Anda di halaman 1dari 11

Apa itu SPT Tahunan?

SPT Tahunan PPh merupakan formulir yang wajib diisi oleh Wajib Pajak untuk memberikan laporan
kegiatan usahanya mulai dari identitas diri, harta, keajiban atau hutang, penghasilan serta perhitungan
pajak dalam waktu setiap tahun.

Siapa yang Wajib Membayar Pajak?

Dalam pemenuhan pembayaran pajak dan pengisian SPT Tahunan, wajib dilakukan oleh Badan yang
telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Bagaimana Cara Memperoleh Formulirnya?

Formulir SPT Tahunan Pajak Penghasilan untuk Wajib Pajak memiliki kode formulir 1771. Anda dapat
memperolehnya di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdekat dan terdaftar atau Anda dapat
mengunduhnya di laman resmi Direktorat Jenderal Pajak www.pajak.go.id

Kemana Tempat Penyampaian SPT Tahunan?

SPT Tahunan dapat disampaikan langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dimana Wajib Pajak Badan
yang berstatus Pusat atau Domisili terdaftar sebagai wajib pajak.

Kapan Batas Waktu Penyampaian SPT Tahunan Badan Tahun 2018?

Batas penyampaian SPT Tahunan Badan wajib pajak Badan paling lambat 4 bulan setelah akhir tahun
pajak yaitu tanggal 30 April 2019.

Apa Sanksi Apabila Tidak atau Terlambat Melaporkan SPT?

Apabila SPT Tahunan PPh Badan tidak atau terlambat Anda dilaporkan akan dikenai sanksi administrasi
berupa bunga sebesar 2% setiap bulannya dengan nilai yang berasal dari pajak yang terlambat
disetorkan atau denda sebesar Rp1.000.000,00 (Satu Juta Rupiah).

Pelaporan SPT Tahunan Apakah Dapat Ditunda?


Wajib Pajak dapat mengajukan penundaan pelaporan SPT Tahunan PPh Badan dalam jangka 2 bulan
setelah jatuh tempo pelaporan SPT Tahunan PPh Badan. Permohonan penundaan pelaporan SPT
Tahunan PPh Badan dilakukan sebelum jatuh tempo pelaporan SPT Tahunan PPh Badan.

Bagaimana Cara Melaporkan SPT Tahunan PPh Badan?

Selangkapnya Anda dapat membaca tata cara pelaporan SPT Tahunan PPh Badan di sini.

Itulah beberapa pertanyaan tentang perpajakan khususnya mengenai SPT Tahuanan PPh Badan yang
kerap muncul. Semoga bermanfaat.

Perbedaan PPh 21 dan PPh 23 yang Harus Anda Ketahui[:en]Perbedaan Pajak Penghasilan PPh 21 dan
PPh 23 yang Harus Anda Ketahui

Membayar pajak adalah sebuah kewajiban bagi setiap wajib pajak. Salah satu pajak yang harus
dibayarkan oleh wajib pajak, khususnya pengusaha adalah pajak penghasilan. Direktorat Jenderal Pajak
(DJP) membagi pajak penghasilan menjadi dua yaitu, PPh 21 dan PPh 23. Di mana, keduanya masih
berhubungan dengan penghasilan karyawan. Tahukah Anda apa perbedaan dari kedua jenis pajak
penghasilan ini? Simak penjelasan lengkapnya di bawah ini.

Apa Bedanya PPh 21 & PPh 23?

PPh pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan, berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun yang berhubungan dengan pekerjaan,
jabatan, jasa, maupun kegitan yang dilakukan oleh orang pribadi dalam negeri. Sedangkan PPh 23
adalah pajak yang dikenakan untuk penghasilan atas modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan
penghargaan, selain yang telah dipotong pada PPh Pasal 21.

Umumnya penghasilan ini terjadi ketika terdapat transaksi antara pihak yang menerima penghasilan
(penjual atau pemberi jasa) dan pemberi penghasilan. Di mana, pihak pemberi penghasilan akan
memotong dan melaporkan PPh pasal 23.
Baca Juga: PPh 21: Objek, Tarif, Rumus, Hingga Cara Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21

Bagaimana Konsep PPh 21 & PPh 23

Agar lebih jelas dimengerti, Anda harus memahami konsep dari PPh 21 dan PPh 23. Menurut Undang-
Undang PPh berdasarkan status subjek pajak penerima penghasilan, maka transaksi jasa yang
dibayarkan kepada WP Pribadi dalam negeri termasuk kelompok objek PPh Pasal 21. Sedangkan, jika
transaksi jasa dibayarkan kepada WP Badan dalam negeri, maka termasuk objek PPh Pasal 23. Contoh
subjek pajak WP Pribadi adalah karyawan yang bekerja di perusahaan Anda, sedangkan WP Badan
adalah supplier atau vendor yang menjual jasanya kepada Anda sebagai pengusaha.

Wajib Pajak PPh 21 dan PPh 23

a. Wajib Pajak PPh 21

Wajib Pajak PPh 21 adalah karyawan, penerima pesangon, pensiun, tunjangan dan jaminan hari tua, ahli
waris, dan WP kategori bukan karyawan yang menerima penghasilan sehubungan pemberian jasa. Jika
dijabarkan, di bawah ini adalah beberapa WP PPh 21.

Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari akuntan, arsitek, pengacara, dokter,
konsultan, aktuaris, penilai, dan notaris.

Bintang film, pemain musik, penyanyi, pembawa acara, bintang iklan, bintang sinetron, peragawan, kru
film, sutradara, foto model, pelukis, pemain drama, penari, pemahat, dan seniman lainnya.

Olahragawan, pelatih, penyuluh, pengajar, penasihat, moderator, dan penceramah.

Peneliti, pengarang, dan penerjemah.

Penyedia jasa komputer dan sistem aplikasi, fotografi, teknik, telekomunikasi, ekonomi, elektronika,
sosial dan penyedia jasa kepanitiaan.

Petugas dinas luar asuransi, direct selling, distributor perusahaan multi-level marketing, petugas penjaja
barang dagangan.

Dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai karyawan tetap perusahaan atau anggota dewan
komisaris. Penerima penghasilan atas keikutsertaan dalam kegiatan seperti peserta perlombaan dan
seni dalam segala bidang termasuk perlombaan olahraga,ilmu pengetahuan, teknologi, seni,
ketangkasan dan jenis perlombaan lainnya.

Peserta pertemuan, sidang, konferensi, kunjungan kerja, dan peserta rapat. Peserta pendidikan dan
pelatihan, peserta kegiatan lainnya.

Mantan karyawan.

Wajib Pajak PPh 23

Untuk wajib pajak PPh 23 dibagi menjadi 2 (dua) pihak yaitu, pihak pemotong dan dipotong. Pihak
pemotong PPh 23 seperti badan pemerintah; subjek pajak badan dalam negeri; penyelenggara kegiatan;
bentuk Usaha Tetap (BUT); perwakilan perusahaan luar negeri lainnya; dan WP pribadi dalam negeri
tertentu yang ditunjuk Direktur Jenderal Pajak. Sedangkan pihak penerima penghasulan yang dipotong
PPh 23 adalah WP dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT).

Obyek Pajak PPh 21 dan PPh 23

Keduanya sama-sama pajak penghasilan, untuk mempermudah Anda mengetahui perbedaannya, Anda
bisa melihat dari obyek pajak keduanya. Di bawah ini Klikpajak akan membantu menjabarkan obyek
pajak PPh 21 dan PPh 23.

a. Obyek Pajak PPh 21

Penghasilan yang diterima karyawan tetap, berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak
teratur.

Penghasilan yang diterima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya.

Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja (PHK) dan penghasilan sehubungan
dengan pensiun yang diterima sekaligus berupa uang pesangon, uang pensiun, tunjangan hari tua, dan
pembayaran sejenis.

Penghasilan karyawan tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah
satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan.

Imbalan kepada bukan karyawan, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenisnya
dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan.
Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat,
honorarium, hadiah, atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis
dengan nama apapun.

b. Obyek Pajak PPh 23

Menurut Peraturan Menteri Menteri Keuangan No. 141/PMK.03/2015 telah menjelaskan terdapar 62
jenis objek PPh 23, yaitu:

Penilai (appraisal);

Aktuaris;

Akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;

Hukum;

Arsitektur;

Perencanaan kota dan arsitektur landscape;

Perancang (design);

Pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas) kecuali yang dilakukan oleh
Badan Usaha Tetap (BUT);

Penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas bumi (migas);

Penambangan dan jasa penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas bumi
(migas);

Penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;

Penebangan hutan;

Pengolahan limbah;

Penyedia tenaga kerja dan/atau tenaga ahli (outsourcing services);

Perantara dan/atau keagenan;

Bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan Bursa Efek, Kustodian Sentral Efek
Indonesia (KSEI) dan Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI);

Kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI;

Pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;


Mixing film;

Pembuatan sarana promosi film, iklan, poster, foto, slide, klise, banner, pamphlet, baliho dan folder;

Jasa sehubungan dengan software atau hardware atau sistem komputer, termasuk perawatan,
pemeliharaan dan perbaikan.

Pembuatan dan/atau pengelolaan website;

Internet termasuk sambungannya;

Penyimpanan, pengolahan dan/atau penyaluran data, informasi, dan/atau program;

Instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC dan/atau TV Kabel, selain yang
dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau
sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;

Perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC dan/atau TV kabel,


selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin
dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;

Perawatan kendaraan dan/atau alat transportasi darat.

Maklon;

Penyelidikan dan keamanan;

Penyelenggara kegiatan atau event organizer;

Penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa, media luar ruang atau media lain untuk
penyampaian informasi, dan/atau jasa periklanan;

Pembasmian hama;

Kebersihan atau cleaning service;

Sedot septic tank;

Pemeliharaan kolam;

Katering atau tata boga;

Freight forwarding;

Logistik;

Pengurusan dokumen;

Pengepakan;
Loading dan unloading;

Laboratorium dan/atau pengujian kecuali yang dilakukan oleh lembaga atau institusi pendidikan dalam
rangka penelitian akademis;

Pengelolaan parkir;

Penyondiran tanah;

Penyiapan dan/atau pengolahan lahan;

Pembibitan dan/atau penanaman bibit;

Pemeliharaan tanaman;

Permanenan;

Pengolahan hasil pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan dan/atau perhutanan;

Dekorasi;

Pencetakan/penerbitan;

Penerjemahan;

Pengangkutan/ekspedisi kecuali yang telah diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Pajak Penghasilan;

Pelayanan pelabuhan;

Pengangkutan melalui jalur pipa;

Pengelolaan penitipan anak;

Pelatihan dan/atau kursus;

Pengiriman dan pengisian uang ke ATM;

Sertifikasi;

Survey;

Tester;

Jasa selain jasa-jasa tersebut di atas yang pembayarannya dibebankan pada APBN (Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara) atau APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah).

Namun ada beberapa pengecualian atas pemotongan PPh 23 seperti:


Penghasilan yang dibayar/berulang kepada bank;

Sewa yang dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi;

Dividen yang diterima/diperoleh perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi,
BUMN/BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di
Indonesia dengan syarat:

Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan;

Perseroan terbatas, BUMN/BUMB, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling
rendah 25% dari jumlah modal yang disetor;

Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak
terbagi atas saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi termasuk pemegang unit penyertaan
kontrak investasi kolektif.

SHU koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;

Penghasilan yang dibayarkan kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur
pinjaman atau pembiayaan.

Berapa Tarif Pajak PPh 21 dan PPh23?

Tarif pajak PPh 21 dan PPh 23 pun berbeda. Di bawah ini akan kami jabarkan berapa tarif pajak yang
harus dibayarkan oleh wajib pajak berdasarkan jenis pajaknya.

a. Tarif PPh 21

Pajak Penghasilan jenis ini biasanya dibayarkan oleh wajib pajak pribadi yang langsung dipotong oleh
perusahaan. Berikut tarif PPh 21 yang harus dibayarkan karyawan.

Penghasilan di bawah Rp50 juta per tahun, maka penghasilannya akan dipotong sebesar 5%.

Penghasilan Rp50-Rp250 juta per tahun akan dikenakan pajak sebesar 15%.

Penghasilan 250-500 juta per tahun akan dikenakan pajak 25%.

Penghasilan di atas Rp500 juta per tahun akan dikenakan pajak 30%.

b. Tarif PPh 23

Sedangkan tarif PPh 23 diberlakukan atas nilai DPP (Dasar Pengenaa Pajak) atau jumlah bruto
penghasilan. Jumlah bruto adalah jumlah penghasilan yang dibayarkan, atau telah jatuh tempo
pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk
usaha tetap, ataupun perwakilan perusahaan luar negeri. Di bawah ini adalah beberapa tarif PPh 23
yang berlaku.

Tarif 15% dari jumlah bruto atas dividen (pembagian dividen orang pribadi dikenakan pajak final yaitu
0,5%), dan hadiah dan penghargaan, selain yang dipotong PPh 21.

Tarif 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain yang berkaitan dengan penggunaan harta
(kecuali sewa tanah atau bangunan.

Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, dan jasa konsultan.

Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa lainnya yang diuraikan dalam Peraturan Menteri Keuangan
No. 141/PMK.03/2015

Bagaimana Pelaporan Pajaknya?

Meski dipotong tiap bulan oleh perusahaan, PPh 21 dilaporkan setiap tahunnya dengan batas pelaporan
maksimal akhir bulan Maret tiap tahun. Sedangkan untuk PPh 23, harus dilaporkan tiap bulannya oleh
pihak pemotong dengan cara mengsisi SPT Masa PPh Pasal 23, dan paling lambat dilaporkan setiap
Tanggal 20, sebulan setelah bulan terutang PPh 23.

[:en]Membayar pajak adalah sebuah kewajiban bagi setiap wajib pajak. Salah satu pajak yang harus
dibayarkan oleh wajib pajak, khususnya pengusaha adalah pajak penghasilan. Direktorat Jenderal Pajak
(DJP) membagi pajak penghasilan menjadi dua yaitu, PPh 21 dan PPh 23. Di mana, keduanya masih
berhubungan dengan penghasilan karyawan. Tahukah Anda apa perbedaan dari kedua jenis pajak
penghasilan ini? Simak penjelasan lengkapnya di bawah ini.

Apa Bedanya PPh 21 & PPh 23?

PPh pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan, berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun yang berhubungan dengan pekerjaan,
jabatan, jasa, maupun kegitan yang dilakukan oleh orang pribadi dalam negeri. Sedangkan PPh 23
ditujukan untuk penghasilan atas modal, penyerahan jasa, atau hadiah, dan penghargaan.

Bagaimana Konsep PPh 21 & PPh 23

Agar lebih jelas dimengerti, Anda harus memahami konsep dari PPh 21 dan PPh 23. Menurut Undang-
Undang PPh berdasarkan status subjek pajak penerima penghasilan, maka transaksi jasa yang
dibayarkan kepada WP Pribadi dalam negeri termasuk kelompok objek PPh Pasal 21. Sedangkan, jika
transaksi jasa dibayarkan kepada WP Badan dalam negeri, maka termasuk objek PPh Pasal 23. Contoh
subjek pajak WP Pribadi adalah karyawan yang bekerja di perusahaan Anda, sedangkan WP Badan
adalah supplier atau vendor yang menjual jasanya kepada Anda sebagai pengusaha.

Tarif Pajak PPN

Tarif umum 10% untuk penyerahan dalam negeri

Tarif khusus 0% diterapkan atas ekspor BKP berwujud maupun tidak berwujud, dan ekspor JKP.

Tarif Pajak sebesar 10% dapat berubah menjadi lebih rendah, yaitu 5% dan paling tinggi 15%
sebagaimana diatur oleh Peraturan Pemerintah.

Rumus & Cara Perhitungan PPN

Perhitungan PPN yang terutang dilakukan dengan cara mengalikan tarif pajak dengan Dasar Pengenaan
Pajak (DPP). Proses perhitungan tersebut dapat diilustrasikan sebagai berikut:

PPN = Tarif PPN x Dasar Pengenaan Pajak (DPP)

Contoh Kasus:

Seorang PKP bernama Gaby menjual tunai Barang Kena Pajak dengan Harga Jual Rp25.000.000.

Pajak Pertambahan Nilai yang terutang = 10% x Rp25.000.000 = Rp2.500.000


PPN sebesar Rp2.500.000 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak
Gaby.

Cara Menghitung PPN Jasa Luar Negeri

Cara menghitung PPN atas Jasa Luar Negeri yaitu 10% x jumlah yang seharusnya dibayarkan kepada
pihak yang menyerahkan Jasa Luar Negeri. Selain itu, cara tersebut dapat diterapkan antara pihak
pemberi Jasa Luar Negeri dan pihak penerima sesuai kesepakatan.

Contoh Kasus

Perusahaan Mutiara Rezeki memiliki beban untuk membayar jasa tenaga ahli dari Cina yang telah
memberikan pelatihan pengembangan personality pada perusahaannya. Harta tenaga ahli tersebut
adalah sebesar Rp600.000.000.

Sementara tenaga ahli yang disebutkan meminta jumlah gaji yang diterima harus jumlah bersih
termasuk potongan Pajak Pertambahan Nilai. Sehingga dalam hal ini, Anda dapat menerapkan rumus
kedua yaitu 10/110 x Rp600.000.000,- untuk menetapkan jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang menjadi
beban dan harus Anda bayarkan untuk jasa tenaga kerja ahli tersebut.

Anda mungkin juga menyukai