Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH AKUNTANSI KEUANGAN DAERAH

“ Konsep Dasar Manajemen Keuangan Daerah dan Tahap


Perkembangannya ”

Dosen Pengampu : Dr. Nasirwan, SE,M.Si, Ak.,CA.

DISUSUN OLEH:
Kelompok 1

Annisa Randalya Br. Tamba (7193520052)


Jihan Afriani (7193220006)
Winda Rosa (7193520043)

PRODI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan ke-hadirat Tuhan yang Maha Kuasa yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas Makalah yang berjudul “Konsep Dasar Manajemen Keuangan
Daerah Dan Tahap Perkembangannya” tepat pada waktunya untuk memenuhi tugas
mata kuliah Akuntansi Keuangan Daerah.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Nasirwan, SE,M.Si,
Ak.,CA. selaku dosen penulis karena berkat adanya bimbingan dan bantuan dari Bapak
sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah ini dengan baik.

Penulis menyadari bahwa tugas makalah ini masih banyak terdapat kekurangan.
Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun
dari para pembaca agar penulis dapat menyempurnakan tugas makalah lainnya di masa
yang akan datang agar menjadi lebih baik lagi.

Akhir kata, penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta atas penyusunan tugas makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca .

Medan, 13 Februari 2022

Kelompok 1

Page | i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1


A. Latar Belakang .............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ........................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................... 3


A. Konsep Dasar Manajemen Keuangan Daerah ............................................... 3
B. Perkembangan Manajemen Keuangan Daerah .............................................. 9

BAB III PENUTUP ................................................................................................. 17


A. Kesimpulan .................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 18

Page | ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengelolaan keuangan daerah merupakan salah satu bagian yang mengalami
perubahan mendasar dengan ditetapkannya UU No.32 tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah dan UU No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Kedua Undang-Undang tersebut
telah memberikan kewenangan lebih luas kepada pemerintah daerah. Kewenangan
dimaksud diantaranya adalah keleluasaan dalam mobilisasi sumber
dana,menentukan arah, tujuan dan target pengguanaan anggaran.Seiring dengan
reformasi, maka perlu dilakukan perubahan-perubahan di berbagai bidang untuk
mendukung agar reformasi dapat berjalan dengan baik,diantaranya adalah
perubahan di bidang penatausahaan dan akuntansi keuangan daerah karena melalui
proses penatausahaan dan akuntansi keuangan daerah dihasilkan informasi keuangan
yang tersedia bagi berbagai pihak untuk digunakan sesuai dengan tujuan masing-
masing. Dalam penatausahaan dan akuntansi keuangan daerah, secara rinci sistem
dan prosedur ditetapkan oleh masing-masing daerah. Perbedaan dimungkinkan
terjadi sepanjang hal tersebut tidak bertentangan dengan peraturan pemerintah.
Dengan upaya tersebut, diharapkan daerah didorong untuk lebih tanggap, kreatif
dan mampu mengambil inisiatif dalam perbaikan dan pembaharuan dalam sistem
dan prosedurnya serta meninjau kembali sistem tersebut secara terus-menerus
berdasarkan keadaan, kebutuhan dan kemampuan setempat. Dalam penatausahaan
dan akuntansi keuangan daerah, pemerintah daerah dapat menggunakan sistem yang
disarankan oleh pemerintah sesuai kebutuhan dan kondisinya, dengan tetap
memperhatikan standar dan pedoman yang ditetapkan.
Di samping itu, dalam pelaksanaan desentralisasi kewenangan pemerintahan
kepala daerah, aparatur dan masyarakat berkewajiban untuk tetap menjaga kesatuan
bangsa, dan harus melaksanakan tugasnya secara profesional dan bertanggungjawab
dalam menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan. Oleh sebab itu,
untuk mengelola keuangan yang baik maka dibutuhkan pemahaman dan praktek
yang baik dalam melaksanakan peraturan yang berlaku. Pada era reformasi,

Page | 1
pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja menjadi perhatian utama bagi para
pengambil keputusan di pemerintahan. Perubahan-perubahan penting dan mendasar
telah dilakukan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mengakomodasi berbagai
tuntutan dan aspirasi yang berkembang di masyarakat.
Ketersediaan anggaran pemerintah yang sangat terbatas dan masih harus
diprioritaskan untuk mengatasi berbagai permasalahan yang harus segera
diselesaikan, maka pengalokasian anggaran harus dilakukan secara hati-hati dan
bertanggungjawab agar anggaran yang terbatas itu dapat dimanfaatkan secara efisien
dan dapat menghasilkan daya ungkit yang kuat bagi pembentukan tata kelola
pemerintahan yang baik. Dengan demikian diperlukan siklus
perencanaan,pengalokasian, pemanfaatan, dan pengevaluasian anggaran
pengembangan pemerintahan yang baik sehingga pelaksanaan strategi untuk
pencapaian tujuan dapat berjalan secara efektif.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja konsep dasar manajemen keuangan daerah?
2. Bagaimana tahap perkembangan manajemen keuangan daerah?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Memahami konsep dasar manajemen keuangan daerah.
2. Mengetahui bagaimana tahap perkembangan manajemen keuangan daerah.

Page | 2
BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH

1. Definisi Manajemen Keuangan Daerah


Secara etimologi, kata manajemen berasal dari bahasa Perancis Kuno
menagement, yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur. Dalam bahasa
Inggris, kata manajemen berasal dari kata to manage artinya mengelola, membimbing,
dan mengawasi. Jika diambil dalam bahasa Italia, berasal dari kata maneggiare
memiliki arti mengendalikan, terutamanya mengendalikan kuda. Sementara itu, dalam
bahasa Latin, kata manajemen berasal dari kata manus yang berarti tangan dan agere
yang berarti melakukan, jika digabung memiliki arti menangani. Secara terminologi,
para ahli tidak memiliki rumusan yang sama tentang definisi manajemen. Stoner
sebagaimana dikutip Handoko merumuskan manajemen sebagai proses perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi
dan penggunaan sumber-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan
organisasi yang telah ditetapkan.
Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya
manusia secara efektif, yang didukung oleh sumber-sumber lainnya dalam suatu
organisasi untuk mencapai tujuan tertentu. Manajemen juga diartikan sebagai usaha
yang sistematis dalam mengatur dan menggerakkan orang-orang yang ada dalam
organisasi agar mereka bekerja dengan sepenuh kesanggupan dan kemampuan yang
dimilikinya. Dapat diambil pengertian bahwa, manajemen merupakan suatu usaha
mencapai tujuan tertentu dengan menggunakan dan memberdayakan semua sumber
daya, baik sumber daya manusia maupun sumber daya lainnya. Manajemen adalah seni.
Seni dalam mengorganisasi sesuatu.
Dalam arti sempit, manajemen keuangan adalah tata pembukuan yang meliputi
segala pencatatan masuk dan keluarnya keuangan dalam membiayai organisasi berupa
tata usaha dan tata pembukuan keuangan. Sedangkan dalam arti luas adalah pengurusan
dan pertanggungjawaban dalam menggunakan keuangan baik pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah. Pada prosesnya manajemen keuangan adalah melakukan kegiatan

Page | 3
mengatur keuangan dengan menggerakkan tenaga orang lain. Kegiatan ini dapat dimulai
dari perencanaan, penggorganisasian, pelaksanaan, sampai dengan pengawasan.
Menurut DEPDIKNAS (2000) bahwa manajemen keuangan merupakan
tindakan pengurusan atau ketatausahaan keuangan yang meliputi pencatatan,
perencanaan, pelaksanaan, pertanggungjawaban, dan pelaporan. Manajemen keuangan
adalah manajemen terhadap fungsi-fungsi keuangan. Sedangkan fungsi keuangan
merupakan kegiatan utama yang harus dilakukan oleh mereka yang bertanggungjawab
dalam bidang tertentu dan fungsi yang lain dari manajemen keuangan adalah
menggunakan dana dan mendapatkan dana.
Pengertian keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam
rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang, termasuk
di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban
daerah, dalam kerangka anggaran dan pendapatan dan belanja daerah (APBD).
Oleh karena itu, pengertian keuangan daerah selalu melekat dengan pengertian
APBD yaitu; suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan
peraturan. Selain itu,, APBD merupakan salah satu alat untuk meningkatkan pelayanan
public dan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan tujuan otonomi daerah yang luas,
nyata dan bertanggungjawab.
Keterkaitan keuangan daerah yang melekat dengan APBD merupakan
pernyataan bahwa adanya hubungan antara dana daerah dengan dana pusat atau dikenal
dengan istilah perimbangan keuangan pusat dan daerah. Dana tersebut terdiri dari dana
dekonsentrasi (PP No. 104 tahun 2000 tentang Dana perimbangan) dan dana
desentralisasi. Dana dekonsetrasi berbentuk dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan
dana alokasi khusus. Sedangkan yang dimaksud dana desentralisasi adalah yang
bersumber dari pendapatan asli daerah.
Manajemen keuangan daerah merupakan bagian dari manajemen pemerintahan
daerah, selain manajemen kepergawaian dan manajemen teknis dari tiap-tiap instansi
yang berhubungan dengan pelayanan publik, atau disebut dengan manajemen pelayanan
publik dan manajemen pelayanan pablik dan Manajemen Administrasi Pembangunan
Daerah. Pengertian Manajemen Keuangan Daerah Adalah mencari sumber-sumber
pembiayaan dana daerah melalui potensi dan kapabilitas yang terstruktur melalui

Page | 4
tahapan perencanaan yang sistematis, pengunaan dana yang efisien dan efektif serta
pelaporan tepat waktu (Halim dan Damayati, 2008).
Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa Manajemen keuangan daerah
merupakan proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian
terhadap semua hak dan kewajiban daerah penyelenggaraan pemerintah yang ada yang
segalanya dinilai dengan uang, dan masuk dalam kekayaan yang berhubungan dengan
hak serta kewajiban daerah dalam rangka anggaran pendapatan dan belanja daerah.

2. Fungsi Manajemen Keuangan Daerah


Fungsi manajemen keuangan daerah terdiri dari unsur-unsur pelaksanaan tugas
yang dapat terdiri dari tugas:

a. Pengalokasian potensi sumber-sumber ekonomi daerah


b. Proses Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
c. Tolok ukur kinerja dan Standarisasi
d. Pelaksanaan Angaran yang sesuai dengan prinsip-prinsip Akutansi
e. Laporan pertangungjawaban Keuangan Kepala Daerah; dan
f. Pengendalian dan Pengawasan Keuangan Daerah
Pengalokasian potensi sumber-sumber ekonomi daerah dan proses penyusunan
APBD merupakan bagian dari fungsi perencanaan dimana melekat pengertian adanya
partisipasi publik. Tolok ukur kinerja dan Standarisasi , serta Pelaksanaan Angaran yang
sesuai dengan prinsip-prinsip Akutansi merupakan fungsi pelaksanaan. Laporan
pertangungjawaban Keuangan Kepala Daerah, serta Pengendalian dan Pengawasan
Keuangan Daerah merupakan fungsi pengendalian dan pengawasan. Keseluruhannya
akan bermuara pada terciptanya sistem informasi keuangan daerah yang transparan dan
akuntabel.
Dalam arti sempit manajemen keuangan daerah merupakan tugas
kebendaharawanan, dari peran kas daerah atau bendahara umum daerah sampai dengan
peran bendaharawan proyek, bendaharawan penerima, bendaharawan barang. Secara
garis besarnya, ada dua hal tugas pokok atau bidang yang harus disadari bagi seorang
manajer keuangan daerah, yaitu: pekerjaan penganggaran dan pekerjaan akuntansi,
dimana dalam pelaksanaan keduanya berinteraksi dan saling melengkapi terutama
dalam rangka pengendalian dan pengawasan manajemen (BidangAuditing). Secara

Page | 5
aplikatif dua tugas pokok tersebut terekam dalam Kepmendagri No. 29 Tahun 2000
tentang “Pedoman Pengurusan Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah
serta Tata Cara Penyusunan APBD, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan
Penyusunan Perhitungan APBD”.
Tujuan diaturnya keuangan daerah oleh pemerintah daerah adalah:
1) Untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas dalam pengelolaan sumber daya
keuangan daerah,
2) meningkatkan kesejahteraan daerah, dan
3) mengoptimalkan pelayanan kepada masyarakat.
Singkatnya, dapat disebutkan bahwa keuangan daerah merupakan hak dan
kewajiban pemerintah daerah dalam bentuk uang yang dimanfaatkan untuk membiayai
kegiatan penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Tugas pengelola keuangan daerah meliputi :
1. Menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan keuangan daerah.
2. Menyusun rancangan peraturan daerah tentang anggaran pendapatan dan belanja
daerah, rancangan peraturan daerah tentang perubahan anggaran pendapatan dan
belanja daerah. Dan rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban
pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja daerah.
3. Melaksanakan pemungutan pendapatan daerah yang telah diatur dalam peraturan
daerah.
4. Melaksanakan fungsi bendahara umum daerah

3. Prinsip Manajemen Keuangan Daerah


Sejak dimulainya era desentralisasi, setiap daerah memiliki kewenangan untuk
dapat mengurus dan mengatur keuangannya sendiri dengan menggunakan prinsip-
prinsip manajemen keuangan daerah. Prinsip manajemen keuangan daerah yang
diperlukan untuk mengontrol kebijakan keuangan daerah meliputi (Mardiasmo, 2002):

1) Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah prinsip pertanggungjawaban publik yang berarti bahwa
proses penganggaran mulai dari perencanaan, penyusunan dan pelaksanaan
harus benar-benar dapat dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada DPRD
dan masyarakat. Akuntabilitas mensyaratkan bahwa pengambil keputusan

Page | 6
berperilaku sesuai dengan mandat yang diterimanya. Untuk ini, perumusan
kebijakan, bersama-sama dengan cara dan hasil kebijakan tersebut harus dapat
diakses dan dikomunikasikan secara vertikal maupun horizontal dengan baik.
2) Transparansi
Transparansi adalah keterbukaan pemerintah dalam membuat kebijakan-
kebijakan keuangan daerah sehingga dapat diketahui dan diawasi oleh DPRD
dan masyarakat. Transparansi manajemen keuangan daerah pada akhirnya akan
menciptakan horizontal accountability antara pemerintah daerah dengan
masyarakatnya sehingga tercipta pemerintahan daerah yang bersih, efektif,
efisien, akuntabel, dan responsif terhadap aspirasi dan kepentingan masyarakat.
3) Kejujuran
Dalam Manajemen keuangan daerah harus dipercayakan kepada staf yang
memiliki integritas dan kejujuran yang tinggi, sehingga kesempatan untuk
korupsi dapat diminimalkan.
4) Value for money
Value for money berarti diterapkannya tiga prinsip dalam proses penganggaran
yaitu ekonomi, efisiensi, dan efektivitas. Ekonomi berkaitan dengan pemilihan
dan penggunaan sumber daya dalam jumlah dan kualitas tertentu pada harga
yang paling murah. Efisiensi berarti bahwa penggunaan dana masyarakat (public
money) tersebut dapat menghasilkan output yang maksimal (berdaya guna).
Efektivitas berarti bahwa penggunaan anggaran tersebut harus mencapai target-
target atau tujuan kepentingan publik.
5) Pengendalian
Penerimaan dan pengeluaran daerah (APBD) harus selalu dimonitor, yaitu
dibandingkan antara yang dianggarkan dengan yang dicapai. Untuk itu perlu
dilakukan analisis varians (selisih) terhadap penerimaan dan pengeluaran daerah
agar dapat sesegera mungkin dicari penyebab timbulnya varians dan tindakan
antisipasi ke depan.
Prinsip-prinsip yang mendasari manajemen keuangan daerah tersebut harus
senantiasa dipegang teguh dan dilaksanakan oleh penyelengga pemerintahan, karena
pada dasarnya masyarakat (publik) memiliki hak dasar terhadap pemerintah, yaitu :

Page | 7
1) Hak untuk mengetahui (right to know), meliputi mengetahui kebijakan
pemerintah, mengetahui keputusan yang diambil pemerintah, dan mengetahui
alasan dilakukannya suatu kebijakan dan keputusan tertentu
2) Hak untuk diberi informasi (right to be informed) yang meliputi hak untuk diberi
penjelasan secara terbuka atas permasalahan-permasalahan tertentu yang
menjadi perdebatan publik
3) Hak untuk didengar aspirasinya (right to be heard and to be listened to)

Dalam upaya pemberdayaan pemerintah daerah, maka perspektif perubahan


yang diinginkan dalam pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah adalah
sebagai berikut (Mardiasmo, 2002) :
1) Pengelolaan keuangan daerah harus bertumpu pada kepentingan publik (public
oriented). Hal ini tidak saja terlihat pada besarnya porsi pengalokasian anggaran
untuk kepentingan publik, tetapi juga terlihat pada besarnya partisipasi
masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan/pengendalian
keuangan daerah.
2) Kejelasan tentang misi pengelolaan keuangan daerah pada umumnya dan
anggaran daerah pada khususnya.
3) Desentralisasi pengelolaan keuangan dan kejelasan peran para partisipan yang
terkait dalam pengelolaan anggaran, seperti DPRD, KDH, Sekda dan perangkat
daerah lainnya.
4) Kerangka hukum dan administrasi bagi pembiayaan, investasi, dan pengelolaan
uang daerah berdasarkan kaidah mekanisme pasar, value for money, transparansi
dan akuntabilitas.
5) Kejelasan tentang kedudukan keuangan DPRD, KDH, dan PNS Daerah, baik
ratio maupun dasar pertimbangannya.
6) Ketentuan tentang bentuk dan struktur anggaran, anggaran kinerja, dan anggaran
multi-tahunan.
7) Prinsip pengadaan dan pengelolaan barang daerah yang lebih profesional.
8) Standar dan sistem akuntansi keuangan daerah, laporan keuangan, peran akuntan
independen dalam pemeriksaan, pemberian opini dan rating kinerja anggaran,
dan transparansi informasi anggaran kepada publik.

Page | 8
9) Aspek pembinaan dan pengawasan yang meliputi batasan pembinaan, peran
asosiasi, dan peran anggota masyarakat guna pengembangan profesionalisme
aparat pemerintah daerah.
10) Pengembangan sistem informasi keuangan daerah untuk menyediakan informasi
anggaran yang akurat dan pengembangan komitmen pemerintah daerah terhadap
penyebarluasan informasi sehingga memudahkan pelaporan dan pengendalian,
serta mempermudahkan mendapatkan informasi.

4. Instrumen Manajemen Keuangan Daerah


Dari sisi manajemen keuangan, dalam artian yang sederhana manajemen
keuangan meliputi serangkaian tindakan untuk merencanakan dan mewujudkan sumber-
sumber pendanaan, dan merencanakan dan mewujudkan belanja yang seefisien dan
seefektif mungkin.
Dalam sektor pemerintahan terutama di pemerintah daerah, perencanaan dan
perwujudan sumber-sumber pendanaan meliputi :
1) Perencanaan pendapatan dari sektor pajak dan pajak daerah, dan
2) Pendapatan daerah non pajak yang diperoleh dari retribusi ataupun sumber-
sumber pen dapatan lainnya, seperti pinjaman berupa hutang atau menerbitkan
surat utang.
Disamping itu dalam hal belanja perlu diperhitungkan pelaksanaan belanja
melalui sistem pengadaan barang dan jasa yang akuntabel dan bebas korupsi, serta
diperlukannya managemet cash yang baik.

B. PERKEMBANGAN MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH


1. Manajemen Keuangan Daerah di Era Prareformasi

Manajemen atau pengelolaan keuangan daerah di era prareformasi dilaksanakan


terutama berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di
Daerah. Pengertian daerah adalah daerah tingkat , yaitu provinsi, dan daerah tingkat,
yaitu kabupaten atau kotamadya. Di samping itu, terdapat beberapa peraturan lain yang
menjadi dasar pelaksanaan manajemen keuangan daerah pada era prareformasi, antara
lain:

Page | 9
1) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 1975 tentang Pengurusan,
Pertanggungawaban, dan Pengawasan Keuangan Daerah.
2) PP Nomor 6 Tahun 1975 tentang Penyusunan APBD, Pelaksanaan Tata Usaha
Keuangan Daerah, dan Penyusunan Perhitungan APBD
3) Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 900-099 Tahun 1980
tentang Manual Administrasi Keuangan Daerah.
4) Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 2 Tahun 1994 tentang
Pelaksanaan APBD.
5) UU Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah.
6) Kepmendagri Nomor 3 Tahun 1999 tentang Bentuk dan Susunan Perhitungan
APBD.
Berdasarkan peraturan-peraturan di atas, dapat disimpulkan beberapa ciri
pengelolaan keuangan daerah di era prareformasi, antara lain:

1) Pengertian pemda adalah kepala daerah dan DPRD (pasal 13 ayat (1) UU Nomor
5 Tahun 1975). Artinya, tidak terdapat pemisahan secara konkret antara lembaga
eksekutif dan legislatif.
2) Perhitungan APBD berdiri sendiri, terpisah dari pertanggungjawaban kepala
daerah (pasal 33 PP Nomor 6 Tahun 1975).
3) Bentuk laporan perhitungan APBD terdiri atas:
a. Perhitungan APBD;
b. Nota Perhitungan;
c. Perhitungan kas dan pencocokan antara sisa kas dan sisa perhitungan;
dilengkapi dengan lampiran Ringkasan Perhitungan Pendapatan dan
Belanja (PP Nomor 6 Tahun 1975 dan Kepmendagri Nomor 3 Tahun
1999).
4) Pinjaman, baik pinjaman pemda maupun pinjaman BUMD, diperhitungkan
sebagai pendapatan pemda. yang dalam struktur APBD, menurut Kepmendagri
Nomor 903-057 Tahun 1988 tentang Penyempurnaan bentuk dan Susunan
Anggaran Pendapatam Daerah, masuk dalam pos Peneriman Pembangunan.
5) Unsur-unsur yang teribat dalam penyusunan APBD adalah pemda yang terdiri
atas kepala daerah dan DPRD, belum melibatkan masyarakat.
6) Indikator kinerja pemda mencakup:

Page | 10
a. Perbandingan antara anggaran dan realisasinya
b. Perbandingan antara standar biaya dengan realisasinya;
c. target dan persentase fisik proyek
tercantum dalam penjabaran perhitungan APBD (PP Nomor 6 Tahun
1975 tentang Cara Penyusunan APBD, Pelaksanaan Tata Usaha
Keuangan Daerah, dan Penyusunan Perhitungan APBD).
7) Laporan Keterangan Pertangungiawaban Kepala Daerah dan Laporan
Perhitungan APBD, baik yang dibahas DPRD maupun yang tidak dibahas
DPRD, tidak mengandung konsekuensi terhadap masa jabatan kepala daerah.

2. Manajemen Keuangan Daerah di Era (Pasca) Reformasi (Periode: 1999-2004)


Era reformasi ditandai dengan pergantian pemerintahan dari Orde Baru kepada
Orde Reformasi pada tahun 1998, Dalam manajemen keuangan daerah, reformasi
ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah. Untuk merealisasikannya, pemerintah
pusat mengeluarkan dua peraturan, yaitu UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah, dan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Puat dan Daerah.
Setelah kedua UU tersebut disahkan, pemerintah juga mengeluarkan berbagai
peraturan pelaksanaan, di antaranya:
1) PP Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan.
2) PP Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban
Keuangan Daerah.
3) PP Nomor 107 Tahun 2000 tentang Pinjaman Daerah.
4) PP Nomor 108 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pertanggungjawaban Kepala
Daerah.
5) Surat Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah tanggal 17 November 2000
Nomor 903/2735/SJ tentang Pedoman Umum Penyusunan dan Pelaksanaan
APBD tahun Anggaran 2001.
6) Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan,
Pertanggungiawaban, dan Pengawasan Keuangan Daerah, serta Tata Cara
Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha

Page | 11
Keuangan Daerah, serta Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan
belanja Daerah.
7) UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
8) UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Berdasarkan peraturan peraturan tersebut, manajemen keuangan daerah di era
reformasi memiliki karakteristik yang berbeda dari pengelolaan keuangan daerah di era
prareformasi, seperti:
1) Pengertian daerah adalah provinsi dan kota atau kabupaten, Istilah pemda
tingkat I dan ll serta kotamadya tidak lagi digunakan,
2) Pengertian pemda adalah kepala daerah beserta perangkat lainnya. Pemda yang
dimaksud di sini adalah badan eksekutif, sedang badan legislatifnya adalah
DPRD (Pasal 14 Uu Nomor 22 Tahun 1999). Jadi, terdapat pemisahan yang
nyata antara lembaga legislatif dan eksekutif.
3) Perhitungan APBD menjadi satu dengan pertanggungjawaban kepala daerah
(Pasal 5 PP Nomor 108 Tahun 2000).
4) Bentuk laporan pertanggungjawaban akhir tahun anggaran terdiri atas:
a. Laporan Perhitungan APBD;
b. Nota Perhitungan APBD;
c. Laporan Aliran Kas;
d. Neraca Daerah;
dilengkapi dengan penilaian kinerja berdasarkan tolok ukur rencana
strategi (Pasal 38 PP Nomor 105 Tahun 2000).
5) Pinjaman APBD tidak lagi masuk dalam pos Pendapatan (yang menunjukkan
hak pemda), tetapi masuk dalam pos Penerimaan (yang belum tentu menjadi hak
pemda).
6) Masyarakat termasuk dalam unsur-unsur penyusun APBD, selain pemda yang
terdiri atas kepala daerah dan DPRD.
7) Indikator kinerja pemda tidak hanya mencakup:
a. Perbandingan antara anggaran dan realisasinya;
b. Perbandingan antara standar biaya dengan realisasinya;
c. Target dan persentase fisik proyek; tetapi juga meliputi standar
pelayanan yang diharapkan

Page | 12
8) Laporan Pertanggungjawaban Kepala Daerah pada akhir tahun anggaran yang
bentuknya adalah Laporan Perhitungan APBD dibahas oleh DPRD dan
mengandung konsekuensi terhadap masa jabatan kepala daerah apabila dua kali
mengalami penolakan dari DPRD.
9) Digunakannya akuntansi dalam pengelolaan keuangan daerah.
Di antara peraturan peraturan tersebut di atas. peraturan yang mengakibatkan adanya
perubahan mendasar dalam pengelolaan anggaran daerah (APBD) adalah PP Nomor
105/2000 dan Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002. Perubahan mendasar tersebut
adalah adanya tuntutan akan akuntabilitas dan transparansi yang lebih besar dalam
pengelolaan anggaran. secara umum, terdapat enam pergeseran dalam pengelolaan
anggaran daerah, yaitu:

a. Dari vertical accountability menjadi horizontal accountability.


Sebelum reformasi keuangan daerah, pertanggungiawaban atas pengelolaan
anggaran daerah lebih ditujukan pada pemerintah yang lebih tinggi. Dengan adanya
reformasi, pertanggungjawaban lebih ditujukan kepada rakyat melalui DPRD.

b. Dari traditional budget menjadi performance budget.


Aspek utama budgeting reform adalah perubahan dari traditional budget ke
performance budget. Proses penyusunan anggaran dengan sistem tradisional
menggunakan pendekatan inkremental dan "line item” dengan penekanan pada
pertanggungiawaban setiap input yang dialokasikan. Struktur anggaran tersebut
tidak mampu mengungkapkan besarnya dana yang dikeluarkan untuk setiap
kegiatan, dan bahkan anggaran tradisional tersebut gagal dalam memberikan
informasi tentang besarnya rencana kegiatan. Oleh karena tidak tersedianya berbagai
informasi tersebut, maka satu-satunya tolok ukur yang dapat digunakan untuk tujuan
pengawasan hanyalah tingkat kepatuhan penggunaan anggaran.
Masalah utama anggaran tradisional adalah terkait dengan tidak adanya
perhatian terhadap konsep vaue for money. Konsep ekonomi, efisiensi dan
efektivitas seringkali tidak dijadikan pertimbangan dalam penyusunan anggaran
tradisional. Dengan tidak adanya perhatian terhadap konsep value for money ini,
seringkali pada akhir tahun anggaran terjadi kelebihan anggaran yang

Page | 13
pengalokasiannya kemudian dipaksakan pada aktivitas-aktivitas yang sebenarnya
kurang penting untuk dilaksanakan.
Performance budget pada dasarnya adalah sistem penyusunan dan manajemen
anggaran daerah yang berorientasi pada pencapaian hasil atau kinerja. Kinerja
tersebut harus mencerminkan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik, yang berarti
harus berorientsi pada kepentingan publik. Aspek atau peran pemerintah daerah
tidak lagi merupakan alat kepentingan pemerintah pusat belaka melainkan alat untuk
memperjuangkan aspirasi dan kepentingan daerah.
Reformasi keuangan daerah menuntut penyusunan anggaran menggunakan
pendekatan/sistem anggaran kinerja, dengan penekanan pertanggungjawaban tidak
sekadar pada input, tetapi juga pada output dan outcome.

c. Dari pengendalian dan audit keuangan, ke pengendalian dan audit keuangan dan
kinerja.
Pada era prarcformasi, pengendalian dan audit keuangan dan kinerja telah ada,
namun tidak berjalan dengan baik. Penyebab hal ini adalah karena sitem anggaran
tidak memasukkan kinerja. Pada era reformasi, karena sistem penganggaran
menggunakan sistem penganggaran kinerja, maka pelaksanaan pengendalian dan
audit keuangan dan kinerja akan menjadi lebih baik

d. Lebih menerapkan konsep value f or money.


Penerapan konsep value for money lebih dikenal dengan konsep 3E (Ekonomis,
Efisien, dan Efektif ). Artinya, dalam mencari maupun menggunakan dana, pemda
dituntut selalu menerapkan prinsip 3E tersebut. Hal ini mendorong pemda untuk
selalu memerhatikan tiap sen/rupiah dana (uang) yang diperoleh dan digunakan.

e. Penerapan konsep pusat pertanggungjawaban


Penerapan pusat pertanggungjawaban dilakukan melalui, salah satunya
diperlakukannya dinas pendapatan sebagai pusat pendapatan (revenue center),
bagian keuangan sebagai pusat biaya (expense center), dan BUMD sebagai pusat
laba (profit center). Pusat pendapatan adalah unit dalam suatu organisasi yang
prestasinya diukur dari kemampuannya dalam menghasilkan pendapatan. Pusat

Page | 14
biaya adalah unit organisasi dalam suatu organisasi yang prestasinya diukur dari
kemampuannya mengefisienkan pengeluaran. Pusat laba adalah unit dalam suatu
organisasi yang prestasinya diukur dari perbandingan antara laba yang dihasil kan
dengan investasi yang ditanamkan dalam unit organisasi tersebut.

f. Perubahan sistem akuntansi keuangan pemerintahan.


Reformasi sistem akuntansi keuangan pemda merupakan jantung dari reformasi
keuangan daerah karena sistem inilah yang akan menghasilkan output yang sesuai
dengan PP Nomor 105 Tahun 2000. Sistem akuntansi keuangan pemerintahan
selama ini berjalan menggunakan sistem pencatatan tunggal (single entry system)
dengan basis pencatatan atas dasar kas (cash basis), Di era reformasi keuangan
daerah, sistem pencatatan yang digunakan adalah sistem ganda (double entry
system) dengan basis pencatatan atas dasar kas modifikasian (modified cash basis)
yang mengarah pada basis akrual. Basis kas modifikasian diatur dalam
Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002, sedang basis akrual diatur dalam UU Nomor 1
Tahun 2004.
Sejalan dengan perubahan dan penyempurnaan peraturan perundangan yang
berlaku serta perkembangan "politik" di lapangan, maka salah satu perubahan mendasar
adalah disejajarkannya posisi eksekutif dan legislatif di daerah. Hal ini ternyata sangat
penting guna kelancaran pengelolaan keuangarn daerah secara menyeluruh. Bentuk
kesejajaran ini adalah legislatif tidak dapat begitu saja menjatuhkan posisi kepala daerah
hanya karena pengelolaan APBD.
Salah satu pergeseran pengelolaan APBD berdasarkan PP Nomor 105 Tahun
2000 dan Kepmendagri Nomor 29 tahun 2002 serta aturan - aturan penerusnya
(penggantinya) adaah timbulya perubahan sistem akuntansi keuangan pemerintahan. Inti
dari perubahan ini adalah tuntutan dilaksanakannya “akuntansi" dalam pengelolaan
keuangan daerah oleh pemda, baik provinsi maupun kabupaten/kota, bukan
"pembukuan" seperti yang dilaksanakan selama ini.
Di samping itu, selama ini kegiatan perbendaharaan jauh lebih dipentingkan
dibandingkan pembukuan. Hal ini ditunjukkan antara lain dengan banyaknya kursus
yang diadakan untuk para bendaharawan daripada yang diadakan untuk para tenaga
pembukuan. Padahal pembukuan yang dilakukan di bagian pembukuan inilah yang

Page | 15
menangani proses akuntansi untuk menghasilkan output yang dikehendaki oleh
reformasi keuangan daerah, terutama PP Nomor 105 Tahun 2000 dan Kepmendagri
Nomor 29 Tahun 2002. Selanjutnya, reformasi terus berlangsung dan perubahan
kembali terjadi.

3. Reformasi Lanjutan (Periode: 2004 - Sekarang)


Sejalan dengan diterbitkanaya paket UU tentang Keuangun Negara, yakni UU
Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara. dan UU Nomor 15 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara, maka sebagai konsekuensinya adalah penyesuaian
dan amandemen atas peraturan perundangan sebelumnya. Dalam kaitan pemerintahan
dan pengelolaan keuangan daerah, maka diterbitkan UU Nomor 32 Tahun 2004 sebagai
pengganti UU Nomor 22 Tahun 1999, dan UU Nomor 33 Tahun 2004 sebagai
pengganti UU Nomor 25 Tahun 1999. Selain itu, muncul pula peraturan perundangan
yang diamanatkan oleh UU terdahulu, seperti PP Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan.
PP yang berpayung hukum dengan UU yang telah diamandemen tentu harus
menyesuaikan dan atau mengalami perubahan atau revisi, PP Nomor 105 Tahun 2000,
misalnya diganti dengan PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah. Begitu pula dengan peraturan yang lebih teknis, seperti Kepmendagri Nomor
29 Tahun 2002, diganti dengan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah.
Beberapa perubahan mendasar dalam peraturan perundangan terbaru adalah
dikenalkannya kembali Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran. Selain itu,
pengelompokan jenis belanja lebih menekankan pada belanja langsung dan belanja tidak
langsung. Penegasan perlunya penyusunan sistem akuntansi keuangan daerah juga
merupakan salah satu perubahan. Selain itu, penerapan konsep Multi Terms Expenditure
Famework (MTEF) merupakan perubahan yang dikehendaki mulai tahun anggaran
2009.

Page | 16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Manajemen keuangan daerah merupakan proses perencanaan, pengorganisasian,


kepemimpinan dan pengendalian terhadap semua hak dan kewajiban daerah
penyelenggaraan pemerintah yang ada yang segalanya dinilai dengan uang, dan masuk
dalam kekayaan yang berhubungan dengan hak serta kewajiban daerah dalam rangka
anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
Reformasi keuangan daerah ditandai dengan diberlakukannya UU Nomor 22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Keuangan daerah di era
prareformasi dan di era (pasca) reformasi memiliki ciri yang berbeda. Secara umum,
keuangan di era prareformasi, meskipun telah menyinggung otonomi daerah, masih
memberikan wewenang yang terbatas kepada pemda sebagai kekuatan eksekutif.

Page | 17
DAFTAR PUSTAKA

Halim, Abdul. 2008. Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta: Salemba Empat.


Pamungkas, Bambang. 2013. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan Pemerintah Daerah.
Bogor: Kesatuan Press.
Ningsih, Sri Rahayu. Manajemen Keuangan Daerah. Makalah.
Susandy, Gugyh. Reformasi Manajemen Keuangan Daerah Suatu Pengantar. Jurnal
Stiesa.
http://tesismanajemen.com/manajemen-keuangan-daerah/

https://rendratopan.com/2020/05/19/pejabat-pengelola-keuangan-daerah/

Page | 18

Anda mungkin juga menyukai