Anda di halaman 1dari 22

PERHITUNGAN PAJAK NOTARIS

MAKALAH (TUGAS)
Hukum Pajak
Dalam Magister Kenotariatan

Oleh
Nama : Siska Anggraini
NIM : 00000008473
Fakultas : Mkn

FAKULTAS MAGISTER KENOTARIATAN


UNIVERSITASPELITA HARAPAN
JAKARTA
2014

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Di Indonesia salah satu penerimaan negara yang sangat penting, artinya


bagi pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional serta bertujuan
untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat adalah
pajak.Oleh karenanya, pajak perlu dikelola secara seksama dengan
meningkat peran serta seluruh lapisan masyarakat dan dari aparat
perpajakan sendiri.
Pajak merupakan alat bagi pemerintah dalam mencapai tujuan untuk
mendapatkan penerimaan baik yang bersifat langsung maupun tidak
langsung dari masyarakat guna membiayai pengeluaran rutin serta
pembangunan nasional dan ekonomi masyarakat.Sistem perpajakan selalu
mengalami perubahan

dari masa

ke masa sesuai perkembangan

masyarakat dan Negara, baik dalam bidang kenegaraan maupun bidang


dalam bidang sosial dan ekonomi. Pemungutan pajak merupakan suatu
bentuk kewajiban warga Negara selaku Wajib Pajak serta peran aktif untuk
membiayai berbagai keperluan Negara yaitu berupa pembangunan nasional
yang pelaksanaannya diatur dalam undang-undang dan peraturan untuk
tujuan kesejahteraan bangsa dan Negara.
Penetapan pajak di Indonesia selalu didasarkan atas UU, sesuai amanat
UUD 1945 dan amendemennya, dalam pasal 23 ayat (2). Beberapa teori
menentukan pajak dapat dihitung dan ditetapkan sendiri oleh masyarakat,
atau pihak lain, atau juga oleh pemerintah.
Reformasi perpajakan (tax reform) 1983, telah membuat perubahan
mendasar

ke

arah

pembaruan

dalam

sistem

perpajakan

nasional.Masyarakat ditempatkan dalam posisi utama dalam pelaksanaan


kewajiban perpajakannya. Hal ini
PEMUNGUTAN PAJAK yang akan Penulis tuangkan dalam Bab
Pembahasan.

B.PERMASALAHAN
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan tersebut di atas , maka
pokok permasalahan yang di rumuskan guna dibahasserta di sampaikan
oleh penulis adalah sebagai berikut :
1.Bagaimana pajak yang di kenakan kepada seorang notaris pada
penghasilannya ?
C.TUJUAN PENULISAN
Dalam penulisan ini berdasarkan pokok permasalahan yang telah diuraikan ,
maka tujuan yang hendak dicapai oleh penulis adalah sebagai berikut :
1.untuk menggambarkan bagaimana pajak yang dikenakan kepada seorang
notaris pada penghasilannya

BAB II
DASAR TEORI ATAU LANDASAN TEORI
I. PAJAK
a. Definisi Pajak
Membahas mengenai perpajakan tidak terlepas dari pengertian pajak itu
sendiri, menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH dalam bukunya
Mardiasmo (2011 : 1) :
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undangundang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra
Prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk
membayar pengeluaran umum.
Sedangkan menurut P. J. A. Andriani dalam Mardiasmo (2011 : 1) :
Pajak adalah iuran masyarakat kepada Negara (yang
dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut
peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat
prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah
untuk membiayai pengeluaran- pengeluaran umum berhubung tugas
Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Dari kedua definisi di atas terdapat persamaan pandangan atau prinsip
mengenai pajak. Perbedaan mengenai kedua definisi tersebut hanya pada
penggunaan gaya bahasa atau kalimatnya saja. Kedua pendapat tersebut
mempunyai unsur-unsur sebagai berikut :
1)

Pajak dipungut berdasarkan Undang-undang.

2)

Tidak ada timbal jasa (Kontraprestasi) secara langsung.

3)

Dapat dipaksakan.

4)

Hasilnya untuk membiayai pembangunan.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa pajak adalah iuran kepada Negara (yang
dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut
peraturan-peraturan dan tidak mendapatkan prestasi-prestasi kembali yang
secara langsung dapat ditunjuk.

b. Fungsi Pajak
Pajak merupakan sumber penerimaan Negara yang mempunyai dua fungsi
(Mardiasmo 2011 : 1), yaitu :
1) Fungsi anggaran (budgetair) sebagai sumber dana bagi
pemerintah, untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.
2) Fungsi mengatur (regulerend) sebagai alat pengatur atau
melaksanakan pemerintah dalam bidang sosial ekonomi.
c. Sistem Pemungutan Pajak
Sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi tiga ssistem (Mardiasmo,
2011: 7), yaitu sebagai berikut :
1) Official Assessment system
Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada
pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh
Wajib Pajak.
Berisi tentang pembahasan dan penelitian tentang ilmu ataupun teori yang
sudah pernah dibahas oleh para ahli berkaitan dengan tema makalah/paper
yang dipilih.Materi yang dibahas secara teoritis dikaitkan dengan aplikasi
praktis teori/ilmu tersebut dalam kenyataan kehidupan keseharian.
Untuk menuliskan teori yang diambil dari para ahli jangan lupa
mencantumkan nama, tahun atau buku yang pernah memuat teori
tersebut. Sehingga sumber/nara sumbernya jelas dan tidak
diragukan.Kalau membuat kutipan harap mencantumkan pula halaman di
mana kutipan tersebut diambil.
2) Self Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang sepenuhnya
kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar,
dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang terutang.
3) With Holding System
Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pihak
ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk
menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

d. Definisi Wajib Pajak


Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 1 ayat 2 mendefinisikan Wajib
Pajak adalah Orang Pribadi atau Badan, meliputi pembayar pajak,
pemotong pajak, dan pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban
perpajakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan
perpajakan. Orang Pribadi merupakan Subjek Pajak yang bertempat tinggal
atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia. Menurut Undangundang Nomor 28 Tahun 2007 (2007:3), Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan menyebutkan bahwa:
Badan adalah sekumpulan orang atau modal yang merupakan kesatuan,
baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang
meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya,
Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dengan nama
dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi koperasi, dana
pensiun,persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi
sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya
termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
e.

Definisi Pajak Penghasilan

Soebakir, dkk (1999: 41) mengemukakan definisi pajak penghasilan sebagai


suatu pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang
diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Salah satu subjek pajak
adalah badan, terdiri dari perseroan terbatas, Perseroan Komanditer,
Perseroan Lainnya, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah
dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma,
kongsi, koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis, lembaga dana
pension dan bentuk badan usaha lainnya. Dengan demikian, pajak
penghasilan badan yang dikenalkan terhadap salah satu bentuk usaha
tersebut, atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam satu
tahun pajak.

f.

Pajak Penghasilan Badan Pasal 25

Menurut Waluyo dan Wirawan B. Ilyas (2009 : 204) adalah:


Angsuran Pajak Penghasilan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak
setiap bulan dalam tahun berjalan. Dari pengertian diatas dapat ditarik
kesimpulan: Pajak Penghasilan Badan Pasal 25 adalah Angsuran Pajak
Penghasilan yang dipungutpemerintah pusat dan harus dibayar sendiri oleh
Wajib Pajak setiapbulan dalam tahun berjalan sesuai dengan peraturan
perpajakan.
g. Tarif Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak Dalam Negeri
Berdasarkan ketentuan Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Pajak
Penghasilan, besarnya tarif Pajak Penghasilan yang diterapkan atas
penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk
Usaha Tetap adalah sebesar 28 %.
Kepatuhan Wajib Pajak
a. Definisi Kepatuhan Wajib Pajak
Kondisi perpajakan yang menuntut keikutsertaan aktif wajib pajak dalam
menyelenggarakan perpajakannya membutuhkan kepatuhan wajib pajak
yang tinggi, yaitu kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan yang
sesuai dengan kebenarannya.Kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan
secara sukarela (voluntary of complience) merupakan tulang punggung dari
selfassesment system, dimana wajib pajak bertanggung jawab menetapkan
sendiri kewajiban perpajakan kemudian secara akurat dan tepat waktu
dalam membayar dan melaporkan pajaknya. Pengertian kepatuhan Wajib
Pajak menurut Safri Nurmantu yang dikutip oleh SitiKurnia Rahayu
(2010:138), menyatakan bahwa:
Kepatuhan perpajakan dapat didefinisikan sebagai suatu
keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan
melaksanakan hak perpajakannya.
Pengertian kepatuhan Wajib Pajak menurut Chaizi Nasucha yang dikutip
oleh Siti Kurnia Rahayu (2010:139), menyatakan bahwa kepatuhan Wajib
Pajak dapat didefinisikan dari:

1)Kewajiban Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri.


2)Kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat pemberitahuan.
3)Kepatuhan dalam perhitungan dan pembayaran pajak terutang.
4)Kepatuhan dalam pembayaran tunggakan.
Sedangkan menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 544/KMK.04/2000
dalam Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu (2006:112), menyatakan
bahwa:
Kepatuhan perpajakan adalah tindakan Wajib Pajak dalam
pemenuhan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan peraturan pelaksanaan perpajakan yang berlaku
dalam suatu negara.
b.

Jenis Kepatuhan Wajib Pajak

Adapun jenis-jenis kepatuhan Wajib Pajak menurut Sony


Devano dan Siti Kurnia Rahayu (2006:110) adalah:
1) Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi
kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam Undangundang perpajakan
2) Kepatuhan material adalah suatu keadaan dimana wajib pajak secara
substantif/hakikatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan
yaitu sesuai isi dan jiwa Undang-undang pajak kepatuhan material juga
dapat meliputi kepatuhan formal. Misalnya ketentuan batas waktu
penyampaian Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan (SPT PPh)
Tahunan tanggal31 Maret. Apabila wajib pajak telah melaporkan Surat
Pemberitahuan Pajak Penghasilan Tahunan sebelum atau pada tanggal
31 Maret maka wajib pajak telah memenuhi ketentuan formal, akan tetapi
isinya belum tentu memenuhi ketentuan material, yaitu suatu keadaan
dimana Wajib Pajak secara subtantive memenuhi semua ketentuan
material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa undang-undang perpajakan.
Kepatuhan material dapat meliputi kepatuhan formal.Wajib Pajak yang
memenuhi kepatuhan material adalah Wajib Pajak yang mengisi dengan
jujur, lengkap dan benar Surat Pemberitahuan (SPT) sesuai ketentuan
dan menyampaikannya ke KPP sebelum batas waktu berakhir.

c.

Evaluasi Tingkat kepatuhan Wajib Pajak Badan

Evaluasi tingkat kepatuhan Wajib Pajak Badan adalah menilai tingkat


ketaatan sekumpulan orang dan atau modal yang menurut ketentuan
perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban
perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu, yang
merupakan kesatuan baik melakukan usaha maupun tidak melakukan
usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, perseroan
lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam
bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan,
perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi social politik atau
organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan
lainnya.

3.Pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Pasal 25


a.Pengertian SPT
Menurut Mardiasmo (2011 : 29) adalah :
Surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan
penghitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan
objek pajak dan atau harta dan kewajiban yang terhutang menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE- 103/PJ/2011
tentang petunjuk teknis tata cara penerimaan dan penglolahan Surat
Pemberitahuan Tahunan yang selanjutnya disebut dengan SPT Tahunan
adalah :
Surat Pemberitahuan untuk suatu tahun pajak atau bagian
tahun pajak yang meliputi SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak
Orang Pribadi (SPT 1770, SPT 1770 S, SPT 1770 SS), SPT Tahunan Pajak
Penghasilan Wajib Pajak Badan (SPT 1771 dan SPT 1771/S) termasuk
SPT Tahunan Pembetulan.
Dari kedua pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa SPT Tahunan
adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan
perhitungan dan atau pembayaran pajak yang terutang, objek pajak dan

atau bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban menurut peraturan
perundang-undangan.
b. Fungsi SPT
Menurut Mardiasmo (2011 : 29), Fungsi Surat Pemberitahuan bagi Wajib
Pajak Pajak Penghasilan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan
mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya
terhutang dan untuk melaporkan tentang :
1) Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan
atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu)
tahun pajak atau bagian tahun pajak.
2) Penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan objek pajak.
3) Harta dan Kewajiban.
4)Pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan
atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 (satu)
Masa Pajak, yang ditentukan peraturan perundang- undangan
perpajakan yang berlaku. Bagi PKP adalah sebagai sarana untuk
melaporkan danmempertanggungjawabkan perhitungan jumlah Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang
sebenarnya terutang.
Bagi pemotong atau pemungut pajak adalah sebagai sarana untuk
melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau
dipungut dan disetorkannya.
c. Batas Waktu
Batas waktu penyampaian SPT Tahunan menurut Mardiasmo (2011: 36)
diatur sebagai berikut : SPT Tahunan :
1)

WP Badan : Paling Lambat Tanggal 30 April setiap tahunnya.

2)

WP Pribadi : Paling Lambat Tanggal 31 Maret setiap tahunnya.

d. Prosedur Penyelesaian SPT Tahunan


1) SPT Tahunan dicetak oleh kantor Direktorat Jendral Pajak (DJP), lalu
disalurkan ke seluruh Kantor Pelayanan Pajak seluruh Indonesia untuk

kemudian disampaikan kepada para Wajib Pajak yang telah mempunyai


NPWP.
2) Setiap Wajib Pajak yang telah memiliki NPWP wajib mendapat SPT
Tahunan dengan mengambil sendiri blanko SPT Tahunan ke Kantor
Pelayanan Pajak setempat untuk diisi dengan lengkap, benar dan jelas.
3) Setelah diisi dengan lengkap, benar dan jelas maka blanko SPT Tahunan
tersebut dikembalikan lagi ke kantor Pelayanan Pajak untuk diserahkan
ke bagian pelayanan untuk diteliti kelengkapannya agar tidak terjadi
kesalahfahaman mengenai pembayaran pajak.
4) Setelah diteliti oleh bagian pelayanan, maka SPT Tahunan diserahkan ke
bagian Pengelola Data dan Informasi (PDI) untuk direkam. Apabila pada
saat perekaman terjadi kesalahan, misalnya Kurang Bayar (KB), Lebih
Bayar (LB) diperlukan pemeriksaan, untuk memeriksa kesalahan tersebut
maka SPT Tahunan diserahkan ke bagian Pengawasan dan Konsultasi
(waskon) I sampai IV atau menurut wilayah tempat Wajib Pajak tinggal.
5) Bagian Pengawasan dan Konsultasi (waskon) akan memeriksa
kesalahan tersebut, apabila setelah diperiksa terjadi Kurang Bayar (KB),
maka Wajib Pajak akan dipanggil untuk diberikan himbauan dan
diberikan Surat Ketetapan Kurang Bayar (SKPKB) dan wajib ajak harus
membayar kepada Kantor Pelayanan Pajak, tapi apabila Lebih Bayar
(LB) maka Wajib Pajak akan diberikan restitusi atau uang milik Wajib
Pajak akan dikembalikan (konpensasi) juga dapat diberikan restitusi.
6) Setelah selesai diteliti, diperiksa dan direkam maka blanko SPT
diarsipkan oleh KPP sebagai bukti apabila suatu saat dibutuhkan.
e. Sanksi Terlambat atau Tidak Menyampaikan SPT Tahunan
1) Apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah
ditentukan atau batas waktu perpanjangan penyampaian SPT Tahunan
maka akan dikenai sanksi administrative berupa denda sebesar Rp.
1.000.000 untuk SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan.
2) Wajib Pajak karena kealpaan tidak menyampaikan SPT Tahunan atau
menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap atau
melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga dapat menimbulkan
kerugian pada pendapatan Negara tidak dikenakan sanksi pidana apabila

dilakukan pertama kali oleh Wajib Pajak dan Wajib Pajak tersebut wajib
melunasi jumlah pajak yang terutang beserta sanksi administrasi
berupakenaikan 200% dari jumlah pajak yang kurang dibayar.
3) Wajib Pajak dengan sengaja tidak menyampaikan SPT sehingga
menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara dipidana paling singkat
6 (enam) bulan penjara dan paling lama 6 (enam) tahun penjara dan
denda paling sedikit dua kali jumlah pajak terutang yang tidak atau
kurang bayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak yang
terutang yang tidakatau kurang bayar.
B.

Kerangka Berpikir

Perpajakan telah menjadi sumber penerimaan negara yang paling utama


untuk melaksanakan Pembangunan Nasional, Pembangunan Nasional
adalah kegiatan yang berlangsung secara terus menerus dan
berkesinambungan, yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat baik materiil maupun spiritual. Untuk dapat merealisasikan tujuan
tersebut perlu banyak memperhatikan masalah pembiayaan bangunan.
Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau
negara dalam pembiayaan bangunan yaitu menggali sumber dana yang
berasal dari dalam negeri berupa pajak. Pajak digunakan untuk membiayai
pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama.
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan yang menaungi Direktorat
Jenderal Pajak terus berusaha agar rencana penerimaan pajak yang telah
ditetapkan tiap tahunnya dapat terus tercapai.Peraturanperundangundangan yang berhubungan dengan perpajakan terus disempurnakan agar
pajak dapat lebih diterima oleh masyarakat.Kepatuhan membayar pajak
pada Wajib Pajak Badan PPh Pasal 25 didasarkan pada kepatuhan
pelaporan SPT Tahunan.SPT digunakan untuk melaporkan perhitungan dan
pembayaran pajak yang terutang. Berdasarkan Undang-undang Perpajakan
No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan, Pajak Penghasilan Pasal
25 merupakan besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang
harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak. Penanganan angsuran pembayaran
pajak dilakukan oleh Direktorat

Jenderal Pajak (DJP) Departemen

Keuangan dan Pelaksanaannya ditingkat daerah dilakukan oleh Kantor


Pelayanan Pajak (KPP).Aparat Pajak (DJP atau KPP) bertugas memonitor
dan mengendalikan pembayaran pajak dengan sistem administasi
perpajakan yang diharapkan dapat dilaksanakan dengan sistematis,
terkendali, sederhana dan mudah dimengerti oleh anggota masyarakat
Wajib Pajak.Selain itu memberikan informasi kepada masyarakat maupun
Wajib Pajak mengenai kemudahan pelaporan pajak.

II .NOTARIS
Menurut Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014
Pasal 1 Pengertian Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk
membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan undang- undang
lainnya.

Pasal 36mengenai honorarium seorang notaris


1. Notaris berhak menerima honorarium atas jasa hukum yang
diberikan sesuai dengan kewenangannya.
2. Besarnya honorarium yang diterima oleh Notaris didasarkan pada
nilai ekonomis dan nilai sosiologis dari setiap akta yang dibuatnya.\
3. Nilai ekonomis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditentukan dari
objek setiap akta sebagai berikut:
a) sampai dengan Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) atau
ekuivalen gram emas ketika itu, honorarium yang diterima paling
besar adalah 2,5% (dua koma lima persen)
b) di atas Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sampai dengan Rp
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) honorarium yang diterima
paling besar 1,5 % (satu koma lima persen); atau
c)di atas Rpl.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) honorarium yang
diterima didasarkan pada kesepakatan antara Notaris dengan para

pihak, tetapi tidak melebihi 1 % (satu persen) dari objek yang


dibuatkan aktanya.
4. Nilai sosiologis ditentukan berdasarkan fungsi sosial dari objek setiap
akta dengan honorarium yang diterima paling besar Rp5.000.000,00
(lima juta rupiah).

BAB III
PEMBAHASAN

Pemotongan Pajak atas Jasa Notaris


Dengan terbitnya Peraturan Direktur Jenderal Pajak (Perdirjen) Nomor
PER-31/PJ/2009, bagi Notaris yg memberikan jasa selaku pribadi, akan
dikenakan potongan pajak penghasilan sesuai Tarif Pasal 17 berdasar
Undang-Undang Pajak Penghasilan x 50% x penghasilan bruto. Di mana
penghasilan bruto tersebut adalah seluruh penghasilan yang diterima
notaris (bersifat akumulatif) selama setahun.
Contoh:Alliecya, SH, MKn. akan menerima fee sebesar Rp 250.000.000 dari
PT Otak Atik Industry sebagai imbalan atas jasa yg diberikannya.
Pembayaran dilakukan 2 kali, pada bulan Mei dibayarkan 150 jt, dan
pelunasan sisa fee sebesar Rp 100 jt dibayarkan pada bulan Agustus tahun
yang sama.
Pada pembayaran pertama (Rp150 juta) di bulan Mei dipotong pajak
penghasilan: Rp150 juta x 50% x 5% = Rp 3,75 juta.Sedangkan
pembayaran kedua (Rp100 juta) di bulan Agustus dipotong pajak
penghasilan: Rp100 juta x 50% x 15% = Rp 7,5 juta.Jadi, total PPh terutang
atas penghasilan tersebut = Rp 11.250.000,Penjelasan:Dari

kedua

penghitungan

tersebut

tampak

bahwa

atas

pembayaran pertama (150 jt) dikenakan 5% sedangkan pembayaran kedua


(100 jt) dikenakan 15%. Hal ini disebabkan kedua penghasilan tersebut
adalah satu kesatuan, jika dijumlahkan totalnya 250jt. Sehingga, setelah
dikalikan 50% hasilnya adalah 125jt. Untuk jumlah penghasilan 125jt maka
terkena lapisan ke 1 dan ke 2, yaitu sampai dengan 50jt dikalikan 5%, dan
sisanya 75jt dikalikan 15%.

Lihat Tabel penghitungannya di bawah ini:


Bulan

Penghasilan B
ruto (Rupiah)

Dasar Pemot
ongan PPh
Pasal
21 (Rupiah)

(1)
Agustus
Desember
Jumlah

(2)
100.000.000,00
50.000.000,00
150.000.000,00

(3)= 50% x (2)


50.000.000,00
25.000.000,00
75.000.000,00

Dasar Pemot
ongan PPh
Pasal
21 Kumulatif
(Rupiah)
(4)
50.000.000,00
75.000.000,00

Tarif Pas
PPh Pasal
al 17 ayat 21 terutang (
(1) huruf
Rupiah)
a UU PPh
(5)
5%
15%

(6) = (3) x (5)


2.500.000,00
3.750.000,00
6.250.000,0

Penjelasan:
Yang dimaksud dengan Tarif Pasal 17 berdasar Undang-Undang Pajak
Penghasilan

untuk

wajib

pajak

perseorangan

adalah

tarif

progresif/bertingkat sesuai dengan jumlah penghasilan kena pajak yang


harus dipotong dari Notaris.
Lapisan

penghasilan

kena

pajak

dan

tarifnya

untuk

wajib

pajak

perseorangan adalah sebagai berikut:


Lapisan Penghasilan kena Pajak
(Rp)

Tarif

Rp 0 s/d 50 Juta

5%

>Rp 50 Juta s/d Rp 250 Juta

15%

>Rp 250 Juta s/d Rp 500 Juta

25%

>500 Juta

30%

Perlu diingat bahwa sejak terbitnya UU No. 36 Th 2008 (UUPPh) dalam


pasal 21 ayat 5a ditetapkan bahwa bagi mereka yang tidak memiliki NPWP
maka besarnya tarif pajak terutangnya lebih besar 20% dari wajib pajak
serupa yang memiliki NPWP.

Jika merujuk kepada tabel PTKP, bukannya pada saat menerima


pembayaran pertama maka notaris tersebut sudah terkena lapisan ke-2
karena DPP 50% dari 150jt adalah 75jt yang berati sudah melewati ambang
batas lapisan pertama PTKP yaitu sebesar 50jt, jadi rinciannya adalah :
-

50jt x 5% 2,5jt - 25jt x 15% 3,75jt

kemudian pada saat yang

bersangkutan menerima sisa pembayarannya sebesar 100jt yang


berarti totalnya 250 jt maka DPP PPh 21 nya adalah 125 juta
sehingga total PPh 21 yhang dipotongnnya adalah :
-

50jt x 5% 2,5jt - 25jt x 15% 3,75jt - 50jt x 15% 7,5jt


total PPh pasal 21 terutang adalah 13,75jt

sehinggal

BAB IVPENUTUP
I.KESIMPULAN
Berdasarkan uraian yang telah diberikan pada bab sebelumnya, terutama
dengan memperhatikan pokok permasalahan dalam tesis ini, dapat diambil
beberapa kesimpulan yakni:
a) Jasa yang diberikan oleh Notaris merupakan jasa hukum
sehingga termasuk dalam jasa yang dikenakan PPN sehingga
atas jasa yang diberikannya wajib dikenakan PPN. Namun guna
memenuhi asas kemudahan, kesederhanaan dan keadilan,
undang-undang memberikan pengecualian bagi subyek Pajak
yang belum memenuhi penghasilan bruto dalam batas tertentu
tidak wajib untuk mengenakan PPN. Hal ini berlaku bagi Notaris
yang penghasilan brutonya selama satu tahun buku belum
melebihi Rp 600.000.000,00 tidak diwajibkan dan tidak berhak
untuk memungut PPN terhadap jasa yang diberikannya namun
Notaris tersebut dapat memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP.
Adanya pilihan untuk menjadi PKP ini dapat didasarkan pada
kepentingan Notaris tersebut demi kepentingan klien dan atau
agar dapat mengkreditkan Pajak Masukan Notaris tersebut.
b) Pelaksanaan pemungutan PPN atas jasa Notaris yang dilakukan
oleh Notaris sebagai PKP, yakni:
a) Pada saat penyerahan jasa kena pajak atau saat dibayarkannya jasa
Notaris saat itu pula terjadi hutang pajak atas PPN dan Notaris
berkewajiban untuk membuat Faktur Pajak;
b) Terdapat Notaris yang sudah memasukan nilai PPN pada harga atas
jasa Notaris yang dikenakan terhadap klien
Pembayaran PPN yang terutang dalam satu Masa Pajak harus disetor
paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir dan
sebelum Surat Pemberitahuan Masa PPN disampaikan

II.SARAN
1. Agar kedepannya peraturan mengenai pajak notaris atau pajak
mengenai penghasilan seorang notaris bs di atur lebih rinci lagi
dalam Undang-undang peraturan jabatan notaris atau di peraturan
pajak yang lebih lengkap lagi
2. Sebaiknya organisasi Notaris bekerjasama dengan instansi
pemerintah yang terkait seperti Kantor Dirjen Pajak, KPP dan Kantor
akuntan lebih aktif dalam melakukan pembinaan dan sosialisasi
yang terintegrasi dan secara rutin mengenai masalah perpajakan
Notaris, masalah pencatatan dan pembukuan Notaris.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU
vano, Sony dan Siti Kurnia Rahayu, 2006, Perpajakan: Konsep, Teori dan
isu, Kencana, Jakarta.
Direktorat Jenderal Pajak, 2009, Buku Panduan Bagi KPPN dan Bendahara
Pemerintah Sebagai Pemotong/Pemungut Pajak-Pajak Negara,
Departemen Keuangan Republik Indonesia, Jakarta.
Fidel, 2008, Pajak Penghasilan, Caron Publishing, Jakarta. Muljono, Djoko,
2009, Pengantar PPh dan PPH 21 Lengkap dengan Undangundang, Andi, Yogyakarta.
Mardiasmo, 2006, Edisi Revisi, Perpajakan, Andi, Yogyakarta.
Nurmantu, Safri, 2003, Pengantar Perpajakan, Granit, Jakarta.
Resmi, Siti, 2008, Perpajakan: Teori Dan Kasus, Edisi 4, Penerbit Salemba
4, Jakarta.
Undang Undang Perpajakan Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak
Penghasilan.
Peraturan Direktur Jendral Pajak No.PER-57/PJ/2009 Tanggal 25 Mei 2009
Tentang Perubahan Peraturan Direktur Jendral Pajak No. PER- 31/PJ/2009
Tanggal 25 Mei 2009 Tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan,
Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/Atau Pajak
Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Jasa, Dan Kegiatan Orang
Pribadi.
Digilib.petra.ac.id/.../jiunkpe-ns-sl-2008-32404067-9491-perhitunganchapter1.pdf.
http://www.ortax.org/ortax/?mod=panduan&page=show&id=141&q=&hlm=
http://www.klinik-pajak.com/2011/penghitungan-pph-pasal-21-pejabatnegara-pns-anggota-tni-polri.html

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang JABATAN NOTARIS


Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undangundang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang JABATAN NOTARIS
Peraturan Direktur Jenderal Pajak (Perdirjen) Nomor PER-31/PJ/2009
Undang Undang Perpajakan Nomor 28 Tahun 2008 Tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Undang Undang Perpajakan Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak
Penghasilan.
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE- 103/PJ/2011 tentang
petunjuk teknis tata cara penerimaan dan penglolahan Surat Pemberitahuan
Tahunan yang selanjutnya disebut dengan SPT Tahunan

INTERNET ONLINE
(Online),tersedia di
http://notarisdanpajak.blogspot.com/2012/01/pemotongan-pajak-atas-jasanotaris.html
(Online), tersedia di
http://www.ortax.org/ortax/?mod=panduan&page=show&id=141&q=&hlm=
(Online) tersedia di http://www.klinik-pajak.com/2011/penghitungan-pphpasal-21-pejabat- negara-pns-anggota-tni-polri.html

Anda mungkin juga menyukai