Anda di halaman 1dari 58

Selamat Pagi

.
Jadwal kuliah sekitar 2 Jam

Jumlah slide sesi 1 sebanyak 57 Slide

MOHON MAAF ATAS SALAH KETIK

Mohon diingatkan kalau ada kuiz atau tayangan PR

Marilah kita mulai


MATA KULIAH PENGANTAR PERPAJAKAN

STIE DARMA AGUNG

PERTEMUAN. 1

SEJARAH PERPAJAKAN DI INDONESIA , SEJARAH


PEMUNGUTAN PAJAK DI DUNIA, PERKEMBANGAN
PEMUNGUTAN PAJAK

Pengasuh Mata Kuliah

Abbas Abdul Rachman Assegaf.


SEJARAH PERPAJAKAN INDONESIA
Berbicara tentang pajak tidak lengkap rasanya jika tidak
membahas tentang awal sejarah perpajakan di Indonesia.
Pajak merupakah salah satu komponen penting dalam
perjalanan suatu bangsa. Pajak merupakan sumber
pendapat utama dari sebuah negara, termasuk Indonesia.
Sumber pendapatan negara yang berasal dari pajak
terbagi dalam tujuh sektor, yaitu pajak penghasilan,
pajak pertambahan nilai, pajak penjualan atas barang
mewah, pajak bumi dan bangunan, pajak ekspor, pajak
perdagangan internasional serta bea masuk dan cukai.
PERPAJAKAN DI INDONESIA PADA MASA BELANDA

Saat Indonesia dijajah oleh Belanda, saat itulah sistem kita


mengenal sistem perpajakan modern. Salah satu jenis pajak
yang berlaku saat itu di antaranya pajak rumah tinggal yang
diberlakukan tahun 1839 dan pajak usaha. Pemerintah Kolonial
Belanda juga membedakan besar tarif pajak berdasarkan
kewarganegaraan wajib pajak. Pada tahun 1885 misalnya,
pemerintah memberlakukan kenaikan pajak tinggal untuk warga
Asia menjadi 4%. Pada era pra kemerdekaan, penjajah Belanda
dan Inggris juga telah memperkenalkan sistem pemungutan
pajak yang sistematis.
Ada dampak negatif akibat dari pengenaan pajak di era kolonial dan
era sebelumnya, yaitu membuat sebagian masyarakat menganggap
bahwa pajak itu hanya bentuk dari superioritas penguasa kepada
rakyatnya. Karena pada masa itu hamper semua sektor pemungutan
pajak dilakukan dengan cara manual dan tanpa pengawasan. Hal inilah
yang kadang menjadi penyebab terjadinya penyelewengan pemungutan
pajak pada masa itu dan eninggalkan kesan kurang baik sampai
sekarang.
Pada era Orde Baru tepatnya tahun 1965, pemerintahan di bawah
kepemimpinan Soeharto berhasil memberi terobosan di bidang fiskal
khususnya pajak. Soeharto melakukan desentralisasi pajak atas Pajak
Hasil Bumi kepada pemerintah daerah dan mengubah namanya
menjadi IPEDA (Iuran Pembangunan Daerah). Maka dimulailah
pembangunan kantor IPEDA di berbagai daerah.
Pada saat ini juga awal mula menerapkan sistem pajak
yang self assessment, apalagi pemerintah berhasil
menerbitkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1967 dan
Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1967 tentang
perubahan mengenai Tata Cara Pemungutan Pajak
Pendapatan Tahun 1944, Pajak Kekayaan 1932, dan
Pajak Perseroan 1925 menjadi cikal bakal pemungutan
pajak dengan menggunakan sistem self assessment.
Terobosan ini pun diterapkan oleh Amerika dan beberapa
negara Eropa lainnya karena terbukti efektif dalam
melakukan pemungutan pajak. Hingga saat ini, pemerintah
masih menerapkan sistem self assessment dalam memungut
pajak. Begitulah sejarah pajak di Indonesia dan dunia.

DASAR HUKUM PERPAJAKAN DI INDONESIA

Setelah tahu bagaimana sejarah perpajakan di Indonesia,


kini kita akan membahas dasar hukum perpajakan di
Indonesia pada era kemerdekaan. Untuk lebih jelasnya lagi,
berikut ini berbagai dasar hukum yang mengatur perpajakan
di Indonesia.
1. Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang diatur
dalam UU No.6/1983 dan diperbaharui oleh UU No. 16/2000.

2. Undnag-Undang Pajak Penghasilan (PPh) yang diatur dalam UU No.


7/1983 dan diperbaharui oleh UU No. 17/2000.

3. Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan yang diatur


oleh UU No. 8/1983 dan diganti menjadi UU No. 18/2000.

4. Undang-Undang Penagihan Pajak dan Surat Paksa yang diatur dalam UU


No. 19/1997 dan diganti menjadi UU No. 19/2000.

5. Undang-Undang Pengadilan Pajak yang diatur dalam UU No. 14/2002

Itulah sejarah singkat perpajakan yang ada di Indonesia sejak zaman pra
kolonial hingga sampai era kemerdekaan
ASAS PERPAJAKAN DI INDONESIA

Di samping memiliki dasar hukum, perpajakan di Indonesia


juga memiliki asas yang jelas. Berikut ini berbagai asas
perpajakan yang berlaku di Indonesia.
1. Asas Finansial.
Setiap individu pastinya memiliki tingkat pendapatan yang
berbeda-beda. Faktor inilah yang dijadikan sebagai dasar
pengenaan pajak secara adil. Tentunya bagi Wajib Pajak
yang berpenghasilan lebih besar akan memiliki beban pajak
yang lebih besar bagi Wajib Pajak yang berpenghasilan
menengah ke bawah.
2. Asas Ekonomis.

Ekonomi merupakan salah satu asas penentu yang sangat


penting dalam pemungutan pajak. Pajak yang dipungut akan
digunakan untuk meningkatkan perekonomian negara dan
masyarakat. Namun, nominal pemungutan pajak juga tidak
boleh memberatkan masyarakat karena dapat membuat
perekonomian negara turun.( Hak dan keajiban WP)
3. Asas Yuridis.
Asas pemungutan pajak yang pertama yaitu asas yuridis.
Asas yuridis merupakan pemungutan pajak yang sudah
ditetapkan oleh Undang-Undang yang berlaku. Adapun
Undang-Undang yang termasuk ke dalam asas yuridis ini
adalah:

1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak


Bumi dan Bangunan (PBB)
2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Aturan
dan Prosedur Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
3. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
4. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang
Pengadilan Pajak yang Berlaku di Indonesia
5. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP)
6. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan (PPh)
7. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa, serta Pajak
Penjualan atas Barang Mewah
4. Asas Umum.
Asas terakhir adalah asas umum yang berarti pemungutan pajak
diambil dari objek pajak atau Wajib Pajak secara umum dengan
porsi yang sama rata. Contoh dari faktor asas umum yang kita
lihat sehari-hari adalah fasilitas umum, jalan raya, sarana
transportasi, dan lainnya.

5. Asas Sumber.
Sumber penghasilan Wajib Pajak atau wajib usaha termasuk ke
dalam asas pemungutan pajak. Jadi, apabila seorang Wajib
Pajak memiliki penghasilan di luar negeri, maka mereka tidak
akan dikenakan pajak di Indonesia. Namun apabila penghasilan
tersebut digunakan di Indonesia, maka individu tersebut wajib
membayar pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
6. Asas Kebangsaan atau Nasionalitas.
Mengikuti asas pada poin sebelumnya, untuk warga
negara yang lahir di Indonesia maupun warga negara
asing yang sudah tinggal lebih dari jangka waktu 12
bulan, maka mereka juga akan dimasukkan ke dalam
daftar Wajib Pajak di Indonesia.
7. Asas Wilayah atau Teritorial.
Hampir mirip dengan asas sumber, namun asas ini melihat
pengenaan pajak dari faktor tempat tinggal. Bagi WNI yang
bertempat tinggal di Indonesia, maka mereka wajib membayar
pajak. Jika WNI tersebut tinggal di luar negeri, maka mereka
harus mematuhi peraturan perpajakan negara yang ditinggali.

Hal ini berlaku untuk WNA atau Warga Negara Asing yang
memiliki aset atau objek pajak di Indonesia, maka WNA
tersebut akan diberlakukan sesuai peraturan pajak yang telah
ditetapkan.
SEJARAH PERPAJAKAN DI DUNIA

Sejarah mencatat kehadiran pajak berawal dari peradaban masyarakat


maju (Frecknall-Hughes, 2015). Awalnya dari ditemukannya beberapa
dokumen berupa tulisan kuno berbentuk baji di Mesopotamia, sekarang
lokasi itu dikenal sebagai negara Irak.
Dalam dokumen kuno itu menunjukkan pemungutan pajak dimulai
sekitar 3300 sebelum masehi (SM). Pada saat itu objek pajaknya dalam
bentuk emas, hewan ternak, dan budak yang diterima oleh kuil sebagai
pusat kekuasaan dan simbol kemasyarakatan bangsa Sumeria (Smith,
2015).
Hal itu diceritakan oleh Darussalam selaku Managing Partner Danny
Darussalam Tax Center (DDTC). Cerita sejarah kehadiran pajak ini pun
hasil dari risetnya yang berasal dari banyak sumber. Beberapa sumber
tersebut Jane Frecknall-Hughes, The Theory, Principles and
Management of Taxation: An Introduction (New York:
Routledge, 2015). Stephen Smith, Taxation: A Very Short
Introduction (United Kingdom: Oxford University Press, 2015).
Samuel Blankson, A Brief History of Taxation (New York: Lulu
Inc., 2007). Ferdinand H.M Grapperhaus, Taxes through the
Ages (The Netherlands: IBFD, 2009). Anthony Arlidge dan Igor
Judge, Magna Carta Uncovered (United States: Hart Publishing,
2014).
Menurut dia, penemuan dokumen sejarah tertulis di
Mesopotamia telah membuktikan bahwa pajak merupakan suatu
subjek yang memiliki sejarah besar dan sangat panjang, yang
praktiknya telah dilakukan sejak ribuan tahun lamanya.
"Sejarah pemungutan pajak pun tidak berhenti di Mesopotamia,
tetapi juga merambah ke berbagai belahan dunia dengan bentuk
pemungutan yang semakin berkembang,"
Bentuk awal pemungutan pajak juga ditemukan di Mesir Kuno
sejak 3000 SM atau pada saat sistem pembayaran dengan mata
uang belum dikembangkan seperti sekarang ini. Pembayaran
pajak di Mesir Kuno dalam bentuk barang. Secara umum
pemungutan di sana tidak jauh berbeda dengan di Mesopotamia,
pembayar juga dilakukan dalam bentuk bagi hasil barang
produksi dan pertanian serta pemberian pelayanan atau tenaga
kerja.
Pada kala itu, Mesir Kuno pun sudah menetapkan beberapa
barang atau produk yang dikenakan pajak, Ada beberapa
objek pajak seperti gandum, minyak goreng, peternakan, bir,
hasil pertanian lainnya, penggunaan sungai Nil untuk
pengangkutan barang, serta perdagangan dengan pihak asing
(Blankson, 2017).
Seiring waktu berjalan, pemungutan pajak dengan cara lebih
modern mulai dipraktekkan oleh bangsa Yunani Kuno dan
Romawi Kuno. Pemungutannya pada saat ini masih dalam
bentuk barang, dan untuk beberapa transaksi tertentu seperti
transaksi impor barang atau penjualan tanah sudah
dilakukan dalam bentuk uang tunai.
PERKEMBANGAN PEMUNGUTAN PAJAK

A. SEJARAH PEMUNGUTAN PAJAK

Sejarah pemungutan pajak mengalami perubahan dari masa ke


masa sesuai dengan perkembangan masyarakat dan negara
baik di bidang kenegaraan maupun di bidang sosial dan
ekonomi. Pada mulanya pajak belum merupakan suatu
pungutan, tetapi hanya merupakan pemberian sukarela oleh
rakyat kepada raja dalam memelihara kepentingan negara,
seperti menjaga keamanan negara, menyediakan jalan umum,
membayar gaji pegawai dan lain. Bagi penduduk yang tidak
melakukan penyetoran dalam bentuk natura maka ia
diwajibkan melakukan pekerjaan-pekerjaan untuk kepentingan
umum untuk beberapa hari lamanya dalam satu tahun.
Orang-orang yang memiliki status sosial yang tinggi
termasuk orang-orang yang kaya, dapat membebaskan
diri dari kewajiban melakukan pekerjaan untuk
kepentingan umum tadi, dangan cara membayar uang
ganti rugi. Besarnya pembayaran ganti rugi ini
ditetapkan sesuai dengan jumlah uang yang diperlukan
untuk membayar orang lain yang menggantikan
melakukan pekerjaan itu, yang seharusnya dilakukan
sendiri oleh orang yang memiliki status sosial yang
tinggi dan orang yang kaya tadi
Pajak mulai menjadi pungutan sejak zaman Romawi, pada
awal Republik Roma (509-27 SM) sudah mulai dikenal
beberapa jenis pungutan pajak, seperti censor, questor dan
beberapa lainnya. Pajak zaman Roma tidak disebut pajak
seperti zaman sekarang tetapi disebut publican trubutum, dan
pajak pada zaman tersebut merupakan pajak langsung atas
kepala negara. Pada zaman kaisar terkenal Jullius Caesar,
pajak dikenal dengan nama centesima rerum venalium, yaiut
sejenis pajak penjualan yang besarnya sebesar 1% dari omset
penjualan. Di daerah lain Italia dikenal dengan nama
decumae, yaitu pungutan yang besarnya 10% dari para petani
atau penguasa tanah.
Di Indonesia sendiri, pajak sudah mulai ada sejak Belanda masuk
ke Indonesia terutama setelah berdirinya VOC, pungutan bisa
berupa kerja paksa atau upeti.Setelah terbentuknya negara-negara
nasional dan tercapainya pemisahan antara rumah tangga negara
dan rumah tangga pribadi raja pada akhir abad pertengahan, pajak
mendapat tempat yang lebih mantap di antara berbagai pendapatan
negara. Dengan bertambah luasnya tugas-tugas negara, maka
dengan sendirinya negara memerlukan biaya yang cukup besar.
Sehubungan dengan itu maka pembayaran pajak yang tadinya
bersifat sukarela berubah menjadi pembayaran yang ditetapkan
secara sepihak oleh negara dalam bentuk undang-undang dan
dapat dipaksakan.
B. PERKEMBANGAN PEMUNGUTAN PAJAK

Pajak pada mulanya dibayar secara natura, yaitu hasil


pertanian, hasil hutan dan hasil perkebunan serta barang
tambang mulia seperti emas dan perak.Selain itu juga pajak
dapat dibayar dengan tenaga, yaitu dengan melakukan
pekerjaantanpa diberi imbalan. Kemudian sejalan dengan
perkembangan waktu pajak dibayar dengan uang.Di seluruh
dunia telah mengakui bahwa pajak merupakan sumber utama
penerimaan negara dan sebagai alat mencapai tujuannya,
walaupun tidak seluruh negara di dunia mengandalkan
penerimaan negara dari sektor pajak.
Ada beberapa Negara yang memiliki potensi sumber
daya alam negaranya sebagai penerimaan Negara yang
utama.Sejak zaman sebelum masehi pajak telah
dipungut oleh penguasa suatu daerah, untuk
kepentingan penguasa. Maka bentuk iuran kepada
penguasa tersebut merupakan suatu paksaan, yang
tentunya ada yang pro ada yang
kontra.Penentuan siapa yang harus membayar pajak,
bagaimana dasar pengenaan pajaknya,dan berapa besar
tarif pajak yang dikenakan, ditentukan oleh keinginan
penguasa semata. Pada akhirnya beban pajak yang harus
dipikul jadi lebih berat, penguasa dengan kesewenangannya
menentukan jumlah pajak sesuai kebutuhan penguasa
bahkan melebihi yang dibutuhkan.
C. SEJARAH KESEWENANGAN PENGUASA DALAM PEMUNGUTAN
PAJAK BAGI RAKYAT

Raja Lodwik XIV raja Perancis dan istrinya Marie Antoinette tinggal di Istana
Versailles adalah penguasa Perancis yang pada pertengahan abad XVIII
secara semena-mena memungut pajak dari penduduknya. Pajak yang dipungut
dari rakyatnya hanya untuk kepentingan Lodwik XIV beserta istrinya semata.
Karena pemberontakan rakyatnya maka timbul Revolusi Perancis (1778)
Di Inggris kesewenangan penguasa dalam memungut pajak kepada
penduduknya dilakukan oleh Raja John (King John of England). Kemudian
karena merasa beban semakin berat atas kesewenangan raja Pimpinan
perwakilan (Baron) memaksakan piagam Magna Charta (1215) kepada
rajanya.
• Salah satu pernyataan yang penting dalam piagam tersebut yang berhubungan
dengan masalah perpajakan adalah ”taxes should not be imposed without the
consent of the Common Council of the realm”. Pajak tidak seharusnya dibebankan
kepada rakyat tanpa adanya izin dari Dewan Majelis perwakilan dari kerajaan.
• Piagam ini merupakan tonggak pembatasan secara bertahap terhadap kekuasaan
absolute monarki di Inggris.
• Di Indonesia tidak luput juga kesewenang-wenangan dari penjajah. Pemerintah
kolonial Inggris yang menjajah Indonesia dibawah Thomas Stamford Raffles
menerapkan kesewenangan pemungutan pajak dengan Land rent (1813).
• Pemerintahan kolonial Belanda juga melanjutkan kesewenangan dalam
pemungutan pajak sehingga makin menyebabkan kesengsaraan rakyat Indonesia.
Pajak yang dipungut dari rakyat Indonesia benar-benar hanya digunakan untuk
mengisi kas pemerintahan kolonial.
D. AHLI PEMIKIRAN DIBEBERAPA NEGARA YANG
MEMPERHATIKAN MASALAH PEMUNGUTAN PAJAK
OLEH PEMERINTAH

A. Oliver Wendell Colmes, (Amerika Serikat) berpendapat bahwa taxes are the
price we pay for civilization, bahwa pajak merupakan harga yang dibayar untuk
suatu peradaban. Ungkapan tersebut menunjukkan bahwa Oliver membenarkan
adanya pungutan pajak sebagai suatu yang harus dilakukan untuk memajukan
suatu Negara.
B. Benyamin Franklin dengan adanya ungkapan nothing is certain but tax and
Benyamin Franklin dengan adanya ungkapan nothing is certain but tax and
dead, bahwa tidak ada seorang pun yang tidak akan tersentuh oleh pajak dan
kematian.
C. F.D. Roosevelt untuk memotivasi warga Amerika Serikat memenuhi
kewajiban perpajakannya berhubung peningkatan kebutuhan dana Negara
dalam menghadapi Perang Dunia II. Slogan lain yang menjadi pendorong
perjuangan rakyat untuk ikut serta dalam penentuan peraturan perpajakan
di Amerika Serikat adalah No taxation without representation, Taxation
without representation is tyranny, Taxation without representation is
robbery
E. SEJARAH PEMUNGUTAN PAJAK DI INDONESIA

1. Secara umum pemungutan pajak yang teratur dan permanen telah


dikenakan pada masa kolonial. Tetapi pada masa kerajaan dahulu juga telah
ada pungutan seperti pajak, pungutan seperti itu dipersembahkan kepada
raja sebagai wujud rasa hormat dan upeti kepada raja, yang disampaikan
rakyat di wilayah kerajaan maupun di wilayah jajahan, figur raja dalam hal
ini dapat dipandang sebagi manifestasi dari kekuasaan tunggal kerajaan
(negara).
2. Pada awal kemerdekaan pernah dikeluarkan Undang-Undang Darurat Nomor
12 Tahun 1950 yang menjadi dasar bagi pajak peredaran (barang), yang dalam
tahun 1951 diganti dengan pajak penjualan(PPn) 1951 Pengenaan pajak secara
sitematis dan permanen, dimulai dengan pengenaan pajak terhadap tanah, hal ini
telah ada pada zaman kolonial. Pajak ini disebut “Landrent” (sewa tanah) oleh
Gubernur Jenderal Raffles dari Inggris. Pada masa penjajahan Belanda disebut
“Landrente”. Peraturan tentang Landrente dikeluarkan tahun 1907 yang
kemudian diubah dan ditambah dengan Ordonansi Landrente. Pada tahun 1932,
dikeluarkan Ordonansi Pajak Kekayaan (PKk) yang beberapa kali diubah dengan
Undang-Undang Nomor 24 Tahun1964.
3. Pada tahun 1960 dikeluarkan UU Nomor 5 Tahun 1960 yang
mengemukakan bahwa hukum atas tanah berlaku atas semua tanah
di Indonesia, ditegaskan lagi dengan Keputusan Presidium Kabinet
Tanggal 10 Februari Tahun 1967 Nomor 87/Kep/U/4/1967. dengan
pemberian otonomi dan desentralisasi kepada pemerintah Daerah,
Pajak Hasil Bumi kemudian namanya diubah menjadi IPEDA
(Iuran Pembangunan Daerah) berdasarkan Surat Keputusan
Menteri Iuran Negara No.PM.PPU 1-1-3 Tanggal 29 November
1965 yang berlaku mulai 1 November 1965.
4. Pengenaan pajak langsung sebagai cikal bakal dari pajak penghasilan
sudah terdapat pada zaman Romawi Kuno, antara lain dengan adanya
pungutan yang bernama tributum yang berlaku sampai dengan tahun
167 Sebelum Masehi. Pengenaan pajak pajak penghasilan secara
eksplisit yang diatur dalam suatu Undang-undang sebagai Income Tax
baru dapat ditemukan di Inggris pada tahun 1799. Di Amerika Serikat,
pajak penghasilan untuk pertama kali dikenal di New Plymouth pada
tahun 1643, dimana dasar pengenaan pajak adalah " a person's faculty,
personal faculties and abilitites",
5. Pada tahun 1646 di Massachusett dasar pengenaan pajak didasarkan
pada "returns and gain". “Tersonal faculty and abilities" secara implisit
adalah pengenaan pajak pengahasilan atas orang pribadi, sedangkan
"Returns and gain" berkonotasi pada pajak penghasilan badan. Tonggak-
tonggak penting dalam sejarah pajak di Amerika Serikat adalah Undang-
Undang Pajak Federal tahun 1861 yang selanjutnya telah beberapa kali
mengalami tax reform, terakhir dengan Tax Reform Act tahun 1986. Surat
Pemberitahuan Pajak Penghasilan (tax return) yang dibuat pada tahun
1860-an berdasarkan Undang-Undang Pajak Federal tersebut telah
dipergunakan sampai dengan tahun 1962.
F. SUMBER-SUMBER PENERIMAAN NEGARA

Sumber-sumber penerimaan negara dapat dikelompokkan menjadi 8 penerimaan dari


beberapa sektor mengenai pemungutan:

1. PAJAK
• Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga
dapatdipaksakan dengan tidak mendapat balas jasa secara langsung. Pajak
dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya
produksi barang-barang dan jasakolektif untuk mencapai kesejahteraan umum.
• Menurut Rochmat Sumitro “ Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat
kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan „surplus ‟-nya
digunakan untuk simpanan publik (public saving) yang merupakan sumber utama
untuk membiayai investasi publik(public investment).”
2. KEKAYAAN ALAM
• Berdasarkan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 “Bumi, air, dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
kemakmuran rakyat sebesar- besarnya.” Hal ini juga ditegaskan dalm Pasal 1 ayat
(2) Undang-undang Pokok Argaria.
• Sudargo Gautama, dalam buku Tafsir Undang-undang Pokok Argaria
menjelaskan bahwayang termasuk dalam pengertian menguasai ialah: mengatur
dan menyelenggarakan peruntukan,penggunaan, persediaan, dan
pemeliharaannya, menentukan dan mengatur yangdapat dipunyai atas bagian dari
bumi, air, dan ruang angkasa, menentukan dan mengaturhubungan hukum antara
orang-orang (subjek hukum) dan pembuatan-pembuatan hukumyang mengenai
bumi, air, dan ruang angkasa.
3. BEA DAN CUKAI
• Bea dan cukai merupakan pungutan negara yang dilakukan oleh Direktorat
Jenderal Bea danCukai berdasarkan undang-undang yang berlaku Bea masuk
diatur dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995tentang
Kepabeanan.Kepabeanan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan
pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean dan
pungutan bea masuk.Daerah pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang
meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara diatasnya, serta tempat-tempat
tertentu di zona ekonomi ekslusif dan landas kontinen yang didalamnya berlaku
Undang-undang pabean. Bea masuk adalah pungutan negara
berdasarkanUndang-undang Pabean yang dikenakan terhadap barang yang
diimpor.
• Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap narang-barang tertentu
yangmempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan berdasarkan Undang-
undang Nomor 11Tahun 1995 tentang cukai. Contoh barang yang dikenakan
cukai antara lain tembakau danminuman keras.
4. RETRIBUSI
• Retribusi adalah pungutan yang dilakukan oleh negara sehubungan dengan
penggunaan jasa- jasa yang disediakan oleh negara. Di sini nyata bahwa para
pembayar mendapat jasa langsung (kontraprestasi langsung) dari negara. Orang-
orang yang tidak menggunakan jasa yang telahdissediakan, tidak diwajibkan
membayar retribusi. Unsur yang melekat pada retribusi adalah:

a. Pungutan retribusi harus berdasarkan undang-undang


b. Sifat pungutan dapat dipaksakan
c. Pemungutan dilakukan oleh Negara
d. Digunakan untuk pengeluaran bagi masyarakat umum
e. Kontraprestasi (imbalan) langsung dapat dirasakan oleh pembayar retribusi.
Retribusi yang dipungut oleh pemerintahan Indonesia sekarang diatur dalam Undang-
undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-
undang Nomor 34Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.Dalam
undang-undang ini yangdimaksud dengan retribusi adalah pungutan sebagai
pembayaran atas jasa yang disediakanoleh Pemerintahan daerah dengan onjek sebagai
berikut:

a. Jasa umum, yaitu jasa untuk kepentingan dan pemanfaatan umum,,


b. Jasa usaha, yaitu jasa yang menganut prinsip komersial.
c. Perizinan tertentu, yaitu kegiatan pemda dalam rangka pembinaan, pengaturan,
pengendalian, dan pengawasan.

5. IURAN
• Iuran adalah pungutan yang dilakukan oleh negara sehubungan dengan
penggunaan jasa-jasaatau fasilitas yang disediakan oleh negara untuk sekelompok
orang. Di sini nyata bahwakelompok pembayar mendapat jasa langsung
(kontraprestasi langsung) dari negara.Contoh: iuran televisi, air, listrik, telepon, dll
6. SUMBANGAN
• Istilah Sumbangan ini mengandung pikiran, bahwa biaya-biaya yang dikeluarkan
untuk prestasi pemerintah tertentu, tidak boleh dikeluarkan dari kas umum,
karena prestasi itu tidakditujukan kepada penduduk seluruhnya, melainkan hanya
golongan tertentu dari penduduk inisajalah yang diwajibkan membayar
sumbangan ini. Apabila pajak dan retribusi pungutanharus berlandaskan undang-
undang, maka dalam sumbangan pungutannya tidak berdasarkanundang-undang
tetapi lebih bersifat pada gotong-royong masyarakat setempat. Padasumbangan
tidak ada sifat paksaan tetapi unsur sukarela, pemberi sumbangan dapat
merasakan imbalan langsung atas hasil sumbangannya, tetapi juga pemberi
sumbangan dapattidak merasakannya sama sekali jika pemberi sumbangan
tersebut tidak pernah bertempat disuatu wilayah di mana jalan atau tempat ibadah
yang dibangun sebagian merupakan hasilsumbangannya.
7. LABA DARI BADAN USAHA MILIK NEGARA
• Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah badan usaha yang
sebagian besar modalnyamerupakan kekayaan negara. Badan Usaha
Milik Negara dapat berbentuk PERSERO,PERUM, dan PERJAN.
Laba yang diperoleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN)adalah
pendapatan negara yang dimasukkan dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara(APBN).
8. SUMBER-SUMBER LAIN
Yang termasuk dalam sumber-sumber lain misalnya pencetakan uang (deficit
spending) dan pinjaman. Pencetakan uang sering dilakukan oleh beberapa
negara. Pemerintahn Indonesia pernah melaksanakannya dalam rangka
memenuhi kebutuhan akan investasi negara untukmembiayai pembangunan
yang tercermin dalam Anggaran Belanja Pembangunan. Secarateoritis
sebenarnya dapat saja dilakukan oleh pemerintah kapan saja melalui deficit
spendingatau uang muka pemerintah melalui bank sentral untuk menyediakan
dana (melalui pencetakan uang) sebanyak mungkin untuk digunakan dalam
tahun anggaran yang akandilaksanakan. Apabila dalam suatu tahun anggaran
mengalami defisit maka pemerintah bisasaja menutup defisit tersebut dengan
cara mencetak uang. Tetapi cara ini tidaklah populerkarena membawa akibat
yang sangat mendalam di bidang ekonomi. Oleh karena itu, defisittersebut
ditutup melalui pinjaman atau kredit luar negeri.
G. DASAR HUKUM PEMUNGUTAN PAJAK

Dalam pemungutan pajak harus berdasarkan dasar pengenaan pajak sesuai


peraturan yang ada di Indonesia dimana dasar pengenaan pajak tersebut ada
yang ditentukan oleh Negara dan juga ada yang ditentukan oleh
pemerintahan daerah baik Profinsi maupun Kabupaten. Berikut merupakan
Undang-Undang yang mengatur tentang pengenaan pajak di Negara:
• Undang-undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan/UUKUTp"
Undang-undang No. 6/1983, diganti dengan Undang-undang no.16/2000;
• Undang-undang Pajak Penghasilan/UU PPh: Undang-undang No.7/1983,
diubah dengan Undang-undang No. 17/2000;
• Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah/UU PPN/PPn BM: Undang-undang No.
8/1983, diubah dengan Undang-undang No. 18/2000;
• Undang-undang Pajak Bumi dan Bangunan - UU PBB:
Undang-undang No. 12/1985 diubah dengan Undang-undang
No. 12/1994;
• Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa/UU
PPSP Undang-undang No. 19/1997, diubah dengan Undang-
undang No. 19/2000;
• Undang-undang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan/UU BPHTB Undang-undang No. 21/1997 diubah
dengan Undang-undang No. 20/2000;
• Undang-undang Pengadilan Pajak/UU PP: Undang-undang No.
14/2002;
• Undang-undang Bea Meterai/UU BM pendek kata: Undang-
undang No. 13 of 1985
Berikut merupakan Undang-Undang yang mengatur tentang pengenaan pajak
di daerah:
• Dasar hukum pajak daerah dan retribusi UU Nomor 18 Tahun 1997, Diubah
menjadi UU Nomor. 34 Tahun 2000
Dalam pemungutan pajak juga diperlukan tata cara dalam pemungutannya,
sebagai berikut:
Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan 3 stelsel :

1. Stelsel pajak nyata


• Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata), sehingga
pemungutan pajak baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yaitu
setelah diketahui penghasilan yang sesungguhnya. Stelsel nyata mempunyai
kelebihan dan kekurangan. Kebaikan stelsel nyata ini ialah pajak yang
dikenakan lebih realistis, sedangkan kelemahan stelsel pajak ini adalah
pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan
sesungguhnya telah diketahui).
2. Stelsel pajak anggapan
• Pengenaan pajak yang didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh
undang-undang. Contohnya, penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan
tahun sebelumnya, sehingga pada waktu awal tahun pajak sudah dapat
ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan.
Kebaikan stelsel pajak anggapan ialah pajak dapat dibayar selama tahun
berjalan, tanpa harus menunggu akhir tahun. Kelemahan stelsel pajak
anggapan adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang
sesungguhnya.
3. Stelsel pajak campuran
• Pengenaan pajak campuran ini merupakan kombinasi antara stelsel pajak
nyata dengan stelsel pajak anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak
dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun bersarnya
pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Jika besarnya pajak
menurut kenyataan lebih besar dari pada pajak menurut anggapan, maka si
wajib pajak harus menambah. Sebaliknya, jika lebih kecil kelebihannya
dapat diminta kembali.
H. ASAS PEMUNGUTAN PAJAK DIINDONESIA

Indonesia memiliki 7 asas yang digunakan dalam proses pemungutan pajak. Pajak
merupakan bagian yang penting dalam proses ekonomi di Indonesia.Banyak
pembangunan dan pengembangan yang berhasil dilakukan dengan sumber dari
pemungutan pajak. Contohnya adalah untuk penerangan jalan dan pembangunan
daerah tertinggal. Di Indonesia yang merupakan negara demokrasi, pajak sudah
ditentukan jumlahnya bagi seluruh orang dan perusahaan yang sudah menjadi wajib
pajak. Uang pajak yang diambil dari wajib pajak selanjutnya akan disalurkan untuk
pembangunan guna peningkatan sarana dan pra sarana demi perbaikan untuk masa
depan.
Di Indonesia sendiri, ada yang dinamakan asas pemungutan pajak. Hal ini harus
diketahui oleh seluruh rakyat Indonesia agar lebih memahami tentang dasar
pemungutan pajak, dan bagaimana selanjutnya pajak tersebut disalurkan. Berikut ini 7
asas pemungutan pajak di Indonesia.
1. Asas Finansial
• Asas pemungutan pajak di Indonesia adalah asas finansial. Asas finansial dalam
pemungutan pajak ini menjelaskan tentang penetapan biaya pajak harus lebih kecil dari
besarnya pendapatan yang diterima wajib pajak.
2. Asas Ekonomis
• Pada asas ekonomis pemungutan pajak di Indonesia menjelaskan tentang penggunaan
dana pajak harus sesuai dengan kepentingan rakyat Indonesia atau umum. Pajak tidak
boleh menjadi penyebab melorotnya perekonomian masyarakat.
3. Asas Yuridis
• Asas yuridis pemungutan pajak di Indonesia memberi penegasan bahwa pada hukum
pajak sendiri harus memberikan berbagai jaminan hukum yang didasari pada pasal 23
ayat 2 UUD 1945.
4. Asas Umum
• Asas umum pada pemungutan pajak di Indonesia berdasar pada keadilan terhadap
pemungutan dan juga pengaplikasian pajak dari dan untuk masyarakat Indonesia.
5. Asas Sumber
• Asas sumber merupakan asas dasar bahwa pemungutan pajak berdasarkan pada
dimana tempat perusahaan atau orang tersebut berada. Pajak yang dipungut di
Indonesia adalah pajak bagi perusahaan atau orang yang ada di Indonesia.
6. Asas Kebangsaan atau Nasionalitas
• Menurut asas kebangsaan atau nasionalitas, setiap orang yang berada pada
wilayah atau negara tertentu maka mempunyai kewajiban membayar pajak
sesuai dengan ketentuan negara tersebut.
7. Asas Wilayah atau Teritorial
• Asas ini bermaksud mengambil pajak menurut tempat seseorang tinggal.
Contohnya jika ada orang luar negeri tinggal di Indonesia.ia tepat mendapat
tanggungan pajak karena tinggal di Indonesia.
I. SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK

• Official Assessment System


Pengertian Official Assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang
memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak
terutang oleh wajib pajak. Fiskus adalah perbendaharaan pajak.ciri-cirinya :
1. Wewenang untuk menentukan berapa besar pajak terutang yang ada pada
fiskus.
2. Wajib pajak bersifat pasif.
3. Utang pajak akan timbul pada saat dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh
fiskus.

• Self Assessment System


1. Pengertian Self Assessment System adalah sistem pemungutan pajak yang
memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya
pajak yang terutang ciri-cirinya :
• Wewengan untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak
sendiri
• Dalam hal ini wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan
melaporkan sendiri pajak yang terutang.
• Fiskus tidak ikut campur, akan tetapi hanya mengawasi.
• With Holding System
Pengertian With Holding System adalah sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang
bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak ciri-
cirinya : wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga,
pihak selain fiskus dan wajib pajak.
Dalam tata cara pemungutan pajak, pemungutan pajak dilarang diborongkan. Setiap
wajib pajak membayar pajak yang terutang berdasarkan surat ketetapan pajak atau
dibayar sendiri oleh wajib pajak berdasarkan peraturan perundang-undanga
perpajakan. Wajibpajak yang memenuhi kewajiban perpajakan berdasarkan penetapan
Kepala Daerah dibayar dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah
(SPTPD), Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB) dan/atau Surat
Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT).
Sekian pembahan mengenai pengertian pajak, fungsi pajak, syarat pemungutan pajak
dan tata cara pemungutan pajak, semoga tulisan saya mengenai pengertian pajak,
fungsi pajak, syarat pemungutan pajak dan tata cara pemungutan pajak dapat
bermanfaat.
J. HAK NEGARA PEMUNGUT PAJAK

Hak negara untuk memungut pajak didasari oleh beberapa hal antara lain:
1. Teori Asuransi
- Teori ini mempersamakan negara dengan perusahaan asuransi di mana
rakyatmembayar sejumlah premi tertentu untuk mendapatkan sesuatu yang mereka
harapkan pada saat-saat tertentu. Teori ini sudah tidak sesuai karena pajak tidak bisa
disamakandengan premi asuransi karena negara tidak menanggung kerugian rakyat
secaralangsung dan tidak ada hubungan langsung (kontraprestasi).
2. Teori Kepentingan
- Berdasarkan teori kepentingan, pemungutan pajak didasari atas kepentingan
masing-masing pembayar pajak kepada negaranya. Orang-orang yang memiliki
kepentinganlebih harus membayar pajak lebih besar dari yang tidak memiliki
kepentingan atautuntutan dari negaranya. Teori yang sudah tidak diterima ini tidak
tepat karena padakenyataannya tidak demikian karena efek pembayaran pajak tidak
dapat langsungdirasakan oleh wajib pajak.
3. Teori Gaya Pikul
- Teori ini manganggap bahwa dibutuhkan suatu layanan perlindungan
masyarakat darinegara yang biayanya dipikul bersama-sama dalam bentuk pajak.
Pada dasarnyasetiap warga negara seharusnya membayar jumlah pajak yang sama,
namun padakenyataannya ditentukan oleh faktor kekayaan dan kebutuhan materiil
seseorang berdasarkan jumlah tanggungan hidup.
4. Teori Kewajiban Pajak Mutlak (Teori Bakti)
- Teori ini menganggap bahwa kepentingan negara lebih penting dibandingkan
dengankepentingan warganya sehingga menimbulkan hak mutlak pemungutan pajak
olehnegara kepada rakyat negaranya. Rakyat memberi baktinya kepada negara dan
negaraakan memberi rakyatnya perlindungan, pelayanan, dan sebagainya.
5. Teori Asas Gaya Beli
- Menurut teori asas gaya beli, pajak dipungut dari rakyat akan menimbulkan
dampakyang baik kepada kedua belah pihak. Negar menyedot uang rakyat dari
pajak dannegara juga menyalurkan kembali uang pajak kepada masyarakat secara
tidaklangsung. Alasan kesejahteraan rakyat dijadikan daasar pemungutan pajak.

K. SYARAT PEMUNGUTAN PAJAK

1) Pajak harus adil, Pajak adalah produk hukum dan semua produk hokum diguankan
untuk mencapai dan menciptakan keadilan dalam hal pemungutan pajak. Keadilan ini
dijamin dan diatur oleh Undang
2) Pengaturan pajak harus adil, Sesuai dengan pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi :
pajak dan pungutan yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan Undang-
Undang dan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu : pemungutan pajak
dilakukan oleh negara yang berdasarkan UU tersebut harus dijamin kelancarannya dan
jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk tidak diperkarakan secara umum dan
terdapat jaminan hukum atas rahasia para wajib pajak,
3) Pungutan pajak tidak menganggu perekonomian: Pemungutan pajak harus
diusahakan sedemikian rupa agar tidak menganggu kondisi perekonomian, baik
kregaitan produksi, perdagangan maupun jasa. Pemungutan pajak jangan sampai
merugikan kepentingan masayarakat dan menghambat lajunya usaha masyarakat.
4) Pemungutan pajak harus efisien: Biaya yang dikeluarkan dalam pemungutan
pajak harus diperhitungkan. Jangan sampai pajak yang diterima lebih rendah
daripada biaya pengurusan pajak. Oleh Karena itu pemungutan pajak harus
sederhana dan efisien dalam hal waktu
DAFTAR PUSTAKA

• Mardiasmo, 2011. Perpajakan (Edisi Revisi Tahun 2011). Penerbit CV Andi


offset: Yogyakarta.
• http://effendi-dmth.blogspot.co.id/2012/07/dasar-dasar-pemungutan-
pajak.html#.V KHzvl97IU
• http://hukum-pajak.blogspot.co.id/2010/04/tata-cara-pemungutan-pajak.html
• Brotodihardjo, R.Santoso,Pengantar Ilmu Hukum Pajak,Jakarta:
PT.ERESCO,2000
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai