Anda di halaman 1dari 11

PAJAK PENGHASILAN PASAL 29 DAN

PAJAK PENGHASILAN PASAL 4 AYAT 2

RESUME

Disusun Oleh :

Dian Fitri Kurniasih 140810301026

Bella Febri Anggraini 140810301077

Cintya Zulvina Afkarina 140810301086

Dwi Septilestari 140810301137

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS JEMBER

JEMBER

2017
PPh Pasal 29

Pajak adalah iuran atau pungutan yang ditetapkan negara sebagai salah satu
sumber pendapatannya. Ketetapan tersebut diatur dalam undang-undang yang sifatnya
bisa dipaksakan. Dari sekian banyak pajak yang berlaku di Indonesia, pajak penghasilan
(PPh) menjadi salah satu yang akrab dengan masyarakat selain pajak pertambahan nilai
(PPN). Pajak penghasilan (PPh) yang berlaku di Indonesia terbagi menjadi menjadi
beberapa jenis. Salah satunya yang tidak asing adalah PPh Pasal 21, yang punya kaitan
dengan penghasilan atau gaji yang didapat. Di luar itu, ada satu PPh yang tak boleh
terlupakan yang ada hubungannya dengan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT), yaitu
PPh Pasal 29. Apa itu PPh Pasal 29 dan bagaimana penerapannya? Penjelasan akan kita
bahas di bawah ini dana diharapkan dapat membentu kita untuk memahami lebih jauh
mengenai PPh Pasal 29.

PPh Pasal 29 memang kalah populer jika dibandingkan dengan PPh lainnya.
Terlebih PPh Pasal 29 masih terdengar asing di telinga banyak orang. PPh Pasal 29
adalah bagian dari rangkaian sejumlah pajak penghasilan yang harus Anda pelajari dan
ketahui. Berbeda dengan PPh yang lain, PPh Pasal 29 hanya dihitung serta dibayar
sekali di dalam tahun pajak. Yang artinya akan dilaporkan saat Anda melaporkan SPT
Tahunan, baik untuk Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Wajib Pajak Badan.

Berdasarkan UU No. 36 Tahun 2008, PPh Pasal 29 adalah PPh Kurang Bayar
(KB) yang telah tercantum dalam SPT Tahunan PPh, yakni sisa dari PPh yang terutang
dalam tahun pajak yang bersangkutan dikurangi dengan kredit PPh (PPh Pasal 21, 22,
23, dan 24) dan juga PPh Pasal 25. Dalam hal ini, Wajib Pajak (WP) wajib memiliki
kewajiban melunasi kekurangan pembayaran pajak yang terutang sebelum Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan. Apabila tahun buku sama
dengan tahun kalender, kekurangan pajak tersebut wajib dilunasi paling lambat 31
Maret bagi Wajib Pajak Orang Pribadi atau 30 April bagi Wajib Pajak Badan (WPB)
setelah tahun pajak berakhir.
PPh Pasal 29 wajib disetor dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP),
yakni paling lambat sebelum SPT Tahunan dilaporkan pada Kantor Pelayanan Pajak
(KPP) ataupun pada akhir bulan ke-3 tahun pajak berikutnya bagi Wajib Pajak Orang
Pribadi. Sementara bagi Wajib Pajak Badan (WPB), penyetorannya dilakukan paling
lambat pada akhir bulan ke-4 tahun pajak berikutnya.

Tarif PPh Pasal 29 diatur sebagai berikut yang didapat dari berbagai sumber, yaitu :

1. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WPOP-PT) :

PPh 25 yang sudah dilunasi = 0.75 x jumlah penghasilan / omzet per


bulan.

PPh 29 yang harus dilunasi = PPh yang masih terutang - PPh 25 yang
sudah dilunasi.

Kode jenis setoran PPh Pasal 29 untuk wajib pajak badan adalah 411126-
200

2. Wajib Pajak Badan (WPB) :

Besarnya tarif pajak penghasilan badan usaha dibedakan menjadi


beberapa jenis. Tarif tersebut dikategorikan berdasarkan dengan jumlah
pendapatan yang didapatkan badan usaha tersebut pada satu tahun pajak.
Jenis tarif pajak penghasilan badan dapat dibedakan sebagai berikut.

a. Badan Usaha yang mempunyai pendapatan bruto hingga 4,8 miliar per
tahun akan dikenakan tarif pajak PPh final, yakni PPh Pasal 4 ayat 2.
Perhitungan pajaknya 1% x seluruh pendapatan bruto dari hasil usaha
perseroan. Sementara berdasarkan PP 46 Tahun 2013, Wajib Pajak
ataupun badan usaha harus menyetorkan Pajak PPh tersebut tiap bulan
dan paling lambat pada tanggal 15.
b. Badan Usaha yang mempunyai pendapatan bruto lebih besar dari 50
miliar per tahun. Besarnya tarif pajak penghasilan (PPh badan)
dikenakan tarif pajak tunggal, yaitu 25% x laba bersih sebelum pajak.

c. Badan Usaha yang mempunyai pendapatan bruto lebih besar dari 4,8
miliar serta kurang dari 50 miliar per tahun. Badan usaha ini
dikenakan dua tarif perhitungan pajak: tarif dengan besar 12,5% bagi
pajak penghasilan yang memperoleh fasilitas/pendapatan bruto hingga
4,8 miliar dan tarif 25% untuk pajak penghasilan yang tidak
memperoleh fasilitas/pendapatan bruto 4,8-50 miliar.

Ilustrasi Perhitungan PPh Pasal 29

Dalam laporan keuangan komersial pada tahun pajak 2015, PT MMM telah
menghasilkan laba sebelum pajak sebesar Rp2.000.000.000. Laba tersebut diperoleh
dari omzet usaha sebesar Rp55.000.000.000. Setelah melakukan rekonsiliasi fiskal,
didapatkan laba kena pajak sebesar Rp1.500.000.000 dan PPh terutangnya
Rp375.000.000 (25% x Rp1.500.000.000). Selama tahun 2014, data kredit pajak dan
pajak yang harus dibayar PT MMM dapat dijabarkan sebagai berikut:

PPh Pasal 22 Impor sebesar Rp15.000.000

PPh Pasal 22 Bendahara sebesar Rp10.000.000

PPh Pasal 23 sebesar Rp18.000.000

PPh Pasal 24 sebesar Rp12.000.000

PPh Pasal 25 sebesar Rp180.000.000

Kredit pajak di atas dijadikan acuan PT MMM dalam mengisi SPT Tahunan PPh Badan.
SPT tersebut kemudian disampaikan pada 30 April 2016 serta kekurangan dari pajaknya
dibayar pada 25 April 2016. Kredit pajak tersebut digunakan oleh PT. MMM untuk
mengisi SPT Tahunan PPh Badan. SPT tersebut disampaikan pada tanggal 30 April
2016 dan kekurangan pajaknya dibayar pada tanggal 25 April 2016. Bagaimana jurnal
PT. MMM??

JURNAL

31-12-2015 Beban PPh Final 375.000.000

PPh Pasal 22 Impor 15.000.000

PPh pasal 22 Bendahara 10.000.000

PPh pasal 23 18.000.000

PPh pasal 24 12.000.000

PPh pasal 25 180.000.000

Utang PPh Kini (PPh 29) 140.000.000

(JURNAL PENGAKUAN PPH TERUTANG DAN UTANG PPH


PASAL 29)

25-4-2016 Utang PPh kini (PPh 29) 140.000.000

Kas/Bank 140.000.000

(JURNAL PEMBAYARAN PPH PASAL 29)

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa PPh Pasal 29 adalah sisa dari
pembayaran pajak yang masih wajib dibayarkan. Bagi Wajib Pajak yang mempunyai
usaha, seharusnya setiap bulan secara rutin membayar dan juga melaporkan PPh Pasal
25. Dari PPh Pasal 25 yang disetor itulah yang kemudian pada akhir tahun disebut
dengan kredit pajak. Dan kekurangannya disebut dengan PPh Pasal 29.

Yang perlu Anda ketahui pula adalah pegawai ataupun karyawan biasanya tidak
harus menghitung PPh Pasal 29. Sebab besar dari pajaknya biasanya konsisten, kecuali
apabila Anda memperoleh bonus, gaji, dan sebagainya.

PAJAK PENGHASILAN PASAL 4 AYAT 2 (PPh YANG BERSIFAT FINAL)

Pajak Penghasilan Atas Bunga, Sewa dan Imbalan Jasa Konsultan dan Jasa
Konstruksi Yang Diatur Dengan Peraturan Pemerintah (PPh Pasal 4 Ayat 2)

Pada pasal 4 ayat 2 Undang-undang pajak Penghasilan menyebutkan bahwa :


Atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan-tabuingan lainnya, penghasilan
dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan
harta berupa tanah dan atau bangunan serta penghasilan tertentu lainnya, pengenaan
pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah

PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN BERUPA BUNGA DEPOSITO


DAN TABUNGAN, DAN DISKONTO SERTIFIKAT BANK INDONESIA

Menurut PP No.131 tahun 2000, atras penghasilan berupa bunga yang berasal
dari deposito dan tabungan serta diskonto SBI yang diterima oleh Wajib Pajak dalam
negeri dan BUT dikenakan pajak penghasilan yang bersifat Final.

PPh (Final) = 20% Bruto


Pemotongan PPh ini dilakukan terhadap :

1. Bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di
Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia.
2. Bunga deposito dan tabungan serta sertifikat Bank Indonesia, sepanjang jumlah
deposito dan tabungan serta Sertifikat Bank Indonesia tersebut tidak melebihi
Rp. 7.500.000 dan bukan merupakan jumlah yang terpecah-pecah.
3. Bunga deposito dan tabungan, serta diskonto SBI yang diterima atau diperoleh
dana pensiun yang pendirinya telah disahkan oleh Menteri Keuangan
4. Bunga tabungan pada bank yang ditunjuk pemerintah dalam rangka pemilikan
rumah sederhana dan sangat sederhana, kaveling siap bangun untuk rumah
sederhana dan sangat sederhana, atau rumah susun sederhana sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, untuk dihuni sendiri.

Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Berupa Bunga Atau Diskonto Obligasi Yang
Dijual Di Bursa Efek

Menurut PP No.6 tahun 2002, atas penghasilan yang diterima Wajib Pajak
berupa bunga dan diskonto obligasi yang diperdagangkan dan/atau dilaporkan di bursa
efek dikenakan Pajak Penghasilan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Atas bunga obligasi dengan kupon sebesar :


a. 20% bagi Wajib Pajak dalam negeri dan BUT.
b. 20% atau tarif sesuai ketentuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang
berlaku, bagi Wajib Pajak penduduk/berkendudukan di luar negeri.
2. Atas diskonto dengan kupon sebesar :
a. 20% atau tarif sesuai ketentuan persetujuan Penghindaran Pajak
Berganda(P3B) yang berlaku, bagi wajib pajak penduduk/berkenbdudukan di
luar negeri.
b. 20% atau tarif sesuai ketentuan persetujuan Penghindaran Pajak
Berganda(P3B) yang berlaku, bagi wajib pajak penduduk/berkenbdudukan di
luar negeri.
3. Atas diskonto obligasi tanpa bunga sebesar :
a. 20% bagi Wajib Pajak dalam negeri dan BUT
b. 20% atau tarif sesuai dengan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang
berlaku, bagi Wajib Pajak penduduk/berkendudukan di luar negeri.
Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Berupa Sewa Tanah Dan/Atau Bangunan

PP No.5 tahun2002, bahwa sewa tanah dan/atau bangunan dikenakan PPh yang
bersifat Final yaitu sebgai berikut :

PPh (Final) = 10% Bruto

PPh Final Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan
:

1. Wajib Pajak orang pribadi dan yayasan atau organisasi yang sejenis yang
mengalihkan hak atas tanah dan/atau bangunan Wajib membayar PPh Final 5%
dari Jumlah Bruto Nilai Pengalihan (nilai tertinggi antara nilai berdasarkan akta
jual beli/pengalihan dan NJOP tanah dan bangunan sesuai SPPT PBB)
2. Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang jumlah penghasilannya melebihi
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), apabila melakukan pengalihan hak atas
tanah atau bangunan yang jumlah brutonya kurang dari Rp. 60.000.000 dengan
penghasilan yang bersifat final sebesar 5%.
3. Atas transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dilakukan oleh
Wajib Pajak Badan yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan di luar kegiatan usaha pokoknya, diwajibkan nmenyetor PPh 5%
melalui bank persepsi.
4. Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak badan termasuk
koperasi yang usaha pokoknya melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan, pengenaan Pajak Penghasilannya berdasarkan ketentuan
umum Pasal 16 ayat (1) dan pasal 17 UU PPh.

Usaha Jasa Konstruksi

Diatur dalam PP No.51 tahuin 2008, berikut ini adalah beberapa pengertiannya
yaitu sebagai berikut :

Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan


konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa
konsultansi pengawasan pekerjaan konstruksi.
Pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan/sebagian rangkaian kegiatan
perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup
pekerjaan arsitektural, sipil, menikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-
masing beserta kelengkapannya untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk
fisik lainnya.
Perencanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadii atau badan
yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang perencanaan jasa konstruksi
yang mampu mewujudkan pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan
bangunan fisik lain.
Pelaksanaan konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan
yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pelaksanaan jasa konstruksi
yang mampu menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil
perencanaan menjadi bentuk bangunan atas bentuk fisik lain.
Pengawasan konsrtruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan
yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pengawasan jasa konstruksi,
yang mampu melaksanakan pekerjaan pengawan sejak awal pelaksanaan
pekerjaan konstruksi sampai selesai dan diserahterimakan.
Penyedia jasa adalah orang pribadi atau badan termasuk bentuk usaha tetap,
ytang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi baik sebagai
perencanaan konstruksi, pelaksana konstruksi dan pengawas konstruksi maupun
sub-subnya.
Atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi dikenakan pajak penghasilan yang
bersifat final. Besarnya PPh yang dipotong adalah sebagi berikut :
1. 2% untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang
memiliki kualifikasi usaha kecil.

PPhkonstruksi
(Final) =yang
2% dilakukan
Jumlah Jasa
2. 4% untuk pelaksanaan oleh penyedia jasa yang tidak
memiliki kualifikasi usaha.

PPh (Final)
3. 3% untuk perencanaan = 4%
konstruksi Jumlah
yuang Jasa oelh penyedia jasa selain
dilakukan
penyedia jasa sebagaimana dimaksud dalam angka 2.

PPh (Final) = 3% Jumlah Jasa


4. 4% untuk perencanaan konstruksi atau pengawasan konstruksi yang dilakukan
oleh penyedia jasa yang memiliki kualifikasi usaha.

PPh (Final) = 4% Jumlah Jasa

5. 6% untuk perencanaan konstruksi atau pengawasan konstruksi yang dilakukan


oleh penyedia jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha.

PPh (Final) = 6% Jumlah Jasa

Pajak penghasilan atas jasa konstruksi :

1. Dipotong oleh pengguna jasa pada saat pembayaran, dalam hasil npengguna jasa
merupakan pemotong pajak atau,
2. Disetor sendiri oleh penyedian jasa, dalam hal pengguna jasa bukan merupakan
pemotong pajak

Pajak Penghasillan Atas Hadian Undian

Menurut PP No.132 tahun 2000, penghasilan berupa undian dengan nama dan
dalam bentuk apapun dipotong atau dipungut pajak penghasilan yang bersifat final yaitu
sebagai berikut :

PPh (Final) = 25% Bruto

PPh Final Atas Penghasilan Dari Transaksi Derivatif Berupa Kontrak Berjangka
Yang Diperdagangkan Di Bursa

Menurut PP No. 17 tahun 2009, bahwa penghasilan yang diterima dan/atau


diperoleh orang pribadi atau badan dari transaksi derivatif berupa kontrak berjangka
yang diperdagangkan di bursa dikenai pajak penghasilan bersifat final sebesar 2,5 %
dari margin awal.

PPh (Final) = 2,5% Margin Awal

Anda mungkin juga menyukai