PERFORMANCE MANAGEMENT
Oleh Kelompok 7:
2
1. Dasar Manajemen Kinerja
Miller dan Roth (1994) menunjukkan hasil bahwa pendekatan manajemen tradisional
memberikan peningkatan produktivitas yang rendah sehingga diperlukan perubahan dari
manajemen berorientasi hasil (result management) menjadi manajemen kinerja (performance
management). Bredup (1994) mengemukakan keberhasilan manajemen kinerja mengacu
pada tiga dimensi yaitu: effectiveness (kemampuan perusahaan dalam memenuhi kebutuhan
konsumennya), efficiency (kemampuan perusahaan dalam menggunakan sumber daya yang
dimilikinya secara ekonomis), dan changeability (kemampuan perusahaan dalam
menyesuaikan terhadap perubahan pada masa depan). Banyak faktor yang menyebabkan
penurunan kinerja menurut Oyadiran, Dagauda, Gimba (2015), Wardhana (2014), Ivanova
dan Avasilcăi (2013), Aguinis (2012), McNamara. (2008)
3
tanpa diikuti tindak lanjut. Dalam pemahaman manajemen kinerja terdapat maksud bahwa
harus terjadi peningkatan kinerja secara terus-menerus. Oleh karena itu, perlu dilakukan
kegiatan pemberian umpan balik di dalam prosesnya yang tidak hanya sekedar menilai
capaian yang diraih.
Manajemen Kinerja adalah konsep kompleks yang mencakup dimensi berbeda dari
organisasi dan orang-orang. Perencanaan kinerja, pengembangan, dan sistem penghargaan
memungkinkan manajer untuk merealisasikan potensi mereka yang sebenarnya dalam
rangka berkontribusi bagi pertumbuhan dan pengembangan organisasi. Untuk mencapainya
diperlukan beberapa prasyarat dengan ciri dan karakteristik yang perlu di jaga yang di
antaranya adalah sebagai berikut.
4
dan kelemahannya dari waktu ke waktu dan merencanakan untuk mengurangi
kesenjangan kinerja.
● Pengembangan kepemimpinan
Manajer perlu mengidentifikasi para pengelola yang memiliki potensi kepemimpinan dan
terlepas dari ketulusan dan kejujuran untuk memastikan komunikasi dua arah yang lebih
baik dan efektif antara manajer dan manajer. Sistem umpan balik organisasi harus
memiliki sistem umpan balik yang sangat baik untuk kinerja manajer/individu/tim/
departemen. Harus dipantau terus-menerus dan menghasilkan umpan balik untuk
manajemen (Tampubolon, 2020, hlm. 81).
3. Tujuan Manajemen
Kinerja
Strategi manajemen kinerja bertujuan untuk menyediakan sarana yang melaluinya hasil
yang lebih baik dapat diperoleh dari organisasi, tim, dan individu dengan memahami dan
mengelola kinerja dalam kerangka tujuan yang direncanakan, standar, dan persyaratan
kompetensi yang disepakati. Ini melibatkan pengembangan proses untuk membangun
pemahaman bersama tentang apa yang ingin dicapai, dan pendekatan untuk mengelola dan
mengembangkan orang dengan cara yang meningkatkan kemungkinan bahwa hal itu akan
dicapai dalam jangka pendek dan panjang. Manajemen kinerja ini dimiliki dan didorong oleh
manajemen lini.
Proses pengembangan strategi menghasilkan tujuan strategis dan rencana aksi yang
jelas untuk peningkatan kinerja yang terukur. Ini didasarkan pada pemahaman menyeluruh
tentang penggerak nilai utama yang ditujukan untuk mencapai keunggulan kompetitif.
Masalah bisnis yang mendorong organisasi untuk meningkatkan proses pengembangan
strategi adalah kurangnya fokus rencana strategis dan rendahnya kualitas target strategis.
5
Proses pengembangan strategi seringkali terlalu berfokus pada penghitungan hasil keuangan
masa depan dengan cermat daripada merencanakan penciptaan nilai. Rencana strategis
cenderung melihat ke dalam, menghasilkan pandangan jangka panjang yang tidak realistis
yang tidak memperhitungkan perkembangan lingkungan dan yang kurang fokus pada
keunggulan kompetitif dan diferensiasi sejati.
4.3. Peramalan
6
informasi non-keuangan, tidak cukup berdasarkan pengecualian, tidak menyertakan tindakan
korektif dan pencegahan, dan tidak lengkap karena pengumpulan data sangat memakan
waktu.
Proses tinjauan kinerja secara berkala meninjau kinerja aktual, target, dan prakiraan
untuk memastikan bahwa tindakan pencegahan dan perbaikan tepat waktu diambil untuk
menjaga perusahaan tetap pada jalurnya. Masalah bisnis yang mendorong organisasi untuk
meningkatkan proses tinjauan kinerja adalah rendahnya kualitas prakiraan dan waktu tinjauan
kinerja yang buruk. Nilai tambah prakiraan relatif rendah karena akurasinya seringkali tidak
mencukupi, biasanya terlalu berorientasi finansial, tidak memberikan informasi penjelas yang
cukup tentang masalah masa depan, dan terlalu banyak waktu untuk mempersiapkannya.
Rapat tinjauan kinerja umumnya berlangsung secara teratur dan bukan sebagai pengecualian
ketika benar-benar ada masalah. Akibatnya, tinjauan kinerja memakan waktu terlalu banyak
ketika tidak ada masalah dalam organisasi dan ketika ada masalah dan masalah kinerja nyata,
tinjauan tidak diadakan atau terlambat diadakan.
Proses ini menghubungkan tindakan strategis dan operasional untuk penggerak nilai
utama, secara seimbang dengan kebijakan kompensasi dan tunjangan. Masalah bisnis utama
yang mendorong organisasi untuk meningkatkan sub-proses kompensasi insentif adalah
bahwa proses ini tidak cukup selaras dengan sub-proses lainnya; oleh karena itu tidak
menghargai perilaku yang didorong oleh kinerja yang tepat dari anggota organisasi.
7
2. Penyelarasan Tujuan (Goal Alignment) berarti memiliki metode yang memungkinkan
manajer dan karyawan untuk melihat hubungan antara tujuan karyawan dan departemen
dan perusahaan mereka
3. Pemantauan Kinerja yang Berkelanjutan (Ongoing Performance Monitoring) biasanya
berarti sistem komputerisasi untuk mengukur kemajuan tim dan/atau karyawan secara
terus-menerus dalam mencapai sasaran kinerja
4. Umpan Balik Berkelanjutan (Ongoing Feedback) berarti memberikan umpan balik tatap
muka dan terkomputerisasi terus menerus mengenai kemajuan menuju tujuan
5. Pelatihan dan Dukungan Pengembangan (Coaching and Developmental Support) harus
menjadi bagian dari proses umpan balik
6. Pengakuan dan Penghargaan (Recognition and Rewards) harus memberikan insentif
untuk menjaga tujuan karyawan dan mengarahkan kinerja pada jalurnya.
5. Pengukuran Kinerja
Definisi pengukuran kinerja menurut Nelly dkk (1995) adalah proses mengukur efisiensi
dan efektifitas suatu tindakan. Bititci dkk (1997) mendefinisikan pengukuran kinerja sebagai
sistem informasi dan pelaporan atas hasil kinerja karyawan. Ismail (2020) pengukuran
kinerja adalah suatu proses yang diselenggarakan oleh perusahaan untuk mengevaluasi atau
melakukan penilaian kinerja individu setiap karyawannya, pengukuran kinerja juga dapat
dijadikan evaluasi atas kebijakan tentang sumber daya manusia, serta sistem pengendali
dengan menganalisis penyimpangan yang terjadi antara rencana yang dibuat dengan hasil
yang dicapai. Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa arti dari pengukuran
kinerja adalah proses untuk mengukur dan menilai kontribusi atau hasil kerja karyawan
terhadap perusahaan, kontribusi atau hasil kerja yang diberikan karyawan kepada perusahaan
akan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.
Tujuan dan manfaat pengukuran kinerja menurut ismail (2020) adalah sebagai berikut:
Tujuan pengukuran kinerja:
1. Untuk mengetahui hasil kerja karyawan selama periode tertentu dibandingkan dengan
standar yang telah dibandingkan sebelumnya
2. Untuk mengetahui kualitas personel karyawan yang berhubungan dengan sikap, watak,
8
maupun kekuatan dan kelemahan lainnya sehubungan dengan pekerjaan di perusahaan
3. Untuk mengetahui potensi yang dimiliki karyawan dalam menduduki jabatan lain
(promosi), apakah melalui training terlebih dahulu atau tanpa training sudah dapat
dipromosikan.
Manfaat pengukuran kinerja:
1. Bagi Pekerja
Dapat digunakan sebagai umpan balik tentang prestasi kerja selama ini. Hasil kerja
karyawan dapat digunakan untuk memahami kelebihan dan kelemahan dirinya, yang
kemudian dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuannya lebih lanjut.
2. Bagi Perusahaan
Sebagai dasar pengambilan keputusan terhadap karyawan yang berkaitan dengan promosi
jabatan, mutasi, penentuan gaji dan kompensasi yang lebih objektif, demosi, pemutusan
hubungan kerja, serta untuk mengetahui kebutuhan akan training.
Dalam pengukuran kinerja terdapat beberapa metode yang bisa digunakan. Ismail (2020)
menjelaskan 3 metode yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja, yaitu metode balanced
scorecard, malcolm baldrige national quality award (MBNQA), dan performance prism.
1. Balance Scorecard (BSC)
BSC konvensional dirumuskan oleh Kaplan dan Norton yang terdiri dari 4
perspektif yaitu keuangan, pelanggan, proses, dan belajar. Metode BSC ini
berlaku pada perusahaan yang profit oriented bahwasannya sumberdaya manusia
yang unggul akan menghasilkan proses yang baik, proses yang baik akan disukai
dan mendatangkan pelanggan yang loyal, dan pada akhirnya akan menghasilkan
keuntungan bagi perusahaan. Jadi perspektif belajar berada pada posisi paling
dasar, kemudian diikuti oleh proses, pelanggan, dan keuangan. Kerangka ini
dikenal sebagai strategy map dan merupakan jantung dari BSC.
Terdapat dua pendekatan yang digunakan dalam implementasi BSC yaitu
dashboard management dan analytic scorecard. Metode dashboard management
perlu menampilkan beberapa Key Performance Indicator (KPI) penting dalam
grafik yang sesuai dan perlu dilaporkan secara periodik dalam satu laporan
khusus. Sedangkan pendekatan analytic scorecard adalah semua capaian dari KPI
9
diagregatkan secara terstruktur ke tingkat perspektif dan organisasi untuk
mendapatkan satu skor final atas capaian kinerja perspektif/ organisasi pada
periode tertentu.
2. Malcolm Baldrige National Quality Award (MBNQA)
Malcolm Baldrige National Quality Award (MBNQA) merupakan sebuah
excellence model yang berasal dari AS dan digunakan untuk memberikan
penghargaan bagi perusahaan-perusahaan di AS. Tujuan MBNQA pertama kali
adalah agar perusahaan-perusahan di AS menyadari pentingnya upaya perbaikan
kualitas berkesinambungan untuk memberikan pelayanan yang baik. Penghargaan
ini dilakukan setahun sekali dan bersifat kompetisi, perusahaan yang yang ingin
terlibat harus mengirimkan portofolio mereka untuk dinilai. Namun saat ini
banyak perusahaan di luar AS yang mengadopsi metode ini untuk keperluan
pengukuran dan perbaikan kinerja perusahaan mereka. Berikut adalah bagan
perspektif metode MBNQA:
10
3. Performance Prism
Model ini pertama kali diperkenalkan oleh Neely dkk dan merupakan kritik
terhadap pendekatan BSC dalam pembangkitan KPI yang berdasarkan strategi.
Pada model ini strategi diformulasikan berdasarkan kebutuhan stakeholder
organisasi. Berikut adalah bagan perspektif metode Performance Prism:
11
5. Kontribusi stakeholder
Apa yang kita butuhkan dan inginkan dari stakeholder untuk mengembangkan
kapabilitas organisasi
12
DAFTAR PUSTAKA
Dessler G. Human Resource Management. Sixteenth ed. New York: Pearson; 2020.
“HR Execs Trade Notes on Human Resource Information Systems,” BNA Bulletin to
Management, December 3, 1998, p. 2. See also Ali Velshi, “Human Resources Information,” The
Americas Intelligence Wire, February 11, 2004.
Ismail. Pengukuran Kinerja SDM. Kab. Banyumas: CV. Pena Persada: 2020
13