DISUSUN OLEH :
KELAS: 1 A
perkuliahan. Adapun tema yang kami angkat adalah berkaitan dengan Konsep
masih jauh dari sempurna baik dalam isinya maupun dalam penyajianya, berkat
dorongan dan bimbingan dari semua pihak maka penulisan makalah ini dapat
terselesaikan.
Semoga karya sederhana ini layak untuk dijadikan sumber rujukan dalam
kontribusi praktis maupun akademik bagi internal civitas akademik Institut Ilmu
Hukum dan Ekonomi, utamanya bagi Fakultas Hukum, Jurusan Ilmu Hukum, Dan
tak dipungkiri bagi semua golongan. Semua kebenaran dalam makalah adalah
semata dari Allah SWT dan miliknya, sedangkan segala kesalahan kekurangan
Sengkang, 2022
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTARA..................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah...............................................................................2
C. Tujuan.................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpula.........................................................................................18
B. Saran.................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................19
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
pidana/delik) dapat terjadi kapan saja dan dimana saja. Berbagai bentuk tindak
yang diajarkan dalam ilmu hukum pidana latar belakang orang melakukan tindak
indeterminisme maupun dari luar diri pelaku yang disebut determinisme. Dalam
makalah ini akan membahas mengenai cara merumuskan perbuatan pidana, jenis-
jenis dalam tindak pindana serta subjek tindak pidana itu sendiri.
1
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
2
BAB II
LANDASAN TEORI
bidang hukum pidana kepastian hukum atau lex certa merupakan hal yang
esensial, dan ini telah ditandai oleh asas legalitas pada pasal 1 ayat 1 KUHP.
Untuk benar-benar yang apa yang diamaksudkan didalam pasal-pasl itu masih
diperlukan penafsiran.
lainnya, yang merinci lebih lanjut mengenai cara bagaimana merumuskan suatu
tindak pidana.
Dalam buku II dan III KUHP Indonesia terdapat berbagai cara atau
melawan hukum yang dilarang atau yang diperintahkan untuk dilakukan, dan
diperintahkan untuk dilakukan dicantumkan juga sikap batin yang harus dipunyai
jonkers (terjemahan Bina Aksara 1987 : 136-137) ialah dengan menerangkan atau
menguraikannya, misalnya rumusan delik menurt pasal 279, 281, 286, 242
3
KUHP. Cara yang kedua ialah pasal undang-undang tertentu menguraikan unsur-
unsur perbuatan pidana, lalu ditambahkan pula kualifikasi atau sifat dan gelar
delik itu, misalnya pemalsusan tulisan (pasal 263 KUHP), pencurian (pasal 362
KUHP), penggelapan (pasal 372 KUHP), penipuan (pasal 378 KUHP). Cara yang
ketiga ialah pasal undang-undang tertentu hanay menyebut kualifiasi (sifat, gelar)
(pasal 351 KUHP). Kedua pasal tersebut tidak menjelaskan arti perbuatan
menimbulkan mestapa atau derita atau rasa sakit pada orang lain pada orang lain.
pidana :
Pidana.
Dari sudut ini, maka dapat dilihat bahwa setidak-tidaknya ada 3 cara
perumusan, ialah:
Cara ini diguanakan terutama dalam hal merumuskan tindak pidana dalam
(perusakan).
4
Dalam hal tindak pidana yang tidak masuk dalam kelompok bentuk
standard diatas, juga ada tindak pidana lainnya yang dirumuskan secara
(pemberontakan).
unsur ini dapat dirinci secara jelas, dan untuk menyatakan seseorang
Ancaman Pidana.
tindak pidana pada pasal 242 di beri kualifikasi sumpah palsu, stellionat
Tindak pidana yang dirumuskan dengan cara ini adalah yang paling
sedikit. Hanya dijumpai pada pasal tertentu saja. Model perumusan ini
dengan cara yang sangat singkat ini dilatarbelakangi oleh semua ratio
5
dirumuskan dengan sangat singkat yakni, penganiayaan (mishandeling)
diancam dengan pidala penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau
Dari sudut titik beratnya larangan maka dapat diberikan pula antara
merumuskan dengan cara formil (pada tindak pidana formil) dan dengan
yang menjadi larangan itu selesai dilakukan, maka tindak pidana itu
selesai pula, tanpa bergantung pada akibat yang timbul dari perbuatan
Unsur tindak pidana ini dinamakan unsur melawan hukum yang subyektif,
6
hukum, sehingga menjadi unsur objektif bagi para sarjana hukum yang
berpendapat monitis terhadap tindak pidana, atau merupakan unsur actus reus,
criminal act, perbuatan kriminal bagi yang perpendapat dualisasi terhadap tindak
pidana.
sebagainya.
perbuatan pidana itu akaibatnya telah timbul apa belum. Jika wujud
3. Dari Sudut Pembedaan Tindak Pidana Antara Bentuk Pokok, Bentuk Yang
7
I. Perumusan Dalam Bentuk Pokok
yang diperberat dan bentuk yang lebih ringan, juga cara merumuskannya
pokok dan dalam bentuk yeng diperberat dan atau yeng lebih ringan.
merupakan pengertian yuridis dari tindak pidana itu. Misalnya pasal 338,
Rumusan dalm bentuk yang lebih berat dan atau lebih ringan dari
pasal bentuk pokok (misalnya: 364, 373, 379) atau kualifikasi bentuk
pidana prinsip penghematan kata-kata (ekonomis) namun tegas dan jelas tetap
8
B. Jenis-Jenis Tindak Pidana
a. Kejahatan (crims)
c. Pelanggaran (contravenrions)
Menurut KUHP yang berlaku sekarang, peristiwa pidana itu ada dalam
dan pelanggaran. KUHP hanya menentukan semua yang terdapat dalam buku II
adalah kejahatan, sedangkan semua yang terdapat dalam buku III adalah
pelangaran.
9
209, 210 KUHP); sumpah palsu (pasal 242 KUHP); pemalsuan surat
pidana ini baru selesai apabila akibat yang tidak dikehendaki itu telah
terjadi. Kalau belum maka paling banyak hanya ada percobaan. Misal :
(pasal 338 KUHP). Batas antara delik formil dan materiil tidak tajam
karena kesengajaan.
Contohnya:
Delik kesengajaan: 362 (maksud), 338 (sengaja), 480 (yang diketahui) dll
10
commissionis) dan tindak pidana pasif/negatif, disebut juga tindak pidana
Perbuatan aktif ini terdapat baik dalam tindak pidana yang dirumuskan
Berbeda dengan tindak pidana pasif, dalam tindak pidana pasif, ada
Di sini ia telah melakukan tindak pidana pasif. Tindak pidana ini dapat
pada pembunuhan 338 (sebenarnya tindak pidana aktif), tetapi jika akibat
seorang ibu tidak mnyusui anaknya agar mati, peruatan ini melanggar
Contohnya:
11
5. Berdasarkan saat dan jangka waktu terjadinya: Maka dapat dibedakan
antara tindak pidana terjadi seketika dan tindak pidana terjadi dalam waktu
Tindak pidana yang terjadi dalam waktu yang seketika disebut juga
Contohnya:
oleh setiap orang sedangkan yang dimaksud dengan tindak pidana khusus
tertentu. Contoh tindak pidana khusus adalah dalam Titel XXVIII Buku II
pegawai negeri.
Contohnya:
12
Delik khusus: UU No. 31 th 1999 tentang tindak pidana korupsi,
7. Dilihat dari sudut subjek hukumnya: Dapat dibedakan antara tindak pidana
communia (delicta communia) yang dapat dilakukan siapa saja dan tindak
(pidana propia) dapat dilakukan hanya oleh orang yang memiliki kualitas
pribadi tertentu.
Jika dilihat dari sudut subjek hukumnya, tindak pidana itu dapat
dibedakan antara tindak pidana yang dapat dilakukan oleh semua orang
Contohnya:
dibedakan antara tindak pidana biasa (gewone delicten) dan tindak pidana
13
Contohnya:
menyebabkan luka berat atau matinya orang (pasal 351 ayat 2, 3 KUHP),
pencurian pada waktu malam hari dsb. (pasal 363). Ada delik yang
seperti tindak pidana terhadap nyawa dan tubuh, terhadap harta benda,
11. Dari sudut berapa kali perbuatan untuk menjadi suatu larangan, dibedakan
Tindak pidana tunggal adalah tindak pidana yang terdiri atas satu
perbuatan yang hanya dilakukan sekali saja. Contoh pasal 480 KUHP
14
(Penadahan). Sedangkan yang dimaksud dengan tindak pidana bersusun
adalah delik yang terdiri atas beberapa perbuatan. Contohnya adalah dalam
juga disebut gewoonte delicten (delik kebiasaan) yang mungkin atau biasa
penyertaan ini berarti ada dua orang atau lebih mengambil bagian untuk
kualifikasi pelaku (subjek) tindak pidana diatur dalam Pasal 55-56 KUHP.
Dalam KUHP terdapat lima bentuk yang merupakan subjek tindak pidana,
1. Mereka yang melakukan (dader). Satu orang atau lebih yang melakukan
tindak pidana.
niat sama dengan niat orang lain, sehingga mereka sama-sama mempunyai.
15
4. Penggerakan (uitlokking). Penggerakan atau dikenal juga sebagai Uitlokking
adalah perbuatan orang, pada dasarnya yang dapat melakukan tindak pidana itu
berikut :
“barang siapa yang …….”. Kata “barang siapa” ini tidak dapat diartikan lain
1) Pidana pokok :
pidana mati
pidana penjara
pidana kurungan
2) Pidana tambahan :
16
dimumkannya keputusan hakim
3. Dalam pemeriksaan perkara dan juga sifat dari hukum pidana yang dilihat ada
pidana denda kepada koorporasi, oleh karena pihak yang dijatuhi pidana
pengganti dengan denda (pasal 30 (1), (2), (3) dan (4) KUHP).
17
BAB IV
PENUTUP
B. Kesimpulan
Tindakn pidana berkualifikasi dan formil, karena tindak pidana ini terjadi karena
pasal 362 dan 365 ayat (1) dan (2) ). Pada kasus pencurian dasar (Pokok), pelaku
dapat dituntut maksimal hukuman penjara lima tahun, akan tetapi pada kasus
sehingga keenam pelaku dapat dijerat pasal 365 KUHP dengan hukuman penjara
maksimal dua belas tahun. Para pelaku pada kasus di atas dianggap cakap hukum,
yang tepat diberikan pada mereka, selain merujuk kepada pasal – pasal dalam
KUHP, akan disesuaikan juga dengan keyakinan hakim dan yurisprudensi pada
kasus ini.
C. Saran
kekurangan, kekeliruan dan kesalahan. Untuk itu kepada pembaca kami mohon
kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
18
DAFTAR PUSTAKA
Grafindo Persada.
C.S.T. Kansil dan Christine. 2007, Pokok-Pokok Hukum Pidana, Jakarta: PT.
Pradnya Paramita.
Huda Chairul. 2006, Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada
Prasetyo Teguh. 2011, Hukum Pidana, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
19