Anda di halaman 1dari 3

Pengertian dan Perbedaan PPH, dan PBB untuk Pajak

Suatu Perusahaan
By Martina, 6 April 2019
   
Anda yang memiliki perusahaan atau anda yang bekerja di perusahaan dan bertugas
di bagian administrasi tentu sudah tak asing dengan proses perpajakan. Pajak yang
menjadi kewajiban bagi setiap Wajib Pajak baik perorangan maupun badan ini juga
seringkali membingungkan. Apalagi tentang ketentuan dalam pembayarannya yang
dianggap rumit.

Terkait perusahaan, beberapa jenis pajak yang dikenai adalah PPh, PPN, PPNBM,
dan PBB. Meskipun keempatnya jelas berbeda, tetapi masih banyak yang keliru
dalam membedakannya. Apakah anda menjadi salah satu yang masih belum paham
akan perbedaannya tersebut?

Agar tidak lagi bingung, berikut penjelasan akan pengertian, perbedaan, dan contoh
dari masing-masingnya.

1. Pajak Penghasilan (PPh)

Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau
badan atas penghasilan yang diterima dalam satu tahun pajak. Cakupan PPh meliputi
setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima baik berasal baik dari
Indonesia maupun dari luar negeri yang dapat digunakan untuk konsumsi atau
menambah kekayaan dengan bentuk apapun.

PPn dikenakan langsung kepada pihak atau dalam hal ini perusahaan yang memiliki
penghasilan.  Tarif potongannya berbeda-beda sesuai jenis PPhnya. Beberapa jenis
PPh yang dikenakan pada perusahaan adalah sebagai berikut.

 Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21)

PPh 21 adalah pajak yang dikenakan bagi pekerja atas gaji, upah, honor, tunjangan
dan pembayaran lainnya.  Biasanya PPh 21 ini dibayarkan oleh perusahaan dengan
langsung memotong penghasilan karyawannya. Perusahaan juga bertanggung jawab
untuk memberikan Bukti Potong PPh 21 kepada karyawannya.

 Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh 22)

PPh 22 dikenakan kepada perusahaan tertentu baik milik pemerintah atau swasta
yang bergerak di bidang ekspor, impor, atau re-impor atas penjualan barang-barang
yang tergolong mewah. PPh 22 sendiri terbilang lebih rumit dibanding PPh lain
karena hanya dikenakan terhadap perdagangan barang yang dianggap
menguntungkan bagi penjual maupun pembeli, sehingga dikenakan baik saat
penjualan maupun pembelian.

Ketentuan akan barang impor-ekspor yang terkena PPh 22 ini tercantum dalam
Peraturan Menteri Keuangan No.34 Tahun 2017. Besarannya juga beragam dari
yang tertinggi 10% hingga yang terkecil sebesar 0,5%.

 Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh 23)

PPh 23 dipotong oleh pemungut pajak dari wajib pajak atas penghasilan yang
berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah
dipotong PPh 21. Biasanya PPh 23 dikenakan saat adanya transaksi antara dua
pihak.

Contoh penghasilan yang dikenakan PPh 23 ini adalah dividen (pembagian


keuntungan saham), royalti, bunga, hadiah, sewa dan penghasilan lain sehubungan
dengan penggunaan harta, imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen,
jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh 21.

 Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh 25)

PPh 25 merupakan angsuran pajak yang berasal dari jumlah pajak penghasilan
terutang menurut SPT Tahunan PPh yang dikurangi PPh dipotong, serta PPh yang
dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan. Artinya, perhitungan
PPh 24 dilakukan setahun sekali yang dituangkan dalam bentuk SPT Tahunan. Bagi
perusahaan, penghasilan tersebut hanya bisa dibuat setelah adanya laporan keuangan
yang dilaporkan dalam tutup buku tahunan.

 Pajak Penghasilan Pasal 26 (PPh 26)

PPh 26 dikenakan untuk transaksi pembayaran gaji, bunga, dividen, royalti, dan
sejenisnya kepada wajib pajak luar negeri. Aturan di Indonesia, pajak yang harus
dipotong dari wajib pajak luar negeri adalah senilai 20%, namun jika mengikuti
Penghindaran Pajak berganda maka tarifnya dapat berubah.

 Pajak Penghasilan Pasal 29 (PPh 29)

PPh 29 adalah PPh kurang bayar yang tercantum dalam SPT Tahunan PPH, yaitu
sisa dari PPh yang terutang dalam tahun pajak bersangkutan dikurangi kredit PPh.

2. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Sebagaimana yang dimuat dalam UU Nomor 12 Tahun 1994, Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) adalah pajak yang dikenakan bagi orang pribadi atau
perusahaan/badan atas kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan atau bangunan. PBB
merupakan Pajak Pusat namun hampir semua realisasi penerimaan PBB diserahkan
kepada Pemerintah Daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Artinya,
perusahaan yang menempati bangunan atau membuka proses usaha di suatu lahan
wajib membayar PBB.

Sebagai contoh adalah perusahaan tambang, maka mereka harus melaporkan status
IUP (Izin Usaha Pertambangan) perusahan melalui SPOP (Surat Pemberitahuan
Objek Pajak PBB) setiap tahunnya. SPOP pertambangan dengan IUP yang belum
beroperasi diisi dengan IUP eksplorasi atau eksplorasi perpanjangan tahap ke sekian
disesuaikan dengan status IUP yang diperoleh oleh perusahaan tersebut. Dari status
IUp tersebut baru akan ditentukan tarif PBB yang harus dibayarkan.

Tarif PBB berdasarkan UU No.12 Tahun 1994 adalah sebesar 0,5%, sedangkan
menurut UU No 28 Tahun 2009 Pasal 80 ayat (1) dan (2) adalah paling tinggi 0,3%
yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Itulah pengertian sekaligus penjelasan dari masing-masing jenis pajak untuk suatu
perusahaan. Keempatnya jelas berbeda dari peruntukan dan fungsinya. Besarannya
juga tentu berbeda sehingga perlu perhatian khusus bagi perusahaan agar tidak
keliru memahaminya.

Sumber :
https://ukirama.com/en/blogs/pengertian-dan-perbedaan-pph-ppn-ppnbm-dan-pbb-
untuk-pajak-suatu-perusahaan

Anda mungkin juga menyukai