Anda di halaman 1dari 16

PERKEMBANGAN AKUNTANSI INDONESIA-DUNIA

A. Sejarah Akuntansi Dunia

Pada tahun 1494, Lucas Pacioli memublikasikan buku yang berjudul Summa de
Aritmatica, Geometrica Proortioni et Propotionallia. Dalam buku tersebut, terdapat subjudul
“Tractus de Computies et Scriptoris” yang mengajarkan sistem pembukuan berpasangan.
Subjudul inilah yang menjadi cikal bakal munculnya akuntansi. Setahun setelah buku tersebut
dipublikasi, akuntansi mulai diterapkan di Italia.

Seiring berjalannya waktu, akuntansi mulai diakui sebagai disiplin ilmu tersendiri.
Setelah Perang Dunia II, pengaruh akuntansi semakin terasa di dunia barat. Bagi banyak
negara, akuntansi merupakan masalah nasional dengan standar dan praktek nasional yang
melekat erat dengan hukum dan aturan profesional.

Dari sistem ini, pembukuan dan laporan keuangan dapat tersusun secara sistematis dan
terpadu karena dapat menggambarkan laba, rugi, kekayaan, serta hak milik perusahaan.
Selanjutnya, sistem akuntansi diberi nama sesuai dengan nama orang yang
mengembangkannya atau dari nama negara masing-masing. Seperti misalnya, Sistem Anglo
Saxon di Amerika Serikat dan Inggris serta Sistem Kontinental di Belanda.

Saat ini, sistem akuntansi yang paling banyak digunakan adalah Anglo Saxon. Ini
disebabkan karena Anglo Saxon dapat mencatat berbagai macam transaksi secara lebih mudah.
Di samping itu, sistem Anglo Saxon melakukan pembukuan yang terdapat dalam satu bagian
akuntansi. Sedangkan sistem lain justru memisahkan antara pembukuan dengan akuntansi.

Perkembangan Akuntansi

Tahun 1775 : pada tahun ini mulai diperkenalkan pembukuan baik yang single
entry maupun double entry.
Tahun 1800 : masyarakat menjadikan neraca sebagai laporan yang utama digunakan dalam
perusahaan.

Tahun 1825 : mulai dikenalkan pemeriksaaan keuangan (financial auditing).

Tahun 1850 : laporan laba/rugi menggantikan posisi neraca sebagai laporan yang dianggap
lebih penting.
Tahun 1900 : di USA mulai diperkenalkan sertifikasi profesi yang dilakukan melalui ujian
yang dilaksanakan secara nasional.

Tahun 1925 : Mulai diperkenalkan teknik-teknik analisis biaya, akuntansi untuk perpajakan,
akuntansi pemerintahan, serta pengawasan dana pemerintah. Sistem akuntansi yang manual
beralih ke sistem EDP dengan mulai dikenalkannya“punch card record”.

Tahun 1950 s/d 1975 : Pada periode ini akunansi sudah menggunakan computer untuk
pengolahan data. Lalu, sudah dilakukan Perumusan Prinsip Akuntansi (GAAP). Hingga
Perencanaan manajemen serta management auditing mulai diperkenalkan.

Tahun 1975 : Total system review yang merupakan metode pemeriksaan efektif mulai
dikenal. Dan Social accounting manjadi isu yang membahas pencatatan setiap transaksi
perusahaan yang mempengaruhi lingkungan masyarakat.

B. Histori Akuntansi Mataram

Historiografi akuntansi di Indonesia dapat dilihat pada penelitian tentang seja-rah


akuntansi masa kejayaan Kerajaan Si-ngosari (1222-1292), yang menggambarkan bentuk dan
peranan akuntansi masa lalu, diskripsikandengan kehidupan sosial bu-daya masyarakat, peran
pasar, pemakaian huruf, bahasa, angka dan perhitungan me-kanisme pajak (Sukoharsono dan
Lutfillah 2008). Pemaknaan terhadap praktik akun-tansi yang terjadi di Indonesia juga dapat
ditelusuri pada penelitian sejarah akuntansi pada masa pemerintahan Raja Udayana Bali (989-
1011 Masehi), dimana akuntansi direfleksikan sebagai kontruksi Akuntansi Ibu, yang memiliki
keterkaitan terhadap 5 konsep praktik akuntansi, yaitu akuntansi air, akuntansi feminin,
akuntansi spiritual, akuntansi lokalitas dan akuntansi pertanian (Budiasih et al. 2012).

SIMPULAN

Mekanisme perpajakan masa Mataram Kuno yang bersifat vertikal, di mana Raja
melimpahkan wewenangnya pada petugas pajak menunjukkan kekuasaan yang ber-tingkat.
pajak yang berasal dari rakyat di-pungut dan dikumpulkan oleh para rama, sebagai penguasa
wanua dan pajak yang di-dapat dialokasikan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Banyaknya
aktivitas yang dikenai pajak dan peraturan lain yang me-nyertainya, misalnya ketentuan
mengenai kriteria dan besaran pungutan pajak, serta pengaturan waktu pemungutan pajak
untuk semua jenis pajak menunjukkan bahwa Raja selaku penguasa tertinggi dan para pejabat-
nya tidak berarti apa-apa tanpa rakyatnya.

Melalui perpajakan yang ditetap-kan oleh Kerajaan memiliki makna bahwa Kekuasaan
yang sebenarnya terletak pada pengayoman yang Maha Tinggi. Segala kehe-batan raja tidak
akan berarti bagi diri dan rakyatnya jika tidak menempatkan diri di bawah perlindungan yang
maha kuasa. Hal ini di buktikan hasil pungutan pajak dialo-kasikan untuk pemeliharaan dan
melestari-kan bangunan suci.

Aktivitas pemungutan pajak menjalin hubungan sosial antara pemerintah dengan wajib
pajak secara berkesinambungan. Ka-sus penyelewengan pajak yang pernah ter-jadi pada masa
Mataram Kuna mendapat penanganan langsung dari raja dan berkat pengawasan melekat dari
aparatur peme-rintahannya kasus tersebut dapat diketahui dan diselesaikan. Kasus lainnya jika
seke-lompok masyarakat tidak mampu membayar pajak, maka masih ada peluang untuk me-
ngajukan permohonan pembebasan pajak dengan penetapan daerahnya menjadi sima.

Raja menyadari bahwa yang dibutuh-kan rakyat bukan suatu kekuatan yang tak
terkalahkan melainkan kerendahan hati, keterbukaan dan kesediaan untuk men-jalankan segala
sesuatunya dengan hati yang tulus dan saling percaya antar sesa-ma. Istilahnya dalam etika
Jawa “Sepi ing Pamrih, rame ing gawe.6” Sepi ing pamrih

menggambarkan bahwa baik raja, pejabat kerajaan dan rakyat masing-masing pihak tahu diri,
tidak mementingkan diri sendiri/ golongan; Di sini ada sikap merelatifkan si-kap dan pendirian
diri dengan memperhati-kan sikap dan pendirian semua pihak dan mampu menyesuaikan diri
dengan segala situasi. Sedangkan rame ing gawe bermakna bahwa baik raja dan rakyatnya
tidak bersi-keras pada hak dan kehendaknya sendiri-sendiri, dan membatasi diri pada
pemenuh-an kewajiban sesuai dengan kedudukan masing-masing.
C. Sejarah Akuntansi di Indonesia

Pada zaman penjajahan Belanda, perusahaan di Indonesia menggunakan sistem


Kontinental atau tata buku yang digagas oleh Luca Pacioli. Meskipun sama-sama berasal dari
pembukuan berpasangan, tetapi akuntansi berbeda dengan tata buku.

Praktik akuntansi di Indonesia dapat ditelusuri pada era penjajahan Belanda


sekitar abad 17 atau sekitar tahun 1642. Jejak yang jelas berkaitan dengan praktik
akuntansi di Indonesia dapat di temui pada tahun 1747, yaitu praktik pembukuan yang
dilaksanakan Amphioen Socitey yang berkedudukan di Jakarta. Pada era ini Belanda
memperkenalkan sistem pembukuan berpasangan (Double-entry bookkeeping)
sebagaimana yang dikembangkan oleh luca Pacioli. Perusahaan VOC milik Belanda
yang merupakan organisasi komersial utama selama masa penjajahan memainkan
peranan penting dalam praktik bisnis di Indonesia.

Kegiatan ekonomi pada masa penjajahan meningkat cepat selama tahun 1800-an
hingga awal tahun 1900-an. Hal ini ditandai dengan dihapuskannya tanam paksa
sehingga pengusaha Belanda banyak yang menanamkan modalnya di Indonesia.
Peningkatan kegiatan ekonomi mendorong munculnya permintaan akan tenaga akuntan
dan juru buku yang terlatih. Akibatnya, fungsi auditing mulai dikenalkan di Indonesia
pada tahun 1907. Peluang terhadap kebutuhan audit ini akhirnya diambil oleh akuntan
Belanda dan Inggris yang masuk ke Indonesia untuk membantu kegiatan administrasi di
perusahaan tekstil dan perusahaan manufaktur. Intrernal auditor yang pertama kali
datang di Indonesia adalah J.W Labrijn yang sudah berada di Indonesia pada tahun 1896
dan orang pertama yang melaksanakan pekerjaan audit (menyusun dan mengontrol
pembukuan perusahaan) adalah Van Schagen yang dikirim ke Indonesia pada tahun
1907.

Pengiriman Van Schagen merupakan titik tolak berdirinya Jawatan Akuntan


Negara, Government Accountant Dienst yang terbentuk pada tahun 1915. Akuntan
publik yang pertama adalah Frese dan Hogeweg yang mendirikan kantor di Indonesia
pada tahun 1918. pendirian kantor ini diikuti kantor akuntan yang lain yaitu kantor
akuntan H.Y. Voerens pada tahun 1920 dan pendirian Jawatan Akuntan Pajak -
Belasting Accountant Dienst. Pada era penjajahan, tidak ada orang Indonesia yang
bekerja sebagai akuntan publik. Orang Indonesia pertama yang bekerja di bidang
akuntansi adalah JD. Massie, yang diangkat sebagai pemegang buku pada Jawatan
Akuntan Pajak pada tanggal 21 September 1929.

Kesempatan bagi akuntan lokal (Indonesia) mulai muncul pada tahun 1942-1945,
dengan mundurnya Belanda dari Indonesia. Sampai tahun 1947 hanya ada satu orang
akuntan yang berbangsa Indonesia yaitu Prof. Dr. Abutari. Praktik akuntansi model
Belanda masih digunakan selama era setelah kemerdekaan (1950-an). Pendidikan dan
pelatihan akuntansi masih didominasi oleh sistem akuntansi model Belanda.
Nasionalisasi atas perusahaan yang dimiliki Belanda dan pindahnya orang-orang
Belanda dari Indonesia pada tahun 1958 menyebabkan kelangkaan akuntan dan tenaga
ahli. Atas dasar nasionalisasi dan kelangkaan akuntan, Indonesia pada akhirnya
berpaling ke praktik akuntansi model Amerika. Namun demikian, pada era ini praktik
akuntansi model Amerika mampu berbaur dengan akuntansi model Belanda, terutama
yang terjadi di lembaga pemerintah. Setelah tahun 1960, akuntansi cara Amerika (Anglo
Saxon) mulai diperkenalkan di Indonesia. Seiring berjalannya waktu, akhirnya sistem
pembukuan di Indonesia pun berganti dari Kontinental menjadi Anglo Saxon.

1) Pada tahun 1957, peristiwa konfrontasi Irian Barat yang melibatkan Indonesia dan
Belanda, sehingga berakibat pada seluruh pelajar yang berada di Belanda ditarik dan
melanjutkan studinya di berbagai negara. Salah satunya adalah Amerika.

2) Penanaman Modal Asing (PMA) memberikan dampak positif terhadap perkembangan


akuntansi, khususnya sistem akuntansi Anglo Saxon.

Pada perkembangan berikutnya, akuntansi di Indonesia menerapkan Pedoman Standar


Akuntansi Keuangan (PSAK) sebagai upaya penyesuaian terhadap kondisi global, peningkatan
transparansi laporan keuangan, dan peningkatan kualitas laporan keuangan di Indonesia.

Makin meningkatnya jumlah institusi pendidikan tinggi yang menawarkan


pendidikan akuntansi, seperti pembukaan jurusan akuntansi di Universitas Indonesia
1952, Institut Ilmu Keuangan (Sekolah Tinggi Akuntansi Negara-STAN) 1990,
Universitas Padjajaran 1960, Univeritas Sumatra Utara 1960, Universitas Airlangga
1960 dan Universitas Gajah Mada 1964, telah mendorong pergantian praktik akuntansi
model Belanda dengan model Amerika pada tahun 1960. Selanjutnya, pada tahun 1970
semua lembaga mengadopsi sistem akuntansi model Amerika.

Pada pertengahan tahun 1980-an, sekelompok teknokrat muncul dan memiliki


kepedulian terhadap reformasi ekonomi dan akuntansi. Kelompok tersebut berusaha
untuk menciptakan ekonomi yang lebih kompetetif dan lebih berorentasi pada pasar,
dengan dukungan praktik akuntansi lebih baik. Kebijakan kelompok tersebut
memperoleh dukungan yang kuat dari investor asing dan lembaga-lembaga
internasional. Sebelum perbaikan pasar modal dan pengenalan reformasi akuntansi
tahun 1980-an dan awal 1990-an, dalam praktik banyak ditemui perusahaan yang
memiliki tiga jenis pembukuan, satu untuk menunjukkan gambaran sebenarnya dari
perusahaan dan untuk dasar pengambilan keputusan; satu untuk menunjukkan hasil yang
positif dengan maksud agar dapat digunakan untuk mengajukan pinjaman/kredit dari
bank domestik dan asing; dan satu lagi yang menunjukkan hasil negatif (rugi) untuk
tujuan pajak.

Pada awal tahun 1990-an, tekanan untuk memperbaiki kualitas pelaporan


keuangan muncul seiring dengan terjadinya berbagai skandal pelaporan keuangan yang
dapat mempengaruhi kepercayaan dan perilaku investor. Sekandal pertama adalah kasus
Bank Duta (bank swasta yang dimiliki oleh tiga yayasan yang dikendalikan presiden.
Suharto). Bank Duta Go Public pada tahun 1990, tetapi gagal mengungkapkan kerugian
yang terjadi. Bank Duta juga tidak menginformasi semua informasi kepada Bapepam,
auditornya atau underwriternya tentang masalah tersebut. Celakanya, auditor Bank Duta
mengeluarkan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Kasus ini diikuti oleh kasus
Plaza Indonesia Realty (Pertengahan 1992) dan Barito Pacific Timber (1993). Rosser
mengatakan bahwa bagi pemerintah Indonesia, kualitas pelaporan keuangan harus
diperbaiki jika memang pemerintah menginginkan adanya transformasi pasar modal dari
model “casino” mejadi model yang dapat memobilisasi aliran investasi jangka panjang.

Berbagai skandal tersebut telah mendorong pemerintah dan badan berwenang


untuk mengeluarkan kebijakan regulasi yang ketat berkaitan dengan pelaporan
keuangan. Pertama, pada September 1994, pemerintah melalui IAI mengadopsi
seperangkat standar akuntansi keuangan (PSAK). Kedua, pemerintah bekerja sama
dengan Bank Dunia (Work Bank) melaksanakan proyek Pengembangan Akuntansi yang
ditunjuk untuk mengembangkan regulasi akuntansi dan melatih profesi akuntansi.
Ketiga, pada tahun 1995, pemerintah membuat berbagai aturan berkaitan dengan
akuntansi dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas. Keempat, pada tahun 1995
pemerintah memasukkan aspek akuntansi/pelaporan keuangan kedalam Undang-
Undang Pasar Modal.

Jatuhnya nilai rupiah pada tahun 1997-1998 makin meningkatkan tekanan pada
pemerintah untuk memperbaiki kualitas pelaporan keuangan sampai awal 1998,
kebangkrutan konglomerat, collapsenya sistem perbankan, meningkatnya inflasi dan
pengangguran memaksa pemerintah bekerja sama dengan IMF, melakukan negosiasi
atas berbagai paket penyelamat yang ditawarkan IMF. Pada waktu ini kesalahan secara
tidak langsung diarahkan pada buruknya praktik akuntansi dan rendahnya kualitas
keterbukaan informasi (transparansi). Berikut ringkasan perkembangan praktik
akuntansi di Indonesia dapat dilihat pada tabel.
D. Evolusi Akuntansi di Indonesia

Akuntansi berasal dari kata asing Accounting yang artinya bila diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia adalah menghitung atau mempertanggungjawabkan. Akuntansi
digunakan di hampir seluruh kegiatan bisnis di dunia untuk mengambil keputusan
sehingga disebut sebagai bahasa bisnis.

Evolusi akuntansi terjadi bersamaan dengan ditemukannya sistem pembukuan


berpasangan ( DOUBLE - ENTRY ) oleh pedagang-pedagang Venesia yang merupakan
pedagang terkenal dan ulung pada abad itu. Double - Entry merupakan pencatatan seluruh
transaksi kedalam dua aspek yaitu " debet dan kredit " yang orientasinya selalu dalam
keadaan seimbang.

Sistem akuntansi yang berlaku di Indonesia awalnya adalah sistem akuntansi


Belanda yang lebih dikenal dengan sistem tata buku. Setelah pada tahun 1950-an perusahaan
milik Belanda dinasionalisasi dan modal asing pun mulai masuk, terutama dari Amerika
yang juga membawa sistem akuntansinya sendiri yang harus diikuti perusahaan miliknya di
Indonesia. Pada saat yang sama, perusahaan yang ada masih tetap mengikuti sistem
akuntansi Belanda yang sudah mapan. Maka sejak saat itu muncullah dualisme sistem
akuntansi di Indonesia.

Akhir-akhir ini ada kecenderungan menolak akuntansi konvensional disebabkan


karena akuntansi konvensional dianggap tidak mampu memberikan informasi kepada para
pemakainnya sehingga ada resistensi. Misalnya, apakah akuntansi ini masih tetap sebagai
sumber informasi yang paling utama bagi investor seperti selama ini atau sebagai salah satu
sumber; apakah penekanannya pada proses pengambilan keputusan (decision making) lebih
penting dari penekanannya pada pertanggung jawaban (Accountability); Apakah standar
akuntansi yang berlaku regional atau Negara masih relevan dalam dunia bisnis yang sudah
meng-global ini; apakah akuntansi yang selama ini dianggap bagian dari sistem ideologi
kapitalis, sekular masih bisa diterima oleh kelompok yang mengutamakan etika dan agama
? isu-isu ini akan menjadi isu besar yang akan mengubah sejarah akuntansi nantinya.

E. Sejarah Akuntansi Pemerintahan di Indonesia

Krisis ekonomi yang menghantam Indonesia pada tahun 1997 bagaikan bencana Tsunami
yang meluluh-lantakkan sebagian sendi-sendi perekonomian di Indonesia dengan riak-
riaknya yang masih terasa hingga sekarang. Krisis ekonomi tersebut seakan membangunkan
bangsa Indonesia yang selama tiga puluh tahun telah dininabobokkan dengan kestabilan
yang semu serta pertumbuhan ekonomi yang ternyata sangat rapuh menghadapi terjangan
fluktuasi perubahan mata uang rupiah terhadap mata uang asing. Sebagai dampaknya, pada
bulan Mei 1998, pemerintahan Orde Baru yang telah berkuasa selama 32 tahun akhirnya
tumbang oleh kehendak rakyat yang sudah lama menginginkan adanya perubahan.
Reformasi, itulah kosa kata yang menjadi mantra perubahan yang mencairkan kemapanan
yang selama ini sudah mengkristal di seluruh sendi-sendi kehidupan bermasyarakat di
Indonesia termasuk di lingkungan birokrasi pemerintah.

Berbarengan dengan teriakan REFORMASI, maka perlahan-lahan tetapi pasti perubahan


yang diteriakkan oleh rakyat menjadi kenyataan. Beberapa perubahan yang terlihat nyata
adalah kehidupan berpolitik. Kalau selama 32 tahun DPR dan MPR merupakan lembaga
perwakilan rakyat yang sering dijuluki sebagai rubber stamp dari pihak eksekutif, maka saat
ekarang, para wakil rakyat lebih berani untuk menyuarakan pendapatnya. Namun,
perubahan sikap wakil rakyat tersebut masih belum sepenuhnya optimal karena terkadang
muncul perilaku yang kurang terpuji dari sebagian wakil rakyat tersebut sehingga terkadang
muncul pertanyaan di hati rakyat apakah para wakil rakyat tersebut benar-benar mewakili
kepentingan rakyat pada saat menjalankan perannya sebagai wakil rakyat atau mewakili
kepentingan pihak lain.

F. Sejarah Akuntansi Sektor Publik di Indonesia

Merunut definisi akuntansi sektor publik, mari mengkaji beberapa sumber berikut ini. Berbagai buku Anglo-Amerika
mengartikan akuntansi sektor publik sebagai mekanisme akuntansi swasta yang diberlakukan dalam praktik-praktik
organisasi publik. Berdasarkan berbagai buku lama terbitan Eropa Barat, akuntansi sektor publik bersinonim dengan
akuntansi pemerintahan. Maka itu, pengertian akuntansi sektor publik dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Sejarah Akuntansi Sektor Publik

Periode Peradaban Aktivitas


3000 SM – Babilonia Praktik pencatatan telah dilakukan dalam berbagai

1000 SM kegiatan untuk menghasilkan pendapatan dan produksi.

Mesir Kuno Praktik sistem pencatatan telah ada sejak zaman Mesir

Kuno. Organisasi kementerian didirikan dengan tujuan

mengadministrasi laporan untuk perdana menteri. Para

menteri melakukan praktik laporan bulanan terkait hasil

pemungutan pajak.

1000 SM – Yunani Pada masa Yunani, pemerintahan yang berkuasa

abad ke-1 membagi secara adil berbagai sumber pendapatan

yang diterima.

Abad ke-1 - Roma Pada masa Roma, praktik akuntansi untuk mendukung

abad ke-5 mekanisme pajak dilakukan oleh semua pejabat, baik

itu di gubenur maupun kaisar.

Pertengahan Eropa Pada pertengahan akhir abad ke-14, di Genoa, praktik

abad ke-14 pencatatan transaksi keuangan berwujud bukti transaksi

keuangan antarpemerintahan yang berkuasa dan

rakyat. Selanjutnya, pencatatan berkembang dalam

proses perdagangan antarnegara. Saat yang sama, di

belahan dunia lain, gereja memasuki pemerintahan.

Awal abad ke- Eropa Pada awal abad ke-15, kekuatan perekonomian

15 bergeser dari Italia ke Inggris. Proses pelaporan

dikembangkan lebih perinci, terutama informasi tenaga

kerja, metode produksi, tipe dan kualitas barang yang

diproduksi, harga penjualan, serta metode pemasaran.

Akhir abad ke- Eropa Akhir abad ke-18, terjadi perubahan mendasar dalam

18 aturan bisnis. Inisiatif individu menjadi lebih dihargai dan

diberi peluang seluas-luasnya. Akibatnya, revolusi

industri muncul di Inggris. Kejadian ini menunjukkan

pengembangan akuntansi keuangan dan biaya di

perusahaan lebih dipicu oleh perkembangan praktik

akuntansi sektor publik.


Praktik akuntansi sektor publik dapat
Abad ke-19— Eropa dikatakan

berkembang lebih lambat. Interpretasi yang


abad ke-20 salah mulai

muncul dengan menyamakan akuntansi


sektor publik
sebagai proses pencatatan penarikan pajak
yang
dipungut pihak pemerintah.

G. Sejarah Akuntansi Keuangan di Indonesia

Standar akuntansi sebagai acuan penyusunan laporan keuangan yang


berlaku disuatu negara, akan berbeda dengan standar akuntansi di negara lain.
Perbedaan ini dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, hukum, sosial, politik dan
ekonomi di tiap-tiap negara. Masalah keterbandingan (Comparability) laporan
keuangan, tingkat keandalan (reliability) dan peluang ketidakpastian menjadi
konsekuensi dari adanya perbedaan standar akuntansi ini.

Konvergensi terhadap standar internasional dilakukan oleh masing-masing


negara dengan tingkat yang berbeda-beda (Full Adoption, Adapted, Piecemeal,
Referenced dan Not Adoption at all) hal ini disesuaikan dengan kesiapan negara
masing-masing. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam proses konvergensi
standar akuntansi internasional, yaitu Penterjemahan Standar Internasional,
Ketidaksesuaian antara Standar Internasional dan Hukum Nasional, Struktur dan
Kompleksitas Standar Internasional, Frekuensi Perubahan dan Kompleksitas
Standar Internasional.

Konvergensi Standar Akuntansi yang dilakukan di Indonesia sendiri


dirumuskan oleh IAI melalui Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) sejak
konvensi nasional akuntansi V di Yogyakarta. Keputusan yang diambil DSAK saat
ini adalah mendekatkan PSAK dengan IAS/IFRS melalui dua strategi. Strategi
pertama dilakukan secara selektif dengan tiga target yaitu mengidentifikasi
standar-standar yang paling penting untuk diadopsi seluruhnya, melakukan adopsi
standar-standar yang belum diadopsi sambil merevisi standar yang telah ada dan
target ketiga melakukan konvergensi proses penyusunan standar dengan IASB.
Strategi kedua DSAK adalah dengan melakukan dual standard. Strategi kedua ini
dilakukan dengan menerjemahkan seluruh IFRS secara sekaligus dan
menetapkan waktu penerapannya bagi listed companies. Sedangkan bagi non
listed companies tetap dengan PSAK yang ada.
Standar akuntansi tidak dapat dilepaskan dari pengaruh lingkungan dan kondisi hukum,
sosial dan ekonomi suatu negara tertentu. Hal-hal tersebut menyebabkan suatu standar
akuntansi di suatu negara berbeda dengan di negara lain. Globalisasi yang tampak antara lain
dari kegiatan perdagangan antar negara serta munculnya
perusahaan multinasional mengakibatkan timbulnya kebutuhan akan suatu standar akuntansi
yang berlaku secara luas di seluruh dunia. Upaya mewujudkan satu standar akuntansi
Internasional adalah dengan melakukan konvergensi.

Konvergensi International Financial Reporting Standards (IFRS) di masing-masing negara


menghadapi beberapa masalah sepeti penterjemahan standar internasional, ketdak-sesuaian
antara standar internasional dan hukum nasional, struktur dan kompleksitas standar

internasional, frekuensi perubahan dan kompleksitas internasional, konvergensi standar


internasional pada standar akuntansi indonesia. IAI melalui Dewan Standar Akuntansi Keuangan
(DSAK) melakukan proses konvergensi dengan melakukan penyesuaian terhadap Standar
Akuntansi Keuangan (SAK) yang sudah ada. Untuk melakukan konvergensi ini, DSAK membuat
strategi yang dilakukan secara selektif.

(Mataram & Abad, 2013)

(Ritonga, n.d.)(Bastian, n.d.)

(Simanjunt, 1998)

(Cahyono & Internasional, 2011)

(Bastian, n.d.)

Bastian, I. (n.d.). Lingkup Akuntansi Sektor Publik.

Cahyono, A. T., & Internasional, K. S. (2011). META TEORI STANDAR AKUNTANSI


KEUANGAN DI INDONESIA - Menuju Konvergensi SAK di Masa Globalisasi, 7(2),
1884–1897.

Mataram, M., & Abad, K. (2013). HISTORIOGRAFI AKUNTANSI INDONESIA MASA


MATARAM KUNO (ABAD VII-XI MASEHI) Novridae. Jurnal Akuntansi
Multiparadigma, 4(April).

Ritonga, H. R. (n.d.). Evolusi Akuntansi di Indonesia.

Simanjunt, O. B. H. (1998). MENYONGSONG ERA BARU AKUNTANSI PEMERINTAHAN


DI INDONESIA Oleh, 1–15.

Anda mungkin juga menyukai