Anda di halaman 1dari 3

NAMA : AISYA PERMATA SYABILLA

NIM : E0020025

Pajak merupakan kontribusi wajib seseorang atau badan kepada negara yang terutang yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang-Undang, dan pajak tersebut digunakan untuk keperluan negara bagi
kemakmuran rakyat. Pajak sendiri sudah ada sejak dulu dengan sistem yang masih sederhana.

Masa Kerajaan
Pajak sudah ada di Indonesia sejak dikuasai oleh berbagai kerajaan dan kesultanan. Kerajaan memungut
pajak atau upeti dari masyarakat untuk menghidupi kerajaannya, antara lain untuk kegiatan operasional
kerajaan, membangun dan merawat infrastruktur, dan menyelenggarakan acara-acara keagamaan. Wujud
pajak yang diwajibkan seperti pajak tanah, hasil hutan, dan pertunjukan seni. Terdapat kerajaan yang
melaksanakan pajak dengan cara sederhana, namun ada juga yang sistem pemungutan pajaknya sudah
sistematis dan terstruktur. Contohnya Kerajaan Sriwijaya (abad ke-12 Masehi), Kerajaan Mataram Kuno,
Kerajaan Majapahit (abad ke-13 Masehi), Kerajaan Aceh, Banten dan kerajaan pesisir lainnya, telah
memakai sistem perpajakan.
Masa Hindia Timur
Bangsa Eropa yang datang ke wilayah Nusantara menyebutnya Hindia Timur. Kemudian pada abad
ke-17, VOC membangun kota Batavia dengan pajak sehingga mendapat sebutan “Koningen Het van
Oosten” atau “Ratu di Timur”. VOC dapat dikatakan sebagai pemerintahan tanpa biaya karena beban
keuangan menjadi tanggungan bersama sebagaimana terlihat dari berbagai peraturan pajak yang
dikeluarkan, kesimpulannya VOC sangat bergantung pada pajak. Lalu pada tahun 1870, sistem tanam
paksa melalui perundangan dinyatakan berakhir. Sistem ini dianggap kaum penganut ekonomi liberal
yang menyatakan tanam paksa hanya menguntungkan Belanda, dan menimbulkan kesengsaraan bagi
pribumi. Hal tersebut diakibatkan pajak langsung dan tidak langsung yang terlalu tinggi, namun upah
tenaga kerja paksa yang tidak memadai dan kurangnya perhatian terhadap kesejahteraan. Kemudian
diambil langkah, salah satunya adalah sistem hak milik perorangan terhadap tanah, tetapi banyak ditolak
karena pajak tanah tetap tinggi karena pemerintah kolonial tetap menerapkan sistem sewa tanah antara
negara dengan rakyat. Sementara barang-barang dari luar yang diperlukan rakyat dikenai berbagai macam
pajak.
Masa Pendudukan Jepang
Pada saat Jepang menjajah Indonesia, tanah lebih ditujukan untuk pelipatgandaan hasil bumi yang penting
bagi Jepang. Masuknya Jepang ke Indonesia mengubah nuansa feodal yang diterapkan kolonial Belanda.
Jepang melanjutkan sistem sewa tanah atau land rent yang dikenakan terhadap semua jenis tanah
produktif dan diwajibkan pajaknya kepada desa. Namun pada masa pemerintahan Jepang, nama land rent
atau landrente diubah menjadi land tax. Setelah proklamasi pajak tanah disebut dengan Pajak Bumi.
Pemerintah pendudukan Jepang juga menerapkan sistem wajib serah padi. Selain itu juga ditetapkan
pembayaran pajak untuk penggunaan fasilitas fasilitas tertentu, seperti jembatan, jalan raya, dan fasilitas
umum lainnya. Masyarakat juga diwajibkan untuk membayar pajak sepeda bagi siapa saja yang
memilikinya.
Masa Republik Indonesia dalam Revolusi Kemerdekaan (1945–1950)
Setelah proklamasi para pendiri Republik menuangkan masalah pajak ke dalam Undang-Undang Dasar
1945 Hal Keuangan. Dalam Pasal 23 yang memuat lima butir ketentuan, butir kedua menyatakan bahwa
“Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan Undang-Undang”. Dengan demikian, pajak sebagai
“nyawa” negara telah secara resmi diatur oleh Undang-Undang 1945. Dua hari kemudian tepatnya pada
19 Agustus 1945, organisasi Kementerian Keuangan langsung dibentuk dan di dalamnya antara lain
terdapat Pejabatan Pajak.
Masa Pemerintahan Soekarno (1950–1966)
Pasal 23 A UUD 1945 berbunyi, “Pajak dan pungutan yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan
Undang-Undang.” Undang-undang belum dapat dilaksanakan dengan baik. Untuk mengelola pendapatan
negara dari pajak, pemerintah masih kesulitan. Itu sebabnya aturan warisan kolonial masih digunakan.
Perlahan pemerintah membenahi berbagai aturan, di antaranya pada 1957 mengganti Pajak Peralihan
dengan nama Pajak Pendapatan Tahun 1944 yang disingkat dengan Ord. PPd. 1944. Jawatan Pajak Hasil
Bumi pada Direktorat Jenderal Moneter yang bertugas melakukan pungutan pajak hasil bumi dan pajak
atas tanah, pada 1963 diubah menjadi Direktorat Pajak Hasil Bumi. Dua tahun kemudian berubah lagi
menjadi Direktorat Iuran Pembangunan Daerah atau Ipeda. Pemerintah mulai mendirikan kantor-kantor
Inspeksi Keuangan di tingkat kabupaten dan kota yang diresmikan oleh Soejono Brotodihardjo.
Pembentukan kantor-kantor ini adalah usaha untuk menggali potensi pajak di masyarakat karena
perekonomian yang terus berkembang.
Masa Pemerintahan Presiden Soeharto (1967–1998)
Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, beberapa perubahan dan penyempurnaan undang-undang
pajak dilakukan. Awalnya pemerintah mengeluarkan UU Nomor 8 Tahun 1970 tentang Perubahan dan
Tambahan Ordonansi Pajak Perseroan 1925. Undang-undang ini berlaku selama 13 tahun, yaitu sampai
dengan 31 Desember 1983 ketika reformasi pajak atau tax reform digulirkan. Selanjutnya terbitlah
Keputusan Presiden RI Nomor 12 Tahun 1976 yang menetapkan Direktorat Ipeda diserahkan dari
Direktorat Jenderal Moneter kepada Direktorat Jenderal Pajak. Peralihan ini mengubah mekanisme
birokrasi pajak yang semula bidang moneter ke dalam bidang perpajakan.
Pada 1983, pemerintah melaksanakan reformasi pajak melalui Pembaharuan Sistem Perpajakan Nasional
(PSPN) dengan mengundangkan lima paket undang-undang perpajakan, yaitu tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Pajak Penghasilan (PPh), PPN dan PPnBM, PBB serta Bea Meterai
(BM). Sistem perpajakan yang semula official-assessment diubah menjadi self-assessment. Sejak 1984
Indonesia memasuki era baru sistem pemungutan pajak, yaitu self assessment system yang memberikan
kewenangan sepenuhnya kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan
melaporkan pajak yang terutang.
Masa Reformasi 1998 hingga sekarang
Perubahan perubahan undang-undang perpajakan terus dilakukan, termasuk juga ukuran Penghasilan
Tidak Kena Pajak (PTKP). Sistem self-assessment ditekankan untuk peningkatan pendapatan. Target
penerimaan negara dari perpajakan juga terus meningkat. Pemerintah juga mewajibkan untuk
menyelenggarakan pembukuan yang tegas diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 28. Wajib
melakukan pencatatan adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas.
Insentif pajak yang diterapkan mencakup Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Fasilitas
Perpajakan (PPh, PPN, dan PBB), serta intensifikasi perpajakan yang lebih sistematis dan terstandar serta
penegakan hukum. Pemberian fasilitas sunset policy dilakukan, yang dimanfaatkan oleh jutaan Wajib
Pajak (WP). Mereka diberi kesempatan untuk merestrukturisasi pajak dan membuka peluang masyarakat
memiliki NPWP sebagai WP baru. Kebijakan sunset policy berlanjut pada wacana pengampunan pajak
atau tax amnesty. Pada 2003 Direktorat Jenderal Pajak mengeluarkan 45 kebijakan pengurangan pajak
penghasilan dan barang mewah. Memasuki awal 2005 Direktorat Jenderal Pajak menyiapkan empat
fasilitas untuk memberi insentif kepada dunia usaha. Reformasi pajak di Indonesia mendapat dukungan
negara-negara dunia. Dalam pertemuan Indonesia dengan negara-negara donor dan IMF pada 19 April
2006, permintaan Indonesia untuk bantuan jangka panjang dalam rangka reformasi pajak di Indonesia
dikabulkan IMF dan sejumlah negara donor. Kemudian di tahun 2013 pemerintah merilis kebijakan
tentang penyederhanaan penghitungan dan penyetoran pajak dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah
Nomor 46, yaitu Wajib Pajak, baik orang pribadi dan badan dengan omzet atau pendapatan kotor setahun
tidak melebihi Rp 4,8 miliar dikenakan tarif pajak penghasilan bersifat final sebesar 1%, dengan adanya
tarif yang ringan dan sederhana dalam penyetoran serta pelaporannya diharapkan dapat meningkatkan
jumlah partisipasi Wajib Pajak dalam membayar pajak sehingga dengan semakin tingginya tax collection
maka semakin banyak pula masyarakat yang turut serta dalam mengawasi jalannya pembangunan di
negeri ini yang didapatkan dari sektor pajak.

Sumber : majalah pajak


https://majalahpajak.net/pajak-dari-masa-ke-masa/

Anda mungkin juga menyukai