Indikator Kinerja Utama (IKU) atau Key performance indicators (KPI) dapat diartikan sebagai ukuran atau Indikator yang akan memberikan informasi sejauh
mana kita telah berhasil mewujudkan sasaran strategis yang telah kita tetapkan.
Pendahuluan
Kinerja (performance) menjadi isu dunia saat ini. Hal tersebut terjadi
sebagai konsekuensi tuntutan masyarakat terhadap kebutuhan akan pelayanan
prima atau pelayanan yang bermutu tinggi. Mutu tidak terpisahkan dari standar,
karena kinerja diukur berdasarkan standar. Melalui kinerja Aparatur, diharapkan
dapat menunjukkan kontribusi profesionalnya secara nyata dalam meningkatkan
mutu pelayanan publik secara umum pada organisasi tempatnya bekerja, dan
dampak akhir bermuara pada kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat.
Namun demikian komitmen dan dukungan pimpinan puncak dan
stakeholder lainnya tetap menjadi kunci utama. Bertemunya persepsi yang sama
antara dua komponen tersebut dalam menentukan sasaran dan tujuan,
merupakan modal utama untuk meningkatkan kinerja dalam suatu organisasi.
Menentukan tingkat prestasi melalui indikator kinerjanya akan menyentuh
langsung faktor-faktor yang menunjukkan indikasi-indikasi obyektif terhadap
pelaksanaan fungsi/tugas seorang Aparatur, serta sejauh mana fungsi dan tugas
yang dilakukan memenuhi standar yang ditentukan.
Pengertian Kinerja
Kata kinerja (performance) dalam konteks tugas, sama dengan prestasi
kerja. Para pakar banyak memberikan definisi tentang kinerja secara umum, dan
dibawah ini disajikan beberapa diantaranya:
1.
2.
Kinerja: adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsifungsi pekerjaan atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu
(Bernardin dan Russel, 1993).
Kinerja: Keberhasilan seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan
(As'ad, 1991
3.
4.
Kinerja adalah apa yang dapat dikerjakan sesuai dengan tugas dan
fungsinya (Gilbert, 1977)
Kinerja mengandung dua komponen penting yaitu:
1.
2.
(outcome).
Dari berbagai pengertian tersebut diatas, pada dasarnya kinerja
menekankan apa yang dihasilkan dari fungsi-fungsi suatu pekerjaan atau apa
yang keluar (out-come). Bila disimak lebih lanjut apa yang terjadi dalam sebuah
pekerjaan atan jabatan adalah suatu proses yang mengolah in-put menjadi output (hasil kerja). Penggunaan indikator kunci untuk mengukur hasil kinerja
individu,
bersumber
dari
fungsi-fungsi
yang
diterjemahkan
dalam
kegiatan/tindakan dengan landasan standar yang jelas dan tertulis. Mengingat
kinerja mengandung komponen kompetensi dan produktifitas hasil, maka hasil
kinerja sangat tergantung pada tingkat kemampuan individu dalam
pencapaiannya.
Menurut Gibson (1987) ada 3 faktor yang berpengaruh terhadap kinerja
seseorang antara lain :
belakang
keluarga,
Tujuan
1.
2.
3.
Merumuskan tanggung jawab dan tugas yang harus dicapai dan disepakati
oleh atasan-nya. Rumusan ini mencakup kegiatan yang dituntut untuk
Menyepakati sasaran kerja dalam bentuk hasil yang harus dicapai dalam
kurun waktu tertentu, termasuk penetapan standar prestasi dan tolak
ukurnya.
3.
4.
5.
Pengertian Indikator
Indikator Kinerja Utama (IKU) atau Key performance indicators (KPI) dapat
diartikan sebagai ukuran atau Indikator yang akan memberikan informasi sejauh
mana kita telah berhasil mewujudkan sasaran strategis yang telah kita tetapkan.
Dalam menyusun KPI kita harus sebaiknya menentapkan indikator kinerja yang
jelas, spesifik dan terukur (measurable). KPI juga sebaiknya harus dinyatakan
secara eksplisit dan rinci sehingga menjadi jelas apa yang diukur. Pada sisi lain,
biaya untuk mengidentifikasi dan memonitor KPI sebaiknya tidak melebihi nilai
yang akan diketahui dari pengukuran tersebut. Hindari pengukuran yang
berlebihan yang tidak banyak memberi nilai tambah.
Ada beberapa pengertian yang disampaikan oleh para pakar antara lain:
1.
2.
3.
Ada dua kata kunci penting dalam pengertian tersebut diatas adalah
pengukuran dan perubahan. Untuk mengukur tingkat hasil suatu kegiatan
digunakan "indikator" sebagai alat atau petunjuk untuk mengukur prestasi suatu
pelaksanaan kegiatan. Indikator yang berfokus pada hasil asuhan kepada prosesproses kunci serta spesifik. Indikator pelayanan adalah ukuran kuantitas sebagai
pedoman untuk mengukur dan mengevaluasi kualitas yang berdampak terhadap
pelayanan. Indikator tidak dipergunakan secara langsung untuk mengukur
kualitas pelayanan, tetapi dapat dianalogikan sebagai "bendera" yang menunjuk
Karakteristik Indikator
Selanjutnya, setelah kita merumuskan KPI untuk setiap sasaran kinerja
yang ada, maka tahapan berikutnya adalah menentukan angka target untuk
setiap KPI. Demikianlah, misalkan untuk KPI pertumbuhan sales revenue maka
angka target yang dipasang misalnya adalah 15 %. Sementara untuk skor atau
tingkat kepuasan pelanggan misalkan angka targetnya adalah 8 dari skala 1 10.
Penetapan angka target ini sebaiknya mengikuti metode SMART atau
singkatan dari :
Specific (S): target harus bersifat spesifik, detail dan terfokus. Contoh:
"Meningkatkan laba operasi menjadi Rp 100 milyar per tahun
kinerja
hendaknya
1.
2.
3.
4.
5.
Relevan: sesuai dengan aspek kegiatan yang akan diukur dan kritikal
contoh: pada unit bedah indikator yang dibuat berhubungan dengan preoperasi dan post-operasi.
1
2
3
4
5
Views: 10977 | Added by: PSIOAN | Rating: 3.2/4
Total comments: 2
Comments display order:
0
Indikator kinerja
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Belum Diperiksa
Indikator Kinerja Utama (IKU) dalam balanced scorecard merupakan ukuran keberhasilan pencapaian sasaran
strategis. IKU inilah yang sebenarnya berperan dalam merubah sesuatu yang bersifat normatif (sasaran strategis)
menjadi definitif, terukur dan realistis. Menentukan IKU sepertinya memang pekerjaan yang tidak terlalu sulit, terlebih
jika tim yang melakukan penyusunan telah memahami substansi dari sasaran strategis yang disusun. Namun
pengalaman saya dalam memandu maupun mengerjakan balanced scorecard khususnya di instansi pemerintahan
membuktikan bahwa merumuskan IKU bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilakukan. Umumnya
permasalahan bukan terletak pada apa IKU dari suatu sasaran strategis,
melainkan apa IKU yang sebaiknya digunakan dan disepakati bersama untuk
dijalankan, tentunya dengan segala dampak yang akan ditimbulkannya .Suatu IKU
yang ditentukan oleh organisasi hari ini akan berdampak terhadap perilaku dan budaya yang terbentuk dalam
organisasi tersebut beberapa tahun kedepan. Misalnya pimpinan unit kerja memutuskan untuk menggunakan salah
satu IKU Rasio jumlah kehadiran terhadap total kehadiran per bulan sebagai ukuran keberhasilan sasaran strategis
Meningkatnya produktifitas karyawan unit kerja A. Maka perilaku karyawan seperti apa yang akan terbentuk beberapa
tahun kemudian atas IKU tersebut ? Berdasarkan IKU tersebut, maka dapat dikatakan bahwa karyawan yang produktif
adalah karyawan yang kehadirannya 100% setiap bulan, dimana setiap hari jam kerja dimulai pukul 08.00 dan berakhir
pukul 17.00. Oleh karena itu, maka setiap karyawan akan berlomba-lomba datang sebelum jam 8 (untuk mengisi
kehadiran melalui mesin kehadiran) dan pulang tepat jam 17.00, terlepas apakah masih ada pekerjaan yang masih
harus dikerjakan atau tidak. Akibatnya fokus karyawan hanya sebatas kehadiran saja, tanpa memikirkan kualitas hasil
pekerjaan atau deadline yang harus segera dipenuhi.
Hal ini tentunya akan berbeda jika IKU yang diputuskan untuk sasaran strategis Meningkatnya produktifitas karyawan
unit kerja A adalah Rasio pekerjaan yang diterima (disetujui) oleh atasan dibanding total pekerjaan yang diberikan
atasan. Jika IKU ini yang digunakan, maka perilaku yang akan terbentuk adalah setiap karyawan akan fokus
menyelesaikan pekerjaannya tepat waktu (sesuai deadline yang diberikan) dan sesuai dengan kualitas yang diharapkan
oleh atasan. Akibatnya, kehadiran menjadi sesuatu yang tidak begitu penting karena kehadiran bukan merupakan
ukuran keberhasilan dari produktifitas. Lembur atau bahkan menggunakan waktu libur untuk menyelesaikan pekerjaan
akan menjadi proses yang dilakukan oleh karyawan (tanpa diminta) untuk mencapai IKU yang dibebankan kepadanya.
Secara umum, hubungan antara sasaran strategis dan IKU telah saya tuliskan pada tulisan saya sebelumnya tentang
balanced scorecard untuk institusi pemerintahan (https://hech61.wordpress.com/2014/02/07/balanced-scorecard-untukinstitusi-pemerintah/). Satu sasaran strategis (yang masih bersifat normatif) perlu ditentukan ukuran keberhasilannya
dalam bentuk IKU (merubah normatif menjadi definitif), sehingga satu sasaran strategis minimal harus memiliki 1 IKU
dan boleh memiliki lebih dari 1 IKU. Dalam menentukan IKU untuk setiap sasaran strategis yang ada, organisasi dapat
memilih apakah akan menggunakan IKU lead (lead indicator) atau IKU lag (lag indicator).
IKU lead (lead indicator) merupakan indikator keberhasilan yang pencapaiannya sepenuhnya berada dibawah
organisasi. IKU lead dapat ditentukan pada level input (lead-input) maupun level proses (lead-process). Sementara IKU
lag (lag indicators) merupakan indikator keberhasilan yang pencapaiannya berada diluar kendali kita. IKU lag dapat
ditentukan pada level output (lag-output) maupun level outcome (lag-outcome). Simulasi berikut ini akan
menggambarkan bagaimana IKU ditentukan (beserta dampak / konsekuensinya) untuk setiap sasaran strategis
Sasaran Strategis : Meningkatnya kompetensi karyawan di unit kerja A
IKU alt 2 > Lead-Process : Rata-rata hari pelatihan karyawan per tahun
IKU alt 4 > Lag-Outcome : Rasio Output (hasil pekerjaan) terhadap Input (biaya) per karyawan
Jika dilihat pada simulasi diatas, untuk sasaran strategis Meningkatnya kompetensi karyawan di unit kerja A
organisasi memiliki minimal 4 (empat) alternatif pilihan yang dapat dipilih. Disini tidak ada yang salah atau benar dalam
menentukan pilihan, hanya setiap pilihan memiliki dampak yang berbeda terhadap organisasi maupun terhadap
perilaku yang terbentuk beberapa tahun kedepan.
Jika organisasi memilih IKU alt 1, dengan memasukkan persyaratan pendidikan minimal S2 pada syarat rekrutmen
karyawan dan akhirnya mendapatkan karyawan dengan kualifikasi S2, maka IKU sudah tercapai. Sehingga kompeten
atau tidaknya seseorang sangat ditentukan oleh tingkat pendidikan terakhir (s2) yang dimilikinya. Dampaknya, masingmasing karyawan akan berlomba-lomba untuk mendapatkan ijasah s2, tanpa perlu melakukan upgrade terhadap ilmu
dan keterampilan yang dimiliki pada tahun-tahun berikutnya. Karyawan merasa dengan memiliki ijasah s2 maka ia
sudah masuk dalam kategori kompeten, sehingga tidak perlu lagi melakukan pelatihan atau mempelajari sesuatu yang
baru. Sikap arogan akan muncul khususnya bagi karyawan yang telah memiliki ijasah S2 dan cenderung tidak akan
mendengarkan saran atau pendapat orang lain yang pendidikan terakhirnya adalah S1 atau dibawahnya, walaupun
pendapat tersebut benar dan rasional.
Jika organisasi memilih IKU alt 2, maka dalam meningkatkan kompetensi karyawan unit kerja akan fokus dalam
memperbanyak jumlah hari pelatihan per karyawan per tahun. Semakin banyak jumlah hari pelatihan yang diberikan,
maka semakin berhasil unit kerja tersebut dalam mewujudkan kompetensi karyawan. Dampaknya, biaya untuk
pelatihan akan membengkak seiring meningkatnya jumlah hari pelatihan karyawan, terlepas apakah pelatihan yang
diberikan dibutuhkan atau tidak (tanpa ada assessment sebelumnya). Setiap karyawan akan berlomba mendaftar ke
bagian SDM untuk memperbanyak hari pelatihannya, bahkan bisa saja karyawan tersebut melupakan sebagian
pekerjaannya karena disibukkan dengan kegiatan pelatihan karena pencapaianya kinerjanya sangat ditentukan oleh
hari pelatiha yang diikutinya.
Jika organisasi memilih IKU alt 3, maka dalam meningkatkan kompetensi karyawan unit kerja akan melakukan
pengawasan secara ketat terhadap perkembangan kompetensi masing-masing karyawan yang direpresentasikan
dengan indeks kesenjangan kompetensi. Indeks kesenjangan kompetensi merupakan kesenjangan kompetensi (gap)
antara kompetensi karyawan terhadap standar kompetensi yang telah ditetapkan sesuai jabatan yang diduduki
karyawan tersebut. Semakin rendah indeks kesenjangan kompetensi maka semakin kompeten karyawan tersebut. IKU
alt 3 ini mencerminkan output dari kata kompetensi, namun unit kerja hanya bisa melakukan berbagai upaya untuk
meningktkan kompetensi karyawan (seperti pelatihan, coaching, mentoring, dll) sementara apakah karyawan tersebut
akan kompeten atau tidak sepenuhnya berada diluar kendali unit kerja. Dampaknya, masing-masing karyawan akan
bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri dalam meningkatkan kompetensi masing-masing, dimana kompeten atau
tidak akan diukur melalui assessment kompetensi yang biasanya dilakukan oleh bagian SDM. Sehingga, setiap orang
akan berupaya untuk memenuhi standar minimal indeks kesenjangan kompetensi jika ingin kinerjanya dianggap baik.
Jika organisasi memilih IKU alt 4, maka kompetensi diukur bukan dari sisi output (indeks kesenjangan kompetensi),
namun lebih jauh lagi, kompetensu diukur dari apakah karyawan tersebut cukup produktif bagi organisasi. Kompetensi
karyawan pada IKU alt 4 ini dilihat berdasarkan rasio produktifitas, artinya seberapa besar output (hasil pekerjaan) yang
dihasilkan atas input (biaya) yang dibebankan karyawan tersebut terhadap organisasi. Pengendalian IKU ini relatif sulit
karena walaupun seseorang kompeten, belum tentu ia mampu meningkatkan produktifitas kerjanya sesuai dengan
target yang dibebankan. Banyak faktor yang mempengaruhi produktifitas seorang karyawan, dimana beberapa faktor
tersebut berada diluar kendali organisasi. Dampak dari IKU ini adalah karyawan akan berlomba-lomba meningkatkan
hasil kerjanya (output) atas take home pay maupun benefit yang telah diterimanya. Apapun proses untuk meningkatkan
output akan dilakukan karyawan guna mencapai IKU ini.
Sehingga, menyusun IKU memang relatif mudah, karena organisasi disajikan dengan beberapa pilihan IKU untuk satu
sasaran strategis. Namun menyepakati IKU yang akan digunakan akan menjadi tantangan yang menarik bagi
organisasi dalam menghasilkan kinerja terbaik untuk mewujudkan organisasi berkinerja tinggi
6 Likes
3 Comments
Share on LinkedIn
Share on Facebook
Share on Twitter
Kinerja
Adapun kinerja dapat dimaknai sebagai hasil pekerjaan yang bisa
dicapai oleh seseorang sesuai dengan fungsi dan tugasnya.
Kinerja mencakup dua aspek penting. Yakni kompetensi sumber
daya manusia yang terlibat di dalamnya serta tingkat
produktifitas yang dihasilkan. Beberapa faktor yang berperan
penting dalam mempengaruhi kinerja seseorang antara lain
berupa:
Pertama: Faktor Internal
Yakni mencakup: (1) Faktor individu. Misalnya kondisi keluarga,
skill, dan pengalaman, dan lain-lain. (2) Faktor psikis. Misalnya
motivasi, persepsi, tingkat kepuasan, dan lain-lain.
Kedua: Faktor Eksternal
Dalam hal ini adalah pihak perusahaan yang meliputi aspek
manajemen, gaya kepemimpinan, desain kerja, dan lain-lain.
(by RSD) Dalam rangka pengukuran dan peningkatan kinerja serta lebih meningkatkan
akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, maka setiap instansi pemerintah perlu
menetapkan Indikator Kinerja Utama (IKU). IKU (Key Performance Indicator) adalah ukuran
keberhasilan dari suatu tujuan dan sasaran strategis organisasi. Tujuan Penetapan
Indikator Kinerja Utama yaitu:
1. Untuk memperoleh informasi kinerja yang penting dan diperlukan dalam
menyelenggarakan manajemen kinerja secara baik;
2. Untuk memperoleh ukuran keberhasilan dari pencapaian suatu tujuan dan sasaran
strategis organisasi yang digunakan untuk perbaikan kinerja dan peningkatan
akuntabilitas kinerja.
Jenis-Jenis Indikator Kinerja yaitu:
1. Indikator Input: gambaran mengenai sumberdaya yang digunakan untuk
menghasilkan output dan outcome (kuantitas, kualitas, dan kehematan)
2. Indikator Process: gambaran mengenai langkah-langkah yang dilaksanakan dalam
menghasilkan barang atau jasa (frekuensi proses, ketaatan terhadap jadwal, dan
ketaatan terhadap ketentuan/standar).
3. Indikator Output: gambaran mengenai output dalam bentuk barang atau jasa yang
dihasilkan dari suatu kegiatan (kuantitas, kualitas, dan efisiensi)
4. Indikator Outcome: gambaran mengenai hasil aktual atau yang diharapkan dari
barang atau jasa yang dihasilkan (peningkatan kuantitas, perbaikan proses,
peningkatan efisiensi, peningkatan kualitas, perubahan perilaku, peningkatan
efektivitas, dan peningkatan pendapatan)
5. Indikator Dampak: gambaran mengenai akibat langsung atau tidak langsung dari
tercapainya tujuan. Indikator dampak adalah indikator outcome pada tingkat yang
lebih tinggi hingga ultimate.
Type Indikator Kinerja:
1. Kualitatif: menggunakan skala (misal: baik, cukup, kurang)
angka
absolut
dari
yg
diukur
dg
4. Rasio: membandingkan angka absolut dengan angka absolut lain yang terkait
(misal: rasio jumlah guru dibandingkan jumlah murid)
5. Rata-rata: angka rata-rata dari suatu populasi atau total kejadian (misal: rata-rata
biaya pelatihan per peserta dalam suatu diklat)
6. Indeks: angka patokan dari beberapa variabel kejadian berdasarkan suatu rumus
tertentu (misal: indeks harga saham, indeks pembangunan manusia)
Pengembangan Indikator Kinerja Utama:
Menteri/Pimpinan lembaga wajib menetapkan Indikator Kinerja Utama untuk
kementerian koordinator/departemen/ kementerian negara/lembaga dan unit
organisasi setingkat eselon I serta unit kerja mandiri di bawahnya
Sekretaris jenderal lembaga tinggi negara dan lembaga tinggi lain yang
menjalankan fungsi pemerintahan wajib menetapkan Indikator Kinerja Utama untuk
lembaga tinggi negera, lembaga lain, dan unit organisasi setingkat eselon I serat
unit kerja mandiri di bawahnya
Dokumen RPJMN/D
Dokumen Renstra
Pemilihan
dan
Penetapan
Indikator
Kinerja
Utama
harus
Melibatkan:
Pemangku
kepentingan
(stakeholders)
dari
instansi
pemerintah
yang
bersangkutan.
Spesifik
Dapat Dicapai
Relevan:
Perencanaan Tahunan
Evaluasi Kinerja
Evaluasi Kinerja:
Instansi
Pemerintah melakukan Analisis dan Evaluasi Kinerja dengan
memperhatikan Capaian Indikator Kinerja Utama
Analisis dan Evaluasi Kinerja dilakukan secara berkala dan sederhana dengan
meneliti fakta-fakta yang ada berupa kendala, hambatan, dan informasi lainnya.
Pembinaan dan Koordinasi, Pimpinan Instansi hendaknya melakukan:
Pembinaan dalam pengembangan dan penetapan Indikator Kinerja Utama di
lingkungan masing-masing
Koordinasi untuk pengintegrasian sistem pengukuran kinerja dengan sistem
administrasi pemerintahan yg lain, seperti perencanaan, penganggaran,
pelaksanaan, penatausahaan, dan pertanggungjawaban
1. Data Kinerja Primer, Data kinerja yang diperoleh langsung dari responden
2. Data Kinerja Sekunder, Data kinerja yang diperoleh secara tidak langsung dari
responden tetapi dari instansi/pihak lain
Tingkatan Indikator Kinerja Utama
Tingkat Kementerian/Lembaga
Referensi:
Peraturan Menteri Negara PAN Nomor: PER/09/M.PAN/5/2007 tentang Pedoman
Umum Penetapan Indikator Kinerja Utama di Lingkungan Instansi Pemerintah
c)
menyusun
laporan
d) melakukan evaluasi pencapaian kinerja.
akuntabilitas
kinerja;
dan
Pertama, faktor internal. Yakni mencakup: (1) Faktor individu. Misalnya kondisi
keluarga, skill, dan pengalaman, dll. (2) Faktor psikis. Misalnya motivasi, persepsi,
tingkat kepuasan, dll.
Kedua, faktor eksternal. Dalam hal ini adalah pihak perusahaan yang meliputi aspek
manajemen, gaya kepemimpinan, desain kerja, dll.
Dari uraian di atas, indikator kinerja bisa dimaknai sebagai alat yang digunakan
untuk mengukur pencapaian suatu target, baik dengan menggunakan ukuran
kualitatif maupun ukuran kuantitatif. Dengan menggunakan indikator kinerja, suatu
kinerja bisa dievaluasi apakah telah berhasil mencapai target yang telah ditentukan
ataukah tidak.
Indikator kinerja memiliki sejumlah fungsi penting berikut ini:
(1) Sebagai dasar dalam menilai kinerja, baik yang masih dalam tahap perencanaan,
pelaksanaan maupun sesudahnya.
(2) Sebagai indikator kemajuan yang telah dicapai oleh suatu team work dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
(3) Menjelaskan 3W (What, Who, When) + 1H (How) suatu pekerjaan.
(4) Menjadi bahan evaluasi kinerja.
- See more at: http://manajemenkinerja.com/2011/11/cara-menentukan-dan-memilihindikator-kinerja-kunci/#sthash.bTWvYmgk.dpuf