BAB II
LANDASAN TEORI
pajak bagi anggaran pemerintah begitu besar sehingga pajak memiliki peran yang
untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara. Ada beberapa definisi pajak yang
diungkapkan oleh para ahli, diantaranya : Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro,
Sedangkan definisi pajak menurut S.I Djajadiningrat didalam buku Indra Efendi
Dan definisi pajak menurut Prof. Dr. P.J.A. Andriani didalam buku Dr. St. Dwiarso
dalam negeri (daerah pabean), baik konsumsi Barang Kena Pajak (BKP)
konsumsi di dalam negeri (di dalam daerah pabean), baik konsumsi barang
nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen.”
barang berwujud dan Barang Kena Pajak (BKP). Penyerahan Barang Kena Pajak
(BKP) dalam peraturan tentang PPN ini adalah penyerahan Barang Kena Pajak
(BKP) karena suatu perjanjian, pengalihan Barang Kena Pajak (BKP) karena suatu
perjanjian sewa beli (leasing) dan pengalihan hasil produksi dalam keadaan
bergerak.
Sedangkan yang dimaksud penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) meliputi
pemberian Jasa Kena Pajak (JKP) yang dilakukan dalam lingkungan perusahaan
atau untuk kepentingan sendiri. Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ditetapkan
sebesar 10% dan tarif atas ekspor Barang Kena Pajak (BKP)/ Jasa Kena Pajak
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Penghasilan. Namun dasar hukum Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ini baru
1983, lahirlah Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994. Beberapa poin penting dari
kebijakan ini adalah penjelasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebagai pajak tidak
langsung yang dihitung oleh penjual tetapi dibayar oleh orang lain (pembeli).
adanya sistem Multi Stage Tax sebagai pajak yang dikenakan secara bertingkat,
(PPN) sejak dari pabrik, pedagang besar sampai pengecer dikenakan Pajak
langsung terhadap pajak atas konsumsi dalam negeri sebagai pajak yang dikenakan
consumption type VAT (jenis konsumsi PPN) sebagai pajak yang dipungut atas nilai
tambah, penerapan non cummulative tax yaitu sistem pengenaan pajak pada
barang/jasa yang telah dikenakan terhadap barang/jasa yang telah dikenakan pajak
Pertambahan Nilai (PPN) dan pajak objektif sebagai pajak yang dikenakan atas
undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Dengan kata lain, peraturan ini merupakan
dasar hukum terbaru yang mengatur tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Undang-undang yang menjadi dasar hukum Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ini
status Pengusaha Kena Pajak (PKP) sebagai pihak yang wajib menyetor dan
melaporkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah (PPnBM) yang terutang, hingga kewajiban pengusaha kecil yang sudah
penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) didalam daerah pabean yang dilakukan oleh
pengusaha, impor Barang Kena Pajak (BKP), penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP)
dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha, pemanfaatan Barang Kena
Pajak (BKP) tidak berwujud dari luar daerah pabean didalam daerah pabean,
ekspor Barang Kena Pajak (BKP) berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP),
ekspor Barang Kena Pajak (BKP) tidak berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak
(PKP) dan ekspor Jasa Kena Pajak (JKP) oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Pertambahan Nilai (PPN) atas penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) yang dibatalkan
Pertambahan Nilai (PPN) diatur melalui PMK No. 197/PMK.03/2013 yang juga
mengatur Pengusaha Kena Pajak (PKP) sebagai pihak yang wajib melaporkan
pajaknya karena jumlah penjualan barang dan jasa yang sudah melebihi
tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan
Nilai (PPN). Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 81 Tahun 2015 pasal 1 ayat
(2) tentang Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis yang atas impornya
No. 81 Tahun 2015 pasal 2 ayat (2) tentang Barang Kena Pajak tertentu yang
Pertambahan Nilai menyatakan bahwa barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha
pajak/jasa kena pajak didalam daerah pabean dan melakukan ekspor barang
kena pajak berwujud/barang kena pajak tidak berwujud atau jasa kena pajak.
11
Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) dengan jumlah peredaran bruto
berwujud dan/atau jasa Kena Pajak (JKP) dari luar daerah pabean
4. Pemungut pajak yang ditunjuk oleh pemerintah, yang terdiri atas kantor
bendahara proyek.
oleh pengusaha.
a. Barang berwujud yang diserahkan merupakan barang kena pajak.
b. Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan barang kena pajak tidak
berwujud.
c. Penyerahan dilakukan didalam daerah pabean.
d. Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.
2. Impor Barang Kena Pajak (BKP).
12
Pajak juga dipungut pada saat impor Barang Kena Pajak (BKP).
Berbeda dengan penyerahan barang kena pajak pada huruf a diatas, siapa pun
pengusaha.
Penyerahan jasa yang terutang pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:
a. Jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak (JKP)
b. Penyerahan dilakukan didalam daerah pabean
c. Penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya
4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak (BKP) tidak berwujud dari luar daerah pabean
impor Barang Kena Pajak (BKP), maka atas Barang Kena Pajak (BKP) tidak
berwujud yang berasal dari luar daerah pabean yang dimanfaatkan oleh siapa
pun didalam daerah pabean juga dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Contoh: Pengusaha A yang berkedudukan di Jakarta memperoleh hak
pabean.
Jasa yang berasal dari luar daerah pabean dimanfaatkan oleh siapa pun di
Jasa Kena Pajak (JKP) tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
6. Ekspor Barang Kena Pajak (BKP) berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Berbeda dengan pengusaha yang melakukan kegiatan sebagaimana
barang kena pajak berwujud hanya pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi
pengusaha yang melakukan ekspor barang kena pajak tidak berwujud hanya
pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP). Yang
kesenian atau karya ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula atau
atau ilmiah.
c. Pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial,
atau komersial.
8. Ekspor Jasa Kena Pajak (JKP) oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Termasuk dalam pengertian ekspor jasa kena pajak adalah penyerahan jasa
kena pajak dari dalam daerah pabean ke luar daerah pabean oleh pengusaha
kena pajak yang menghasilkan dan melakukan ekspor barang kena pajak
berwujud atas dasar pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk
(BKP) adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa
14
barang bergerak atau barang tidak bergerak dan barang tidak berwujud yang
Pajak (JKP) adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau
perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau memberi
kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk
menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas
petunjuk dari pemesan yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang PPN dan
PPnBM.
a. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari
sumbernya, meliputi :
2. Gas bumi, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap dikonsumsi
3. Panas bumi.
4. Asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu
opsidien, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa, perlit, fosfat (phospat), talk,
tanah serap (fullers earth), tanah diatome, tanah liat, tawas (alum), tras,
6. Bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, dan bijih perak
meliputi:
1. Beras
2. Gabah
3. Jagung
4. Sagu
5. Kedelai
7. Daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses
dan/atau direbus.
8. Telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan,
9. Susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan
10. Buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah
dicacah.
3. Jasa ahli kesehatan seperti akupuntur, ahli gigi dan ahli fisioterapi.
dan sanatorium.
dengan itu.
berupa:
b) Anjak piutang.
d) Pembiayaan konsumen.
4. Jasa penyaluran pinjaman atas dasar hukum gadai, termasuk gadai syariah
dan fidusia.
5. Jasa penjaminan.
asuransi jiwa, dan reasuransi, yang dilakukan oleh perusahaan asuransi kepada
18
pemegang polis asuransi, tidak termasuk jasa penunjang asuransi seperti agen
profesional.
h. Jasa di bidang kesenian dan hiburan meliputi semua jenis jasa yang dilakukan
i. Jasa di bidang penyiaran meliputi jasa penyiaran radio dan televisi baik yang
dilakukan oleh instansi pemerintah maupun swasta yang bukan bersifat iklan
j. Jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri
yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar
negeri.
tidak bertanggung jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja tersebut.
motel losmen, hostel serta fasilitas yang terkait dengan kegiatan perhotelan
2. Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan hotel, rumah
n. Jasa penyediaan tempat parkir yaitu jasa penyediaan tempat parkir yang
o. Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam atau koin yang
paling sedikit 5% (lima persen) dan paling tinggi 15% (lima belas persen)
atau nilai impor atau nilai ekspor atau nilai lain yang ditetapkan dengan keputusan
menteri keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang
terutang. Adapun dasar pengenaan pajak yang dipakai untuk menghitung pajak
seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak (BKP),
tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dipungut menurut Undang-
undang No. 42 Tahun 2009 dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur
pajak.
2. Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan jasa kena pajak, ekspor
jasa kena pajak, atau ekspor barang kena pajak tidak berwujud, tetapi tidak
dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak, atau nilai berupa
uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh penerima jasa karena
pemanfaatan jasa kena pajak dan/atau oleh penerima manfaat barang kena pajak
21
tidak berwujud karena pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar
3. Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar perhitungan bea masuk
untuk impor barang kena pajak, tidak termasuk pajak pertambahan nilai yang
pengenaan pajak adalah harga patokan impor atau Cost (harga faktur),
Insurance (biaya asuransi antar daerah pabean) and Freight (biaya angkut atau
yang seharusnya diminta oleh eksportir. Nilai ekspor tercantum dalam dokumen
tertentu yang dapat dijadikan sebagai faktur pajak untuk ekspor yaitu
Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB), tidak ada penghitungan PPN karena tarif
Pajak (JKP) adalah harga jual atau penggantian setelah dikurangi laba kotor.
b. Untuk pemberian cuma-cuma Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa
Kena Pajak (JKP) adalah harga jual atau penggantian setelah dikurangi laba
kotor.
c. Untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan
e. Untuk Barang Kena Pajak (BKP) berupa persediaan dan/atau asset yang
g. Untuk penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dari pusat ke cabang atau
(sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.
Kena Pajak ( PKP ) yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak ( BKP ) atau
penyerahan Jasa Kena Pajak ( JKP ) atau bukti pungutan pajak karena impor BKP
yang digunakan oleh Dirjen Bea dan Cukai. Faktur pajak mempunyai fungsi
sebagai berikut:
1. Sebagai bukti pungut PPN yang dibuat oleh PKP atau Direktorat Jenderal Bea
penerima JKP kepada PKP atau Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
3. Sebagai sarana pengawasan administrasi terhadap kewajiban perpajakan.
(KPP) Jawa dan Bali wajib menggunakan e-faktur per 1 Juli 2015. Sedangkan
2016. Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang telah wajib e-faktur namun tidak
Barang dan Jasa dan Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah (PPnBM).
2. PMK-151/PMK.03/2013 tentang tata cara pembuatan dan tata cara
pajak.
4. PER-16/PJ/2014 tentang tata cara pembuatan dan pelaporan faktur pajak
berbentuk elektronik.