Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH MATA KULIAH PAJAK PENGHASILAN DASAR

SEJARAH PAJAK PENGHASILAN

DOSEN PENGAMPU : IBU PRIANDHITA SUKOWIDYANTI ASMORO, S.E., M.SA., AK

DISUSUN OLEH :

FARHAN HAMID 215030400111035

ANDREAN NATHANIEL 215030400111082

NAFARIDA SANTIKA RAHMA 215030401111041

NISRINA KHAIRAH NURJIHAN 215030407111066

SULTON NADA QAUMI 215030407111083

GRACE GABRIELLA 215030407111087

KELAS E PRODI PERPAJAKAN

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2022
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan
tepat waktu. Penulis menyusun makalah yang berjudul “Sejarah Pajak Penghasilan” guna
memenuhi tugas mata kuliah Pajak Penghasilan Dasar. Keberadaan makalah ini diharapkan dapat
menambah wawasan dan pengetahuan mengenai runtutan peristiwa sejarah dalam proses
pembentukan Pajak Penghasilan di Indonesia dan beberapa negara lainnya.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Priandhita Sukowidyanti Asmoro selaku


dosen pengampu yang telah membimbing kami dalam menempuh mata kuliah Pajak Penghasilan
Dasar. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu proses
penyusunan makalah ini, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Penulis sangat berharap makalah ini dapat menjadi kajian yang bermanfaat bagi khalayak
umum yang hendak memahami Sejarah Pajak Penghasilan. ‘Tak ada Gading yang Tak Retak’,
penulis menyadari penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
penulis bersedia menerima setiap kritik dan saran guna perbaikan penyusunan makalah ini. Akhir
kata, penulis hendak mengucapkan terimakasih atas kesempatan yang diberikan dalam
penyusunan makalah ini. Selamat membaca dan semoga bermanfaat !

Malang, 17 Februari 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………….2

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG…………………………………………………………………4

1.2 RUMUSAN MASALAH……………………………………………………………...5

1.3 TUJUAN………………………………………………………………………………5

BAB II PEMBAHASAN

2.1 AWAL MULA KEMUNCULAN PAJAK PENGHASILAN…………………...……6

2.2 PERKEMBANGAN PAJAK PENGHASILAN………………………………………8

2.3 SEJARAH PERKEMBANGAN PPh DI BEBERAPA NEGARA………………...10

2.4 SEJARAH PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN DI INDONESIA……………..14

BAB III PENUTUP

3.1 KESIMPULAN………………………………………………………………………21

3.2 SARAN………………………………………………………………………………22

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………….23

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Menurut Raden Mohammad Ali, sejarah merupakan ilmu yang menyelidiki


perkembangan-perkembangan mengenai peristiwa dan kejadian di masa lampau.
Raden Mohammad Ali juga menambahkan bahwa sejarah merupakan kejadian dan
peristiwa yang berhubungan dengan manusia, yang menyangkut perubahan nyata di
dalam kehidupan manusia. Dengan demikian, karena sejarah merupakan kejadian dan
peristiwa yang berhubungan dengan manusia, maka sejarah tidak akan lepas dari
berbagai aspek kehidupan manusia. Sejarah dapat dilihat dari berbagai peristiwa,
seperti politik, budaya, dan ekonomi. Dalam makalah ini, penulis berkesempatan
untuk menyajikan fenomena sejarah di bidang ekonomi khususnya mengenai Sejarah
Pajak Penghasilan.

Pajak Penghasilan sendiri pada awal mulanya ditemukan di daerah


Mesopotamia, dimana pada saat itu terdapat sebuah tulisan kuno menganai
pemungutan komoditas sebagai persembahan oleh kuil yang menjadi cikal bakal dari
kemunculan Pajak Penghasilan. Selanjutnya, Pajak Penghasilan mulai memasuki
benua Eropa yang diawali dengan kemunculan penerapan tributum hingga poll tax di
Romawi Kuno, serta penerapan danegeld di Kerajaan Inggris. Selain itu, Pajak
Penghasilan juga mulai merambah ke benua Asia tepatnya di Tiongkok dan India,
dimana penerapan pajak di Asia lebih diterapkan berdasarkan profesi ataupun status
sosial yang dimiliki seseorang selaku Wajib Pajak.

Pada awal periode revolusi industri keberadaan Pajak Penghasilan terus


berkembang dimulai dari keberadaan Undang-Undang Britania yang menjadi cikal
bakal peraturan Pajak Penghasilan di 60 negara dunia. Pada abad ke-19 sampai
dengan abad ke-21, Pajak Penghasilan sempat mendominasi sektor penerimaan di
beberapa negara Eropa. Fungsi Pajak Penghasilan di era revolusi industri diawali
untuk membiayai keperluan perang, namun setelah perang dunia selesai, Pajak
Penghasilan masih terus diterapkan untuk membiayai keperluan pemerintahan negara
seperti di Australia dan Amerika Serikat.

Keberadaan Pajak Penghasilan nampaknya tidaknya tercipta di negara lain,


sejarah menyatakan bahwa sejak zaman penjajahan Pajak Penghasilan sudah mulai
diterapkan di Indonesia atau yang pada kala itu dikenal dengan Hindia Belanda.
Huistaks merupakan cikal bakal pertama Pajak Penghasilan, yang pada kala itu
diterapkan oleh Raffles selaku pemimpin Inggris di Hindia Belanda. Pajak
Penghasilan terus berkembang pesat di bumi Nusantara, setelah huistaks muncul

4
business tax yang diterapkan Belanda, penerapan berbagai ordonasi seperti ordonasi
pendapatan, ordonasi upah, dan ordonasi perseroan. Pada akhirnya, Indonesia mulai
memasuki era reformasi perpajakan dengan keberadaan Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1983 yang muali menerapkan beberapa penyederhanaan sistem pajak.
Reformasi perpajakan Indonesia terus berlanjut, hingga pada akhirnya ditetapkan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 yang sampai saat ini dijadikan sebagai dasar
pemungutan dan penerapan Pajak Penghasilan di Indonesia.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1) Bagaimana penerapan Pajak Penghasilan di awal mula kemunculannya ?

2) Bagaimana sejarah perkembangan dan penerapan Pajak Penghasilan ?

3) Bagaimana sejarah perkembangan dan penerapan Pajak Penghasilan di beberapa


negara, seperti Australia dan Amerika ?

4) Bagaimana sejarah perkembangan dan penerapan Pajak Penghasilan di Indonesia ?

1.3 TUJUAN

1) Untuk mengetahui penerapan Pajak Penghasilan di beberapa negara seperti


Mesopotamia, Romawi Kuno, Eropa Barat, dan Asia sebagai beberapa negara yang
menjadi awal permulaan keberadaan Pajak Penghasilan.

2) Untuk mengetahui perkembangan dan penerapan Pajak Penghasilan di awal era


revolusi industri sampai saat ini.

3) Untuk mengetahui perkembangan dan penerapan Pajak Penghasilan di beberapa


negara, seperti Australia dan Amerika.

4) Untuk mengetahui perkembangan dan penerapan Pajak Penghasilan di Indonesia yang


dimulai dari zaman penjajahan sampai dengan era reformasi perpajakan saat ini.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 AWAL KEMUNCULAN PAJAK PENGHASILAN

2.1.1 Kemunculan PPh di Mesopotamia

Pada sekitar abad 3300 SM, di daerah Sungai Eufrat dan Tigris tepatnya di
Mesopotamia, ditemukan sebuah tulisan kuno berbentuk baji. Tulisan kuno tersebut
dianggap sebagai awal permulaan dari Pajak Penghasilan (PPh). Tulisan kuno
tersebut menceritakan tentang sistem pemungutan pajak pada masa itu, dimana
sistem pemungutan pajak diterima oleh kuil sebagai bentuk kekuasaan melalui
penerimaan pajak atas emas, ternak, dan budak.

Pada masa tersebut, kemunculan Pajak Penghasilan (PPh) dianggap sebagai


penyempurnaan dari Pajak Modal atau capital tax. Grapperhaus dalam Darusalam
(2020) menyatakan terdapat dua kejadian yang mendasari keberadaan Pajak
Penghasilan (PPh) sebagai penyempurnaan Pajak Modal, yaitu:

1) Diterapkannya konsep neto sebagai dasar perhitungan pajak modal.


Semisalnya, kita hendak mencari nilai bersih atau keuntungan dari sebuah
tanah, maka kita dapat menemukannya dengan mengurangi biaya-biaya terkait
dengan tanah dengan penghasilan yang diperoleh dari tanah tersebut.

(Nilai Tanah = Biaya terkait tanah – Penghasilan yang diperoleh dari tanah)

2) Adanya tujuan pemungutan pajak modal guna membiayai kebutuhan, dimana


pada saat itu pajak modal banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan
perang dengan status pemungutan yang bersifat tidak tetap. Namun, lama
kelamaan pajak modal dijadikan sebagai pemungutan rutin guna membiayai
kebutuhan pemerintahan sebuah negara.

2.1.2 Kemunculan PPh di Romawi Kuno

Sejak abad 167 SM, bangsa Romawi Kuno melakukan pemungutan pajak
yang diberi nama tributum atau pajak atas kepala. Tributum mrupakan pemungutan
pajak atas kekayaan kelompok, seperti tanah, rumah, budak, dan hewan ternak
dengan pengenaan tarif sebesar 1%. Pengenaan tarif 1% dapat dinaikkan apabila
terjadi situasi darurat seperti adanya perang ataupun bencana.

Menjelang akhir abad ke-1 SM, Kaisar Agustus menerapkan pemungutan poll
tax atau pajak perorangan. Poll tax atau pajak perorangan dikenakan atas

6
kepemilikan harta kekayaan secara individu. Kaisar Agustus menganggap
pemungutan sistem pajak sebelumnya kurang efektif, sehingga melakukan
perombakan radikal dengan melakukan sistem pemungutan pajak poll tax atau pajak
perorangan.

Namun, pemungutan pajak di era Kekaisaran Romawi sempat mengalami


penyelewengan. Gibbon dalam Metzger (2016:662) mengungkapkan bahwa pada era
kepemimpinan Kaisar Konstantinus Agung terdapat perilaku penyiksaan dengan
penggunaan cambuk terhadap warga negara guna memungut pajak atas penghasilan.
Gibbon dalam Metzger (2016:662) menambahkan perilaku penyiksaan diterapkan
kaisar untuk memperoleh kekayaan yang berasal dari seni, serta mengecualikan
profesi seni dari pengenaan pajak.

2.1.3 Kemunculan PPh di Benua Asia (China dan India Kuno)

● Kemunculan Pph di China

Pemungutan PPh di Tiongkok terjadi pada tahun ke-10 Masehi saat


kepemimpinan Kaisar Wang Mang dari Dinasti Xin. Saat itu, pemungutan
PPh diterapkan dengan tarif sebesar 10% terhadap keuntungan yang
diterima oleh setiap tenaga kerja profesional dan tenaga kerja terampil.

● Kemunculan PPh di India

Keberadaan dua karya sastra besar di India menjadi cikal bakal


kemunculan PPh, dua karya besar tersebut adalah

● Manu Smriti merupakan pajak yang diterapkan berdasarkan jenis


profesi setiap masyarakat. Sebagai contoh, petani diharuskan
membayar pajak sebesar 1/5 dari keuntungan yang mereka peroleh
atas emas dan perak. Selain itu, petani diharuskan membayar pajak
sebesar 1/6, 1/8, dan 1/10 dari hasil produksi sesuai keadaan petani
pada saat itu. Pajak dalam Manu Smriti juga diterapkan kepada
profesi lain, serta dapat dibayarkan dalam bentuk koin emas,
hewan ternak, bahan mentah, dan pemberian jasa secara personal.
● Arthashastra merupakan karya sastra tahun 300 SM yang berisikan
tentang kewenangan atas keuangan publik, administrasi, dan
Undang-Undang Pajak. Pemungutan pajak dalam Arthashastra
dilakukan berdasarkan status dan keadaan sosial yang dialami
masyarakat pada masa itu. Pajak dalam Arthashastra mayoritas
dibebankan kepada orang-orang kaya. Sementara, penduduk

7
seperti orang sakit, pelajar, dan lansia dikenakan kebebasan dari
pengenaan pajak.

2.1.4 Kemunculan PPh di Eropa Barat (Inggris)

Sejak kemunculan pemungutan pajak secara teratur di Kekaisaran Romawi,


pemungutan pajak atas transaksi dan harta kekayaan mulai banyak diterapkan di
Eropa Barat terkhususnya Inggris. Inggris menerapkan Danegeld yang dipungut
secara teratur dengan tarif sebesar 2 shilling untuk setiap kepemilikan tanah sebesar
100-120 hektar.

Sejak abad ke-14, Inggris menerapkan pajak progresif secara perorangan.


Penerapan pajak progresif dapat dilihat dari praktik pembayaran pajak milik Duke of
Lancester yang lebih besar 500 kali dibandingkan pajak seorang petani. Selain
diterapkan secara perorangan, sistem pajak progresif juga dikenakan atas kekayaan,
pemilik kantor, pemuka agama, dan perwira militer.

2.2 Perkembangan Pajak Penghasilan

Pengenaan PPh secara eksplisit yang diatur dalam suatu undang-undang pertama
kali dilakukan oleh UK pada tahun 1799. Itulah sebabnya, tahun 1799 dianggap sebagai
tahun dimulainya PPh modern dan UK dianggap sebagai negara pelopor penerapan PPh
modern di dunia. Dalam sejarahnya, penerapan PPh di UK dapat dikatakan mengalami
pasang surut. PPh di UK pada awalnya diperkenalkan oleh William Pitt, Perdana Menteri
UK, pada tahun 1798 sebagai sarana untuk meningkatkan penerimaan dalam rangka
mendanai perang melawan Napoleon. Pajak ini secara resmi diberlakukan pada tanggal 1
Januari 1799 dengan terbitnya The Act of 1799 dan dikenal dengan istilah The War
Income Tax.

PPh yang diciptakan oleh Pitt ini dikenakan pada semua subjek pajak UK
sehubungan dengan penghasilan yang mereka terima, tanpa memperhatikan dari mana
penghasilan tersebut berasal. Sementara itu, untuk tarif, pembebasan, serta pengurangan
diterapkan berdasarkan kategori wajib pajak yang telah dibagi menjadi tiga. Pertama,
kategori wajib pajak kaya yang memiliki banyak harta, seperti rumah, kereta kuda,
pelayan, atau kuda. Kedua, wajib pajak, yang meskipun tidak memiliki harta kekayaan
seperti wajib pajak kategori pertama, mempunyai harta lainnya, seperti rumah, kacamata,
jam dinding, atau jam tangan. Ketiga, wajib pajak tidak mampu yang tidak memiliki
harta.

8
Penerimaan pemerintah UK pasca dicabutnya PPh pada tahun 1816 ditopang oleh
penerimaan yang berasal dari bea dan cukai serta pajak atas tanah. Sistem ini terus
berlangsung hingga tahun 1842. Namun, pada tahun yang sama, pemungutan PPh
kembali diberlakukan lagi, yaitu pada masa pemerintahan Perdana Menteri Sir Robert
Peel. Pada awalnya, Peel menolak untuk menerapkan pemungutan PPh. Namun,
terjadinya defisit disertai dengan kebutuhan pendanaan negara, Peel akhirnya setuju
untuk menerapkan PPh di masa pemerintahannya. Selain itu, Peel juga memperkenalkan
dua fitur administrasi penting dalam penerapan PPh, yaitu hak untuk mengajukan
banding kepada komisi khusus dan sistem penalti. Pemungutan PPh pada masa
pemerintahan Peel dianggap mampu menghidupkan kembali perdagangan. Setelah
diterapkan pada masa pemerintahan Perdana Menteri Sir Robert Peel, terdapat beberapa
kali rencana untuk menghapuskan pemungutan PPh di UK. Salah satunya pada masa
pemerintahan Perdana Menteri William Ewart Gladstone. Rencana penghapusan PPh ini
mulai didengungkan menjelang tahun 1860. Namun, terjadinya perang dan kebutuhan
akan pendanaan negara membuat rencana untuk menghapuskan pemungutan PPh di UK
mengalami kegagalan. Tercatat pada masa itu, PPh menjadi sumber utama penerimaan di
UK dengan menyumbangkan hasil sebesar £10 juta per tahunnya. Selain itu, pada masa
pemerintahan Gladstone juga dilakukan perubahan signifikan terkait dengan PPh, yaitu
terkait penyelesaian sengketa PPh. Pada masa itu, mulai ditetapkan adanya hak wajib
pajak untuk mengajukan banding atas keputusan Pengadilan Tinggi apabila
masing-masing pihak berpendapat bahwa keputusan tersebut tidak benar.

Rencana penghapusan pemungutan PPh juga dilakukan kembali pada masa


pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Disraeli yang menggantikan Perdana Menteri
William Ewart Gladstone pada tahun 1884. Pada masa pemerintahan Disraeli, keadaan
ekonomi UK dianggap sudah melewati masa kritis sehingga banyak pihak beranggapan
bahwa sudah waktunya pemungutan PPh dihentikan. Namun, memburuknya kondisi
perdagangan yang disebabkan adanya penurunan produksi di bidang pertanian, membuat
rencana penghapusan PPh menjadi sulit untuk dilakukan. Ditambah lagi, pada saat itu
terjadi urbanisasi besar-besaran yang menyebabkan semakin banyaknya orang yang
tinggal di kota sehingga masyarakat yang bekerja di lahan pertanian menjadi semakin
berkurang.

Pada tahun 1913, pemerintah UK menerbitkan undang-undang mengenai


pemungutan pajak sementara yang disebut dengan The Provisional Collection of Taxes
Act 1913. Undang-Undang inilah yang digunakan untuk mengatur pemungutan PPh.
Sampai saat ini, PPh di UK masih merupakan pajak sementara yang harus diterapkan
setiap tahun pada tanggal 5 April.

9
Sebagai bagian yang sangat penting dalam sistem pajak UK, terdapat beberapa
upaya yang dilakukan oleh pemerintah UK untuk memperjelas pemungutan PPh di
negara tersebut, yaitu antara lain.

(i) Undang-Undang PPh Tahun 1918 mengkonsolidasi seluruh Undang- Undang PPh
ke dalam satu volume, mulai dari Undang-Undang PPh Tahun 1842 hingga
Undang-Undang PPh Tahun 1853.

(ii) Pendirian Komisi Kerajaan di tahun 1920 dengan tujuan untuk menyelidiki segala
aspek berkaitan dengan PPh (termasuk super-tax).

(iii) Pada tahun 1927 Kanselir Winston Churchill mendirikan Komite Kodifikasi PPh
untuk meringkas 800 ketentuan dari 19 undang-undang yang berbeda dan keputusan dari
1800 kasus pajak di pengadilan menjadi satu kode tunggal. Laporan atas kodifikasi ini
berhasil diselesaikan pada tahun 1936. Namun, terjadinya Perang Dunia Kedua
menyebabkan kodifikasi yang dilakukan oleh Komite Kodifikasi PPh tidak dianggap
berhasil.

Tidak berhenti di UK, perkembangan pemungutan PPh terus berjalan seiring


dengan waktu dan semakin meluas ke berbagai negara di dunia. Setelah UK, selanjutnya
Prussia menjadi negara berikutnya yang memperkenalkan PPh pada tahun 1891, diikuti
oleh Belanda pada tahun 1892/93, Amerika Serikat pada tahun 1894, Prancis pada tahun
1914, dan kemudian negara-negara lain. PPh memainkan peran penting dalam ekspansi
penerimaan negara yang bersumber dari pajak. PPh juga menjadi tumpuan banyak negara
untuk membiayai jalannya pemerintahan, khususnya setelah berakhirnya Perang Dunia
Pertama pada tahun 1918. Pada saat itu, pertumbuhan penerimaan pajak yang terjadi di
negara-negara industri awal sebagian besar dihasilkan dari PPh. Gambar berikut
menunjukkan proporsi total penerimaan negara yang bersumber dari PPh di beberapa
negara Eropa sejak tahun 1871 hingga 2013.

2.3 Sejarah Perkembangan Pajak Penghasilan di Beberapa Negara

Berikut ini adalah beberapa negara yang memiliki sejarah dari Pajak Penghasilan,
yaitu :

2.3.1. Australia

PPh federal sudah diperkenalkan pada tahun 1915 dan digunakan untuk
membiayai perang. Dan penerapan PPh baru dilakukan oleh seluruh negara bagian
sejak tahun 1907. PPh juga biasanya diterapkan bersamaan dengan pajak tanah,
baik oleh pemerintah federal itu sendiri maupun pemerintah negara bagian.
Penerapan dua jenis PPh merupakan cerminan dari karya Henry George yang

10
berjudul Progress and Poverty. Upaya harmonisasi ini dilakukan oleh Royal
Commission sejak tahun 1920. Penyebabnya, pemungutan PPh dilaksanakan oleh
pemerintah negara bagian dan pemerintah federal. Alhasil, Commission
menerbitkan undang-undang PPh federal pada tahun 1922. Akan tetapi,
implementasinya tidak berjalan lancar sehingga upaya harmonisasi dilakukan
kembali dan menerbitkan Income Tax Assessment Act 1936.

Semakin lama upaya harmonisasi pemungutan PPh terus dilakukan hingga


awal tahun 1990-an. Hasil yang diperoleh, yaitu PPh hanya dapat dipungut oleh
pemerintah federal. Selain itu, pemerintahan yang dikuasai partai buruh mencabut
undang-undang PPh federal yang berisi memungkinkan negara-negara bagian
untuk memungut PPh. Dengan demikian, negara-negara bagian tidak memperoleh
ruang terkait dengan pajak. Berdasarkan paparan di atas, pemerintah federal
memungut PPh berdasarkan ITAA 1936 yang memuat sebagian
ketentuan-ketentuan undang-undang PPh federal. Namun, aturan yang dimuat
dalam ITAA 1936 belum dapat menyelesaikan bentuk-bentuk penghindaran pajak.
Oleh karena itu, pemerintah federal melakukan perbaikan dalam sistem PPh. Pada
pertengahan 1980-an, pemerintahan mengikuti strategi reformasi pajak yang
terjadi secara umum pada tahun 1980. Adapun strategi tersebut, yaitu memperluas
basis pajak dan pemotongan tarif. Terkait dengan pemotongan pajak, pemerintah
menerapkan pemotongan tarif PPh orang pribadi. Tarif PPh orang pribadi yang
jumlah maksimumnya sebesar 60% diturunkan menjadi kurang dari 49%.

Kemudian untuk perluasan basis, pemerintah Australia mengenalkan


beberapa jenis pajak baru, yaitu capital gain tax, fringe benefit tax, serta sistem
imputasi penuh terkait dengan dividen perusahaan. Selain itu, pemerintah
Australia juga melakukan perubahan terkait dengan penghasilan wajib pajak
dalam negeri yang berasal dari luar negeri dan memperbaiki sistem administrasi
pajak. Kemudian pemerintah Australia membuat Acts Interpretation Act 1901. Act
1901 merupakan undang-undang yang memuat banyak aturan terkait dengan
interpretasi undang-undang. Dimana nantinya, hakim harus melakukan
pendekatan secara selektif ketika memberikan pendapat atas suatu ketentuan
undang-undang dan memasukkan unsur ekstrinsik ketika menemukan ketentuan
yang ambigu di dalam undang undang PPh.

Seiring dengan berjalannya waktu, pemerintahan Australia merumuskan


kembali ITAA 1936 (Income Tax Assessment Act 1936) dengan bentuk yang lebih
sederhana, namun dengan tidak mengubah ketentuan yang tercantum dalam ITAA
1936 secara signifikan. ITAA 1936 ini sendiri juga diklaim sebagai
undang-undang PPh terpanjang di dunia dan paling sulit untuk dimengerti. Karena
itulah, pemerintah mulai mengambil langkah dengan cara membuat Tax Law

11
Improvement Project pada tahun 1994-1998. Pembuatan Tax Law Improvement
Project ini bertujuan untuk merumuskan undang undang dengan bahasa inggris
yang lebih sederhana. Namun, nyatanya itu juga tidak berubah secara signifikan.
Akhirnya pemerintah menerbitkan Income Tax Assessment Act 1997 (ITAA 1997)
dengan di dalam nya menggunakan diagram, rambu, daftar, diagram alur, dan lain
lain. Dengan harapan dapat lebih mudah dipahami oleh wajib pajak. Pada ITAA
1997 itu sendiri, juga menerapkan pendekatan yang sangat “bersahabat” dengan
cara menyebut istilah bagi wajib pajak dengan kata ’anda”yang membuat
ketentuan yang ada pada pembayaran PPh yang tercantum dalam ITAA 1997,
yang berlaku pada tahun 1998.

Selain itu,di tahun yang sama Pemerintah Australia juga mulai membuat
agenda reformasi pajak yang sangat komprehensif terkait dengan sistem PPh,
yaitu :

i. Melakukan reformasi terhadap tarif PPh orang pribadi dan perusahaan, termasuk
pemotongan pajak, perubahan pajak, dan integrasi yang lebih besar dari PPh
dengan sistem kesejahteraan sosial.
ii. Mengenalkan pajak pertambahan nilai yang disebut dengan pajak barang dan jasa
Goods and Services Tax. Adapun sistem GST yang diterapkan, yaitu pemerintah
federal mengalirkan penerimaan ke negara bagian dalam bentuk hibah.
iii. Merubah sistem administrasi pajak yang mencakup aturan withholding tax system
yang lebih luas, integrasi dari beberapa mekanisme pemungutan pajak, dan
mengikatnya keputusan pajak yang berbentuk lisan secara hukum kepada wajib
pajak orang pribadi yang memiliki sengketa pajak yang kasusnya sederhana.
iv. Melakukan perubahan secara substansial atas dua hal, yaitu dasar pengenaan
pajak bagi wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak perusahaan dan sistem
perpajakan bagi wajib pajak perusahaan atau entitas. Terlepas dari adanya
paparan agenda reformasi pajak pada tahun 1998, salah satu reformasi PPh yang
terkait dengan pajak atas instrumen keuangan belum diberlakukan pada tahun
2009. Akan tetapi, pemerintah menaruh perhatian pada isu yang berkaitan dengan
jaminan sosial dan sistem pajak lainnya. Bahkan, pemerintah telah membuat
keputusan dan menerapkan implementasinya yang dimulai pada tahun 2010.
Terkait dengan tarif PPh, wajib pajak orang pribadi dikenakan tarif PPh yang
bersifat progresif.

2.3.2 Amerika Serikat

PPh pertama kali diterapkan pada tahun 1864 yang ditujukan untuk
pembiayaan perang sipil (Civil War). Selanjutnya, penghasilan wajib pajak yang
dikenakan PPh mencakup kepemilikan saham di perusahaan yang keuntungannya

12
ditahan atau tidak didistribusikan. Pada tahun 1913 setelah melewati proses
amandemen ke-16 terhadap konstitusi yang diratifikasi oleh seluruh negara bagian
pada tahun 1913. Pada setiap perubahan aturan PPh yang terjadi sejak 1913
hingga 1938 ditetapkan sebagai Revenue Act (Act) yang bersifat mandiri. Salah
satu alasan banyaknya perubahan Act adalah adanya ketentuan mengenai
penggunaan belanja pajak (tax expenditure). Keberadaan tax expenditure
membutuhkan ketentuan tambahan untuk mencegah penyalahgunaan aturan pajak
oleh wajib pajak.

Adanya masalah tersebut sehingga dilakukan amandemen Act membuat


Kongres memodifikasi penerimaan negara pada tahun 1939. Selanjutnya, Kongres
memasukkan kodifikasi tersebut dalam Internal Revenue Code (IRC) 1939 (IRC
1939). Dampak yang timbul adalah pengundangan aturan-aturan hukum
berikutnya hanya akan bersifat mengamandemen IRC saja.

Puncak reformasi sistem PPh dalam IRC 1954 terjadi pada tahun 1980-an.
Pada tahun 1981, Kongres mengurangi tarif PPh orang pribadi secara substansial.
Bahkan, Kongres juga menetapkan insentif pajak baru yang jumlahnya signifikan
bagi wajib pajak yang memiliki tabungan dan melakukan investasi. Selanjutnya,
reformasi struktur PPh juga terjadi secara substansial pada tahun 1986 yang
diwujudkan dengan The Tax Reform Act of 1986 melalui perluasan basis pajak,
menghapus ketentuan insentif pajak secara substansial, mengurangi tarif PPh
orang pribadi, dan mengatur penghapusan biaya bunga utang wajib pajak orang
pribadi, kecuali bunga hipotek rumah.

Mengenai tarif, IRC 1986 mengatur penurunan tarif dan progresivitas PPh
dan menetapkan tarif umum maksimum untuk wajib pajak orang pribadi dan
perusahaan tergantung pada iklim politik dan fiskal. Selain itu, adanya penentuan
tarif PPh terhadap bracket penghasilan yang diterima oleh wajib pajak orang
pribadi yang disesuaikan setiap tahun untuk mencerminkan inflasi. Ada enam
jenis tarif PPh orang pribadi yang bersifat progresif, yaitu 10%, 15%, 25%, 28%,
33%, dan 35%. Akan tetapi, masing-masing penetapan tarif PPh tersebut
memperhatikan bracket penghasilan dan status perkawinan wajib pajak orang
pribadi. Sementara itu, tarif PPh bagi wajib pajak perusahaan bersifat berbeda.
Maksudnya, yaitu tarif PPh bersifat progresif dan bersifat regresif tergantung
dengan bracket penghasilan.

Pada tahun 2003 juga mengurangi tarif PPh maksimum bagi wajib pajak
orang pribadi atas penghasilan yang berasal dari capital gain dan dividen. Dan
Kongres memberlakukan kembali pajak warisan pada tahun 2011. Pada tanggal
22 Desember 2017, Pemerintah AS di bawah kepemimpinan Presiden Donald

13
Trump mengesahkan undang-undang baru yang disebut Tax Cuts and Jobs Act
(TCJA) sebagai perombakan ulang pertama skema pajak AS yang terjadi setelah
lebih dari tiga puluh tahun. Beberapa poin penting dalam TCJA salah satunya
adalah mengenai perubahan tarif PPh badan dari 35% ke 21%. Selain PPh badan,
TCJA juga merevisi struktur PPh Orang Pribadi terutama dengan menurunkan
tarif tertinggi dan meningkatkan nilai batasan penghasilan di kelompok
penghasilan tertinggi. Revisi tersebut dinilai lebih menguntungkan masyarakat di
kelompok penghasilan 20% teratas dan merupakan ciri khas dari Republikan yang
condong kepada kelompok masyarakat kaya. Selain perubahan tarif, poin penting
lainnya dalam TCJA terkait PPh adalah mengenai perubahan sistem worldwide ke
territorial di AS yang memberikan pembebasan atas pembayaran dividen yang
berasal dari luar negeri (foreign dividend exemption).

2.4 Sejarah Penerapan Pajak Penghasilan di Indonesia

Penerapan PPh di Indonesia telah dilaksanakan sejak zaman penjajahan hingga


setelah kemerdekaan. Ada empat periode yang dapat dikategorikan untuk
menggambarkan sejarah berkembangnya PPh di Indonesia. Berikut penjelasan dari
masing-masing periode adalah sebagai berikut:

2.4.1 Periode Sebelum Tahun 1920

Tahun 1816
Sejarah pengenaan PPh di Indonesia dimulai dengan adanya tenement tax
(huistaks) pada tahun 1816, yaitu sejenis pajak yang dikenakan sebagai sewa
terhadap mereka yang menggunakan bumi sebagai tempat berdirinya rumah atau
bangunan. Pajak ini diciptakan pada masa penjajahan Inggris di bawah
kepemimpinan Raffles.

Tahun 1824
Pada masa ini, huistaks tidak hanya dikenakan kepada orang pribumi,
tetapi juga dikenakan kepada orang asing (vreemde oosterlingen) yang
berdagang, bekerja sebagai buruh, atau sebagai pengrajin di Indonesia.

Tahun 1839
Pada tahun 1839, pengenaan huistaks dihapuskan dan digantikan dengan
pajak atas penghasilan yang berasal dari kegiatan berdagang (business tax)
dengan tarif pajak sekitar 2%.
Terdapat ketentuan pengecualian bagi pemberlakuan business tax, yaitu
bagi orang pribadi yang berprofesi sebagai petani, seluruh penghasilan yang
diperolehnya akan dibebaskan dari pajak. Alasannya, seluruh tanah yang

14
dikerjakan oleh petani dimiliki oleh pemerintah. Atas tanah tersebut, petani
membayar sewa kepada pemerintah dalam bentuk pajak atas tanah.

Tahun 1885
Pada tahun 1885 orang asing yang berasal dari Asia akan dikenakan tarif
pajak sebesar 4% dengan minimum penghasilan sebesar 2 guilder. Sementara itu,
orang-orang pribumi akan dikenakan tarif pajak sebesar 2%. Pemberlakuan tarif
yang berbeda ini disebabkan orang-orang asing yang berasal dari Asia
memperoleh penghasilan yang lebih tinggi daripada orang-orang pribumi.

Tahun 1878
Pada tahun 1878 pajak atas penghasilan juga dikenakan dalam bentuk
patentrecht mulai diberlakukan oleh negara-negara di Eropa. Patentrecht atau
pajak paten merupakan pajak yang dikenakan atas penghasilan yang berasal dari
sektor pertanian, manufaktur dan perdagangan, kerajinan, seni dan ilmu
pengetahuan, jasa profesi, dan jasa orang pribadi yang dilakukan bukan dari orang
yang berkewarganegaraan Indonesia.Tarif pajak paten yang diberlakukan adalah
sebesar 2% dan bersifat proporsional.

Penghasilan yang dikenakan pajak paten dikategorikan menjadi dua bentuk:


1. Gaji tetap atau remunerasi. Dasar pengenaan pajak atas gaji tetap atau
remunerasi berasal dari jumlah penghasilan yang diperoleh pada awal
tahun pajak atau pada masa pajak di mana penghasilan tersebut
diperkirakan dapat diperoleh.
2. Penghasilan yang diperoleh secara tidak reguler. Dasar pengenaan pajak
atas penghasilan yang diperoleh secara tidak reguler berasal dari rata-rata
penghasilan yang diperoleh selama tiga tahun terakhir. Jika wajib pajak
melakukan usaha kegiatan kurang dari tiga tahun maka penghasilan dalam
jangka waktu tersebut yang akan dijadikan dasar pengenaan pajak paten.

Tahun 1907
Pada tahun 1907, business tax digantikan dengan pajak atas bisnis dan
penghasilan lainnya (de belasting op de bedrijfs en andere inkomsten).Tarif pajak
atas bisnis dan penghasilan bersifat progresif. Untuk penghasilan yang berjumlah
antara 50 guilder hingga 60 guilder per tahun akan dikenakan tarif sebesar 0,72
guilder. Selanjutnya, untuk penghasilan yang jumlahnya 630 guilder dan lebih
akan dikenakan tarif sebesar 4,5%.

15
Tahun 1908
Pada tahun 1908, pengenaan pajak atas penghasilan kepada orang-orang
Eropa dan subjek pajak lainnya diatur dalam aturan hukum, yaitu berdasarkan
Ordonansi Pajak Pendapatan 1908.Dalam Ordonansi Pajak Pendapatan 1908
diatur bahwa subjek pajak terdiri dari orang-orang Eropa yang berdomisili di The
Netherland Indies (sekarang Indonesia) dan orang-orang Eropa yang tidak
berdomisili di The Netherland Indies, tetapi ia berhak untuk memperoleh
penghasilan yang berasal dari perusahaan atau entitas lainnya yang berkebangsaan
The Netherland Indies atau subjek pajak luar negeri.

Terdapat delapan jenis penghasilan yang dikenakan kepada subjek pajak


luar negeri, yaitu:
● Harta yang tidak bergerak
● Harta yang bergerak
● Bisnis atau profesi
● Jasa personal atau yang diberikan oleh pegawai yang bekerja secara resmi
● Penghasilan pasif
● Pensiun
● Tunjangan hidup
● Pembayaran lainnya yang dilakukan secara berkala.

Tahun 1916
Pada tahun 1916, diterapkan pajak atas keuntungan perang (war profit
tax). War profit tax adalah pajak yang dikenakan atas suatu industri tertentu yang
bekerja dengan baik serta memperoleh penghasilan besar selama masa
perang.Pada saat itu, pajak ini dikenakan atas penghasilan yang dihasilkan oleh
industri gula.

Cara penghitungan pajak atas gula adalah dengan menjumlahkan


penghasilan kotor yang diperoleh oleh industri gula serta dikurangi dengan
biaya-biaya teratur yang ditanggung oleh pemerintah untuk setiap berat gula yang
diproduksi. Selanjutnya, tarif pajak yang dikenakan adalah sebesar 30% dan
bersifat progresif. Namun, perlu diperhatikan bahwa war profit tax yang
dikenakan atas penghasilan industri gula hanya dikenakan atas penghasilan yang
melebihi 3.000 guilder. Pemberlakuan war profit tax hanya berlangsung sebentar,
yaitu selama tiga tahun karena pada tahun 1919 pengenaan pajak ini resmi
dihapus.

16
2.4.2 Periode Tahun 1920

Tahun 1920 dianggap sebagai tahun unifikasi jenis dan tarif pajak dengan
diperkenalkannya General Income Tax, yaitu ordonansi pajak pendapatan yang
diperbaharui melalui reformasi pajak tahun 1920. Dengan kata lain, reformasi
pajak pendapatan terjadi pada tahun 1920.
Terkait dengan konteks pajak, asas “unifikasi” telah menyebabkan
dualistik yang selama ini ada dihilangkan dengan diperkenalkannya General
Income Tax, yaitu Ordonansi Pajak Pendapatan, yang berlaku baik bagi penduduk
pribumi, orang Asia, maupun orang Eropa.
Terdapat tujuh karakteristik Ordonansi Pajak Pendapatan 1920 terkait
dengan asas “unifikasi”, yaitu sebagai berikut.

● Seluruh wajib pajak mendapatkan perlakuan yang sama dan tidak


memperhatikan nasionalitas (lands-aard). Pajak dikenakan tidak hanya
atas golongan tertentu, yaitu orang-orang Eropa. Akan tetapi, Ordonansi
Pajak Pendapatan 1920 juga diterapkan kepada seluruh golongan, yaitu
Eropa, orang pribumi Indonesia, dan orang-orang asing yang berasal dari
Asia.
● Pajak diterapkan kepada semua jenis subjek pajak, yaitu subjek pajak
orang pribadi dan subjek pajak badan. Jenis-jenis subjek pajak badan
mencakup korporasi (limited liability companies), partnership yang terdiri
dari saham, dan entitas lainnya.
● Terkait sistem pemungutan pajak, Ordonansi Pajak Pendapatan 1920
menyatakan bahwa pajak akan dikenakan atas seluruh penghasilan yang
diterima oleh subjek pajak yang berdomisili di The Netherland Indies
(subjek pajak dalam negeri). Dengan kata lain, sistem pemungutan pajak
yang diterapkan kepada subjek pajak dalam negeri, yaitu sistem worldwide
income. Sementara itu, pajak hanya akan dikenakan atas penghasilan yang
hanya berasal dari The Netherland Indies bagi subjek pajak yang tidak
berdomisili di The Netherland Indies (subjek pajak luar negeri). Dengan
kata lain, sistem pemungutan pajak yang diterapkan kepada subjek pajak
luar negeri, yaitu sistem territorial income.
● Ordonansi Pajak Pendapatan 1920 menyatakan bahwa definisi dari
penghasilan, yaitu jumlah uang atau nilai uang yang diperoleh dari
pekerjaan atau bisnis baik dilakukan secara sewaktu-waktu atau terus
menerus dan manfaat dari sejumlah uang tersebut diterima secara periodik.
● Tarif pajak yang diterapkan bersifat progresif. Penghasilan wajib pajak
akan dikenakan tarif 1% untuk penghasilan yang berjumlah minimum 120
guilder dan 25% untuk penghasilan lebih dari 180.000 guilder. Sementara
itu, tarif pajak untuk badan adalah tarif proporsional sebesar 6%.
● Ordonansi Pajak Pendapatan 1920 mengadopsi sistem estimasi untuk
menetapkan penghasilan kena pajak. Sistem estimasi merupakan sistem
yang menggunakan asumsi bahwa jumlah penghasilan yang sebenarnya
diperoleh di tahun yang akan datang diperkirakan dapat diperoleh sejak
tanggal 1 Januari pada tahun yang sedang berjalan. Dengan demikian,

17
penghitungan pajak dapat dimulai sejak penghasilan diterima pada tanggal
1 Januari pada tahun berjalan.
● Ordonansi Pajak Pendapatan 1920 menyatakan bahwa ruang lingkup
keuntungan yang berlebihan hanya berasal dari paid-up capital dan tarif
yang dikenakan sebesar 8% sampai 10%.

2.4.3 Periode Tahun 1984

Reformasi menyeluruh terhadap aturan sistem pajak di Indonesia


dilakukan pada tahun 1984. Salah satu alasan pelaksanaan reformasi ini adalah
undang-undang yang berlaku pada saat itu dianggap menggunakan bahasa hukum
yang sulit dimengerti oleh wajib pajak. Reformasi pajak juga dilakukan oleh
pemerintah karena pajak yang diterapkan sebelum tahun 1984 ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan penjajah. Sementara itu, saat ini Indonesia merupakan
negara yang merdeka dan berdaulat penuh. Oleh karena itu, sistem pajak yang ada
sebelum tahun 1984 dianggap sudah tidak sesuai dengan dasar negara Indonesia,
yaitu Pancasila dan UUD 1945. Bahkan, sistem pajak yang ada juga tidak sesuai
dengan perekonomian Indonesia dan sulit dipahami oleh pemungut pajak dan
wajib pajak.

Berdasarkan latar belakang di atas, pemerintah Indonesia menerbitkan


Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU
No.7/1983). Dengan demikian, istilah yang digunakan untuk pengenaan pajak atas
penghasilan secara resmi dinamakan PPh. Dalam UU No.7/1983, pemerintah
melakukan penyederhanaan sistem pajak yang meliputi tiga hal, yaitu sebagai
berikut:

1. Penyederhanaan Jumlah dan Jenis Pajak

UU No.7/1983 menghapuskan tiga ketentuan yang sebelumnya mengatur


pengenaan pajak atas penghasilan. UU No.7/1983 juga menerapkan sistem yang
menggabungkan penghasilan yang diterima oleh orang pribadi dan diterima oleh
perseroan. Selanjutnya, seluruh penghasilan tersebut dikonsolidasi dan dikenakan
tarif PPh yang seragam sebelum dilaporkan di Surat Pemberitahuan (SPT).
Penyederhanaan ini dimaksudkan agar masyarakat lebih mudah dalam memahami
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan serta agar pelaksanaan
pemungutan pajak menjadi lebih mudah.

18
2. Penyederhanaan Tarif Pajak

UU No.7/1983 menyederhanakan tarif pajak yang pada awalnya


berjumlah 58 tarif pajak menjadi tiga jenis tarif pajak. Adapun ketiga jenis tarif
pajak tersebut, yaitu 15%, 25%, dan 35%. Selanjutnya, tidak ada pengenaan tarif
yang berbeda atas penghasilan yang diperoleh perusahaan dan yang diperoleh
orang pribadi.

3. Penyederhanaan Tata Cara Pembayaran Pajak

UU No.7/1983 mengatur dua ketentuan yang menyederhanakan prosedur


pembayaran pajak. Kedua ketentuan tersebut berupa ketentuan mengenai SPT dan
pemungutan pajak dilakukan oleh pihak ketiga (Withholding Tax System). Selain
dua ketentuan tersebut, UU No.7/1983 juga memuat perubahan beberapa
ketentuan khusus, yaitu mengenai definisi tentang subjek pajak dalam negeri dan
asas sumber serta transaksi yang menggunakan perusahaan afiliasi.

2.4.4 Periode Tahun 1994 hingga Tahun 2008

UU No.7/1983 telah memberikan dampak yang besar bagi wajib pajak di


Indonesia. Dengan adanya penyederhanaan struktur pajak, wajib pajak dapat
mempelajari, memahami, dan mematuhi UU No.7/1983. Terlepas dari adanya
keunggulan yang dimiliki oleh UU No.7/1983, ada dua kekurangan yang
ditemukan dalam undang-undang tersebut.

Pertama, penghitungan PPh yang terutang bagi wajib pajak perorangan


dan wajib pajak perseroan menjadi rancu. Penyebabnya, ketentuan mengenai
kedua sistem pajak tersebut digabungkan. Padahal, keduanya memiliki sifat yang
berbeda, khususnya mengenai sifat jenis penghasilan. Bahkan, undang-undang
tidak menjelaskan bagaimana teknik atau cara perhitungannya. Kedua, UU
No.7/1983 juga dianggap memberikan ketidakpastian hukum kepada wajib pajak.
Alasannya, pemerintah memiliki kewenangan yang luas untuk merumuskan
ketentuan yang menjelaskan aturan undang-undang yang sifatnya mengikat
masyarakat sebagaimana tercantum dalam Pasal 35 yang berbunyi: “hal-hal yang
belum cukup diatur dalam undang-undang ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.” Sementara itu, ketentuan yang dibuat oleh pemerintah belum tentu
memiliki dasar pertimbangan yang jelas.

Berdasarkan pertimbangan di atas dan sebagai bentuk penyempurnaan UU


No.7/1983, pemerintah kemudian menerbitkan beberapa kali perubahan terkait
dengan aturan hukum tentang PPh. Perubahan pertama terjadi pada tahun 1991
dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991 tentang Perubahan

19
atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
Selanjutnya, perubahan kedua terjadi pada tahun 1994. Reformasi pajak yang
dilakukan oleh pemerintah disebabkan pesatnya perkembangan sosial ekonomi
dan globalisasi di berbagai bidang. Keadaan tersebut mengakibatkan pemerintah
ingin meningkatkan kemandirian bangsa dalam pembiayaan pembangunan
nasional. Selain itu, pemerintah juga ingin menutup celah-celah yang dapat
dimanfaatkan oleh wajib pajak karena aspek pajak dalam praktik penyelenggaraan
kegiatan usaha tersebut belum cukup diatur dalam UU No.7/1983.

Perubahan ketiga terjadi pada tahun 2000. Pemerintah menerbitkan


Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan
Ketiga atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU
No.17/2000). Tujuan diterbitkannya undang-undang ini adalah untuk lebih
meningkatkan keadilan pengenaan pajak, lebih memberikan kemudahan bagi
wajib pajak, dan menunjang kebijaksanaan pemerintah dalam rangka
meningkatkan investasi langsung di Indonesia, baik berasal dari dalam negeri
maupun luar negeri di bidang usaha tertentu dan daerah tertentu. Kemudian,
perubahan keempat dilakukan pada tahun 2008. Reformasi pajak pada masa ini
dilatarbelakangi oleh adanya tuntutan untuk mewujudkan perencanaan
penerimaan yang efisien, berkeadilan, dan berdaya saing bagi penanaman modal
asing. Selain itu, pemerintah juga ingin meningkatkan pertumbuhan ekonomi
bisnis dalam skala mikro, kecil, dan menengah, dan mempertahankan wajib pajak
khusus dan wajib pajak yang berpenghasilan besar.

Dalam rangka mewujudkan tuntutan di atas, pemerintah melakukan


reformasi dalam aspek kebijakan administrasi pajak (tax policy reform) dan aspek
peraturan hukum pajak (tax regulation reform). Oleh karena itu, pemerintah
melakukan perubahan terhadap tiga ketentuan sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan
Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
(UU No.36/2008). Ketiga ketentuan yang diubah oleh pemerintah, yaitu (i)
perluasan ruang lingkup subjek pajak dan objek pajak dalam hal-hal tertentu dan
pembatasan pengecualian atau pembebasan pajak, (ii) penerapan tarif yang
mengedepankan prinsip keadilan dan netralitas bagi tiap-tiap golongan wajib
pajak, dan (iii) memperbaiki dan mempertahankan self-assessment system
khususnya sistem pelaporan dan tata cara pembayaran pajak dalam tahun berjalan
agar tidak mengganggu kegiatan usaha

20
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Keberadaan Pajak Penghasilan diawali sejak kemunculannya pada Abad 3300 SM di


Mesopotamia, dimana pada masa itu Pajak Penghasilan dianggap sebagai penyempurnaan
capital tax atau pajak modal. Pajak Penghasilan terus berkembang ke daratan Eropa dengan
kemunculannya di Romawi sebagai tributum dan poll tax, serta kemunculannya di Inggris
sebagai danegeld. Selain Afrika dan Eropa, pada awal permulaan Pajak Penghasilan juga
memasuki daratan Asia tepatnya di Tiongkok sebagai pengenaan atas tenaga kerja
profesional dan terampil, serta kemunculan aturan pajak dalam bentuk karya sastra di India.

Memasuki awal revolusi industri dan periode perang dunia, Pajak Penghasilan terus
berkembang di beberapa negara Eropa. Pada periode tersebut, Pajak Penghasilan sempat
menjadi sektor penerimaan tertinggi di beberapa negara Eropa. Perkembangan pesat terhadap
Pajak Penghasilan, membuat sejumlah negara seperti Australia dan Amerika Serikat
melakukan sejumlah reformasi. The Tax Reform Act of 1986 dan Tax Cuts and Jobs Act 2017
merupakan dua contoh reformasi perpajakan yang cukup terkenal di Amerika Serikat. Dari
dua reformasi tersebut, Amerika Serikat mencoba untuk memperluas basis pajak, mengubah
sistem worldwide menjadi teritorial, dan mengubah sejumlah tarif pajak. Serupa dengan
Amerika Serikat, Australia melakukan hal yang sama dengan reformasi yang didasarkan pada
Income Tax Assessment Act (ITAA).

Sejak zaman penjajahan Inggris dan Belanda, Pajak Penghasilan sudah mulai
diterapkan di Indonesia dengan nama huistaks, serta pajak bisnis dan penghasilan. Memasuki
zaman pra-kemerdekaan, Indonesia menerapkan Ordonansi Pendapatan, dimana pendapatan
dijadikan sebagai objek pajak pada masa itu. Ordonansi Pendapatan dinilai belum memenuhi
aspek keadilan dan kesetaraan, serta masih membawa unsur pajak dari gagasan Belanda.
Sejak tahun 1984, Indonesia mulai melakukan reformasi pajak dengan keberadaan UU
Nomor 17 Tahun 1983 dilanjutkan dengan UU Nomor 10 Tahun 1994, UU Nomor 17 Tahun
2000, dan UU Nomor 36 Tahun 2008. Setelah memasuki reformasi perpajakan, objek pajak
di Indonesia mengalami perubahan dari “pendapatan” menjadi “penghasilan”. Tak hanya itu,
Indonesia juga melakukan sejumlah perubahan mulai dari besaran tarif, sistem pemungutan
yang menjadi self assessment, serta berbagai aspek yang menjadi pengenaan pajak atas
penghasilan.

21
3.2 SARAN

Keberadaan sejarah di bidang perpajakan, sebaiknya dapat menjadi bahan kajian dan
perbandingan bagi seluruh stakeholders di bidang perpajakan. Kajian tersebut dapat
mengambil sisi positif dari penerapan pajak pada periode terdahulu, dan memperbaiki sisi
negatif dari penerapan pajak pada periode terdahulu. Sektor perpajakan sebagai salah satu
bagian dari perekonomian negara, diharapkan dapat terus berkembang dan menjadi lebih baik
dari periode sebelumnya, sehingga perpajakan dapat terus mendukung perekonomian dan
membantu mencapai pembangunan.

22
DAFTAR PUSTAKA

Hapsari, Ratna, M. Adil. 2013. Sejarah Indonesia. Erlangga: Jakarta

Darussalam, Danny Septriadi, Khisi Armaya Dhora. 2020. Konsep dan Aplikasi Pajak
Penghasilan. DDTC: Jakarta (Online)
https://perpajakan-id.ddtc.co.id/publikasi/ebooks/konsep-dan-aplikasi-pajak-penghasilan/
Diakses pada Selasa, 15 Februari 2022.

Mardiasmo. 2019. Perpajakan. ANDI: Yogyakarta

Metzger, Charles R. 2016. Brief History of Income Taxation (Online)


https://drive.google.com/drive/folders/1cwZNUTiFRn6OaF5AGOH_wnJVa7_bAhJK
Diakses pada Rabu, 16 Februari 2022.

Watung, Debora Natalia. 2013. Analisis dan Penerapan Pajak Penghasilan Pasal 21
Serta Pelaporannya. ISSN 2303-1174, 03 (01).

23

Anda mungkin juga menyukai