Anda di halaman 1dari 81

 

BAB I

PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang masalah penelitian yang menjelaskan tentang

fenomena, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, batasan penelitian, dan sistematika penulisan.

1.1 Latar Belakang Masalah

Kinerja pengelolaan keuangan daerah merupakan fokus penting dalam strategi

pemberdayaan pemerintah daerah terlebih dalam proses desentralisasi yang lebih

luas, nyata dan bertanggung jawab yang mana pemerintah juga dituntut untuk

transparan dan akuntabel dalam upaya mewujudkan tujuan pemerintah daerah yang

bersih, sehingga konsep tata kelola pemerintahan yang baik benar dapat terwujud.

Reformasi pengelolaan pemerintah daerah merupakan bagian rangkaian

reformasi birokrasi yang ditandai dengan lahirnya Manajemen Publik yang Baru

(New Public Management/NPM), dipandang sebagai sarana peningkatan kinerja

pemerintah menjadi lebih baik melalui pelaksanaan yang tepat, terukur dan

termonitor serta fokus utama pada pencapaian kinerja, efektivitas dan akuntabilitas

publik (Hood,1991).

Salah satu wujud pertanggungjawaban kinerja atas keberhasilan/kegagalan

terhadap penyelenggaraan pemerintahan kepada masyarakat, pemerintah


 
 
 
 

menggunakan sebuah instrumen yaitu Sistem Akuntabilitas Kinerja (SAKIP)

guna memenuhi kewajiban pertanggungjawaban yang terdiri dari kesatuan berbagai

komponen dimulai dari proses perencanaan strategik, perencanaan kinerja,

pengukuran kinerja, implementasi kinerja, pelaporan kinerja, dan evaluasi kinerja.

DiMaggio dan Powell (1983) menyatakan birokrasi dan perubahan sebuah

organisasi terbentuk merupakan hasil dari suatu proses yang mana satu unit dalam

organisasi didorong menjadi lebih mirip satu dengan unit yang lain dalam

menghadapi kondisi lingkungan yang sama tanpa harus membuat mereka menjadi

lebih efisien, hal itulah yang dinamakan isomorfisma (isomorphism). Dalam

praktiknya yang sering terjadi dalam pemerintahan adalah kecenderungan pada

tekanan mimetik yaitu meniru orang/organisasi lain yang dirasa telah berhasil, seperti

PEMDA suatu daerah meniru daerah lain yang berhasil maju. BPKAD sebagai suatu

organisasi publik, dalam melakukan segala tugas dan kewajiban pengelolaan

keuangan dalam pencapaian kinerja, memperoleh tekanan institusional akibat tekanan

dari luar.

Papua sebagai salah satu provinsi di Indonesia yang berhak memperoleh status

Otonomi Khusus selain Nanggro Aceh Darusalam dan Papua Barat. Undang-undang

No.21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua menjadi dasar

pemberian status otonomi khusus bagi Provinsi Papua. Tujuan dana otonomi khusus

tersebut adalah untuk mensejahterakan dan memajukan rakyat Papua.

Dalam tahun 2011, 2012, 2013 laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan

Provinsi Papua sangat tidak memuaskan yaitu tidak dapat memberikan pendapat.


 
 

Serta berdasarkan hasil evaluasi terhadap kinerja oleh KEMENPAN-RB atas LAKIP

pada tahun 2012-2013 mendapatkan penilaian dengan kategori “C” yang mana perlu

banyak dilakukan perbaikan, termasuk perubahan yang sangat mendasar. Hasil

Keputusan Mentri Dalam Negeri–RI Nomor 120-2818 Tahun 2013 tentang Penentuan

Peringkat Dan Status Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Secara Nasional,

menyatakan pemerintah Papua mendapat peringkat ke–29 dengan status sedang.

Badan Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah Provinsi Papua (BPKAD)

sebagai instansi pemerintah daerah sesuai dengan perannya membantu Kepala Daerah

untuk penyelenggaraan pemerintah dalam pengelolaan keuangan dan aset daerah,

berkewajiban mempertanggungjawabkan dan melaporkan keseluruhan kinerja sesuai

dengan sistem pelaporan kinerja dan sistem pengukuran kinerja. Dengan sistem

pelaporan kinerja dan sistem pengukuran kinerja yang baik akan memotivasi instansi

untuk meningkatkan kinerjanya, dan membantu mengkomunikasikan kepada publik

tentang tingkat penyelesaian yang berhasil dicapai oleh unit kerja organisasi dan

perbandingan kinerja dengan unit kerja organisasi yang serupa lainnya.

(Bastian,2006:303)

BPKAD Papua dari hasil evaluasi LAKIP tahun 2012-2014 mendapatkan nilai C

dengan banyak kekurangan dan harus dilakukan perbaikan. BPKAD dalam

melakukan proses pengukuran kinerja, proses pengembangan terhadap indikator

kinerja hingga proses pelaporan kinerja lebih untuk memenuhi persyaratan peraturan

pusat daripada untuk membuat organisasi mereka untuk menjadi lebih efektif dan


 
 

efisien, berdampak pada hasil yang sifatnya sebatas formalitas dan serimonial rutin

melakukan pelaporan kinerja tahunan.

Fenomena tersebut yang menjadikan peneliti melakukan penelitian penilaian

kinerja pada BPKAD Papua dengan mencoba melihat apakah sistem pengukuran dan

pelaporan kinerja sudah berbasis hasil dengan menggunakan pendekatan model

logika (logic model) melalui pengelolaan dan pengukuran kinerja yang berkelanjutan

(Ongoing Performance Management and Measurement/OPM&M). Pendekatan model

logika ini dipandang sebagai metode yang efektif dalam merencanakan dan

mengevaluasi suatu program sehingga diharapkan dapat memberikan rekomendasi

kepada BPKAD Papua untuk mengintegrasikan sistem pengukuran kinerja dan

dilakukannya pengembangan berkelanjutan. OPM&M merupakan pendekatan

evaluasi dan perencanaan komprehensif dengan menggunakan model logika yang

dikenal dengan rancangan/cetak biru dari kinerja (Performance Blueprint).

Penelitian pengukuran dan pelaporan kinerja dengan menggunakan pendekatan

model logika menarik untuk di kaji dan akan memberikan wawasan pribadi bagi para

pejabat pemerintah berwenang mengingat penelitian terkait belum dilakukan di

Provinsi Papua khususnya pada BPKAD dan diikuti dengan belum maksimalnya

proses pengukuran kinerja di BPKAD, serta model logika sendiri masih merupakan

suatu isu yang relevan saat ini karena pengukuran kinerja di organisasi pemerintahan

memerlukan perbaikan berkelanjutan dan masih terdapatnya masalah dalam

implementasi sistem pengukuran kinerja. BPKAD tidak hanya sebatas sebagai badan

yang bertugas melaksanakan pengelolaan keuangan dan aset daerah secara


 
 

profesional dan bertanggungjawab saja tetapi juga seberapa jauh program-program

yang dilaksanakannya bisa mencapai target yang diharapkan. Untuk mengetahui

kinerja layanan tersebut maka perlu dilakukan evaluasi terhadap sistem pengukuran

kinerja dan sistem pelaporan kinerja yang ada. Evaluasi penerapan sistem

pengukuran dan pelaporan kinerja dalam penelitian ini dilihat dari teori institusional

yang mencoba melihat fenomena isomorfisma di BPKAD Provinsi Papua. Oleh

karena itu peneliti mengangkat topik penelitian yaitu “EVALUASI

IMPLEMENTASI SISTEM PENGUKURAN DAN PELAPORAN KINERJA

(Studi Pada BPKAD Provinsi Papua).”

1.2 Rumusan Masalah

Desain sistem pengukuran kinerja dan sistem pelaporan kinerja yang sesuai

dengan kebutuhan BPKAD Papua diperlukan untuk melakukan pengukuran kinerja

dengan cara membandingkan antara target dengan realisasi masing-masing indikator

kinerja sasaran berdasarkan sumber dana, dan pemerintah melakukan pelaporan hasil

kinerjanya secara komprehensif, objektif, jujur, akurat, dan transparan sesuai dengan

lingkup tanggung jawab, prioritas dan manfaat melalui penyusunan LAKIP sesuai

dengan Inpres No.7/1999 untuk mewujudkan pencapaian kinerja dan akuntabilitas.

Hasil atas penilaian kinerja melalui evaluasi LAKIP Papua mendapat nilai C

diikuti juga oleh SKPD BPKAD Papua. Berpijak dari hal tersebut menunjukan

rendahnya kinerja dari BPKAD Papua dalam pengelolaan keuangan daerah Provinsi

Papua, sehingga berdampak publik tidak bisa mempercayai sepenuhnya kualitas


 
 

informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang disajikan dalam

laporan pertanggungjawaban. BPKAD Papua melakukan tugasnya hanya untuk

memenuhi persyaratan peraturan pemerintah pusat sebagai bentuk legitimasi.

Berdasarkan fenomena tersebut, maka perlu dilakukan evaluasi terhadap sistem

pengukuran dan pelaporan kinerja dengan pendekatan model logika yang dipandang

sebagai metode efektif dalam merencanakan dan mengevaluasi suatu program.

Evaluasi sistem pengukuran dan pelaporan kinerja dalam penelitian ini akan dilihat

dari teroi institusional dengan mencoba melihat fenomena isomorfisma di BPKAD

Provinsi Papua.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka pertanyaan

penelitian yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana kesesuaian informasi yang terdapat dalam dokumen-dokumen

penerapan sistem pengukuran dan pelaporan kinerja di BPKAD Provinsi Papua?

2. Bagaimana pendekatan model logika melalui OPM&M dengan model cetak biru

kinerja dapat digunakan untuk mengevaluasi penerapan sistem pengukuran dan

pelaporan kinerja di BPKAD Provinsi Papua?

3. Apa yang menjadi faktor pendukung dan penghambat dalam tahap penerapan

perencanaan strategis hingga tahap pelaporan kinerja di BPKAD Provinsi Papua?

4. Apakah terdapat teori isomorfisma di dalam pengimplementasian sistem

pengukuran dan pelaporan kinerja di BPKAD Provinsi Papua?


 
 

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menguji kesesuaian informasi yang terdapat pada dokumen penerapan sistem

pengukuran dan pelaporan kinerja di BPKAD Provinsi Papua.

2. Menguji pendekatan model logika melalui OPM&M dengan model cetak biru

kinerja dapat digunakan untuk mengevaluasi penerapan sistem pengukuran dan

pelaporan kinerja di BPKAD Provinsi Papua.

3. Mengevaluasi faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam tahap penerapan

perencanaan strategis hingga tahap pelaporan kinerja di BPKAD Provinsi Papua.

4. Menguji keberadaan teori isomorfisma di dalam pengimplementasian sistem

pengukuran dan pelaporan kinerja di BPKAD Provinsi Papua.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Memberikan bahan pertimbangan atau alternatif lain bagi instansi BPKAD

Provinsi Papua dalam menyusun program dengan menggunakan model logika,

sehingga program dan kegiatan yang disusun sungguh-sunguh dapat terlaksana

serta dapat memenuhi tuntutan peningkatan pelayanan dan memberikan manfaat

publik.

2. Sumbangsih pemikiran bagi Pemerintah Papua mengenai pengukuran kinerja

berbasis pada hasil (outcome) dengan pendekatan model logika.


 
 

3. Bagi akademisi, diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi penelitian

selanjutnya dalam bidang kajian pengukuran kinerja di sektor publik dengan

pendekatan model logika.

1.6 Batasan Penelitian

Agar penelitian lebih fokus dan terarah, diperlukan batasan penelitian berikut:

1. Penelitian ini membahas sistem pengukuran dan pelaporan kinerja pada satu

instansi pemerintah di Provinsi Papua, yakni BPKAD Provinsi Papua.

2. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) BPKAD Papua

yang digunakan adalah 2 tahun anggaran yakni: 2013, 2014

1.7 Sistematika Penulisan

Penelitian hendaknya disusun secara sistematis dan terstruktur. Adapun

sistematika penelitian disusun sebagai berikut:

BAB I: Pendahuluan

Bab ini menguraikan rencana penelitian yang dijabarkan dalam latar belakang,

rumusan masalah, pertanyaan penelitian, batasan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II: Tinjauan Literatur

Bab ini membahas mengenai teori-teori utama yang digunakan, serta yang

sesuai dengan pokok permasalahan sebagai dasar analisis data dan

pembahasan kasus.


 
 

BAB III: Latar Belakang Kontekstual Objek Penelitian

Bab ini menjelaskan secara deskriptif tentang objek penelitian dan aplikasi

teori atau konsep yang diterapakn di dalam objek penelitian, untuk

mendapatkan pemahaman spesifik mengenai karakteristik objek penelitian

terkait dari teori dan konsep yang digunakan di bab tinjauan pustaka.

BAB IV: Metodologi Penelitian

Bab ini berisi metode dan alasan menggunakan penelitian kualitatif, subjek

penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data dan teknik menganalisis

data.

BAB V: Pemaparan Temuan Penelitian Lapangan

Bagian ini berisi uraian temuai dalam penelitian di lapangan yang

menggambarkan fakta-fakta yang dapat menjawab tujuan penelitian.

BAB VI: Penutup

Bagian ini berisi simpulan dari analisis permasalahan yang ada. Bab ini juga

membahas keterbatasan penelitian. Serta, bab ini juga memberikan informasi

dan saran yang dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pihak-pihak terkait.


 
 
 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi teori-teori yang melandasi pembahasan terkait dengan pengukuran

kinerja sektor publik. Dalam pengukuran kinerja penelitian ini menggunakan

pendekatan model logika guna melihat kesesuaian sistem pengukuran dan pelaporan

kinerja pada setiap dokumen kinerja yang ada, pendekatan pengelolaan dan

pengukuran kinerja yang berkelanjutan (OPM&M) atau yang dikenal dengan

rancangan/cetak biru dari kinerja digunakan untuk melihat apakah indikator kinerja

BPKAD Provinsi Papua telah berorientasi pada hasil yang memberikan manfaat

layanan kepada publik, dan teori institusional-isomorfisma digunakan untuk

mengetahui pertimbangan SKPD BPKAD dalam menyusun indikator kinerja.

2.1 Tinjauan Literatur

2.1.1 Teori Institusional (Institutional Theory)

Teori Institusional atau teori kelembagaan memiliki ide dasar yaitu organisasi

terbentuk oleh lingkungan institusional yang ada di sekitar mereka. Ide-ide yang

berpengaruh kemudian di institusionalkan dan dianggap sah dan diterima sebagai cara

berpikir ala organisasi tersebut (DiMaggio and Powell,1983). Kelembagaan adalah

respon yang rasional, sehingga tercermin lingkungan organisasi menjadi semakin

10 
 
 

mirip dengan organisasi lain dibidang yang sama sebagai hasil dari kekuatan

isomorfisma yang lebih kuat dari kekuatan pasar.

DiMaggio dan Powell (1983) melihat ada tiga isomorfisma yaitu, pertama;

isomorfisma koersif yang menunjukkan bahwa organisasi melakukan adopsi terhadap

organisasi lain karena tekanan negara atau masyarakat yang lebih luas, dengan kata

lain diartikan sebagai tekanan perubahan yang diharuskan oleh pemerintah. Proses

penyesuaian menuju kesamaan dengan cara “pemaksaan”. Tekanan dari pengaruh

politik dan masalah legitimasi. Misalnya, tekanan dari peraturan pemerintah agar bisa

diakui. Kedua; isomorfisma mimetik, yaitu imitasi sebuah organisasi oleh organisasi

yang lain sehingga organisasi menjadi mengikuti atau meniru organisasi lain yang

lebih sukses. Biasanya proses peniruan ini muncul di lingkungan yang tidak pasti.

Contohnya adalah LAKIP dari pemerintah daerah di Jawa yang banyak ditiru oleh

pemerintah daerah Papua karena dianggap berhasil. Ketiga, isomorfisma normatif,

adalah kesamaan dari tindakan yang mereka ambil terjadi dikarenakan adanya

tekanan yang diasosiasikan dengan keterkaitan organisasi dengan industri atau

lingkungan karena adanya tuntutan profesional. Norma atau sesuatu yang tepat bagi

organiasi berasal dari pendidikan formal dan sosialisasi pengetahuan formal itu di

bidang tertentu yang menyokong dan menyebarkan kepercayaan normatif itu. Ketika

profesionalisme meningkat maka tekanan normatif juga akan meningkat.

11 
 
 

Pada intinya, dalam pengambilan keputusan organisasi/instansi dipengaruhi oleh

adanya organisasi/instansi lain yang memiliki pengaruh terhadap organisasi, sehingga

membuat organisasi harus menyesuaikan dengan keadaan.

2.1.2 Kinerja Pemerintah Daerah

Kinerja pemerintah daerah didefinisikan sebagai gambaran mengenai tingkat

pencapaian hasil pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan Pemerintah Daerah

dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi daerah yang tertuang dalam

dokumen Perencanaan Daerah. Sebagai pertanggungjawaban publik, kinerja

pemerintah daerah harus diinformasikan pada masyarakat dan para pemangku

kepentingan mengenai tingkatan pencapaian hasil (Chabib, 2011).

Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 2008 (PP No.6/2008) tentang Pedoman

Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah menyebutkan bahwa salah satu

evaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah berupa Evaluasi Kinerja

Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (EKPPD). Untuk melengkapi PP No.6/2008,

diterbitkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No.73 Tahun 2009 (Permendagri

No.73/2009). Permendagri No.73/2009 menyebutkan bahwa salah satu evaluasi

kinerja yang dilakukan Pemerintah terhadap Pemda berupa EKPPD yang

menggunakan laporan penyelenggaraan pemerintah daerah (LPPD) sebagai sumber

informasi utama. EKPPD adalah suatu proses pengumpulan dan analisis data secara

12 
 
 

sistematis terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan

menggunakan sistem pengukuran kinerja.

2.1.2.1 Indikator Kinerja

Indikator kinerja merupakan sebuah ukuran kuantitatif dan/atau kualitatif yang

menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan

(BPKP, 2000). Indikator kinerja digunakan sebagai indikator pelaksanaan strategis

yang telah ditetapkan.

Jenis-jenis indikator kinerja pemerintah meliputi (Mahsun, 2006:77):

a. Indikator masukan (input), segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan

kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran. Indikator ini mengukur

jumlah sumber daya seperti anggaran/biaya, sumber daya manusia, material dan

masukan lain yang dipakai melaksanakan kegiatan.

b. Indikator proses (process). Dalam indikator proses, organisasai merumuskan

ukuran kegiatan, baik dari sisi kesepatan, ketepatan, maupun tingkat akurasi

pelaksanaan kegiatan tersebut. Hal yang paling dominan dalam proses adalah

tingkat efisiensi dan ekonomis pelaksanaan kegiatan organisasi. Efisiensi berarti

besarnya hasil yang diperoleh dengan pemanfaatan sejumlah input. Sedangan

13 
 
 

yang dimaksud dengan ekonomis adalah bahwa suatu kegiatan dilaksanakan

dengan standar biaya atau waktu yang telah ditentukan.

c. Indikator keluaran (output) merupakan sesuatu yang diharapkan langsung dapat

dicapai dari sebuah kegiatan baik berupa fisik maupun non fisik. Indikator

keluaran digunakan untuk mengukur keluaran yang dihasilkan dari sebuah

kegiatan. Dengan membadingkan keluaran, instansi dapat menganalisis apakah

kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan rencana. Indikator keluaran dijadikan

landasan untuk menilai kemajuan sebuah kegiatan apabila dikaitan dengan

sasaran kegiatan yang terdefinisi dengan baik dan terukur.

d. Indikator hasil (outcome) adalah segala sesuatu yang menggambarkan tingkat

pencapaian atas hasil yang lebih tinggi yang mencakup kepentingan banyak

pihak.

e. Indikator manfaat (benefit) menggambarkan manfaat yang diperoleh dari

indikator hasil. Manfaat akan terlihat setelah beberapa waktu kemudian,

khususnya dalam jangka menengah dan panjang.

f. Indikator dampak (impact) adalah pengaruh yang ditimbulkan baik bersifat

positif, maupun negatif.

2.1.3 Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP)

SAKIP berdasarkan PP No. 29 Tahun 2014 adalah rangkaian sistematik dari

berbagai aktivitas, alat, dan prosedur yang dirancang untuk tujuan penetapan dan

14 
 
 

pengukuran, pengumpulan data, pengklasifikasian, pengikhtisaran, dan pelaporan

kinerja pada instansi pemerintah, dalam rangka pertanggungjawaban dan peningkatan

kinerja instansi pemerintah.

SAKIP diintegrasikan dengan sistem perencanaan, sistem penganggaran, sistem

perbendaharaan dan sistem akuntansi pemerintahan. SAKIP kemudian dikelompokan

dalam delapan komponen yang merupakan satu kesatuan, yaitu Rencana

Pembangunan Jangka Menengah, Rencana Strategis SKPD, Rencana Kinerja

Tahunan, Rencana Kerja SKPD, Rencana Kerja Anggaran, Dokumen Pelaksanaan

Anggaran, Penetapan Kinerja, dan LAKIP. Berikut ini adalah gambaran sistem

pengukuran kinerja komprehensif.

Perencanaan Strategis

Penyusunan Program

Penyusunan Anggaran
Semakin bersifat kualitatif 
Implementasi

Pengukuran Kinerja
fedback 

Gambar 2.1 Sistem Pengukuran Kinerja Komprehensif

Sumber : Mahsun 2013

15 
 
 

Sistem pengukuran kinerja komprehensif merupakan sistem penilaian

ketercapaian tujuan organisasi sehingga hendaknya pendesainannya telah dilakukan

sejak penentuan tujuan, antara kegiatan satu dan kegiatan lainnya dalam sistem

pengukuran kinerja komprehensif saling berkaitan. Keterkaitan antara TAPKIN dan

SAKIP digambarkan dalam gambar 2.2 berikut ini.

RPJM

RENSTRA

RKT

Rencana Kerja & Anggaran (RKA)


TAPKIN

Kinerja Aktual

LAKIP Lap. Keuangan

Gambar 2.2 Hubungan TAPKIN dan SAKIP

Sumber: Modul Pelatihan Penyusunan Penetapan Kinerja (Kemenpan, 2005)

Dalam tahapan proses penetapan kinerja haruslah melihat pada dokumen

perencanaan yang telah disusun sebelumnya, dan dalam proses pelaksanaannya

diharapkan dapat sesuai dengan perencanaan sehingga dalam tahap pelaporan kinerja

tidak terdapat perbedaan. Melihat hubungan gambar diatas, berdasarkan penilaian

terhadap LAKIP BPKAD Papua yang mana terdapat permasalahan adanya perbedaan

dalam dokumen pelaporan dengan dokumen pada proses perencanaan, menjadi sangat

16 
 
 

dimungkinkan bahwa perencanaan, pengukuran dan pelaporan kinerja dilaksanakan

secara bersamaan sehingga prosesnya tidak melihat kepada dokumen penetapan

kinerja yang telah dilaksanakan sebelumnya.

Pelaporan kinerja merupakan refleksi kewajiban untuk mempresentasikan dan

melaporkan kinerja semua aktivitas dan sumber daya yang perlu

dipertanggungjawabkan. Entitas yang berkewajiban membuat pelaporan kinerja

pemerintah sebagai berikut: pemerintah pusat, pemerintah daerah, unit kerja

pemerintahan, dan unit pelaksana teknis. Pelaporan kinerja tersebut selanjutnya

diserahkan ke masyarakat dan Dewan Perwakilan Rakyat, sehingga informasi yang

diterima lengkap dan tajam mengenai kinerja program pemerintah (Bastian,2006).

SAKIP sesuai dengan PP No.8/2006 dibentuk dan dikembangkan dalam rangka

perwujudan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas pokok dan fungsi serta

pengeloaan sumber daya pelakasanaan kebijakan dan program yang dipercayakan

kepada setiap instansi pemerintah, berdasarkan suatu sistem akuntabilitas yang

memadai. Setiap instansi pemerintah secara periodik wajib mengkomunikasikan

pencapaian tujuan dan sasaran strategis dari organisasinya kepada para pemangku

kepentingan yang dituangkan dalam LAKIP. Penyusunan LAKIP BPKAD Papua

dilakukan melalui proses penyusunan rencana strategis, rencana kinerja tahunan,

penetapan kinerja, pengukuran dan evaluasi kinerja.

LAKIP berperan sebagai alat kendali, alat penilai kualitas kinerja, dan

pendorong terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik. LAKIP juga berfungsi

sebagai media pertanggungjawaban kepada publik. Melalui LAKIP instansi

17 
 
 

pemerintah mempertanggungjawabkan dan menjelaskan keberhasilan dan kegagalan

tingkat kinerja yang dicapainya. LAKIP dapat dikategorikan sebagai laporan rutin,

karena paling tidak disusun dan disampaikan kepada pihak-pihak yang

berkepentingan setiap tahun sekali. Pada dasarnya, LAKIP memuat informasi kinerja

yakni hasil pengolahan data capaian kinerja yang membandingkan antara realisasi

capaian kinerja dengan rencana kinerja yang ada sehingga diperoleh pengetahuan

mengenai keberhasilan/kegagalan pelaksanaan misi dan dapat digunakan untuk

memperbaiki kinerja berkesinambungan. Dalam penyusunan LAKIP harus mengikuti

prinsip-prinsip pelaporan demikian: harus disusun secara jujur, objektif, akurat dan

transparan. LAKIP tidak berdiri sendiri tetapi merupkan suatu kesatuan dalam sistem

manajemen strategis yaitu sistem perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan.

2.1.4 Model Logika (Logic Model/LM)

2.1.4.1 Pengertian Model Logika

Model logika (LM) adalah alat bantu berfikir yang disusun secara sederhana

guna membantu menerangkan sebuah gagasan dalam mencapai sebuah hasil yang

diharapkan berdasarkan rasionalisasi hubungan sebab-akibat yang digunakan untuk

menjalankan sebuah program agar dapat dideskripsikan dengan logis (Knowlton,

2013). LM adalah gambaran visual logis dari sebuah program yang menunjukkan

rangkaian/hubungan antara masukan, aktifitas, sampai dengan keluaran dan hasil

yang diharapkan sebagai respon terhadap sebuah situasi yang dihadapi organisasi,

18 
 
 

dapat menjadi alat evaluasi yang bermanfaat dalam memfasilitasi perancangan,

perencanaan dan pembelajaran program/kegiatan yang efektif dapat

mendokumentasikan hasil dengan cara yang lebih baik (Akbar, 2013).

Dapat disimpulkan bahwa LM adalah sebuah metode sistematis dan visual

untuk menyajikan ide untuk digunakan menunjukkan berbagai pemahaman dari

hubungan antara sumber daya yang dimiliki dalam menyusun kebijakan,

mengoperasikan program/kegiatan yang ada dan yang direncanakan serta

perubahan/hasil yang akan dicapai. Berikut adalah gambaran komponen LM yang

dapat menunjukkan hubungan logis antara sumber daya atau investasi yang

digunakan untuk melaksanakan program, aktivitas yang dilaksanakan, keluaran yang

dihasilkan, dan kemudian hasil akhir yang memberikan dampak positif.

MASUKAN   AKTIVITAS  KELUARAN  HASIL 

Gambar 2.3 Standar logic model


Sumber : Ohio University, 2002

Berikut gambar cetak biru kinerja yang dikembangkan oleh University of


wiconsinu, memberikan penjelasan yang lebih terstruktur dan mudah dipahami:

Input Aktivitas Output Outcome

• Jk Jk Jk
  SDM Kegiatan yang Sesuatu yang
Pendek Menengah Panjang
• Keuangan dilakukan dihasilkan langsung
P  • Waktu untuk dari aktivitas suatu
  Perubahan Perubahan Perubahan
• Penelitian menghasilkan program yang telah
S  R  • Teknologi produk yang ditentukan yang
pengetahuan tindakan keadaan
(1-3 tahun) (4-6 tahun) (7-10 thn)
I  I  • Staff dibutuhkan diharapkan akan
  oleh publik berkontribusi.
T  O  (aktivitas
Ket: 
U  R  untuk
Sumberdaya 
A  I  apa saja yang 
menghasilkan 19 
output) Konsumen
  S T  dibutuhkan 
Kelompok tertentu KONDISI
untuk  SIKAP SOSIAL 
yang menjadi target PERILAKU
melaksanaka program  
n proses
 

Gambar 2.4 Cetak Biru Kinerja


Sumber: University of Wiconsin.2010.Developing a Logic Model

1. Situasi dan Prioritas

Situasi merupakan sebuah keadaan yang biasanya kompleks dari lingkungan,

sosiopolitik, dan ekonomi. Situasi dapat menjadi isu yang dijadikan sebagai dasar

dalam pengembangan program dimana model logika berperan dalam memetakannya.

Setelah masalah dipetakan dan dianalisis, selanjutnya tentukan mana yang menjadi

faktor dalam menentukan prioritas. Singkatnya dalam mengembangan model logika

diperlukan prioritas dari sebuah kompleksitas. Adapun faktor-faktor yang harus

dipertimbangkan dalam menentukan prioritas adalah visi dan misi; nilai-nilai; sumber

daya; keahlian dan pengalaman; dan data historis. Penentuan prioritas mendorong

untuk identifikasi hasil yang diinginkan.

2. Masukan

Masukan merupakan semua sumber daya yang dikuasai organisasi dan masih

perlu diproses sehingga dapat bermanfaat. Masukan diklasifikasikan dalam kategori

material dan nonmaterial. Masukan material dapat berupa personil, relawan, peralatan

20 
 
 

dan infrastruktur. Sedangkan untuk masukan nonmaterial berupa kepemimpinan,

strategi dan metode, kompetensi, serta komitmen SDM.

1. Aktivitas

Kegiatan adalah aktivitas yang dilakukan organisasi dalam pengimplementasian

program dan memproses masukan menjadi keluaran.

2. Keluaran

Keluaran merupakan produk langsung dari sebuah kegiatan dalam suatu program

yang diharapkan akan berkontribusi pada hasil.

3. Hasil

Hasil merupakan perubahan atas suatu kondisi, perlilaku, sikap, pengetahuan,

dan keterampilan sasaran program yang mengindikasikan kemajuan atau justru

kemunduran terhadap misi dan tujuan dari program. Hasil diklasifikasikan kedalam

hasil jangka pendek menunjukkan hasil perubahan pembelajaran yang dicapai dalam

waktu 1 sampai dengan 3 tahun, hasil jangka menengah menunjukkan hasil

perubahan tindakan yang dicapai dalam waktu 4 sampai dengan 6 tahun, hasil jangka

panjang menunjukkan hasil perubahan kondis yang dicapai dalam waktu 7 sampai

dengan 10 tahun, dari suatu organisasi, partisipan, atau sistem secara lebih general.

4. Faktor Eksternal

Faktor eksternal meliputi lingkungan budaya, iklim, struktur ekonomi,

lingkungan politik, latar belakang dan pengalaman peserta program, pengaruh media,

perubahan kebijakan dan prioritas. Faktor eksternal tidak dapat diabaikan sebab

faktor-faktor ini saling berinteraksi dengan program.

21 
 
 

2.1.4.2 Pengelolaan Dan Pengukuran Kinerja Yang Berkelanjutan (Ongoing

Performance Management and Measurement/OPM&M)/Cetak Biru Kinerja

(Performance Blueprint)

Pendekatan dalam model pengukuran kinerja dalam penelitian ini meluas dalam

perencanaan dan evaluasi model yang komprehensif yang disebut dengan pendekatan

Pengelolaan dan Pengukuran Kinerja yang Berkelanjutan (OPM&M). OPM&M

menggunakan LM yang inovatif dan luas sebagai alat dalam melakukan evaluasi dan

perencanaan yang dikenal dengan rancangan/cetak biru dari kinerja, model ini dapat

digunakan sebagai alat untuk melakukan perencanaan dan evaluasi.

Model OPM&M dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan membuat

prioritas guna melakukan pengukuran kinerja yang disesuaikan dengan misi

organisasi dan maksud dari sebuah program. OPM&M juga melakukan

penggabungan dengan menyarankan model yang dapat mengidentifikasi kualitas

indikator kinerja dengan membagi kualitas indikator kinerja ke dalam empat bagian

yakni upaya (effort) dan dampak (effect) serta terbagi atas kuantitas dan kualitas,

pendekatan tersebut yaitu Pendekatan Empat Kuadran (Friedman,2000)

22 
 
 

OUTPUTS 
       Quantity       Quality   Quantity ₄     Quality ₂ 
         §                    %         
EFORT                EFORT 

EFECT                EFECT 

Quantity ₃      Quality ₁ 

Gambar 2.4 Pendekatan Empat Kuadran

Sumber: Paul J. Longo (2011) 

23 
 
 

Berikut ini gambaran pengukuran kinerja hasil penggabungan antara

pendekatan OPM&M dan pendekatan empat kuadran yang dikenal dengan model

cetak biru kinerja.

Pihak OUTPUT OUTCOME


penyedia dan
Hasil yang
pelaksana jasa
Kuantitas Kualitas berorientasi pada
INPUT & penyedia layanan
AKTIVITAS,
SUMBER STRATEGI & 4 Upaya 2
DAYA PELAYANAN Hasil yang
berorientasi pada
Kuantitas Kualitas manfaat yang
Klien &
diterima pengguna /
Pelanggan
3 Dampak 1 konsumen

Gambar 2.5 Model Cetak Biru Kinerja


Sumber: OhioUniversity (2002)

Selanjutnya Friedman mengkombinasikan ukuran kinerja tersebut yang

kemudian dipetakan dalam kategori gambaran pengukuran kinerja berikut:

Kuantitas Kualitas
U “Seberapa banyak  “Seberapa baik 
p pelayanan yang  pelayanan tersebut 
a dapat diberikan?”  dilakukan?” 
y 4 2 
a
D
a # %
m “Apakah keadaan
p menjadi lebih baik?
a 3                 1 
k

Gambar 2.6 Pendekatan Empat Kuadran

Sumber:Friedman (2005)

24 
 
 

Menurut Friedman (2005) bahwa semua sistem akuntabilitas kinerja ditetapkan

dengan cara ukuran/indikator kuantitas dan kualitas dari upaya dan dampak.

Friedman menggabungkan dua perspektif ukuran kinerja yang berbeda tersebut untuk

menghasilkan kategori antara lain sebagai berikut:

1. Kuantitas upaya (quantity) of effort): seberapa banyak pelayanan yang

diberikan?

2. Kualitas upaya (quality)of effort): seberapa baik pelayanan yang diberikan?

3. Kuantitas dampak (quantity)of effect): berapa banyak pelanggan menjadi lebih

baik?

4. Kualitas dampak (quality) of effect): berapa persen pelanggan menjadi lebih baik

atau bagaimana mereka menjadi lebih baik?

Enam tahap penggunaan model cetak biru kinerja sebagai sarana perencanaan

dan evaluasi kinerja:

1. Merumuskan dan memurnikan/memfokuskan/mempersempit hasil

• Meninjau hasil dari atas ke bawah (pemerintah pusat & bagian yang diharapkan,

dibutuhkan, dan diamanatkan)

• Meninjau hasil dari bawah ke atas (komunitas yang diinginkan)

• Campuran hasil antara atas ke bawah dan bawah ke atas

• Merumuskan serangkaian hasil

• Menetapkan target pada waktu yang tepat

2. Mengidentifikasi populasi target (Klien, pelanggan, konsumen, dsb.)

25 
 
 

• Populasi yang dijadikan target meliputi tidak hanya penerima manfaat yang dituju

dari strategi pelayanan tersebut, namun juga “para pengguna” informasi

pengkuran kinerja

3. Menetapkan ukuran efektivitas untuk komunitas dan kelompok yang ditargetkan

• Perubahan-perubahan yang diharapkan

• Mengidentifikasi pengukuran kinerja yang terkait dengan efek

• Menetapkan target pada waktu yang tepat

4. Tentukan strategi, pelayanan, dan kegiatan yang dibutuhkan

• Hasil yang dijelaskan dan "dampak yang diharapkan" ditetapkan dan diberikan,

rumuskan strategi layanan pengiriman diperlukan untuk mencapai target

• Menetapkan pihak yang akan menyediakan/menawarkan pelayanan tersebut

5. Tetapkan pengukuran kinerja pemberian pelayanan

• Menentukan seberapa baik pelayanan tersebut harus dilakukan, seberapa baik

strategi harus dilakukan, dan seberapa baik kegiatan yang harus dijalankan

• Identifikasi pengukuran kinerja yang terkait usaha

6. Gunakan sumber daya yang tersedia/temukan sumber daya tambahan yang

dibutuhkan

• Kenyataan yang sering terjadi dana yang tersedia datang dengan “syarat”,

“syarat” ini biasanya terikat dengan tujuan dan standar kinerja yang memaksa

suatu organisasi untuk memulai kegiatan yang tidak terduga. Direkomendasikan

sebuah pendekatan yang ideal dan nyata. Namun, lembaga tersebut dapat

26 
 
 

mengontrol dengan cara menentukan terlebih dahulu siapa yang perlu dilayani,

bagaimana mereka harus dilayani, dan menemukan sumber daya untuk

melakukan hal itu.

2.2 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian mengenai pengukuran kinerja sektor publik pada

pemerintahan daerah diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Solikhin (2005) meneliti mengenai pelaporan akuntabilitas di Indonesia

dengan hasil bahwa laporan LAKIP masih bias. Bias tersebut muncul akibat

perlakuan pemerintah yang berlebihan dalam mengaitkan kinerja yang baik

dengan usaha sendiri dan kinerja yang tidak baik dikaitkan dengan faktor

eksternal.

2. Agus Taruno (2012) meneliti tentang pengukuran kinerja dinas pendidikan

kabupaten Bantul dengan metode balanced scorecard. Penelitian ini

memberikan hasil bahwa penerapan konsep BSC sebagai alternatif sistem

pengukuran kinerja pada Dinas Pendidikan Dasar Kabupaten Bantul sangat

mungkin dilakukan karena melalui peta strategi tergambar dengan jelas alur

strategi organisasi dalam mencapai visi dan misi secara menyeluruh, baik dari

aspek keuangan maupun non-keuangan dan dapat berguna untuk

meningkatkan mutu pelayanan pendidikan di masa yang akan datang.

3. Marvin (2012) meneliti mengenai evaluasi penyusunan indikator kinerja pada

pemerintahan kabupaten Bantul. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa

27 
 
 

indikator kinerja Pemerintah Kabupaten Bantul belum menunjukkan

kesesuaian informasi (hubungan yang logis) antara dokumen perencanaan

hingga dokumen pelaporan. Indikator Kinerja SKPD/unit kerja sebagian

besar belum menunjukkan indikator berbasis hasil (result-based performance

indicator) sehingga belum sepenuhnya mendukung kinerja Pemerintahan

Kabupaten Bantul

28 
 
 
 

BAB III

LATAR BELAKANG KONTEKSTUAL OBJEK PENELITIAN

Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan objek yang diteliti secara

deskriptif seperti gambaran umum, visi dan misi dari BPKAD Provinsi Papua untuk

mendapat pemahaman yang lebih spesifik tentang karakteristik dari objek penelitian.

3.1 Gambaran Umum Provinsi Papua

Pemerintah Papua dipimpin oleh seorang Gubernur dibantu perangkat daerah

yang terdapat di lingkungan Pemerintah Provinsi Papua. Provinsi Papua saat ini

membawahi 28 Kabupaten dan 1 Kota.

3.2 Visi dan Misi

Provinsi Papua memiliki Visi dan Misi yaitu membangun Papua Baru dengan

menata kembali Pemerintahan Daerah untuk dapat membangun pemerintahan yang

baik, bersih dan berwibawa guna menerapkan Tata Pemerintahan yang baik pada

semua jajaran dan tingkatan.

Berdasarkan Peraturan Gubernur Papua No. 10 Tahun 2011 Tentang Uraian

Tugas dan Fungsi BPKAD dinyatakan bahwa BPKAD Provinsi Papua merupakan

unsur pelaksana pemerintah daerah di bidang pengelolaan keuangan dan asset daerah

yang dipimpin oleh seorang Kepala Badan yang berkedudukan di bawah dan

bertanggung jawab kepada gubernur melalui sekretaris daerah. Visi dari BPKAD

Provinsi Papua adalah Terwujudnya Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah

29 
 
 

Provinsi Papua yang Profesional dan Bertanggung jawab. Berdasarkan Visi BPKAD

tersebut maka Misi yang diterapkan adalah mewujudkan koordinasi internal ekternal,

perencanaan anggaran, pelaksanaan akuntansi dan pelaporan keuangan, serta

mewujudkan pelayanan keuangan secara tepat waktu dan prima yang berkualitas.

3.3 Tujuan

Tujuan yang adalah penjabaran atau implementasi dari visi dan misi BPKAD

mencakup pengupayaan peningkatan kualitas dari SDM aparatur BPKAD, kualitas

seluruh pelayanan di BPKAD, kualitas pengelolaan keuangan BPKAD, hingga

kualitas penyelenggaraan evaluasi laporan pertanggungjawaban kinerja BPKAD.

3.4 Sasaran

Sasaran adalah target spesifik dan terukur dari tiap tujuan perencanaan BPKAD

meliputi terselenggaranya penegakan disiplin dari SDM aparatur BPKAD,

terselenggaranya peningkatan kapasitas aparatur BPKAD melalui diklat dan

pelatihan, terselenggaranya efisiensi dan efektivitas pengelolaan keuangan BPKAD

terselenggaranya monitoring dan evaluasi laporan pertanggungjawaban kinerja

30 
 
 

3.5 Struktur Organisasi BPKAD Provinsi Papua

KEPALA
BADAN

KEPALA 
BADAN 

KASUBAG  KASUBAG  KASUBAG KASUBAG


UMUM  KEUANGA KEPEGAWAIA PROGRAM

KABID  KABID  KABID KABID KABID  KABID


ANGGARAN  PEMBINAAN  PERBENDAHAR PENGELOLAA AKUNTANSI  KAS DAERAH 
KEUANGAN  AAN &KUASA  N ASSET 
DAERAH  DAERAH 
BENDAHARA 
BAWAHAN 
UMUM 
 
DAERAH 

KASUBID   KASUBID  SUBBID  SUBBID  SUBBID  SUBBID 


ANGGARAN  PENGESAHAN  PERBENDAHA ANALISIS  PENGOLAHAN  PENERIMAAN 
URUSAN  &  RAAN   KEBUTUHAN  DATA & 
PERHITUNGA URUSAN  &  PERHITUNGA
WAJIB 
N  WAJIB  PENGADAAN  N ANGGARAN 
ANGGARAN ASSET

KASUBID  KASUBID   SUBBID  SUBBID  SUBBID  SUBBID 


ANGGARAN  PENATAUSAHA PERBENDAHA INVENTARISAS EVALUASI   PENGELUARAN 
URUSAN  AN KEUANGAN  RAAN   I & SISTEM  &  
PILIHAN  URUSAN  INFORMASI  VERIFIKASI 
PILIHAN  ASSET 
DAERAH

KASUBID  KASUBID   SUBBID 


PERENCANAA PERTANGGUN SUBBID  SUBBID  SUBBID 
BELANJA  PEMELIHARAA PENGEMBAN
N  GJAWABAN &  PEGAWAI  PELAPORAN 
ANGGARAN  N &  GAN SISTEM 
PELAPORAN  KAS DAERAH 
&TEKNOLOGI  PENGHAPUSA AKINTANSI 
N ASSET  &SISTEM 
DAERAH  INFORMASI 
KEUANGAN 

Gambar 3.1 Struktur Organisasi BPKAD Provinsi Papua

Sumber: Diolah dari RENSTRA BPKAD PAPUA

31 
 
 
 

BAB IV

RANCANGAN PENELITIAN STUDI KASUS

Bab ini menguraikan mengenai metode pengambilan data dan analisis data

dengan menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif yang meliputi rasionalitas

penelitian, pemilihan objek penelitian, jenis sumber dan teknik pengumpulan data

serta metode analisis data.

4.1 Rasionalitas Obyek Penelitian

BPKAD sebagai SKPD yang berhubungan langsung dengan pelayanan

keuangan daerah Papua. Dengan ditetapkannya UU No.32/2004 dan UU

No.33/2004 serta PP No.38/2007 telah diterapkan oleh BPKAD Papua dalam hal

pembuatan program/kegiatan yang berada dalam lingkungan dinas yang selanjutnya

diimplementasikan dalam bentuk LAKIP setiap tahunnya.

BPKAD Provinsi Papua dalam menjalankan fungsinya yaitu melakukan proses

pengukuran kinerja dan pelaporan kinerja sampai saat ini sebatas untuk memenuhi

persyaratan peraturan pusat daripada untuk membuat organisasi mereka untuk

menjadi lebih efektif dan efisien, berdampak pada hasil yang sifatnya sebatas

formalitas dan serimonial rutin melakukan pelaporan kinerja tahunan. Selain itu

hingga saat ini belum pernah dilakukan evaluasi terkait bagaimana sistem

pengukuran dan pelaporan kinerja yang ada untuk menunjukkan kualitas kinerja dari

32 
 
 

BPKAD dan apakah setiap program yang telah ditetapkan benar-benar telah sesuai

dengan indikator yang ditetapkan.

Keberhasilan kinerja organisasi pemerintah seharusnya tidak hanya ditunjukkan

sebatas dari keberhasilan mencapai tujuan pemerintah yang terangkum dalam visi,

misi, dan tujuan organisasi saja, dan tidak sekedar melihat dari keberhasilan

memperoleh predikat baik pada LAKIP, namun kinerja organisasi seharusnya dapat

diukur dengan melihat dari kesesusian informasi indikator kinerja yang tertuang

dalam dokumen perencanaan hingga dokumen pelaporan kinerja.

4.2 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan metode studi

kasus pada BPKAD Provinsi Papua. Moleong (2012) menyebutkan bahwa penelitian

kualitatif bermaksud memahami fenomena yang dialami subjek penelitian misalnya

perilaku, persepsi, motivasi, dan tindakan lainnya dan dengan cara deskriptif dalam

bentuk kata-kata dan bahasa pada sebuah konteks khusus yang ilmiah dengan

memanfaatkan berbagai metode ilmiah.

4.3 Jenis dan Sumber Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan sekunder,

yakni sebagai berikut :

1. Data primer adalah data yang secara langsung dikumpulkan dari obyek penelitian

yaitu BPKAD Provinsi Papua berdasarkan wawancara. Responden yang

diwawancarai dipilih secara sampling dengan teknik purposive sampling,

33 
 
 

pengambilan sampel dengan teknik ini terbatas pada jenis orang tertentu yang

dapat memberikan informasi yang diinginkan oleh peneliti seperti orang tersebut

dianggap seseorang yang paling memahami mengenai apa yang akan peneliti teliti

sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi obyek/situasi sosial yang diteliti

(Sugiyo,2013). Untuk itu dalam penelitian ini peneliti memilih responden yang

merupakan pejabat atau orang-orang yang terlibat langsung dalam proses

penyusunan SAKIP pada BPKAD Provinsi Papua.

2. Data sekunder, adalah data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah diolah, dapat

berupa data publikasi. Pegumpulan data sekunder dilakukan melalui arsip dan

dokumen yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

4.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah teknik trianggulasi yaitu

pengumpulan data yang menggunakan berbagai sumber dan teknik pengumpulan

data secara simultan. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain dalam membandingkan hasil wawancara dalam

objek penelitian (Moleong, 2007). Denzin (dalam Moleong, 2007) membedakan

empat macam trianggulasi yaitu dengan memanfaatkan penggunaan sumber data

yang banyak seperti dokumen, arsip, dan hasil  wawancara; penggunaan beberapa

peneliti yang melakukan penelitan dengan menggunakan pendekatan yang sama,

akan mendapatkan hasil yang sama; penggunaan berbagai teori yang berlaianan

untuk memastikan bahwa data yang dikumpulkan sudah memenuhi syarat;

penggunaan berbagai metode untuk meneliti suatu hal, seperti metode wawancara

34 
 
 

dan metode observasi.   Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data adalah dengan

menggunakan teknik riset lapangan dan riset kepustakaan, sebagai berikut :

4.4.1 Riset Lapangan (Field Research)

Riset lapangan adalah riset yang dilakukan dengan mendatangi langsung ke

instansi yang menjadi objek penelitian yakni BPKAD Provinsi Papua. Metode riset

lapangan dilakukan dengan metode dokumentasi dan wawancara semi terstruktur

berikut:

1. Dokumentasi

Dokumentasi data dilakukan dengan cara mempelajari data dan informasi yang

relevan terhadap penelitian, sumber dari obyek penelitian. Beberapa dokumen

tersebut meliputi RENSTRA, RKT, TAPKIN, dan LAKIP BPKAD Papua.

2. Wawancara

Wawancara merupakan sebuah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan

melakukan sesi tanya jawab langsung terhadap pihak-pihak yang memiliki hubungan

dengan penelitian setelah dilakukan analisis dokumen perencanaan dan pelaporan

kinerja terhadap perbedaan penyusunan indikator kinerja ataupun terhadap hasil

evaluasi indikator kinerja. Teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara

semi terstruktur (semistructured interview) dilakukan secara lebih bebas

dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Adapun pejabat yang direncanakan

akan diwawancarai yaitu kepala BPKAD, kepala bagian bina program, kepala bagian

dan kepala bidang tiap unit.

35 
 
 

4.4.2 Riset Kepustakaan

Riset kepustakaan adalah riset pengumpulan data dengan membaca segala hal

yang berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi dalam mengumpulkan informasi

yang dibutuhkan. Riset ini dilakukan untuk menunjang penelitian mengenai sistem

pengukuran kinerja.

4.5 Validitas Data

Dalam penelitian kualitatif, dikatakan valid suatu temuan atau data apabila tidak

ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti dengan apa yang sesungguhnya terjadi

pada objek yang diteliti. Aspek kesahihan (validitas) pada penelitian ini ditentukan

melalui triangulasi.

Agar pendekatan penelitian menjadi konsisten dan reliable, (Yin, 2003)

menegaskan bahwa para peneliti kualitatif harus mendokumentasikan sebanyak

mungkin langkah-langka dalam prosedur tersebut. Yin juga merekomendasikan agar

para peneliti kualitatif merancang secara cermat studi kasusnya.

4.6 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini meliputi model penelitian, alat analisis

dan metode analisis data sebagai berikut:

4.6.1 Model Penelitian

Model penelitian ini diawali dengan pengukuran kinerja yang dilakukan oleh

BPKAD Provinsi Papua dengan dasar Inpres No.7/1999 tentang Akuntabilitas.

36 
 
 

Akuntabilitas Kinerja BPKAD Provinsi Papua tertuang dalam LAKIP. Analisis yang

digunakan dalam penelitian ini adalah model logika untuk mengevaluasi hasil kinerja

BPKAD Papua sehingga dapat memberikan kesimpulan apakah kinerja BPKAD

Provinsi Papua telah sesuai dengan perencanaan strategis yang dibuat dengan

berbasis pada hasil. Skema model penelitian dapat dilihat pada gambar berikut ini:

RENSTRA BPKAD

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN STRATEGIS ORGANISASI

PROGRAM DAN KEGIATAN PENDUKUNG SASARAN STRATEGIS

INDIKATOR KINERJA MASING-MASING


PROGRAM & KEGIATAN

Cetak Biru Kinerja (Performance Blueprint)

Model Logika Analisis Empat Kuadran

Gambar 6.1 Rancangan Model Penelitian

4.6.1 Alat Analisis

Tematik analisis digunakan sebagai alat analisis dalam penelitian ini.

Merupakan sebuah metode kualitatif yang digunakan untuk mengidentifikasi,

menganalisis dan menyajikan pola/tema berdasarkan data-data yang diperoleh

(Braun and Clarke, 2006). Diharapkan melalui analisis tematik akan diperoleh

pemahaman yang mendalam tentang fenomena untuk selanjutnya dihasilkan sebuah

teori melalui tema yang telah mendeskripsikan dan menyempurnakan data secara

37 
 
 

detail. Penggunaan analisis tematik memungkinkan peneliti menemukan pola/tema

yang muncul secara acak dalam kumpulan informasi yang ada/tersedia.

Langkah-langkah dalam melakukan analisis data tematik menurut Braun and

Clarke (2006) adalah sebagai berikut:

1. Mentranskripkan Data

Data yang diperoleh dari hasil wawancara yang dikumpulkan terlebih, diubah

bentuknya dari yang semula bentuk lisan menjadi bentuk tulisan/tranksrip data.

2. Membuat Kode Data Awal

Selanjutnya adalah membuat kode data awal yang mana dibuat dengan terlebih

dahulu membaca data transkrip untuk menemukan data-data yang sering muncul

di dalam transkrip data awal yang relevan dengan topik penelitian. Selanjutnya

data-data tersebut dikelompokan dan disusun sesuai kodenya masing-masing.

3. Mencari Tema

Selanjutnya dilakukan analisis terhadap kode-kode data awal tersebut untuk

pencarian tema yang selanjutnya digabungkan menjadi tema.

4. Melakukan Evaluasi Tema

Tema yang ditemukan harus dilakukan evaluasi dengan meninjau kembali dan

disempurnakan, sehingga tema yang dihasilkan menjadi relevan dengan topik.

5. Menamakan dan Mendefinisikan Tema

Setelah tema relevan dengan topik penelitian terbentuk, tahap akhir yang

dilakukan yaitu menamakan dan mendefinisikan tema. Mendefinisikan berarti

mengidentifikasi esensi dari setiap tema secara keseluruhan dan menentukan

38 
 
 

aspek data pada tiap tema. Masing-masing tema yang ada terdiri dari data yang

beragam dan kompleks untuk itu perlu dilakukan penamaan dan pendefinisian

tema sehingga data-data yang terdapat di dalam tema menjadi tidak terlalu

banyak/beragam/kompleks.

6. Menghasilkan laporan

Laporan analisis disajikan ringkas, koheren, logis, tidak berulang dan menarik,

menjelaskan tentang data peneliti dan membuat sebuah argumen dalam kaitannya

dengan pertanyaan penelitian.

4.6.2 Metode Analisis

Diperlukan beberapa langkah analisis penelitian kualitatif dalam penelitian ini,

yakni menganalisis data penelitian untuk memecahkan masalah yang ada, dengan

melakukan beberapa tahapan sebagai berikut:

a. Analisis alur logika perencanaan strategis

Dalam tahap ini dilakukan pemetaan terhadap dokumen perencanaan strategis,

rencana kerja tahunan dan penetapan kinerja BPKAD Provinsi Papua. Analisis

dilakukan dengan melihat aspek-aspek yang terdapat dalam alur model logika.

b. Analisis deskripstif atas proses sebelumnya

Tahap ini menganalisis tahapan proses yang dilakukan sebelumnya dengan data

dan informasi yang mendukung dalam pengukuran kinerja dengan alat analisis

yaitu cetak biru kinerja. Untuk hal-hal yang belum dapat diketahui maka akan

39 
 
 

dilakukan wawancara kepada pihak yang berkompeten akan informasi yang

diperlukan.

c. Analisis hasil wawancara dengan tematik analisis

Hasil wawancara dianalisis dengan menggunakan tematik analisis. Tujuan

menganalisis wawancara dengan tematik analisis agar dapat memilah-milah hasil

jawaban wawancara yang sesuai dengan pertanyaan penelitian.

d. Pengambilan Keputusan

Dalam tahap ini akan ditarik sebuah kesimpulan atas proses yang telah dilakukan

dari mulai perencanaan strategis, penetapan indikator kinerja, hasil kinerja yang

diharapkan dan proses evaluasi pada BPKAD Provinsi Papua. Kemudian akan

diberikan rekomendasi atas penelitian ini.

40 
 
 

BAB V

PEMAPARAN TEMUAN DAN ANALISIS HASIL

Pembahasan tentang hasil penelitian yang dilakukan pada BPKAD Papua beserta

analisisnya untuk menjawab pertanyaan penelitian. Bab ini terdiri dari kesesuaian

antar dokumen terkait kinerja, dan kendala-kendala penerapan sistem pengukuran

dan pelaporan kinerja di BPKAD Provinsi Papua, serta analisis hasil penelitian.

5.1 Kesesuaian Sasaran Kinerja BPKAD Provinsi Papua

BPKAD Papua dalam mengimplementasikan sasaran kinerja berdasarkan pada

Peraturan Gubernur No. 10 Tahun 2011 dengan tetap mengacu kepada Permendagri

54 tahun 2010 menjelaskan bahwa Rencana Kerja Satuan Perangkat Daerah adalah

dokumen perencanaan satuan kerja perangkat daerah untuk periode 1 (satu) tahun.

Dalam Renja-SKPD diterangkan mengenai visi, misi, strategi, kebijakan, dan

program. Tahun 2013 hingga 2018 BPKAD Provinsi Papua telah merencanakan

pencapaian visi dan misi melalui tujuan dan sasaran yang tertuang dalam dokumen

Renstra-BPKAD. Tahun 2013 dalam pencapaian visi dirumuskan 5 (lima) misi

dengan tujuan dan sasaran kinerja yang ditetapkan adalah:

Tabel 5.1 Struktur Sasaran Kinerja BPKAD Provinsi Papua Selama 5 Tahun

No MISI Tujuan Jumlah Sasaran


1 Misi Pertama Tujuan 1 4 Sasaran
Tujuan 2 1 Sasaran
Tujuan 3 1 Sasaran

41 
 
 

Tujuan 4 2 Sasaran
2 Misi Kedua Tujuan 1 4 Sasaran
3 Misi Ketiga Tujuan 1 4 Sasaran
Tujuan 2 2 Sasaran
4 Misi Keempat Tujuan 1 5 Sasaran
5 Misi Kelima Tujuan 1 2 Sasaran
Jumlah Sasaran Strategis 24 Sasaran

Sumber: data diolah dari RENSTRA BPKAD Prov.Papua 2013-2018

Dari penjabaran tabel RENSTRA diatas misi, tujuan, dan sasaran kinerja yang

dituangankan dalam berbagai kebijakan tersebut yang selanjutnya lebih teknis

digunakan dalam penyusunan dan pelaksanaan program dan kegiatan yang disertai

dengan indikator kinerja melalui tindakan operasional dalam kurun waktu lima

tahun. Sasaran kinerja diatas merupakan sasaran yang akan dicapai oleh BPKAD

Papua yang dijabarkan dan dilaporkan dalam TAPKIN dan LAKIP setiap tahunnya.

RENSTRA BPKAD PROVINSI PAPUA

RKT RKT RKT RKT RKT


TAPKIN TAPKIN TAPKIN TAPKIN TAPKIN
LAKIP  LAKIP LAKIP LAKIP LAKIP 

Indikator Kinerja Sasaran

Gambar 5.1 Model Logika Pengujian Indikator Kinerja Strategis

Sumber: Inpres 7/1999 dan sumber lainnya (diolah)

Bagan tersebut menggambarkan proses pengujian indikator kinerja BPKAD

Papua selama dua tahun anggaran dengan menggunakan model logika. Pengujian

42 
 
 

dengan menggunakan model logika memungkinkan untuk dilakukannya

pembandingan atas indikator kinerja yang terdapat pada dokumen perencanaan

hingga dokumen pelaporan kinerja yang disajikan dalam LAKIP BPKAD Papua.

Berdasarkan hasil analisis model logika, ditemukan ketidakselarasan misi, tujuan,

dan sasaran kinerja pada dokumen perencanaan terhadap dokumen pelaporan kinerja

sebagaimana yang ditampilkan pada tabel 5.2 berikut.

Tabel 5.2 Struktur Sasaran Kinerja BPKAD Provinsi Papua Tahun 2013& 2014

No MISI Tujuan Jumlah Sasaran


1 Misi Pertama Tujuan 1 4 Sasaran
Tujuan 2 1 Sasaran
Tujuan 3 1 Sasaran
Tujuan 4 2 Sasaran
2 Misi Kedua Tujuan 1 6 Sasaran (+)
3 Misi Ketiga Tujuan 1 5 Sasaran (+) (-)
Tujuan 2 Dihapus Tujuan 2
4 Misi Keempat Tujuan1 6 Sasaran
5 Misi Kelima Tujuan 1 7 Sasaran
6 Misi Keenam Tujuan 1 4 Sasaran (-)
Jumlah Sasaran Strategis 36 Sasaran
Sumber: data diolah dari LAKIP BPKAD Prov.Papua 2013 & 2014

Untuk setiap sasaran kinerja yang telah ditetapkan mulai dari dokumen

perencanaan hingga dokumen pelaporan kinerja memiliki indikator kinerja yang

digunakan untuk mengukur sejauh mana sasaran kinerja telah dicapai. Adanya

perubahan pada misi keempat, kelima, dan keenam. Tujuan dua pada misi ketiga

dihapus, dan tujuan satu pada misi keempat hingga keenam diubah sesuai perubahan

misi. Sasaran untuk misi kedua mengalami penambahan, dan misi ketiga dihapus dan

43 
 
 

juga ditambahkan. Sehingga total sasaran berubah menjadi 36 sasaran dari yang

semula adalah 24 sasaran.

5.1.1 Ketidaksamaan Misi, Tujuan, dan Sasaran Kinerja pada Renstra

dengan LAKIP BPKAD PAPUA

Hasil analisis yang telah dilakukan menunjukan bahwa terdapat ketidaksamaan

sasaran kinerja disebabkan adanya perubahan misi dan tujuan dari BPKAD Papua

pada dokumen RENSTRA dengan dokumen LAKIP dalam bentuk adanya

perubahan, pengurangan, dan penambahan pada dokumen TAPKIN dan LAKIP.

Ketidaksamaan jumlah misi tersebut dikarenakan terdapat penambahan beberapa

misi dalam RENSTRA menjadi 1 (satu) misi dengan menjadikan Perda Papua

No.11/2008 dan Pergub Papua No.10/2011 sebagai pedoman dengan tetap mengacu

pada Permendagri No.54 Tahun 2010. Penambahan berkaitan misi tersebut dianggap

dapat memantapkan sistem perbendaharaan dan kas daerah dalam SIMDA sehingga

dapat memperlancar pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah. Berikut adalah

uraian temuan ketidaksamaan dengan kategori:

1) Misi 1 (Mewujudkan koordinasi internal dan eksternal serta pelayanan

administrasi yang prima dan responsif)

Keterangan: - Tidak ada perubahan apapun pada misi, tujuan, dan sasaran kinerja.

44 
 
 

2) Misi 2 (Mewujudkan perencanaan APBD secara tepat waktu dan

berkualitas)

Keterangan:

- Adanya penambahan 2 sasaran kinerja, yaitu:

1. Otomatisasi sistem informasi dalam penyusunan APBD dan perubahan APBD

(point b)

2. Tersusunnya DPA SKPD dam SPPA SKPD (point f)

3) Misi 3 (Mewujudkan pelaksanaan akuntansi dan pelaporan keuangan

daerah secara tepat waktu dan berkualitas)

Keterangan:

- Adanya penambahan 3 sasaran kinerja, yaitu:

1. Tersusunnya Laporan Capaian Kinerja dan Ikhtisar Realisasi Kinerja SKPD

(point b)

2. Tersusunnya laporan keuangan semester (point c)

3. Tersusunnya Prognosis Realisasi Anggaran (point d)

- Adanya pengurangan 2 sasaran kinerja, yaitu:

1. Terlaksananya sistem penggajian secara tertib dan akurat (point 3.1.1)

2. Terlaksananya sistem penatausahaan keuangan daerah (point 3.1.2)

4) Misi 4 (Mewujudkan pelayanan perbendaharaan dan kas daerah secara

cepat dan prima)

Keterangan:

- Adanya perubahan misi 4, yaitu:

45 
 
 

Sebelum perubahan: Mewujudkan fasilitas keuangan daerah kabupaten/kota

yang sehat dan akuntabel.

Sesudah perubahan: Mewujudkan pelayanan perbendaharaan dan kas daerah

secara cepat dan prima.

- Adanya perubahan tujuan, yaitu:

Sebelum perubahan: Mewujudkan fasilitas keuangan daerah kabupaten/kota

yang sehat dan akuntabel.

Sesudah perubahan: Mewujudkan pelayanan perbendaharaan dan kas daerah

secara cepat dan prima.

- Adanya perubahan sasaran kinerja, yaitu:

Sebelum perubahan:

1. Terselenggaranya monitoring, evaluasi, dan pelaporan APBD kabupaten/kota

seprovinsi Papua

2. Terselenggaranya rapat koordinasi teknis keuangan daerah seprovinsi Papua

3. Terselenggaranya evaluasi rancangan peraturan daerah tentang APBD dan

perubahan APBD kabupaten/kota

4. Terselenggaranya evaluasi rancangan peraturan daerah tentang laporan

pertanggungjawaban keuangan APBD kabupaten/kota

5. Terbangunnya pusat data dan informasi pengelolaan keuangan daerah

kabupaten/kota seprovinsi Papua

Sesudah perubahan:

1. Tersusunnya sistem dan prosedur pelaksanaan APBD

46 
 
 

2. Terselenggaranya pelayanan gaji pegawai secara online

3. Terselenggaranya pelayanan satu atap perbendaharaan dan kas daerah

4. Terlaksananya upaya peningkatan kapasitas aparatur di bidang

perbendaharaan dan kas daerah

5. Terselenggaranya laporan monitoring pelaksanaan APBD di seluruh SKPD

6. Tersusunnya laporan konsolidasi perbendaharaan dan posisi kas daerah

5) Misi 5 (Mewujudkan manajemen aset daerah yang efisien dan efektif serta

bertanggungjawab)

Keterangan:

- Adanya perubahan sasaran kinerja, yaitu:

Sebelum perubahan:

1. Terlaksananya pemeliharaan dan operasional sistem informasi pengelolaan

aset daerah

2. Tersedianya data sensus aset daerah

Sesudah perubahan:

1. Tersusunnya laporan RKBMD, RKPBMD, RTBMD, RTPMB

2. Tersusunnya laporan realisasi pengadaan barang dan jasa

3. Tersusunnya laporan mutasi barang

4. Tersusunnya laporan pemeliharaan barang

5. Tersusunnya laporan penghapusan barang

6. Tersusunnya laporan Perhitungan Sisa Barang Akhir Tahun

47 
 
 

7. Terlaksananya Bimbingan Teknis Manajemen Aset dan Inventarisasi Aset

Pengurus Barang dilingkungan Pemerintahh Provinsi Papua

6) Misi 6 (Mewujudkan fasilitas keuangan daerah kabupaten/kota yang sehat

dan akuntabel)

Keterangan:

- Misi 6 (enam) adalah misi 4 (empat) yang direvisi dengan adanya penghapusan

satu sasaran kinerja, yaitu:

1. Terbangunnya pusat data dan informasi pengelolaan keuangan daerah

kabupaten/kota seprovinsi Papua (point 4.1.5)

5.1.2 Ketidaksamaan Indikator Kinerja Pada Dokumen Perencanaan Dan

Dokumen Pelaporan

Dalam menguji lebih jauh mengenai keselarasan indikator kinerja yang telah

ditetapkan BPKAD Papua didokumen TAPKIN dan juga evaluasi yang ada dalam

LAKIP dilakukan dengan menggunakan analisis model logika. Dari hasil analisis

yang dilakukan ditemukan adanya ketidaksamaan indikator kinerja yang terdapat

dalam dokumen TAPKIN dan LAKIP, antara lain:

1. Indikator Kinerja Perencanaan (TAPKIN) Tidak Dievaluasi Pada LAKIP

Dari beberapa indikator kinerja yang tidak dicantumkan pada LAKIP, telah

ditetapkan sebelumnya pada dokumen Penetapan Kinerja (TAPKIN) sehingga tidak

48 
 
 

dapat diukur dan dievaluasi suatu hasil capaiannya, sebagaimana dicantumkan pada

tabel 5.3.

Tabel 5.3Ditetapkan pada TAPKIN yang tidak dilaporkan pada LAKIP

INDIKATOR KINERJA
TA SASARAN STRATEGIS
TAPKIN
1 2 3
Meningkatkan kapasitas SDM - Terselenggaranya peningkatan
aparatur dalam menjalankan kapasitas aparatur pengelolaan
tugas dan fungsi pengelolaan keuangan dan aset daerah, melalui
2013 keuangan dan aset daerah diklat, pelatihan, dan sertifikasi.
- Jumlah program peningkatan
pengembangan sistem pelaporan
pencapaian kinerja dan keuangan
2013 Tersusunnya laporan Tersusunnya laporan pemeliharaan
2014 pemeliharaan barang dan penghapusan aset daerah
2013 Tersusunnya laporan Tersusunnya laporan pemeliharaan
2014 penghapusan barang dan penghapusan aset daerah
2013 Terlaksananya bimbingan Meningkatnya kompetensi dan
2014 teknis manajemen aset dan kemampuan pegawai dibidang
inventarisasi aset pengurus perencanaan anggaran
barang dilingkungan
pemerintah provinsi Papua
2014 Meningkatkan kapasitas SDM Meningkatnya kemampuan dan
aparatur dalam menjalankan kompetensi pegawai BPKAD dalam
tugas dan fungsi pengelolaan melaksanakan tugas dan fungsi
keuangan dan aset daerah BPKAD
Sumber: diolah dari hasil analisis model logika

2. Indikator Kinerja dilaporkan di LAKIP yang Tidak Direncanakan dalam

TAPKIN

Selanjutnya persoalan lainnya yang ditemukan dalam analisis logic model yaitu

terdapatnya beberapa indikator kinerja yang pada dokumen pelaporan LAKIP

49 
 
 

dilaporkan tetapi pada dokumen perencanaan TAPKIN indikator kinerja tersebut

tidak direncanakan, sehingga terlihat seolah SKPD BPKAD Provinsi Papua

melakukan kegiatan/program yang tidak sesuai dengan perencanaan, sebagaimana

seperti yang dicantumkan pada tabel 5.4.

Tabel 5.4 Dilaporkan di LAKIP namun tidak direncanakan di TAPKIN

INDIKATOR KINERJA
TA SASARAN STRATEGIS
LAKIP
1 2 3
2013 Meningkatnya ketersediaan dan Terlaksananya pengadaan kendaraan
kualitas sarana prasarana dinas operasional BPKAD
perkantoran Terlaksananya pemeliharaan
rutin/berkala peralatan gedung kantor
2013 Meningkatkan kapasitas SDM - Jumlah program peningkatan kapasitas
aparatur dalam menjalankan sumber daya aparatur
tugas dan fungsi pengelolaan - Pelatihan akuntansi keuangan daerah
keuangan dan aset daerah
2013 Tersusun serta di Tersusunnya perencanaan, pelaksanaan
implementasikannya dokumen dan pelaporan keuangan daerah
perencanaan BPKAD
2013 Tersusunnya prognosir realisasi - Tersusunnya rancangan peraturan
anggaran daerah tentang pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD (2014)
- Prosentase penggunaan dana anggaran
pada kabupaten/kota
2013 Tersusunnya laporan keuangan Tersusunnya perhitungan persediaan
2014 semesteran akhir tahun
2013 Tersusunnya laporan capaian Terlaksananya berbagai upaya dalam
2014 kinerja dan ikhtisar realisasi peningkatan kinerja pengelolaan
kinerja SKPD keuangan dan aset daerah
2013 Tersusunnya sistem dan Terlaksananya rapat kerja teknis untuk
2014 prosedur pelaksanaan mencari pemahaman dan kesepakatan
pengelolaan keuangan daerah bagi peningkatan kinerja pengelolaan
keuangan dan aset daerah

50 
 
 

2013 Terselenggaranya pelayanan gaji Meningkatnyaa kemampuan dan


2014 pegawai secara online kompetensi pengelolaan administrasi
penggajian PNS
2013 Terselenggaranya pelayanan satu Pelayanan satu atap bidang
2014 atap perbendaharaan dan kas perbendaharaan dan kas daerah
daerah
2013 Tersusunnya laporan RKBMD, Tersusunnya RKBMD, RKPBMD
2014 RKBMD, RTBMD, RTPMD
2013 Tersusunnya laporan mutasi Tersusunnya laporan mutasi barang
2014 barang
2013 Tersusunnya laporan Tersusunnya laporan pemeliharaan
2014 pemeliharaan barang barang
2013 Tersusunnya laporan Tersusunnya laporan penghapusan
2014 penghapusan barang barang
2013 Tersusunnya laporan Terwujudnya laporan perhitungan sisa
2014 perhitungan sisa barang akhir barang akhir tahun
tahun
2013 Terlaksanannya bimbingan Pelatihan dan bimbingan teknis
2014 teknis manajemen aset dan pengembangan instrumen penganggaran
inventarisasi aset pengurus daerah, manajemen aset dan
barang dilingkungan pemerintah inventarisasi pengurus barang pada
provinsi Papua lingkungan PEMDA Papua
2013 Terselenggaranya evaluasi Terselenggaranya evaluasi rancangan
2014 rancangan peraturan daerah peraturan daerah tentang APBD dan
tentang APBD dan perubahan perubahan APBD kab/kota
APBD kab/kota
2013 Terselenggaranya evaluasi Terselenggaranya evaluasi rancangan
2014 rancangan peraturan daerah peraturan daerah tentang laporan
tentang laporan pertanggungjawaban keuangan APBD
pertanggungjawaban keuangan kab/kota
APBD kab/kota
2014 Meningkatnya ketersediaan dan Terlaksananya peningkatan fisik kantor
kualitas sarana prasarana BPKAD Papua
perkantoran

2014 Meningkatkan kapasitas SDM - Jumlah program pendidikan dan


aparatur dalam menjalankan pelatihan formal
tugas dan fungsi pengelolaan - Pelatihan pengembangan instrumen
keuangan dan aset daerah penganggaran daerah
2014 Tersusunnya laporan capaian Meningkatnya kemampuan dan
kinerja dan ikhtisar realisasi kompetensi pejabat penatausahaan
kinerja SKPD keuangan dan bendahara pengeluaran

51 
 
 

dilingkungan pemerintah provinsi


Papua
Sumber: diolah dari hasil analisis model logika

5.2 Analisis Empat Kuadran (Four Quadrant Analysis)

Analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi indikator kinerja dalam

penelitian ini menggunakan model cetak biru kinerja dengan kolaborasi analisis

empat kuadran akan melihat kondisi indikator kinerja BPKAD Provinsi Papua dalam

suatu peta indikator sehingga akan menunjukkan priotitas dari indikator kinerja yang

telah ditetapkan pada tiap program/kegiatan yang dibuat berorientasi pada

penyediaan layanan (service delivery outcomes) atau telah sampai berorientasi

kepada manfaat pelayanan yang diberikan kepada masyarakat (community

outcomes).

Indikator kinerja keluaran dalam analisis ini diambil dari data LAKIP tahun

2013-2014, kemudian dengan pendekatan empat kuadran seperti yang dikembangkan

oleh Friedman akan diidentifikasi dalam salah satu dari empat kolom yang

mencerminkan kinerja. Pendekatan empat kuadran pengukuran kinerja tersebut yaitu

kuantitas dari upaya, kualitas dari upaya, kuantitas dari dampak dan kualitas dari

dampak.

Pada tahun 2013, secara keseluruhan terdapat 75 indikator kinerja kegiatan yang

dibagi di setiap pencapaian program/kegiatan. Sementara pada tahun 2014 terdapat

73 indikator kinerja. Hasil identifikasi indikator kinerja dalam empat kolom disajikan

secara rinci pada lampiran. Keseluruhan hasil identifikasi indikator kinerja disajikan

52 
 
 

secara ringkas berdasarkan jumlah program untuk masing-masing tahun anggaran.

Berikut adalah tabel identifikasi indikator kinerja output menurut aspek upaya dan

aspek dampak untuk tahun 2013 dan 2014:

Tabel 5.2.1 Rekap Kategori Indikator Kinerja Aspek Upaya & Dampak Tahun 2013

OUTPUT
NO Sasaran Kinerja Setiap Misi EFFORT EFFECT
QTY QLTY QTY QLTY
1 2 7  8  9  10 
1  1.1.1 Meningkatnya kualitas pelayanan
administrasi perkantoran 4  6  1  0 

2  1.1.2. Meningkatnya kedisiplinan pegawai


BPKAD Papua 0  2  1  0 

3  1.1.3 Meningkatnya kualitas penataan arsip


BPKAD 0  1  1  0 

4  1.2.1 Meningkatnya ketersediaan dan kualitas


sarana prasarana perkantoran 0  8  0  1 

5  1.3.1 Meningkatkan kapasitas SDM aparatur


dalam menjalankan tugas dan fungsi pengelolaan 1  0  2  1 
keuangan dan aset daerah
6  1.4.1 Tersusun serta di Implementasikannya
dokumen perencanaan BPKAD 0  5  0  0 

7  2.1.1 Tersusunnya instrumen perencanaan APBD


secara tepat guna 0  1  0  0 
8  2.1.2 Tersusunnya Perda APBD dan perubahan
APBD secara tepat waktu 1  2  0  1 

9  2.1.3 Terselengaranya fasilitas penyusunan RKA


SKPD bagi seluruh SKPD 0  0  0  1 

10  2.1.4 Tersusunnya peraturan kepala daerah


1  0  0  0 
tentang penjabaran APBD dan Perubahan APBD
11  3.1.1 Terselengaranya sistem akuntansi keuangan
daerah 0  4  0  1 

12  3.1.2 Tersusunnya laporan pertanggungjawaban


keuangan daerah 2  0  0  0 

53 
 
 

13  3.1.3 Tersusunnya prognosir realisasi anggaran 1  0  0  1 


14  3.1.4 Tersusunnya laporan keuangan semesteran 0  2  0  0 
15  3.1.5 Tersusunnya laporan capaian kinerja dan
ikhtisar Realisasi Kinerja SKPD 0  1  0  0 
16  4.1.1 Tersusunnya sistem dan prosedur
pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah 0  3  0  1 
17  4.1.2 Terselenggaranya pelayanan gaji pegawai
secara online 0  0  1  1 
18  4.1.3 Terselenggaranya pelayanan satu atap
perbendaharaan dan kas daerah 0  0  0  1 

19  4.1.4 Terlaksananya upaya peningkatan kapasitas


aparatur dibidang perbendaharaan dan kas 0  0  1  0 
daerah
20  4.1.5 Terselenggaranya laporan monitoring
0  0  0  1 
pelaksanaan APBD di seluruh SKPD
21  4.1.6 Tersusunnya laporan konsolidasi
perbandaharaan dan posisi kas daerah 0  1  0  0 

22  5.1.1 Tersusunnya laporan RKBMD, RKBMD,


RTBMD, RTPMD 1  0  0  0 

23  5.1.2 Tersusunnya laporan realisasi pengadaan


barang dan jasa 0  2  0  0 
24  5.1.3 Tersusunnya laporan mutasi barang 0  1  0  0 
25  5.1.4 Tersusunnya laporan pemeliharaan barang 0  1  0  0 
26  5.1.5 Tersusunnya laporan penghapusan barang 0  1  0  0 
27  5.1.6 Tersusunnya laporan perhitungan sisa
barang akhir tahun 0  1  0  0 
28  5.1.7 Terlaksananya bimbingan teknis manajemen
aset dan inventarisasi aset pengurus barang 0  1  0  0 
dilingkungan pemerintah provinsi Papua
29  6.1.1 Terselenggaranya monitoring, evaluasi, dan
0  0  0  1 
pelaporan APBD Kab/Kota seprovinsi Papua
30  6.1.2 Terselenggaranya rapat koordinasi teknis
keuangan daerah seprovinsi Papua 1  0  0  0 
31  6.1.3 Terselenggaranya evaluasi rancangan
pertauran daerah tentang APBD dan perubahan 0  0  0  1 
APBD kab/kota
32  6.1.4 Terselenggaranya evaluasi rancangan
peraturan daerah tentang laporan
0  0  1 
pertanggungjawaban keuangan APBD  
kabupaten/kota

54 
 
 

TOTAL JUMLAH INDIKATOR KINERJA  12  43  7  13 


Sumber: Diolah dari Analisis Empat Kuadran

Tabel 5.2.2 Rekap Kategori Indikator Kinerja Aspek Upaya& Dampak Tahun 2014

OUTPUT
NO SASARAN EFFORT EFFECT
QTY QLTY QTY QLTY
1 2 7  8  9  10 
1.1.1 Meningkatnya kualitas pelayanan 6  4  1  0 
1  administrasi perkantoran
1.1.2. Meningkatnya kedisiplinan pegawai BPKAD 0  2  1  0 
2  Papua
1.1.3 Meningkatnya kualitas penataan arsip 0  1  1  0 
3  BPKAD
1.2.1 Meningkatnya ketersediaan dan kualitas 0  9  0  1 
4  sarana prasarana perkantoran
1.3.1 Meningkatkan kapasitas SDM aparatur 1  0  2  1 
5  dalam menjalankan tugas dan fungsi pengelolaan
keuangan dan aset daerah
1.4.1 Tersusun serta di Implementasikannya 0  3  0  0 
6  dokumen perencanaan BPKAD
2.1.1 Tersusunnya instrumen perencanaan APBD 0  1  0  0 
7  secara tepat guna
2.1.2 Tersusunnya Perda APBD dan perubahan 0  2  0  1 
8  APBD secara tepat waktu
2.1.3 Terselengaranya fasilitas penyusunan RKA 1  0  0  0 
9  SKPD bagi seluruh SKPD
2.1.4 Tersusunnya peraturan kepala daerah 1  0  0  0 
10  tentang penjabaran APBD dan Perubahan APBD
3.1.1 Terselengaranya sistem akuntansi keuangan 1  3  0  0 
11  daerah
3.1.2 Tersusunnya laporan pertanggungjawaban 2  0  0  0 
12  keuangan daerah
13  3.1.3 Tersusunnya prognosir realisasi anggaran 1  0  0  0 
14  3.1.4 Tersusunnya laporan keuangan semesteran 0  2  0  0 
3.1.5 Tersusunnya laporan capaian kinerja dan 0  1  1  0 
15  ikhtisar Realisasi Kinerja SKPD

55 
 
 

4.1.1 Tersusunnya sistem dan prosedur 0  4  0  1 


16  pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah
4.1.2 Terselenggaranya pelayanan gaji pegawai 0  0  1  1 
17  secara online
4.1.3 Terselenggaranya pelayanan satu atap 0  0  0  1 
18  perbendaharaan dan kas daerah
4.1.4 Terlaksananya upaya peningkatan kapasitas 0  0  1  0 
19  aparatur dibidang perbendaharaan dan kas
daerah
4.1.5 Terselenggaranya laporan monitoring 0  0  0  1 
20  pelaksanaan APBD di seluruh SKPD
4.1.6 Tersusunnya laporan konsolidasi 0  1  0  0 
21  perbandaharaan dan posisi kas daerah
5.1.1 Tersusunnya laporan RKBMD, RKBMD, 1  0  0  0 
22  RTBMD, RTPMD
5.1.2 Tersusunnya laporan realisasi pengadaan 0  2  0  0 
23  barang dan jasa
24  5.1.3 Tersusunnya laporan mutasi barang 0  1  0  0 
25  5.1.4 Tersusunnya laporan pemeliharaan barang 0  1  0  0 
26  5.1.5 Tersusunnya laporan penghapusan barang 0  1  0  0 
5.1.6 Tersusunnya laporan perhitungan sisa 0  1  0  0 
27  barang akhir tahun
5.1.7 Terlaksananya bimbingan teknis manajemen 0  1  0  0 
28  aset dan inventarisasi aset pengurus barang
dilingkungan pemerintah provinsi Papua
6.1.1 Terselenggaranya monitoring, evaluasi, dan 0  0  0  1 
29  pelaporan APBD Kabupaten/Kota seprovinsi
Papua
6.1.2 Terselenggaranya rapat koordinasi teknis 1  0  0  0 
30  keuangan daerah seprovinsi Papua
6.1.3 Terselenggaranya evaluasi rancangan 0  0  0  1 
31  pertauran daerah tentang APBD dan perubahan
APBD kabupaten/kota
6.1.4 Terselenggaranya evaluasi rancangan 0  0  0  1 
peraturan daerah tentang laporan
32  pertanggungjawaban keuangan APBD
kabupaten/kota
TOTAL JUMLAH INDIKATOR KINERJA  15  40  8  10 
Sumber: Diolah dari Analisis Empat Kuadran

56 
 
 

Data pada kedua tabel rekap kategori indikator kinerja aspek upaya dan hasil

diatas menunjukkan penyajian data identifikasi indikator kinerja keluaran tahun

anggaran 2013 dan keluaran tahun anggaran 2014. Hasil identifikasi indikator kinerja

selanjutnya dimasukkan ke dalam peta indikator kinerja sebagaimana diuraiakan

pada bab selanjutnya.

57 
 
 

BAB VI

ANALISIS DAN DISKUSI HASIL INVESTIGASI KASUS

Berisi penjelasan analisis dari pemaparan temuan-temuan yang diperoleh

dilapangan oleh peneliti berdasarkan hasil analisis dokumen-dokumen perencanaan

kinerja instansi pemerintah daerah BPKAD Papua. Evaluasi penyusunan dan

pelaporan kinerja dilakukan dengan menggunakan pendekatan LM dengan model

cetak biru kinerja. Analisis yang digunakan adalah analisis empat kuadran.

6.1 Analisis Alur Logika Perencanaan Strategis

Keselarasan dan ketepatan yang mampu dihasilkan BPKAD Papua didalam

melakukan proses penyusunan indikator kinerja, pengukuran dan pelaporan capaian

indikator kinerja akan mendukung pencapaian sasaran dari instansi tersebut dalam

hal mencapai visi dan misinya. Pencapaian sasaran juga akan dapat terlaksana jika

sasaran yang telah ditetapkan dalam Renstra-BPKAD didukung dengan indikator

kinerja atas program dan kegiatan.

Berdasarkan dari hasil analisis LM maka permasalahan yang ditemukan adalah

ketidaksamaan dalam proses pelaksanaan/penerapan sistem pengukuran kinerja

mulai dari tujuan, sasaran kinerja, serta indikator kinerja yang terdapat dalam

dokumen SAKIP BPKAD Papua. Berikut ringkasan permasalahan yang ditemukan

terkait ketidaksesuaian yang terdapat dalam dokumen SAKIP BPKAD Papua.

58 
 
 

Tabel 6.1
Ringkasan permasalahan hasil analisis dokumen perencanaan
Kelompok Masalah Permasalahan Dok.Penelitian

Ketidaksamaan sasaran Perubahan sasaran kinerja RENSTRA, TAPKIN,


dan indikator kinerja LAKIP
pada dokumen Pengurangan sasaran kinerja RENSTRA, TAPKIN,
perencanaan dan LAKIP
dokumen pelaporan Pemecahan sasaran kinerja RENSTRA, TAPKIN,
LAKIP
Ketidaksamaan Indikator kinerja RENSTRA, TAPKIN,
pengukuran indikator perencanaan tidak dievaluasi LAKIP
kinerja program utama pada LAKIP
Target indikator kinerja tidak RENSTRA, TAPKIN,
dicantumkan sehingga LAKIP
capaian kinerja tidak dapat
diukur dan dievaluasi

Sumber: data diolah dari temuan investigasi kasus

Berdasarkan analisis data pada Tabel 6.1 tentang ringkasan permasalahan diatas,

selanjutnya akan dibahas lebih rinci sebagai berikut:

1. Ketidaksamaan sasaran kinerja dan indikator kinerja pada dokumen perencanaan

dan dokumen pelaporan

Ketidaksamaan sasaran kinerja dan indikator kinerja mulai dari dokumen

perencanaan strategis hingga dokumen pelaporan karena adanya perubahan sasaran

kinerja dan indikator kinerja, beberapa sasaran menjadi dihilangkan, dan ada pula

sasaran kinerja yang berubah dikarenakan urutan misi yang diubah, dengan demikian

indikator kinerja juga mengalami perubahan. Berdasarkan pernyataan dari nara

sumber yang diwawancara, indikator kinerja mengalami perubahan juga mengikuti

59 
 
 

dari misi yang bertambah dan berubah sehingga dilakukan penyesuaian terhadap

indikator kinerja tersebut.

“Kendala yang biasa terjadi, sasaran kinerja dan indikator kinerja dokumen
perencanaan tidak sama dengan dokumen penetapan kinerja dan LAKIP.
RENSTRA merupakan aspirasi pimpinan atas berserta jajaran yang diharapkan
mampu kita capai selama 5 tahun, tapi seiring berjalan kenyataan sering
ditemukan perbedaan setiap tahun itu karena sasaran dan indikator kinerja
disesuaikan dengan hal-hal yang jadi prioritas pembangunan yang dilaksanakan
ditahun itu. Namun, kalau ditinjau dari internal biasanya juga disebabkan
kurangnya koordinasi antar unit untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan
dalam proses penyusunan sehingga saat penyetoran pada bagian program
menghasilkan banyak data yang tidak valid dan indikator yang dibuat jadi asal
sekenanya saja, sekedar stor data saja. Sampai akhirnya diperlukan perbaikan
dan penyesuaian sehingga menjadi tidak sama antara yang direncanakan sama
yang dilaporkan. Yang terpenting laporan kinerja telah diselesaikan sebisa
mungkin dengan mengacu ke PERGUB sama peraturan mentri Permenpan
tahun 2008 No.20. (Kasubbag Program)

“Sepengetahuan kami, yang melakukan penyusunan indikator kinerja bukanlah


SKPD namun BAPEDA, SKPD tinggal menjalankan dengan menyesuaikan
tugas dan fungsi masing-masing SKPD. Sehingga ketika indikator kinerja
yang disusun BAPEDA dirasa sedikit memberatkan SKPD maka dilakukan
penyesuaian oleh masing-masing SKPD namun tetap mengacu pada Peraturan
Gubernur dan Permendagri yang ada.” (Kasubbid
Pelaporan&Pertanggungjawaban)

Dari hasil dilapangan ditemukan beberapa permasalahan yang menunjukkan

terjadinya ketidaksamaan sasaran dan indikator kinerja, sebagai berikut:

1. Rendahnya kualitas personil/SDM SKPD dalam memahami ukuran dan

indikator kinerja serta sasaran kinerja untuk setiap program/kegiatan sehingga

berpengaruh dalam melakukan analisis capaian kinerja.

60 
 
 

2. Terjadinya mutasi personil/SDM penyusun LAKIP yang kompeten dalam

paham dan memiliki pengetahuan yang memadai serta mengetahui informasi

data dan dokumentasi data-data, sehingga menjadi kendala yang

menyebabkan tidak terjadinya transfer knowledge dari personil/SDM yang

lama terhadap mereka yang baru yang tidak memiliki pengetahuan yang

cukup dan berakibat menjadi kurang kompetennya personil/aparat dalam

memahami proses penyusunan indikator kinerja.

3. Perubahan dari sasaran dan indikator kinerja dalam proses berjalanannya

program/kegiatan yang disesuaikan dengan kebutuhan tahun berjalan.

Beberapa nara sumber wawancara pihak BPKAD Papua membenarkan kondisi

yang terjadi ini mengarah pada persoalan rendahnya kualitas personil/SDM

kompeten dibidang pengukuran kinerja yang tersedia pada BPKAD Papua.

“Masalahnya mereka yang bertanggungjawab dalam proses penyusunan


dokumen-dokumen kinerja masih banyak yang tidak paham dengan ukuran
kinerja dan indikator kinerja yang harus dibuat untuk dicapai, mereka hanya
sebatas ohhh... iya itu kita pu indikator untuk kita pu bagian, tapi untuk paham
secara detail, kenyataannya tidak semua paham. Sementara bagi mereka yang
paham justru kadang sudah di mutasi di bagian lain bahkan ke instansi lain dan
digantikan orang baru yang harus belajar lagi dari nol, masalahnya kalau su
mutasi pegawai ini mereka yang lama-lama tidak mau dan tidak akan
mengedukasi orang yang baru. Intinya sebenarnya persoalan utamanya disini
adalah kurang pendampingan dari atasan/manajemen puncak, yah yang dipilih
kadang dari yang dekat padahal tidak paham secara mendalam soal tugas dan
fungsi dari BPKAD, semua tergantung sama pimpinan”(Kasubbag
Umum&Kepegawaian)

61 
 
 

Jawaban lain serupa juga diungkapkan oleh salah satu nara sumber personil

BPKAD Provinsi Papua dalam wawancara yang membenarkan bahwa kualitas

personil sangat mempengaruhi hasil akhir proses pengukuran kinerja.

“Kendala disini soal ukuran kinerja ni banyak macam, makannya kenapa apa
yang ada diawal tidak sama dengan apa yang nanti di tuangkan pada LAKIP.
Bicara soal indikator saja disini bukanlah masing-masing bidang yang
menyusun tapi bagian program yang melakukan penyusunan, kita bidang-
bidang ini yang penting itu masing-masing bagian menyelesaikan
program/kegiatan baru dilaporkan ke bagian program nanti bagian program
yang buat LAKIP, macam target indikator kinerja ni kita tidak pake itu sebagai
ukuran kita buat ya malah biasa sama seperti yang kita telah buat di tahun
sebelumnya. Sebab ketika ada pergantian personil diatas sana yang bagian
program sudah ganti karena ada mutasi nah kalau kita handalkan dari sana kan
kita yang kesulitan jalankan program, karena mereka saja bingung, bagaimana
mau jelaskan ke kita. Jadi kita biasanya pake yang sudah ada aja.” (Kabid
Pengelolaan Aset Daerah)

Berdasarkan data yang diperoleh dari berbagai nara sumber, hasil wawancara

diatas dapat disimpulkan bahwa ketidaksesuaian yang terjadi pada sasaran kinerja

dan indikator kinerja pada SAKIP, antara lain adalah keterbatasan personil/SDM

yang kompeten dan memahami proses pengukuran kinerja hingga pelaporan kinerja

saat penyusunan dokumen LAKIP serta belum disadari secara mendalam bahwa

pentingnya penetapan indikator kinerja dalam capaian kinerja di BPKAD Papua pada

awal perencanaan dapat mengatasi kesulitan pengukuran kinerja.

2. Ketidaksamaan pengukuran indikator kinerja program utama

Dari hasil temuan yang dijabarkan pada Bab 5 sebelumnya, ditemukan bahwa

pada dokumen TAPKIN BPKAD Papua yang berisikan program utama dan indikator

kinerja serta target kinerja setelah dilakukan proses analisis model logika terdapat

62 
 
 

beberapa ketidaksesuaian, yang mana indikator kinerja tersebut ada pada TAPKIN

namun tidak dilakukan pengukuran dan tidak dilaporkan didalam LAKIP sehingga

tidak dapat dilakukan evaluasi capaian kinerja pada indikator tersebut.

Demikian pula indikator kinerja yang mengalami perubahan dalam dokumen

pelaporan kinerja LAKIP, sehingga indikator kinerja yang semula tidak direncanakan

didalam TAPKIN menjadi dicantumkan di dalam LAKIP yang mana menjadi

berpengaruh dalam proses pengukuran dan capaian keberhasilan sasaran menjadi

tidak terukur dari perencanaan yang semula direncanakan ataupun sebaliknya.

Berpengaruh dalam proses pengukuran dan capaian keberhasilan program/kegiatan

menjadi tidak dapat diketahui. Dampak yang terjadi adalah pada proses penyusunan

rencana atau target kinerja umumnya baru dilakukan pada saat LAKIP akan disusun

bersamaan dengan pengukuran kinerja sesungguhnya.

Kondisi tersebut dibenarkan oleh nara sumber yang diwawancara melalui

penjelasan atas terjadinya kondisi ketidaksesuaian antara dokumen perencanaan

dengan dokumen pelaporan.

“Kenyataan yang tidak dapat dipungkiri, seharusnya isi di LAKIP tu sama


seperti pada laporan-laporan yang lain baik itu sasaran strategis, indikator
kinerja, dan kegiatan/program tapi yang terjadi justru sebaliknya. Terkadang
tidak pernah dibuat di TAPKIN tiba-tiba sudah tercantum di LAKIP saat
penyusunan LAKIP akhirnya mau melakukan evaluasi jadi sulit karena
akhirnya kan kesulitan dalam melakukan pengukuran, juga sebaliknya ada di
TAPKIN tapi saat pelaporannya tidak dilaporkan di LAKIP. Kondisi seperti itu
biasanya karena ada kebijakan dari manajemen puncak yang dalam
perjalanannya harus disesuaikan sehingga harus dilakukan perubahan, jadi
semacam ada kepentingan-kepentingan dari atas. Terus bisa juga karena seiring
berjalannya proses penyusunan dokumen baik dokumen perencanaan sampe

63 
 
 

dokumen pelaporan tu tiba-tiba terjadi mutasi besar-besaran terhadap


personil/pegawai yang sedang mengerjakan tugas itu, baru mutasinya tu
kadang ada yang keluar dari BPKAD dipindah ke SKPD lain, terus yang
gantikan mereka ni dari SKPD lain yang secara keseluruhan bisa dikatakan
belum menguasai tentang isi keseluruhan dari BPKAD. Dampaknya tenaga
kerja/personil yang harusnya disebut tenaga ahli menjadi tidak ahli, karena
mereka tidak menguasai tentang sistem pengukuran kinerja instansi BPKAD,
serta tidak ada pengarahan yang memadai dari atasan ditambah lagi kita kejar
waktu dengan waktu harus kumpulkan LAKIP tepat waktu, akhirnya yang
dilakukan personil adalah melakukan penyusunan sama seperti laporan
sebelumnya atau kita hilangkan saja yang penting capaiannya menjadi 100%,
intinya pelaksanaannya terlihat sesuai aturan kalau harus susun LAKIP tepat
waktu. Dan terkait mutasi pegawai, sampai sekarang saja kita tidak punya
SEKBAN, sejak penggantian SEKBAN terakhir dan dipindahkan ke
Perpustakaan Daerah, pejabat yang menggantikan justru telah 2 tahun tidak
pernah menjalankan tugasnya, sementara yang banyak mengetahui soal sistem
kinerja BPKAD adalah SEKBAN sebelumnya dibandingkan bapak kaban
sekalipun. Sehingga situasinya menjadi seperti sekarang ini.” (Kasubag
Program)

Dapat ditarik kesimpulan bahwa BPKAD Papua belum menyadari akan

pentingnya manfaat dari penetapan indikator kinerja utama pada awal perencanaan

akan mampu mengatasi kendala mengenai kesulitan penerapan/pelaksanaan sistem

SAKIP BPKAD Papua. Permasalah penerapan SAKIP selanjutnya yang akhirnya

terjadi yaitu indikator kinerja yang telah direncanakan dalam dokumen TAPKIN

tidak dapat dilakukan pengukuran dan evaluasi dalam analisis model logika

dikarenakan tidak dilaporkan pada dokumen LAKIP.

6.2 Analisis Empat Kuadran

Model cetak biru kinerja digunakan dalam melakukan evaluasi dan menganalisis

indikator kinerja BPKAD Provinsi Papua. Peneliti melakukan identifikasi atas

indikator kinerja dengan melihat aspek upaya dan dampak tiap-tiap kuadran apakah

64 
 
 

orientasi menunjukkan hanya mengarah pada penyedia layanan atau telah

berorientasi pada manfaat layanan yang diberikan kepada masyarakat.

Pengelompokkan dilakukan mengacu pada pertanyaan berikut:

1. Kuantitas upaya: berapa banyak pelayanan yang diberikan?

2. Kualitas upaya: seberapa baik pelayanan yang diberikan?

3. Kuantitas hasil: seberapa banyak konsumen/publik yang menjadi lebih baik?

4. Kualitas hasil: berapa persen konsumen yang menjadi lebih baik dan bagaimana

mereka menjadi lebih baik?

Identifikasi indikator kinerja keluaran atas program/kegiatan pada BPKAD

Papua yang dipaparkan sebelumnya, menghasilkan peta indikator kinerja berikut ini.

Kuantitas Kualitas

12  UPAYA 
43
 7  DAMPAK 
 
13
Gambar 6.2 Peta Indikator Kinerja BPKAD Papua Tahun 2013

Sumber: Data diolah dari analisis empat kuadran

Kuantitas Kualitas

15  UPAYA 
40
 8  DAMPAK 
 
10
Gambar 6.3 Peta Indikator Kinerja BPKAD Papua Tahun 2014

Sumber: Data diolah dari analisis empat kuadran

65 
 
 

Berdasarkan pada hasil pemetaan indikator kinerja BPKAD Papua selama tahun

2013 dan tahun 2014 diatas menunjukkan bahwa indikator kinerja selama dua

periode berjalan terletak pada kuadran II yaitu pada kualitas upaya. Indikator kinerja

yang terletak di kuadran II ini menjelaskan bahwa indikator kinerja BPKAD selama

tahun 2013-2014 mengutamakan kualitas dari upaya yang dilakukan untuk

memberikan pelayanan kepada publik, namun sudah mengarah kepada besaran

kualitas dari hasil untuk memberikan manfaat pelayanan kepada publik. Hal tersebut

sesuai sebagaimana yang dinyatakan Friedman (2005) bahwa indikator kinerja yang

baik menunjukkan target indikator kinerja dalam kualitas menjadi urutan prioritas

dibandingkan kuantitas. Bila diurutkan menurut prioritas indikator kinerja dengan

menganggap semua indikator yang ada telah memenuhi kriteria indikator yang baik,

maka hasilnya sebagai berikut:

1. Kualitas Hasil: 13 (17%) (2013), 10 (14%) (2014)

2. Kualitas Upaya: 43 (57%) (2013)), 40 (55%) (2014)

3. Kuantitas Hasil: 7 (9%) (2013), 8 (11%) (2014)

4. Kuantitas Upaya: 12 (16%) (2013), 15 (20%) (2014)

Dilihat dari proporsi persentasenya, dapat dilihat bahwa kondisi indikator

kinerja berbasis upaya atau aktivitas internal diatas yang menduduki lebih dari 50%

untuk dua tahun periode tahun 2013-2014 dari indikator kinerja program/kegiatan,

namun sebaliknya untuk indikator kinerja yang berorientasi pada aktivitas eksternal

berbasis dampak sudah dapat menjawab manfaat kegiatan yang dirasakan publik

maupun BPKAD Papua dengan proporsi diatas 15% untuk periode tahun 2013-2014.

66 
 
 

Secara urutan prioritas indikator kinerja menuurut Friedman (2005) yang lebih

memprioritaskan kualitas dibanding kuantitas maka kondisi tersebut sudah

menunjukkan urutan prioritas untuk menuju kearah yang lebih baik. Dilihat dari

model cetak biru kinerja, maka indikator kinerja keluaran ini akan menghasilkan

indikator kinerja berorintasi pada manfaat layanan yang diberikan kepada publik.

Dari kondisi indikator kinerja BPKAD Papua yang mayoritas berada pada

kuadran II yang baru sebatas pada kualitas dalam upaya memberikan layanan kepada

publik disebabkan oleh rendahnya kualitas aparat/personil di kalangan BPKAD

Papua yang bertugas untuk penyusunan dan pengembangan indikator kinerja serta

pengguna indikator kinerja, rendahnya kualitas aparat/personil disebabkan kurangnya

pemahaman akibat dari mutasi yang tidak bisa dihindari saat berjalannya proses

penyusunan dan pengembangan indikator kinerja. Serta persoalan lain adalah

kelengkapan dan validitas data yang diperlukan saat proses pengembangan dan

penyusunan indikator kinerja masih sangat kurang, setiap unit/bidang masih sebatas

memasok data. Hal tersebut yang mengakibatkan banyaknya indikator kinerja di

BPKAD Papua menjadi sulit untuk diukur sehingga indikator kinerja menjadi tidak

mencerminkan sebuah capaian untuk merubah situasi untuk memenuhi

kebutuhan/kepentingan publik maupun BPKAD Papua ke kondisi yang lebih baik.

Dalam menyusun indikator kinerja BPKAD Papua melakukan penyusunan yang

telah disesuaikan dengan pedoman penyusunan indikator kinerja yang dituangkan

67 
 
 

dalam Perda Papua No.11/2008, Pergub Papua No.10/2011, dan mengikuti juga

Permenpan No.20/2008 tentang pedoman penyusunan indikator kinerja utama serta

pedoman dan petunjuk lainnya. Seluruh pedoman dan petunjuk tersebut

mensyaratkan bahwa indikator kinerja yang disusun haruslah berorientasi kepada

outcome, sehingga harapannya kedepan BPKAD Papua dapat berfokus pada

permasalahan yang ada pada publik.

Pada wawancara yang dilakukan, sebagian besar nara sumber menegaskan

bahwa pejabat ataupun staf masih memiliki kesulitan teknis dalam mengembangkan

dan menggunakan indikator kinerja.

”Persoalan tentang arah indikator kinerja baik tiap bidang ataupun keseluruhan
di BPKAD ini yang kami rasakan contohnya saja bidang kami bidang anggaran
, secara teknis dalam pelaksanaan masih banyak staf bahkan beberapa kasub
yang masih kurang dalam pengetahuan teknisnya. Jadi kalau mereka akan
mengerjakan tugas untuk program/kegiatan biasanya harus berproses dari awal.
Yah jadi bisa dibayangkan bagaimana setiap bidang sering merasa keteteran
dalam proses pengembangan indikator kinerja bidangnya, sekalipun kita
memiliki petunjuk teknis dan pedoman, tapi personil tiap unit kurang mendapat
pelatihan, kita hanya disodorkan tanpa diberikan pengarahan optimal akibatnya
seperti hanya sekedar setor data bagian atas lalu bagian program yang
melakukan pemilahan. Kami sangat berharap, paling tidak kita memiliki satu
pegawai/staf dengan kemampuan teknis yang cukup tinggi supaya bisa ada
peningkatan sesuai dengan kualitas yang diharapkan untuk dicapai, apalagi
kalau sedikit-sedikit terjadi mutasi sangat menjadi persoalan.” (Kabid
Anggaran)

Nara sumber dari bidang lain yang dengan jawaban wawancara yang juga

diberikan oleh bidang lain yang bertanggung jawab dalam pengembangan indikator

kinerja:

“Seperti yang tadi saya jelaskan, pedoman ya kita punya pedoman dari
peraturan gubernur sama Peraturan mentri no.20 tahun 2008 tentang pedoman

68 
 
 

penyusunan indikator kinerja, nanti dari situ kita jadikan acuan. Cuma sama
saja non pada saat proses pengerjaan tu kita sering mengalami kesulitan,
dengan waktu yang sangat mepet kita dituntut untuk segera menyelesaikan
tugas sementara kita juga dituntut untuk mengerti konsep-konsep yang
dinyatakan dalam pedoman yah itu yang akhirnya menjadikan kita jadi frustasi
karena kayak semua harus beres sekaligus dampaknya yah ke hasil yang jadi
tidak maksimal, sebenarnya kita juga membutuhkan pelatihan yang lebih dalam
perancangan, penerapan dan penggunaan tidak sekedar disodori pedoman
supaya kita juga bisa menjadi pegawai yang punya kemampuan baik dalam
proses perencanaan hingga pelaporan kinerja. Lalu kalau sudah ada
pegawai/tenaga ahli yang sudah dibentuk tu bisa dipertahankan, jangan di
pindah-pindah lagi, supaya tidak mulai dari nol lagi. Itu sih harapannya.”
(Kasubbag Pelaporan&Pertanggung jawaban)

Berdasarkan pemaparan diatas, bila dikaitkan dengan teori institusional maka

dalam proses penyusunan segala dokumen kinerja mulai dari dokumen perencanaan

hingga dokumen pelaporan, berserta komponen-komponennya mulai dari sasaran

kinerja, tujuan, hingga indikator kinerja didalamnya maka BPKAD Provinsi Papua

dapat dikatakan berada dalam situasi isomorfisma koersif karena adanya persyaratan

peraturan/perundang-undangan yang mewajibkan setiap instansi untuk menyusun

LAKIP, situasi ini menunjukkan kepatuhan simbolis/formalitas karena peraturan

yang diberikan oleh pemerintah pusat. Serta isomorfisme mimetik, terlihat dalam

proses penyusunan laporan kinerja BPKAD Papua masih sering mengacu pada atau

bahkan meniru dari laporan kinerja dari pemerintahan daerah lain yang lebih maju

dan dianggap sukses, hal tersebut dirasa merupakan cara tercepat dan termudah

untuk menghasilkan laporan serta untuk mendapatkan legitimasi.

69 
 
 

6.3 Analisis Hasil Wawancara

Wawancara dilakukan dengan pejabat yang dipilih dari setiap unit/bagian di

BPKAD Provinsi Papua. Tujuan utama wawancara ini adalah untuk menentukan

apakah hasil temuan empiris yang disajikan dalam bab sebelumnya didukung oleh

persepsi para pejabat di BPKAD Provinsi Papua yang bertanggung jawab dalam

mempersiapkan segala laporan kinerja. Wawancara yang dilakukan juga untuk

mendapatkan wawasan tentang adanya teori institusional isomorfisma dalam

pengembangan dan penggunaan indikator kinerja.

Analisis data yang diperoleh dari hasil wawancara dilakukan dengan tiga tahap

yaitu reduksi data, kategorisasi, dan terakhir membuat kesimpulan/sintesisasi data.

6.3.1 Reduksi Data

Reduksi data dilakukan untuk memfokuskan pada permasalahan yang ingin

diteliti. Informasi yang ingin diperoleh dari hasil wawancara yang dilakukan

berkaitan dengan evaluasi atas sistem pengukuran dan pelaporan kinerja BPKAD

Provinsi Papua adalah kendala-kendala dalam proses penyusunan segala laporan

terkait kinerja termasuk didalamnya adalah penyusunan indikator kinerja serta

penyebab masih berorientasinya indikator kinerja pada pemberian layanan kepada

publik dan belum berorientasi pada manfaat yang diterima oleh publik. Reduksi data

dilakukan untuk memfokuskan pada permasalahan yang sedang diteliti dengan

mnegurangi atau menghilangkan beberapa hal yang tidak terkait dengan

70 
 
 

permasalahan. Hasil wawancara yang dicantumkan adalah hasil wawancara yang

menjadi fokus penelitian.

6.3.2 Kategorisasi

Kategorisasi hasil wawancara dilakukan dengan cara mengelompokkan jawaban-

jawaban hasil wawancara yang telah dilakukan yang memiliki kesamaan

permasalahaan. Kategorisasi telah dilakukan sebelumnya pada saat penulis membuat

temuan investigasi kasus sehingga pertanyaan wawancara yang diajukan telah

mengarah pada apa yang menjadi penyebab untuk menemukan fakto-faktor yang

mempengaruhi dalam melakukan proses penyusunan laporan kinerja dan penyebab

ketidaksamaan indikator kinerja pada dokumen perencanaan hingga pada dokumen

pelaporan di BPKAD Provinsi Papua. Berikut adalah hasil pengelompokkan dari

jawaban wawancara:

6.3.2.1 Faktor Penghambat atas Pengukuran dan Pelaporan Kinerja

Untuk mengetahui hal-hal yang mempengaruhi pelaksanaan teknis dalam proses

pengukuran dan pelaporan kinerja maka harus melihat apa yang menjadi faktor

penghambat proses pelaksanaan teknis pada BPKAD Provinsi Papua. Berikut adalah

jawaban dari hasil wawancara:

1. Kurangnya koordinasi antar unit untuk memperoleh data-data yang diperlukan

dalam proses penyusunan sehingga pada saat penyetoran kebagian program

menjadi banyak data yang tidak valid sama indikator yang dibuat asal sekenanya

71 
 
 

saja sehingga terkesan hanya sekedar stor data, jadi diperlukan perbaikan dan

penyesuaian makannya jadi tidak sama antara yang direncanakan sama yang

dilaporkan. Yang penting sudah buat laporan kinerja sebisa mungkin, paling tidak

sudah mengacu ke pergub dan Permenpan tahun 2008 No.20.(Kasubbag Program)

2. Kesulitan dalam mendefinisikan maksud/konsep indikator kinerja yang dijadikan

acuan untuk penyusunan program/kegiatan, sudah begitu kadang kalau kita mau

cari data-data informasi tahun tahun yang su lewat ni su tidak ada, padahal kita

mau lihat untuk buat program/kegiatan, mau tanya sama orang-orang lama yang

dulu susun dan tau data-data tapi dong su pindah ke SATPOLPP sama ada yang

su pindah ke Merauke. Kita Cuma dikasih indikator terus harus buat tapi tidak

diarahkan. (Kasubbid Pelaporan&Pertanggungjawaban)

3. Kurang pahamnya aparat/staf yang berperan dalam prosess penyusunan dokumen-

dokumen kinerja terhadap ukuran kinerja dan indikator kinerja yang harus dibuat

untuk dicapai, hanya sekedar tau indikator kinerja saja. Mutasi staf yang paham ni

ke bagian lain bahkan ke instansi lain dan digantikan orang baru yang kurang

kompeten, dan tidak adanya transfer ilmu antar mereka yang lama dengan staf

yang baru. Intinya sebenarnya masalah utamanya tu disini kurang pendampingan

dari pimpinan. Semua tergantung sama pimpinan. (Kasubbag

Umum&Kepegawaian)

4. Mutasi pejabat/staf ahli kebagian lainnya dan digantikan dengan pejabat/staf yang

tidak memiliki cukup ilmu pengetahuan tentang pengukuran kinerja. Nah mereka

tu biasanya kalau su dikasih pindah dan tidak menjabat lagi apalagi kalau mereka

72 
 
 

hanya jadi staf biasa tu mereka tidak akan sukarela alias tra rela bagi ilmu sama

aparat yang baru. Jadi mereka ni yang baru ya belajar lagi dari nol, jadi makan

waktu to mau belajar kah mau kerjakan tugas kah, sementara kan tetap harus

susun laporan tepat waktu akhirnya kan dong buat yang penting asal capaian

kinerja tercapai saja. Atau mereka jadinya copy paste dari dokumen tahun

sebelumnya, bahkan hehehe kita juga kan ada beberapa daerah di jawa yang

LAKIPnya su bagus tu biasanya kita jadikan contoh untuk acuan bikin LAKIP

sini, supaya yang penting selesai dulu. Habis kadang mau liat dokumen tahun-

tahun lalu tu su tidak tau lagi dimana dong arsipkan dokumen-dokumen itu

(Kabid Pengelolaan Aset Daerah)

5. Kita secara teknis pelaksanaan masih banyak staf bahkan beberapa kasub yang

kurang dalam pengetahuan teknisnya. Jadi kalau mereka akan mengerjakan tugas

untuk program/kegiatan biasanya harus berproses dari awal. Yah jadi bisa

dibayangkan bagaimana setiap bidang sering merasa keteteran dalam proses

pengembangan indikator kinerja bidangnya, sekalipun kita memiliki petunjuk

teknis dan pedoman, tapi personil tiap unit kurang mendapat pelatihan, kita hanya

disodorkan aja tanpa diberikan pengarahan optimal akibatnya ya jadi kita seperti

hanya sekedar setor data aja keatas nanti bagian program yang melakukan

pemilahan. Kita sebenarnya butuh paling tidak tu satu pegawai/staf dengan

kemampuan teknis yang cukup tinggi supaya bisa ada peningkatan sesuai dengan

kualitas yang diharapkan untuk dicapai, apalagi kalau sedikit-sedikit terjadi

mutasi tu sangat menjadi persoalan (Kabid Anggaran)

73 
 
 

6.3.2.2 Institusional Isomorfisma

1. Sejauh ini kami SKPD BPKAD seperti yang saya katakan tadi, dalam proses

pengukuran kinerja sampai kepada hal pengembangan indikator kinerja sudah

mengikuti pedoman yang ada yaitu pada peraturan-peraturan yang ditetapkan

seperti PP No.29/2014, Inpres No.7/1999, dan juga itu tadi sama Permenpan

No.20/2008, cuma yah terus terang saja dalam pelaksanaan memang tidak

semudah seperti mencontoh biasa, kita sering mengalami kesulitan untuk paham

terhadap konsep-konsep yang tertuang dalam pedoman-pedoman itu, tapi karena

sudah menjadi kewajiban kami untuk mengikuti semua instruksi-instruksi dari

pusat itu ya mau tidak mau kita harus berupaya untuk memenuhi pesyaratan

peraturan pusat. Yang penting laporan sudah dibuat tepat waktu. (Kasubbag

Program)

2. Pedoman dan petunjuk jelas ada, ada Inpres, PP, Pergub, sama Permen. Tapi

karena pedoman dan juknis tu terlalu banyak bahkan kerap kali ditambah dan

diperbaharui sementara kita harus segera menyusun laporan kinerja tepat waktu,

hasilnya ya kita yang penting asal jadi laporan aja dulu, yang penting tepat waktu

sesuai ketentuan dari pusat, daripada kita nanti kena sanksi. Nanti sambil jalan

baru kita belajar pelan-pelan. Bisa dengan pelatihan kadang kita kerja sama ke

kampus UGM untuk pelatihan waktu tu pernah di hotel di Malioboro, trus nanti

study banding ke instansi di jawa yang dong punya hasil laporan kinerjanya bagus

dan bisa dicontoh kayak jawa tengah. Nanti ada dari pihak kampus UGM bantu

kita. (Kasubbid Pelaporan & Pertanggungjawaban)

74 
 
 

3. Berdasarkan pengalaman saya selama ini SAKIP sendiri ada pedomannnya, itu

kalau tidak salah di PP No.29/2014. Tapi jujur saja, disini tu masih banyak staf

bahkan pejabat yang menjabat di beberapa bidang yang tidak paham secara

mendalam soal itu. Semua tu soal budaya kerja sebenarnya dek.., kami soalnya

terbiasa yang penting setiap bidang buat laporan sesuai waktu untuk terus kita

laporkan ke bagian program untuk selanjutnya bagian program olah jadi LAKIP,

semua semata hanya demi untuk menghasilkan laporan kinerja tepat waktu yang

mana adalah hal wajib untuk mengikuti peraturan dari pusat, daripada telat malah

nanti kita bisa kena masalah, bisa hasil pemeriksaan jadi disclemer lah terus

anggaran dikurangi lah, pokoknya ada akibatnya. ( Kasubbag

Umum&Kepegawaian)

4. Ada peran serta dari pihak eksternal untuk membantu kami BPKAD dalam proses

pengukuran dan pelaporan kinerja, seperti peran dari universitas dalam membantu

merancang dokumen perencanaan yaitu dari UGM. Kami tiap bidang nanti

menyetorkan tugas dan fungsi masing-masing bidang dan juga program/kegiatan

yang mau kita capai selama 5 tahun kedepan terus nanti mereka yang akan susun

bantu kita dalam buat Renstra kita punya SKPD. Setelah itu mereka buat

pelatihan untuk kita para staf/pejabat yang terlibat soal laporan kinerja. Biasanya

sih pelatihan dilakukan rutin tiap tahun dengan kerjasama sama UGM. (Kabid

Anggaran)

5. Pedoman ni terlalu banyak, sampai-sampai kami saja bingung mau bagaiamana

dengan ini pedoman-pedoman sama petunjuk ni. Satu belum selesai kita belajar

75 
 
 

sampai paham begini su muncul lagi yang lain atau diperbaharui lagi. Akhirnya

kita paling hanya sekedar berjuang berusaha buat menghasilkan laporan aja. Kita

pernah juga akhirnya mengacu buat mencontoh laporan kinerja dari daerah lain,

kita mengacu dari pemerintahan di jawa tengah di solo kalau tidak salah karena

mereka dalam hal susun laporan kinerja su bagus, soalnya cara begitu lebih mudah

baru paling cepat dilakukan, baru nanti sambil jalan nanti kita perbaikin pelan-

pelan, daripada kita sudah tidak dapat arahan dan tidak ada pendampingan masih

mau belajar dari nol lagi semua peraturan-peraturan tu, lama-lama kita nanti dapat

disclemer terus karena tidak bisa tepat waktu buat susun laporan kinerja, akhirnya

kita lagi yang susah. (Kabid Pengelolaan Aset Daerah)

6.3.3 Sintesisasi

Pada tahap sisntesisasi ini, antara satu kategori dengan kategori dari hasil

wawancara akan dikaitkan dari satu responden dengan responde lainnya yang

memilki kesamaan ide/pokok pikiran untuk dapat ditarik suatu kesimpulan. Berikut

adalag hasil dari sintesisasi setelah dilakukan proses kategorisasi:

1. Faktor Penghambat atas Pengukuran dan Pelaporan Kinerja

Tabel 6.2 Hasil Sintesisasi Faktor Penghambat atas Pengukuran & Pelaporan Kinerja

Kata Kunci Hasil Sintesissasi


a. Kapasitas aparat/personil
b. Kemampuan aparat/personil KUALITAS SDM
c. Mutasi aparta/personil
a. Kurangnya pendampingan MINIMNYA
b. Kecakapan/kemampuan memberikan KOMITMEN
pemahaman PIMPINAN/PEJABAT

76 
 
 

a. Kekurangan dalam proses dokumentasi data-data


b. Validitas data
KETERSEDIAAN DAN
c. Kelengkapan data belum lengkap
VALIDITAS DATA
d. Sekedar stor data
e. Data informasi tidak memadai
a. Sebatas memenuhi peraturang/perundang-
FORMALITAS
undangan yang ditetapkan pemerintah pusat

Kuranganya pengarahan tentang bagaimana menangani masalah yang dihadapi

ketika mempersiapkan laporan kinerja, khususnya untuk menentukan indikator

kinerja yang sesuai adalah persoalan utama yang terjadi. Data pendukung yang

kurang lengkap dan kurang valid, dan disertai pimpinan yang kurang dalam

memberikan pengarahan terutama bagi aparat/personil baru yang belum memahami

dan belum memiliki pengetahuan yang memadai dan kompeten terhadap sistem

pengukuran kinerja, berkibat kepada hasil dari pelaksanaan sistem yang yang sekedar

memenuhi peraturan yang sifatnya formalitas.

2. Institusional Isomorfisma

Tabel 6.3 Hasil Sintesisasi Institusional Isomorfisma

Kata Kunci Sintesisasi


a. Mengacu kepada peraturan/perundangan KOERSIF
b. Mengacu kepada laporan pemerintah lain MIMETIK
a. Didampingi oleh pihak universitas dan konsultan independen
NORMATIF
b. MENPAN, BAPEDA, dll

Dari hasil wawancara yang dilakukan sebagian besar pejabat BPKAD menunjuk

bahwa acuan utama dalam pengembangan dan penggunaan indikator kinerja dan

pelaksanaan sistem pengukuran kinerja lainnya adalah undang-undang dan peraturan

77 
 
 

yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat. Laporan pemerintah dari daerah lain juga

dirujuk sebagai acuan dalam proses penyusunan laporan kinerja. Beberapa dari

pejabat mengatakan bahwa dalam proses penerapan sistem pengukuran kinerja,

mereka menerima bantuan dan arahan dari pihak universitas, dari BAPEDA dan

beberapa lembaga lainnya. Berdasarkan dari ketiga kondisi tersebut menunjukkan

adanya institusinal isomorfisma dalam perkembangan dan penggunaan sistem

pengukuran dan pelaporan kinerja pada BPKAD Provinsi Papua.

6.3.4 Penarikan Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil wawancara yang telah dilakukan dengan beberapa pejabat

di BPKAD Provinsi Papua, dapat disimpulkan faktor-faktor yang menjadi kendala

dalam proses penerapan sistem pengukuran dan pelaporan kinerja di BPKAD

Provinsi Papua antara lain:

1. Kecakapan/kemampuan memberikan pemahaman atas pengembangan dan


penggunaan sistem pengukuran dan pelaporan kinerja

Dalam melaksanakan sistem pengukuran dan pelaporan kinerja yang efektif

keberhasilannya dapat ditunjang salah satunya adalah dengan adanya pengarahan

yang efektif dan maksimal dari atasan. Peran pimpinan SKPD dalam memberikan

pemahaman tentang bagaimana menangani masalah yang dihadapi ketika

mempersiapkan laporan kinerja, khususnya dalam menentukan indikator kinerja yang

sesuai terhadap seluruh aparat/personil dilingkungan BPKAD Provinsi Papua sangat

penting. Berdasarkan dari hasil wawancara yang dilakukan menunjukkan bahwa

78 
 
 

pemahaman yang rinci dan memadai kurang dilakukan oleh para pimpinan, sehingga

para aparat/personil di bidang/unit masing-masing masih belum mendapatkan

gambaran yang jelas tentang penerapan sistem pengukuran dan pelaporan kinerja

sesuai peraturan/pedoman yang ditetapkan serta dalam menentukan indikator kinerja

yang harus dibuat sesuia dengan program dan kegiatan yang akan dilaksanakan.

Pimpinan hendaknya terlebih dahulu memahami dan memiliki kemampuan yang

cukup tentang sistem pengukuran dan pelaporan kinerja, selanjutnya pimpinan

berkoordinasi dengan masing-masing bidang dan melakukan pembahasan secara

komprehensif secara rutin untuk memberikan pemahaman kepada masing-masing

bidang/unit.

2. Kualitas aparat/personil (SDM)

Tantangan yang sesungguhnya terjadi adalah pegawai dan pejabat tidak

memiliki kemampuan yang cukup untuk melaksanakan dan memahami sistem terkait

kinerja serta kurangnya pemahaman akan indikator kinerja yang sesuai untuk

digunakan di lingkungan BPKAD Provinsi Papua. Kondisi ini ada dikarenakan

rendahnya kualitas pengetahuan dan kemampuan teknis dari pegawai dan pejabat

akibat terjadinya mutasi pegawai yang berkompeten serta diikuti dengan kurangnya

mendapatkan pendampingan dari atasan.

Karena mengingat kompleksitas yang melekat dalam pengembangan dan

penggunaan sistem terkait kinerja dan indikator kinerja, hal tersebut merupakan

konsekuensi logis bahwa BPKAD Provinsi Papua wajib memiliki paling tidak

79 
 
 

seorang pegawai dengan kompetensi teknis yang relatif tinggi, selain mengadakan

pelatihan rutin untuk aparat/personil

3. Ketidaklengkapan data/informasi pendukung

Pelaksanaan sistem terkait kinerja pada BPKAD Provinsi Papua diawali dengan

penyusunan indikator kinerja dari tiap-tiap bidang/unit kerja sesuai dengan tupoksi

masing-masing. Proses penggabungan indikator kinerja tiap bidang/unit untuk

membentuk keseluruhan indikator kinerja yang utuh, namun dalam pelaksanaannya

sering terhambat oleh kurangnya data dan kurangnya validitas data-data yang

dikumpulkan oleh tiap-tiap bidang/unit. Hal ini terjadi karena lambatnya proses

kerja, dan kurangnya koordinasi antar bidang, serta kurangnya pemahaman

pengetahuan aparat/personil dalam masing-masing bidang sehingga mereka terkesan

hanya sekedar melakukan penyetoran data.

Adanya kelemahan didalam melakukan proses penyimpanan data/informasi

pendukung tahun-tahun sebelumnya, dikarenakan belum adanya sistem pengumpulan

data kinerja yang baik dan belum adanya mekanisme yang baku seperti SOP dalam

hal pengumpulan data/informasi terkait capaian kinerja.

Sebaiknya dalam mengatasi masalah ini perlu dilakukan peningkatan atas

kemampuan aparat/personil pelaksana teknis dalam tiap-tiap bidang/unit, untuk dapat

menyusun dan menata guna melengkapi data dan bahan yang digunakan untuk

menyusun indikator kinerja, serta melakukan perbaikan sistem dokumentasi dan

pengarsipan data kinerja dengan teratur secara terkomputerisasi sehingga dapat

dengan mudah digunakan dimasa mendatang.

80 
 
 

4. Formalitas

Dalam proses pelaksanaan sistem terkait kinerja di BPKAD Provinsi Papua,

berdasarkan dari hasil wawancara dari sebagian besar narasumber maka dapat

disimpulkan bahwa perilaku organisasi dalam menyusun dan melaporkan kinerja

baru sebatas untuk memenuhi peraturan/perundangan. Situasi ini menunjukkan

kepatuhan yang sifatnya sebatas formalitas, atau dengan kata lain perilaku organisasi

didominasi oleh isomorfisma koersif. Dalam hal ini pelaksana teknis belum

memahami mengenai tingkat kebutuhan akan upaya pengukuran kinerja sektor

publik sebagai bagian akuntabilitas kinerja kepada publik dan pemangku kepentingan

lainnya secara baik. Perhatian yang konsisten dan terus-menerus dalam

mengembangkan kapasitas pelaksana teknis adalah kunci keberhasilan pelaksanaan

sistem pengukuran dan pelaporan kinerja di BPKAD Provinsi Papua, maka perlu

direncanakan dan dianggarkan dalam mendukung upaya peningkatan kapasitas

pelaksanaan sistem terkait kinerja di masa depan.

Hal ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Akbar et al

(2010) secara singkat menyatakan bahwa penyusunan laporan kinerja lebih

disebabkan karena formalitas bukan substansial.

81 
 

Anda mungkin juga menyukai