Anda di halaman 1dari 30

Audit Sektor Publik

Audit Sektor Publik adalah kegiatan yang ditujukan terhadap entitas yang
menyediakan pelayanan dan penyediaan barang yang pembiayaannya
berasal dari penerimaan pajak dan penerimaan Negara lainnya dengan
tujuan untuk membandingkan antara kondisi yang ditemukan dan kriteria
yang ditetapkan. Audit Sektor Publik di Indonesia dikenal sebagai Audit
Keuangan Negara, yang diatur dalam UU no 15 tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

Tujuan Audit Sekto Publik

Tujuan audit sektor publik dipertegas dalam UU No. 15 tahun 2004


tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
UU ini menyatakan bahwa pemeriksaan berfungsi untuk mendukung
keberhasilan upaya pengelolaan keuangan Negara secara tertib dan taat
pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Jenis Audit Sekto Publik

Berdasarkan UU no. 15 tahun 2004 dan Standar Pemeriksaan Keuangan


Negara (SPKN), terdapat tiga jenis audit keuangan Negara, yaitu:

1. Audit Keuangan

Adalah audit atas laporan keuangan yang bertujuan untuk


memberikan keyakinan yang memadai (reasonable assurance), apakah
laporan keuangan telah disajikan secara wajar, dalam semua hal yang
material sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia atau basis akuntansi komprehensif selain prinsip akuntansi
yang berlaku umum di Indonesia.

2. Audit Kinerja

Adalah audit yang dilakukan secara objektif dan sistematis terhadap


berbagai macam bukti untuk menilai kinerja entitas yang diaudit dalam
hal ekonomi, efisiensi, dan efektivitas, dengan tujuan untuk
memperbaiki kinerja dan entitas yang diaudit dan meningkatkan
akuntabilitas publik.
3. Audit dengan Tujuan Tertentu

Adalah audit khusus, diluar audit keuangan dan audit kinerja yang
bertujuan untuk memberikan kesimpulan atas hal yang diaudit.

Audit Keuangan

Audit Keuangan ditujukan untuk:

1. Untuk memberikan keyakinan yang memadai bagi tercapainya


efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan
pendidikan yang memadahi.
2. Untuk memberikan keyakinan yang memadai bagi keandalan
pelaporan keuangan, pengamanan asset Negara, dan ketaatan
terhadap peraturan perundang-undangan.
3. Memberikan pernyataan tentang kewajaran informasi yang disajikan
dalam laporan keuangan.
4. Melaporkan hasil audit dengan data yang memadai dan memberikan
masukan kepada pimpinan dan bagian terkait agar dapat dilakukan
perbaikan.

Dasar Hukum :

Undang-undang Dasar 1945


Undang-undang nomor 17 tahun 2003 : Keuangan Negara
Undang-undang nomor1 tahun 2004 : Perbendaharaan Negara
Undang-undang nomor 15 tahun 2004 : Pemeriksaan Pengelaan dan
Tanggung jawab Keuangan Negara
Undang-undang nomor 15 tahun 2006 : Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK)

Obyek Pemeriksaan keuangan

Laporan Keuangan Pemerintah Pusat;


Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga;
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah;
Laporan Keuangan BI;
Laporan Keuangan BUMN;
Laporan Keuangan BUMD; dan
Laporan Keuangan badan-badan lain yang diwajibkan oleh peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Ruang lingkup pemeriksaan keuangan

Anggaran dan realisasi pendapatan, belanja dan pembiayaan


Posisi aset, kewajiban dan ekuitas dana
Arus kas dan saldo kas akhir sesuai dengan sisa lebih pembiayaan
anggaran (SILPA) dalam laporan realisasi anggaran dan ekuitas dana
dalam neraca; dan
Pengungkapan informasi yang diharuskan seperti disebutkan dalam
SPKN.
Selain itu, pemeriksaan juga menguji efektivitas pengendalian intern
dan kepatuhan terhadap peraturan perundang- undangan yang terkait
dengan pelaporan keuangan dalam LK

Kriteria pemeriksaan

Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), Peraturan Pemerintah nomor 24


tahun 2005 jo. PP No. 71/2010. Dikembangkan oleh Komite Standar
Akuntansi Pemerintahan, (UU nomor 17 tahun 2003 dan UU nomor 1
tahun 2004). Terdiri dari sebuah kerangka konseptual dan 11 pernyataan
standar akuntansi pemerintahan (PSAP)

Auditor : BPK RI dan KAP/pihak lain yg melakukan pemeriksaan keuangan


untuk dan atas nama BPK-RI

Kode etik : Peraturan BPK no. 2/2007 tentang kode etik Badan Pemeriksa
Keuangan. Hal-hal yg diatur :

a) Nilai-Nilai Dasar BPK

mematuhi peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan


yang berlaku.
mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi atau
golongan.
menjunjung tinggi independensi, integritas dan profesionalitas.
menjunjung tinggi martabat, kehormatan, citra dan kredibilitas BPK.

b) Kode Etik bagi Anggota BPK

Independensi (objektif, netral, menghindari conflict of interest, tidak


rangkap jabatan dll)
Integritas (tegas, jujur, tidak menerima imbalan langsung/tak
langsung dll)

c) Kode Etik bagi Pemeriksa : idem diatas

d) Majelis Kehormatan Kode Etik : menegakkan kode etik berdasarkan


pengadua

Kode Etik BPK, yang selanjutnya disebut Kode Etik, adalah norma-norma
yang harus dipatuhi oleh setiap Anggota BPK dan Pemeriksa selama
menjalankan tugasnya.

STANDAR PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA

Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) memuat pernyataan


profesional pemeriksa, mutu pelaksanaan pemeriksaan, dan persyaratan
laporan pemeriksaan yang profesional. Tujuan Standar Pemeriksaan
adalah untuk menjadi ukuran mutu bagi para pemeriksa dan organisasi
pemeriksa dalam melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara. Dasar penyusunan SKPN yaitu Pasal 5
UU nomor 15 tahun 2004 dan Pasal 9 ayat (1) huruf e UU nomor 15 tahun
2006

METODOLOGI PEMERIKSAAN KEUANGAN

A. PERENCANAAN PEMERIKSAAN

1) Pemahaman Tujuan Pemeriksaan dan Harapan Penugasan

Cara Pemahaman : Dengan melakukan komunikasi dengan pemberi tugas


oleh pemeriksa dengan memperhatikan input-input sebagai berikut:

Laporan hasil pemeriksaan tahun sebelumnya


Laporan hasil pemantauan tindak lanjut

Survei pendahuluan atas entitas atau objek yang baru pertama kali
diperiksa.

Database entitas

Hasil komunikasi dengan pemeriksa sebelumnya

2) Pemenuhan Kebutuhan Pemeriksa

Syarat Tim Pemeriksa:

Secara kolektif harus memiliki kecakapan profesional yang


memadai

Memenuhi persyaratan pendidikan berkelanjutan

Memenuhi persyaratan kemampuan/keahlian pemeriksa

Harus bebas dalam sikap mental dan penampilan dari gangguan


pribadi, ekstern, dan organisasi

Memenuhi kualifikasi tambahan: memiliki keahlian di bidang


akuntansi dan pemeriksaan (auditing), memahami prinsip akuntansi yang
berlaku umum dan sebaiknya memiliki sertifikasi keahlian.

Kualifikasi Pemeriksa:

Tim pemeriksa secara kolektif harus memiliki pemahaman yang


cukup atas standar akuntansi dan pengetahuan yang memadai atas
pemeriksaan keuangan

Di dalam tim pemeriksa, paling tidak satu orang memiliki register


akuntan.

Ketua tim harus memiliki pengalaman yang memadai paling tidak


satu kali melakukan pemeriksaan keuangan. Apabila entitas yang
diperiksa cukup besar lingkup dan sasarannya, maka ketua tim dapat
dibantu dengan beberapa ketua sub tim yang telah memiliki kualifikasi
yang sama dengan ketua tim.

Pengendali teknis harus memiliki pengetahuan dan pengalaman


pemeriksaan terkait dengan pemeriksaan keuangan dan atau pernah
menjadi ketua tim pemeriksa paling tidak satu kali dan atau menduduki
jabatan struktural dan atau menduduki jabatan fungsional paling tidak
ketua tim senior.

Penanggung jawab pemeriksaan keuangan adalah pemeriksa yang


memiliki register akuntan dan memiliki pengalaman yang memadai
melakukan pemeriksaan keuangan atau memiliki jabatan
struktural/fungsional. Apabila entitas yang diperiksa cukup besar lingkup
dan sasarannya, maka penanggung jawab dapat dibantu dengan wakil
penanggung jawab yang telah memiliki kualifikasi yang sama dengan
penanggung jawab.

Dalam hal laporan keuangan disusun dengan menggunakan sistem


yang terkomputerisasi, maka paling tidak satu orang dalam tim pemeriksa
memiliki pengetahuan dan keahlian di bidang teknologi informasi
dan/atau pemeriksaan teknologi informasi.

3) Pemahaman Atas Entitas

Tujuan pemahaman atas entitas:

untuk mendapatkan pemahaman yang lebih dalam mengenai


proses kerja secara umum dan risiko terkait dari tiap proses kerja spesifik
entitas yang diperiksa, dan

untuk mengidentifikasikan dan memahami hal-hal penting yang


harus dipenuhi oleh entitas dalam mencapai tujuannya

Informasi yang diperlukan:

Gambaran Jelas Mengenai Bidang Kerja Entitas

Kekuatan Lingkungan
Tren yang Signifikan

Hubungan dengan DPR dan BPK, serta Lembaga Lain

Sumber Pendapatan dan Pembiayaan

Dasar Hukum dan Peraturan yang Mempengaruhi

Faktor Sosial dan Politik yang Mempengaruhi Pemerintah

Pengaruh Stakeholder (Pemegang Kepentingan): Lembaga

Perwakilan

Dampak dari Lingkungan Entitas terhadap Risiko Bidang Kerja dan


Laporan Keuangan

Pejabat kunci

Langkah-langkah:

Mendapatkan pemahaman yang mutakhir mengenai pengaruh


lingkungan terhadap entitas

Memperoleh pengetahuan mengenai pengaruh stakeholders utama


terhadap entitas.

Memahami tujuan dan sasaran entitas dan pengembangan strategi


usaha untuk mencapainya

Mengidentifikasi faktor sukses yang penting (critical success


factors) bagi pencapaian tujuan entitas

Mengidentifikasi dan mendapatkan gambaran umum proses kerja


entitas

Memahami bagaimana manajemen mengendalikan proses kerja


kritikalnya untuk mencapai faktor sukses kritikal entitas.

Mengidentifikasi proses kerja kritikal entitas

Memahami bagaimana manajemen mengendalikan proses kerja


kritikalnya untuk mencapai faktor sukses kritikal entitas.
4) Pemantauan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Sebelumnya

Tujuan:

Mengidentifikasi tindak lanjut saran/rekomendasi BPK

Menilai pelaksanaan tindak lanjut atas rekomendasi BPK, apakah


telah sesuai dengan rekomendasi tersebut atau tidak.

Mengidentifikasi dampaknya pada pelaporan keuangan yang


diperiksa.

Cara Pemantauan Tindak Lanjut Pemeriksaan Sebelumnya:

Memantau kegiatan pelaksanaan rekomendasi entitas, misal


melalui laporan-laporan pelaksanaan rekomendasi yang diberikan entitas
kepada pemeriksa,

Melakukan reviu yang lebih terperinci dengan entitas, misalnya


dengan melakukan diskusi atau pertemuan (Rapat Pra Tindak Lanjut Hasil
Pemeriksaan) dengan entitas untuk membahas pelaksanaan rekomendasi,
dan

Sebuah pemeriksaan tindak lanjut yang dapat berupa pelaksanaan


pemeriksaan lapangan.

5) Pemahaman Atas Sistem Pengendalian Intern

Tujuan pemahaman: untuk mengkaji pengendalian intern yang diterapkan


oleh entitas dalam menjalankan kegiatannya secara efektif dan efisien
dan mengkaji kemungkinan terjadinya kecurangan (faktor-faktor yang
memungkinkan terjadinyamistatement dan kecurangan).

SPIP (Sistem Pengendalian Intern Pemerintah).

Undang-undang nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan


Negara (pasal 58 ayat (2): perlu adanya Peraturan Pemerintah tentang
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah)
Peraturan Pemerintah nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah

SPIP (Sistem Pengendalian Intern Pemerintah) adalah Sistem Pengendalian


Intern yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah
pusat dan pemerintah daerah.

6) Pemahaman dan Penilaian Risiko

Tujuan : melakukan pengkajian atas risiko secara gabungan agar dapat


disusun prosedur pemeriksaan yang dapat digunakan untuk melakukan
pemeriksaan yang efektif dan efisien.

Risiko pemeriksaan adalah risiko yang terjadi dalam hal auditor, tanpa
disadari, tidak memodifikasi opininya sebagaimana mestinya, atas suatu
laporan keuangan yang mengandung salah saji material. Risiko
pemeriksaan meliputi risiko inheren (inherent risk), risiko pengendalian
(control risk) dan risiko deteksi (detection risk).

Risiko Inheren adalah kerentanan suatu saldo akun atau golongan


transaksi terhadap suatu salah saji material, dengan asumsi bahwa tidak
terdapat pengendalian yang terkait. Setiap saldo atau golongan transaksi
memiliki risiko inheren yang berbeda-beda. Sehingga salah saji dapat
terjadi pada saldo atau golongan transaksi tertentu lebih besar,
dibandingkan dengan saldo atau golongan transaksi yang lain.

Risiko Pengendalian adalah risiko bahwa suatu salah saji material


yang dapat terjadi dalam suatu asersi tidak dapat dicegah atau dideteksi
secara tepat waktu oleh pengendalian intern entitas. Risiko ini
merupakan fungsi efektivitas desain dan operasi pengendalian intern
untuk mencapai tujuan entitas yang relevan dengan penyusunan laporan
keuangan entitas. Risiko pengendalian akan selalu ada karena
keterbatasan bawaan dalam setiap pengendalian intern.

Risiko Deteksi adalah risiko bahwa pemeriksa tidak dapat


mendeteksi salah saji material yang terdapat dalam suatu asersi. Risiko
deteksi merupakan fungsi efektivitas prosedur pemeriksaan dan
penerapannya oleh pemeriksa. Risiko ini timbul karena ketidakpastian
yang ada pada waktu pemeriksa tidak memeriksa 100% saldo akun atau
golongan transaksi, dan sebagian lagi karena ketidakpastian lain yang
ada, walaupun saldo akun atau golongan transaksi tersebut diperiksa
100%.

Prosedur yang akan dilakukan:

a) Untuk setiap saldo akun atau kelompok akun atau pos keuangan
yang signifikan, pemeriksa akan melaksanakan suatu penilaian risiko
secara menyeluruh/ gabungan, dan bilamana perlu, mempertimbangkan
kembali penilaian awal tentang risiko gabungan ini, untuk setiap asersi.
Langkah-langkah yang akan dilaksanakan adalah:

Mempertimbangkan faktor risiko inheren.

Mempertimbangkan efektivitas dari pengendalian dan keyakinan


pemeriksa atas pengendalian tersebut (risiko pengendalian).

Menentukan, atau memodifikasi, penilaian risiko yang


dikombinasikan pemeriksa.

b) Menentukan sifat, pemilihan waktu dan luas dari prosedur


pemeriksaan untuk mendapat bukti pemeriksaan selanjutnya yang masih
dianggap perlu, mengingat langkah-langkah untuk mengidentifikasi dan
mengevaluasi solusi pemeriksaan potensial dalam memperoleh bukti
pemeriksaan tambahan yang perlu berdasar pada penilaian risiko
gabungan dan bukti pemeriksaan telah diperoleh dari prosedur substantif
lain.

c) Mempertimbangkan kemungkinan pemecahan risiko entitas lainnya


yang juga telah diidentifikasikan.

7) Penetapan Materialitas Awal dan Kesalahan Tertolerir

Materialitas adalah besarnya informasi akuntansi yang apabila terjadi


penghilangan atau salah saji, dilihat dari keadaan yang melingkupinya,
mungkin dapat mengubah atau mempengaruhi pertimbangan orang yang
meletakkan kepercayaan atas informasi tersebut. (Pernyataan Standar
Auditing No. 25, Risiko Audit dan Materialitas dalam Pelaksanaan Audit,
Standar Audit Seksi 312 paragraf 10.). Definisi materialitas tersebut
mengakui pertimbangan materialitas dilakukan dengan:

memperhitungkan keadaan yang melingkupi dan,

perlu melibatkan baik pertimbangan kuantitatif maupun kualitatif.

Dalam mengembangkan strategi pemeriksaan, pemeriksa


mengklasifikasikan materialitas dalam dua kelompok:

Perencanaan tingkat materialitas (planning materiality = PM) yang


berhubungan dengan laporan keuangan secara keseluruhan.

Kesalahan tertolir (tolerable error = TE) yang berhubungan dengan


akun-akun atau pos-pos keuangan secara individual.

Tahapan penetapan materialitas:

Penentuan dasar penetapan materialitas (materiality base)

Penentuan tingkat materialitas (rate of materiality)

Penetapan nilai materialitas awal (Planning Materiality/PM)

Penetapan kesalahan yang dapat ditoleransi (Tolerable Error/TE)

Pertimbangan atas penetapan materialitas awal,TE dan opini

Dasar penetapan materialitas yang dapat digunakan oleh pemeriksa


adalah sebagai berikut:

total penerimaan atau total belanja, untuk entitas nirlaba;

laba sebelum pajak atau pendapatan, untuk entitas yang bertujuan


mencari laba; dan

nilai aset bersih atau ekuitas, untuk entitas yang berbasis aset.

Mengenai angka mana yang harus diambil, apakah angka tahun lalu, tahu
berjalan atau angka ekspektasi, tergantung pertimbangan reliabilitas atau
keakuratan data. Praktik yang umum adalah dengan mengambil angka
tahun lalu kemudian disesuaikan dengan inflasi atau perkiraan anggaran.
Cara lain adalah dengan mengambil angka aktual pada saat perencanaan
kemudian diekstrapolasi ke dalam sejumlah periode

Tingkat/(rate) materialitas awal dapat ditetapkan sebagai berikut:

untuk entitas nirlaba: 0,5% sampai dengan 5% dari total


penerimaan atau total belanja,

untuk entitas yang bertujuan mencari laba: 5% sampai dengan 10%


dari laba sebelum pajak atau 0,5% sampai dengan 1% dari total
penjualan/pendapatan, dan

untuk entitas yang berbasis aset: 1% dari ekuitas atau 0,5%


sampai 1% dari total aktiva

Nilai Materialitas Awal (PM) merupakan nilai materialitas awal untuk


tingkat laporan keuangan secara keseluruhan. Nilai materialitas awal yang
diperoleh merupakan besarnya kesalahan yang mempengaruhi
pertimbangan pengguna Laporan Keuangan. Contoh: 1% x total belanja
Tingkat kesalahan yang dapat ditoleransi (TE) merupakan alokasi
materialitas awal (PM) pada setiap akun atau kelompok akun. TE = PM *
(N/T)

Materialitas VS Risiko : Penetapan materialitas awal (PM) pada tahap


perencanaan pemeriksaan sangat dipengaruhi oleh tingkat risiko
pemeriksaan. Besarnya batas materialitas berbanding terbalik dangan
risiko pemeriksaan yang ditetapkan oleh pemeriksa. Pada entitas yang
menurut pertimbangan pemeriksa memiliki risiko pemeriksaan lebih
tinggi, pemeriksa dapat menetapkan batasan materialitas yang lebih
rendah daripada batasan materialitas untuk entitas yang menurut
pemeriksa memiliki risiko pemeriksaan lebih rendah.

Materialitas VS Bukti : PM dan TE pada tahap perencanaan pemeriksaan


sangat berpengaruh terhadap banyaknya bukti pemeriksaan yang harus
diperoleh atau ukuran sampel yang akan diuji. Tingkat materialitas
berhubungan terbalik dengan banyak bukti/ukuran sampel. Semakin
tinggi tingkat materialitas, semakin sedikit bahan bukti yang harus
diperoleh sehingga semakin sedikit sampel yang harus diambil jika
pemeriksa memutuskan untuk melakukan uji petik GJ

Materialitas VS Opini :

Opini Wajar tanpa pengecualian : total salah saji < PM, dan salah
saji per akun < TE

Opini Wajar dengan pengecualian : total salah saji < PM, dan ada
salah saji per akun > TE

Opini Tidak Wajar : total salah saji > PM ==== atau total salah saji
< PM, tapi ada salah saji per akun > TE yang sangat mempengaruhi
laporan keuangan secara keseluruhan

8) Penentuan Metode Uji Petik

Audit sampling atau uji petik pemeriksaan adalah penerapan prosedur


pemeriksaan terhadap kurang dari seratus persen unsur dalam suatu
saldo akun atau kelompok transaksi dengan tujuan untuk menilai
beberapa karakteristik saldo akun atau kelompok transaksi tersebut. Uji
petik dapat menjadi alat untuk memperoleh informasi mengenai suatu
populasi tanpa melakukan pengujian terhadap populasi tersebut secara
keseluruhan. Namun demikian, uji petik tidak dapat diterapkan pada
seluruh prosedur pemeriksaan. Banyak prosedur pemeriksaan yang tidak
dapat menerapkan uji petik, diantaranya: permintaan keterangan
(inquiry), observasi, prosedur analitis, scanning dan reviu catatan-catatan
untuk mengidentifikasi transaksi yang tidak wajar.

Ada dua pendekatan umum dalam uji petik pemeriksaan yaitu:

uji petik statistik : pendekatan uji petik yang menggunakan


matematika sebagai sarana untuk menentukan perencanaan, pemilihan,
dan evaluasi sampel. Sedangkan uji petik non statistik merupakan
pendekatan pemeriksa dalam memilih sampel dan menilai hasil
pemeriksaan sampel berdasarkan pertimbangan profesionalmya. Metode
uji petik statistik yang digunakan untuk menentukan jumlah bukti dan
evaluasi hasil pengujian. Metode Uji petik dan Jenis Pengujian.

uji petik non-statistik : Pendekatan statistik maupun non-statistik


memerlukan pertimbangan profesional pemeriksa dalam perencanaan,
pemilihan dan evaluasi hasil sampel serta dalam menghubungkan bukti
audit yang dihasilkan dari sampel dengan bukti lain dalam penarikan
kesimpulan atas saldo akun atau kelompok transaksi yang berkaitan

Pada dasarnya terdapat dua jenis teknik pemilihan sampel, yaitu:

teknik pemilihan sampel secara probabilistik : probabilistik


merupakan teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang
sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota
sampel. Teknik ini terdiri dari: (1)Simple random sampling, (2) Probability
Proportional to Size (PPS) Sample dan (3)Stratified selection.

teknik pemilihan sampel secara non-probabilistik : merupakan


teknik yang tidak memberi peluang/ kesempatan sama bagi setiap unsur
atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Teknik pemilihan
sampel nonprobabilistik terdiri dari: (1)Profesional judgement, (2) Block
Sampling dan (3) Haphazard sampling.

9) Pelaksanaan Prosedur Analitis Awal

Tujuan Prosedur Analitis

Mendapatkan strategi untuk memahami dan mengevaluasi proses-


proses signifikan.

Membuat penilaian pendahuluan risiko secara gabungan.

Hasil Analisis. Bisa membantu pemeriksa:

membantu pemeriksa dalam mengidentifikasi area-area yang


berisiko tinggi yang membutuhkan pemeriksaan yang mendalam, ataupun
pada area-area yang berisiko rendah
meningkatkan pemahaman pemeriksa atas dampak dari kejadian
penting dan kegiatan operasi/kerja entitas, kondisi keuangan, dan
kemampuan keuangan entitas

membantu pemeriksa untuk mengidentifikasi transaksi-transaksi


yang tidak biasa, dan untuk menilai kewajaran dari perhitungan saldo
akun-akun atau pos-pos keuanga sebelum melakukan prosedur analitis
yang lebih rinci atau prosedur subtantif.

Prosedur analitis meliputi:

analisa terperinci: beberapa pos laporan pertanggungjawaban


keuangan pemerintah daerah secara. biasanya digunakan antarpos dalam
satu jenis laporan (hubungan antar pos dalam periode yang sama dan
periode berbeda). Analisis ini sering disebut sebagai analisis
kecenderungan (trend), yang merupakan suatu teknik analisis yang
mencoba untuk mengidentifikasi pola-pola dari kecenderungan
(perubahan yang terjadi dalam beberapa periode yang telah lalu) sebagai
dasar dari evaluasi dan prediksi keadaan atau perubahan di masa
mendatang.. Contoh : Anggaran pajak daerah realisasi pajak daerah.
Realisasi pajak daerah 2010 realisasi pajak daerah 2011

analisis horisontal : pembandingan beberapa pos laporan


pertanggungjawaban keuangan pemerintah secara sederhana.
Perbandingan antarpos (perkiraan) antarjenis laporan keuangan.
(hubungan antar pos dalam periode yg sama). Contoh : saldo kas di
neraca dan saldo kas di CaLK. Arus kas operasi dan pendapatan-beban

10)Penyusunan Program Pemeriksaan dan Program Kegiatan


perseorangan

Program pemeriksaan mengungkapkan antara lain

dasar pemeriksaan,

standar dan pedoman pemeriksaan,


entitas yang diperiksa,

tahun anggaran/tahun buku yang diperiksa,

identitas dan data umum entitas yang diperiksa,

tujuan pemeriksaan,

metodologi pemeriksaan

sasaran yang diperiksa,

pengarahan pemeriksaan,

jangka waku pemeriksaan

susunan tim pemeriksaan,

instansi penerima hasil pemeriksaan,

kerangka isi laporan.

Isi Program audit

a) Types of tests. Tipe tes :

Test of control

Substantive test of trtansaction

Analutical procedure

Test of detail balance

b) Audit objectives

c) Procedures

d) Sample size

e) Items to select

f) Timing

Berdasarkan program pemeriksaan yang ditetapkan oleh Tortama/Kepala


Perwakilan, ketua tim pemeriksa membuat pembagian tugas dan
pemeriksa menyusun program kerja perorangan (PKP) dan disampaikan
kepada ketua tim untuk mendapatkan persetujuan.

BUKTI PEMERIKSAAN DAN KKP

Bukti pemeriksaan adalah semua informasi yang digunakan pemeriksa


untuk menentukan apakah informasi yang sedang diperiksa telah
dinyatakan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan

Syarat Bukti:

a) Kompetensi. Syarat kompeten : relevansi, pengetahuan langsung


pemeriksa, keaslian bukti, independensi yang menyajikan, kualifikasi
individu, objektifitas, keefektifan pengendalian intern, ketepatan waktu

b) Kecukupan

Jumlah yang harus diperoleh

Cara memilih bukti

c) Cara memperolehnya :

d) Waktu memperoleh bukti

Dokumentasi pemeriksaan merupakan catatan-catatan yang


diselenggarakan oleh pemeriksa tentang prosedur pemeriksaan yang
ditempuh, pengujian yang dilakukan, informasi yang diperoleh, dan
simpulan yang dibuat sehubungan dengan pemeriksaannya

Dokumentasi pemeriksaan berfungsi sebagai bentuk


pertanggungjawaban pemeriksaan yang dilakukan pemeriksa serta bahan
penilaian kualitas pemeriksa dan pemeriksaan.

Cara Memperoleh VS Jenis Bukti

Prosedur Pemeriksaan

Jenis Bukti

analitical procedure

Bukti Analitis (Analytical Evidence)


tracing

Bukti Dokumentasi (Documentary Evidence)

inspecting

Bukti Fisik (Physical Evidence)

vouching

Bukti Dokumentasi (Documentary Evidence)

confirmin,

Konfirmasi (Confirmations)

Observing

Bukti Fisik (Physical Evidence)

Inquiring

Pernyataan Tertulis (Written Representations),

Bukti Lisan (Oral Evidence)

Counting

Bukti Matematis (Mathematical Evidence)

reperforming

Bukti Matematis (Mathematical Evidence)

computer-assisted audit techniques

Bukti Elektronik (Electronic Evidence)

Sifat Dokumentasi Pemeriksaan

a) Bentuk Dokumentasi Pemeriksaan:

Manual (menggunakan media kertas KKP)

Komputerisasi (menggunakan media elektronis)


b) Wujud Dokumentasi pemeriksaan: Berupa catatan hasil pelaksanaan
prosedur pemeriksaan, bukti-bukti seperti surat konfirmasi, surat
representasi, daftar uji (check list), termasuk korespondensi baik manual
maupun elektronis (e-mail) yang relevan dan signifikan, dll.

c) Dokumentasi pemeriksaan bukan merupakan pengganti suatu


dokumen akuntansi sebagai sumber pencatatan (records) atau
pertanggungjawaban entitas yang diperiksa.

Manfaat Dokumentasi Pemeriksaan

Membantu tim pemeriksa untuk merencanakan dan melaksanakan


pemeriksaan.

Memberikan dukungan utama terhadap laporan hasil pemeriksaan;

Membantu pemeriksa dalam melaksanakan dan mengawasi


pemeriksaan;

Memungkinkan pemeriksa lain yang biasanya lebih senior dan/atau


pengalaman untuk mereviu kualitas pemeriksaan;

Memungkinkan tim pemeriksa menunjukkan tanggung jawabnya;

Memelihara catatan dan bukti-bukti yang penting untuk kelanjutan


pemeriksaan berikutnya.

Persyaratan Dokumentasi Pemeriksaan

Akurat atau tepat = sesuai dengan fakta dan bukti

Relevan = sesuai dengan waktu dan substansi pemeriksaan dalam


P2.

Lengkap = sesuai dengan lingkup dalam P2, mengandung isi sesuai


juklak

Ringkas = berisi simpulan hasil analisis pemeriksa

Kompeten = sesuai kekuatan dukungan terhadap hasil


pemeriksaan.
Cukup = jumlah dokumentasi pemeriksaan mendukung temuan-
temuan, simpulan dan rekomendasi berdasarkan pertimbangan
profesional.

Jelas = tidak menimbulkan arti ganda, mudah dimengerti, dan tidak


diperlukan penjelasan lisan tambahan.

Sistematis = yaitu memiliki tata urutan yang jelas dan konsisten.

Rapi = mudah dibaca, mudah diketahui jejak, dan mudah direviu.

Aman = bebas dari akses pihak lain yang tidak berkepentingan


sehingga terjaga kerahasiannya dan bebas dari risiko hilang serta rusak.

Mudah diakses = dapat dicari dan diperoleh.

Bersih = terjaga dari kotoran yang dapat merusak

Isi Dokumentasi Pemeriksaan:

Judul = baik dalam media penyimpanan seperti boks atau files,


maupun dalam hasil pekerjaan pemeriksa.

Isi = baik isi media penyimpanan, maupun isi catatan atau hasil
pekerjaan pemeriksa sesuai dengan lingkup dalam program pemeriksaan.

Nama, paraf, dan tanggal penyusun, pereviu, dan pemberi


persetujuan.

Indeks

Referensi silang (cross reference) yang menggambarkan hubungan


antar dokumen pemeriksaan dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, dan
pelaporan hasil pemeriksaan, termasuk pula hubungan dengan
dokumentasi pemeriksaan sebelumnya.

Pengelompokan Indeks KKP :

a) Indeks A untuk dokumentasi perencanaan pemeriksaan.

b) Indeks B untuk dokumentasi pelaksanaan pemeriksaan.

c) Indeks C untuk dokumentasi pelaporan hasil pemeriksaan


B. PELAKSANAAN PEMERIKSAAN

1. Pelaksanaan Pengujian dan Analitis Terinci

Tujuan :

pemeriksa dapat menemukan hubungan logis penyajian antara


masing-masing akun/perkiraan pada laporan keuangan.

pemeriksa dapat menilai kecukupan pengungkapan atas setiap


perubahan pada pos/akun/unsur pada laporan keuangan yang diperiksa
serta menentukan area-area signifikan dalam pengujian sistem
pengendalian intern dan pengujian substantif atas transaksi dan saldo.

Cara pengujian analitis terinci

Analisa data dilakukan dengan cara menguji ketepatan


penjumlahan antar akun/perkiraan serta kecukupan pengungkapannya
dalam laporan keuangan.

Teknik prediktif dilakukan dengan cara menguji lebih rinci kenaikan


nilai akun/perkiraan yang tidak biasa (unusual item) apabila dibandingkan
dengan tahun sebelumnya.

Analisa rasio dan tren dilakukan dengan cara menguji lebih rinci
rasio dan tren dari akun/perkiraan yang telah dilakukan pada pengujian
analitis awal.

2. Pengujian Sistem Pengendalian Intern

Pengujian SPI meliputi

Pengujian yang dilakukan pemeriksa terhadap efektivitas desain


dan

Pengujian atas implementasi sistem pengendalian intern.


Hasil pengujian sistem pengendalian intern digunakan untuk menentukan
strategi pengujian transaksi laporan keuangan entitas yang terperiksa,
meliputi:

a) Pengujian Substantif Mendalam dilakukan apabila pemeriksa


menyimpulkan bahwa sistem pengendalian intern secara keseluruhan
lemah atau risiko pengendaliannya tinggi. Dalam hal ini, pemeriksa
langsung melakukan pengujian substantif atas transaksi dan saldo dengan
sampel yang luas dan tanpa mempertimbangkan transaksi dan
akun/perkiraan yang signifikan.

b) Pengujian substantif terbatas dilakukan apabila pemeriksa


menyimpulkan bahwa sistem pengendalian intern secara keseluruhan
baik/efektif atau risiko pengendaliannya rendah.

3. Pengujian Substantif atas Transaksi dan Saldo Akun

Pengujian ini meliputi pengujian substantif atas transaksi dan saldo-saldo


akun/perkiraan serta pengungkapannya dalam laporan keuangan yang
diperiksa Pengujian substantif transaksi dan saldo dilakukan untuk
meyakini asersi manajemen atas laporan keuangan pihak yang terperiksa,
yaitu:

Keberadaan dan keterjadian,

Kelengkapan,

Hak dan kewajiban,

Penilaian dan pengalokasian, dan

Penyajian dan pengungkapan.

Pengujian substantif atas transaksi dan saldo meliputi pengujian pada:

Pendapatan daerah dan penerimaan pembiayaan;

Belanja daerah dan pengeluaran pembiayaan;

Kas dan Bank


Piutang

Persediaan

Aset Tetap

Dana Cadangan

Aset Lainnya

Kewajiban

4. Penyelesaian Penugasan

Penyelesaian penugasan pemeriksaan keuangan merupakan kegiatan


untuk mereviu tiga hal:

a) Kewajiban kontijensi :

Kewajiban potensial dari peristiwa masa lalu dan keberadaannya


menjadi pasti dengan terjadinya atau tidak terjadinya suatu peristiwa
pada masa datang yang tidak sepenuhnya berada dalam kendali entitas.

Kewajiban kini yang timbul sebagai akibat masa lalu, tetapi tidak
diakui karena entitas tidak ada kemungkinan mengeluarkan sumber daya
untuk menyelesaikan kewajibannya dan jumlah kewajiban tersebut tidak
dapat diukur secara andal.

Contoh : Permasalahan hukum yang masih pending terkait hak dan


kewajiban entitas, Kemungkinan klaim, dan Jaminan entitas atas barang
/jasa.

b) Kontrak/komitmen jangka panjang

Pemeriksa juga perlu mereviu kembali kontrak/komitmen jangka panjang


yang dibuat entitas terkait dengan kemungkinan kerugian yang mungkin
terjadi dari kontrak/komitmen tersebut.

c) Kejadian setelah tanggal neraca.

Ada 2 (dua) jenis kejadian setelah tanggal neraca (subsequent events)


yaitu:
Peristiwa yang memberikan tambahan bukti yang berhubungan
dengan kondisi yang ad pada tanggal neraca dan berdampak terhadap
taksiran yang melekat dalam proses penyusunan laporan keuangan.

Peristiwa yang menyediakan tambahan bukti yang berhubungan


dengan kondisi yang tidak ada pada tanggal neraca yang dilaporkan,
namun peristiwa tersebut ada sesudah tanggal neraca. Atas peristiwa
jenis ini tidak perlu dilakukan penyesuaian atas laporan keuangan, namun
apabila peristiwa bersifat signifikan maka perlu diungkapkan dengan
menambahkan data keuangan proforma terhadap laporan keuangan
historis yang menjelaskan dampak adanya peristiwa tersebut seandainya
peristiwa tersebut terjadi pada tanggal neraca.

5. Penyusunan Konsep Temuan Pemeriksaan

Konsep Temuan Pemeriksaan (TP) atas laporan keuangan yang diperiksa


merupakan permasalahan yang ditemukan oleh pemeriksa yang perlu
dikomunikasikan kepada pihak yang terperiksa. Permasalahan tersebut
meliputi:

Ketidakefektivan sistem pengendalian intern,

Kecurangan dan penyimpangan dari ketentuan peraturan


perundang-undangan,

Ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang- undangan yang


signifikan, dan

Ikhtisar koreksi.

6. Perolehan Tanggapan Resmi dan Tertulis

Pemeriksa memperoleh tanggapan resmi dan tertulis atas Konsep Temuan


Pemeriksaan dari pejabat entitas yang berwenang.

7. Penyampaian Temuan Pemeriksaan (TP) kepada Auditee


Pemeriksa dalam hal ini ketua tim menyampaikan Temuan Pemeriksaan
kepada pihak yang terperiksa. Penyampaian Temuan Pemeriksaan
tersebut merupakan akhir dari pekerjaan lapangan pemeriksaan
keuangan. Hal ini merupakan batas tanggung jawab pemeriksa terhadap
kondisi laporan keuangan yang diperiksa. Pemeriksa tidak dibebani
tanggung jawab atas suatu kondisi yang terjadi setelah tanggal pekerjaan
lapangan tersebut. Oleh karena itu, tanggal penyampaian temuan
pemeriksaan tersebut merupakan tanggal laporan hasil pemeriksaan

C. PELAPORAN PEMERIKSAAN

Hasil pelaksanaan pemeriksaan yang dilakukan oleh pemeriksa


dituangkan secara tertulis ke dalam suatu bentuk laporan yang disebut
dengan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP).

1. Penyusunan konsep laporan hasil pemeriksaan,

Konsep laporan hasil pemeriksaan disusun oleh ketua tim pemeriksa dan
disupervisi oleh pengendali teknis. Di dalam penyusunan konsep laporan
hasil pemeriksaan, hal-hal berikut menjadi perhatian ketua tim dan
pengendali teknis yaitu:

a) Jenis laporan hasil pemeriksaan,

b) Jenis opini,

Opini terhadap kewajaran atas LKPP dan LKKL yang dapat diberikan
adalah salah satu di antara empat opini sebagai berikut:

Wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion)

Opini Wajar Tanpa Pengecualian menyatakan bahwa LKPP dan LKKL


disajikan secara wajar dalam semua hal yang material sesuai dengan
Standar Akuntansi Pemerintahan .

Wajar dengan pengecualian (qualified opinion)


Opini Wajar Dengan Pengecualian menyatakan bahwa LKPP dan LKKL
disajikan secara wajar dalam semua hal yang material kecuali dampak
hal-hal yang berhubungan dengan yang dikecualikan.

Tidak Wajar (adverse opinion)

Opini Tidak Wajar menyatakan bahwa LKPP dan LKKL tidak disajikan
secara wajar posisi keuangan sesuai dengan Standar Akuntansi
Pemerintahan.

Menolak Memberikan Pendapat atau Tidak Dapat Menyatakan


Pendapat (disclaimer opinion)

Opini Tidak Dapat Menyatakan Pendapat menyatakan bahwa LKPP dan


LKKL tidak dapat diyakini wajar atau tidak dalam semua hal yang
material. Ketidakyakinan tersebut disebabkan oleh pembatasan lingkup
pemeriksaan

c) Dasar penetapan opini,

Berdasarkan Penjelasan Pasal 16 ayat (1) UU No. 15 Tahun 2004, opini


merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran
informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang
didasarkan pada kriteria: (i) kesesuaian dengan standar akuntansi
pemerintahan, (ii) kecukupan pengungkapan (adequate disclosure), (iii)
kepatuhan perundang-undangan, dan (iv) efektivitas sistem pengendalian
intern. Selain itu,pemeriksa mempertimbangkan SPKN, ketidaksesuaian
dan ketidakcukupan pengungkapan LKPP dan LKKL dikaitkan dengan
tingkat materialitas yang telah ditetapkan, tanggapan pemerintah pusat
atas hasil pemeriksaan, dan surat representasi.

d) Pelaporan tentang kepatuhan terhadap peraturan perundang-


undangan,

e) Pelaporan tentang sistem pengendalian intern, dan

f) Penandatangan laporan hasil pemeriksaan.

Jenis Laporan Hasil Pemeriksaan Keuangan :


a) Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan

Laporan ini mengungkapkan:

Opini Badan Pemeriksa Keuangan yang mengungkapkan kewajaran


atas Laporan Keuangan :.

Laporan Keuangan terdiri atas Neraca, Laba/Rugi, LRA, Laporan Arus


Kas serta Catatan atas Laporan Keuangan.

Gambaran Umum Pemeriksaan yang memuat tentang: (1) dasar


hukum pemeriksaan, (2) tujuan pemeriksaan, (3) sasaran pemeriksaan,
(4) standar pemeriksaan, (5) metode pemeriksaan, (6) waktu
pemeriksaan, (7) obyek pemeriksaan dan (8) batasan pemeriksaan.

b) Laporan atas Kepatuhan;

Berdasarkan standar pemeriksaan, pemeriksa dalam melakukan pengujian


kepatuhan peraturan perundangan-undangan yang berlaku harus
melaksanakan hal-hal berikut ini:

Merancang pemeriksaan untuk dapat memberikan keyakinan


memadai guna mendeteksi ketidakberesan yang material bagi laporan
keuangan.

Merancang pemeriksaan untuk memberikan keyakinan memadai


guna mendeteksi kesalahan/ kekeliruan yang material dalam laporan
keuangan sebagai akibat langsung dari adanya unsur perbuatan
melanggar/melawan hukum yang material.

Waspada terhadap kemungkinan telah terjadinya unsur perbuatan


melawan hukum secara tidak langsung. Jika informasi khusus yang telah
diterima oleh auditor memberikan bukti tentang adanya kemungkinan
unsur perbuatan melanggar/melawan hukum yang secara tidak langsung
berdampak material terhadap laporan keuangan, maka auditor harus
menerapkan prosedur audit yang secara khusus ditujukan untuk
memastikan apakah suatu unsur perbuatan melanggar/melawan hukum
telah terjadi.#

c) Laporan atas Pengendalian Intern.

Sistem pengendalian intern yang perlu dilaporkan meliputi efektivitas


sistem pengendalian intern terkait LKPP dan LKKL. Pengungkapan temuan
pengendalian intern sebagai berikut:

Apabila temuan pengendalian intern tersebut secara material


berpengaruh pada kewajaran LKPP dan LKKL, pemeriksa mengungkapkan
uraian singkat temuan tersebut dalam laporan hasil pemeriksaan yang
memuat opini atas kewajaran LKPP dan LKKL sebagai alasan pemberian
opini.

Pengungkapan semua temuan pengendalian intern secara terinci


dilaporkan dalam Laporan atas Pengendalian Intern dalam Kerangka
Pemeriksaan LKPP/LKLL.

Laporan atas Pengendalian Intern dalam Kerangka Pemeriksaan LKPP dan


LKKL ini bersifat opsional

2. Penyampaian konsep laporan hasil pemeriksaan kepada Pejabat


entitas yang berwenang

Penyampaian konsep LHP tersebut harus mempertimbangkan waktu bagi


entitas untuk melakukan pemahaman dan pembahasan bersama dengan
BPK dan proses penyelesaian LHP secara keseluruhan sebelum batas akhir
waktu penyampaian Laporan keuangan yang telah diperiksa sesuai
ketentuan yang berlaku bagi entitas. Konsep Laporan Hasil Pemeriksaan
yang disampaikan telah berisi opini hasil pemeriksaan dan saran-saran
untuk temuan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dan
efektivitas pengendalian intern.
3. Pembahasan konsep hasil pemeriksaan dengan Pejabat entitas yang
berwenang

Konsep LHP yang telah disetujui penanggung jawab dibahas bersama


dengan pimpinan entitas yang diperiksa. Pembahasan konsep LHP dengan
pejabat entitas yang diperiksa diselenggarakan oleh penanggung jawab
dan dilakukan untuk (a) membicarakan kesimpulan hasil pemeriksaan
secara keseluruhan, dan (b) kemungkinan tindak lanjut yang akan
dilakukan.

Pembahasan konsep LHP dilakukan di kantor Badan Pemeriksa Keuangan


atau di kantor pusat entitas yang diperiksa. Seluruh hasil pembahasan
didokumentasikan dalam Risalah Pembahasan yang disimpan di dalam
KKP

4. Perolehan surat representasi

Surat representasi tersebut menggambarkan representasi resmi dan


tertulis dari pemerintah pusat atas berbagai keterangan, data, informasi
dan laporan keuangan yang disampaikan selama proses pemeriksaan
berlangsung. Surat tersebut merupakan bentuk tanggung jawab
pemerintah pusat. Jika terjadi perubahan substansi isi surat representasi
yang dilakukan oleh menteri/pimpinan lembaga maka pemeriksa harus
mempertimbangkan apakah perubahan tersebut akan berdampak
material terhadap pertanggungjawaban pembuatan laporan keuangan.
Hal tersebut akan mempengaruhi opini Jika surat representasi tidak
didapat : Opini >> Tidak menyatakan pendapat

5. Penyusunan konsep akhir dan penyampaian laporan hasil


pemeriksaan

Penyusunan Konsep Akhir

Tim pemeriksa menyusun konsep akhir LHP, disupervisi oleh


pengendali teknis dan ditandatangani oleh penandatangan LHP.

Pembahasan konsep

Pemberian tanggal
Penandatangan Laporan Hasil Pemeriksaan

Penandatangan laporan hasil Pemeriksaan Akuntan

Publik yang Ditunjuk BPK

Kendali Mutu dalam Penandatanganan Laporan

Penyampaian Laporan Hasil Pemeriksaan

a) LHP yang telah ditandatangani tersebut disampaikan kepada

Pemilik atau wakil pemilik/stakeholders, dan

Pimpinan/pengurus entitas terperiksa.

b) Laporan tersebut disampaikan pula kepada:

Anggota/Pembina Keuangan Negara,

Auditor Utama Keuangan Negara,

Inspektur Utama, dan

Kepala Biro Pengolahan Data Elektronik (soft copy) untuk dimuat


dalam websiteBadan Pemeriksa Keuangan

Anda mungkin juga menyukai