada masyarakat dan memberi tahu
masyarakat ruang lingkup hak dan kewajibannya serta penghapusan pajak
berganda yang terjadi karena berlakunya berbagai undang-undang
perpajakan yang sifatnya sama.
4. Memberikan penghasilan kepada daerah yang membutuhkan untuk
melaksanakan otonomi daerah dan memajukan pembangunan daerah.
5. Meningkatkan pendapatan daerah.

E. Objek Pajak Dan Bukan Objek Pajak


Objek pajak yang dikenakan PBB yaitu:
1. Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman
serta laut wilayah Indonesia, dan tubuh bumi yang ada dibawahnya.
Contoh:
a. sawah;
b. ladang;
c. kbun;
d. tanah;
e. pekarangan;
f. tambang.
2. Bangunan: Konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada
tanah dan/atau perairan.

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN | 295


Contoh:
a. rumah tempat tinggal;
b. jalan tol;
c. bangunan tempat usaha;
d. gedung;
e. pusat perbelanjaan;
f. pagar mewah
g. kolam renang.

Objek pajak yang tidak dikenakan PBB adalah objek yang :


1. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang
ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang nyata-
nyata tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan;
2. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan
itu;
3. Objek pajak merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman
nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara
yang belum dibebani suatu hak;
4. Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan
timbal balik;

Di Indonesia sendiri ada beberapa Undang-Undang yang mengatur tentang


pemungutan dan prosedur Pajak Bumi dan Bangunan. Berikut ini adalah Undang-
Undang yang mengatur tentang Pajak Bumi dan Bangunan:

a. PMK RI No. 48/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pelaporan,


dan Pendataan Objek Pajak Bumi dan Bangunan.
b. UU No. 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas UU No. 12 Tahun 1985
tentang Pajak Bumi dan Bangunan mengatur semua tentang pungutan atas
Pajak Bumi dan Bangunan.
c. UU No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah.

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN | 296


F. Nomor Objek Pajak
Nomor Objek Pajak yang selanjutnya disingkat NOP adalah nomor
identitas Objek Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang
diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak berdasarkan PMK RI No.
48/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pelaporan, dan Pendataan Objek
Pajak Bumi dan Bangunan.
Setiap objek pajak dapat diberikan identitas sendiri berupa nomor yang
dapat menunjang administrasi perpajakan bagi Wajib Pajak. Ketentuan yang
berkaitan dengan Nomor Objek Pajak (NOP) tersebut dapat dituangkan sebagai
berikut:
1. Memiliki Keunikan
Berarti setiap objek pajak PBB memiliki 1 (satu) nomor objek pajak yang tidak
sama atau berbeda dengan pajak PBB lainnya.
2. Bersifat Tetap
Memiliki arti bahwa Nomor Objek Pajak (NOP) yang ditetapkan kepada setiap
objek pajak PBB tidak akan berubah dalam jangka waktu yang lama.
3. Standar
Hal ini berarti sistem yang diterapkan dalam pemberian Nomor Objek Pajak
(NOP) akan berlaku secara nasional.
Dalam Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), setiap Wajib Pajak nantinya akan
mendapat identitas dari setiap objek yang dimiliki. Nomor Objek Pajak (NOP) yang
diberikan biasanya terdiri dari 18 (delapan belas) digit nomor dan setiap digit pun
memiliki makna atas kodenya tersendiri, sebagai contoh didapatkan Nomor Objek
Pajak (NOP) sebagai berikut 112233344455566667. Maka, maknanya adalah:
a. angka 11 memiliki makna sebagai 2 digit untuk Kode Provinsi.
b. angka 22 memiliki makna sebagai 2 digit untuk Kode Daerah
Kabupaten/Kota.
c. angka 333 memiliki makna sebagai 3 digit untuk Kode Kecamatan.
d. angka 444 memiliki makna sebagai 3 digit untuk Kode Kelurahan atau Kode
Desa.
e. angka 555 memiliki makna sebagai 3 digit untuk Kode Nomor Blok.
f. angka 6666 memiliki makna sebagai 4 digit untuk Nomor Urut Objek.

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN | 297


g. angka 7 memiliki makna sebagai 1 digit yang merupakan Kode Khusus
sesuai dengan ketentuan dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Biasanya Nomor Objek Pajak (NOP) akan diberikan oleh Direktorat
Jenderal Pajak (DJP) kepada Wajib Pajak yang bersangkutan pada saat melakukan
registrasi atau pendataan terhadap Nomor Objek Pajak (NOP) Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB).

Nomor Objek Pajak (NOP) yang nantinya diperoleh oleh Wajib Pajak akan
digunakan dalam administrasi perpajakan dan juga sebagai sarana bagi Wajib Pajak
dalam menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan
yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Berikut ini merupakan beberapa tujuan yang berkaitan dengan tujuan
pemberian Nomor Objek Pajak (NOP):
1. Nomor Objek Pajak (NOP) dapat dimanfaatkan untuk mempermudah
mengetahui lokasi maupun letak dari objek pajak.
2. Digunakan untuk mempermudah pengambilan dan pemantauan terhadap Surat
Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP), dengan ini dapat diketahui pula informasi
mengenai objek pajak yang sudah maupun belum terdaftar.
3. Dapat digunakan sebagai penghubung antara data atributik dan peta/grafis atas
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
4. Untuk menghindari kemungkinan terjadinya ketetapan ganda.
5. Dapat digunakan untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan.
6. Pajak Terutang (SPPT) sehingga memudahkan Wajib Pajak untuk dapat
menerimanya tepat waktu.
7. Wajib Pajak akan memperoleh suatu identitas dari setiap objek pajak yang
dimiliki atau dikuasainya.

G. Subjek Pajak dan Wajib Pajak


Subjek Pajak Bumi dan Bangunan menurut UU No. 1 Tahun 2022 Pasal
39 ayat (1) dan (2) adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata:
1. Mempunyai suatu hak atas bumi;
2. Memperoleh manfaat atas bumi;

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN | 298


3. Memiliki bangunan;
4. Menguasai bangunan;
5. Memperoleh manfaat atas bangunan.
Wajib pajak adalah subjek pajak yang memiliki kewajiban perpajakan.

H. Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)


NJOPTKP adalah batas Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) atas Bumi dan atau
Bangunan yang tidak kena pajak. Besarnya NJOPTKP untuk setiap daerah
kabupaten atau kota setinggi-tingginya sebesar Rp12.000.000,- (dua belas juta
rupiah) dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Setiap wajib pajak memperoleh pengurangan NJOPTKP sebanyak 1 kali dalam
satu tahun pajak.
2. Apabila wajib pajak mempunyai beberapa Objek Pajak, maka yang
mendapatkan pengurangan NJOPTKP hanya satu Objek Pajak yang nilainya
terbesar dan tidak bisa digabungkan dengan Objek Pajak lainnya.

I. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)


NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) adalah harga rata-rata yang diperoleh dari
transaksi jual-beli yang terjadi secara wajar. Jika tidak terdapat transaksi jual-beli,
Nilai Jual Objek Pajak ditentukan dengan cara sebagai berikut:
1. Harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual-beli yang terjadi secara
wajar;
2. Perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang letaknya berdekatan
dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya;
3. Nilai perolehan baru;
4. Penentuan Nilai Jual Objek Pajak pengganti;
5. Penentuan NJOP pendekatan penilaian, yaitu:
a. Pendekatan data pasar (Market Data Approach)
1) NJOP dihitung dengan cara membandingkan Objek Pajak yang
sejenis dengan Objek Pajak yang telah diketahui harga pasarnya.
2) pendekatan ini pada umumnya digunakan untuk menentukan NJOP
tanah namun dapat juga dipakai untuk menentukan NJOP bangunan.

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN | 299


b. Pendekatan biaya (Cost Approach)
Pendekatan ini digunakan untuk menentukan nilai tanah atau bangunan
terutama untuk menentukan NJOP bangunan dengan menghitung
seluruh biaya yang dikeluarkan untuk membuat bangunan baru yang
sejenis dikurangi dengan penyusutan fisiknya.
c. Pendekatan pendapatan (Income Approach)
1) pendekatan ini digunakan untuk menentukan NJOP yang tidak
dapat dilakukan berdasarkan pendekatan data pasar atau pendekatan
biaya tetapi ditentukan berdasarkan hasil bersih Objek Pajak
tersebut.
2) pendekatan ini terutama digunakan untuk menentukan NJOP galian
tambang atau objek perairan.

Cara penilaian objek PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) yaitu sebagai berikut:
a. Penilaian Massal (Massal Appraisal)
1) NJOP bumi dihitung berdasarkan nilai indikasi rata-rata (NIR) yang
terdapat pada setiap zona nilai tanah (ZNT).
2) NJOP Bangunan dihitung berdasarkan Daftar Biaya Komponen
Bangunan (DBKB) dikurangi penyusutan fisik.
3) perhitungan penilaian misalnya dilakukan dengan menggunakan
program komputer (Computer Assisted Valuation/CAV).
b. Penilaian Individual (Individual Appraisal)
Diterapkan untuk objek tertentu yang bernilai tinggi atau
keberadaannya mempunyai sifat khusus diantaranya seperti sebagai
berikut:
1) jalan tol;
2) pelabuhan laut, sungai, maupun udara;
3) lapangan golf;
4) industri semen ataupun pupuk;
5) PLTA, PLTU, PLTG;
6) pertambangan;

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN | 300


7) Objek Pajak tertentu seperti rumah mewah, pompa bensin, jalan tol,
lapangan golf, objek rekreasi, usaha perkebunan, perhutanan, dan
pertambangan.

J. Nilai Jual Kena Pajak (NJKP)


Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) atau Assessment Value merupakan besaran nilai
jual yang dimasukkan ke dalam perhitungan pajak terutang dan merupakan bagian
dari Nilai Jual Objek Pajak dan besarnya nilai NJKP saling berhubungan dengan
besarnya nilai NJOP.
Terdapat beberapa rincian besaran persentase NJKP yang ditetapkan oleh
Pemerintah yaitu:
1. Objek pajak Perkebunan (40%);
2. Objek Pajak Pertambangan (40%);
3. Objek Pajak Kehutanan (40%);
4. Objek Pajak Perdesaan dan Perkotaan

Jika dilihat dari NJOP nya yaitu, jika NJOP kurang dari Rp 1 Miliar, maka
persentase NJKP sebesar 40%. Sedangkan jika NJOP nya mencapai lebih dari Rp
1 Miliar, maka persentase NJKP nya sebesar 20%.
Dalam Pasal 6 ayat 3 Undang-Undang No.12 Tahun 1985 mengenai Pajak
Bumi dan Bangunan sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang
No.12 Tahun 1994, NJKP terbagi menjadi:

1. Objek Pajak Perumahan


Wajib Pajak perseorangan dengan Nilai Jual Objek Pajak atas Bumi dan
Bangunan sama atau lebih besar dari Rp1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).
2. Objek Pajak Perkebunan
Yang memiliki luas lahan sama atau lebih besar dari 25 (dua puluh lima)
hektar yang dimiliki, dikuasai, atau dikelola dengan badan Usaha Milik Negara
(BUMN), Badan Usaha Milik Swasta, maupun berdasarkan kerjasama antara
pemerintah dan swasta.
3. Objek Pajak Kehutanan

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN | 301


Biasanya nilai NJKP dan NJOP saling berhubungan satu sama lain
dimana nilai NJKP merupakan besaran nilai jual yang nantinya akan
dimasukkan ke dalam hitungan pajak terutang. Jika Nilai Objek Pajak melebihi
Rp1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) maka persentase yang terlihat pada
NJKP nya adalah 40%.
K. Dasar Pengenaan dan Tarif PBB

1. Dasar Pengenaan PBB


Dasar pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan adalah Nilai Jual Objek Pajak
(NJOP). NJOP adalah harga rata-rata atau harga pasar pada transaksi jual beli
tanah yang setiap tahunnya ditetapkan oleh Menteri Keuangan Indonesia.
Menteri Keuangan menetapkan harga-harga tersebut dengan
mempertimbangkan masukan dari Bupati dan Walikota setempat.
Dalam hal menetapkan NJOP, ada beberapa faktor yang harus
dipertimbangkan, antara lain:
a) untuk NJOP Bumi, dasar penetapannya adalah letak, pemanfaatan,
peruntuhan dan kondisi lingkungan.
b) untuk NJOP Bangunan, dasar penetapannya adalah bahan yang digunakan
di dalam bangunan, rekayasa, letak dan kondisi bangunan.
Selain NJOP, Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) dan
Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) juga menjadi Dasar Pengenaan Pajak Bumi
Bangunan.

2. Tarif PBB
Besarnya tarif PBB adalah 0,5% rumus perhitungan PBB = Tarif × NJKP.
Misalnya sebagai berikut:
a. Jika NJKP = 40% × ( NJOP - NJOPTKP) maka besar nya PBB
= 0,5% × 40% × ( NJOP - NJOPTKP)
= 0,2% × ( NJOP – NJOPTKP )
b. Jika NJKP = 20% × ( NJOP – NJOPTKP )
= 0,5% × 20% × ( NJOP – NJOPTKP )
= 0,1% × ( NJOP – NJOPTKP )

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN | 302


L. Saat Yang Menentukan Pajak Terutang SAAT
Saat yang menentukan pajak terutang adalah keadaan objek pajak pada
tanggal 1 Januari. Dengan demikian segala mutasi perubahan atas Objek Pajak
yang terjadi setelah tanggal 1 Januari akan dikenakan pajak pada tahun berikutnya.

Contoh:
Andi menjual tanahnya kepada Beni pada tanggal 2 Januari 2020. Kewajiban PBB
tahun 2020 masih menjadi tanggung jawab Andi. Sejak tahun pajak 2021
kewajiban PBB menjadi tanggung jawab Beni.

M. Tempat Pembayaran
Wajib pajak yang telah menerima Surat Pemberitahuan Pajak terhutang
(SPPT), Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Tagihan Pajak (STP) dari KPP
Pratama, KP PBB atau disampaikan lewat Pemerintah Daerah harus melunasi nya
tepat waktu pada tempat pembayaran yang telah ditunjuk dalam SPPT yaitu Bank
Persepsi atau Kantor Pos dan Giro.

N. Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP)


1. Pengertian SPOP
SPOP (Surat Pemberitahuan Objek Pajak) adalah surat yang digunakan
sebagai sarana bagi Wajib Pajak (WP) untuk mendaftarkan Objek Pajak yang
akan dipakai sebagai dasar untuk menghitung Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) terutang.

2. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak pada SPOP


a. Hak Wajib Pajak
1) memperoleh formulir SPOP secara gratis pada Kantor Pelayanan
Pajak (KPP), Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi
Perpajakan (KP2KP) atau tempat lain yang ditunjuk.
2) memperoleh penjelasan, keterangan tentang tata cara pengisian
maupun menyampaikan kembali SPOP pada KPP atau KP2KP.
3) memperoleh tanda terima pengembalian SPOP dari KPP atau KP2KP.

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN | 303


4) memperbaiki atau mengisi ulang SPOP apabila terjadi kesalahan
dalam pengisian data sambil fotokopi bukti yang sah (sertifikat tanah,
akta jual beli tanah, dan lain-lain).
5) menunjuk orang atau pihak lain selain pegawai Direktorat Jenderal
Pajak dengan surat kuasa khusus bermaterai sebagai kuasa Wajib
Pajak untuk mengisi dan menandatangani SPOP.
6) mengajukan permohonan tertulis mengenai penundaan penyampaian
SPOP sebelum batas waktu dilampaui dengan menyebutkan alasan-
alasan yang sah.
b. Kewajiban Wajib Pajak
1) mendaftarkan Objek Pajak dengan cara mengisi SPOP.
2) mengisi SOP dengan jelas, benar, dan lengkap.
a. jelas, berarti dapat dibaca sehingga tidak menimbulkan salah
tafsir.
b. benar, berarti data yang diisi sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya.
c. lengkap, berarti terisi semua dan ditandatangani serta dilampiri
surat kuasa khusus bagi yang dikuasakan.
3) menyampaikan kembali SPOP yang telah diisi Wajib Pajak ke KPP
Pratama atau KP2KP setempat selambat-lambatnya 30 hari setelah
formulir SPOP diterima.
4) melaporkan perubahan data Objek Pajak ke KPP Pratama atau
KP2KP setingkat dengan cara mengisi SPOP sebagai perbaikan atau
pembetulan SPOP sebelumnya.

O. Sanksi
1. Sanksi Administrasi
a. dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan kembali SPOP pada
waktunya dan setelah ditegur secara tertulis tidak tersampaikan
sebagaimana diturunkan dalam Surat Teguran maka akan diterbitkan Surat
Ketetapan Pajak (SKP) dengan sanksi berupa denda administrasi sebesar
25% dari PBB yang terutang.

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN | 304


b. apabila pengisian SPOP telah diteliti atau diperiksa ternyata tidak benar
misalnya lebih kecil, maka akan diterbitkan SKP dengan sanksi berupa
denda administrasi sebesar 25% dari selisih besarnya PBB yang terutang.
2. Sanksi Pidana
a. barang siapa karena kealpaannya tidak mengembalikan SPOP atau
mengembalikan SPOP tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan atau
melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga menimbulkan
kerugian bagi negara, dipidana dengan pidana kurungan selama kurang
lebih 6 bulan atau denda sebesar 2 kali lipat pajak yang terutang.
b. barang siapa karena tidak sengaja misalnya sebagai berikut:
1) tidak mengembalikan atau menyampaikan SPOP kepada Direktorat
jenderal Pajak;
2) menyampaikan SPOP tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan
atau melampirkan keterangan yang tidak benar;
3) memperlihatkan surat palsu atau dipalsukan kan dengan dokumen lain
yang palsu maupun dipalsukan kan seolah-olah benar;
4) tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan surat ataupun
dokumen lainnya;
5) tidak menunjukkan data atau tidak menyampaikan keterangan yang
diperlukan sehingga menimbulkan kerugian pada negara, dipidana
dengan pidana penjara kurang lebih 2 tahun atau denda kurang lebih
sebesar 5 kali lipat.

P. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang dan Tata Cara Pembayaran Pajak


Bumi dan Bangunan
1. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)
a. Pengertian SPPT
Surat Pemberitahuan Pajak Terutang atau SPPT adalah Surat keputusan
kepala KPP mengenai pajak terutang yang harus dibayar dalam kurun
waktu 1 tahun pajak.

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN | 305


b. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak pada SPPT
1. Hak Wajib Pajak
a) menerima SPPT PBB untuk setiap tahun pajak.
b) mendapatkan penjelasan berkaitan dengan kelengkapan PBB
dalam hal Wajib Pajak meminta.
c) mengajukan keberatan maupun pengurangan.
d) mendapatkan surat tanda terima setoran atau STTS PBB dari
Bank atau Kantor Pos dan Giro tempat pembayaran PBB yang
tercantum pada SPPT atau mendapatkan resi, struk ATM,
bukti pembayaran PBB lainnya sebagai bukti pelunasan
pembayaran PBB yang sah sebagai pengganti STTS dalam hal
pembayaran PBB dilakukan melalui fasilitas ATM atau
fasilitas perbankan elektronik lainnya.
e) mendapatkan Tanda terima Sementara atau TTS dari petugas
pemungut PBB Kelurahan atau Desa yang ditunjuk resmi
dalam hal pembayaran PBB dilakukan melalui petugas
pemungut PBB.
2. Kewajiban Wajib Pajak
a) mengisi surat pemberitahuan Objek Pajak atau SPOP dengan
jelas, benar dan lengkap serta menyampaikan ke KPP Pratama
atau KP2KP setempat selambat-lambatnya 30 hari sejak
tanggal diterimanya SPOP oleh subjek pajak.
b) menandatangani bukti tanda terima SPPT dan
mengirimkannya kembali kepada Lurah atau kepala Desa
Dinas Pendapatan Daerah KP2KP untuk diteruskan ke KPP
Pratama yang menerbitkan SPPT.
c) melunasi PBB pada tempat pembayaran PBB yang telah
ditentukan

c. Cara Mendapatkan SPPT


a) Mengambil sendiri di Kantor Kelurahan atau Kepala Desa ataupun
di KPP Pratama/KPPBB tempat objek pajak terdaftar atau tempat
lain yang ditunjuk.

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN | 306


b) Dalam rangka pelayanan, SPPT dapat dikirim melalui Kantor Pos
dan Giro atau diantar oleh aparat Kelurahan ataupun Desa.
c) Wajib Pajak dapat menggunakan fasilitas Kring Pajak (500-200)
yang merupakan layanan pulsa lokal dari Fixed Phone/PSTN.

2. Tata Cara Pembayaran PBB


Pembayaran dapat dilakukan melalui sebagai berikut:
a) Bank atau Kantor Pos dan Giro tempat pembayaran yang tercantum pada
SPPT;
b) Petugas pemungut PBB Kelurahan atau Desa yang ditunjuk resmi;
c) Tempat pembayaran elektronik yang disediakan Bank seperti
ATM/teller/fasilitas lain.

Q. Pengurangan Pajak Bumi Dan Bangunan

1. Pengertian
Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan atau PBB adalah pemberian
keringanan pajak yang terutang atas Objek Pajak dalam hal lain sebagai
berikut:
1) Wajib Pajak orang pribadi atau badan karena kondisi tertentu Objek
Pajak yang telah ada hubungannya dengan subjek pajak dan atau karena
sebab-sebab tertentu lainnya, yaitu:
a) Objek Pajak berupa lahan pertanian / perkebunan / perikanan /
peternakan yang hasilnya sangat terbatas yang dimiliki, dikuasai
dan atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi;
b) Objek Pajak yang dimiliki dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh
Wajib Pajak Orang Pribadi yang berpenghasilan rendah yang Nilai
Jual Objek Pajak per meter nya meningkat akibat perubahan
lingkungan dan dampak positif pembangunan;
c) Objek Pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh
Wajib Pajak Orang Pribadi yang penghasilannya semata-mata
berasal dari pensiunan sehingga kewajiban PBB nya sulit dipenuhi;

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN | 307


d) Objek Pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh
Wajib Pajak Orang Pribadi yang berpenghasilan rendah sehingga
kewajiban PBB nya sulit untuk dipenuhi;
e) Objek Pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh
Wajib Pajak veteran pejuang kemerdekaan, veteran pembela
kemerdekaan, penerima tanda jasa bintang gerilya, atau janda
maupun duda nya;
f) Objek Pajak yang dimiliki, dikuasai dan dimanfaatkan oleh Wajib
Pajak Badan yang memiliki kerugian dan kesulitan likuiditas pada
tahun pajak sebelumnya sehingga tidak dapat memenuhi
kewajiban rutin perusahaan.
2) Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan dalam hal Objek Pajak yang
terkena bencana alam (gempa bumi, banjir, tanah longsor, gunung
meletus, dan sebagainya) atau sebab-sebab lain yang luar biasa
(kebakaran, kekeringan, wabah penyakit dan hama tanaman).

2. Cara Pengajuan Permohonan


a. permohonan pengurangan dapat diajukan secara tertulis dalam bahasa
Indonesia Kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang menerbitkan
Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)/Surat Ketetapan Pajak
(SKP).
b. isi surat permohonan menyebutkan prosentase pengurangan yang
dimohonkan.
c. pengajuan permohonan dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1) untuk ketetapan PBB diajukan oleh perorangan dan untuk PBB
yang tercantum dalam SPPT diajukan oleh perorangan atau
kolektif.
2) dokumen pendukung untuk permohonan pengurangan PBB oleh
WP secara perorangan:
- Angka 1 huruf a.1. berupa surat pernyataan dari Wajib Pajak;
fotokopi Kartu Keluarga; fotokopi rekening tagihan listrik, air,

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN | 308


dan/atau telepon;fotokopi bukti pelunasan PBB Tahun Pajak
sebelumnya; dan/atau dokumen pendukung lainnya.
- Angka 1 huruf a.2. berupa surat pernyataan dari Wajib Pajak;
fotokopi SPPT tahun sebelumnya; fotokopi Kartu Keluarga;
fotokopi rekening tagihan listrik, air, dan/atau telepon;
fotokopi bukti pelunasan PBB Tahun Pajak Sebelumnya;
dan/atau dokumen pendukung lainnya.
- Angka 1 huruf a.3. berupa fotokopi surat keputusan pensiun;
fotokopi slip pensiunan atau dokumen sejenis lainnya;
fotokopi Kartu Keluarga; fotokopi rekening tagihan listrik, air,
dan/atau telepon; fotokopi bukti pelunasan PBB Tahun Pajak
sebelumnya; dan/atau; dokumen pendukung lainnya.
- Angka 1 huruf a.4. berupa surat pernyataan dari Wajib Pajak;
fotokopi Kartu Keluarga; fotokopi rekening tagihan listrik, air,
dan/atau telepon; fotokopi bukti pelunasan PBB Tahun Pajak
sebelumnya; dan/atau dokumen pendukung lainnya.
- Angka 1 huruf a.5. berupa fotokopi Kartu Tanda Anggota
Veteran, atau fotokopi Surat Keputusan tentang Pengakuan,
Pengesahan, dan Penganugerahan Gelar Kehormatan dari
pejabat yang berwenang; fotokopi bukti pelunasan PBB Tahun
Pajak sebelumnya; dan/atau dokumen pendukung lainnya.
3) untuk WP Badan, melampirkan fotokopi:
- SPPT/SKP PBB tahun yang dimohonkan;
- SPT Tahunan PPh Tahun Pajak sebelumnya;
- STTS tahun pajak terakhir atau struk ATM/Counter Teller
pembayaran PBB; Laporan keuangan perusahaan;
- Dokumen pendukung lainnya
4) untuk objek pajak yang terkena sebab khusus seperti bencana alam,
penyakit tanaman dan hama serangga, serta sebab kolektif,
diajukan oleh kepala Desa/Lurah menyampaikannya dengan
sepengetahuan Camat, termasuk nama Wajib Pajak yang

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN | 309


dimohonkan pengurangannya dengan menggunakan formulir yang
telah ditentukan.
d. permohonan diajukan selambat-lambatnya 3 bulan sejak SPPT/SKP
diterima Wajib Pajak atau setelah terjadinya bencana alam atau sebab
khusus lainnya.
e. pengurangan secara kolektif diajukan sebelum SPPT diterbitkan, paling
lambat tanggal 10 Januari tahun pajak yang bersangkutan.
f. apabila tidak disampaikan sampai dengan batas waktu, maka
permohonan tidak akan diproses dan Kepala Kantor Pelayanan PBB
yang bersangkutan harus memberitahukan secara tertulis kepada
WP/Kepala Desa/Lurah, disertai penjelasan bila diperlukan.

R. Surat Ketetapan Pajak Bumi dan Bangunan


1. Pengertian
Surat Ketetapan Pajak atau SKP adalah Surat Keputusan Kepala Kantor
Pelayanan Pajak Pratama yang memberitahukan besarnya pajak yang terutang
termasuk denda administrasi kepada Wajib Pajak.
2. Dasar Penerbitan SKP
SKP diterbitkan apabila:
a. Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP);
- Tidak diisi dengan jelas, benar, dan lengkap serta tidak ditandatangani
oleh Wajib Pajak;
- Tidak disampaikan kembali dalam jangka waktu 30 hari dan setelah
ditegur secara tertulis tidak disampaikan sebagaimana ditentukan
dalam Surat Teguran;
b. berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak
yang terutang lebih besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan
SPOP yang disampaikan oleh Wajib Pajak.
3. Jumlah Pajak Terutang SKP
a. jumlah pajak yang terutang dalam SKP yang disebabkan SPOP tidak diisi
dengan jelas, benar, dan lengkap serta tidak ditandatangani oleh Wajib
Pajak atau pengembalian SPOP lewat 30 hari setelah diterima Wajib Pajak

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN | 310


adalah sebesar pokok pajak ditambah dengan denda administrasi sebesar
25% dihitung dari pokok pajak.
b. jumlah pajak yang terutang dalam SKP yang didasarkan atas hasil
pemeriksaan atau keterangan lain adalah selisih pajak yang terutang
berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain dengan pajak terutang
yang dihitung berdasarkan SPOP ditambah denda administrasi sebesar
25% dari selisih pajak yang terutang.
4. Cara Penyampaian SKP
SKP disampaikan kepada Wajib Pajak melalui sebagai berikut :
a. Kantor Pelayanan Pajak Pratama atau Kantor Pelayanan Penyuluhan dan
Konsultasi Perpajakan.
b. Kantor Pos.
c. Pemerintah Daerah (dalam hal ini aparat Desa atau Kelurahan).
5. Batas Waktu Pelunasan SKP
SKP harus dilunasi dalam jangka waktu 1 bulan sejak SKP diterima oleh Wajib
Pajak.

S. Surat Tagihan Pajak Bumi dan Bangunan

1. Pengertian
Surat Tagihan Pajak (STP) PBB adalah surat yang diterbitkan oleh Kepala
Kantor Pelayanan Pajak untuk melakukan tagihan pajak yang terutang dalam
Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) atau Surat Ketetapan Pajak (SKP)
yang tidak atau kurang bayar setelah lewat jatuh tempo pembayaran atau denda
administrasi.
2. Dasar Penerbitan STP
a. Wajib pajak (WP) tidak melunasi pajak yang terutang sedangkan saat jatuh
tempo pembayaran Surat Pemberitahuan Pajak Terutang atau SPPT/Surat
Ketetapan Pajak atau SKP telah lewat.
b. Wajib pajak melunasi pajak yang terutang setelah lewat saat jatuh tempo
pembayaran SPPT atau SKP tetapi denda administrasi tidak dilunasi.

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN | 311


3. Cara Penyampaian STP
STP disampaikan kepada wajib pajak dapat melalui cara sebagai berikut:
a. Kantor Pelayanan Pajak Pratama atau Kantor Pelayanan Penyuluhan dan
Konsultasi perpajakan (KP2KP).
b. Kantor Pos.
c. Pemerintah Daerah (dalam hal ini aparat Desa atau Kelurahan).
4. Batas Waktu Pelunasan STP
STP harus dilunasi selambat-lambatnya 1 bulan sejak tanggal STP diterima
Wajib Pajak.
5. Sanksi Administrasi
Sanksi Administrasi yang dikenakan dapat berupa denda sebesar 2% setiap
bulan, untuk jangka waktu paling lama 24 bulan dihitung dari saat jatuh tempo
sampai dengan hari pembayaran.

T. Keberatan Atas Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan

1. Alasan Pengajuan Keberatan


a. dalam hal Wajib Pajak merasa SPPT atau SKP tidak sesuai dengan
keadaan sebenarnya misalnya mengenai:
1) luas Objek Pajak Bumi dan atau Bangunan.
2) jual Objek Pajak Bumi tidak sebagaimana mestinya.
b. perbedaan penafsiran Undang-Undang antara Wajib Pajak dan Pegawai
Pajak.
2. Persyaratan Pengajuan Keberatan
a. Syarat formal:
1) keberatan diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal
diterimanya SPPT atau SKP oleh Wajib Pajak.
2) dalam hal keadaan terpaksa atau force majeure wajib pajak harus
dapat memberikan dan membuktikan alasan bahwa jangka waktu
tersebut tidak dapat terpenuhi.

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN | 312


b. Syarat Materiil:
1) keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
2) diajukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang
menerbitkan SPPT atau SKP;
3) dalam hal dikuasakan kepada pihak lain harus melampirkan surat
kuasa;
4) diajukan masing-masing dalam suatu Surat Keberatan kecuali yang
diajukan secara kolektif melalui Lurah atau Kepala Desa setempat
untuk setiap SPPT atau SKP pertahun pajaknya;
5) mengemukakan alasan yang jelas dan mencantumkan besarnya Pajak
Bumi dan Bangunan menurut perhitungan Wajib Pajak.

Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan


pelaksanaannya penagihan Pajak.

3. Keputusan Keberatan
Keputusan Keberatan atas SPPT atau SKP dapat berupa sebagai berikut:
a. menolak apabila permohonan keberatan Wajib Pajak memenuhi
persyaratan formal atau informal dan material dan setelah dilakukan
pemeriksaan ditemukan bahwa alasan yang diajukan oleh Wajib Pajak
tidak tepat atau tidak benar.
b. menerima seluruhnya atau sebagian apabila alasan Wajib Pajak sesuai
dengan data atau keterangan yang diperoleh dari hasil pemeriksaan dan
diterima seluruhnya berdasarkan perhitungan wajib pajak atau atas
perintah UU.
c. menambah besarnya jumlah pajak yang terutang apabila berdasarkan
hasil pemeriksaan diperoleh perhitungan yang menambah besarnya
jumlah pajak yang terutang.

U. Kelebihan Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan


1. Pengertian
Kelebihan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan atau PBB adalah selisih
antara pajak yang dibayar dengan pajak yang terutang. Kelebihan pembayaran

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN | 313


PBB terjadi dalam hal pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak atau WP
lebih besar dari jumlah PBB yang seharusnya terutang.
2. Penyebab Terjadinya Kelebihan Pembayaran
a. perubahan peraturan;
b. surat keputusan, pemberian pengurangan;
c. surat keputusan penyelesaian keberatan;
d. kekeliruan pembayaran;
e. keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
3. Tata Cara Pengajuan Permohonan
a. mengajukan permohonan secara tertulis dalam bahasa Indonesia yang
jelas kepada Direktur Jenderal Pajak c.q Kepala Kantor Pelayanan Pajak
Pratama yang menerbitkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang atau
SPPT/Surat Ketetapan Pajak atau SKP/Surat Tagihan Pajak atau STP.
Surat permohonan disampaikan langsung atau dikirim melalui pos
tercatat.
b. surat permohonan dilampiri dengan dokumen yang berkaitan dengan
objek pajak yang dimohonkan berupa sebagai berikut:
1) fotokopi SPPT/SKP/STP dan Surat Keputusan tentang Keberatan atau
Banding dan atau Surat Keputusan tentang Pemberian Pengurangan
atau surat Keputusan Pengadilan.
2) asli Surat Tanda Terima Setoran atau STTS PBB.
c. meminta tanda bukti penerimaan surat permohonan dari pejabat Kepala
Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang ditunjuk.
4. Pelaksanaan Pengembalian
a. dalam jangka waktu 12 bulan sejak diterimanya surat permohonan secara
lengkap dari WP, Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama harus
menerbitkan:
- Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak (SKKPP) PBB,
apabila jumlah yang sebenarnya dibayar lebih besar dari jumlah
yang terutang;
- Surat Pemberitaan (SPb), apabila jumlah yang dibayar sama dengan
jumlah PBB yang seharusnya terutang;

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN | 314


- Surat Ketetapan Pajak (SKP), apabila jumlah yang dibayarkan
kurang dari jumlah PBB yang terutang.
b. Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama wajib menerbitkan Surat
Perintah Pencairan Dana (SP2D) paling lama 1 (satu) bulan sejak
diterbitkannya SKKPP.PBB.
c. apabila WP memiliki kewajiban PBB atas objek lain dalam wilayah
Kabupaten/Kota yang sama, maka kelebihan pembayaran PBB yang
tercantum dalam SKKPP.PBB langsung dihitung terlebih dahulu.
d. WP atau Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan agar kelebihan
pembayaran PBB diperhitungkan dengan penetapan PBB yang akan
datang.
e. atas sisa penghitungan sebagaimana dimaksud pada huruf c dan d, dapat
diterbitkan SPMKP.PBB.

V. Contoh Kasus
1. Contoh Perhitungan NJOP pada PBB
Santi memiliki 3 Objek Pajak atau OP pada lokasi yang berbeda. Masing-
masing NJOP adalah sebesar Rp500.000.0000, Rp999.0000.000, dan
Rp1.000.000.000. Berapakah NJOP untuk perhitungan PBB masing-masing
Objek Pajak apabila NJOPTKP sebesar Rp10.000.000,00.
Jawab:
NJOP – NJOPTKP = NJOP untuk perhitungan PBB
Rp500.000.000 – 0 = Rp500.000.000
Rp999.000.000 – 0 = Rp999.000.000
Rp1.000.000.000 – Rp1.000.000 = Rp999.000.000

2. Contoh Perhitungan NJKP pada PBB


Indra memiliki tiga Objek Pajak atau OP pada lokasi yang berbeda.
Masing-masing NJOP adalah Rp500.000.000, Rp999.000.000, dan
Rp1.000.000.000. Berapakah NJKP masing-masing Objek Pajak apabila
NJOPTKP sebesar Rp10.000.000?
Jawab:

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN | 315


NJKP = NJOP untuk perhitungan PBB x Tarif NJKP
NJKP OP 1 = Rp500.000.000 × 20% = Rp100.000.000
NJKP OP 2 = Rp999.000.000 × 20% = Rp199.800.000
NJKP OP1 = Rp999.000.000 × 40% = Rp396.000.000
Total NJKP = Rp695.800.000
Keterangan: NJOP dasar perhitungan sama atau lebih dari 1 Milyar maka
NJKP 40%.

3. Contoh Perhitungan PBB Terutang Sektor P3


Sebuah Objek Pajak sektor P3 dengan NJOP sebagai dasar pengenaan
PBB sebesar Rp510.000.000 sedangkan NJOPTKP Rp10.000.000. Tentukan
PBB terutang-nya.
Jawab:
NJOP Sebagai dasar pengenaan Rp510.000.000
NJOPTKP Rp 10.000.000 -
NJOP untuk perhitungan PBB Rp500.000.000
NJKP 40% × (500.000.000) Rp200.000.000
PBB terutang = 0,5% × 200.000.000 Rp 1.000.000

4. Contoh Perhitungan PBB Sektor P2


Ibu Nur mempunyai Objek Pajak dengan NJOP sebagai dasar pengenaan
Rp999.000.000 dan Ibu Dinda memiliki objek pajak dengan NJOP sebagai
dasar pengenaan Rp1.000.000.000. Jika NJOPTKP Rp10.000.000. tentukan
PBB terutang masing-masing.
Jawab:
Ibu Nur:
NJOP Rp999.000.000
NJOPTKP Rp 10.000.000 -
NJOP dasar perhitungan PBB Rp989.000.000

NJKP 20% Rp197.800.000


PBB terutang 0,5% Rp 989.000

Ibu Dinda:

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN | 316


NJOP Rp1.000.000.000
NJOPTKP Rp 10.000.000 -
NJOP dasar perhitungan PBB Rp 990.000.000
NJKP 40% Rp 396.000.000
PBB terutang 0,5% Rp 1.980.000

5. Contoh Perhitungan PBB P2 dengan 2 Objek Pajak


Pak Wahid memiliki 2 buah objek pajak dengan masing-masing NJOP
sebagai dasar pengenaan Rp999.000.000 dan Rp1.000.000.000. Jika
NJOPTKP Rp10.000.000. tentukan PBB terutang.
Jawab:
NJOP sebagai dasar pengenaan Rp 999.000.000
NJOPTKP Rp 0-
NJOP dasar perhitungan PBB Rp 999.000.000
NJKP 20% = Rp199.800.000
PBB Terutang 0,5% = Rp 999.000

NJOP Rp1.000.000.000
NJOPTKP Rp 10.000.000 -
NJOP dasar perhitungan PBB Rp 990.000.000
NJKP 40% Rp 396.000.000
PBB Terutang 0,5% Rp 1.980.000
Keterangan: Apabila seorang Wajib Pajak mempunyai beberapa Objek Pajak,
yang diberikan NJOPTKP hanya salah satu Objek Pajak yang nilainya terbesar.

6. Contoh Perhitungan PBB atas Apartemen


Sebuah Tower Apartemen terdiri atas:
a. 100 unit tipe 700 m2
b. 75 unit tipe 90 m2
c. 50 unit tipe 120 m2
Bangunan bersama 500 m2
Biaya pembuatan bangunan
a. Hunian Rp4.200.000/m2

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN | 317


b. Bersama Rp3.100.000/m2
c. Bumi (tanah) 5.000 m2 harga Rp5.095.000/m2
NJOPTKP = Rp10.000.000
Diketahui jika Wajib Pajak masing-masing OP berbeda. Berapakah PBB
terutang tiap-tiap tipe apartemen?
Jawab:
Luas Lantai Bangunan Hunian
100 unit x 70 m2 = 7.000 m2
75 unit x 90 m2 = 6.750 m2
50 unit x 120 m2 = 6.000 m2 +
Luas Lantai Bangunan Hunian 19.750 m2
Apartemen Tipe 70
NJOP bumi
NJOP bangunan 70m2 x Rp4.200.000 = Rp294.000.000
NJOP bumi *)
(70/19.750) x 5.000 m3 x Rp5.095.000 = Rp 90.291.000
NJOP bangunan *)
(70/19.750) x 500 m2 x Rp3.100.000 = Rp 5.494.000 +
NJOP Dasar Pengenaan Pajak PBB = Rp389.785.000
NJOPTKP = (Rp 10.000.000)
NJOPTKP/NJOP untuk perhitungan PBB = Rp 379.785.000
NJKP 20% x Rp379.785.000 = Rp 75.957.000
PBB terutang 0,5% x Rp75.975.000 = Rp 379.785
Apartemen tipe 90
NJOP bumi
NJOP bumi 90 m2 x Rp4.200.000 = Rp378.000.000
NJOP bumi *)
(90/19.750) x 5.000 m2 x Rp5.095.000 = Rp116.089.000
NJOP bangunan *)
(90/19.750) x 500 m2 x Rp3.100.000 = Rp 7.063.000 +
Dasar pengenaan PBB = Rp501.152.000
NJOPTKP =(Rp 10.000.000)

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN | 318


NJOPTKP/NJOP untuk perhitungan PBB = Rp 491.152.000
NJKP 20% x Rp491.152.000 = Rp 98.230.400
PBB terutang 0.5% x Rp98.230.400 = Rp 491.152
Apartemen tipe 120
NJOP bumi
NJOP bangunan 120 m2 x Rp4.200.000 = Rp504.000.000
NJOP bumi *)
(120/19.750) x 5.000 m2 x Rp5.095.000 = Rp154.785.000
NJOP bangunan *)
(120/19.750) x 500 m2 x Rp3.100.000 = Rp 9.418.000
NJOP dasar pengenaan PBB = Rp668.203.000
NJOPTKP = (Rp10.000.000)
NJOPTKP/NJOP untuk perhitungan PBB = Rp658.203.000
NJKP 20% x Rp658.203.000 = Rp131.640.600
PBB terutang 0.5% x Rp131.640.600 = Rp 658.203

W. Latihan Soal

1. Apa yang dimaksud dengan PBB?


2. Jelaskan objek apa saja yang dikecualikan dari PBB!
3. Sebutkan apa saja yang termasuk subjek PBB menurut UU PBB!
4. Apabila tidak terdapat transaksi jual-beli, NJOP ditentukan melalui apa saja?
5. Pak Didin mempunyai dua Objek Pajak Bumi dan Bangunan yang terletak di
kabupaten atau Kota Madya yang berbeda atau dua Objek Pajak dikurangi
NJOPTKP.
Objek I : Tanah seluas 700m2 dengan nilai jual Rp60.000/m2, tanah tersebut
dibangun rumah dengan luas 300m2, harga jual bangunan Rp2.000.000/m2.
Objek II : Tanah seluas 1500m2 dengan nilai jual Rp50.000/m2, tanah
tersebut dibangun rumah dengan luas 400m2, harga jual bangunan
Rp2.000.000/m2.
Berapa PBB yang harus dibayar oleh Pak Didin?

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN | 319


KUNCI JAWABAN

Bab VII

1. Pajak Bumi dan Bangunan adalah pungutan pajak yang ditanggung oleh orang pribadi
atau badan atas kepemilikan atau penggunaan tanah dan bangunan yang bersifat
kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu
bumi/tanah dan atau bangunan.
2. Objek pajak yang tidak dikenakan PBB adalah objek yang :
a. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah,
sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang nyata-nyata tidak
dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan;
b. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu;
c. Objek pajak merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman
nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang
belum dibebani suatu hak;
d. Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan
timbal balik;
3. Subjek Pajak Bumi dan Bangunan menurut UU No. 1 Tahun 2022 Pasal 39 ayat (1)
dan (2) adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata:
a. Mempunyai suatu hak atas bumi;
b. Memperoleh manfaat atas bumi;
c. Memiliki bangunan;
d. Menguasai bangunan;
e. Memperoleh manfaat atas bangunan.
4. Jika tidak terdapat transaksi jual-beli, Nilai Jual Objek Pajak ditentukan dengan cara
sebagai berikut:
a. Harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual-beli yang terjadi secara wajar;
b. Perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan
fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya;
c. Nilai perolehan baru;
d. Penentuan Nilai Jual Objek Pajak pengganti;
e. Penentuan NJOP pendekatan penilaian, yaitu:

KUNCI JAWABAN | 519


1) Pendekatan data pasar (Market Data Approach)
- NJOP dihitung dengan cara membandingkan Objek Pajak yang sejenis
dengan Objek Pajak yang telah diketahui harga pasarnya.
- Pendekatan ini pada umumnya digunakan untuk menentukan NJOP
tanah namun dapat juga dipakai untuk menentukan NJOP bangunan.
2) Pendekatan biaya (Cost Approach)
Pendekatan ini digunakan untuk menentukan nilai tanah atau bangunan
terutama untuk menentukan NJOP bangunan dengan menghitung seluruh
biaya yang dikeluarkan untuk membuat bangunan baru yang sejenis
dikurangi dengan penyusutan fisiknya.
3) Pendekatan pendapatan (Income Approach)
- Pendekatan ini digunakan untuk menentukan NJOP yang tidak dapat
dilakukan berdasarkan pendekatan data pasar atau pendekatan biaya
tetapi ditentukan berdasarkan hasil bersih Objek Pajak tersebut.
- Pendekatan ini terutama digunakan untuk menentukan NJOP galian
tambang atau objek perairan.

Cara penilaian yaitu sebagai berikut :


a. Penilaian basal (Massal Appraisal)
- NJOP bumi dihitung berdasarkan nilai indikasi rata-rata (NIR)
yangterdapat pada setiap zona nilai tanah (ZNT).
- NJOP Bangunan dihitung berdasarkan Daftar Biaya Komponen
Bangunan (DBKB) dikurangi penyusutan fisik.
- Perhitungan penilaian misalnya dilakukan dengan menggunakan
program komputer (Computer Assisted Valuation/CAV).
b. Penilaian Individual (Individual Appraisal)
Diterapkan untuk objek tertentu yang bernilai tinggi atau keberadaannya
mempunyai sifat khusus diantaranya seperti sebagai berikut:
- Jalan tol;
- Pelabuhan laut, sungai, maupun udara;
- Lapangan golf;
- Industri semen ataupun pupuk;
- PLTA, PLTU, PLTG;

KUNCI JAWABAN | 520


- Pertambangan;
- Objek Pajak tertentu seperti rumah mewah, pompa bensin, jalan tol,
lapangan golf, objek rekreasi, usaha perkebunan, perhutanan, dan
pertambangan.
5. PBB terutang = (NJOP - NJOPTKP) x Tarif
Objek I : Tanah = 700 x Rp60.000 = Rp42.000.000
Bangunan = 300 x Rp2.000.000 = Rp600.000.000
NJOP = Rp42.000.000 + Rp600.000.000
= Rp642.000.000
PBB Terutang = (Rp642.000.000 - Rp10.000.000) x 0,3%
= Rp1.896.000
Objek II : Tanah = 1500 x Rp50.000 = Rp 75.000.000
Bangunan = 400 x Rp2.000.000 = Rp800.000.000
NJOP = Rp75.000.000 + Rp800.000.000
= Rp875.000.000
PBB Terutang = (Rp875.000.000 - Rp10.000.000) x 0,3%
= Rp2.595.000

KUNCI JAWABAN | 521

Anda mungkin juga menyukai