Anda di halaman 1dari 26

PENGANTAR PERPAJAKAN

POLITEKNIK POS INDONESIA


JURUSAN : AKUNTANSI
DOSEN : RIMA SUNDARI, SE.,M.Ak.,Ak.CA.
Phone : 081-222 5 3300
E-mail : rimasundari@poltekpos.ac.id
BANDUNG - 2020
TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM

Setelah menyelesaikan mata kuliah ini, mahasiswa


diharapkan mampu memahami dengan baik
pengetahuan dasar perpajakan sebagai pijakan
untuk mendalami pengetahuan praktek perpajakan
yang akan didapat pada mata kuliah Perpajakan
selanjutnya, yang dimulai dari pengetahuan umum
tentang perpajakan, sistem pemungutan,
penagihan, pencatatan/pembukuan, pembayaran,
dan pelaporan pajak secara benar dan tepat
waktu.
MATERI
1. Pengetahuan Umum Perpajakan
2. Dasar-dasar Perpajakan
3. Pemungutan Pajak dan hutang pajak
4. Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (KUP)
5. NPWP dan NPPKP
6. Pembayaran, pemotongan, pelaporan pajak, penetapan dan
ketetapan pajak
7. Penagihan pemeriksaan dan penyidikan pajak
8. UTS
9. Sanksi Perpajakan dan Pengadilan Pajak
10. Kewajiban Pembukuan dan Pencatatan
11. Pajak Negara, Pajak Daerah dan Pajak Internasional
12. PBB, BPHTB, dan Bea Materai
13. PPN dan PPNBm
14. PH Umum
15. PPH Final
16. UAS
DEFINISI PAJAK BERDASARKAN UU NO. 28 TAHUN 2007 TTG KETENTUAN
UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (KUP) :

 Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang


terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan
untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat .
PENGETAHUAN UMUM PERPAJAKAN
1.1. SEJARAH PERPAJAKAN DUNIA
Perkembangan sejarah perpajakan di dunia dimulai dengan kepentingan
suatu negara atau daerah untuk memenuhi kebutuhannya dalam menghadapi masa
peperangan yang berkepanjangan, memenuhi kepuasan sang penguasa dan untuk
menjalankan kepentingan umum di suatu negara atau daerah. Sejarah munculnya
pemungutan pajak di setiap daerah di latar belakangi oleh masalah yang berbeda
akan tetapi tujuan akhir pajak itu sendiri dari rakyat dan untuk rakyat, walaupun
pada awal mulanya pemungutan pajak itu hanya semata-mata untuk memenuhi
kepuasan sang penguasa saat itu. Berikut sejarah dari beberapa negara :
1. Mesir
Sejarah pemungutan pajak dimulai dari daerah Mesir dimana selama beberapa
periode pemerintahan Fir’aun, pemungutan pajak dikenal dengan nama Scribes.
Scribe yaitu pengenaan pajak atas minyak goreng. Pajak tidak akan dikenakan
terhadap minyak goreng yang bekas pakai.
2. Yunani
Pemungutan pajak terjadi di masa-masa perang bangsa Athena yang disebut pajak
Eisphora yang digunakan untuk membiayai peperangan.. Selain itu bangsa Athena
juga dikenai pemungutan Pajak Suara atau toll tax setiap bulan yang dikenal dengan
nama Metoikion. Pajak ini wajib dikenakan terhadap Wajib Pajak Luar Negeri, yaitu
mereka yang ibu dan bapaknya bukan orang Athena besarnya satu Drachma (mata
uang mereka) untuk laki-laki dan setengah Drachma untuk wanita.
3. Romawi
Pajak yang pertama diperkenalkan di Roma adalah Bea Pabean atas impor dan
ekspor yang disebut Portoria. Pada saat itu Kaisar yang berkuasa yairu Kaisar
Augustus dan dianggap sebagai ahli strategi pajak dalam Kekaisaran Roma. Kaisar
Augustus menetapkan Pajak Warisan untuk menyediakan Dana Pensiun bagi militer.
Selama zaman Kaisar Julius Caesar ada Pajak Penjualan yang dikenakan sebesar 1
persen atas penjualan. Khusus untuk penjualan budak dikenai 4 persen.
4. Inggris
Pada saat abad pertengahan,Inggris terkenal dengan perang yang berlangsung
selama 100 tahun dengan Perancis yang berakhir sekitar tahun 1453 M.Pada saat
itu,mulai dikenal sistem pajak yang dikenakan atas penghasilan,pajak
kekayaan,kantor dan pajak seorang pendeta. Pada saat itu,pajak tanah juga mulai
muncul pajak atas kepemilikan tanah dan bangunan.
5. Amerika
Sejarah pajak di Amerika berlangsung sangat panjang.Saat itu,rakyat Amerika
dikenakan pajak atas penghasilan mereka,yakni sekitar tahun 1812 M.Pajak ini
menggunakan tarif progressif,yaitu 0,08% untuk penghasilan diatas 60 pound dan
10% untuk penghasilan diatas 200 pound. Pajak ini dirumuskan tahun 1814 M tetapi
tidak pernah diberlakukan karena penandatanganan Ghent Treaty tahun 1815 M
yang mengakhiri kesewenang-wenangan. Tax Act 1861 M menentukan bahwa pajak
dikenakan, ditagih dan dibayar atas penghasilan tahunan setiap orang yang tinggal
di Amerika baik yang didapat dari properti, perdagangan profesional, pekerjaan, atau
magang yang dilakukan di Amerika atau tempat lain dari sumber apapun. Tarif
menurut Act ini adalah 3% atas penghasilan di atas 800 dolar dan 5% atas
penghasilan individu yang tinggal di luar Amerika.
Tax Act 1862 M diberlakukan dan ditandatangani oleh Presiden Lincoln
pada tanggal 1 Juli 1862. Tarifnya adalah 3% untuk penghasilan di atas 600 dolar
dan 5% atas penghasilan di atas 10.000 dolar.
1. 2. SEJARAH PERPAJAKAN INDONESIA

Perkembangan sejarah perpajakan di Indonesia dimulai dalam bentuk upeti


(pemberian secara cuma-cuma) yang dilaksanakan oleh rakyat (masyarakat)
kepada seorang raja atau penguasa. Saat itu, rakyat memberikan upetinya kepada
raja atau penguasa dalam bentuk natura berupa padi, ternak, atau hasil tanaman
lainnya seperti pisang, kelapa, dan lain-lain. Upeti ini merupakan bentuk sederhana
pajak yang diterapkan pada masa kerajaan. Pemberian yang diterima dari rakyat
saat itu digunakan untuk keperluan atau kepentingan raja atau penguasa
setempat dan tidak ada imbalan atau prestasi yang dikembalikan kepada rakyat
karena memang sifatnya hanya untuk kepentingan sepihak dan seolah-olah ada
tekanan secara psikologis karena kedudukan raja yang lebih tinggi status
sosialnya dibandingkan rakyat.
Pada masa penjajahan, penjajah menerapkan berbagai sistem perpajakan kepada
rakyat Indonesia yang bertujuan untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya dari
rakyat.

Pajak tanah diberlakukan pada saat Pulau Jawa diperintah oleh Inggris yang
dipimpin Letnan Jenderal Raffles. Pajak tanah waktu itu dinamakan Landrent, yang
artinya “sewa tanah”. Pajak tanah diberlakukan di Pulau Jawa oleh Raffles pada
tahun 1811 sampai dengan 1816. Landrent didasarkan pada suatu dalil bahwa “
semua tanah adalah milik Raja (souvereign), dan semua Kepala Desa dianggap
sebagai “penyewa” (pachetrs). Oleh karenanya mereka harus membayar “sewa
tanah” (Landrent) dengan natura secara tetap.
Ketika kekuasaan beralih pada Belanda Landrent diubah menjadi “landrente”,
sistem ini merubah sistem terdahulu dengan melakukan perubahan mengarah
kepada keadilan dan kepentingan rakyat, yang berlangsung sampai dengan tahun
1942. Di masa penjajahan Jepang tahun 1942 sampai dengan tahun 1945, sistem
pajak tanah yang dilaksanakan Belanda diambil alih sepenuhnya dan namanya
Setelah Indonesia merdeka, pajak tanah diubah menjadi pajak bumi. Di
Indonesia sejak zaman kolonial Belanda hingga sebelum tahun 1983 telah
diberlakukan cukup banyak Undang-Undang yang mengatur mengenai pembayaran
pajak, yaitu sebagai berikut:
1. Ordonansi Pajak Rumah Tangga;
2. Aturan Bea Meterai;
3. Ordonansi Bea Balik Nama;
4. Ordonansi Pajak Kekayaan;
5. Ordonansi Pajak Kendaraan Bermotor;
6. Ordonansi Pajak Upah;
7. Ordonansi Pajak Potong;
8. Ordonansi Pajak Pendapatan;
9. Ordonansi Pajak Perseroan;
10. Undang-Undang Pajak Radio;
11. Undang-Undang Pajak Pembangunan I;
12. Undang-Undang Pajak Peredaran;
13. Undang-Undang Pajak Bumi atau Iuran Pembangunan Daerah (IPEDA).
Sejak tahun 1983, dunia perpajakan di Indonesia memasuki babak
baru yaitu dengan melakukan reformasi sistem dan ketentuan
perpajakan. Perubahan yang dilakukan adalah dengan mengubah
sistem pemungutan pajak dari sebelumnya yang masih menggunakan
official assessment system yang diubah menjadi self assessment
system. Dalam sistem pemungutan pajak yang baru ini, masyarakat
dan Wajib Pajak yang berperan utama dalam melakukan proses
menghitung, memperhitungkan, menyetor dan melaporkan kewajiban
pajaknya sendiri.
Sejak tahun 1984 di Indonesia berlaku 9 (sembilan) Undang-Undang Perpajakan.
Kesembilan Undang-Undang ini hingga saat ini telah mengalami perubahan yaitu
sebagai berikut :
1. Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP)
- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983
- Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994
- Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000
- Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007
- Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009
2.Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991
- Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994
- Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000
- Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
3. Undang-Undang tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM)
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1984 (Penetapan Pemberlakuan UU
PPN)
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994
- Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000
- Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009
4.Undang-Undang tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
- Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985
- Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994
5.Undang-Undang tentang Bea Meterai (BM)
- Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985
6. Undang-Undang tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
(BPHTB)
- Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 (Penetapan Pemberlakuan UU
BPHTB)
- Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000
7. Undang-Undang tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP)
- Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997
- Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000
8. Undang-Undang tentang Pengadilan Pajak
- Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002
9. Undang-Undang tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
- Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997
- Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000
- Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
1.3 Modernisasi Perpajakan Indonesia

Semenjak tahun 2002, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah meluncurkan


program perubahan atau reformasi administrasi perpajakan yang biasa disebut
modernisasi. Jiwa dari program modernisasi ini adalah pelaksanaan Good
Governance, yaitu penerapan sistem administrasi perpajakan yang
transparan dan akuntabel, dengan memanfaatkan sistem informasi teknologi
yang handal dan terkini. Strategi yang ditempuh adalah pemberian pelayanan
prima sekaligus pengawasan intensif kepada para Wajib Pajak. Tujuan
modernisasi yang ingin dicapai adalah meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib
Pajak, meningkatkan kepercayaan masyarakat, dan meningkatkan produktivitas
dan integritas aparat pajak.
Untuk mewujudkan modernisasi perpajakan di Indonesia, maka program reformasi
adminsitrasi perpajakan perlu dirancang dan dilaksanakan secara menyeluruh dan
komprehensif. Perubahan-perubahan yang dilakukan meliputi bidang-bidang
berikut:

• Struktur organisasi

Untuk melaksanakan perubahan secara lebih efektif dan efisien, sekaligus


mencapai tujuan organisasi yang diinginkan, penyesuaian struktur organisasi
DJP merupakan suatu langkah yang harus dilakukan dan sifatnya cukup strategis.
Sebagai langkah pertama, untuk memudahkan Wajib Pajak, ke tiga jenis kantor
pajak yang ada, yaitu Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Kantor Pelayanan Pajak
Bumi dan Bangunan (KPPBB), serta Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak
(Karikpa), dilebur menjadi Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Dengan demikian Wajib
Pajak cukup datang ke satu kantor saja untuk menyelesaikan seluruh masalah
perpajakannya.
Account Representative, yang mempunyai tugas antara lain
memberikan bantuan konsultasi perpajakan kepada Wajib Pajak,
memberitahukan peraturan perpajakan yang baru, dan mengawasi
kepatuhan wajib pajak.
• Proses bisnis dan teknologi informasi dan komunikasi
Kunci perbaikan birokrasi yang berbeli-belit adalah perbaikan business process, yang
mencakup metode, sistem, dan prosedur kerja. Untuk itu, perbaikan business process
merupakan pilar penting program modernisasi DJP, yang diarahkan pada penerapan full
automation dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, terutama untuk
pekerjaan yang sifatnya klerikal. Diharapkan dengan full automation, akan tercipta suatu
business process yang efisien dan efektif karena administrasi menjadi cepat, mudah,
akurat, dan paperless, sehingga dapat meningkatkan pelayanan terhadap Wajib Pajak,
baik dari segi kualitas maupun waktu. Langkah awal perbaikan business process adalah
penulisan dan dokumentasi Standard Operating Procedures (SOP) untuk setiap kegiatan di
seluruh unit DJP. Sampai dengan akhir tahun 2007, sekitar 1900 SOP di lingkungan DJP telah
berhasil diidentifikasikan, ditulis, dan dijadikan acuan pelaksanaan tugas dan pekerjaan bagi
para pegawai. Selain penulisan SOP, perbaikan business process dilakukan antara lain dengan
penerapan e-system dengan dibukanya fasilitas e-filing (pengiriman SPT secara online melalui
internet), e-SPT (penyerahan SPT dalam media digital), e-payment (fasilitas pembayaran online
untuk PBB), dan e-registration (pendaftaran NPWP secara online melalui internet).
• Manajemen sumber daya manusia
Departemen Keuangan secara keseluruhan telah meluncurkan program Reformasi Birokrasi
sejak akhir tahun 2006. Fokus program reformasi ini adalah perbaikan sistem dan manajemen
SDM, dan direncanakan perubahan yang dilakukan sifatnya lebih menyeluruh. Hal ini perlu dan
mendesak untuk dilakukan, karena disadari bahwa elemen yang terpenting dari suatu sistem
organisasi adalah manusianya. Secanggih apapun struktur, sistem, teknologi informasi,
metode dan alur kerja suatu organisasi, semua itu tidak akan dapat berjalan dengan
optimal tanpa didukung SDM yang capable dan berintegritas. Sebagai catatan, pembuatan
dan dokumentasi SOP untuk seluruh proses pekerjaan dapat dimanfaatkan juga sebagai
standar penilaian kinerja. Secara bersamaan dilakukan penilaian terhadap seluruh pegawai
secara lebih obyektif dan konsisten sekaligus standar kompetensi jabatannya melalui proyek
assessment center. Selisih (gap) antara hasil penilaian pegawai dengan standar kompetensi
jabatan yang didudukinya dijadikan dasar perancangan program capacity building (termasuk
pendidikan dan pelatihan) yang lebih fokus dan terarah. Saat ini, DJP sedang mengembangkan
berbagai program pelatihan melalui metode Adult Learning Principles.
Manfaat program modernisasi bagi Wajib Pajak adalah sebagai berikut :
 Pelayanan yang lebih baik, terpadu, dan personal, melalui:
o Konsep One Stop Service yang melayani seluruh jenis pajak (PPh, PPN,
PBB & BPHTB)
o Adanya tenaga Account Representative (AR) dengan tugas antara lain :
- konsultasi untuk membantu segala permasalahan WP
- mengingatkan WP atas pemenuhan kewajiban perpajakannya
- update atas peraturan perpajakan yang terbaru
o Pemanfaatan IT secara maksimal: email, e-SPT, e-filing, dll
o SDM yang profesional
- adanya fit and proper test dan competency mapping
- pelaksanaan kode etik yang tegas dan konsisten
- pemberian tunjangan khusus
o Pemeriksaan yang lebih terbuka dan profesional dengan konsep spesialisasi

 Penerapan dan penegakan GOOD GOVERNANCE di semua lini


1.4 Dasar Hukum Pajak Di Indonesia

Agar ada keadilan dalam menjalankan pungutan pajak, maka harus ada dasar
hukum atau undang-undang yang mengaturnya. Dasar hukum perpajakan di
Indonesia diatur dalam pasal 23A UUD 1945 yang menyatakan : “Pajak dan
pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan
undang-undang”.
1.5 Pengertian dan Pembagian Hukum Pajak Di Indonesia
Pengertian hukum pajak menurut Rochmat Soemitro adalah: “Kumpulan peraturan
yang mengatur antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai
pembayar pajak”.
Selanjutnya, Santoso Brotodiharjo R. Santoso Brotodihardjo, S.H., (1986 : 1) juga
memberikan pengertian mengenai hukum pajak sebagai berikut : “Hukum Pajak
yang disebut juga Hukum Fiskal, adalah keseluruhan dan peraturan-peraturan yang
meliputi wewenang pemerintah, untuk mengambil kekayaan seseorang dan
menyerahkannya kembali kepada masyarakat dengan melalui Kas Negara, sehingga
ia merupakan bagian dari Hukum Publik, yang mengatur hubungan-hubungan
hukum antar negara dan orang-orang atau badan-badan (Hukum) yang
berkewajiban membayar pajak (selanjutnya disebut Wajib Pajak)”.
Pengertian Hukum Pajak Secara Umum dapat diartikan sebagai suatu kumpulan
peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah sebagai
pemunggut pajak dan rakatnya sebagai pembayar pajak. (Erly Suandi:2002)
Hukum Publik ialah hukum yang mengatur hubungan Hukum antara Pemerintah
dengan warganya, sedangkan Hukum Perdata ialah Hukum yang mengatur
hubungan Hukum antara perorangan di dalam masyarakat.
Hukum pajak dibedakan menjadi 2, yaitu hukum pajak material dan hukum
pajak formal :
1. Hukum pajak materiil
Memuat norma norma yang menerangkan antara lain :
 keadaaan, perbuatan, peristiwa hukum yang dikenai pajak (obyek pajak),
 siapa yang dikenakan pajak (subyek pajak)
 berapa besar pajak yang dikenakan (tariff)
 segala sesuatu tentang timbul dan hapusnya hutang pajak, dan
 hubungan hukum antara pemerintah dan wajib pajak
Berikut ini merupakan contoh-contoh hukum pajak material secara rinci,diantaranya :
 UU No. 17 tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan
 UU No. 18 tahun 2000 tentag Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa dan Pajak Atas
Penjualan Barang Mewah (PPN dan PPnBM)
 UU No. 12 tahun 1994 tentang Pajak Bumi Dan Bangunan (PBB)
 UU No. 13 tahun 1985 tentang Bea Materai
 UU No. 34 tahun 2000 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah
 UU No. 20 tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan.
2. Hukum pajak formal
Memuat bentuk/tata cara untuk mewujudkan hukum materiil menjadi
kenyataan (cara melaksanakan hukum pajak materiil). Hukum ini memuat antara
lain :
 Tata cara penyelenggaraan (prosedur) penetapan penetapan suatu hutang
pajak
 Hak-hak fiskus untuk mengadakan pengawasan terhadap wajib pajak
mengenai keadaaan, perbuatan dan peristiwa yang menimbulkan hutang pajak.
 Kewajiban wajib pajak misalnya menyelenggaran pembukuan/pencatatan, dan
hak-hak wajib pajak misalnya mengajukan keberatan dan banding.
Contoh : UU Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan.
Literatur
1) Anastasia Diana SE., Ak., Perpajakan Indonesia, Andi Offset, Yogyakarta, 2011
2) Edy Supriyanto SE.,M.Si.,Ak., Akuntansi Perpajakan,Graha Ilmu,Yogyakarta, 2011
3) Erly Suandy, Perencanaan Pajak, Salemba Empat, Jakarta, 2011
4) Herry Purwono, Dasar-Dasar Perpajakan dan Akuntansi Pajak, Erlangga, 2010
5) Prof. Dr. Mardiasmo MBA.,Ak., Perpajakan, Edisi Revisi 2011, Andi Offset,
Yogyakarta, 2011
6) Dra. Siti Resmi MM.,Ak., Perpajakan Teori dan Kasus, Edisi 6, Salemba Empat,
Jakarta, 2011
7) Dr. Waluyo M.Sc.,Ak., Perpajakan Indonesia, Edisi 10, Salemba Empat, Jakarta, 2011
8) Undang-Undang No. 6 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 tentang KUP
9) Undang-Undang No. 6 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 2008 tentang
KUP
10) Undang-Undang No.7 tahun 1983 sebagaimana telah dirubah dengan Undang-
Undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
11) Undang-Undang No. 18 Tahun 2000 tentang PPN dan PPn BM
12) Undang-Undang No. 12 Tahun 1994 tentang PBB
13) Undang-Undang No. 20 Tahun 2000 tentang BPHT
14) Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 tentang Bea Materai

Anda mungkin juga menyukai