Pajak tanah diberlakukan pada saat Pulau Jawa diperintah oleh Inggris yang
dipimpin Letnan Jenderal Raffles. Pajak tanah waktu itu dinamakan Landrent, yang
artinya “sewa tanah”. Pajak tanah diberlakukan di Pulau Jawa oleh Raffles pada
tahun 1811 sampai dengan 1816. Landrent didasarkan pada suatu dalil bahwa “
semua tanah adalah milik Raja (souvereign), dan semua Kepala Desa dianggap
sebagai “penyewa” (pachetrs). Oleh karenanya mereka harus membayar “sewa
tanah” (Landrent) dengan natura secara tetap.
Ketika kekuasaan beralih pada Belanda Landrent diubah menjadi “landrente”,
sistem ini merubah sistem terdahulu dengan melakukan perubahan mengarah
kepada keadilan dan kepentingan rakyat, yang berlangsung sampai dengan tahun
1942. Di masa penjajahan Jepang tahun 1942 sampai dengan tahun 1945, sistem
pajak tanah yang dilaksanakan Belanda diambil alih sepenuhnya dan namanya
Setelah Indonesia merdeka, pajak tanah diubah menjadi pajak bumi. Di
Indonesia sejak zaman kolonial Belanda hingga sebelum tahun 1983 telah
diberlakukan cukup banyak Undang-Undang yang mengatur mengenai pembayaran
pajak, yaitu sebagai berikut:
1. Ordonansi Pajak Rumah Tangga;
2. Aturan Bea Meterai;
3. Ordonansi Bea Balik Nama;
4. Ordonansi Pajak Kekayaan;
5. Ordonansi Pajak Kendaraan Bermotor;
6. Ordonansi Pajak Upah;
7. Ordonansi Pajak Potong;
8. Ordonansi Pajak Pendapatan;
9. Ordonansi Pajak Perseroan;
10. Undang-Undang Pajak Radio;
11. Undang-Undang Pajak Pembangunan I;
12. Undang-Undang Pajak Peredaran;
13. Undang-Undang Pajak Bumi atau Iuran Pembangunan Daerah (IPEDA).
Sejak tahun 1983, dunia perpajakan di Indonesia memasuki babak
baru yaitu dengan melakukan reformasi sistem dan ketentuan
perpajakan. Perubahan yang dilakukan adalah dengan mengubah
sistem pemungutan pajak dari sebelumnya yang masih menggunakan
official assessment system yang diubah menjadi self assessment
system. Dalam sistem pemungutan pajak yang baru ini, masyarakat
dan Wajib Pajak yang berperan utama dalam melakukan proses
menghitung, memperhitungkan, menyetor dan melaporkan kewajiban
pajaknya sendiri.
Sejak tahun 1984 di Indonesia berlaku 9 (sembilan) Undang-Undang Perpajakan.
Kesembilan Undang-Undang ini hingga saat ini telah mengalami perubahan yaitu
sebagai berikut :
1. Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP)
- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983
- Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994
- Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000
- Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007
- Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009
2.Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991
- Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994
- Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000
- Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
3. Undang-Undang tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM)
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1984 (Penetapan Pemberlakuan UU
PPN)
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994
- Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000
- Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009
4.Undang-Undang tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
- Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985
- Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994
5.Undang-Undang tentang Bea Meterai (BM)
- Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985
6. Undang-Undang tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
(BPHTB)
- Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 (Penetapan Pemberlakuan UU
BPHTB)
- Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000
7. Undang-Undang tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP)
- Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997
- Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000
8. Undang-Undang tentang Pengadilan Pajak
- Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002
9. Undang-Undang tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
- Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997
- Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000
- Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
1.3 Modernisasi Perpajakan Indonesia
• Struktur organisasi
Agar ada keadilan dalam menjalankan pungutan pajak, maka harus ada dasar
hukum atau undang-undang yang mengaturnya. Dasar hukum perpajakan di
Indonesia diatur dalam pasal 23A UUD 1945 yang menyatakan : “Pajak dan
pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan
undang-undang”.
1.5 Pengertian dan Pembagian Hukum Pajak Di Indonesia
Pengertian hukum pajak menurut Rochmat Soemitro adalah: “Kumpulan peraturan
yang mengatur antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai
pembayar pajak”.
Selanjutnya, Santoso Brotodiharjo R. Santoso Brotodihardjo, S.H., (1986 : 1) juga
memberikan pengertian mengenai hukum pajak sebagai berikut : “Hukum Pajak
yang disebut juga Hukum Fiskal, adalah keseluruhan dan peraturan-peraturan yang
meliputi wewenang pemerintah, untuk mengambil kekayaan seseorang dan
menyerahkannya kembali kepada masyarakat dengan melalui Kas Negara, sehingga
ia merupakan bagian dari Hukum Publik, yang mengatur hubungan-hubungan
hukum antar negara dan orang-orang atau badan-badan (Hukum) yang
berkewajiban membayar pajak (selanjutnya disebut Wajib Pajak)”.
Pengertian Hukum Pajak Secara Umum dapat diartikan sebagai suatu kumpulan
peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah sebagai
pemunggut pajak dan rakatnya sebagai pembayar pajak. (Erly Suandi:2002)
Hukum Publik ialah hukum yang mengatur hubungan Hukum antara Pemerintah
dengan warganya, sedangkan Hukum Perdata ialah Hukum yang mengatur
hubungan Hukum antara perorangan di dalam masyarakat.
Hukum pajak dibedakan menjadi 2, yaitu hukum pajak material dan hukum
pajak formal :
1. Hukum pajak materiil
Memuat norma norma yang menerangkan antara lain :
keadaaan, perbuatan, peristiwa hukum yang dikenai pajak (obyek pajak),
siapa yang dikenakan pajak (subyek pajak)
berapa besar pajak yang dikenakan (tariff)
segala sesuatu tentang timbul dan hapusnya hutang pajak, dan
hubungan hukum antara pemerintah dan wajib pajak
Berikut ini merupakan contoh-contoh hukum pajak material secara rinci,diantaranya :
UU No. 17 tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan
UU No. 18 tahun 2000 tentag Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa dan Pajak Atas
Penjualan Barang Mewah (PPN dan PPnBM)
UU No. 12 tahun 1994 tentang Pajak Bumi Dan Bangunan (PBB)
UU No. 13 tahun 1985 tentang Bea Materai
UU No. 34 tahun 2000 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah
UU No. 20 tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan.
2. Hukum pajak formal
Memuat bentuk/tata cara untuk mewujudkan hukum materiil menjadi
kenyataan (cara melaksanakan hukum pajak materiil). Hukum ini memuat antara
lain :
Tata cara penyelenggaraan (prosedur) penetapan penetapan suatu hutang
pajak
Hak-hak fiskus untuk mengadakan pengawasan terhadap wajib pajak
mengenai keadaaan, perbuatan dan peristiwa yang menimbulkan hutang pajak.
Kewajiban wajib pajak misalnya menyelenggaran pembukuan/pencatatan, dan
hak-hak wajib pajak misalnya mengajukan keberatan dan banding.
Contoh : UU Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan.
Literatur
1) Anastasia Diana SE., Ak., Perpajakan Indonesia, Andi Offset, Yogyakarta, 2011
2) Edy Supriyanto SE.,M.Si.,Ak., Akuntansi Perpajakan,Graha Ilmu,Yogyakarta, 2011
3) Erly Suandy, Perencanaan Pajak, Salemba Empat, Jakarta, 2011
4) Herry Purwono, Dasar-Dasar Perpajakan dan Akuntansi Pajak, Erlangga, 2010
5) Prof. Dr. Mardiasmo MBA.,Ak., Perpajakan, Edisi Revisi 2011, Andi Offset,
Yogyakarta, 2011
6) Dra. Siti Resmi MM.,Ak., Perpajakan Teori dan Kasus, Edisi 6, Salemba Empat,
Jakarta, 2011
7) Dr. Waluyo M.Sc.,Ak., Perpajakan Indonesia, Edisi 10, Salemba Empat, Jakarta, 2011
8) Undang-Undang No. 6 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 tentang KUP
9) Undang-Undang No. 6 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 2008 tentang
KUP
10) Undang-Undang No.7 tahun 1983 sebagaimana telah dirubah dengan Undang-
Undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
11) Undang-Undang No. 18 Tahun 2000 tentang PPN dan PPn BM
12) Undang-Undang No. 12 Tahun 1994 tentang PBB
13) Undang-Undang No. 20 Tahun 2000 tentang BPHT
14) Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 tentang Bea Materai