Anda di halaman 1dari 9

INDIKATOR KINERJA

( Untuk Memenuhi Tugas mata kuliah Kinerja Organisai Sektor Publik Oleh Dosen Dr.Juriko
Abdussamad , M.Si )

Disusun Oleh:

1. Safina Irsyadina Badjeber (941418006)


2. Sri Novalia Djafar ()

PRODI SI ADMINISTRASI PUBLIK


JURUSAN MANAJEMEN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2020

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Kinerja (performance) menjadi isu dunia saat ini. Hal tersebut terjadi sebagai konsekuensi
tuntutan masyarakat terhadap kebutuhan akan pelayanan prima atau pelayanan yang bermutu
tinggi. Mutu tidak terpisahkan dari standar, karena kinerja diukur berdasarkan standar. Melalui
kinerja klinis perawat dan bidan, diharapkan dapat menunjukkan kontribusi profesionalnya
secara nyata dalam meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan kebidanan, yang berdampak
terhadap pelayanan kesehatan secara umum pada organisasi tempatnya bekerja, dan dampak
akhir bermuara pada kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat.
Untuk mengukur kinerja perawat dan bidan pada tatanan klinis, digunakan “indikator kinerja
klinis” sebagai langkah untuk mewujudkan komitmennya guna dapat menilai tingkat
kemampuan individu dalam tim kerja. Dengan demikian, diharapkan kesadaran akan tumbuh,
mau, dan mampu mengidentifikasi kualitas kinerja masing-masing, untuk dimonitor, diperbaiki
serta ditingkatkan secara terus menerus. Model pengembangan dan manajemen kinerja klinis
(SPMKK) bagi perawat dan bidan, dimulai dari elemen terkecil dalam organisasi yaitu pada
tingkat “First Line Manager”, karena produktifitas (jasa) berada langsung ditangan individu-
individu dalam kerja tim.
Namun demikian komitmen dan dukungan pimpinan puncak dan stakeholder lainnya tetap
menjadi kunci utama. Bertemunya persepsi yang sama antara dua komponen tersebut dalam
menentukan sasaran dan tujuan, merupakan modal utama untuk meningkatkan kinerja dalam
suatu organisasi. Menentukan tingkat prestasi melalui indikator kinerja klinis akan menyentuh
langsung faktor -faktor yang menunjukkan indikasi-indikasi obyektif terhadap pelaksanaan
fungsi/tugas seorang perawat atau bidan, sejauh mana fungsi dan tugas yang dilakukan
memenuhi standar yang ditentukan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi Indikator Kinerja


Definisi indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan atau/ kualitatif yang
menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan (BPKP,
2000). Sementara menurut Lohman (2003), indikator kinerja (performance indicators) adalah
suatu variabel yang digunakan untuk mengekspresikan secara kuantitatif efektivitas dan efisiensi
proses atau operasi dengan berpedoman pada target-target dan tujuan organisasi. Jadi jelas
bahwa indikator kinerja merupakan kriteria yang digunakan untuk menilai keberhasilan
pencapaian tujuan organisasi yang diwujudkan dalam ukuran-ukuran tertentu.
Indikator kinerja (performance indicator) sering disamakan dengan ukuran kinerja
(performance measure). Namun sebenarnya, meskipun keduanya merupakan kinerja pengukuran
kinerja, terdapat perbedaan makna. Indikator kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara tidak
langsung yaitu hal-hal yang sifatnya hanya merupakan indikasi-indikasi kinerja, sehingga
bentuknya cenderung kualitatif. Sedangkan ukuran kinerja adalah kriteria kinerja yang mengacu
pada penilaian kinerja secara langsung, sehingga bentuknya lebih bersifat kuantitatif.

2.2 Indikator Kinerja yang Digunakan Untuk Mengukur Kinerja


Prestasi atau kinerja adalah catatan tentang hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan
tertentu atau kegiatan selama kurun waktu tertentu. Menurut Dwiyanto (dalam Pasolong, 2006:
50-51) mengenai indikator kinerja yang digunakan untuk mengukur kinerja yaitu sebagai
berikut:
a) produktivitas, bahwa produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, tetapi juga
mengukur efektivitas pelayanan. Dan pada umumnya dipahami sebagai ratio antara input
dan
output.
b) kualitas layanan, maksudnya bahwa kualitas dari pelayanan yang diberikan sangat penting
untuk dipertahankan.
c) Responsivitas, maksudnya bahwa birokrasi harus memiliki kemampuan untuk mengenali
kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan serta mengembangkan
program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.
d) Responsibilitas, maksudnya bahwa pelaksanaan kegiatan harus dilakukan sesuai dengan
prinsip-prinsip administrasi yang benar dan kebijakan birokrasi baik yang eksplisit maupun
implisit.
e) Akuntabilitas, maksudnya bahwa seberapa besar kebijakan dan kegiatan birokrasi tunduk
kepada para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat, dimana para pejabat politik tersebut
dengan senidirinya akan selalu memprioritaskan kepentingan rakyat.
Sedangkan menurut Blanchard dalam Wobowo (86: 2009) terdapat tujuh indikator kinerja.
Dua diantaranya mempunyai peran yang sangat penting, yaitu tujuan dan motif. Namun, kinerja
memerlukan adanya dukungan sarana, kompetensi , peluang , standar, dan umpan balik.
a.) Tujuan (goal)
Tujuan merupakan keadaan yang berbeda yang secara aktif dicari oleh seorang individu atau
organisasi untuk dicapai.
b) Standar (standart)
Standar merupakan suatu ukuran apakah tujuan yang diinginkan dapat dicapai.
c) Umpan Balik (feedback)
Umpan balik merupakan suatu ukuran apakah tujuan yang diinginkan dapat dicapai.
d) Alat atau Sarana (mean)
Alat atau sarana merupkan sumberdaya yang dapat dipergunakan untuk membantu
menyelesaikan tujuan dengan sukses.
e) Kompetensi (Competence)
Kompetensi merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk menjalankan
pekerjaan yang diberikan kepadanya dengan baik.
f) Motif (motive)
Motif merupakan alasan atau pendorong bagi seseorang untuk melakukan sesuatu.
g) Peluang (opportunity)
pekerja perlu mendapatkan kesempatan untuk menunjukkan prestasi kerjanya.

Indikator kinerja sebgaimana disebutkan di atas mengandung makna bahwa tujuan bukanlah
persyaratan, juga bukan merupakan sebuah keinginan. Tujuan merupakan sesuatu keadaan yang
lebih baik yang ingin dicapai oleh organisasi di masa yang akan datang. Dengan demikian tujuan
menunjukkan arah ke mana kinerja harus dilakukan. Namun demikian dalam upaya mecapai
tujuan perlu adanya sebuah standar. Tanpa standar, tidak akan dapat diketahui kapan suatu tujuan
tercapai. Standar menjawab pertanyaan tentang kapan sukses atau gagal. Kinerja sesorang
dikatakan berhasil apabila mampu mempunyai standar yang ditentukan atau disepakati bersama
antara atasan dan bawahan.

2.3. Definisi Critical Success Factors (CSF)


Critical Success Factors (faktor keberhasilan utama) adalah suatu area yang
mengindikasikan kesuksesan kinerja unit kerja organisasi. Area CSF ini menggambarkan
manajerial dengan memperhatikan variabel-variabel kunci finansial dan nonfinansial pada
kondisi waktu tertentu. Suatu CSF dapat digunakan sebagai indikator kinerja. Identifikasi
terhadap CSF dapat dilaukan terhadap berbagai faktor misalnya, potensi yang dimiliki
organisasi, kesempatan, keunggulan, tantangan, kapasitas sumber daya, dana, sarana-prasarana,
regulasi atau kebijakan organisasi, dan sebagainya. Untuk memperoleh CSF yang tepat dan
relevan, CSF harus secara konsisten mengikuti perubahan yang terjadi dalam organisasi.
CSF sering disamakan pengertiannya dengan key performance indicator (KPI) yang
sebenarnya sangat berbeda. KPI adalah sekumpulan indikator yang dapat dianggap sebagai
ukuran kinerja kunci baik yang bersifat finansial maupun nonfinansial untuk melaksanakan
operasi dan kinerja unit bisnis.

2.4. Pengembangan Indikator Kinerja


Penggunaan indikator kinerja sangat penting untuk mengetahui apakah suatu aktivitas atau
program telah dilakukan secara efisien dan efektif. Indikator untuk tiap-tiap unit organisasi
berbeda-beda tergantung pada tipe pelayanan yang dihasilkan. Penentuan indikator kinerja perlu
mempertimbangkan komponen berikut:
1. Biaya pelayanan (cost of service)
Indikator biaya biasanya diukur dalam bentuk biaya unit (unit cost), misalnya biaya per unit
pelayanan. Beberapa pelayanan mungkin tidak dapat ditentukan biaya unitnya, karena output
yang dihasilkan tidak dapat dikuantifikasi atau tidak ada keseragaman tipe pelayanan yang
diberikan.
2. Penggunaan (untilization)
Indikator penggunaan pada dasarnya membandingkan antara jumlah pelayanan yang
ditawarkan (supply of service) dengan permintaan publik (public demand). Indikator ini harus
mempertimbangkan preferensi publik, sedangkan pengukurannya biasanya berupa volume
absolut atau presentase tertentu, misalnya presentase penggunaan kapasitas.
3. Kualitas dan standar pelayanan (quality and standards)
Indikator kualitas dan standar pelayanan merupakan indikator yang paling sulit diukur,
karena menyangkut pertimbangan yang sifatnya subyektif. Penggunaan indikator kualitas dan
standar pelayanan harus dilakukan secara hati-hati kerana terlalu menekankan indikator kualitas
dan stanar pelayanan misalnya perubahan jumlah complain masyarakat atas pelayanan tertentu.
4. Cakupan pelayanan (coverage)
Indikator cakupan pelayanan perlu dipertimbangkan apabila terdapat kebijakan atau
peraturan perundangan yang mensyaratkan untuk memberikan pelayanan dengan tingkat
pelayanan minimal yang telah ditetapkan.
5. Kepuasan (satisfaction)
Indikator kepuasan biasanya diukur melalui metode jajak pendapat secara langsung. Bagi
pemerintah daerah, metode penjaringan aspirasi masyarakat (need assessment), dapat juga
digunakan untuk menetapkan indikator kepuasan. Namun demikian , dapat juga digunakan
indikator proksi misalnya jumlah komplain.

2.5. Syarat-Syarat Indikator Ideal


Indikator kinerja bisa berbeda untuk setiap organisasi, namun setidaknya ada persyaratan
umum untuk terwujudnya suatu indikator yang ideal. Menurut Palmer (1995), syarat-syarat
indikator yang ideal adalah sebagai berikut:
1. Consitency. Berbagai definisi yang digunakan untuk merumuskan indikator kinerja harus
konsisten, baik antara periode waktu maupun antar unut-unit organisasi.
2. Comparibility. Indikator kinerja harus mempunyai daya banding secara layak.
3. Clarity. Indikator kinerja harus sederhana, didefiniskan secara jelas dan mudah dipahami.
4. Controllability. Pengukuran kinerja terhadap seorang manajer publik harus berdasarkan pada
area yang dapat dikendalikannya.
5. Contigency. Perumusan indikator kinerja bukan variabel yang independen dari lingkungan
internal dan eksternal. Struktur organisasi, gaya manajemen, ketidakpastian dan kompleksitas

lingkungan eksternal harus dipertimbangkan dalam perumusan indikator kinerja.


6. Comprehensiveness. Indikator kinerja harus merefleksikan semua aspek perilaku yang cukup

penting untuk pembuatan keputusan manajerial.


7. Boundedness. Indikator kinerja harus difokuskan pada faktor-faktor utama yang merupakan
keberhasilan organisasi.
8. Relevance. Berbagai penerapan membutuhkan indikator spesifik sehingga relevan untuk
kondisi dan kebutuhan tertentu.
9. Feasibility. Target-target yang digunakan sebagai dasar perumusan indikator kinerja harus
merupakan harapan yang realistik dan dapat dicapai.
Sementara itu, syarat indikator kinerja menurut BPKP (2000) adalah sebagai berikut:
1. Spesifik dan jelas, sehingga dapat dipahami dan tidak ada kemungkinan kesalahan
interpretasi.
2. Dapat diukur secara obyektif baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif, yaitu dua atau
lebih mengukur indikator kinerja mempunyai kesimpulan yang sama.
3. Relevan, indikator kinerja harus menangani aspek-aspek obyektif yang relevan.
4. Dapat dicapain penting, dan harus berguna untuk menunjukkan keberhasilan masukan,
keluaran, hasil , manfaat, dan dampak serta proses.
5. Harus cukup flesibel dan sensitive terhadap perubahan/penyesuaian pelaksanaan dan hasil
pelaksanaan kegiatan.
6. Efektif. Data/informasi yang berkaitan dengan indikator kinerja yang bersangkutan dapat
dikumpulkan, diolah, dan dianalisis dengan biaya yang tersedia.

2.6. Indikator Kinerja Sebagai Pembanding


Pemerintah daerah dapat melakukan sejumlah perbandingan dalam upaya melakukan
kinerja di organisasinya. Beberapa perbandingan yang bisa dilakukan antara lain:
1. Membandingkan kinerja tahun ini dengan kinerja tahun lalu.
2. Membandingkan kinerja tahun ini dengan berbagai standar yang diturunkan dari pemerintah
pusat atau dari daerah sendiri.
3. Membandingkan kinerja unit atau seksi yang ada pada sebuah departemen dengan unit atau
seksi departemen lain yang menyediakan jasa layanan yang sama.
4. Membandingkan dengan berbagai ketentuan pada sektor swasta.
5. Membandingkan semua bidang dan fungsi menjadi tanggung jawab pemerintah daerah
dengan
bidang dan fungsi yang sama pada pemerintah daerah lain.

2.7 Estimasi Indikator Kinerja


Sebagaimana dikemukakan Mardiasmo (2002), suatu unit organisasi perlu melakukan
estimasi untuk menentukan target kinerja yang ingin dicapai pada periode mendatang. Penentuan
target tersebut didasarkan pada perkembangan cakupan pelayanan atau indikator kinerja.
Estimasi dapat dilakukan dengan menggunakan (1) kinerja masa lalu . (2) expert judgement, (3)
trend , (4) regresi.

2.8 Jenis-Jenis Indikator Kinerja

Indikator Input: gambaran mengenai sumberdaya yang digunakan untuk menghasilkan output
dan outcome (kuantitas, kualitas, dan kehematan).
Indikator Process: gambaran mengenai langkah-langkah yang dilaksanakan dalam menghasilkan
barang atau jasa (frekuensi proses, ketaatan terhadap jadwal, dan ketaatan terhadap
ketentuan/standar).
Indikator Output: gambaran mengenai output dalam bentuk barang atau jasa yang dihasilkan dari
suatu kegiatan (kuantitas, kualitas, dan efisiensi).
Indikator Outcome: gambaran mengenai hasil aktual atau yang diharapkan dari barang atau jasa
yang dihasilkan (peningkatan kuantitas, perbaikan proses, peningkatan efisiensi, peningkatan
kualitas, perubahan perilaku, peningkatan efektivitas, dan peningkatan pendapatan)
Indikator Dampak: gambaran mengenai akibat langsung atau tidak langsung dari tercapainya
tujuan. Indikator dampak adalah indikator outcome pada tingkat yang lebih tinggi hingga
ultimate.

Kesimpulan
Indikator kinerja merupakan ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat
pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan, dengan memperhitungkan Indikator
masukan, keluaran, hasil, dan manfaat dan dampak. Kinerja adalah gambaran pencapaian
pelaksanaan suatu kegiatan / program / kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi,
dan visi organisasi. Secara umum kinerja merupakan prestasi yang dicapai oleh organisasi dalam
periode tertentu.
Pelaporan kinerja merupakan refleksi kewajiban untuk mempresentasikan dan melaporkan
kinerja semua aktivitas dan sumber daya yang perlu dipertanggungjawabkan. Pelaporan ini
merupakan wujud dari proses akuntabiltas. Analisis dan dari sistem pengukuran kinerja yang
baik dapat membantu organisasi dalam:
1. Mengidentifikasi kondisi pelaksanaan program yang mendorong perbaikan program.
2. Membantu pengembangan dan peningkatan strategi pelayanan.
3. Menyediakan petunjuk permasalahan dan apa yang harus dilakukan dalam meningkatkan
hasil.
4. Membantu penilaian tindakan perbaikan yang telah dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai