Anda di halaman 1dari 17

TUGAS KELOMPOK 2

(PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB))

MATA KULIAH HUKUM PAJAK


DOSEN PEMBIMBING :
ROSTANSAR S.H., M.H.
OLEH :

 Arba Juliana Maulid  Amran


 Ahmad Akhmar Muharram  A. Muh. Syahbana
 Herlina  Risaldi
 Asnidar Sri Nur Utami  Anugrah mandala Putra
 Nur Irmayani  Andi Muh. Afnan
 Kasmiati  Andi Herawati
 Sri Wahyuni Ningsi  Muhammad Yuswan
 Rahmadillah  Muhammad Rudi
 Muh. Arsal Akib  Ramadhandi
 Azhar Al Farizy  Aan Da’anah Hidayat
 Rini Octaviani DM

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM (STIH)


LAMADDUKELLENG SENGKANG
2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan
kekuatan dan kemampuan sehingga makalah ini bisa selesai tepat pada waktunya. Adapun tujuan
dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Hukum Pajak yang
membahas mengenai Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan
mendukung dalam penyusunan makalah ini. Penulis sadar makalah ini belum sempurna dan
masih memerlukan berbagai perbaikan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat
dibutuhkan.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan semua pihak.

Sengkang, 10 Mei 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................. i


DAFTAR ISI ............................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................................................. 1


B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 2
C. Tujuan ............................................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Sejarah Pajak Bumi dan Bangunan ............................................................................... 3


B. Objek Pajak Bumi dan Bangunan .................................................................................. 4
C. Subjek Pajak Bumi dan Bangunan ................................................................................. 5
D. Pendaftaran dan Pendataan Objek Pajak PBB ............................................................ 6
E. Cara Menghitung Pajak Bumi dan Bangunan ............................................................. 9

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ....................................................................................................................... 12
B. Saran ................................................................................................................................. 12

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pajak merupakan salah satu sumber pembiayaan pembangunan nasional dalam rangka
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Berkaitan dengan hal tersebut pentingnya pengelolaan
pajak tersebut menjadi prioritas bagi pemerintah. Ada berbagai jenis pajak yang dikenakan
kepada masyarakat, namun dari beberapa diantaranya Pajak Bumi dan Bangunan merupakan
jenis-jenis pajak yang sangat potensial dan strategis sebagai sumber penghasilan Negara
dalam rangka membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan salah satu faktor pemasukan bagi Negara
yang cukup berpengaruh terhadap pendapatan negara jika dibandingkan dengan sektor pajak
lainnya. Strategisnya Pajak Bumi dan Bangunan tersebut tidak lain karena objeknya meliputi
seluruh bumi dan bangunan yang berada dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI).Penyediaan kebutuhan seperti jalan, taman, sarana pelayanan umum lainnya
memerlukan biaya yang dipungut dari warga negara/ masyarakat yang memanfaatkan dalam
bentuk pajak.
Sejak diberlakuknya peraturan perudang-udangan pendaerahan PBB, Pengelolaan PBB
bukan lagi jadi wewenang Kantor Pelayanan Pajak tetapi berpindah tangan ke pemerintahan
Kota/Kabupaten, jadi SPPT PBB yang kita terima akan berbeda baik bentuk, warna dan tarif
pa jak serta susunannya karena menyeseuaikan dengan peraturan dan ketentuan perundangan
yang ditetapkan di wilayah Kabupaten/Kota. Jadi jangan pernah heran jika kita memiliki
banyak property da tersebar dibeberapa kota dan kita akan menerima SPT yang bermacam
warna pula karena ini bersifat regiona l Sebenarnya peraturan yang ditetapkan oleh
Pemerintah Kota/Kabupaten tentang PBB umumnya mengadops i dari peruturan perundangan
yang telah ada ( UU No 12 tahun 1984 Jo UU No 12 Tahun 1994 ) tetapi karenakondisi,
kebutuhan dan kemampuan setiap daerah berbeda maka biasanya tiap pemerintah kota/
kabupaten akan membuat peraturan tentang PBB sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan.
Pembayaran PBB ini sebenarnya wajib bagi masyarakat yang memanfaatkan dan
menggunakan lahan di bumi dan bangunan, dimana besarnya pembayaran akan tergantung
kepada berapa banyak asset yang dimiliki serta berapa besar objek yang tidak kena pajak di
daerah masing-masing. Penduduk Indonesia yang masih sangat minim pengetahuan mengenai

1
PBB ini terkadang sering menunggak pembayaran Pajak ini sehingga ini akan berdampak
negative pula pada perkembangan ekonomi Indonesia nantinya , oleh karena itu sebagai
masyarakat yang baik kita harus mau mebayar pajak ini guna kepentingan bersama.
Pajak mempunyai fungsi antara lain untuk:1. Penerimaan negara dalam rangka
membiayai pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah2. Pemerataan pendapatan
masyarakat;3. Stabilitas ekonomi (misalnya pengendalian inflasi) dan pertumbuhan ekonomi.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah pajak bumi dan bangunan?
2. Apa saja objek dari pajak bumi dan bangunan?
3. Bagaimana cara pendaftaran dan pendataan objek pajak dan cara mengitung PBB?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah pajak bumi dan bangunan
2. Untuk mengetahui objek dari pajak bumi dan bangunan
3. Untuk mengetahui cara pendaftaran dan pendataan objek pajak dan cara mengitung PBB

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Pajak Bumi dan Bangunan
Pada masa prasejarah (sebelum adanya kerajaan-kerajaan hindu di Indonesia) rakyat
sudah mulai dibebani dengan persembahan upeti atau penyerahan wajib dalam bentuk natura
kepada para penguasa sebagai tanda pengakuan atas kepemimpinan dan bukti rasa syukur
atas pengayoman dari penguasa tersebut. Yang menjadi objek pemungutan pajak adalah harta
berharga dari masyarakat agraris pada masa itu yaitu tanah pertanian. PBB merupakan jenis
pajak objektif yang mulai berlaku sejak Januari 1986 berdasarkan Undang-undang Nomor 12
Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-
undang Nomor 12 Tahun 1994. Jenis pajak ini bukanlah tergolong jenis pajak baru karena
pada dasarnya terdapat jenis pajak yang memiliki kesesuaian dengan PBB yang telah lama
dikenal dan dikenakan jauh sebelum diundangkannya Undang-undang Nomor Tahun 1985.
Secara umum latar belakang sejarah ke-PBB-an terbagi menjadi tiga bagian yaitu masa
sebelum penjajahan, masa penjajahan, dan masa kemerdekaan.
1. Pada Masa Sebelum Penjajahan
Pada masa sebelum penja jahan, pajak atas tanah telah dikenal sejak zaman kerajaan-
kerajaan Hindu berkuasa di Nusantara dengan nama drwyahaji. Salah satu kerajaan besar
dimasa lalu, Mataram, da lam sejarah disebutkan te lah menerapkan tanah pertanian
sebagai objek pajak. Saat itu pajaknya dipungut berdasarkan luas tanah. Selain di Jawa, di
kerajaan Aceh dikenal pula pungutan atas tanah ladang yang dikenal dengan istilah wase
tanah disamping pungutan-pungutan lainnya.
2. Pada Masa Penjajahan
Pada masa penjajahan, dikenal adanya jenis pajak bumi yang disebut Land Rent. Jenis
pajak ini diperkenalkan oleh Sir Stanford Rafles, seorang Gubernur Jenderal Inggris di
Indonesia pada tahun 1811 sampai dengan tahun 1816. Land Rent dikenakan terhadap
semua jenis tanah produktif dan wajib pajaknya adalah desa (kepala desa) bukan
perseorangan, karena para kepala desa dianggap sebagai penyewa yang harus membayar
sewa tanah. Besarnya tarif Land Rent bervariasi antara 20% hingga 50% dari hasil
produksi pertanian tergantung pada jenis produksinya.

3
Pada masa penjajahan Belanda (1816) pemungutan Land Rent tetap dipertahankan
dengan mengganti namanya menjadi Landrente dan besarnya tarif juga diubah menjadi
20% dari produksi pertanian. Selanjutnya pada masa pemerintahan Jepang di Indonesia
(1942-1945), nama Land Rent atau Landrente diubah menjadi Land Tax.
3. Pada Masa Kemerdekaan
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, nama Land Tax atau pajak
tanah disebut dengan Pajak Bumi dan pada tahun 1951 sampai dengan 1959 nama
jawatan pengelola Pajak Bumi tersebut adalah Jawatan Pendaftaran Tanah Milik
Indonesia (PTMI) yang mempunyai tugas mendaftar dan mengeluarkan surat
pendaftaran sementara bagi tanah-tanah milik yang terdaftar.

B. Objek PBB
Objek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah benda tidak bergerak, yaitu berupa bumi
dan bangunan.
- Bumi adalah permukaan bumi atau tanah dan isi yang ada dibawahnya, termasuk tanah
pekarangan, sawah, empang, dan perairan (dalam Pasal 1 UU No. 12 Tahun 1994).
Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah Indonesia.
- Bangunan adalah suatu konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap di
bumi, tanah dan/atau perairan untuk tempat tinggal, tempat usaha, maupun tempat yang
diusahakan. ( dalam Pasal 1 UU No. 12 Tahun 1985 dan UU No. 12 Tahun 1994).

Yang termasuk dalam pengertian bangunan adalah :


1. Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik dan
emplasemennya, dan lain-lain yang merupakan satu kesatuan dengan kompleks bangunan
tersebut;
2. Jalan tol;
3. Kolam renang;
4. Pagar mewah;
5. Tempat olahraga;
6. Galangan kapal, dermaga;
7. Taman mewah;

4
8. Tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak;
9. Fasilitas lain yang memberikan manfaat.
(Penjelasan Pasal 1 angka 2 UU No. 12 Tahun 1985 JO UU No. 12 Tahun 1994)
Sedangkan yang tidak termasuk objek PBB (Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12
Tahun 1985 JO Undang-Undang Nomor 12 TAHUN 1994) yaitu :
1. Tanah atau bangunan yang digunakan semata-mata untuk kepentingan umum yaitu
seperti tempat ibadah, rumah sakit, sekolah dan lain sebagainya.
2. Tanah atau bangunan yang digunakan untuk kuburan atau pemakaman umum
3. Tanah atau bangunan yang dijadikan sebagai tempat peninggalan purbakala seperti
museum
4. Tanah atau bangunan yang dgunakan oleh perwakilan diplomatik atau konsulat
berdasarkan asas perlakuan timbal balik
5. Tanah yang merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, taman nasional, tanah
pengembalan yang dikuasai oleh desa dan tanah negarayang belum dibebani suatu hak.
6. Bangunan yang dipergunakan oleh perwakilan organisasi internasional yang ditentukan
oleh menteri keuangan.

Objek pajak yang digunakan oleh negara


Yang dimaksud dengan objek paja ini adalah objek pajak yang dimiliki /dikuasai atau
digunakan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan
pemerintahan.
Objek pajak yang digunakan oleh negara untuk penyelenggaraan pemerintahan,
penentuan pengenaaan pajaknya diatur lebih lanjut oleh Peraturan Pemerintah. ( Pasal 3 angka
(2) UU No. 12 Tahun 1984 JO UU No. 12 Tahun 1994).

C. Subjek PBB
Subjek PBB adalah orang atau badan yang mempunyai kewajiban untuk melunasi PBB
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku menjadi wajib pajak.
Atau ringkasnya wajib pajak ialah orang pribadi atau badan yang secara nyata :
- Mempunyai suatu hak atas bumi dan/atau;
- Memperoleh manfaat atas bumi dan/atau;

5
- Memiliki bangunan dan/atau;
- Menguasai bangunan dan/atau;
- Memperoleh manfaat atas bangunan.
Sebagaimana yang diatur dalam UU No. 28 Tahun 2009 Pasal 78

1) Hak Wajib Pajak


a. Memperoleh formulir SPOP secara gratis pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Kantor
Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) atau tempat lain yang
ditunjuk.
b. Memperoleh penje lasan, keterangan tentang tata cara pengis ian maupun penyampaian
kembali SPOP pada KPP atau KP2KP
c. Memperoleh tanda terima pengembalian SPOP dari KPP, atau KP2KP.
d. Memperbaiki/mengisi ulang SPOP apabila terjadi kesalahan dalam pengisian dengan
melampirkan foto kopi bukti yang sah (sertifkat tanah, akta jual beli tanah, dan lain-lain).
e. Menunjuk orang/pihak lain selain pegawai Direktorat Jenderal Pajak dengan surat kuasa
khusus bermeterai, sebagai kuasa Wajib Pajak untuk mengisi dan menandatangani SPOP.
f. Mengajukan permohonan tertulis mengena i penundaan penyampa ian SPOP sebelum
batas waktu dilampaui dengan menyebutkan alasan-alasan yang sah.

2) Kewajiban Wajib Pajak PBB


a. Mendaftarkan Objek Pajak dengan cara mengisi SPOP.
b. Mengisi SPOP dengan jelas, benar, dan lengkap
c. Menyampaikan kembali SPOP yang telah diisi WP ke KPP Pratama atau KP2KP
setempat selambat-lambatnya 30 hari setelah formulir SPOP diterima.
d. Melaporkan perubahan data Objek Pajak/WP ke KPP Pratama atau KP2KP setempat
dengan cara mengisi SPOP sebagai perbaikan/pembetulan SPOP sebelumnya.

D. Pendaftaran dan Pendataan Objek Pajak PBB


1) Pendaftaran Objek dan Subjek PBB
Pendaftaran objek PBB dilakukan oleh subjek pajak dengan cara mengambil dan
mengisi formulir SPOP secara jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani dan
dikembalikan ke Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan atau tempat yang ditunjuk

6
untuk pengambilan dan pengembalian SPOP dengan dilampiri bukti-bukti pendukung
seperti :
 sketsa/denah objek pajak;
 fotokopi KTP dan NPWP;
 fotokopi sertifkat tanah;
 fotokopi akta jual beli;
 atau bukti pendukung lainnya.
Formulir SPOP disediakan dan dapat diambil gratis di Kantor Pelayanan Pajak atau
tempat lain yang ditunjuk atau melalui teknologi internet dengan mencetak langsung dari :
www.pajak.go.id. Mendaftarkkan objek PBB dengan mengisi SPOP secara jelas, benar, dan
lengkap serta ditandatangani dan disampaikan ke tempat yang ditunjuk yang wilayah
kerjanya meliputi letak objek PBB selambatnya 30 hari setelah diterimanya SPOP oleh
subjek Pajak. Pelaksanaan tata cara pendaftaran objek pa jak sebagaimana yang diatur oleh
Menteri Keuangan. SPOP adalah sarana bagi Wajib Pajak untuk mendaftarkan Objek PBB
yang akan dipakai sebagai dara untuk menghitung PBB yang terhutang yang dimaksud
dengan jelas dan benar adalah :
 Jelas, berarti penulisan data yang diminta dalam SPOP dibuat sedemikian rupa, sehingga
tidak menimbulkan salah tafsir yang dapat merugikan negara maupun Wajib Pajak
sendiri;
 Benar, berarti data yang dilaporkan harus sesuai dengan keadaan yang sebenarnya;
 Lengkap berarti seluruh bagian yang harus diis i oleh Wajib Pajak terisi semua dan
ditandatangani.
2) Pendataan PBB
Pendataan dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Pajak dengan menggunakan
formulir SPOP dan dilakukan sekurang-kurangnya untuk satu wilayah administrasi
desa/kelurahan. Pendataan dapat dilakukan dengan cara:
a. Penyampaian dan Pemantauan Pengembalian SPOP
Dapat dilaksanakan pada daerah/wilayah yang pada umumnya belum/tidak
mempunyai peta, daerah terpencil atau potensi PBB relatif kecil.

7
b. Identifikasi Objek Pajak
Dapat dilaksanakan pada daerah/wilayah yang sudah mempunyai peta garis/peta foto
yang dapat menentukan posis i relatif OP tetapi tidak mempunyai data administrasi
PBB tiga tahun terakhir secara lengkap.
c. Verifikasi Objek Pajak
Dapat dilaksanakan pada daerah/wilayah yang sudah mempunya i peta garis/peta foto
yang dapat menentukan pos is i re latif OP dan mempunya i data administrasi PBB tiga
tahun terakhir secara lengkap.
d. Pengukuran Bidang Objek Pajak
Dapat dilaksanakan pada daerah/wilayah yang hanya mempunyai sket peta
desa/kelurahan dan atau peta garis/peta foto tetapi belum dapat digunakan untuk
menentukan posisi relatif OP. Pendataan objek PBB Pedesaan dan Perkotaan
menggunakan formulir SPOP (Surat Pemberitahuan Objek Pajak). SPOP yang telah
diisi dan ditandatangani oleh Wajib Pajak kemudian disampaikan kepada Kepala
Daerah yang wilayah kerjanya meliputi objek pa jak. Berdasarkan SPOP, Kepala
Daerah menerbitkan SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terutang). Apabila Wajib
Pajak setelah ditegur secara tertulis oleh Kepala Daerah tidak juga menyampaikan
SPOP atau berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan ternyata jumlah pajak yang
terutang lebih besar yang dihitung berdasarka SPOP yang disampaikan Wajib Pajak,
maka Kepala Daerah dapat mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD)

Sanksi
Barang siapa yang tidak sengaja :
1. Tidak mengembalikan SPOP kepada Direktorat Jenderal Pajak
2. Menyampaikan SPOP tetapi isinya tidak benar dan tidak lengkap
Sehingga menimbulkan kerugian terhadap Negara, dipidana dengan pidana sekurangnya selama
6 bulan atau denda setingginya 2x lipat dari pajak terutang.

8
E. Cara Menghitung PBB
1) Dasar Pengenaan PBB
Dasar pengenaan PBB adalah “Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)”. NJOP ditetapkan per
wilayah berdasarkan keputusan Menteri Keuangan dengan mendengar pertimbangan
Bupati/Walikota serta memperhatikan :
a. harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar;
b. perbandingan harga dengan objek la in yang sejenis yang letaknya berdekatan dan
fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya;
c. nilai perolehan baru;
d. penentuan Nilai Jual Objek Pajak pengganti.
Meski pada dasarnya penetapan nilai jual objek pajak adalah 3 tahun sekali,
namun untuk daerah tertentu yang karena perkembangan pembangunan mengakibatkan
Nilai Jual Objek Pajak cukup besar maka penetapan niai jual ditetapkan setiap sekali 1
tahun. Dalam menetapkan besarnya NJOP Mentri Keuangan mendengar pendapat
Gubernur dengan memperhatikan Self Assisment System.
2) Tarif PBB
Tarif pajak yang dikenakan atas objek pajak adalah 0,5% ( Pasal 5 UU No. 12
Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994 ) dan jenis tarif ini disebut sebagai tarif tunggal
yang berlaku bagi objek pajak jenis apapun diseluruh wilayah Indonesia. Tarif efektif
PBB adalah 0,1% untuk NJOP kurang dari 1 milyar dan 0,2% untuk NJOP diatas 1
milyar.
3) NJOP ( Nilai Jual Objek Pajak )
NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi
secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, Nilai Jual Obyek Pajak
ditentukan melalui perbandingan harga dengan obyek lain yang sejenis, atau nilai
perolehan baru, atau Nilai Jual Obyek Pajak Pengganti. Nilai Jual Objek Pajak ini
biasanya dicari terlebih dahulu untuk menghitung PBB, NJOP ditetapkan per wilayah
berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan. Walaupun sebenarnya yang menetapkannya
adalah walikota atau bupati.

9
4) NJKP ( Nilai Jual Kena Pajak )
Nilai jual kena pajak ialah nilai jual dari objek pajak yang telah dikurangi dengan
Nilai Jual tidak Kena Pajak dimana nilai dari NJKP itu adalah :
Dasar Perhitungan PBB

Objek Pajak Persentase


Perkebunan 40%
Kehutanan 40%
Pertambangan 40%
Objek Pajak Lain
NJOP ≥ 1.000.000.000 40%
NJOP ≤ 1.000.000.000 20%

5) NJOPTKP ( Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak )


Nilai Jual Objek Tidak Kena Pajak adalan batas NJOP atas bumi dan/atau bangunan
yang tidak kena pajak. Besarnya NJOPTKP untuk setiap daerah Kabupaten/ Kota adalah
maksimal Rp. 12.000.000
Hal – hal yang diperhatikan dalam penetapan NJOPTKP adalah:
 Setiap wajib pajak memperolah pengurangan NJOPTKP sebanyak satu kali dalam
satu Tahun Pajak
 Apabila WP mempunyai beberapa objek pajak maka mendapatkan pengurangan
NJOPTKP hanya satu Objek Pajak yang nilainya terbesar dan tidak bias digabungkan
dengan Objek Pajak lainnya.

6) Rumus Menghitung PBB


Rumus penghitungan PBB = Tarif x NJKP
Contoh :
a. NJOP suatu objek pajak Rp. 2.000.000. Maka besaran PBB ialah :
Jawab :
Pertama kita harus mengetahui dulu NJKP nya :
NJKP : 20% x Rp. 2.000.000 = Rp. 400.000

10
Kemudian baru hitung PBB nya :
PBB : 0.5% x Rp. 400.000 = Rp. 2.000
b. Pak amin memiliki rumah seluas 50 m 2 yang berdiri diatas sebidang tanah seluas 100
m2. Diketahui harga bangunan tersebut Rp. 500.000, sedangkan harga tanah tersebut
adalah Rp. 1.000.000. jadi berapakah PBB yang harus dibayarkan oleh pak amin ?
Jawab ;
Pertama, kita hitung dulu nilai bangunan dan tanahnya :
Bangunan : 50 x Rp. 500.000 = Rp. 25.000.000
Tanah : 100 x Rp. 1.000.000 = Rp. 100.000.000
Kedua, hitung NJOP nya dengan menjumlahkan nilai bangunan dan tanah :
Rp. 500.000 + Rp 100.000.000 = Rp. 125.000.000
Terakhir, setelah diketahui NJOP nya, kita bisa langsung mengitung PBB nya:
NJKP : 20% x Rp. 125.000.000 = Rp. 25.000.000
PBB : 0.5% x Rp. 25.000.000 = Rp. 125.000
c. Contoh ketiga :
Dik :
Luas tanah : 1000 m2
1500 m2
2
Luas bangunan : 500 m
NJOP : Rp. 1.000.000,00-
NJOPTKP : Rp. 12.000.000,00-
NJKP : sudah ditetapkan ( diatas 1 m = 40%; dibawah 1 m = 20%)
Tarif PBB : 0.5%
Jawab:
Luas x NJOP – NJOPTKP x NJKP x Tarif = Hasil PBB
1500 x Rp. 1.000.000 = Rp. 1.500.000.000 – Rp. 12.000.000 = Rp. 1.488.000.000
x 40% = Rp.595.200.000 x 0.5% = Rp. 2.976.000

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Menurut UU No 12 tahun 1985 tentang PBB dan telah diubah dengan UU No 12 th 1994
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak negara yang dikenakan terhadap Bumi dan
atau Bangunan. Dimana yang tergolong bumi yaitu bumi, sawah, ladang, empang, perairan
dan lain sebagainya. Sedangkan yang tergolong bangunan ya itu berupa tanah atau bangunan
yang dilekatkan secara tetap di atas bumi dimana dapat dirasakan manfaatnya.
Yang menjadi objek dari PBB ini yaitu bumi dan bangunan itu sendiri seperti yang
termuat diatas. Namun tidak semua yang ada di bumi ini menjadi objek dari pengenann PBB,
diantaranya segala sesuatu yang menyangkut kepentingan bersama seperti dalam bidang
ibadah, sosial, pemakaman yang digunakan secara bersama, tempat peninggalan
purbakala(museum), tanah atau bangunan yang digunakan diplomatik negara, tanah atau
bangunan yang digunakan untuk hutan lindung, hutan suaka alam, serta tanah atau bangunan
yang dipergunakan oleh organisasi internasioanal yang dibawah kekuasaan Menteri
Keuangan.
Yang menjadi subjek dari PBB itu sendiri ya itu orang-orang memiliki tanah atau
bangunan yang dirasakan manfaatnya seperti dijadikan tempat tinggal, tempat usaha dan atau
tempat yang diusahakan, maka untukmereka ini wajib untuk menyetorkan PBB kepada
pemerintah.
Pada saat akan melakukan pembayaran tentu harus berdasarkan ketentuan-ketentuan yang
sudah termuat dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai PBB tersebut, dimana dasar
dari pengenaan PBB yaitu NJOP (Nila i Jual Objek Pajak), NJKP (Nilai Jual Kena Pajak) dan
NJOPTKP (Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak).
B. Saran
PBB ini sangat berguna bagi pembangunan serta melengkapi sarana dan prasarana di
Indones ia (khususnya daerah tempat tinggal kita). Oleh karena diharapkan kepada
masyarakat sekitar untuk lebih meningkatkan kesadaran serta kemauan untuk membayar PBB
ini. Karena semua ini yang akan menikmati adalah kita sendiri. Jika kesadaran masyarakat
untuk membayar PBB ini meningkat maka pembangunan atau perbaikan saranan dan

12
prasarana yang seharusnya diperbaiki akan berjalan dengan lancar sehingga akan tercipta
pembangunan ekonomi yang baik pula.
Dan bagi pemerintah hendaknya lebih memperluas sosialisas i kepada masyarakat
mengenai pentingnya pembayaran pajak (PBB), sehingga masyarakat mempunyai motivasi
dalam pembayaran PBB ini karena dapat memperlancar pembangunan ekonomi sehingga
kemakmuran dan kesejahteran dari masyarakat akan tercipta.

13
DAFTAR PUSTAKA
http://www.MAKALAH_HUKUM_PAJAK_PBB_PAJAK_BUMI_DAN_BANGUNAN

http://www.tarif.depkeu.go.id/?bid=pajak&cat=pbb

Mardiasmo.2005(edisi revisi). Perpajakan. Yogyakarta: ANDI

Mardiasmo2013(edisi revisi). Perpajakan. Yogyakarta: ANDI

TM Books. Perpajakan-Esensi dan Aplikasi, CV Andi Ovset, Yogyakarta

14

Anda mungkin juga menyukai