Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK

Akuntansi Rekening dalam APBD dan Keuangan Daerah

Disusun Oleh:

1. Septiawan Yunanto W (31401305072)


2. Tri Mundawafatul A. (31401305101)
3. Widi Astuti (31401305122)
4. Winda Ardiani (31401305125)
5. Zulfa Faiz Nabila (31401305132)

Fakultas Ekonomi

Universitas Islam Sultan Agung

2015
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang


telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul Akuntansi Rekening dalam APBD
dan Keuangan Daerah ini dengan baik. Makalah ini berisi materi uraian
tentang yang diperoleh dari berbagai sumber yang ada dengan penjelasan
yang rinci.

Dalam kesempatan kali ini, saya juga ingin mengucapkan terima


kasih kepada:
1. Bapak. Edy Supriyanto, SE.Akt, sebagai dosen pembimbing.
2. Teman-teman kelompok 3 semangat dalam menyelesaikan tugas
makalah tepat pada waktunya.
Akhir kata ,demikianlah kata pengantar ini kami buat. Kami menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya. Mohon maaf jika ada kesalahan dalam
penulisan. Saran dan kritik dari anda sangat kami harapkan. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat.

Semarang, 4 Desember 2015


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Akuntansi keuangan pemerintah daerah merupakan bagian dari


akuntansi sektor publik, yang mencatat dan melaporkan semua transaksi
yang berkaitan dengan keuangan daerah. Yang disebut keuangan daerah
adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan
pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang, termasuk di
dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan
kewajiban daerah tersebut. Ruang lingkup keuangan negara yang dikelola
langsung oleh Pemerintah Pusat adalah Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN), dan yang dikelola langsung oleh Pemerintah
Daerah adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Baik
APBN maupun APBD merupakan inti dari akuntansi keuangan
pemerintahan.
Oleh karena itu, kedudukan APBN dan APBD dalam penatausahaan
keuangan dan akuntansi pemerintahan sangatlah penting. APBN dan
APBD merupakan rencana kegiatan pemerintah yang dinyatakan dalam
satuan uang dan meliputi rencana pengeluaran dan pemenuhan
pengeluaran tersebut. Setelah dikeluarkannya paket Undang-Undang
Keuangan Negara yaitu UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, UU No. 15 Tahun
2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab keuangan
negara, maka keuangan negara yang meliputi Pemerintah pusat dan
pemerintah daerah dilengkapi dengan informasi neraca, laporan arus kas,
catatan atas laporan keuangan selain informasi mengenai laporan
realisasi APBN/APBD, Pelaporan keuangan pemerintah selanjutnya harus
mengacu pada standar Akuntansi Pemerintah seperti yang tertuang
dalam PP 24 Tahun 2005.
Selanjutnya dalam PP No.58 Tahun 2005 tentang
pengelolaankeuangan daerah diatur bahwa Pemerintah Daerah harus
membuat sistem akuntansi yang diatur dengan peraturan kepala daerah.
Sistem akuntansi keuangan pemerintah adalah untuk mencatat,
menggolongkan, menganalisis, mengikhtisarkan dan melaporkan
transaksi-transaksi keuangan yang dilakukan oleh pemerintah daerah
dalam rangka pelaksanaan APBD.

1.2. Rumusan Masalah

1.

1.3 Tujuan Penulisan


BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Keuangan Daerah

Pengertian keuangan daerah sebagaimana dimuat dalam penjelasan pasal 156 ayat 1
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah sebagai berikut :
Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang
dan segala sesuatu berupa uang dan barang yang dapat dijadikan milik daerah yang
berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
Menurut UU No. 17 tahun 2003 Keuangan Daerah/Negara adalah semua dan
kewajiban Daerah/Negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang
maupun berupa barang yang dapay dijadikan milik negara/daerah berhubungan dengan
pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

Adapun ruang lingkup keuangan daerah meliputi:


1. Hak daerah untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah serta melakukan
pinjaman;
2. Kewajiban daerah untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah dan membayar
tagihan pihak ketiga;
3. Penerimaan daerah;
4. Pengeluaran daerah;
5. Kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga,
piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan
yang dipisahkan pada perusahaan daerah; dan
6. Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah daerah dalam penyelenggaraan
tugas pemerintahan daerahdan/atau kepentingan umum. Rangka

2.1.1. Sistem Informasi Keuangan Daerah

Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) adalah suatu fasilitas yang diselenggarakan
oleh Menteri Keuangan untuk mengumpulkan, melakukan validasi, mengolah, menganalisis
data, dan menyediakan informasi keuangan daerah dalam rangka merumuskan kebijakan dalam
pembagian dana perimbangan, evaluasi kinerja keuangan daerah, penyusunan Rancangan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) serta memenuhi kebutuhan lain, seperti
statistik keuangan negara.
SIKD ini diselenggarakan oleh pemerintah pusat. Sumber informasi bagi sistem
informasi keuangan daerah terutama adalah laporan informasi APBD sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 24 ayat (1) UU Nomor 25 Tahun 1999, yaitu: informasi mengenai pengelolaan ke-
uangan daerah dan informasi mengenai kinerja keuangan daerah dari segi efisiensi dan
efektivitas keuangan dalam rangka desentralisasi.
Tujuan penyelenggaraan SIKD adalah:

1. Membantu Menteri Keuangan dalam merumuskan kebijakan keuangan daerah;


2. Membantu menyediakan data dan informasi kepada Sekretariat Bidang Perimbangan
Keuangan Pusat dan Daerah (PKPD) pacla Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah;
3. Membantu Menteri Keuangan dan instansi terkait IainnYa dalam melakukan evaluasi
kinerja keuangan daerah, penyusunan RAPBN, dan kebutuhan lain seperti statistik
keuangan negara
4. Membantu pemerintah daerah dalam menetapkan kebijakar keuangan dan menyusun
Rancangan Anggaran Pendapatan dar Belanja Daerah (RAPBD), pemerintahan, dan
pembangunan di Daerah.

2.1.1. Sistem Informasi Keuangan Daerah

Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) adalah suatu fasilitas yang diselenggarakan
oleh Menteri Keuangan untuk mengumpulkan, melakukan validasi, mengolah, menganalisis
data, dan menyediakan informasi keuangan daerah dalam rangka merumuskan kebijakan dalam
pembagian dana perimbangan, evaluasi kinerja keuangan daerah, penyusunan Rancangan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) serta memenuhi kebutuhan lain, seperti
statistik keuangan negara.
SIKD ini diselenggarakan oleh pemerintah pusat. Sumber informasi bagi sistem
informasi keuangan daerah terutama adalah laporan informasi APBD sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 24 ayat (1) UU Nomor 25 Tahun 1999, yaitu: informasi mengenai pengelolaan ke-
uangan daerah dan informasi mengenai kinerja keuangan daerah dari segi efisiensi dan
efektivitas keuangan dalam rangka desentralisasi.

Tujuan penyelenggaraan SIKD adalah:

1. Membantu Menteri Keuangan dalam merumuskan kebijakan keuangan daerah;


2. Membantu menyediakan data dan informasi kepada Sekretariat Bidang Perimbangan
Keuangan Pusat dan Daerah (PKPD) pacla Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah;
3. Membantu Menteri Keuangan dan instansi terkait IainnYa dalam melakukan evaluasi
kinerja keuangan daerah, penyusunan RAPBN, dan kebutuhan lain seperti statistik
keuangan negara
4. Membantu pemerintah daerah dalam menetapkan kebijakar keuangan dan menyusun

Rancangan Anggaran Pendapatan dar Belanja Daerah (RAPBD), pemerintahan, dan


pembangunan di Daerah.
2.2. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disingkat APBD adalah suatu
rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (UU No. 17 Tahun 2003 pasal 1 butir 8 tentang Keuangan Negara). Semua Penerimaan
Daerah dan Pengeluaran Daerah harus dicatat dan dikelola dalam APBD. Penerimaan dan
pengeluaran daerah tersebut adalah dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas desentralisasi.
Sedangkan penerimaan dan pengeluaran yang berkaitan dengan pelaksanaan
Dekonsentrasi atau Tugas Pembantuan tidak dicatat dalam APBD. APBD merupakan dasar
pengelolaan keuangan daerah dalam satu tahun anggaran. APBD merupakan rencana
pelaksanaan semua Pendapatan Daerah dan semua Belanja Daerah dalam rangka pelaksanaan
Desentralisasi dalam tahun anggaran tertentu. Pemungutan semua penerimaan Daerah bertujuan
untuk memenuhi target yang ditetapkan dalam APBD. Demikian pula semua pengeluaran daerah
dan ikatan yang membebani daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dilakukan sesuai
jumlah dan sasaran yang ditetapkan dalam APBD. Karena APBD merupakan dasar pengelolaan
keuangan daerah, maka APBD menjadi dasar pula bagi kegiatan pengendalian, pemeriksaan dan
pengawasan keuangan daerah.

2.3 Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari:


1. Pendapatan Daerah
Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui Rekening Kas Umum
Daerah, yang menambah ekuitas dana lancar, yang merupakan hak daerah dalam satu tahun
anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh Daerah.
Pendapatan daerah terdiri atas:
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD);
b. Dana Perimbangan; dan
c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Pendapatan daerah, selain PAD dan Dana Perimbangan, adalah Lain-lain Pendapatan
Daerah yang Sahyang meliputi hibah, dana darurat, dan lain-lain pendapatan yang ditetapkan
oleh pemerintah. Hibah yang merupakan bagian dari Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah
merupakan bantuan berupa uang, barang, dan/atau jasa yang berasal dari pemerintah,
masyarakat, dan badan usaha dalam negeri atau luar negeri yang tidak mengikat.

2. Belanja Daerah
Komponen berikutnya dari APBD adalah Belanja Daerah. Belanja daerah meliputi semua
pengeluaran dari Rekening Kas Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar, yang
merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh
pembayarannya kembali oleh Daerah. Belanja daerah dipergunakan dalam rangka pelaksanaan
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri
dari urusan wajib dan urusan pilihan yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan.
Belanja daerah diklasifikasikan menurut organisasi, fungsi, program dan kegiatan, serta
jenis belanja. Klasifikasi belanja menurut organisasi disesuaikan dengan susunan organisasi
pemerintahan daerah.

2.4. Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah


(APBD)
APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu) tahun
anggaran terhitung mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. APBD disusun
sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah.
Dalam pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan, pemerintah melaksanakan kegiatan keuangan
dalam siklus pengelolaan anggaran.
Pada dasarnya, siklus anggaran terdiri atas empat tahap, yaitu:
1. Tahap persiapan dan penyusunan anggaran;
2. Tahap ratifikasi;
3. Tahap implementasi; dan
4. Tahap pelaporan dan evaluasi.

2.4.1. Tahap Persiapan dan Penyusunan Anggaran (Budget


Preparation)
Pada tahap persiapan dan penysuunan anggaran dilakukan taksiran pengeluaran atas dasar
taksiran pendapatan yang tersedia. Terkait dengan masalah tersebut, yang perlu diperhatikan
adalah sebelum menyetujui taksiran pengeluaran, hendaknya terlebih dahulku dilakukan
penaksiran pendapatan secara lebih akurat. Selain itu, harus disadari adanya masalah yang cukup
berbahaya jika anggaran pendapatan diestimasi pada saat bersamaan dengan pembuatan
keputusan tentang anggaran pengeluaran.
Dalam persoalan estimasi, yang perlu mendapat perhatian adalah terdapatnya
faktor uncertainty(tingkat ketidakpastian) yang cukup tinggi. Oleh sebab itu manajer
keuangan publik harus memahami betul dalam menentukan besarnya suatu mata anggaran.
Besarnya suatu mata anggaran sangat tergantung pada teknik dan sistem anggaran yang
digunakan. Besarnya mata anggaran pada suatu anggaran yang menggunakan line-item
budgeting. Akan berbeda pada performance budgeting, input-output budgeting, program
budgeting, atau zero based budgeting.

2.4.2. Tahap Ratifikasi Anggaran


Tahap berikutnya, adalah budget ratification. Tahap ini merupakan tahap yang
melibatkan proses politik yang cukup rumit dan cukup berat. Pimpinan eksekutif (kepala daerah)
dituntut tidak hanya memiliki managerial skill namun juga harus mempunyai political
skill, salesmanship, dan coalition building yang memadai, integritas dan kesiapan mental
yang tinggi dan eksekutif sangat penting dalam tahap ini. Hal tersebut penting karena dalam
tahap ini pimpinan eksekutif harus mempunyai kemampuan untuk menjawab dan memberikan
argumentasi yang rasional atas segala pertanyaan-pertanyaan dan bantahan-bantahan dari pihak
legislatif.

2.4.3. Tahap Pelaksanaa Anggaran (Budget Implementation)

Setelah anggaran disetujui oleh legislatif, tahap berikutnya adalah pelaksanaan anggaran.
Dalam tahap ini, hal terpenting yang harus diperhatikan oleh manajer keuangan publik adalah
dimilikinya sistem (informasi) akuntansi dan sistem pengendalian manajemen. Manajer
keuangan publik dalam hal ini bertanggung jawab untuk menciptakan sistem akuntansi yang
memadai dan handal untuk perencanaan dan pengendalian anggaran yang telah disepakati, dan
bahkan dapat diandalkan untuk tahap penyusunan anggaran periode berikutnya. Sistem akuntansi
yang digunakan hendaknya juga mendukung pengendalian anggaran.

2.4.4. Tahap Pelaporan dan Evaluasi Anggaran


Tahap terakhir dari siklus anggaran asalah pelaporan dan evaluasi anggaran. Tahap
persiapan, ratifikasi, dan implementasi anggaran terkait dengan aspek operasional anggaran,
sedangkan tahap pelaporan dan evaluasi terkait dengan aspek akuntabilitas. Apabila pada tahap
implementasi telah didukung dengan sistem akuntansi dan sistem pengendalian manajemen yang
baik, maka pada tahap pelaporan dan evaluasi anggaran biasanya tidak akan menemui banyak
masalah.
Penyusunan APBD berpedoman kepada Rencana Kerja Pemerintah Daerah dalam rangka
mewujudkan pelayanan kepada masyarakat untuk tercapainya tujuan bernegara. APBD,
perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD ditetapkan setiap tahun dengan
peraturan daerah. Dalam menyusun APBD, penganggaran pengeluaran harus didukung dengan
adanya kepastian atas tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup. Pendapatan, belanja
dan pembiayaan daerah Pada akhir pemelajaran ini peserta dapat memahami siklus anggaran,
khususnya proses penyusunan APBD, mulai dari penyusunan rancangan hingga penetapan
APBD.
Pemerintah Daerah perlu menyusun APBD untuk menjamin kecukupan dana dalam
menyelenggarakan urusan pemerintahannya. Karena itu, perlu diperhatikan kesesuaian antara
kewenangan pemerintahan dan sumber pendanaannya. Pengaturan kesesuaian kewenangan
dengan pendanaannya adalah sebagai berikut:
1. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah didanai dari
dan atas beban APBD.
2. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat di
daerah didanai dari dan atas beban APBN.
3. Penyelenggaraan urusan pemerintahan provinsi yang penugasannya dilimpahkan kepada
kabupaten/kota dan/atau desa, didanai dari dan atas beban APBD provinsi.
4. Penyelenggaraan urusan pemerintahan kabupaten/kota yang penugasannya dilimpahkan
kepada desa, didanai dari dan atas beban APBD kabupaten/kota.
Seluruh penerimaan dan pengeluaran pemerintahan daerah baik dalam bentuk uang,
barang dan/atau jasa pada tahun anggaran yang berkenaan harus dianggarkan dalam APBD.
Penganggaran penerimaan dan pengeluaran APBD harus memiliki dasar hukum penganggaran.
Anggaran belanja daerah diprioritaskan untuk melaksanakan kewajiban pemerintahan daerah
sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

2.5. Pelaksanaan, Penatausahaan APBD

2.5.1. Pelaksanaan APBD


Semua penerimaan daerah dan pengeluaran daerah dalam rangka pelaksanaan urusan
pemerintahan daerah dikelola dalam APBD.
Pelaksanaan APBD meliputi pelaksanaan anggaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan.
Penjelasan berikut ini didasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah.
Pengeluaran dapat dilakukan jika dalam keadaan darurat, yang selanjutnya diusulkan
dalam rancangan perubahan APBD dan/atau disampaikan dalam laporan realisasi anggaran.
Kriteria keadaan darurat ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pelaksanaan Anggaran oleh Kepala SKPD dilaksanakan setelah Dokumen Pelaksanaan
Anggaran SKPD (DPA-SKPD) ditetapkan oleh PPKD dengan persetujuan Sekretaris Daerah.
Proses penetapan DPA-SKPD adalah sebagai berikut. APBD ditetapkan, memberitahukan kepada
semua kepala SKPD agar menyusun rancangan DPA-SKPD.
Setiap SKPD yang mempunyai tugas memungut dan/atau menerima pendapatan daerah
wajib melaksanakan pemungutan dan/atau penerimaan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan
dalam peraturan perundang-undangan. Penerimaan SKPD dilarang digunakan langsung untuk
membiayai pengeluaran, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.
Penerimaan SKPD berupa uang atau cek harus disetor ke rekening kas umum daerah paling lama
1(satu) hari kerja oleh Bendahara Penerimaan dengan didukung oleh bukti yang lengkap.
Semua penerimaan daerah dilakukan melalui rekening kas umum daerah. SKPD dilarang
melakukan pungutan selain dari yang ditetapkan dalam peraturan daerah. SKPD yang
mempunyai tugas memungut dan/atau menerima dan/atau kegiatannya berdampak pada
penerimaan daerah wajib mengintensifkan pemungutan dan penerimaan tersebut.
Semua penerimaan daerah apabila berbentuk uang harus segera disetor ke kas umum
daerah dan berbentuk barang menjadi milik/asset daerah yang dicatat sebagai inventaris daerah.
Pengembalian atas kelebihan pajak, retribusi, pengembalian tuntutan ganti rugi dan sejenisnya
dilakukan dengan membebankan pada rekening penerimaan yang bersangkutan untuk
pengembalian penerimaan yang terjadi dalam tahun yang sama. Untuk pengembalian kelebihan
penerimaan yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya dibebankan pada rekening belanja tidak
terduga. Jumlah belanja yang dianggarkan dalam APBD merupakan batas tertinggi untuk setiap
pengeluaran belanja. Pengeluaran tidak dapat dibebankan pada anggaran belanja jika untuk
pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dalam APBD. Setiap SKPD
dilarang melakukan pengeluaran atas beban anggaran daerah untuk tujuan lain dari yang telah
ditetapkan dalam APBD. Pengeluaran belanja daerah menggunakan prinsip hemat, tidak mewah,
efektif, efisien dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Setiap pengeluaran harus didukung oleh bukti yang lengkap dan sah mengenai hak yang
diperoleh oleh pihak yang menagih. Pengeluaran kas yang mengakibatkan beban APBD tidak
dapat dilakukan sebelum rancangan peraturan daerah tentang APBD ditetapkan dan ditempatkan
dalam lembaran daerah. Pengeluaran kas tersebut tidak termasuk belanja yang bersifat mengikat
dan belanja yang bersifat wajib.
Pembayaran atas beban APBD dapat dilakukan berdasarkan Surat Penyediaan Dana
(SPD), atau Dokumen Pelaksanaan Anggaran SKPD (DPA-SKPD), atau dokumen lain yang
dipersamakan dengan SPD. Khusus untuk biaya pegawai diatur bahwa gaji pegawai negeri sipil
daerah dibebankan dalam APBD. Pemerintah daerah dapat memberikan tambahan penghasilan
kepada pegawai negeri sipil daerah berdasarkan pertimbangan yang obyektif dengan
memperhatikan kemampuan keuangan daerah dan memperoleh persetujuan DPRD sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan.
Pengelolaan anggaran pembiayaan daerah dilakukan oleh Pejabat Pengelola Keuangan
Daerah (PPKD). Semua penerimaan dan pengeluaraan pembiayaan daerah dilakukan melalui
Rekening Kas Umum Daerah.
Untuk pencairan dana cadangan, pemindahbukuan dari rekening dana cadangan ke
Rekening Kas Umum Daerah dilakukan berdasarkan rencana pelaksanaan kegiatan, setelah
jumlah dana cadangan yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang pembentukan dana
cadangan yang berkenaan mencukupi. Pemindahbukuan tersebut paling tinggi sejumlah pagu
dana cadangan yang akan digunakan untuk mendanai pelaksanaan kegiatan dalam tahun
anggaran berkenaan sesuai dengan yang ditetapkan dalam peraturan daerah tentang pembentukan
dana cadangan. Pemindahbukuan dari rekening dana cadangan ke rekening kas umum daerah
tersebut dilakukan dengan surat perintah pemindahbukuan oleh kuasa BUD atas persetujuan
PPKD.
Penjualan kekayaan milik daerah yang dipisahkan dilakukan sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan. Pencatatan penerimaan atas penjualan kekayaan daerah didasarkan pada
bukti penerimaan yang sah. Penerimaan pinjaman daerah didasarkan pada jumlah pinjaman yang
akan diterima dalam tahun anggaran yang bersangkutan sesuai dengan yang ditetapkan dalam
perjanjian pinjaman berkenaan. Penerimaan pinjaman dalam bentuk mata uang asing dibukukan
dalam nilai rupiah. Penerimaan kembali pemberian pinjaman daerah didasarkan pada perjanjian
pemberian pinjaman daerah sebelumnya, untuk kesesuaian pengembalian pokok pinjaman dan
kewajiban lainnya yang menjadi tanggungan pihak peminjam.
Pelaksanaan pengeluaran pembiayaan mencakup pelaksanaan pembentukan dana
cadangan, penyertaan modal, pembayaran pokok utang, dan pemberian pinjaman daerah. Jumlah
pendapatan daerah yang disisihkan untuk pembentukan dana cadangan dalam tahun anggaran
bersangkutan sesuai dengan jumlah yang ditetapkan dalam peraturan daerah. Pemindahbukuan
jumlah pendapatan daerah yang disisihkan yang ditransfer dari rekening kas umum daerah ke
rekening dana cadangan dilakukan dengan surat perintah pemindahbukuan oleh kuasa BUD atas
persetujuan PPKD.

2.6 Akuntansi Keuangan Daerah

Pelaksanaan otonomi daerah yang mendukung efisiensi penggunaan keuangan negara


dapat dilihat dari sisi pelaksanaan fungsi pelayanan pemerintahan yang bersifat lokal. Sebelum
otonomi daerah dilaksanakan, fungsi pemerintahan yang bersifat lokal (seperti pembangunan
prasarana yang manfaatnya hanya bersifat lokal) sering dikelola oleh instansi Pusat. Hal ini
sering memberikan dampak biaya yang relatif lebih besar daripada apabila fungsi tersebut
dilaksanakan oleh Pemda.
Konsep good governance di bidang dana perimbangan sebagaimana diatur melalui PP
Nomor 104 Tahun 2000 paling tidak dapat dilihat dalam proses pengambilan keputusannya.
Perumusan alokasi dana perimbangan telah melibatkan pihak universitas/pakar, kemudian
sebelum ditetapkan dengan Keppres, setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan dari DPOD
yang mayoritas anggotanya berasal dari Pemda. Kemudian selanjutnya produk dari keputusan
tersebut dapat diketahui semua lapisan masyarakat.
Implementasi prinsip-prinsip good governance pengelolaan keuangan daerah dalam
kaitannya dengan kebijakan desentralisasi fiskal telah diatur dalam PP 105/2000 tentang
Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah sebagai derivasi atau penjelasan lebih
lajut dari UU 25/1999. PP tersebut telah mengatur secara tegas mengenai pengelolaan keuangan
daerah, yaitu :
Pengaturan : Pokok-pokok pengelolaan keuangan daerah ditetapkan dengan Peraturan
Daerah, sedangkan mengenai sistem dan prosedurnya (penatausahaan) diatur dengan
peraturan kepala daerah;
Perencanaan : Penganggaran berdasarkan pendekatan kinerja. Ke depan penganggaran harus
diarahkan pada unified budget, sehingga tidak akan ada lagi dikhotomi antara anggaran rutin
dan pembangunan yang selama ini sering tumpang tindih.
Pelaksanaan : Penatausahaan berdasarkan standar akuntansi keuangan pemerintah daerah
yang berlaku. Selama ini, pencatatan keuangan daerah bersifat pembukuan tunggal (single
entry) dan berbasis kas (cash basis). Ke depan akan di arahkan pada pembukuan
berpasangan (double entry) dan secara bertahap akan mengarah pada basis akrual (acrual
basis).
Pertanggungjawaban : Pertanggungjawaban keuangan kepala daerah terdiri dari Perhitungan
APBD, Nota Perhitungan APBD, Laporan Aliran Kas, dan Neraca.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan
pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang, termasuk segala bentuk kekayaan yang
berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut. Pengelolaan Keuangan Daerah
kemudian adalah seluruh kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan,
pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah.
Pengelolaan Administrasi Keuangan daerah merupakan salah satu perhatian utama para
pengambil keputusan di pemerintahan, baik di tingkat pusat maupun daerah. Sejalan dengan hal
tersebut, berbagai perundang-undangan dan produk hukum telah ditetapkan dan mengalami
perbaikan atau penyempurnaan untuk menciptakan sistem pengelolaan anggaran yang mampu
memenuhi berbagai tuntutan dan kebutuhan masyarakat, yaitu terbentuknya semangat
desentralisasi, demokratisasi, transparansi, dan akuntabilitas dalam proses penyelenggaraan
pemerintahan pada umumnya dan proses pengelolaan keuangan daerah.
Secara garis besar, pengelolaan keuangan daerah dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu
manajemen penerimaan daerah dan manajemen pengeluaran daerah. Kedua komponen tersebut
akan sangat menentukan kedudukan suatu pemerintah daerah dalam rangka melaksanakan
otonomi daerah.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai