Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

KONSEP DASAR HUKUM PAJAK

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 1

MATA KULIAH : HUKUM PAJAK

DOSEN PENGAMPU : Dr MUHAMMAD APRIL SH,M.Hum

ANGGOTA:

LUKMANUL HAKIM (02170611075)

RADIVA YOSDI (02170611237)

PROGRAM STUDI DIII ADMINISTRASI PERPAJAKAN,FAKULTAS EKONOMI DAN


ILMU SOSISAL,UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM

T.A 2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah tentang "konsep dasar hokum
pajak".

Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut
memberikan kontribusi dalam penyusunan makalah ini. Tentunya, tidak akan bisa
maksimal jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.

Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari
penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami
dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ini.

Kami berharap semoga makalah yang kami susun ini memberikan manfaat dan juga
inspirasi untuk pembaca.

PEKANBARU,04 MARET 2023

KELOMPOK 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................................... i


DAFTAR ISI................................................................................................................................................. ii
BAB I ............................................................................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................................. 1
BAB II........................................................................................................................................................... 2
A. SEJARAH PAJAK ............................................................................................................................. 2
B. PAJAK dan HUKUM PAJAK........................................................................................................... 3
C. PAJAK dan RETRIBUSI ..................................................................................................................... 6
D. TEORI PEMUNGUTAN PAJAK ..................................................................................................... 7
E. FUNGSI PAJAK ................................................................................................................................. 9
F. MACAM-MACAM PAJAK ............................................................................................................ 10
1. Pajak Penghasilan (PPh) ................................................................................................................. 10
2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ...................................................................................................... 10
3. Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) ..................................................................................... 11
4. Bea Meterai (BM) ........................................................................................................................... 11
5. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) ................................................................................................... 11
6. Pajak Daerah ................................................................................................................................... 12
BAB III....................................................................................................................................................... 15
PENUTUP.................................................................................................................................................. 15
A. KESIMPULAN ................................................................................................................................. 15
B. SARAN .............................................................................................................................................. 15

ii
BAB I
1.1 Latar Belakang
Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang diandalkan untuk memenuhi
kebutuhan finansialnya, namun pasca kemerdekaan Republik Indonesia pola perpajakan masih
menggunakan tata cara kolonial Belanda dalam penerapannya, sehingga menyebabkan
kebinggungan di masyarakat pada saat itu, dan sistem kolonial ini juga menimbulkan tidak
efektifnya pendapatan negara dari sektor pajak, maka dari itu diperlukan suatu perubahan dalam
mengefektifkan sistem perpajakan di Indonesia

Landasan hukum pajak tercantum dalam pasal 23 huruf A UndangUndang Dasar 1945
Amandemen ketiga, dimana dari pasal ini diturunkan menjadi peraturan perundang-undangan
yang lebih spesifik. Dalam Perpajakan Indonesia mengenal tiga cara sistem pemungutan pajak
yaitu Official Assessmet System , Self Assessment System dan With Holding system

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa itu sejarah pajak

b. Pajak dan hokum pajak

c. Perbedaan pajak dan retribusi

d. Teori pemungutan pajak

e. Apa saja fungsi pajak

f. Apa saja macam macam pajak

1
BAB II
A. SEJARAH PAJAK
Pajak merupakan salah satu komponen penting dalam perjalanan suatu bangsa. Hampir
semua negara yang ada di dunia ini menerapkan suatu aturan maupun skema tentang pengenaan
pajak. Baik secara langsung maupun tidak langsung. Tak terkecuali di Indonesia ini. Sejarah
panjang tentang pengenaan pajak di Indonesia telah berlangsung sejak zaman kerajaan, kolonial
sampai dengan sekarang. Sehingga sebetulnya masyarakat Indonesia sendiri tidak asing dengan
kata "pajak". Namun, karena pengenaan tiap-tiap zaman berbeda dan di era sebelumnya
cenderung merugikan masyarakat akhirnya menimbulkan sifat resistance terhadap pajak itu sendiri.
Seperti apa pengenaan pajak dari masa ke masa di Indonesia?

Era Pra Kemerdekaan (Dari Masa Kerajaan Sampai Penjajahan)

Bangsa Indonesia telah mengenal pungutan sejenis pajak bahkan sebelum dijajah oleh Bangsa
Eropa dan Jepang. Masyarakat telah mengenal upeti yaitu pungutan sejenis pajak yang bersifat
memaksa. Perbedaannya adalah upeti diberikan kepada raja sebagai persembahan. Karena pada
masa itu raja dianggap sebagai wakil tuhan dan apa yang terjadi di masyarakat dianggap
dipengaruhi oleh raja.

Meskipun kemudian masyarakat mendapat imbalannya berupa jaminan keamanan dan ketertiban
dari raja. Perlu dicatat bahkan pada masa itu beberapa kerajaan seperti Majapahit, Demak,
Pajang, dan Mataram mengenal sistem pembebasan pajak. Terutama pajak atas kepemilikan
tanah yang biasa disebut tanah perdikan. Biasanya pembebasan tersebut diatur dalam beleid
yang dituangkan baik dalam prasasti ataupun dicatat dalam kitab kesusastraan. Ketika masuk era
kolonialisasi oleh Belanda dan bangsa Eropa pajak mulai dikenakan.

Dalam catatan sejarah badan otonomi Belanda yaitu VOC memungut pajak diantaranya Pajak
Rumah, Pajak Usaha dan Pajak Kepala kepada pedagang Tionghoa dan pedagang asing lainnya.
Namun, VOC tidak memungut pajak di wilayah kekuasaanya seperti Batavia, Maluku dan
lainnya. Kemudian pada masa Gubernur Jenderal Daendels juga ada pemungutan pajak yaitu
memungut pajak dari pintu gerbang (baik orang dan barang) dan pajak penjualan barang di pasar
(bazarregten), termasuk pula pungutan pajak terhadap rumah.

Masuk ke era pendudukan Inggris, Gubernur Jenderal Raffles juga dikenal sistem pemungutan
pajak yang dikenal dengan landrent stesel yang mana meniru sistem pengenaan pajak di Bengali,
India yaitu pengenaan pajak atas sewa tanah masyarakat kepada pemerintah kolonial. Inilah yang
menjadi cikal bakal pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Pengenaan pajak landrent
stesel ini berdasarkan System Rayatwari yaitu pengenaan pajak secara langsung kepada para

2
petani. Dalam hal ini tarif pajak adalah pendapatan rata-rata petani dalam setahun. Kenapa
dikenakan kepada petani? Raffles beranggapan bahwa tanah yang dikelola oleh petani
merupakan tanah para raja (sovereign) sedangkan para raja dianggap menyewa tanah tersebut
kepada pemerintah kolonial. Dalam hal ini Inggris.

Kemudian terdapat juga aturan mengenai pajak penghasilan pada era kolonial. Aturan pajak atas
penghasilan dikenakan kepada pribumi maupun orang non-pribumi yang mendapat penghasilan
di Hindia Belanda, sebutan Indonesia kala itu. Aturan ini yang menerapkan adalah pemerintah
kolonial Belanda pada awal abad ke-19. Pajak pendapatan untuk pribumi dikenakan atas
kegiatan usahanya seperti perdagangan sehingga dikenal dengan business tax sedangkan untuk
orang non-pribumi dikenakan atas paten usaha bidang industri, pertanian, kerajinan tangan,
manufaktur dan sejenisnya sehingga disebut tax patent duty. Contoh aturan pengenaanya
adalah Ordonantie op de Inkomstenbelasting 1908 dengan tarif pengenaan pajak pendapatan
adalah 2% dari pendapatan.

Pada zaman penjajahan Jepang lebih banyak tidak banyak diketahui. Mengingat pada masa itu
pemerintah Jepang lebih memfokuskan semua sumber daya untuk biaya perang. Maka, sulit
memisahkan mana yang merupakan pajak dengan rampasan pemerintah itu sendiri kepada
rakyat. Namun, di masa itu rakyat selain dibebani dengan kewajiban Romusha juga rakyat
dibebani dengan membayar pungutan yang dianggap sebagai pajak. Hal ini sangat memberatkan
rakyat Indonesia pada waktu itu meskipun hanya berlangsung selama kurang lebih 3,5 tahun.

Begitu lekatnya masyarakat Indonesia dengan pajak sampai dengan sekarang ini. Namun, ada
dampak negatif akibat dari pengenaan pajak di era kolonial dan era sebelumnya. Yaitu
menjadikan sebagian masyarakat menganggap pajak itu hanya bentuk superioritas penguasa
kepada rakyatnya. Karena bukan hanya ada, bahkan hampir semua sektor pemungutan pajak
pada masa itu dilakukan dengan cara manual dan tanpa pengawasan. Hal ini menjadi penyebab
rawannya penyelewengan pemungutan pajak pada masa itu yang menimbulkan banyak dilema
dan meninggalkan kesan negatif hingga saat ini.

Di era selanjutnya ketika Indonesia sudah merdeka pengenaan pajak sudah lebih konservatif dan
berkeadilan yang dituangkan dalam berbagai aturan yang sah diterbitkan oleh Pemerintah
Republik Indonesia.

B. PAJAK dan HUKUM PAJAK

Hukum pajak adalah sekumpulan peraturan yang mengatur hak dan kewajiban serta
hubungan antara wajib pajak dan pemerintah selaku pemungut pajak.

3
Namun, tafsir mengenai apa itu hukum pajak sebenarnya beragam. Setidaknya, terdapat enam ahli
yang pernah mengungkapkan pendapatnya mengenai hukum pajak, yakni:

Santoso Brotodihardjo

Menurut Santoso Brotodihardjo, hukum pajak atau yang juga dikenal sebagai hukum fiskal
merupakan aturan-aturan yang meliputi wewenang atau hak pemerintah dalam mengambil
kekayaan seseorang dan memberikannya kembali ke masyarakat melalui kas negara.

Dalam hal ini, hukum pajak merupakan hukum publik yang mengatur hubungan orang pribadi
atau badan hukum yang memiliki kewajiban untuk menunaikan pajak (wajib pajak) dengan
negara.

Bohari

Pendapat senada juga diutarakan oleh Bohari. Menurutnya, hukum pajak merupakan kumpulan
peraturan perundang-undangan yang mengatur rakyat selaku pihak yang membayar pajak dengan
pemerintah selaku pemungut pajak.

Rachmat Soemitro

Menurut Rachmat Soemitro, hukum pajak adalah kumpulan peraturan yang mengatur hubungan
rakyat selaku pembayar pajak dengan pemerintah selaku pemungut pajak.

Erly Suandy

Erly Suandy juga mengungkapkan hal yang tidak jauh berbeda. Menurutnya, hukum pajak atau
hukum fiskal merupakan bagian dari hukum publik yang mengatur hubungan antara rakyat selaku
wajib pajak dengan penguasa atau pemerintah selaku pemungut pajak.

Dr. Soeparman Soehamidjaja

Pendapat yang berbeda disampaikan oleh Dr. Soeparman Soehamidjaja. Menurutnya, hukum
pajak adalah hukum yang mengatur masalah perpajakan yang akan meringankan biaya produksi
barang dan jasa untuk mencapai kesejahteraan umum.

Hartono Hadisoeprapto

Smentara, Hartono Hadisoeprapto menyatakan, hukum pajak adalah serangkaian peraturan yang
mengatur bagaimana pajak dipungut, atas keadaan atau peristiwa apa pajak tersebut dikenakan,
serta berapa besar atau jumlah pajak yang dikenakan.

4
Sejarah Hukum Pajak

Pada awalnya, pajak bukanlah suatu pungutan, melainkan pemberian sukarela yang diberikan oleh
rakyat untuk raja yang telah memelihara kepentingan negara, menjaga negara dari serangan
musuh, membiayai pegawai kerajaan, dan lain sebagainya.

Biasanya, warga negara yang tidak melakukan penyetoran dalam bentuk natura diwajibkan untuk
melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan kepentingan umum dalam kurun waktu yang
ditentukan.

Sementara, orang-orang yang memiliki status sosial lebih tinggi dan memiliki cukup harta dapat
terbebas dari kewajiban tersebut dengan membayar uang ganti rugi.

Di Indonesia, pajak awalnya merupakan suatu upeti atau pemberian secara cuma-cuma oleh
rakyat kepada raja atau penguasa. Namun, upeti ini hanya digunakan untuk kepentingan penguasa
saja, tidak dikembalikan ke rakyat.

Seiring dengan berjalannya waktu, upeti yang diberikan oleh rakyat tersebut tidak lagi digunakan
untuk kepentingan satu pihak, tetapi mulai mengarah ke kepentingan rakyat itu sendiri.

Jadi, harta yang dikeluarkan oleh rakyat akan digunakan untuk kepentingan rakyat juga, misalnya
untuk menjaga keamanan rakyat, membangun saluran air, membangun sarana sosial, dan lain
sebagainya.

Dalam perkembangannya, pemberian yang sebelumnya bersifat cuma-cuma dan lebih ke arah
memaksa ini pun dibuat suatu aturan yang lebih baik dengan memperhatikan unsur keadilan.

Karena itu, rakyat juga dilibatkan dalam membuat aturan-aturan pemungutan pajak karena hasil
pajak tersebut nantinya digunakan untuk kepentingan rakyat sendiri.

Peraturan Perundangan Perpajakan

Setidaknya, ada delapan undang-undang yang menjadi landasan atau dasar hukum pemungutan
pajak di Indonesia, antara lain:

 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 Tentang Bea Materai.


 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan.
 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 Tentang Penghasilan.
 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 Tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang
dan Jasa dan Penjualan atas Barang Mewah.

5
 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan
Bangunan.
 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak.

C. PAJAK dan RETRIBUSI


Pengertian Pajak
Menurut Undang-Undang Pasal 1 No 28 Tahun 2007, pajak adalah kontribusi wajib kepada
negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-
Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pajak dibagi menjadi dua cakupan yaitu pajak pusat yang langsung dipungut oleh pemerintah
pusat melalui DirJen Pajak atau Direktorat Jenderal Pajak beserta Kementrian Keuangan dan
cakupan yang kedua adalah pajak daerah.
Beberapa contoh pajak yang biasanya dibayarkan oleh Wajib Pajak adalah sebagai berikut:

 Pajak Penghasilan PPh


 Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
 Pajak Kendaraan Bermotor
 Pajak Restoran
 Pajak Hiburan
 Bea Materai
 Bea Cukai

Pengertian Retribusi
Retribusi dan pajak memiliki fungsi yang sama yaitu masyarakat harus membayarkan sejumlah
kontribusi. Namun dalam hal ini, pihak yang dibayar bukanlah negara melainkan kepada pihak
tertentu seperti badan usaha ataupun perorangan atas fasilitas umum yang digunakan.
Sesuai peraturan yang ditetapkan oleh Undang-Undang No 28 Tahun 2009, pengelolaan retribusi
diatur berdasarkan keputusan Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, atau Peraturan Daerah
terkait dengan badan usaha atau perorangan yang terlibat di dalamnya.
Perbedaan Pajak dan Retribusi
perbedaan pajak dan retribusi berdasarkan balas jasa, objek, sifat, serta tujuannya, yaitu:
1. Balas Jasa

Pajak digunakan sebagai sarana untuk pemerataan ekonomi negara. Oleh karena itu, pembayaran
pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak belum tentu dapat dirasakan langsung karena pajak yang
dipungut akan dialokasikan untuk maksud yang lebih luas seperti fasilitas umum, perbaikan
jalan, subsidi pendidikan, dan lain-lainnya.

6
Sementara dalam retribusi, manfaat dapat dirasakan langsung oleh wajib retribusi seperti
pembayaran retribusi kebersihan lingkungan. Mereka yang telah membayar retribusi kebersihan
lingkungan akan mendapatkan manfaat dalam bentuk pengangkutan sampah setiap harinya.
2. Objek

Objek yang dipajakkan merupakan objek yang bersifat umum seperti pajak penghasilan, barang
mewah, kendaraan bermotor, hingga bea materai. Sedangkan retribusi berdasarkan dengan badan
yang mendapatkan izin dari pemerintahan untuk ditujukan kepada masyarakat.

3. Sifat

Setiap Wajib Pajak wajib untuk membayar pajak sesuai dengan peraturan yang sudah ditentukan
dan apabila Wajib Pajak tidak membayarkan dan juga tidak melapor ke kantor pajak, makan
akan ada sanksi yang dikenakan. Sifat dari retribusi ini tidak wajib, namun dapat dipaksakan
sesuai dengan ketentuan dari pemerintah.
4. Tujuan

Pajak dan retribusi tentu saja memiliki tujuan yang berbeda. Pemungutan pajak bertujuan untuk
meningkatkan perekonomian negara serta menaikkan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Sementara retribusi bertujuan untuk memberikan jasa atau izin agar wajib retribusi mendapatkan
pelayanan dari pemerintah.

D. TEORI PEMUNGUTAN PAJAK

Teori-teori pemungutan pajak meliputi Asas-Asas Pemungutan Pajak, Teori-Teori Pembayaran


Pemungutan Pajak dan Syarat-Syarat Pembuatan Undang-Undang Pajak.

a. Asas-Asas Pemungutan Pajak

asas-asas pemungutan pajak ada 4 yaitu:

Equility adalah pengenaan pajak harus seimbang sesuai dengan kemampuan wajib
pajaknya.

Certainty adalah pemungutan pajak harus jelas. Kepastian hukum mengenai subjek pajaknya,
objek pajak dan tarif dan ketentuan pajak lainnya.

Convenience of Payment adalah waktu pemungutan pajak harus tepat, dekat dengan penghasilan
atau keuntungan yang dikenakan oleh pajak.

7
Economic of Collections adalah pemungutan pajak harus efisiensi, biaya yang dikeluarkan harus
lebih kecil dari penerimaan pajak.

b. Teori-Teori Pembenaran Pemungutan Pajak

Teori Asuransi adalah teori yang menyamakan negara dengan perusahaan asuransi.
Untuk mendapatkan perlindungan warganegara harus membayar pajak sebagai premi.
Sebenarnya teori ini sudah lama ditinggalkan karena tidak sesuai dengan kenyataan, dimana
tidak ada hubungan langsung pembayaran pajak dengan nilai perlindungan terhadap pembayar
pajak.

Teori Kepentingan adalah semakin banyak individu menikmati jasa dari pekerjaan pemerintah
maka semakin besar juga pajaknya, jadi teori ini menganggap pembayaran pajak mempunyai
hubungan dengan kepentingan individu yang diperoleh dari pekerjaan negara.

Teori Daya Pikul atau Gaya Pikul adalah pemungutan pajak harus sesuai dengan kemampuan si
pembayaran pajak yang memperhatikan besar penghasilannya, kekayaan dan pengeluaran
belanja wajib pajak. Teori daya pikul ini memiliki kelemahan yaitu penentuan secara tepat
seseorang yang berbeda-beda. Teori daya pikul ini diterapkan dalam perhitungan pajak
penghasilan dimana wajib pajak baru dikenakan pajak apabila penghasilan tersebut melebihi
penghasilan tidak kena pajak atau PTKP.

Teori Kewajiban Mutlak atau Teori Bakti, teori ini menjelaskan bahwa dasar hukum pajak
adalah hubungan antara rakyat dan negara dimana negara berhak memungut pajak dan rakyat
berkewajiban membayar pajak. Kelemahan teori ini negara bisa menjadi otoriter sehingga
mengabaikan aspek keadilan dalam pemungutan pajak.

Teori Daya Beli, teori ini merupakan teori modern yang memandang efek baik dari pajak sebagai
dasar keadilan. Teori ini menjelaskan penyelenggaraan kepentingan masyarakat merupakan dasar
keadilan pemungutan pajak, bukan individu ataupun bukan kepentingan negara melainkan
kepentingan masyarakat.

c. Syarat-Syarat Pembuatan Undang-Undang Pajak

Syarat Keadilan ialah syarat pemungutan pajak pada umumnya harus adil dan merata
yaitu dikenakan kepada orang-orang pribadi sesuai dengan kemampuannya untuk membayar
pajak tersebut. Syarat keadilan ini dibagi menjadi 2 yaitu Syarat Keadilan Horizontal dan Syarat
Keadilan Vertikal. Syarat Keadilan Horizontal ialah wajib pajak yang mempunyai kemampuan
membayar yang sama harus dikenakan pajak yang sama juga, sedangkan Keadilan Vertikal ialah
wajib pajak yang mempunyai kemampuan membayar yang tidak sama harus dikenakan pajak
yang tidak sama.

8
Syarat Yuridis ialah pemungutan pajak harus sesuai dengan undang-undang karena sifat pajak ini
memaksa. Hak dan kewajiban wajib pajak harus diatur dalam undang-undang karena dalam
praktiknya terdapat kesulitan dalam perhitungan pajak. Hal ini terutama terjadi pada wajib pajak
dengan kelompok penghasilan yang tidak tetap.

Syarat Ekonomis ialah pemungutan pajak harus menjaga keseimbangan kehidupan ekonomi
artinya tidak boleh sampai mengganggu kelancaran produksi ataupun perdagangan apalagi
sampai membuat penguasaha gulung tikar. Diharapakan pemungutan pajak dapat menciptakan
pemerataan pendapatan.

Syarat Finansial adalah biaya yang dikeluarkan untuk pemungutan pajak hendaknya lebih kecil
daripada penerimaan pajak karena pajak adalah sumber penerimaan negara.

E. FUNGSI PAJAK

Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di
dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk
membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Silahkan disimak berbagai
fungsi pajak pada uraian di bawah ini.

Fungsi Anggaran (Budgetair)

Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran


negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara
membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak
digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan
lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah,
yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun
ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin
meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak.

Fungsi Mengatur (Regulerend)

Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi
mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka
menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam
fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah
menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.

Fungsi Stabilitas

9
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang
berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan
antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan
pajak yang efektif dan efisien.

Fungsi Redistribusi Pendapatan

Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan
umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan
kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.

F. MACAM-MACAM PAJAK

Pada dasarnya pajak dibagi menjadi dua, yaitu pajak pusat dan juga pajak daerah. Berikut jenis
pajak di Indonesia:

1. Pajak Penghasilan (PPh)

Jenis pajak pertama harus dibayarkan oleh setiap wajib pajak dengan kriteria khusus dengan
penghasilan diatas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

Setiap penghasilan wajib pajak mulai dari gaji, keuntungan usaha dan masih banyak lagi.
PTKP sendiri telah diatur pada PMK No.101/PMK.010/2016

Untuk wajib pajak pribadi belum kawin, akan dikenai pada seorang yang memiliki penghasilan
54 juta rupiah per tahunnya.

Untuk wajib pajak pribadi sudah kawin, akan dikenai pada seorang yang memiliki penghasilan
58,5 juta rupiah per tahunnya.

Sementara itu, untuk pelaporan pajak penghasilan dapat dilakukan dengan mudah melalui
layanan e-Filing.

2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Jenis pajak di Indonesia selanjutnya adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN), pajak ini
dikenakan atas perdagangan barang maupun jasa yang dilakukan wajib pajak.

Kebanyakan wajib pajak adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP).

10
Walaupun pada dasarnya pelaku usaha adalah penyetor pajak, namun kebanyakan pajak akan
ditangguhkan pada pembeli.

PPN ini biasanya berkisar 10% dari harga produk yang dijual. Maka dari itu jika Anda
perhatikan pajak ini sering Anda jumpai saat membeli produk.

Meskipun PPN dikenakan atas perdagangan barang, hal ini tidak berlaku pada objek restoran.

Restoran memiliki pajak restoran tersendiri diluar dari objek pajak PPN.

3. Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM)

PPnBM merupakan pajak dari penjualan barang mewah dengan banyak kriteria. Berikut
beberapa kriteria barang mewah yang diwajibkan membayar PPnBM.

 Barang mewah yang bukan kebutuhan pokok.


 Barang mewah yang dikonsumsi oleh masyarakat tertentu.
 Barang mewah untuk kebutuhan eksistensi atau menunjukkan status.
 Barang mewah yang beresiko merusak kesehatan, mengganggu ketertiban, dan
mengganggu kenyamanan masyarakat.
 Kendaraan Mewah.
 Hunian atau properti, dan masih banyak lagi.
4. Bea Meterai (BM)

BM termasuk salah satu pajak yang masuk dalam jenis jenis pajak yang berlaku di Indonesia.
Pajak ini dibebankan atas pemanfaatan dokumen yang memerlukan meterai.

Berbagai contoh dokumen dengan meterai seperti akta notaris, surat kuasa, bukti transaksi,
perjanjian jasa dan masih banyak lagi.

Nilai BM sendiri memiliki ragam nominal untuk ketentuan masing masing, seperti meterai Rp
6000 untuk transaksi dengan nilai diatas 250 ribu hingga 5 juta.

Ada juga meterai dengan nilai Rp 10.000 untuk nilai transaksi diatas 10 juta rupiah.

5. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Setiap kepemilikan properti seperti rumah, ruko dan bangunan lain beserta tanahnya akan
diwajibkan membayar pajak ini.

Pajak ini merupakan biaya yang harus disetorkan atas kepemilikan objek PBB yang
memberikan keuntungan maupun kedudukan sosial bagi individu atau badan.

11
PBB sendiri dibagi atas dua sektor yaitu PBB sektor P2 berupa PBB bangunan perdesaan dan
PBB bangunan perkotaan yang diadministrasi oleh PemKot / Pemkab.

Ada juga PBB sektor P3 berupa PBB bangunan perhutanan, pertambangan, dan perkebunan
yang diadministrasi oleh pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Pajak.

Selain hunian ada objek pajak lain seperti sawah, ladang, kebub, tanah, pekarangan, tambang,
dan peternakan.

6. Pajak Daerah

Jenis pajak selanjutnya berbeda dengan jenis jenis pajak sebelumnya. Karena pajak
sebelumnya kebanyakan disetorkan untuk pusat.

Sedangkan pajak daerah adalah sebuah kontribusi wajib untuk daerah dan keperluan daerah.

Dalam administrasi negara, khususnya pemda terbagi menjadi pemerintahan provinsi dan
pemerintahan kabupaten/kota.

Pajak ini diatur dalam UU 28/2009 pasal 2. Berikut beberapa pemisahan pajak daerah,
diantaranya:

A. Pajak Daerah Provinsi

Untuk jenis pajak provinsi beberapa contoh, diantaranya:

 Pajak Kendaraan Bermotor


 Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
 Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (BBM)
 Pajak Air Permukaan
 Pajak Rokok
B. Pajak Daerah Kabupaten/Kota

Jenis pajak Kabupaten / Kota terdiri atas:

 Pajak Hotel
 Pajak Restoran
 Pajak Hiburan
 Pajak Reklame
 Pajak Penerangan Jalan
 Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
 Pajak Parkir

12
 Pajak Air Tanah
 Pajak Bum dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan
 Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan
 Pajak Sarang Burung Walet

Untuk daerah setingkat provinsi, namun tidak terbagi atas kabupaten / kota seperti daerah
khusus Ibukota Jakarta, jenis pajaknya menjadi pajak gabungan provinsi dan kabupaten/kota.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dalam memahami mengapa seseorang harus membayar pajak untuk membiayai pembangunan
yang terus dilaksanakan, maka perlu dipahami terlebih dahulu tentang pengertian pajak itu
sendiri. Disini Negara memerlukan danan untuk kepentingan rakyat. Dana yang akan
dikeluarkan ini tentunya didapat dari rakyat itu sendiri melalui pemungutan yang disebut dengan
pajak. Sebagaimana dinyatak dalam Pasal 23 Ayat 2 UUD 1945 yang menegaskan agar setiap
pajak yang akan dipungut haruslah berdsarkan undang-undang. Disini kita dapat menyimpulkan
bahwa pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasrkan undang-undang dengan tiada
mendapat jasa-timbal, yang langsung dapat ditujukan dan yang digunakan untuk membayar
pengeluaran umum yang hasilnya akan dikembalikan kepada masyarakat

B. SARAN

Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus
dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber-sumber yang lebih banyak
yang tentunya dapat dipertanggung jawabkan

13
DAFTRA PUSTAKA

Pajak.com, 29 november 2015 “sejarah pajak” https://www.pajak.com/komunitas/opini-


pajak/sejarah-pajak-di-indonesia-sejak-zaman-
kerajaan/#:~:text=Sejarah%20pajak%20di%20Indonesia%20dimulai,dengan%20Pajak%20Bumi
%20dan%20Bangunan. “ teori pemungutan pajak” https://www.pajak.com/pajak/teori-teori-
pemungutan-pajak/ Diakses pada 04 maret 2023 pukul 11.00

Pajak.go.id “fungsi pajak” https://www.pajak.go.id/id/fungsi-pajak Diakses pada 04 maret 2023


pukul 11.15

Ayopajak.com, 2 mei 2021”pajak dan retribusi” https://ayopajak.com/perbedaan-pajak-dan-


retribusi/ diakses pada 04 maret 2023 pukul 11.30

14
15

Anda mungkin juga menyukai