DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 6 KELAS 3AD4 AKUNTANSI MANAJERIAL
1. Mendefinisikan observasi.
2. Menjelaskan bagaimana observasi dapat membantu menyelesaikan masalah
bisnis.
3. Menjelaskan perbedaan di antara berbagai pendekatan untuk observasi.
4. Memahami berbagai metode observasional.
5. Membuat keputusan berdasarkan pengetahuan jenis metode observasional yang
tepat untuk studi tertentu.
6. Memahami persoalan yang berkaitan dengan observasi partisipan dan observasi
terstruktur.
7. Membahas kelebihan dan kekurangan observasi.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Observasi
Menurut Arikunto (2006:124) observasi adalah mengumpulkan data atau
keterangan yang harus dijalankan dengan melakukan usaha-usaha pengamatan secara
langsung ke tempat yang akan diselidiki. Definisi observasi menurut Tikstine (dalam
Anon, 2010:3) adalah pengumpulan bukti visual secara sistematis dan seakurat
mungkin dengan menghadirkan situasi dunia nyata, yang mengarah kepada
penyampaian. Sedangkan menurut Kamus Ilmiah Populer (dalam
Suardeyasasri,2010:9) kata observasi berarti suatu pengamatan yang teliti dan
sistematis, dilakukan secara berulang-ulang. Terakhir, pengertian observasi menurut
Uma Sekaran (2003: 150) adalah teknik alami yang efektif untuk mengumpulkan data
terkait tindakan dan perilaku.
Melalui observasi, peneliti dapat melihat langsung apa yang sedang dikerjakan
oleh subjek hingga kepada hal yang ditail, maksudnya obervasi mampu merekam
perilaku baik itu di laboratorium (misalnya, simulasi lingkungan toko atau trading
room) untuk penelitian terkontrol ataupun di lapangan (misalnya, sebuah toko) untuk
penelitian alami secara lebih detail. Sehingga peneliti bisa mencatat perilaku yang
sulit di ungkapkan melalui bahasa verbal, karena obervasi memberikan penjelasan
dan bantuan untuk mentafsirkan apa saja gerakan atau kegiatan yang sulit
diungkapkan melalui bahasa verbal. Dan yang paling penting, peneliti dapat langsung
mengetahui durasi waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu unit pekerjaan
tertentu. Misalnya, dalam mengamati berapa lama bank trader menghabiskan
waktunya, observasi dapat dijadikan tools untuk mengukur seberapa lama durasi
seseorang dalam mengerjakan pekerjaan tersebut. Dengan mengetahui durasi, maka
dapat dijadikan norma / pedoman dalam penyelesaian masalah tertentu atau dijadikan
sebagai dasar menentukan sebuah keputusan.
B. Empat Dimensi Utama yang Menggolongkan Jenis Observasi
1. Studi Observasional yang Terkontrol Versus Tidak Terkontrol
Perbedaan dapat dibuat antara observasi yang dilakukan dalam siatuasi
terkontrol (artifisial) versus tidak terkontrol (alami). Namun demikian, observasi juga
merupakan suatu metode potensial untuk pengumpulan data dalam prinsip penelitian
terkontrol. Dalam penelitian eksperimental, kondisi yang relevan (terkait dengan
variable bebas dalam studi) dimanipulasi atau disusun dengan cara yang sistematis.
Pengaruh dari variable bebas terhadap variable terikat (misalnya perilaku tertentu)
selanjutnya diukur. Hal ini akan membuat peneliti dapat menemukan hubungan
sebab-akibat.
Penelitian observasional dikatakan sangat terkontrol ketika situasi dimanipulasi
atau dibikin oleh peneliti; pembukaan subyek (misalnya, konsumen, karyawan, atau
investor) terhadap situasi atau kondisi tertentu (misalnya, tata letak toko tertentu,
kondisi perburuhan tertentu, atau sejumlah tekanan waktu) memungkinkan peneliti
untuk mengamati perbedaan antara reaksi perilaku individu dengan situasi dan
kondisi tersebut. Observasi terkendali dapat dilakukan di laboratorium (misalnya,
simulasi lingkungan toko atau ruang berdagang) atau di lapangan (misalnya, toko).
Observasi terkendali terjadi ketika penelitian observasi dilakukan dengan
kondisi yang sudah diatur. Observasi yang tidak terkendali adalah teknik pengamatan
yang tidak akan mencoba untuk mengontrol, memanipulasi, atau mempengaruhi
situasi. Kegiatan berjalan alamiah dan peneliti mengamati peristiwa ini tanpa campur
tangan dalam kehidupan nyatanya. Keuntungan dari pengamatan yang tidak
terkendali adalah bahwa orang dapat diamati secara alamiah saat berbelanja atau
dalam lingkungan kerja. Kelemahan utama dari observasi yang tidak terkontrol
biasanya sulit untuk menguraikan situasi yang seringkali sangat kompleks karena kita
tidak bisa mengontrol faktor apapun dalam hal ini. Dengan demikian, sangat sulit
untuk membedakan penyebab kejadian, tindakan, dan perilaku.
2. Observasi Partisipan Versus Observasi Nonpartisipan
Peneliti dapat memainkan satu dari dua peran ketika mengumpulkan data
observasi-dari pengamat nonpartisipan atau partisipan. Dalam kasus observasi
nonpartisipan, peneliti tidak pernah secara langsung terlibat dalam tindakan dari aktor
(pelaku), namun mengamati mereka dari luar jangkauan visual aktor, misalnya
melalui kaca satu arah atau kamera.
Observasi partisipan adalah pendekatan yang sudah sering digunakan dalam
studi kasus, studi etnografi, dan studi teori dasar. Dalam observasi partisipan, peneliti
mengumpulkan data dengan berpartisipasi dalam kehidupan sehari-hari dari
kelompok atau organisasi yang diteliti.
Dalam observasi ini, peneliti terlibat dalam kegiatan sehari-hari orang yang
sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Disini, peneliti
memasuki organisasi atau lingkungan penelitian, dan menjadi bagian tim kerja.
Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh
sumber data, dan ikut merasakan suka dukanya. Dengan observasi partisipan ini,
maka data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan sampai mengetahui tingkat
makna dari setiap perilaku yang nampak.
Kalau dalam observasi partisipan peneliti terlibat langsung dengan aktivitas
orang-orang yang sedang diamati, maka dalam observasi nonpartisipan peneliti tidak
terlibat dan hanya sebagai pengamat independen. Peneliti mungkin mengumpulkan
data yang diperlukan dalam kapasitas tersebut tanpa menjadi bagian integral dari
sistem organisasi.
Pengumpulan data dengan observasi nonpartisipan ini tidak akan
mendapatkan data yang mendalam, dan tidak sampai pada tingkat makna. Makna
adalah nilai-nilai dibalik perilaku yang tampak, yang terucapkan dan yang tertulis.
2. Observasi Terstruktur
a) Observasi Terstruktur: Pengantar
Observasi terstruktur fokus pada sifat, seperti observasi melihat fenomena
yang ditentukan sebelumnya. Fokus dari observasi terstruktur dibagi menjadi bagian-
bagian kecil informasi (seperti informasi terkait perilaku, tindakan, interaksi, atau
kejadian).
Terdapat tingkat yang berbeda dalam observasi terstruktur. Sebagai contoh,
peneliti mungkin sudah memutuskan kategori observasi dengan cukup tepat dan cara
yang tidak mungkin sebelumnya (observasi sangat terstruktur) atau memulainya
dengan rencana terperinci terkait apa yang akan diteliti dan bagaimana
melakukannya, namun mengumpulkan data dengan cara yang kurang sistematis dan
ditentukan sebelumnya (observasi semi-terstruktur).
Contoh penggunaan observasi terstruktur (noneksperimental) dalam
pemasaran adalah penggunaan pembeli misterius (mystery shopper)--peneliti yang
sangat terlatih yang secara akurat mencatat perilaku karyawan dengan menggunakan
checklist dan kode-untuk mengumpulkan informasi tertentu pada kinerja pelayanan.
Penyedia layanan seperti jaringan makanan cepat saji (fastfood chain) menggunakan
jenis observasi tertentu untuk memantau kualitas pelayanan mereka.
Observasi terstruktur juga dapat digunakan untuk menghasilkan data numerik
untuk menguji hipotesis, seperti yang digambarkan contoh berikut.
b) Penggunaan Skema Pengkodean dalam Observasi Terstruktur
Pembuatan skema pengkodean merupakan aspek penting dari observasi
terstruktur. Skema penakodean terdiri dari kategori yang sudah ditentukan
sebelumnya untuk mencatat apa yang diamati/diobservasi. Skema seperti itu muncul
dalam banyak bentuk dan jenis. Beberapa sangat sederhana; hanya dapat membuat
peneliti untuk mencatat apakah kejadian tertentu telah terjadi atau tidak. Skema yang
lain lebih kompleks; berisi berbagai kategori. skala waktu, dan lainnya. Perhatikan
bahwa pembuatan skema pengkodean yang tepat tidak pernah menjadi tugas yang
mudah.
Jenis skema pengkodean yang akan peneliti gunakan tergantung pada
informasi yang ingin peneliti kumpulkan. Sekali lagi, pertanyaan penelitian dari studi
peneliti menjadi poin awal. dalam kasus ini untuk pembuatan skema pengkodean.
Berdasarkan pertanyaan penelitian. terkadang diperbaiki melalui uji perintis (pilot
test), peneliti menentukan konsep penting (yariabel) dalam studi peneliti dan
membuat skema pengkodean yang membuat peneliti dapat mengumpulkan informasi
pada konsep tersebut.
Pertimbangan berikut ini harus diperhatikan terkait dengan bentuk skema
pengkodean:
1) Fokus. Dari skema pengkodean tersebut, harus jelas apa yang akan diamati.
Sebagai contoh, skema pengkodean Thomas harus dapat membantunya
menemukan manakah aspek kondisi (misalnya, berapa banyak orang yang
sedang menunggu mobil mcrcka) dan manakah jenis perilaku (misalnya, subjek
berjalan di showroom dealer mobil, subjek makan permen dan cokelat batang)
yang akan diamati dan dicatat.
2) Objektif. Skema pengkodean dan kategori membutuhkan kesimpulan dan
interpretasi dari peneliti. Panduan yang jelas dan definisi kategori yang detail
dapat membantu peneliti untuk secara objektif membuat kode kejadian, tindakan,
dan perilaku.
3) Mudah untuk digunakan. Skema pengkodean yang baik adalah yang mudah
untuk digunakan.
4) Bersifat mutually exclusive dan collectively exhaustive. Kategori dalam skema
pengkodean harus bersifat mutually exclusive (saling lepas) dan collectively
exhaustive. Kategori bersifat mutually exclusive (saling lepas) jika tidak ada
kategori yang saling tumpah tindih. Skema pengkodean yang bersifat collective
exhaustive mencakup semua kemungkinan (misalnya, semua kejadian, tindakan,
dan perilaku yang relevan) sehingga selalu dapat membuat kode.
Standar skema pengkodean dapat membantu Peneliti membuat skema
pengkodean peneliti sendiri, memungkinkan peneliti untuk memberika jawaban untuk
pertanyaan penelitian. Dalam beberapa kasus. ukuran frekuensi cukup untuk
menjawab pertanyaan penelitian. Sebagai contoh, peneliti yang hanya tertarik dengan
seberapa sering menajer menghadiri pertemuan yang terjadwal dan tidak terjadwal,
menjawab telepon. atau menulis e-mail mungkin hanya menunggu kegiatan tersebut
terjadi dan mencatat kejadian tersebut pada checklist sederhana. Namun demikian,
banyak peneliti yang tidak hanya tertarik pada seberapa sering kejadian tertentu
terjadi, tetapi juga tertarik pada keadaan saat kejadian tersebut berlangsung. Dalam
kasus ini. peneliti tidak hanya tertarik pada frekuensi perilaku tertentu, namun juga
waktu dari perilaku tertentu.
Observasi terstruktur sebagian besar bersifat kuantitatif. Observasi terstruktur
ini memungkinkan kita untuk mengumpulkan informasi kuantitatif yang dapat
digunakan untuk menguji hipotesis penelitian. Instrumen khusus untuk
mengumpulkan data yang diperlukan adalah skema coding. Hal ini penting bahwa
skema pengkodean kita baik dengan kata lain, bahwa itu adalah valid dan reliabel.
Validitas menunjukkan sejauh mana observasi secara akurat merekam perilaku di
mana kita tertarik. Keandalan mengacu pada konsistensi pengamatan, biasanya
apakah dua (atau lebih) pengamat, atau pengamat yang sama pada kesempatan
terpisah, mengamati peristiwa yang sama mencapai hasil yang sama.