Anda di halaman 1dari 4

CRITICAL REVIEW JOURNAL

Judul Sejarah Perpajakan

Preview Afifah Naila Bela Sadiva

NIM 22040210111

Program Studi Perbankan Syariah

Awal dari sejarah pemungutan pajak dimulai pada masa Rasulullah SAW.
beliau menetapkan 6 sumber pendapatan untuk negara yaitu harta tawanan perang
(ghanimah), zakat, harta yang diambil dari lawan tanpa peperangan (fai’), pajak
tanah (kharaj), pajak kepala (jizyah) dan kafarat. Kemudian dilanjutkan oleh para
sahabat Nabi, dimulai dari Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq yang belum terjadi
perubahan dan pembaruan terkait perekonomian, namun beliau tetap menangani
cukai dan masyarakat yang tidak membayar zakat. Pada masa Khalifah Umar Bin
Khattab RA, sumber pendapatannya dari zakat, fa’I, kharaj, usyr, serta
memutuskan harta baitul maal digunakan dengan cara perlahan sesuai dengan
keperluan umat. Kemudian zaman Khalifah Utsman Bin Affan setelah
menaklukkan beberapa wilayah, beliau memberikan perjanjian kontrak kepada
wilayah yang sudah dikuasainya untuk menyelamatkan dibagian dagang. Pada
masa Ali Bin Abi Thalib, beliau memaparkan prinsip peraturannya dengan
memberi instruksi kepada para pejabat pada masa Utsman RA yang korupsi untuk
diberhentikan. Salah satu peraturan bidang perekonomian pada masa ini yaitu
mengutamakan kesetaraan dan mengalokasikan harta negara teruntuk masyarakat,
dan yang paling penting Ali RA memastikan pajak untuk yang mempunyai kebun
dan memperbolehkan pemungutan zakat terhadap hasil dari kebun tersebut seperti
sayuran. Penulis mengambil garis besar bahwa macam-acam pajak sangat banyak,
Salah satunya zakat yang bisa juga dimasukkan sebagai pajak karena adanya
pengeluaran uang untuk negara. (Tsamara, 2022). Pajak telah hadir sejak awal
adanya masyarakat maju. Dibuktikan dengan ditemukannya beberapa dokumen
sejarah berupa tulisan kuno berbentuk baji di Mesopotamia sekitar 3300 SM,
sebuah sumur diantara sungai Eufrat dan Tigris yang sering dianggap tempat
lahirnya peradaban manusia (sekarang dikenal negara Irak). Tidak berhenti di
Mesopotamia, pengumpulan pajak mulai berkembang dari masa ke masa mulai
dari Mesir yang melakukan pengumpulan pajak saat 3000 Sebelum Masehi lebih
lama dari Mesopotamia. Kemudian pemungutan pajak yang lebih modern mulai
dipraktikkan oleh bangsa Yunani Kuno dan Romawi Kuno yang dalam
pemungutannya dilakukan dalam bentuk uang tunai (cash). Diabad-abad akhir
pemerintahan Kekaisaran Romawi, jenis pajak yang stabil dan dipungut secara
teratur berdasarkan transaksi dan harta kekayaan (property) mulai bermunculan.
Namun penulis juga mengungkapkan, bahwa pada masa tersebut juga masih
sering memberlakukan pemungutan pajak secara paksa terhadap rakyat, terlebih
ketika kerajaan membutuhkan dana untuk biaya peperangan dan kepentingan
lainnya. ejarah juga mencatat bahwasanya dalam penerapan pajak di dunia tidak
pernah terlepas dari terjadinya pemberontakan. Penulis mengatakan dalam
membahas sejarah dunia kita harus berjalan melalui waktu untuk melihat
bagaimana pajak tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat.
bagaimana perubahan yang dialami serta tantangan yang dihadapi sehingga pajak
dapat menjadi alat terbaik untuk membangun suatau pemerintahan. (Darusslam,
2017). Menurut tiga sumber Yunani yang berbeda, penulis mengungkapkan
bahwa, Herodotus mengklaim Darius memberlakukan pajak tetap untuk pertama
kalinya, yang membuatnya dijuluki "pemilik toko/pedagang asongan" (kapelos)
"karena Darius mengambil untung kecil dari segala sesuatu." Darius
memperkenalkan perpajakan untuk menghindari ketidak-populeran dirinya, ia
meminta para gubernur provinsinya untuk mengumpulkan pajak dalam jumlah
besar, namun hanya menyimpan setengahnya. Setengahnya lagi dikembalikan
"kepada rakyat". Penulis menganggap beberapa kebenaran sejarah mungkin
tercermin dalam pernyataan-pernyataan Yunani karena bukti langsung dari
Babylonia menguatkan gambaran Darius sebagai pembaharu sistem perpajakan.
Pajak-pajak baru seperti penyediaan untuk pengadilan di Susa menjadi teratur dan
sistematis, dan terminologi pajak baru mulai muncul, termasuk istilah-istilah Iran
seperti upayāta ("ketentuan"). Akan tetapi, penulis mengatakan, perbedaan
terminologi yang kembali ke asal-usul pajak sehingga dasar pajak menjadi kabur
sejak masa pemerintahannya dan seterusnya. (Kristin Kleber, 2015).
Dari ketiga sumber tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa, sejarah perpajakan
sudah ada pada zaman Rasulullah SAW. dan dilanjutkan oleh para sahabat Nabi
yang kemudian berkembang ke berbagai daerah di dunia sehingga mulai
berkembang dari masa ke masa. Oleh karena itu sejak zaman Babilonia hingga
Romawi Kuno kemajuan masyarakat, kesejahteraan masyarakat, serta kekuatan
dari kekuasaan imperium kekaisaran yang tercatat dalam sejarah itu salah satu
pilar/penguatnya berasal dari pajak.

Sebelum kedatangan bangsa Eropa di Indonesia, kerajaan seperti Majapahit


dan Mataram sudah mengenal bentuk pajak tanah dan pajak tidak langsung
terhadap barang dagangan. Pejabat kerajaan pemungut pajak tidak digaji oleh
kerajaan, sehingga sering menerapkan pajak secara berlebihan. Upeti perorangan
ataupun kelompok orang diberikan kepada raja atau penguasa sebagai bentuk
penghormatan dan tunduk patuh pada kekuasaan raja atau penguasa suatu wilayah
Indonesia merupakan bentuk pajak pada zaman kerajaan di Indonesia. Upeti
tersebut berupa hasil bumi dan pemajakan barang perdagangan. Dengan
imbalannya maka rakyat mendapat pelayanan keamanan dan jaminan ketertiban..
Penyerahan tersebut lebih besar daripada kepentingan ekonomi daerah atau
kerajaan, membiayai penyelenggaraan pemerintahan setempat, dan membiayai
pertanahan dan kekuatan kerajaan. (Yudhi Setiawan, 2022). Pajak pusat yang
sekarang ada di Indonesia merupakan perkembangan dari Sistem pajak yang ada
sejak zaman kerajaan. Sebelum dijajah oleh bangsa Eropa dan Jepang, masyarakat
Indonesia telah dikenai beberapa jenis pajak yang bersifat memaksa. Raja
dipandang sebagai utusan Tuhan dan apa yang terjadi di mata masyarakat
dipandang sebagai dampak dari penguasa. Akan tetapi, masyarakat menerima
jaminan keamanan dan ketertiban dari raja sebagai hadiah. Pajak mulai
diberlakukan pada masa penjajahan Belanda dan Eropa. (Choirunnisak, 2023).
Penerapan sistem Pajak kemudian berkembang pada abad ke-7 pada masa
kejayaan kekuasaan kerajaan Sriwijaya, dengan memberlakukan pajak setiap
kapal yang melewati Selat Malaka, bea masuk kapal yang singgah di pelabuhan,
termasuk mengenakan pajak atas barang dagangan yang dibawa oleh Pedagang
Swasta yang berdagang secara perseorangan. Kemudian pada masa kerajaan
Majapahit, di bawah pimpinan Patih Agung (Menteri Besar) didukung oleh sistem
perpajakan yang baik sehingga berhasil dikuasai dan dihormati di semenanjung
Asia. (Hindia Belanda) ditemukan korporasi berskala dunia telah ada dan dikenal
sejak tahun 1602, dengan masuknya Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC),
akan tetapi, adanya pengaruh proklamasi Pope Innocent IV yang berbunyi
“Delinguere Non Potest University” mempengaruhi hukum pidana Belanda,
sehingga korporasi VOC tidak dipenjara meski banyak melakukan kejahatan
dalam upayanya untuk menaikkan upeti atau pajak dari rakyat sementara berkuasa
di Indonesia. Namun, sejak VOC menggunakan sistem upeti, VOC bangkrut dan
digantikan oleh Daendels (1808-1881) yang menghentikan semua simpanan hasil
pertanian dan digantikan dengan Pajak, Upeti, Cukai dan biaya pengakuan. Pajak
berupa Uang sebagai alat pembayaran Pajak yang sah juga telah ditetapkan.
(Romy, Devira & Rasji, 2023)
Sejarah pemungutan pajak di Indonesia dimulai dari zaman kerajaan yang dikenal
dengan nama “upeti” berupa hasil bumi dan pemajakan perdagangan yang bersifat
memaksa. Masyarakat menganggap raja sebagai utusan Tuhan sehingga jaminan
keamanan dan ketertiban dianggap sebagai hadiah. Pemungutan upeti atau pajak
ini terus berlanjut hingga zaman penjajahan Belanda Setelah Indonesia merdeka,
dimana pajak ditetapkan dan dipungut oleh negara. Pajak berupa Uang sebagai
alat pembayaran Pajak yang sah juga sudah ada pada saat itu.
Reformasi perpajakan mampu meningkatkan penerimaan perpajakan negara.
Pemerintah beberapa kali melakukan amandemen terhadap undang-undang
tersebut untuk menguatkan fungsi budgetair. Penerimaan pajak penghasilan
negara dari tahun-ketahun selalu mengalami peningkatan, kecuali tahun 2000, hal
ini merupakan dampak dari krisis ekonomi tahun 1997-1998 yang baru dirasakan
dampaknya pada penurunan penerimaan pajak penghasilan di tahun tersebut.
Akan tetapi, Perubahan tarif pajak penghasilan tidak memberikan hasil yang
optimal terhadap perubahan penerimaan pajak penghasilan negara. Hal ini
disebabkan oleh inflasi dan motiv dari formulasi tarif tersebut bukanlah untuk
meningkatkan fungsi pajak sebagai budgetair, tapi bisa jadi untuk memenuhi
fungsi-fungsi lainnya. (Venti & Galuh, 2010) Perubahan terkait dengan peraturan
tentang pajak dilakukan agar sistem perpajakan dapat lebih efektif dan efisien,
sejalan dengan perkembangan globalisasi yang menuntut daya saing tinggi dengan
negara lain. Untuk itu, diperlukan perhatian terhadap prinsip-prinsip perpajakan
yang sehat seperti persamaan (equality), kesederhanaan (simplicity), dan keadilan
(fairness). (Sartono, 2023) Perkembangan penerimaan pajak di Indonesia terus
meningkat dari tahun ke tahun. Terlihat dari semua sisi penerimaan negara baik
dari pajak maupun bukan pajak, semua mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun. Jadi bisa ditarik kesimpulan bahwa reformasi perpajakan memberikan
dampak yang cukup besar bagi penerimaan pajak di Indonesia. penulis
menyarankan supaya semua wajib pajak di Indonesia sebaiknya patuh akan semua
kewajiban pajaknya dan peraturan-peraturan perpajakan yang berlaku karena
tingkat perkembangan penerimaan pajak berbanding lurus dengan kepatuhan
wajib pajak di negara tersebut. Dengan patuhnya wajib pajak, maka secara
otomatis akan memperlancar arus perekonomian di negara tersebut. (Iput
Wiliyan Pradana, 2013)
Perkembangan pemungutan pajak di Indonesia melalui reformasi perpajakan
mampu meningkatkan penerimaan perpajakan negara kecuali pada tahun 2000
karena adanya dampak krisis yang baru dirasakan. Sejalan dengan perkembangan
Globalisasi, dilakukan reformasi atau perubahan peraturan perpajakan agar efektif
dan efisien. Sehingga, reformasi perpajakan memberikan dampak yang cukup
besar terhadap perkembangan perpajakan di Indonesia. Untuk memperlancar arus
perekonomian, wajib pajak harus mematuhi kewajiban dan peraturan
perpajakannya.

Anda mungkin juga menyukai