Anda di halaman 1dari 45

NASKAH AKADEMIK

”PEMBERDAYAAN SOSIAL KOMUNITAS ADAT TERPENCIL KABUPATEN


GORONTALO”

Disusun dan dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Praktek Perancang Undang-
Undang yang diampuh oleh:

Abdul Hamid Tome, S.H., M.H

DISUSUN

OLEH:

KELOMPOK 6

SITI KHODIJAH 1011418196

FITRI AMALIA TINE 1011418122

WANDI LAIYA 1011418222

TAHIR LASANA 1011418228

LAODE M FAHRUL 1011418250

PROGRAM STUDI S1 ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS NEGRI GORONTALO

2021

KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb

Alhamdulillahi rabbil‘alamin, dengan segala kerendahan hati, penulis panjatkan puji dan
syukur kehadirat Allah SWT, karena atas izin, rahmat serta hidayahNya, penulisan Dapat
menyelesaikan Naskah Akademik berjudul “PEMBERDAYAAN SOSIAL KOMUNITAS
ADAT TERPENCIL KABUPATEN GORONTALO”.

Penulisan Pnaskah Akademik ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat
pemenuhan tugas mata kuliah praktek undang-undang. Naskah Akademik ini disusun
berdasarkan hasil pengamatan. Dalam penyajian ini penulis menyadari masih belum
mendekati kesempurnaan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan koreksi dan saran
yang sifatnya membangun sebagai bahan masukan yang bermanfaat demi perbaikan dan
peningkatan diri dalam bidang ilmu pengetahuan.

Segala sesuatu yang salah datangnya hanya dari manusia dan seluruh hal yang benar
datangnya hanya dari agama berkat adanya nikmat iman dari Tuhan YME, meski begitu
tentu tugas ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu segala saran dan kritik yang
membangun dari semua pihak sangat kami harapkan demi perbaikan pada tugas selanjutnya.
Harapan kami semoga tugas ini bermanfaat khususnya bagi kami dan bagi pembaca lain
pada umumnya.

Akhir kata semoga Naskah Akademik ini dapat dimanfaatkan dan dapat memberikan
sumbangsih pemikiran untuk perkembangan pengetahuan bagi penulis maupun bagi pihak
yang berkepentingan.

Wasalamu’alaikum Wr.Wb.

Gorontalo, Januari 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................................................


i

DAFTAR ISI ..............................................................................................................................


ii

BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................................................


1 ....................................................................................................................................................

A. Latar Belakang ................................................................................................................


1
B. Indentifikasi Masalah........................................................................................................
3
C. Tujuan dan manfaat penulisan .........................................................................................
3
D. Metode penelitian .............................................................................................................
4

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS ....................................................


5
A. Kajian teoritis ..................................................................................................................
5
B. Kajian terhadap asas-asas ................................................................................................
8
C. Praktik empiris ................................................................................................................
9

BAB III EVALUASI DAN ANALISI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN ........


11
A. Peraturan Perundang-Undangan terkait ..........................................................................
11

BAB VI LANDASAN FISIOLOGIS, SOSIOLOGIS YURIDIS............................................


3
A. Landasan Filosofis ..........................................................................................................
3
B. Landasan Yuridis ............................................................................................................
3
C. Landasan Sosiologis..........................................................................................................
8

BAB V JANGKAUAN ARAH, PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP ....................


21
A. Jangkauan dan arah pengaturan ......................................................................................
21
B. Ruang lingkup Materi .....................................................................................................
22
C. Materi dalam ketentuan Umum.........................................................................................
23
D. Materi tentang ruang lingkup............................................................................................
24

BAB V PENUTUP .....................................................................................................................


27
A. Kesimpulan ......................................................................................................................
27
B. Saran ................................................................................................................................
28

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................


33

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Semangat otonom daerah telah memberikan peluang bagi setiap daerah untuk
mempercepat proses pembangunan wilayah guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat
secara utuh, sebagaimana teramanahkan dalam Pembukaan UU Dasar 1945 dan UU Nomor
32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Selanjutnya, guna mempercepat terwujudnya
tujuan tersebut, salah satu langkah strategis yang ditempuh adalah melakukan upaya
pemekaran daerah (wilayah). Hal ini didasarkan pada alasan strategis, yaitu: (1)
memperpendek rentang kendali pelayanan kepada masyarakat, (2) mengoptimalkan potensi
sumberdaya daerah yang dimiliki, dan (3) adanya peraturan pemerintah yang mengatur
tentang upaya tersebut, sebagaimana tertera pada PP Nomor 78 tahun 2007 tentQang Tata
Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah.
Komunitas adat terpencil (KAT) merupakan salah satu komunitas penyandang
permasalahan sosial, dan hidup dalam berbagai keterbatasan, seperti pemenuhan kebutuhan
dasar, aksesibilitas terhadap informasi, pendidikan rendah dan pelaksanaan peran sosialnya.
Kondisi demikian menyebabkan mereka hidup dalam lingkungan kesengsaraan secara terus
menerus dari generasi ke generasi. Permasalahan KAT merupakan fenomena yang menjadi
ukuran ada tidaknya kemajuan sosial (social progress) dari proses pembangunan nasional.

Kabupaten Gorontalo merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Gorontalo yang


memiliki luas wilayah 2.124,60 KM2 dengan kepadatan penduduk 160 jiwa/km2.
Berdasarkan data pada Dinas Sosial Kabupaten Gorontalo tahun 2017 jumlah komunitas
adat terpencil (KAT) di Kabupaten Gorontalo mencapai 631 KK (Kepala Keluarga) atau
2740 jiwa. Kondisi 631 KK KAT tersebut berada pada kawasan tertinggal yang belum
terjangkau pembangunan dibidang sosial. Permasalahan sosial yang dihadapi oleh Kepala
Keluarga komunitas adat terpencil di Kabupaten Gorontalo antara lain : (1) Kurangnya
pemenuhan kebutuhan dasar (2) Rendahnya aktifitas sosial (3) Rendahnya kondisi ekonomi
(4) Lemahnya kondisi religi dan pemahaman akan kondisi ekologi. Permasalahan tersebut
diakibatkan oleh kurangnya pengetahuan, keterampilan, dan sikap dari KAT terhadap
kondisi lingkungan, kerja sama dan norma agama.1

Pemberdayaan pada hakikatnya bertujuan untuk meningkatkan kemampuan


masyarakat dalam berbagai aspek terutama aspek ekonomi, sehingga diharapkan mampu
menciptakan masyarakat yang secara mandiri dapat meningkatkan kemakmuran dan
kesejahteraannya. Oleh sebab itu, pemberdayaan yang dilaksanakan perlu diarahkan dengan
memperhatikan segala aspek kehidupan terutama perekonomian rakyat, terutama yang
berada di daerah, meliputi wilayah kecamatan maupun pedesaan.

Masalah kemiskinan memang menjadi salah satu persoalan yang dihadapi oleh
masyarakat, masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan, tetapi miskin dalam
bentuk minimnya kemudahan atau materi artinya sulitnya mendapatkan uang untuk hidup
sehari-hari karena faktor keterbatasan ruang pekerjaan, kesempatan pekerjaan serta
pendidikan. Dari ukuran kehidupan modern pada masa kini mereka tidak menikmati
fasilitas pendidikan, pelayanan kesehatan, dan kemudahan-kemudahan lainnya yang
tersedia pada jaman modern.

1
Edi Winarto, kepala sub bagian perencanan, Wawancara,Limboto,26
maret 2021
Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 186 Tahun 2014 tentang
Pemberdayaan Sosial Terhadap Komunitas Adat Terpencil untuk penanggulangan
kemiskinan ditawarkan program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (untuk
selanjutnya disingkat PKAT). Program PKAT merupakan komitmen pemerintah meliputi
pembangunan sarana jalan, sekolah, pemukiman, dan pengembangan sumber daya manusia
dalam mempercepat proses pembangunan pada mereka yang masih belum tersentuh proses
pembangunan. Umumnya mereka berada pada daerah-daerah yang sulit dijangkau dimana
jalan menuju desa hanya dapat ditempuh dengan kenderaan roda dua dan berjalankaki,
sedangkan untuk KAT pada daerah Kabupaten Gorontalo memiliki akses untuuk kenderaan
dan pejalan kaki. Program PKAT merupakan komitmen pemerintah dalam mempercepat
proses pembangunan pada mereka yang masih belum tersentuh proses pem bangunan
nasional yang umumnya berada pada daerah-daerah yang sulit dijangkau. Menurut
Departemen Sosial permasalahan KAT sesungguhnya berawal pada satu persoalan karena
kondisi keterasingan sehingga komunitas mengalami hambatan untuk berkembang dan
memenuhi kebu tuhan-kebutuhannya.

Departemen sosial melalui program PKAT mengkhususkan untuk memberdayakan


mereka secara bersama-sama dengan masyarakat Indonesia lainnya untuk ikut dalam proses
pembangunan. Dalam konteks PKAT, yang menjadi fokus perhatian adalah yang berada di
daerah terpencil baik secara geografis, sosial budaya, ekonomi maupun politik.
Kekhawatiran akibat dari keterpencilan tersebut menjadikan mereka terhambat
perkembangannya dalam semua aspek kehidupan sebagai sebuah masyarakat yang
berdampak semakin tertinggalnya mereka dari masyarakat lainnya yang telah mendapatkan
akses pelayanan sosial dasar.

Berdasarkan penjelasan tersebut diatas maka penelitian ini diadakan untuk


mendeskripsikan Pemberdayaan Masyarakat Komunitas Adat Terpencil oleh Pemerintah
Kabupaten Kota Gorotalo dan menemukan kendala-kendala Pemeberdayaan Masyarakat
serta mendeskripsikan model Pemberdayaan yang lebih tepat untuk Masyarakat Komunitas
adat terpencil di Kabupaten Gorontalo dalam meningkatkan kesejahteraan KAT dari
berbagai aspek kehidupan sosial di Kabupaten Gorontalo. Jadi dengan demikian maka hasil
yang diharapkan yaitu terjadinya peningkatan pengetahuan KAT dan peningkatan
keterampilan KAT, sehingga terjadinya perubahan sikap KAT untuk meningkatkan
kesejahteraan mereka.
B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas, beberapa masalah yang dapat
diidentifikasi adalah sebagai berikut :

1. Permasalahan apa yang di hadapi dalam kehidupan berbangsa, dan bermasyarakat


serta bagaimana permasalahan tersebut dapat diatasi
2. Mengapa perlu Rancangan Peraturan Daerah tentang Pemberdayaan Sosial
Komunitas Adat terpencil di Kabupaten Gorontalo
3. Apa yang menjadi pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, yuridis
pembentukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pemberdayaan Sosial
Komunitas Adat terpencil di Kabupaten Gorontalo
4. Apa sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan, jangkauan, dan arah
pengaturan tentang Pemberdayaan Sosial Komunitas Adat terpencil di Kabupaten
Gorontalo

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

1. Untuk mengetahui permasalahan apa yang di hadapi dalam kehidupan berbangsa,


dan bermasyarakat serta bagaimana permasalahan tersebut dapat diatasi
2. Untuk mengetahui mengapa perlu rancangan Undang-Undang atau Rancangan
Peraturan Daerah tentang Pemberdayaan Sosial Komunitas Adat terpencil di
Kabupaten Gorontalo
3. Untuk mengetahui apa yang menjadi pertimbangan atau landasan filosofis,
sosiologis, yuridis pembentukan Rancangan Undang-Undang atau Rancangan
Peraturan Daerah tentang Pemberdayaan Sosial Komunitas Adat terpencil di
Kabupaten Gorontalo
4. Untuk mengetahui apa sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan,
jangkauan, dan arah pengaturan tentang Pemberdayaan Sosial Komunitas Adat
terpencil di Kabupaten Gorontalo

D. Metode Penelitian

Penyusunan naskah akademik ini menggunakan salah satu metode yang sesuai dengan
Lampiran I Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan, yaitu metode yuridis normatif. Metode yuridis normatif merupakan
metode penelitian dengan studi pustaka untuk menelaah data-data sekunder peraturan
perundang-undangan, hasil penelitian, atau dapat juga dengan menelaah data-data hasil
kajian lainnya. Telaah peraturan perundang-undangan meliputi

1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial


2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Fakir Miskin
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah
4. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan
Kesejahteraan Sosial
5. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 166 Tahun 2014 Tentang Program
Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.
6. Peraturan presiden nomor 186 tahun 2014 tentang Pemberdayaan Sosial Terhadap
Komunitas Adat Terpencil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
nomor 390)
7. Peraturan Menteri Sosial No 09 Tahun 2012 Tentang Pemberdayaan Komunitas
Adat Terpencil (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 No 579)
8. Peraturan Menteri Sosial No 12 Tahun 2015 Tentang Pelaksanaan Peraturan
Presiden No 186 Tahun 2014 Tentang Pemberdayaan Sosial Terhadap Komunitas
Adat Terpencil (Berita Negara RepublikTahun 2015 No. 1279)

Adapun data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder hasil
pengumpulan data yang dilakukan melalui studi kepustakaan, konsultasi
publik/mengundang pakar, dan penelitian lapangan. Studi kepustakaan sebagai salah satu
pendekatan dalam pengumpulan bahan, data dan informasi yang berkaitan dengan
programprogram penanggulangan kemiskinan. Materi studi pustaka berupa kajian dan
review terhadap buku-buku, majalah, surat kabar, website, serta data lain tentang peraturan
perundangundangan, dokumen negara, hasil penelitian, makalah seminar, berita media, dan
data lainnya yang terkait dengan pedoman penanggulangan kemiskinan. Pengumpulan dan
penelitian lapangan (fact finding ) yang dilakukan dengan menghimpun pendapat dan
persepsi dari berbagai instansi terkait, serta para praktisi yang terkait penanggulangan
kemiskinan.Pada pengumpulan data mengenai penanggulangan kemiskinanini informasi
dan pendapat didapatkan dari para narasumber, baik dari Pemerintah Daerah di tingkat
provinsi maupun kabupaten, serta instansiinstansi terkait seperti BPS, Biro Kesra, Dinas
Sosial, Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD), serta tokoh-tokoh
masyarakat. Selain itu juga dilakukan diskusi dengan pakar, narasumber, dan praktisi yang
bergerak dibidang penanggulangan kemiskinan. Tim juga melakukan review terhadap
bahan-bahan tertulis, juga melalui pengumpulan bahan informasi dengan cara
brainstorming, kompilasi pendapat dan pemikiran dari pakar dan para ahli yang memiliki
kompetensi dalam masalah penanggulangan kemiskinan.

BAB II

KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS

A. Kajian teoritis
1. Pemberdayaan Sosial komunitas adat terpencil

Pemberdayaan sosial komunitas adat terpencil adalah ketetapan pemerintah yang memberi
petunjuk cara-cara bertindak, diimplementasikan dalam bentuk program dan kegiatan yang
ditunjukkan agar komunitas adat terpencil mempunyai daya, sehingga mampu memenuhi
kebutuhan dasarnya.

Pemberdayaan Sosial adalah semua upaya yang diarahkan untuk menjadikan warga
negara yang mengalami masalah sosial mempunyai daya, sehingga mampu memenuhi
kebutuhan dasarnya. Pemberdayaan (power) merupakan konsep yang pada awalnya
dikembangkan di dunia politik. Kemudian berkembang dan mewarnai di hampir semua
bidang sosial dan intervensi pekerjaan sosial. ketika suatu kebijakan dan program dirancang
untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan maka pemberdayaan masyarakat, dipilih
dan digunakan sebagai metode pendekatan atau strategi. Konsep pemberdayaan memang
memungkinkan untuk digunakan dalam intervensi komunitas, dengan cara konsep tersebut
dipahami dengan tepat oleh pelaku perubahan atau pemberdayaan, yang menempatkan
masyarakat sebagai subjek perubahan.
Menurut Kartasmita(1997), pemberdayaan merupakan konsep yang mencerminkan
paradigma baru pembangunan, yakni bersifat “people-centered, participatory,empowering,
andsustainable”.konsep ini lebih luas dari hanya semata-mata memenuhi kebutuhan dasar
(basicneeds) atau menyediakan mekanisme untuk mencegah proses pemiskinan lebih lanjut
(safetymeet), masa lalu lebih lanjut dikemukakan oleh Friedman (Kartasasmita, 1997),
bahwa konsep pemberdayaan ini berkembang dari upaya banyak ahli dan praktisi untuk
mencari apa yang antara lain oleh disebut alternatif development, yang menghendaki
“inclusivedemocracy,appropriateeconomicgrowth, gender
egualityandintergenerationalequity”.

Dimensi pemberdayaan

Kemudian, dikemukakan oleh Ide dan Tesoriero (2008), ada 6 (enam) dimensi dalam
pemberdayaan dan pengembangan masyarakat, yaitu:

1. Dimensi sosial.
2. Dimensi ekonomi.
3. Dimensi politik.
4. Dimensi budaya.
5. Dimensi lingkungan.
6. Dimensi personal/spiritual.

Komunitas adat terpencil adalah sekumpulan orang dalam jumlah tertentu yang terikat
oleh kesatuan geografis, ekonomi, dan atau sosial budaya, dan miskin, terpencil, dan atau
rentang sosial-ekonomi. Sebagian warga negara Indonesia yang menjalani kehidupan di
wilayah terpencil dan cara-cara hidupnya sangat tradisional dibandingkan dengan
masyarakat pada umumnya dikenal dengan komunitas adat terpencil atau katitik sementara
itu, di dalam dokumen perundang-undangan seperti undang-undang dasar 1945 undang-
undang nomor 39 tahun 1999 tentang HAM, undang-undang nomor 41 tentang kehutanan
dan undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang lingkungan hidup, digunakan
terminologi masyarakat hukum adat (MHA).

Dari perundang-undang yang ada, definisi MHA ditemukan di dalam undang-undang


Nomor 32 tahun 2009 tentang lingkungan hidup titik di dalam undang-undang tersebut,
MAH didefinisikan sebagai “kelompok masyarakat yang secara turun-temurun bermukim di
wilayah geografis tertentu karena adanya ikatan pada asal-usul leluhur, adanya hubungan
yang kuat dengan lingkungan hidup, serta adanya sistem nilai yang menentukan pranata
ekonomi, politik sosial dan hukum”.

Selanjutnya, khusus mengenai komunitas adat terpencil terdapat KAT definisi pada
peraturan pemerintah Nomor 39 tahun 2012 tentang penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
Pada pasal 23 ayat 1 disebutkan bahwa kat yang terdiri dari sekumpulan orang dalam
jumlah tertentu yang (a) terikat oleh kesatuan geografis, ekonomi, dan/atau sosial-budaya:
dan (b) miskin, terpencil, dan/atau rentah sosial-ekonomi. Kemudian, di dalam keputusan
presiden (kepres) Nomor 11 tahun 1999 tentang pembinaan kesejahteraan sosial komunitas
adat terpencil. Pada Keppres tersebut didefinisikan sebagai “kelompok sosial budaya yang
bersifat lokal dan terpencar serta kurang atau belum terlibat dalam jaringan dan pelayanan
baik sosial ekonomi maupun politik.

Pemberdayaan Sosial terhadap KAT bertujuan untuk mewujudkan perlindungan hak


sebagai warga negara, pemenuhan kebutuhan dasar, integrasi KAT dengan sistem sosial
yang lebih luas, dan pemandirian sebagai warga negara. Dalam KAT terdapat Kriteria dan
Kriteria KAT yang dimaksud meliputi yaitu: Keterbatasan akses pelayanan sosial dasar,
tertutup, homogen, dan penghidupannya tergantung kepada sumber daya alam, marjinal di
pedesaan dan perkotaan; dan/atau tinggal di wilayah perbatasan antar negara, daerah pesisir,
pulau-pulau terluar, dan terpencil.

Kegiatan Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Pemberdayaan Sosial terhadap


KAT dilaksanakan dalam bidang; permukiman; administrasi kependudukan; kehidupan
beragama; kesehatan; pendidikan; ketahanan pangan; penyediaan akses kesempatan kerja;
penyediaan akses lahan; advokasi dan bantuan hukum; pelayanan sosial; dan lingkungan
hidup.

Pelaksanaan Pemberdayaan Sosial terhadap KAT dilakukan melalui tahapan kegiatan:


Persiapan Pemberdayaan dilaksanakan melalui tahapan kegiatan; pemetaan sosial;
penjajagan awal; studi kelayakan; semiloka (daerah dan nasional); penyusunan rencana dan
program; dan penyiapan kondisi masyarakat;

2. Bentuk Pemberdayaan sosial komunitas adat terpencil

Pelaksanaan Pemberdayaan dilaksanakan dalam bentuk: diagnosis dan pemberian


motivasi; pelatihan keterampilan; pendampingan; pemberian stimulan modal, peralatan
usaha, dan tempat usaha; peningkatan akses pemasaran hasil usaha; supervisi, dan advokasi
sosial; penguatan keserasian sosial; penataan lingkungan sosial; dan bimbingan lanjut;

a) Penyuluhan; merupakan suatu upaya berkesinambungan untuk membimbing KAT


khususnya dengan masyarakat luas baik perorangan atau lembaga ke arah kesadaran
terhadap arti penting pemberdayaan sosial KAT.
b) Bimbingan; merupakan suatu proses terencana dan terorganisasi untuk menumbuh-
kembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperlukan untuk
menindaklanjuti hasil penyuluhan sosial pada KAT, lingkungan sosial dan
masyarakat luas.
c) Pelayanan; merupakan usaha untuk memfasilitasi dan atau bantuan kepada warga
KAT baik secara perorangan, kelompok, maupun secara keseluruhan guna
terlaksananya tujuan program pemberdayaan.
d) Perlindungan; merupakan upaya mempertahankan dan melindungi ada istiadat dan
atau lingkungan sosial budaya berdasarkan perspektif sosial budaya yang berlaku
secara universal, dan terhindarnya dari berbagai bentuk eksploitasi terhadap warga
KAT.
e) Rujukan merupakan tahapan purnabina berupa pengalihan program/kegiatan pada
berbagai pihak sesuai kebutuhan KAT. Purnabina merupakan tahapan akhir setelah
proses waktu pemberdayaan
f) Terminasi merupakan tahapan pengalihan program Pemberdayaan Sosial terhadap
KAT. Kegiatan terminasi dilaksanakan dalam bentuk pembuatan berita acara
pengalihan program Pemberdayaan Sosial terhadap KAT dari Menteri kepada
Pemerintah Daerah.

Contoh bentuk pemberdayaan masyarakat yaitu program – program Dinas Sosial


dalam pemberdayaan masyarakat di berbagai daerah, salah satu program yang dilakukan
oleh Kabupaten Gorontalo dalam pemberdayaan KAT yaitu memberikan fasiliitas
perumahan dan melakukan pengembangan diri dengan kerajinan tangan bagi masyarakat
setempat untuk meningkatkan kesejahteraan dan pemberdayaan kesehatan daerah sekitar.

B. Kajian Terhadap Asas/Prinsip yang terkait dengan penyusunan norma.

Menurut Dubosis dan Miley prinsip-prinsip dalam Pemberdayaan masyarakat


yaitu:
1. Membangun relasi pertolongan yang (a) merefleksikan respon empati, (b) menghargai
pilihan dan hak masyarakat menentukan nasibnya sendiri, (c) menghargai perbedaan
dan keunikan individu, dan (d) menekankan kerjasama individu dalam masyarakat.
2. Membangun komunikasi yang (a) menghormati martabat dan harga diri masyarakat,
(b) mempertimbangkankeragaman individu, (c) berfokus pada masyarakat dan (d)
menjaga kerahasiaan masyarakat.
3. Terlibat dalam pemecahan masalah yang (a) memperkuat partisipasi masyarakat
dalam semua aspek proses pemecahan masalah, (b) menghargai hak-hak masyarakat,
(c) merangkai tantangan sebagai kesempatan belajar, (d) melibatkan masyarakat
dalam pembuataan keputusan dan evaluasi.
4. Merefleksikan sikap dan nilai profesi pekerjaan sosial melalui (a) ketaatan terhadap
kode etik profesi, (b) keterlibatan dalam pengembangan profesi, riset, dan perumusan
kebijakan, (c) menerjemahkan kesulitan-kesulitan pribadi ke dalam isu-isu publik, dan
ketidaksetaraan kesempatan.

Sesuai kebijakan Direktorat Pemberdayaan KAT dan sejalan dengan penetapan


kegiatan pemberdayaan KAT sebagai prioritas nasional, maka Direktorat Pemberdayaan
KAT telah menetapkan kebijakan teknis sebagai berikut:

1. Meningkatkan profesionalisme pemberdayaan sosial, baik yang dilaksanakan oleh


pemerintah maupun masyarakat dan dunia usaha terhadap KAT;
2. Meningkatkan dan memeratakan pemberdayaan sosial yang lebih adil, dalam arti
bahwa setiap KAT berhak untuk memperoleh pelayanan sosial yang sebaik-baiknya;
3. Memantapkan manajemen pemberdayaan sosial bagi KAT melalui penyempurnaan
terus menerus dalam perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pelayanan
pemberdayaan sosial yang semakin berkualitas dan akuntabilitas;
4. Meningkatkan dan memantapkan partisipasi sosial masyarakat dalam pemberdayaan
sosial dengan melibatkan semua unsur dan komponen masyarakat atas dasar swadaya
dan kesetiakawanan sosial, sehingga merupakan bentuk usaha-usaha kesejahteraan
sosial yang melembaga dan berkesinambungan.

C. Praktik Empiris

Sesuai dengan Keppres RI No.111/1999 tentang Pembinaan Sosial Komunitas Adat


Terpencil, yang dimaksud dengan KAT adalah kelompok sosial budaya yang bersifat lokal
dan terpencar serta serta kurang atau belum terlibat dalam jaringan dan pelayanan baik
sosial, ekonomi maupun politik. Dalam pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil di
Kabupaten Gorontalo itu telah memiliki peraturan daerah yang khusus yaitu peraturan Daerah
Kabupaten Gorontalo Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2018 tentang Pemerintahan Daerah
yang menjelaskan tentang penyelenggaraan bantuan hukum untuk masyarakat miskin.

Kabupaten Gorontalo merupakan salah satu daerah otonom dalam wilayah


administratif Provinsi Gorontalo yang memiliki Komunitas Adat Terpencil yang dalam
proses pembangunannya mengalami kemajuan dan perkembangan cukup signifikan, baik dari
aspek ekonomi, sosial budaya, dan politik. Bergulirnya otonomi daerah, maka kabupaten ini
juga telah mengalami beberapa kali proses pemekaran. Pada tahun 1999, kabupaten ini
dimekarkan menjadi Kabupaten Boalemo di bagian barat dan Kabupaten Bone Bolango tahun
2003 di bagian timur wilayah ini. Kemudian, pada tahun 2007 kabupaten ini juga dimekarkan
lagi menjadi Kabupaten Gorontalo Utara yang berada di pesisir utara jazirah Gorontalo.
Namun demikian, walaupun telah mengalami tiga kali pemekaran, pada tingkat lapangan
masih banyak masyarakat yang belum menikmati secara proporsinal dampak pembangunan
daerah.

Adapun Data lokasi dan jumlah Komunitas Adat Terpencil Kabupaten Gorontalo yaitu:

Rencana
Kecamatan Desa Lokasi pemberdayaan
Kk Jiwa
1. Mootilango 1. Talumopatu 1. Padengo 75 294
2. Tolanggohula 2. Himalaya 2. Bulangita 97 492
3. Polohungo 3. Limbato 56 205
4. Lomuli 74 288
3. Bongomeme 4. Liyato 5. Tohiti 48 159
5. Kayu mera 6. Botudidingga 98 604
4. Bilato 6. Bumela 7. Bolangga 51 149
5. Asparaga 7. Bululi 8. Bukit Indah 98 434
6. Pulubala 8. Toyidito 9. Pangi 34 115

631 2.740
Berdasarkan data pada Dinas Sosial Kabupaten Gorontalo tahun 2017 jumlah
komunitas adat terpencil (KAT) di Kabupaten Gorontalo mencapai 631 KK (Kepala
Keluarga) atau 2740 jiwa.

Pada tahun 2014 di bentuk KAT pertama kali yaitu di kecamatan Asparaga Desa Bulu
Adapun pada saat Program yang telah di lakukan untuk memberdayakan masyarakat KAT
adalah Program Pemberdayaan masyarakat dimana program ini dilakukan untuk menurunkan
angka kemiskina adapun nama kegiatannya yaitu kegiatan peningkatan kemampuan dan
keterampilan masyarakat dengan memberikan pengetahuan tentang sosial pembinaan melatih
keterampilan masyarakat agar menghasilkan produk untuk peningkatan ekonomi mereka
seperti membuat kerajinan tangan, cara pengelolahan laha cara untuk bertani dan
disediakan perumahan yang layak.

Kabupaten Gorontalo memiliki “Organisasi Potensial”, yang dimana artinya sebagai


organisasi yang bisa diajak dalam membantu pembangunan daerah komunitas adat terpencil.
Contoh organisasi potensial yaitu yang pertama, PKK (Pemberdayaan Kesejahteraan
Keluarga) dalam 10 program PKK salah satunya terdapat untuk membangun suatu
pemberdayaan masyarakat. Kedua, oragnisasi Pramuka, dalam pramuka terdapat program
Saka Bakti Husada. Ketiga, organisasi Karang Taruna.

Pemerdayaan KAT sendiri merupakan serangkaian kebijakan, strategi, program dan


kegiatan yang diarahkan pada upaya pemberian kewenangan dan kepercayaan kepada KAT
setempat untuk menemukan masalah dan kebutuhan beserta upaya pemecahannya
berdasarkan kekuatan dan kemampuan sendiri, melalui upaya perlindungan, penguatan,
pengembangan, konsultasi dan advokasi guna peningkatan taraf kesejahteraan sosialnya.
Program ini telah mampu mengangkat derajat kehidupan sebagian warga KAT di berbagai
daerah, termasuk daerah Kabupaten Gorontalo.

Program KAT tersebut ujar Bapak Edi Winarto sudah evektivitas telah sesuai dengan
landasan hukum karna dasar dalam membuat program-program tersebut karena ada landasan
hukumnya.

Diketahui bahwa masalah penganggaran dan kondisi pendemi Covid-19 merupakan


salah satu faktor penghambat dalam pemberdayaan masyarakat KAT Kabupaten Gorontalo.
Hambatan pemberdayaan KAT di Daerah Untuk 2 tahun terakhir 2020 dikarenakan situasi
nasional Covid 19 sehingga tidak ada kegiatan untuk mengintrfensi KAT anggaran
pemerintah sangat terbatas bahkan anggaran APD pun di pangkas dari berbagai sektor untuk
penanganan Covid-19

D. Kajian Terhadap Implikasi Penerapan Sistem Baru Yang Akan Diatur Dalam
Peraturan Daerah Terhadap Kehidupan Masyarakat Dan Dampaknya
Terhadap Aspek Beban Keuangan Negara
Penerapan sistem baru yang akan diatur dalam peraturan daerah tentang
pemberdayaan komunitas adat terpencil berimplikasi pada :
1. Kehidupan Masyarakat
 Peningkatan kesadaran masyarakat melalui penggerakkan masyarakat sehingga
masyarakat mempunyai peluang yang sebesar-besarnya untuk terlibat aktif dalam
proses pembangunan dan pengembangan daerah.
 Pengembangan/pengorganisasian masyarakat (community organization) dalam
pemberdayaan dengan mengupayakan peran organisasi masyarakat lokal makin
berfungsi dalam pembangunan daerah dan penanganan kemiskinan di daerahnya.
 Meningkatan upaya advokasi yang mendukung masyarakat memperjuangkan
kepentingannya melalui pemberdayaan masyarakat adat terpencil.
 Penggalangan kemitraan dan partisipasi lintas sektor terkait, swasta, dunia usaha
dan pemangku kepentingan dalam pengembangan dan pembinaan pemberdayaan
masyarakat daerah terpencil atau KAT.
 Peningkatan pemanfaatan potensi dan sumber daya berbasis kearifan lokal baik
dana dan tenaga serta budaya.

2. Beban Keuangan Daerah


Maka dari itu Kab. Gorontalo dalam pemberdayaan komunitas adat terpencilnya
akan berimplikasi pada anggaran pendapatan dan belanja desa (APBD). Pemerintah
Kab. Gorontalo secara umum implikasi yang dimaksud adalah terdapatnya pengeluaran
untuk menunjang dan memperkuat implementasi dan penegakkan hukum serta sumber
daya manusia dan kapasitas kelembagaan dan sarana prasarana serta kebutuhan lainnya
terkait dengan pemberdayaan KAT di Kab. Gorontalo.

Dan menurut Kepala Sub Bagian Perencanaan Dinas Sosial Kab. Gorontalo, apabila
terdapat kelebihan dana untuk penunjangan KAT, maka akan berhasil pula pemberdayaan
KAT untuk kesejahteraan masyarakat daerah terpencil bersama
BAB III

EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT

Peraturan Daerah merupakan salah satu jenis peraturan perundang-undangan dan


merupakan bagıan sıstem hukum nasıonal berdasarkan Pancasila. Pada saat ini Peraturan
Daerah mempunyai kedudukan yang sangat strategis karena dıberikan landasan
konstitusional yang jelas sebagaimana diatur dalam Pasal 18 Ayat (6) Undang-Undang Dasar
Negara Republık Indonesıa Tahun 1945. Berdasarkan ketentuan lebih lanjut dalam Undang-
undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan-undangan
Republık Inonesıa, yang dımaksud dengan Peraturan Daerah (Perda) adalah perundangan-
undangan yang dıbentuk oleh Dewan Perwakılan Rakyat Daerah dengan persetujuan Kepala
Daerah.

Dalam membentuk Peraturan Daerah perlu dilakukan evaluasi dan analisis terhadap
beberapa peraturan perundang-undangan yang terkait, baik secara vertikal maupun secara
horizontal, sehingga dapat menggambarkan kondisi hukum yang ada serta menghindari
terjadinya tumpang tindih pengaturan.
Beberapa peraturan perundang-undangan yang perlu dievaluasi dan dianalisis terkait
dengan pembentukan Peraturan Daerah tentang Pemberdayaan sosial komunitas adat
terpencil Kab. Gorontalo yaitu :

1. Undang – Undang Dasar Negara RI Tahun 1945


Pasal 18
Ayat 6 : Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-
peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan
Pasal 34
Ayat 1 : Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara;
Ayat2 : Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan
memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan
martabat kemanusiaan;
Berdasarkan amanah yang termuat dalam konstitusi, pemerintah daerah
memiliki kewajiban untuk Penanggulangan Pemberdayaan Sosial komunitas Adat
Terpencil di Kab. Gorontalo yang dilaksanakan berdasarkan asas otonomi dan tugas
pembantuan. Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 mengamanatkan kewajiban negara untuk memelihara fakir miskin dan anak terlantar.
Bagi fakir miskin dan anak terlantar seperti yang dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pemerintah dan pemerintah daerah memberikan
rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial sebagai
perwujudan pelaksanaan kewajiban negara dalam menjamin terpenuhinya hak atas
kebutuhan dasar warga negara yang miskin dan tidak mampu.
Dengan dasar tersebut, maka Pemerintah Kab. Gorontalo memiliki
kewenangan untuk melakukan pengaturan dalam Pemberdayaan Sosial Komunitas Adat
Terpencil di Kabupaten Gorontalo.

2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah


sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9
Tahun 2015 (Lembaran Negara RI Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran
Negara RI Nomor 5587).
“Pada lampiran huruf F Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah dijelaskan tentang pembagian urusan pemerintah di bidang Sosial
meliputi upaya Pemberdayaan Sosial. Pemberdayaan Sosial KAT, Penerbitan izin
pengumpulan sumbangan dalam Daerah kabupaten/kota, Pengembangan potensi sumber
kesejahteraan sosial Daerah kabupaten/kota dan Pembinaan lembaga konsultasi
kesejahteraan keluarga (LK3) yang wilayah kegiatannya di Daerah kabupaten/kota
Analisis dalam UU diatas, yaitu pemerintah daerah menyelenggarakan urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi
seluas-luasnya sesuai dalam sistem Negara Kesatuan RI dan pemerintah daerah
melaksankan urusan pemerintahan konkuren yang diserahkan oleh pemerintah pusat
menjadi dasar pelaksanaan otonomi daerah dengan berdasar atas asas tugas pembantuan,
contohnya dalam hal ini Pemberdayaan sosial komunitas adat terpencil . Selanjutanya
pemerintah daerah dalam melaksanakan urusan pemerintahan umum yang menjadi
kewenangan presiden dan pelaksanaannya dilimpahkan kepada bupati dibiayai oleh
APBN.

3. Peraturan Daerah Kabupaten Gorontalo No 1 tahun 2018 tentang penyelengaraan


bantuan hukum untuk Masyarakat Hukum.

Pasal 6
Ayat 1: Bantuan Hukum diselenggarakan untuk membantu menyelesaikan permasalahan
hukum yang dihadapi Penerima Bantuan Hukum
Ayat 2: Pemberian bantuan Hukum diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah melalui
bagian hukum dan dilaksanakan oleh Pemberi bantuan Hukum yang telah
memenuhi persyaratan: a) berbadan hukum, b) terakreditasi, c) memiliki kantor
atau sekretariat yang tetap, d) memiliki pengurus dan, e) memiliki program
bantuan hukum

Analisi pada Peraturan Daerah Kabupaten Gorontalo No 1 tahun 2018 tentang


penyelengaraan bantuan hukum untuk Masyarakat Hukum. Penyelenggaraan pemberian
Bantuan hukum kepada warga negara, khususnya warga miskin, merupakan upaya untuk
memenuhi dan sekaligus sebagai implementasi negara hukum yang mengakui dan
melindungi serta menjamin hak asasi warga negara akan kebutuhan akses terhadap
keadilan (acces to justice) dan kesamaan di hadapan hukum (equality before the law).
4. Peraturan presiden nomor 186 tahun 2014 tentang Pemberdayaan Sosial Terhadap
Komunitas Adat Terpencil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
nomor 390)
Pasal 17

Ayat 1 :Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab dalam Pemberdayaan


Sosial terhadap KAT.

Ayat 2 :Pemberdayaan Sosial terhadap KAT dilakukan secara komprehensif, terencana,


terarah, terukur, terpadu, sinergi, terkoordinasi, dan berkelanjutan antar
kementerian/lembaga sesuai dengan kewenangannya.

Analisis UU Pada Pasal 17 ayat 1 dan 2 menegaskan bahwa Pemerintah dan


Pemerintah Daerah mempunyai tanggung jawab dalam Memberdayakan komunitas adat
terpencil guna untuk menjadikan warga negara yang mengalami masalah sosial dalam
jumlah tertentu yang terikat oleh kesatuan geografis, ekonomi, dan/atau sosial budaya,
dan miskin, terpencil, dan/atau rentan sosial ekonomi mempunyai daya, sehingga mampu
memenuhi kebutuhan dasarnya dan dilakukan secara komprehensif, terencana, terarah,
terukur, terpadu, sinergi, terkoordinasi, dan berkelanjutan antar kementerian/lembaga
sesuai dengan kewenangannya

BAB IV

LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS

A. Landasan Filosofis
Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menegaskan bahwa salah satu tujuan Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia
ialah untuk memajukan kesejahteraan umum. oleh sebab itu, bumi dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat sebagaimana tercantum dalam Pasal 33 ayat (3). di samping itu, negara
bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas umum yang layak yang harus diatur dengan
undang-undang sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 34 ayat (3) serta ayat (4).
Tujuan bernegara Indonesia ialah melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah
darah Indonesia serta memajukan kesejahteraan umum, sebagaimana tertuang dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI
Tahun 1945), yaitu “.... Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan
ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial...”. Rumusan tujuan negara yang tercantum dalam alinea keempat Pembukaan
UUD NRI Tahun 1945 tersebut, terdapat frasa “melindungi segenap bangsa dan seluruh
tumpah darah” serta “memajukan kesejahteraan umum”, sehingga dapat dikatakan Indonesia
menganut paham negara kesejahteraan (welfarestate) 53 dan tidak menjadi negara penjaga
malam (nachtwachtersstaat). Sebagai negara welfarestate, maka negara bertangungjawab atas
kesejahteraan rakyatnya54 dan negara secara aktif ikut campur urusan kemasyarakatan baik
di bidang ekonomi maupun politik.
Landasan filosofis pembentukan Peraturan Daerah di Indonesia waktu ini merujuk
pada recht idee yang tercantum dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945. Inti landasan filosofis artinya bila landasan peraturan yang digunakan mempunyai nilai
bijaksana yakni mempunyai nilai benar (logis), baik serta adil. Menemukan filosofis berarti
melakukan pengkajian secara mendalam untuk mencari dan menemukan hakekat sesuatu
yang sesuai dan memakainya dengan logika, akal sehat. menurut sistem demokrasi terbaru,
kebijakan bukanlah berupa cetusan pikiran atau pendapat dari pejabat negara atau
pemerintahan yang mewakili warga, tapi juga opini publik (suara masyarakat) yang
mempunyai porsi sama besarnya untuk mencerminkan (terwujudnya) pada kebijakan-
kebijakan public.
Dasar filosofis yang pertama dari Rancangan perda Kabupaten Gorontalo perihal
Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil ini artinya pada pandangan hidup Bangsa
Indonesia yang sudah dirumuskan pada rancangan Pancasila dalam pembukaan Undang-
Undang Negara Republik Indonesia tahun 1945. Nilai-nilai Pancasila ini dijabarkan dalam
aturan yang bisa menerangkan nila-nilai keadilan, ketertiban serta kesejahteraan. Rumus
Pancasila ini yang merupakan dasar hidup Negara Indonesia dituangkan pada pembukaan
Undang-Undang Republik Indonesia. Ditekankan pada dasar Negara Indonesia, bahwa
Indonesia merupakan Negara aturan (rechstaat) bukan berdasarkan kekuasaan (machstaat). Di
Indonesia, dasar-dasar filosofi yang dimaksud itulah yang biasa diklaim sebagai Pancasila
yang berarti 5 sila atau 5 prinsip dasar untuk mencapai atau mewujudkan empat tujuan
bernegara. Pancasila merupakan filosofi sche graondslag serta common platsforms, Pancasila
ialah dasar Negara sebagai akibatnya kedudukan Pancasila dalam tata hukum nasional.

B. Landasan Sosiologis
Dalam mengkaji Pemberdayaan Komunitas adat Terpenncil dapat dilakukan dengan
menggunakan teori atau perspektif sosiologi. Perspektif atau teori sosiologi yang
dipergunakan dalam menganalisis penelitian ini berdasar pada teori fungsional-struktural.
Teori fungsional-struktural artinya teori sosiologi yang berdasar pada unsur-unsur sosiologi
serta budaya yang saling berafiliasi secara fungsional serta menekankan tanda-tanda sosial
budaya di struktur yang mencakup perangkat atau aturan-aturan.
Teori fungsional-struktural mengamati bentuk struktur serta fungsi pada suatu warga
sehingga dapat melihat bagaimana suatu rakyat itu berubah atau mapan melalui setiap
unsurnya yang saling berkaitan, serta dinamik untuk memenuhi kebutuhan individu. Teori
fungsional-struktural melakukan analisis dengan melihat rakyat menjadi suatu sistem dari
hubungan antar manusia serta aneka macam institusinya, dan segala sesuatunya disepakati
secara mufakat, termasuk pada hal nilai dan adat. Teori fungsional-struktural menekankan
padaharmoni, konsistensi, serta keseimbangan dalam masyarakat.Pendekatan sosiologis
digunakan untuk mengetahui kondisi warga dan memahami gerombolan sosial khususnya
berbagai macam gejala kehidupan warga pada kawasan terpencil. Pemberdayaan Komunitas
adat Terpencil adalah fenomena kemasyarakatan yang menyangkut manusia, rakyat,
kelompok, organisasi, kebudayaan, serta sebagainya yang merupakan obyek kajian sosiologi.
Pemberdayaan Komunitas adat Terpencil dapat dikatakan menjadi penunjang
keberhasilan ekonomi warga pada umumnya serta masyarakat daerah Kabupaten Gorontalo
khususnya. Bila di dalam pemberdayaan rakyat miskin dengan melakukan pembangunan
dapat menjadi alat untuk mencapai tujuan pada ekonomi. dalam pemberdayaan KAT di
Kabupaten Gorontalo yaitu memiliki perda yang spesifik, Undang-Undang nomor 1 Tahun
2018 tentang penyelenggaraan bantuan hukum untuk masyarakat miskin. Selain itu pada
Kabupaten Gorontalo mempunyai “Organisasi Potensial”, yang dimana adalah sebagai
organisasi yang mampu diajak dalam membantu pemberdayaan KAT. model organisasi
potensial yaitu yang pertama, PKK (Pemberdayaan Kesejahteraan keluarga) pada 10 program
PKK salah satunya terdapat untuk menciptakan suatu pemberdayaan masyarakat. kedua,
organisasi Pramuka, dalam pramuka ada program Saka Bakti Husada. Ketiga, organisasi
Karang Taruna. Keempat, organisasi PMI.
Masalah penganggaran merupakan salah satu faktor penghambat dalam
Pemberdayaan KAT. Karena terdapat kelebihan dana untuk penunjangan KAT, maka akan
berhasil pula pemberdayaan KAT untuk kesejahteraan masyarakat daerah terpencil di
Kabupaten Gorontalo seperti Diketahui bahwa saat ini yang menjadi masalah penganggaran
adalah dikarenakan adanya Covid 19 sehingga tidak ada kegiatan untuk mengintrfensi KAT.
Anggaran pemerintah sangat terbatas bahkan anggaran APD pun di pangkas dari berbagai
sektor untuk penanganan Covid-19
C. Landasan Yuridis

Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945 telah mengamanatkan bahwa negara
mempunyai tanggung jawab untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan memajukan
kesejahteraan umum. Amanat tersebut kemudian dituangkan lebih lanjut melalui berbagai
peraturan perundangan khususnya Peraturan presiden nomor 186 tahun 2014 tentang
Pemberdayaan Sosial Terhadap Komunitas Adat Terpencil (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 nomor 390). Pemberdayaan KAT merupakan bagian dari upaya untuk
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia serta merupakan upaya
menuju terwujudnya kesejahteraan sosial.

Selama ini pengaturan mengenai pemenuhan kebutuhan dasar bagi Komunitas Adat
Terpencil masih tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan, sehingga diperlukan
pengaturan penanganan KAT yang terintegrasi dan terkoordinasi hingga kemudian muncul
Peraturan presiden nomor 186 tahun 2014 tentang Pemberdayaan Sosial Terhadap Komunitas
Adat Terpencil.

Undang-Undang tersebut lahir salah satunya adalah untuk menanggulangi kuranngnya


pemberdayaan dan penaganan KAT yang sampai saat ini masih menjadi masalah bersama.
Komunitas Adat terpencil adalah salah satu komunitas penyandang permasalahan sosial, dan
hidup dalam berbagai keterbatasan, seperti pemenuhan kebutuhan dasar, aksesibilitas
terhadap informasi, pendidikan rendah dan pelaksanaan peran sosialnya.. Adapun cara
penanganan untuk mereka adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang
dilakukan Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat dalam bentuk kebijakan,
program dan kegiatan pemberdayaan, pendampingan, serta fasilitasi untuk memenuhi
kebutuhan dasar setiap warga negara. Sasaran penanganan fakir miskin atau daerah KAT
yang ditujukan kepada perseorangan; keluarga; kelompok; dan/atau masyarakat.

Berdasarkan hal di atas, dapat diuraikan bahwa pertama, masalah kemiskinan menjadi
perhatian yang cukup serius untuk ditanggulangi dalam Komunitas Adat Terpencil. Baik
pemerintah pusat maupun daerah bertanggungjawab melalui kewenangannya masing-masing
untuk menanggulangi kemiskinan. Kedua peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah
telah dirinci dalam melakukan penanggulangan kemiskinan bahkan pembangunan daerah
tersebut. Adapun pemerintah daerah Kabupaten berwenang menetapkan kebijakan, strategi,
dan program tingkat Kabupaten dalam bentuk rencana penanganan fakir miskin di daerah
terpencil dengan berpedoman pada kebijakan, strategi, dan program nasional.

Ketiga, selain ketentuan di dalam dua regulasi di atas, beberapa landasan hukum yang
dapat dijadikan penambahan pijakan selain PERDA yang ada oleh pemda Kabupaten
Gorontalo dalam melakukan penanggulangan kemiskinan di daerah KAT adalah sebagai
berikut:

1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana


telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan
Sosial;
3. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 Tentang Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan; dan
4. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 166 Tahun 2014 Tentang Program
Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.
Diharapkan bahwa dengan telah adanya Perda Penanggulangan Kemiskinan di
Kabupaten Gorontalo akan dapat mengatasi sejumlah permasalahan yang berkaitan dengan
kemiskinan dan kesejahteeraan di daerah Komunitas Adat Terpencil. Dalam isu
kesejahteraan, Perda ini akan berdampak bagi terwujudnya kesejahteraan masyarakat KAT
dan dalam jangka panjang diharapkan dapat menanggulangi kemiskinan.
BAB V

JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANGLINGKUP MATERI


MUATAN PERATURAN DAERAH

A. Jangkauan dan Arah Pengaturan


Dari kajian teoritik maupun empirik yang telah dianalisa dalam bab-bab sebelumnya.
Dalam bab ini akan diuraikan lebih jauh tentang jangkauan, arah pengaturan dan ruang
lingkup materi perda. Pengaturan tentang penanggulangan kemiskinan di daerah KAT dalam
perda akan mencakup aspek hak dan tanggungjawab, indikator kemiskinan, pendataan,
penyusunan kebijakan, strategi, dan program penanggulangan kemiskinan, kelembagaan dan
koordinasi penanggulangan kemiskinan, pendampingan warga miskin, peranserta masyarakat,
penghargaan, pendanan, pengawasan, dan ketentuan penutup. Jangkauan pengaturan perda
penanggulangan kemiskinan di atas, diharapkan dapat merespon permasalahan-permasalahan
yang telah dibahas di bab sebelumnya yaitu tentang pengoptimalan program penanggulangan
kemiskinan di tingkat Kabupaten Gorontalo, pemberdayaan pastisipasi masyarakat, dunia
usaha, dan perguruan tinggi, serta mendorong mentalitas positif warga KAT untuk keluar dari
kemiskinan.
Di samping itu, pemahaman perda ini diharapkan menjadi pedoman yuridis yang kuat
dalam menanggulangi kemiskinan di Komunitas Adat Terpencil di Kabupaten Gorontalo,
mulai dari perumusan kebijakan, strategi, dan program kerja di masing-masing pemangku
kepentingan daerah Kabupaten Gorontalo. Dengan berdasar pada pembahasan yang ada,
untuk mengatasi masalah kemiskinan dibutuhkan solusi yang tepat sesuai dengan kondisi
masyarakat sehingga diharapkan angka kemiskinan di Daerah Terpencil mengalami
penurunan secara signifikan .
Adapun Solusi yang dapat dilaksanakan untuk memperbaiki kondisi yang ada di
antaranya adalah melalui :
1. Pelaksanan hak dan tanggungjawab masing-masing pihak baik pemerintah daerah
maupun warga miskin daerah KAT.
2. Penentuan strategi, kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan dari
pemerintah yang mengedepankan pemberdayaan ekonomi, pembangunan sarana
pendidikan, kesehatan dan pemberian kesempatan lapangan kerja bagi warga miskin
di daerah terpencil.
3. Peran serta masyarakat yang secara mandiri dan kolektif kolegial mendukung
penanggulangan kemiskinan, baik secara pribadi, kelompok, organisasi social,
lembaga swadaya masyarakat, dunia usaha, dan perguruan tinggi.
Penyusunan strategi, kebijakan, dan program penanggulangan kemiskinan tersebut
tentu saja didasarkan pada visi jangka panjang, menengah dan pendek pemerintahan
Kabupaten Gorontalo dan tata nilai sosial, budaya, serta keistimewaan. Adapun keberadaan
perda penanggulangan kemiskinan yang telah ada beserta penambahan pijakan dari beberapa
peraturan hukum diharapkan mampu mendorong secara optimal program penanggulangan
kemiskinan baik yang diinisiasi oleh Pemerintah Daerah, masyarakat, dunia usaha, maupun
perguruan tinggi. Disamping itu juga mendorong warga miskin untuk memenuhi hak dan
kewajibannya, sehingga terbangun mentalitas positif untuk keluar dari kemiskinan.
Berdasarkan uraian di atas, ruang lingkup Peraturan Daerah tersebut meliputi:

a. Hak dan Tanggungjawab;

b. Identifikasi, Indikator Kemiskinan di daerah KAT dan Pendataan;

c. Penyusunan Strategi, Kebijakandan Program Penanggulangan Kemiskinan


dan pembangunan daerah;

d. Kelembagaan dan Koordinasi;

e. Pendampingan Warga Miskin;

f. Peran serta Masyarakat;

g. Penghargaan;

h. Pendanaan; dan Pengawasan.

B. Ruang Lingkup Materi Muatan

Pembahasan pada ruang lingkup terdiri dari tiga bagian, yaitu ruang lingkup wilayah
ruang lingkup pembahasan, danruang lingkup substansi. Ruang lingkup wilayah mencakup
batas wilayah studi yang berupa batas administratif. Sedangkan ruang lingkup pembahasan
merupakan batasan pembahasan studi, dan lingkup substansi merupakan batasan pembahasan
substansi yang akan digunakan dalam studi penelitian. Lingkup substansi yang akan
digunakan dalam penelitian naskah akademik nantinya mencakup hal-hal yang berkaitan
dengan perumusan konsep pengembangan kawasan wisata didasarkan atas daya dukung
lingkungannya.

C. Materi dalam Ketentuan Umum

Materi dalam Ketentuan Umum Dalam ketentuan umum ini, dimuat tentang pengertian
dan istilah-istilah umum yang dimuat di dalam dan rancangan Peraturan Daerah, yaitu yang
di maksud dengan beberapa hal antara lain:

1. Daerah adalah Kabupaten Gorontalo.


2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah.
3. Bupati adalah Bupati Kabupaten Gorontalo.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang selanjutnya disebut DPRD adalah
Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan
Daerah.
5. Perangkat Daerah adalah organisasi/lembaga pada Pemerintah Daerah yang
bertanggung jawab kepada Kepala Daerah dalam rangka penyelenggaraan
Pemerintahan yang terdiri dari Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas
Daerah, Lembaga Teknis Daerah, Kecamatan dan kelurahan.
6. Dinas Sosial adalah Dinas Sosial KabupatenGorontalo.
7. KAT adalah Komunitas Adat Terpencil
8. Kemiskinan adalah suatu kondisi sosial ekonomi seseorang atau sekelompok orang
yang tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan
mengembangkan kehidupan yang bermartabat.
9. Data Kemiskinan adalah semua informasi berkaitan dengan kemiskinan yang
meliputi jumlah dan karakter penduduk miskin pada wilayah dan waktu tertentu,
bersumber dari lembaga yang sah.
10. Warga miskin adalah orang miskin sesuai kriteria yang telah ditentukan dan
berdomisili di Kabupaten Gorontalo serta memiliki KTP dan/atau Kartu Keluarga.
11. Program Penanggulangan Kemiskinan adalah suatu upaya yang dilakukan oleh
pemerintah daerah untuk mengatasi/menanggulangi kemiskinan bahkan sampai di
daerah terpencil
12. .Organisasi Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat OPD adalah perangkat
daerah di lingkungan Pemerintah Daerah sebagai unsur pembantu Gubernur dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah.
13. Pemangku Kepentingan adalah kelompok atau individu yang dukungannya
diperlukan demi kesejahteraan dan kelangsungan hidup bermasyarakat.

D. Materi tentang Ruang Lingkup

Mutu Sosial mencakup semua sarana pelayanan sosial baik langsung maupun tidak
langsung yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta, mencakup : Dinas sosial
Kabupaten Gorontalo, lembaga pendidikan, lembaga ekonomi, Lembaga keluarga dan
lembaga agama.

E. Materi tentang Maksud Dan Tujuan Maksud

Dari peningkatan Pemberdayaan Masyarakat Komunitas Adat Terpencil adalah dalam


rangka :

a. Meningkatkan standar Pemberdayaan Masyarakat Komunitas Adat Terpencil


b. Mengendalikan jumlah dan penyebaran pelayanan kepada Masyarakat Adat
Terpencil
c. Memberikan informasi kepada masyarakat dan media massa
d. Memberikan informasi kepada lembaga regulator
e. Memberikan perlindungan hukum bagi Masyarakat Adat Terpencil.
Tujuan dari peningkatan Pemberdayaan Masyarakat KAT adalah untuk mencapai
derajat kesehatan masyarakat yang diharapkan sesuai dengan indikator Pemberdayaan
Masyarakat KAT yang telah ditetapkan.
Dalam ketentuan umum, dimuat tentang pengertian dan istilah-istilah umum yang
terkait dengan Pemberdayaan Masyarakat Komunitas Adat Terpencil. Oleh karena itu dalam
Peraturan Daerah KabupatenGorontalo tentang Pemberdayaan Masyarakat KAT ini, yang
dimaksud dengan:
1. Daerah adalah KabupatenGorontalo.
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah.
3. Bupati adalah BupatiKabupatenGorontalo.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang selanjutnya disebut DPRD adalah Lembaga
Perwakilan Rakyat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
5. Perangkat Daerah adalah organisasi/lembaga pada Pemerintah Daerah yang
bertanggung jawab kepada Kepala Daerah dalam rangka penyelenggaraan
Pemerintahan yang terdiri dari Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah,
Lembaga Teknis Daerah, Kecamatan dan kelurahan.
6. Dinas Sosial adalah Dinas Sosial Kabupaten Gorontalo.
7. Pemberdayaan KAT diadakan untuk keadaan sejahtera dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi.
8. Upaya pemberdayaan KAT adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan
meningkatkan kesejahteraan yang dilakukan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat.

E. Penyusunan Strategi, Kebijakan Dan Program Penanggulangan Kemiskinan

1) Strategi Penanggulangan Kemiskinan

Dalam rangka penanggulangan kemiskinan Pemerintah Daerah dan seluruh pemangku


kepentingan memiliki strategi yang mempertimbangkan isu tentang:
a. perlindungan sosial;

b. potensi kewilayahan;

c. penyediaan rumah ideal bagi warga miskin di daerah terpencil;

d. peningkatan akses infrastruktur dasar;

e. infrastruktur kewilayahan dan fasilitas publik;

f. peningkatan kemandirian dan pemberdayaan masyarakat;

2) Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan Daerah

Pemerintah Daerah menyusun dan menetapkan kebijakan penanggulangan


kemiskinan dengan berpedoman pada Undang-undang nomor 1 Tahun 2018 tentang
penyelenggaraan bantuan hukum untuk masyarakat miskin. Adapun Kebijakan
penanggulangan kemiskinan tersebut meliputi:

a) penyelenggaraan perlindungan Sosial melalui peningkatan akses warga miskin pada


sektor-sektor pendidikan, dan kesehatan.
b) stimulasi rumah layak huni bagi masyarakat miskin di daerah terpencil
c) pengembangan dan peningkatan akses infrastruktur dasar dan fasilitas publik meliputi
air bersih, sanitasi, dan akses listrik;
d) pengembangan potensi wilayah/kawasan dan sektor ekonomi unggulan daerah yang
mendukung pengurangan kemiskinan secara signifikan;
e) peningkatan kemandirian masyarakat melalui program pemberdayaan masyarakat,
peningkatan kemampuan dan kapasitas sumber daya serta perluasan kesempatan
berusaha;
f) peningkatan partisipasi masyarakat dan kelembagaan penanggulangan kemiskinan;

3) Program Penanggulangan Kemiskinan.

Pemerintah Daerah melalui OPD merumuskan dan menetapkan program


penanggulangan kemiskinan sesuai dengan tugas dan fungsinya yang telah ditetapkan.
Adapun Program penanggulangan kemiskinan dikelompokkan dalam 7 (tujuh) kelompok
yang meliputi:

1) kelompok program perlindungan sosial;


2) kelompok program peningkatan akses prasarana dasar yang meliputi rumah layak
huni, air bersih, sanitasi dan akses listrik;
3) kelompok program peningkatan kemandirian dan pemberdayaan masyarakat;
4) kelompok peningkatan partisipasi masyarakat dan kelembagaan penanggulangan
kemiskinan;
5) kelompok program pengembangan potensi wilayah;
6) kelompok pengembangan sektor ekonomi unggulan daerah/kawasan;
7) program penanggulangan kemiskinan lainnya.

Program penanggulangan kemiskinan sebagaimana tersebut di atas dijabarkan ke


dalam rencana strategis penanggulangan kemiskinan yang kemudian digunakan sebagai dasar
penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah di bidang penanggulangan kemiskinan.

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

 Komunitas adat terpencil (KAT) merupakan salah satu komunitas penyandang


permasalahan sosial, dan hidup dalam berbagai keterbatasan, seperti pemenuhan
kebutuhan dasar, aksesibilitas terhadap informasi, pendidikan rendah dan pelaksanaan
peran sosialnya. Kondisi demikian menyebabkan mereka hidup dalam lingkungan
kesengsaraan secara terus menerus dari generasi ke generasi. Permasalahan KAT
merupakan fenomena yang menjadi ukuran ada tidaknya kemajuan sosial (social
progress) dari proses pembangunan nasional.
Adapun Solusi yang dapat dilaksanakan untuk memperbaiki kondisi yang ada di
antaranya adalah melalui :
1) Pelaksanan hak dan tanggungjawab masing-masing pihak baik pemerintah daerah
maupun warga miskin daerah KAT.
2) Penentuan strategi, kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan dari
pemerintah yang mengedepankan pemberdayaan ekonomi, pembangunan sarana
pendidikan, kesehatan dan pemberian kesempatan lapangan kerja bagi warga
miskin di daerah terpencil.
3) Peran serta masyarakat yang secara mandiri dan kolektif kolegial mendukung
penanggulangan kemiskinan, baik secara pribadi, kelompok, organisasi social,
lembaga swadaya masyarakat, dunia usaha, dan perguruan tinggi.
Penyusunan strategi, kebijakan, dan program penanggulangan kemiskinan tersebut
tentu saja didasarkan pada visi jangka panjang, menengah dan pendek pemerintahan
Kabupaten Gorontalo dan tata nilai sosial, budaya, serta keistimewaan. Adapun keberadaan
perda penanggulangan kemiskinan yang telah ada beserta penambahan pijakan dari beberapa
peraturan hukum diharapkan mampu mendorong secara optimal program penanggulangan
kemiskinan baik yang diinisiasi oleh Pemerintah Daerah, masyarakat, dunia usaha, maupun
perguruan tinggi. Disamping itu juga mendorong warga miskin untuk memenuhi hak dan
kewajibannya, sehingga terbangun mentalitas positif untuk keluar dari kemiskinan.
 Pemerintah dan Pemerintah Daerah mempunyai tanggung jawab dalam
Memberdayakan komunitas adat terpencil guna untuk menjadikan warga negara yang
mengalami masalah sosial dalam jumlah tertentu yang terikat oleh kesatuan geografis,
ekonomi, dan/atau sosial budaya, dan miskin, terpencil, dan/atau rentan sosial
ekonomi mempunyai daya, sehingga mampu memenuhi kebutuhan dasarnya dan
dilakukan secara komprehensif, terencana, terarah, terukur, terpadu, sinergi,
terkoordinasi, dan berkelanjutan antar kementerian/lembaga sesuai dengan
kewenangannya. Maka Dengan adanya undang-undang yang secara khusus mengatur
fakir miskin, diharapkan memberikan pengaturan yang bersifat komprehensif dalam
upaya mensejahterakan fakir miskin yang lebih terencana, terarah, dan berkelanjutan.
Undang-Undang ini diharapkan dapat memberikan keadilan sosial bagi warga negara
untuk dapat hidup secara layak dan bermartabat.
B. Saran
 Penanggulangan Kemiskinan memerlukan kinerja yang tinggi dari lembaga pengelola,
untuk itu diperlukan pengaturan terhadap tugas, wewenang dan fungsi pemerintah
Kabupaten Gorontalo agar dapat perperan secara maksimal, sampai pada tingkat desa.
 Peranserta pemerintah, Perguruan Tinggi, Pengusaha dan Masyarakat dalam
penanggulangan kemiskinan di daerah terpencil perlu diatur agar dapat berperan
secara nyata secara berkelanjutan. Peran serta tokoh-tokoh masyarakat dan tokoh-
tokoh agama merupakan hal yang sangat strategis agar semangat untuk
menanggulangi kemiskinan semakin terwujud.
 Diharapkan bahwa dengan telah adanya Perda Penanggulangan Kemiskinan di
Kabupaten Gorontalo akan dapat mengatasi sejumlah permasalahan yang berkaitan
dengan kemiskinan dan kesejahteeraan di daerah Komunitas Adat Terpencil Dalam
isu kesejahteraan, Perda ini akan berdampak bagi terwujudnya kesejahteraan
masyarakat KAT dan dalam jangka panjang diharapkan dapat menanggulangi
kemiskinan.

DAFTAR PUSTAKA

Suradi, (2006), Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Pemberdayaan Komunitas


Adat Terpencil, Jakarta: P3KS Press.

Suradi, (2006), Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil. Filosofi, Konsep dan Strategi,
Jakarta: P3KS Press.

Dinas Sosial Gorontalo, (2021), “Penjajagan awal Kelayakan Pemberdayaan komunitas


adat terpencil, Gorontalo: Dinas Sosial

Peraturan Perundang-undangan:

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Fakir Miskin.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah


beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua Atas UndangUndang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah.
Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan
Sosial.

Peraturan Menteri Sosial No 12 Tahun 2015 Tentang Pelaksanaan Peraturan Presiden No


186 Tahun 2014 Tentang Pemberdayaan Sosial Terhadap Komunitas Adat Terpencil

Peraturan Daerah Kabupaten Gorontalo Nomor 1 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan


Bantuan Hukum Untuk Masyarakat Miskin

Internet

http://www.academia.edu/3537826/ masyarakat adat dalam kontestasi pembaruan hukum.


Diakses tanggal 12 April 2021.

LAMPIRAN :

BUPATI GORONTALO

PROVINSI GORONTALO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GORONTALO

NOMOR.....TAHUN....

TENTANG

PEMBERDAYAAN SOSIAL KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DI KABUPATEN


GORONTALO

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


BUPATI GORONTALO

Menimbang :

a) bahwa untuk penanganan dan pembinaan suku-suku yang terisolasi, terpencil dan
terabaikan di Kabupaten Gorontalo perlu dilakukan upaya-upaya pembinaan dan
pemberdayaan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi, maupun
Pemerintah Daerah Kabupaten Gorontalo sehingga diperlukan pengaturan mengenai
Pemberdayaan Sosial terhadap Komunitas Adat terpencil di Kabupaten Gorontalo;
b) bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu
membentuk Peraturan Daerah tentang Pemberdayaan Sosial Komunitas Adat
terpencil di Kabupaten Gorontalo
Mengingat :

1. Undang-Undang Nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran


Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tarnbahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4967;
2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan (Lembarar Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 682, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 20l7 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5235);
4. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 20l4 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5495);
5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 20I4 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 5587) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 20l4 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5657);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas
Pembantuan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 20,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4816);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan
Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20l2 Nomor 68, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5294 ;
8. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Upaya Penanganan
Fakir Miskin melalui Pendekatan Wilayah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2013 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5449);
9. Peraturan Presiden Nomor 186 Tahun 20l4 tentang Pemberdayaarr Sosial Terhadap
Komunitas Adat Terpencil;
10. Keputusan Presiden Nomor 111 Tahun L999 tentang Pembinaan Kesejahteraan Sosial
Komunitas Adat Terpencil;
11. Peraturan Menteri Nomor 72 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Peraturan Presiden
Nornor 186 Tahun 2014 Tentang Pemberdayaan Sosial Terhadap KAT.
12. Keputusan Direktorat Jenderal Pemberdayaarr Sosial Nomor 20/PS/KPIS/2002,
tentang Pedoman Pelaksanaan Komunitas Adat Terpencii;
13. Keputusan Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial Nomor 21.A/PS /KPIS I 2002,
tentang Pola Kerja Pengembangan Sosial Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil
Secara Terpadu;
14. Peraturan Daerah Kabupaten Gorontalo Nomor 1 Tahun 2018 tentang
Penyelenggaraan Bantuan Hukum Untuk Masyarakat Miskin (Lembaran Daerah
Kabupaten Gorontalo Tahun 2018 Nomor 1, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten
Gorontalo Nomor 304);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN GORONTALO

dan

BUPATI GORONTALO

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PEMBERDAYAAN SOSIAL


KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DI KABUPATEN GORONTALO.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :

1. Daerah adalah Daerah Kabupaten Gorontalo;


2. Bupati adalah Bupati Kabupaten Gorontalo;
3. Pemerintah Daerah adalah Bupati sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah
yang memimpin pelaksanaan urusan Pemerintahan
4. Pemberdayaan KAT yang selanjutnya disingkat Pemberdayaan KAT adalah serangkaian
kebijakan strategi, program dan kegiatan yang diarahkan pada upaya pemberian
kewenangan dan kepercayaan kepada KAT setempat untuk menemukan masalah, dan
kebutuhan beserta upaya pemecahannya berdasarkan kekuatan dan kemampuannya
sendiri, sehingga tercipta peningkatan mutu hidup, terlindungi hak dasarnya serta
terpeliharanya budaya lokal;
5. Komunitas Adat Terpencil, yang selanjutnya disingkat KAT adalah kelompok orang asli
Kabupaten Gorontalo yang terdiri dari suku-suku terisolasi, terpencil dan terabaikan
yang bersifat lokal dan/atau terpencar serta kurang atau belum terlibat dalam jaringan
dan pelayan baik sosial, ekonomi budaya maupun politik.
6. Suku terisolasi adalah keadaan terpencilnya suku tertentu yang letaknya jauh dari suku
lain terutama karena terbatasnya sarana/prasarana transportasi dan komunikasi.
7. Suku terpencil adalah keadaan suku tertentu yang letaknya jauh, tersendiri dan sulit
dijangkau, umumnya berada di daerah dataran tinggi dan/atau pegunungan, dataran
rendah dan/atau rawa, serta daerah pedalaman dan/atau perbatasan.
8. Suku terabaikan adalah keberadaan suku tertentu yang karena kondisi keterpencilannya
mempengaruhi dan menghambat upaya pemerintah dan/ atau pemangku kepentingan lain
dalam memberikan dan memperluas akses dan pelayanan pembangunan secara efektif
dan efisien.
9. Supervisor adalah petugas yang melakukan supervlsl (pengawasan/pemantauan) untuk
menstimulir, mengkoordinir dan membimbing kegiatan agar lebih efektif dan produktif.
Petugas supervisor terdiri dari unsur pemerintah pusat yang didampingi oleh instansi
sosial dari pemerintah provinsi dan Kabupaten;
10. penyusunan perencanaan Program dan Kegiatan adalah proses perencanaan program dan
kegiatan pemberdayaan KAT berdasarkan hasil studi kelayakan;

BAB II

MAKSUD, TUJUAN DAN PRINSIP

Pasal 2

1) Pemberdayaan ini dimaksudkan untuk mempercepat pencapaian peningkatan pemenuhan


kebutuhan dasar dan taraf kesejahteraan sosial melalui serangkaian kegiatan
Pemberdayaan KAT khususnya bagi suku-suku terisolasi, terpencil dan terabaikan di
Kabupaten Gorontalo.
2) Pemberdayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk:
a)memenuhi kebutuhan dasar warga KAT meliputi pemenuhan kebutuhan sarana dan
prasarana infrastruktur sederhana, pendidikan, kesehatan, seni dan budaya; dan/atau
b)mewujudkan kesejahteraan sosial bagi warga KAT melalui proses pembelajaran sosial
dengan menghormati inisiatif dan kreativitas warga dalam memenuhi kebutuhan dan
hak-hak dasarnya.
3) Pemberdayaan sebagaiamana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan dengan prinsip :
a)perlindungan, keberpihakan dan penanganan terhadap orang asli dan adat istiadat,
tradisi, budaya, dan kepercayaan agama setempat;
b) perlindungan, keberpihakan dan penanganan terhadap perempuan dan anak;
c) prioritas;
d) transparan dan akuntabel;
e) otonom;
f) desentralisasi;
g) partisipasi;
h) pembelajaran bersama;
i) demokratis;
j) kolaborasi;
k) sederhana; dan
l) keberlanjutan.

BAB III

PENETAPAN DAN PEMBERDAYAAN

Bagian Kesatu

Penetapan

Pasal 3

Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten berkewajiban menetapkan suku-suku


terisolasi, terpencil dan terabaikan di Kabupaten Gorontalo sesuai dengan kriteria yang
diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 4

(1) Suku-suku terisolasi, terpencil dan terabaikan di Kabupaten yang akan mendapat
pemberdayaan ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

(2) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada hasil studi/kajian.

(3) Studi/kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan oleh Pemerintah
Kabupaten yang dapat bekerja sama dengan pihak lainnya.
Bagian Kedua

Penanganan

Pasal 6

Suku-suku terisolasi, terpencil dan terabaikan, yang telah ditetapkan oleh Gubernur dan/atau
Bupati berhak mendapatkan Pemberdayaan dalam rangka peningkatan kesejahteraannya yang
diselenggarakan oleh Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten

Pasal 7

(1) Pemberdayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 meliputi Pemberdayaan di


bidang:

a. Infrastruktur dasar;

b. pendidikan;

c. kesehatan;

d. perbaikan gizi;

e. sanitasi;

f. air bersih;

g. perbaikan perkampungan;

h. sandang, pangan dan papan; serta

i. program-program penanganan dan informasi pembangunan.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberdayaan sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati.

Pasal 8
(1) Pemerintah Provinsi dan/atau Kabupaten berkewajiban menyelenggarakan
Pemberdayaan terhadap suku-suku terisolasi, terpencil, dan terabaikan melalui
tahapan persiapan, pelaksanaan dan terminasi.

(2) Tahap persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi, kegiatan pemetaan
sosial, studi kelayakan, dan penyiapan kondisi masyarakat.

(3) Tahap pelaksanaan meliputi kegiatan penyuluhan, pelayanan, bimbingan dan bantuan
sosial secara komprehensif.

(4) Tahap terminasi merupakan tahap akhir dari keseluruhan proses penanganan suku
terisolasi, terpencil, dan terabaikan meliputi kegiatan evaluasi kesiapan lokasi
permukiman, penataan kembali permukiman, pendataan penduduk dan penyerahan
pembinaan lebih lanjut kepada Pemerintah Kabupaten.

Pasal 9

Penyelenggaraan Pemberdayaan dilaksanakan secara terpadu oleh Satuan Kerja Perangkat


Daerah (SKPD) sesuai bidang tugas masing-masing yang dikoordinasikan oleh Sekretaris
Daerah Provinsi dan Sekretaris Daerah Kabupaten.

Pasal 10

Penyelenggaraan Pemberdayaan dilaksanakan dengan mengutamakan peran dan fungsi


masyarakat setempat serta dengan memperhatikan sistem nilai, adat istiadat, budaya, tradisi,
kepercayaan dan agama yang dianut masyarakat setempat.

Pasal 11

(1) Pemerintah Provinsi dan/atau Pemerintah Kabupaten berkewajiban menyiapkan


petugas lapangan dalam rangka penanganan khusus KAT.

(2) Petugas lapangan merupakan fasilitator, yang berfungsi untuk menumbuhkan


partisipasi masyarakat setempat dalam pemberdayaan KAT.

(3) Pemberdayaan KAT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dilakukan oleh


Pemerintah Provinsi dan Kabupaten dapat melibatkan lembaga non pemerintah.
BAB IV

TANGGUNG JAWAB PEMBERDAYAAN KAT

Pasal 4

(1) Pemerintah Provinsi bertanggung jawab untuk :

a) melaksanakan hasil kajian, penelitian dan pengembangan kebijakan dibidang


Pemberdayaan KAT yang ditetapkan oleh Pemerintah;
b) melaksanakan persiapan Pemberdayaan KAT yang terdiri atas pemetaan sosial,
studi kelayakan, dan penyiapan kondisi masyarakat;
c) merekomendasikan penetapan lokasi Pemberdayaan KAT kepada
Kementerian/Lembaga terkait;
d) menyusun perencanaan pelaksanaan Pemberdayaan KAT;
e) melaksanakan Pemberdayaan KAT;
f) mensosialisasikan kebijakan Pemberdayaan KAT;
g) meningkatkan kapasitas individu melalui pelatihan kepada petugas pengelola
Pemberdayaan KAT
h) pemantapan bagi pendamping KAT;
i) melaksanakan penggalian dan pengembangan potensi KAT;
j) memfasilitasi perlindungan dan advokasi masalah-masalah KAT di Kabupaten;
k) melakukan koordinasi dengan Pemerintah Pusat dan penugasan kepada
dinas/instansi (SKPD) terkait, dunia usaha serta masyarakat;
l) melaksanakan supervisi, monitoring dan evaluasi di wilayah kerjanya dan
kabupaten;
m) melaksanakan penyuluhan, pemberian bimbingan teknis, bimbingan
pemantapan, dan bimbingan motivasi; dan/atau
n) menghimpun dan mengkompilasi data KAT dari pemerintah kabupaten.
(2) Pemerintah Kabupaten bertanggungjawab untuk :
a) melaksanakan hasil kajian, penelitian dan pengembangan kebijakan dibidang
Pemberdayaan KAT yang ditetapkan oleh Pemerintah;
b) melaksanakan persiapan Pemberdayaan KAT yang terdiri atas pemetaan sosial,
studi kelayakan, dan penyiapan kondisi masyarakat.
c) mengusulkan penetapan lokasi Pemberdayaan KAT kepada Kementerian/
Lembaga tertentu melalui Gubernur;
d) menyusun perencanaan pelaksanaan program Pemberdayaan KAT;
e) melaksanakan Pemberdayaan KAT;
f) mensosialisasikan kebijakan Pemberdayaan KAT kepada masyarakat;
g) mengusulkan calon pendamping KAT kepada Gubernur;
h) mengusulkan calon pengelola program kepada Gubernur untuk mengikuti
pemantapan Pemberdayaan KAT;
i) melaksanakan penggalian dan pengembangan potensi KAT;
j) melaksanakan perlindungan dan advokasi masalah-masalah KAT di Kabupaten
k) melakukan koordinasi dengan dinas/instansi (SKPD) terkait, dunia usaha dan
masyarakat;
l) melaksanakan supervisi, monitoring dan evaluasi di kabupaten.
m) melaksanakan penyuluhan, pemberian bimbingan teknis, bimbingan
pemantapan, dan bimbingan motivasi;
n) melaksanakan perlindungan dan advokasi bagi KAT;
o) melaksanakan koordinasi dengan Pemerintah, Provinsi dan penugasan kepada
dinas/instansi (SKPD)terkait;
p) melaksanakan fasilitasi peran serta masyarakat dan dunia usaha;
q) melaksanakan monitoring dan evaluasi; dan/atau
r) melaksanakan pendataan KAT di wilayahnya dalam jangka waktu tertentu

BAB VI

PEMANTAUAN DAN EVALUASI

BAGIAN KESATU

PEMANTAUAN

Pasal 5

(1) Untuk menjamin sinergi, kesinambungan, dan efektifitas pelaksanaan kebijakan,


program, dan kegiatan pelaksanaan Pemberdayaan KAT, pemerintah provinsi dan
pemerintah kabupaten melakukan pemantauan.

(2) Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dimaksudkan untuk mengetahui
perkembangan dan hambatan dalam pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan
pelaksanaan Pemberdayaan KAT.

(3) Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan secara berjenjang
melalui koordinasi dengan instansi/dinas yang menyelenggarakan urusan di bidang
sosial.

(4) Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan mulai dari perencanaan,
penganggaran sampai dengan pelaksanaan kebijakan, program, serta kegiatan
pelaksanaan Pemberdayaan KAT untuk tahun berjalan.

Bagian Kedua

Evaluasi

Pasal 14
(1) Evaluasi pelaksanaan Pemberdayaan KAT dilakukan pada akhir tahun anggaran oleh
pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten melalui instansi/dinas yang
menyelenggarakan urusan di bidang sosial.

(2) Hasil evaluasi pelaksanaan penanganan KAT digunakan sebagai bahan masukan bagi
penyusunan kebijakan, program, serta kegiatan untuk tahun berikutnya.

(3) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB VI

PELAPORAN

Pasal 15

(1) Bupati berkewajiban menyampaikan laporan pelaksanaan Pemberdayaan KAT kepada


Gubernur.

(2) Gubernur berkewajiban menyampaikan laporan pelaksanaan Pemberdayaan KAT


kepada Kementerian terkait yang membidangi urusan sosial dan urusan pemerintahan.
(3) Laporan pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan
setiap akhir tahun anggaran.

(4) Bentuk dan tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB VII

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 16

(1) Gubernur/Bupati berkewajiban melaksanakan pembinaan dan Pengawasan atas


penyelenggaraan Pemberdayaan terhadap KAT.

(2) Masyarakat dapat melakukan pengawasan atas penyelenggaraan Pemberdayaan


terhadap KAT sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 17
Gubernur melakukan pembinaan terhadap KAT sampai dengan tahap terminasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4), selanjutnya diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten.

BAB VIII

PEMBIAYAAN

Pasal 18

(1) Pembiayaan untuk penetapan, penanganan, pembinaan dan pengawasan dalam rangka
penanganan khusus bagi KAT menjadi tanggung jawab Pemerintah
Provinsi/Pemerintah Kabupaten.

(2) Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berasal dari APBD
Provinsi/Kabupaten dan/atau sumber pendanaan lain yang sah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 19

Setelah tahap terminasi dan pembinaan dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 pembiayaan sepenuhnya menjadi tanggung jawab
Pemerintah Kabupaten.

BAB IX

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 20

Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bupati ini dengan penempatannya
dalam Berita Daerah Kabupaten Gorontalo.
Ditetapkan di Limboto

pada tanggal ................

BUPATI GORONTALO

NELSON POMALINGO

Diundangkan di Limboto

Pada tanggal ....

SEKERTARIS DAERAH KABUPATEN GORONTALO

HADIJAH U.TAYEB

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GORONTALO TAHUN... NOREG PERATURAN


DAERAH KABUPATEN GORONTALO

Anda mungkin juga menyukai