Disusun dan dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Praktek Perancang Undang-
Undang yang diampuh oleh:
DISUSUN
OLEH:
KELOMPOK 6
2021
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Alhamdulillahi rabbil‘alamin, dengan segala kerendahan hati, penulis panjatkan puji dan
syukur kehadirat Allah SWT, karena atas izin, rahmat serta hidayahNya, penulisan Dapat
menyelesaikan Naskah Akademik berjudul “PEMBERDAYAAN SOSIAL KOMUNITAS
ADAT TERPENCIL KABUPATEN GORONTALO”.
Penulisan Pnaskah Akademik ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat
pemenuhan tugas mata kuliah praktek undang-undang. Naskah Akademik ini disusun
berdasarkan hasil pengamatan. Dalam penyajian ini penulis menyadari masih belum
mendekati kesempurnaan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan koreksi dan saran
yang sifatnya membangun sebagai bahan masukan yang bermanfaat demi perbaikan dan
peningkatan diri dalam bidang ilmu pengetahuan.
Segala sesuatu yang salah datangnya hanya dari manusia dan seluruh hal yang benar
datangnya hanya dari agama berkat adanya nikmat iman dari Tuhan YME, meski begitu
tentu tugas ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu segala saran dan kritik yang
membangun dari semua pihak sangat kami harapkan demi perbaikan pada tugas selanjutnya.
Harapan kami semoga tugas ini bermanfaat khususnya bagi kami dan bagi pembaca lain
pada umumnya.
Akhir kata semoga Naskah Akademik ini dapat dimanfaatkan dan dapat memberikan
sumbangsih pemikiran untuk perkembangan pengetahuan bagi penulis maupun bagi pihak
yang berkepentingan.
Wasalamu’alaikum Wr.Wb.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semangat otonom daerah telah memberikan peluang bagi setiap daerah untuk
mempercepat proses pembangunan wilayah guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat
secara utuh, sebagaimana teramanahkan dalam Pembukaan UU Dasar 1945 dan UU Nomor
32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Selanjutnya, guna mempercepat terwujudnya
tujuan tersebut, salah satu langkah strategis yang ditempuh adalah melakukan upaya
pemekaran daerah (wilayah). Hal ini didasarkan pada alasan strategis, yaitu: (1)
memperpendek rentang kendali pelayanan kepada masyarakat, (2) mengoptimalkan potensi
sumberdaya daerah yang dimiliki, dan (3) adanya peraturan pemerintah yang mengatur
tentang upaya tersebut, sebagaimana tertera pada PP Nomor 78 tahun 2007 tentQang Tata
Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah.
Komunitas adat terpencil (KAT) merupakan salah satu komunitas penyandang
permasalahan sosial, dan hidup dalam berbagai keterbatasan, seperti pemenuhan kebutuhan
dasar, aksesibilitas terhadap informasi, pendidikan rendah dan pelaksanaan peran sosialnya.
Kondisi demikian menyebabkan mereka hidup dalam lingkungan kesengsaraan secara terus
menerus dari generasi ke generasi. Permasalahan KAT merupakan fenomena yang menjadi
ukuran ada tidaknya kemajuan sosial (social progress) dari proses pembangunan nasional.
Masalah kemiskinan memang menjadi salah satu persoalan yang dihadapi oleh
masyarakat, masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan, tetapi miskin dalam
bentuk minimnya kemudahan atau materi artinya sulitnya mendapatkan uang untuk hidup
sehari-hari karena faktor keterbatasan ruang pekerjaan, kesempatan pekerjaan serta
pendidikan. Dari ukuran kehidupan modern pada masa kini mereka tidak menikmati
fasilitas pendidikan, pelayanan kesehatan, dan kemudahan-kemudahan lainnya yang
tersedia pada jaman modern.
1
Edi Winarto, kepala sub bagian perencanan, Wawancara,Limboto,26
maret 2021
Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 186 Tahun 2014 tentang
Pemberdayaan Sosial Terhadap Komunitas Adat Terpencil untuk penanggulangan
kemiskinan ditawarkan program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (untuk
selanjutnya disingkat PKAT). Program PKAT merupakan komitmen pemerintah meliputi
pembangunan sarana jalan, sekolah, pemukiman, dan pengembangan sumber daya manusia
dalam mempercepat proses pembangunan pada mereka yang masih belum tersentuh proses
pembangunan. Umumnya mereka berada pada daerah-daerah yang sulit dijangkau dimana
jalan menuju desa hanya dapat ditempuh dengan kenderaan roda dua dan berjalankaki,
sedangkan untuk KAT pada daerah Kabupaten Gorontalo memiliki akses untuuk kenderaan
dan pejalan kaki. Program PKAT merupakan komitmen pemerintah dalam mempercepat
proses pembangunan pada mereka yang masih belum tersentuh proses pem bangunan
nasional yang umumnya berada pada daerah-daerah yang sulit dijangkau. Menurut
Departemen Sosial permasalahan KAT sesungguhnya berawal pada satu persoalan karena
kondisi keterasingan sehingga komunitas mengalami hambatan untuk berkembang dan
memenuhi kebu tuhan-kebutuhannya.
Dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas, beberapa masalah yang dapat
diidentifikasi adalah sebagai berikut :
D. Metode Penelitian
Penyusunan naskah akademik ini menggunakan salah satu metode yang sesuai dengan
Lampiran I Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan, yaitu metode yuridis normatif. Metode yuridis normatif merupakan
metode penelitian dengan studi pustaka untuk menelaah data-data sekunder peraturan
perundang-undangan, hasil penelitian, atau dapat juga dengan menelaah data-data hasil
kajian lainnya. Telaah peraturan perundang-undangan meliputi
Adapun data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder hasil
pengumpulan data yang dilakukan melalui studi kepustakaan, konsultasi
publik/mengundang pakar, dan penelitian lapangan. Studi kepustakaan sebagai salah satu
pendekatan dalam pengumpulan bahan, data dan informasi yang berkaitan dengan
programprogram penanggulangan kemiskinan. Materi studi pustaka berupa kajian dan
review terhadap buku-buku, majalah, surat kabar, website, serta data lain tentang peraturan
perundangundangan, dokumen negara, hasil penelitian, makalah seminar, berita media, dan
data lainnya yang terkait dengan pedoman penanggulangan kemiskinan. Pengumpulan dan
penelitian lapangan (fact finding ) yang dilakukan dengan menghimpun pendapat dan
persepsi dari berbagai instansi terkait, serta para praktisi yang terkait penanggulangan
kemiskinan.Pada pengumpulan data mengenai penanggulangan kemiskinanini informasi
dan pendapat didapatkan dari para narasumber, baik dari Pemerintah Daerah di tingkat
provinsi maupun kabupaten, serta instansiinstansi terkait seperti BPS, Biro Kesra, Dinas
Sosial, Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD), serta tokoh-tokoh
masyarakat. Selain itu juga dilakukan diskusi dengan pakar, narasumber, dan praktisi yang
bergerak dibidang penanggulangan kemiskinan. Tim juga melakukan review terhadap
bahan-bahan tertulis, juga melalui pengumpulan bahan informasi dengan cara
brainstorming, kompilasi pendapat dan pemikiran dari pakar dan para ahli yang memiliki
kompetensi dalam masalah penanggulangan kemiskinan.
BAB II
A. Kajian teoritis
1. Pemberdayaan Sosial komunitas adat terpencil
Pemberdayaan sosial komunitas adat terpencil adalah ketetapan pemerintah yang memberi
petunjuk cara-cara bertindak, diimplementasikan dalam bentuk program dan kegiatan yang
ditunjukkan agar komunitas adat terpencil mempunyai daya, sehingga mampu memenuhi
kebutuhan dasarnya.
Pemberdayaan Sosial adalah semua upaya yang diarahkan untuk menjadikan warga
negara yang mengalami masalah sosial mempunyai daya, sehingga mampu memenuhi
kebutuhan dasarnya. Pemberdayaan (power) merupakan konsep yang pada awalnya
dikembangkan di dunia politik. Kemudian berkembang dan mewarnai di hampir semua
bidang sosial dan intervensi pekerjaan sosial. ketika suatu kebijakan dan program dirancang
untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan maka pemberdayaan masyarakat, dipilih
dan digunakan sebagai metode pendekatan atau strategi. Konsep pemberdayaan memang
memungkinkan untuk digunakan dalam intervensi komunitas, dengan cara konsep tersebut
dipahami dengan tepat oleh pelaku perubahan atau pemberdayaan, yang menempatkan
masyarakat sebagai subjek perubahan.
Menurut Kartasmita(1997), pemberdayaan merupakan konsep yang mencerminkan
paradigma baru pembangunan, yakni bersifat “people-centered, participatory,empowering,
andsustainable”.konsep ini lebih luas dari hanya semata-mata memenuhi kebutuhan dasar
(basicneeds) atau menyediakan mekanisme untuk mencegah proses pemiskinan lebih lanjut
(safetymeet), masa lalu lebih lanjut dikemukakan oleh Friedman (Kartasasmita, 1997),
bahwa konsep pemberdayaan ini berkembang dari upaya banyak ahli dan praktisi untuk
mencari apa yang antara lain oleh disebut alternatif development, yang menghendaki
“inclusivedemocracy,appropriateeconomicgrowth, gender
egualityandintergenerationalequity”.
Dimensi pemberdayaan
Kemudian, dikemukakan oleh Ide dan Tesoriero (2008), ada 6 (enam) dimensi dalam
pemberdayaan dan pengembangan masyarakat, yaitu:
1. Dimensi sosial.
2. Dimensi ekonomi.
3. Dimensi politik.
4. Dimensi budaya.
5. Dimensi lingkungan.
6. Dimensi personal/spiritual.
Komunitas adat terpencil adalah sekumpulan orang dalam jumlah tertentu yang terikat
oleh kesatuan geografis, ekonomi, dan atau sosial budaya, dan miskin, terpencil, dan atau
rentang sosial-ekonomi. Sebagian warga negara Indonesia yang menjalani kehidupan di
wilayah terpencil dan cara-cara hidupnya sangat tradisional dibandingkan dengan
masyarakat pada umumnya dikenal dengan komunitas adat terpencil atau katitik sementara
itu, di dalam dokumen perundang-undangan seperti undang-undang dasar 1945 undang-
undang nomor 39 tahun 1999 tentang HAM, undang-undang nomor 41 tentang kehutanan
dan undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang lingkungan hidup, digunakan
terminologi masyarakat hukum adat (MHA).
Selanjutnya, khusus mengenai komunitas adat terpencil terdapat KAT definisi pada
peraturan pemerintah Nomor 39 tahun 2012 tentang penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
Pada pasal 23 ayat 1 disebutkan bahwa kat yang terdiri dari sekumpulan orang dalam
jumlah tertentu yang (a) terikat oleh kesatuan geografis, ekonomi, dan/atau sosial-budaya:
dan (b) miskin, terpencil, dan/atau rentah sosial-ekonomi. Kemudian, di dalam keputusan
presiden (kepres) Nomor 11 tahun 1999 tentang pembinaan kesejahteraan sosial komunitas
adat terpencil. Pada Keppres tersebut didefinisikan sebagai “kelompok sosial budaya yang
bersifat lokal dan terpencar serta kurang atau belum terlibat dalam jaringan dan pelayanan
baik sosial ekonomi maupun politik.
C. Praktik Empiris
Adapun Data lokasi dan jumlah Komunitas Adat Terpencil Kabupaten Gorontalo yaitu:
Rencana
Kecamatan Desa Lokasi pemberdayaan
Kk Jiwa
1. Mootilango 1. Talumopatu 1. Padengo 75 294
2. Tolanggohula 2. Himalaya 2. Bulangita 97 492
3. Polohungo 3. Limbato 56 205
4. Lomuli 74 288
3. Bongomeme 4. Liyato 5. Tohiti 48 159
5. Kayu mera 6. Botudidingga 98 604
4. Bilato 6. Bumela 7. Bolangga 51 149
5. Asparaga 7. Bululi 8. Bukit Indah 98 434
6. Pulubala 8. Toyidito 9. Pangi 34 115
631 2.740
Berdasarkan data pada Dinas Sosial Kabupaten Gorontalo tahun 2017 jumlah
komunitas adat terpencil (KAT) di Kabupaten Gorontalo mencapai 631 KK (Kepala
Keluarga) atau 2740 jiwa.
Pada tahun 2014 di bentuk KAT pertama kali yaitu di kecamatan Asparaga Desa Bulu
Adapun pada saat Program yang telah di lakukan untuk memberdayakan masyarakat KAT
adalah Program Pemberdayaan masyarakat dimana program ini dilakukan untuk menurunkan
angka kemiskina adapun nama kegiatannya yaitu kegiatan peningkatan kemampuan dan
keterampilan masyarakat dengan memberikan pengetahuan tentang sosial pembinaan melatih
keterampilan masyarakat agar menghasilkan produk untuk peningkatan ekonomi mereka
seperti membuat kerajinan tangan, cara pengelolahan laha cara untuk bertani dan
disediakan perumahan yang layak.
Program KAT tersebut ujar Bapak Edi Winarto sudah evektivitas telah sesuai dengan
landasan hukum karna dasar dalam membuat program-program tersebut karena ada landasan
hukumnya.
D. Kajian Terhadap Implikasi Penerapan Sistem Baru Yang Akan Diatur Dalam
Peraturan Daerah Terhadap Kehidupan Masyarakat Dan Dampaknya
Terhadap Aspek Beban Keuangan Negara
Penerapan sistem baru yang akan diatur dalam peraturan daerah tentang
pemberdayaan komunitas adat terpencil berimplikasi pada :
1. Kehidupan Masyarakat
Peningkatan kesadaran masyarakat melalui penggerakkan masyarakat sehingga
masyarakat mempunyai peluang yang sebesar-besarnya untuk terlibat aktif dalam
proses pembangunan dan pengembangan daerah.
Pengembangan/pengorganisasian masyarakat (community organization) dalam
pemberdayaan dengan mengupayakan peran organisasi masyarakat lokal makin
berfungsi dalam pembangunan daerah dan penanganan kemiskinan di daerahnya.
Meningkatan upaya advokasi yang mendukung masyarakat memperjuangkan
kepentingannya melalui pemberdayaan masyarakat adat terpencil.
Penggalangan kemitraan dan partisipasi lintas sektor terkait, swasta, dunia usaha
dan pemangku kepentingan dalam pengembangan dan pembinaan pemberdayaan
masyarakat daerah terpencil atau KAT.
Peningkatan pemanfaatan potensi dan sumber daya berbasis kearifan lokal baik
dana dan tenaga serta budaya.
Dan menurut Kepala Sub Bagian Perencanaan Dinas Sosial Kab. Gorontalo, apabila
terdapat kelebihan dana untuk penunjangan KAT, maka akan berhasil pula pemberdayaan
KAT untuk kesejahteraan masyarakat daerah terpencil bersama
BAB III
Dalam membentuk Peraturan Daerah perlu dilakukan evaluasi dan analisis terhadap
beberapa peraturan perundang-undangan yang terkait, baik secara vertikal maupun secara
horizontal, sehingga dapat menggambarkan kondisi hukum yang ada serta menghindari
terjadinya tumpang tindih pengaturan.
Beberapa peraturan perundang-undangan yang perlu dievaluasi dan dianalisis terkait
dengan pembentukan Peraturan Daerah tentang Pemberdayaan sosial komunitas adat
terpencil Kab. Gorontalo yaitu :
Pasal 6
Ayat 1: Bantuan Hukum diselenggarakan untuk membantu menyelesaikan permasalahan
hukum yang dihadapi Penerima Bantuan Hukum
Ayat 2: Pemberian bantuan Hukum diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah melalui
bagian hukum dan dilaksanakan oleh Pemberi bantuan Hukum yang telah
memenuhi persyaratan: a) berbadan hukum, b) terakreditasi, c) memiliki kantor
atau sekretariat yang tetap, d) memiliki pengurus dan, e) memiliki program
bantuan hukum
BAB IV
A. Landasan Filosofis
Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menegaskan bahwa salah satu tujuan Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia
ialah untuk memajukan kesejahteraan umum. oleh sebab itu, bumi dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat sebagaimana tercantum dalam Pasal 33 ayat (3). di samping itu, negara
bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas umum yang layak yang harus diatur dengan
undang-undang sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 34 ayat (3) serta ayat (4).
Tujuan bernegara Indonesia ialah melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah
darah Indonesia serta memajukan kesejahteraan umum, sebagaimana tertuang dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI
Tahun 1945), yaitu “.... Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan
ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial...”. Rumusan tujuan negara yang tercantum dalam alinea keempat Pembukaan
UUD NRI Tahun 1945 tersebut, terdapat frasa “melindungi segenap bangsa dan seluruh
tumpah darah” serta “memajukan kesejahteraan umum”, sehingga dapat dikatakan Indonesia
menganut paham negara kesejahteraan (welfarestate) 53 dan tidak menjadi negara penjaga
malam (nachtwachtersstaat). Sebagai negara welfarestate, maka negara bertangungjawab atas
kesejahteraan rakyatnya54 dan negara secara aktif ikut campur urusan kemasyarakatan baik
di bidang ekonomi maupun politik.
Landasan filosofis pembentukan Peraturan Daerah di Indonesia waktu ini merujuk
pada recht idee yang tercantum dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945. Inti landasan filosofis artinya bila landasan peraturan yang digunakan mempunyai nilai
bijaksana yakni mempunyai nilai benar (logis), baik serta adil. Menemukan filosofis berarti
melakukan pengkajian secara mendalam untuk mencari dan menemukan hakekat sesuatu
yang sesuai dan memakainya dengan logika, akal sehat. menurut sistem demokrasi terbaru,
kebijakan bukanlah berupa cetusan pikiran atau pendapat dari pejabat negara atau
pemerintahan yang mewakili warga, tapi juga opini publik (suara masyarakat) yang
mempunyai porsi sama besarnya untuk mencerminkan (terwujudnya) pada kebijakan-
kebijakan public.
Dasar filosofis yang pertama dari Rancangan perda Kabupaten Gorontalo perihal
Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil ini artinya pada pandangan hidup Bangsa
Indonesia yang sudah dirumuskan pada rancangan Pancasila dalam pembukaan Undang-
Undang Negara Republik Indonesia tahun 1945. Nilai-nilai Pancasila ini dijabarkan dalam
aturan yang bisa menerangkan nila-nilai keadilan, ketertiban serta kesejahteraan. Rumus
Pancasila ini yang merupakan dasar hidup Negara Indonesia dituangkan pada pembukaan
Undang-Undang Republik Indonesia. Ditekankan pada dasar Negara Indonesia, bahwa
Indonesia merupakan Negara aturan (rechstaat) bukan berdasarkan kekuasaan (machstaat). Di
Indonesia, dasar-dasar filosofi yang dimaksud itulah yang biasa diklaim sebagai Pancasila
yang berarti 5 sila atau 5 prinsip dasar untuk mencapai atau mewujudkan empat tujuan
bernegara. Pancasila merupakan filosofi sche graondslag serta common platsforms, Pancasila
ialah dasar Negara sebagai akibatnya kedudukan Pancasila dalam tata hukum nasional.
B. Landasan Sosiologis
Dalam mengkaji Pemberdayaan Komunitas adat Terpenncil dapat dilakukan dengan
menggunakan teori atau perspektif sosiologi. Perspektif atau teori sosiologi yang
dipergunakan dalam menganalisis penelitian ini berdasar pada teori fungsional-struktural.
Teori fungsional-struktural artinya teori sosiologi yang berdasar pada unsur-unsur sosiologi
serta budaya yang saling berafiliasi secara fungsional serta menekankan tanda-tanda sosial
budaya di struktur yang mencakup perangkat atau aturan-aturan.
Teori fungsional-struktural mengamati bentuk struktur serta fungsi pada suatu warga
sehingga dapat melihat bagaimana suatu rakyat itu berubah atau mapan melalui setiap
unsurnya yang saling berkaitan, serta dinamik untuk memenuhi kebutuhan individu. Teori
fungsional-struktural melakukan analisis dengan melihat rakyat menjadi suatu sistem dari
hubungan antar manusia serta aneka macam institusinya, dan segala sesuatunya disepakati
secara mufakat, termasuk pada hal nilai dan adat. Teori fungsional-struktural menekankan
padaharmoni, konsistensi, serta keseimbangan dalam masyarakat.Pendekatan sosiologis
digunakan untuk mengetahui kondisi warga dan memahami gerombolan sosial khususnya
berbagai macam gejala kehidupan warga pada kawasan terpencil. Pemberdayaan Komunitas
adat Terpencil adalah fenomena kemasyarakatan yang menyangkut manusia, rakyat,
kelompok, organisasi, kebudayaan, serta sebagainya yang merupakan obyek kajian sosiologi.
Pemberdayaan Komunitas adat Terpencil dapat dikatakan menjadi penunjang
keberhasilan ekonomi warga pada umumnya serta masyarakat daerah Kabupaten Gorontalo
khususnya. Bila di dalam pemberdayaan rakyat miskin dengan melakukan pembangunan
dapat menjadi alat untuk mencapai tujuan pada ekonomi. dalam pemberdayaan KAT di
Kabupaten Gorontalo yaitu memiliki perda yang spesifik, Undang-Undang nomor 1 Tahun
2018 tentang penyelenggaraan bantuan hukum untuk masyarakat miskin. Selain itu pada
Kabupaten Gorontalo mempunyai “Organisasi Potensial”, yang dimana adalah sebagai
organisasi yang mampu diajak dalam membantu pemberdayaan KAT. model organisasi
potensial yaitu yang pertama, PKK (Pemberdayaan Kesejahteraan keluarga) pada 10 program
PKK salah satunya terdapat untuk menciptakan suatu pemberdayaan masyarakat. kedua,
organisasi Pramuka, dalam pramuka ada program Saka Bakti Husada. Ketiga, organisasi
Karang Taruna. Keempat, organisasi PMI.
Masalah penganggaran merupakan salah satu faktor penghambat dalam
Pemberdayaan KAT. Karena terdapat kelebihan dana untuk penunjangan KAT, maka akan
berhasil pula pemberdayaan KAT untuk kesejahteraan masyarakat daerah terpencil di
Kabupaten Gorontalo seperti Diketahui bahwa saat ini yang menjadi masalah penganggaran
adalah dikarenakan adanya Covid 19 sehingga tidak ada kegiatan untuk mengintrfensi KAT.
Anggaran pemerintah sangat terbatas bahkan anggaran APD pun di pangkas dari berbagai
sektor untuk penanganan Covid-19
C. Landasan Yuridis
Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945 telah mengamanatkan bahwa negara
mempunyai tanggung jawab untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan memajukan
kesejahteraan umum. Amanat tersebut kemudian dituangkan lebih lanjut melalui berbagai
peraturan perundangan khususnya Peraturan presiden nomor 186 tahun 2014 tentang
Pemberdayaan Sosial Terhadap Komunitas Adat Terpencil (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 nomor 390). Pemberdayaan KAT merupakan bagian dari upaya untuk
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia serta merupakan upaya
menuju terwujudnya kesejahteraan sosial.
Selama ini pengaturan mengenai pemenuhan kebutuhan dasar bagi Komunitas Adat
Terpencil masih tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan, sehingga diperlukan
pengaturan penanganan KAT yang terintegrasi dan terkoordinasi hingga kemudian muncul
Peraturan presiden nomor 186 tahun 2014 tentang Pemberdayaan Sosial Terhadap Komunitas
Adat Terpencil.
Berdasarkan hal di atas, dapat diuraikan bahwa pertama, masalah kemiskinan menjadi
perhatian yang cukup serius untuk ditanggulangi dalam Komunitas Adat Terpencil. Baik
pemerintah pusat maupun daerah bertanggungjawab melalui kewenangannya masing-masing
untuk menanggulangi kemiskinan. Kedua peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah
telah dirinci dalam melakukan penanggulangan kemiskinan bahkan pembangunan daerah
tersebut. Adapun pemerintah daerah Kabupaten berwenang menetapkan kebijakan, strategi,
dan program tingkat Kabupaten dalam bentuk rencana penanganan fakir miskin di daerah
terpencil dengan berpedoman pada kebijakan, strategi, dan program nasional.
Ketiga, selain ketentuan di dalam dua regulasi di atas, beberapa landasan hukum yang
dapat dijadikan penambahan pijakan selain PERDA yang ada oleh pemda Kabupaten
Gorontalo dalam melakukan penanggulangan kemiskinan di daerah KAT adalah sebagai
berikut:
g. Penghargaan;
Pembahasan pada ruang lingkup terdiri dari tiga bagian, yaitu ruang lingkup wilayah
ruang lingkup pembahasan, danruang lingkup substansi. Ruang lingkup wilayah mencakup
batas wilayah studi yang berupa batas administratif. Sedangkan ruang lingkup pembahasan
merupakan batasan pembahasan studi, dan lingkup substansi merupakan batasan pembahasan
substansi yang akan digunakan dalam studi penelitian. Lingkup substansi yang akan
digunakan dalam penelitian naskah akademik nantinya mencakup hal-hal yang berkaitan
dengan perumusan konsep pengembangan kawasan wisata didasarkan atas daya dukung
lingkungannya.
Materi dalam Ketentuan Umum Dalam ketentuan umum ini, dimuat tentang pengertian
dan istilah-istilah umum yang dimuat di dalam dan rancangan Peraturan Daerah, yaitu yang
di maksud dengan beberapa hal antara lain:
Mutu Sosial mencakup semua sarana pelayanan sosial baik langsung maupun tidak
langsung yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta, mencakup : Dinas sosial
Kabupaten Gorontalo, lembaga pendidikan, lembaga ekonomi, Lembaga keluarga dan
lembaga agama.
b. potensi kewilayahan;
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Suradi, (2006), Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil. Filosofi, Konsep dan Strategi,
Jakarta: P3KS Press.
Peraturan Perundang-undangan:
Internet
LAMPIRAN :
BUPATI GORONTALO
PROVINSI GORONTALO
NOMOR.....TAHUN....
TENTANG
Menimbang :
a) bahwa untuk penanganan dan pembinaan suku-suku yang terisolasi, terpencil dan
terabaikan di Kabupaten Gorontalo perlu dilakukan upaya-upaya pembinaan dan
pemberdayaan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi, maupun
Pemerintah Daerah Kabupaten Gorontalo sehingga diperlukan pengaturan mengenai
Pemberdayaan Sosial terhadap Komunitas Adat terpencil di Kabupaten Gorontalo;
b) bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu
membentuk Peraturan Daerah tentang Pemberdayaan Sosial Komunitas Adat
terpencil di Kabupaten Gorontalo
Mengingat :
dan
BUPATI GORONTALO
MEMUTUSKAN :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
BAB II
Pasal 2
BAB III
Bagian Kesatu
Penetapan
Pasal 3
Pasal 4
(1) Suku-suku terisolasi, terpencil dan terabaikan di Kabupaten yang akan mendapat
pemberdayaan ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
(2) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada hasil studi/kajian.
(3) Studi/kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan oleh Pemerintah
Kabupaten yang dapat bekerja sama dengan pihak lainnya.
Bagian Kedua
Penanganan
Pasal 6
Suku-suku terisolasi, terpencil dan terabaikan, yang telah ditetapkan oleh Gubernur dan/atau
Bupati berhak mendapatkan Pemberdayaan dalam rangka peningkatan kesejahteraannya yang
diselenggarakan oleh Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten
Pasal 7
a. Infrastruktur dasar;
b. pendidikan;
c. kesehatan;
d. perbaikan gizi;
e. sanitasi;
f. air bersih;
g. perbaikan perkampungan;
Pasal 8
(1) Pemerintah Provinsi dan/atau Kabupaten berkewajiban menyelenggarakan
Pemberdayaan terhadap suku-suku terisolasi, terpencil, dan terabaikan melalui
tahapan persiapan, pelaksanaan dan terminasi.
(2) Tahap persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi, kegiatan pemetaan
sosial, studi kelayakan, dan penyiapan kondisi masyarakat.
(3) Tahap pelaksanaan meliputi kegiatan penyuluhan, pelayanan, bimbingan dan bantuan
sosial secara komprehensif.
(4) Tahap terminasi merupakan tahap akhir dari keseluruhan proses penanganan suku
terisolasi, terpencil, dan terabaikan meliputi kegiatan evaluasi kesiapan lokasi
permukiman, penataan kembali permukiman, pendataan penduduk dan penyerahan
pembinaan lebih lanjut kepada Pemerintah Kabupaten.
Pasal 9
Pasal 10
Pasal 11
Pasal 4
BAB VI
BAGIAN KESATU
PEMANTAUAN
Pasal 5
(2) Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dimaksudkan untuk mengetahui
perkembangan dan hambatan dalam pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan
pelaksanaan Pemberdayaan KAT.
(3) Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan secara berjenjang
melalui koordinasi dengan instansi/dinas yang menyelenggarakan urusan di bidang
sosial.
(4) Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan mulai dari perencanaan,
penganggaran sampai dengan pelaksanaan kebijakan, program, serta kegiatan
pelaksanaan Pemberdayaan KAT untuk tahun berjalan.
Bagian Kedua
Evaluasi
Pasal 14
(1) Evaluasi pelaksanaan Pemberdayaan KAT dilakukan pada akhir tahun anggaran oleh
pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten melalui instansi/dinas yang
menyelenggarakan urusan di bidang sosial.
(2) Hasil evaluasi pelaksanaan penanganan KAT digunakan sebagai bahan masukan bagi
penyusunan kebijakan, program, serta kegiatan untuk tahun berikutnya.
(3) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VI
PELAPORAN
Pasal 15
(4) Bentuk dan tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VII
Pasal 16
Pasal 17
Gubernur melakukan pembinaan terhadap KAT sampai dengan tahap terminasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4), selanjutnya diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten.
BAB VIII
PEMBIAYAAN
Pasal 18
(1) Pembiayaan untuk penetapan, penanganan, pembinaan dan pengawasan dalam rangka
penanganan khusus bagi KAT menjadi tanggung jawab Pemerintah
Provinsi/Pemerintah Kabupaten.
(2) Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berasal dari APBD
Provinsi/Kabupaten dan/atau sumber pendanaan lain yang sah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 19
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 20
Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bupati ini dengan penempatannya
dalam Berita Daerah Kabupaten Gorontalo.
Ditetapkan di Limboto
BUPATI GORONTALO
NELSON POMALINGO
Diundangkan di Limboto
HADIJAH U.TAYEB