Anda di halaman 1dari 8

Praktek Peradilan

Pidana
PROSES PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN

Kelompok V :
Putri Alya Zalsabila Hasan

Nur Fadhliyah Daud


Fauziah S. Tuna

Mohammad Afandy Hermansyah


• Pemanggilan Para Pihak
Pemanggilan terdakwa dalam persidangan memiliki keterkaitan dengan pentingnya
kehadiran terdakwa untuk proses pemeriksaan perkara. Sebelumnya, pemanggilan
terdakwa secara sah untuk hadir di persidangan dapat kita lihat pengaturannya dalam Pasal
145 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”):
1) Pemberitahuan untuk datang ke sidang pengadilan dilakukan secara sah, apabila
disampaikan dengan surat panggilan kepada terdakwa di alamat tempat tinggalnya atau
apabila tempat tinggalnya tidak diketahui, disampaikan di tempat kediaman terakhir;
2)Apabila terdakwa tidak ada di tempat tinggalnya atau di tempat kediaman terakhir, surat
panggilan disampaikan melalui kepala desa yang berdaerah hukum tempat tinggal terdakwa
atau tempat kediaman terakhir;
3)Dalam hal terdakwa ada dalam tahanan surat panggilan disampaikan kepadanya melalui
pejabat rumah tahanan negara;
4)Penerimaan surat panggilan oleh terdakwa sendiri ataupun oleh orang lain atau melalui
orang lain, dilakukan dengan tanda penerimaan;
5)Apabila tempat
Adapun pihak tinggal
yang maupun
berwenang tempat
untuk kediaman
melakukan terakhir tidak
pemanggilan dikenal,
adalah suratumum.
penuntut panggilan
Hal
ditempelkan
ini dapatpada tempat pengumuman di gedung pengadilan yang berwenang mengadili
perkaranya.
dilihat pengaturannya dalam Pasal 146 ayat (1) KUHAP:
Penuntut umum menyampaikan surat panggilan kepada terdakwa yang memuat
tanggal, hari, serta jam sidang dan untuk perkara apa ia dipanggil yang harus
sudah diterima oleh yang bersangkutan selambat- lambatnya tiga hari sebelum
sidang dimulai.
M. Yahya Harahap dalam bukunya berjudul Pembahasan Permasalahan dan
Penerapan KUHAP (hal. 111) mengatakan bahwa hukum tidak membenarkan proses
peradilan in absentia dalam acara pemeriksaan biasa dan pemeriksaan acara singkat.
Tanpa hadirnya terdakwa dalam persidangan, pemeriksaan perkara tidak dapat
dilakukan. Itu sebabnya Pasal 154 KUHAP mengatur bagaimana cara menghadirkan
terdakwa dalam persidangan. Tata cara tersebut memperlihatkan tanpa hadirnya
terdakwa dalam persidangan, pemeriksaan perkara tidak dapat dilakukan. Tata cara
• Acara Pemeriksaan
Biasa
Dalam Undang-Undang No 1 tahun 1981 tentang KUHAP, dikenal tiga macam bentuk pemeriksaan sidang pengadilan yakni
sebagai berikut:
1)Pemeriksaan perkara biasa;
2)Pemeriksaan singkat;
3)Pemeriksaan cepat.
KUHAP sendiri tidak mengatur secara detail atau memberikan batasan tentang perkara-perkara yang termasuk
dalam
Adapunproses
prosespemeriksaan
atau tahapanbiasa.
dalamPada dasarnya
acara acara pemeriksaan
pemeriksaan biasa diatur dalam Pasal152 sampai dengan Pasal 182
biasa di peradilanpidanayaknisebagai
KUHAP.
berikut:
1)Ketika Jaksa Penuntut Umum (JPU) selesai menerima yang kemudian memeriksa dan mempelajari Berita Acara
Pemeriksaan (BAP) yang diterima dari penyidik kepolisian dan menilai BAP tersebut sudah lengkap dan sempurna, maka
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyampaikan balasan surat untuk memberitahukan kepada penyidik kepolisian berkas sudah
lengkap dan sempurna.
2)Setelah berkas perkara didaftarkan dan diregistrasi oleh panitera, Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan surat penetapan
tentang hakim yang memeriksa perkara tersebut dengan membentuk majelis hakim dengan seorang sebagai ketua dan dua
orang sebagai hakim anggota, dan menunjuk juga seorang panitera;
3)Kemudian majelis hakim yang ditunjuk oleh Ketua PN menerima berkas perkara dengan mempelajari dan langsung
menentukan hari sidang perdana dengan melakukan pemberitahuan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU),terdakwa, penasihat
hukum terdakwa agar hadir dihari yang sudah ditetapkan tersebut;
4)Pada saat sidang dimulai, petugas memeriksa dan memberitahukan kepada pihak-pihak bahwa sidang akan segera dimulai;
5)Ketika majelis hakim sudah hadir dipersidangan, panitera mempersilahkan yang hadir untuk duduk kembali, dan
dilanjutkan penyampaian panitera kepada majelis hakim bahwa sudah lengkap dan siap dimulai.
6)Selanjutnya majelis hakim melalui ketuanya rnembuka persidangandan memerintahkan kepada petugas agar segera
menghadirkan terdakwa.
7)Berikutnya terdakwa masuk keruang sidang pengadilan dengan diantar oleh petugas dari kepolisian atau kejaksaan dan
langsung duduk di depan atau berhadapan dengan majelis hakim.
8)Ketua majelis hakim menanyakan kepada terdakwa apakah yang bersangkutan didampingi oleh penasihat hukum. Apabila
terdakwa tidak didampingi oleh penasihat hukum, maka ketua memberitahukan hak. Hak dari terdakwa termasuk
mendapatkan jasa bantuan hukum dari pengadilan dengan cuma-Cuma dengan melampirkan surat keterangan tidak mampu
dari pemerintah di tempat tinggal terdakwa.
9) Berikutnya ketua majelis hakim menanyakan kepada terdakwa tentang identitas guna mencocokkan identitas yang
disebut terdakwa dengan identitas terdakwa dalam berkas perkara.
10) Ketua majelis hakim meminta JPU untuk membacakan surat dakwaan, dan langsung menanyakan kepada terdakwa
apa telah mengerti tentang isi surat dakwaan, yang kemudian memberikan kesempatan kepada tersangka dan penasihat
hukumnya untuk mengajukan eksepsi atau keberatan.
11) Pada sidang kedua mempersilahkan JPU apakah akan mengajukan tanggapan (replik) terhadap eksepsi penasihat
hukurn.
12) Sidang yang ketiga JPU membacakan tanggapannya.
13) Berikutnya ketua majelis hakim membaca kan putusan sela mengenai eksepsi penasihat hukum. Apabila dalam putusan
sela majelis hakim menerima eksepsi yang diajukan oleh penasihat hukum terdakwa, maka proses pemeriksaan perkara
tersebut harus dihentikan baik untuk sementara atau selamanya bergantung hasil amar putusan. Sebaliknya apabila
putusan sela majelis hakim menolak eksepsi yang diajukan oleh penasihat hukum terdakwa, maka proses pemeriksaan
perkara dilanjutkan.
14) Tahap berikutnya yakni pembuktian yang dimulai dari JPU untuk mengajukan alat-alat bukti. Kesempatan berikutnya
diberikan juga kepada penasihat hukum terdakwa untuk mengajukan saksi yang dapat meringankan.
15) Apabila alat-alat bukti sudah diperiksa seluruhnya, maka acara selanjutnya memeriksa terdakwa sampai acara
ta Eksepsi Terhadap Surat Dakwaan
pemeriksaan selesai.
Menurut
16) Persidangan tahapDarwin Prinstketua
selanjutnya (2002: 169),hakim
majelis eksepsi adalah suatu tangkisan
mempersilahkan yang
JPU untuk tidak menyangkut
membacakan pokokyang
tuntutannya, perkara.
Selanjutnya
kemudianWisnubroto (2006: 42),
diikuti pembacaan eksepsi
pledoi dalam perkara
oleh penasihat pidana pada pokoknya adalah keberatan yang diajukan oleh
hukum.
terdakwa atau penasihat hukum atas dakwaan penuntut umum yang tidak berkaitan dengan pokok perkara (materi
perkara).

Berdasarkan dua pendapat diatas, maka pada dasarnya eksepsi adalah hak yang diberikan oleh KUHAP
kepada terdakwa untuk mengajukan keberatan yang dapat diajukan langsung atau melalui penasihat hukum yang
ditunjuk atas dakwaan penuntut umum yang tidak berkaitan dengan pokok perkara pidana.

Pengajuan eksepsi diatur dalam Pasal 156 ayat (1) KUHAP yang berbunyi sebagai berikut dalam hal
terdakwa atau penasihat hukum mengajukan keberatan bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau
dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan kepada penuntut
umum untuk menyatakan pendapatnya, hakim mempertimbangkan keberatan tersebut untuk selanjutnya mengambil
keputusan.
Tanggapan Atas Eksepsi
Setelah terdakwa atau penasihat hukumnya diberi kesempatan untuk mengajukaneksepsi, maka majelis hakim yang
memeriksa perkara pidana memberikan kesempatan atau hak juga kepada Jaksa Penuntut Umum atau JPU untuk
menanggapi keberatan yang diajukan oleh terdakwa atau melalui penasihat hukumnya tersebut. Dalam proses beracara
pidana biasanya langkah-langkah yang diambil oleh Jaksa Penuntut Umum yakni sebagai berikut:
1)Tidak menerima dan membenarkan keberatan yang diajukan oleh terdakwa atau penasihat hukum terdakwa yang biasanya
diajukan secara lisan;
2)Tidak menanggapi keberatan yang diajukan oleh terdakwa atau penasihat hukum terdakwa;
3)Menolak secara tegas keberatan yang diajukan oleh terdakwa atau penasihat hukum terdakwa dengan mengajukan
tanggapan secara tertulis yang nantinya dibacakan pada persidangan berikutnya;
•4)Menolak
Putusan Sela
secara tegas keberatan yang diajukan oleh terdakwa atau penasihat hukum terdakwa dengan memberikan
tanggapan melalui argument-argumen atau alasan-alasan pada saat itu juga.
Dalam pasal 156 ayat (1) KUHAP dapat ditarik makna dari putusan sela yakni putusan yang dijatuhkan oleh hakim
terhadap hal-hal yang belum menyangkut materi pokok perkara yaitu hal-hak yang berkaiatan dengan masalah kewenangan
mengadili atau berkaitan dengan diterima ditolaknya surat dakwaan. Dengan kata lain materi pokok yang dimaksudkan
disini yakni berkaitan hal yang menyebabkan batalnya surat dakwaan.

Pada dasarnya putusan sela tidak diatur secara jelas dalam KUHAP. Namun demikian istilah putusan sela lahir dari
adanya praktik hukum dalam arti putusan sementara yang dijatuhkan sebelum putusan akhir dengan maksud untuk
memungkinkan atau memperlancar pemeriksaan terhadap pokok perkara guna memperoleh putusan akhir.
Berdasarkan kenyataan yang ada dalam praktik proses peradilan pidana
menutup kemungkinan majelis hakim yang memeriksa perkara pidana tersebut
menjatuhkan putusan dalam bentuk penetapan yang menyatakan bahwa surat
dakwaan JPU tidak dapat diterima berdasarkan pada argument atau alasan yang
menyatakan bahwa dalam beberapa kali persidangan JPU tidak dapat
mengahdirkan terdakwa di depan siding pengadilan.

Menyikapi situasi jangan sampai terjadi surat dakwaan dinyatakan tidak


dapat diterima atau batal demi hukum, maka penyidik kepolisian dan jaksa
penuntut umu (JPU) sesuai dengan petunjuk pasal 56 KUHAP dalam hal
penanganan perkara-perkara pidana harus bertindak lebih cermat dan teliti.
• Nota Pembelaan (PLEDOI)
Dalam pasal 182 KUHAP dinyatakan bahwa pledoi adalah pernyataan dari seorang tersangka atau
penasihat hukumnya setelah jaksa penuntut umum menyampaikan surat tuntutan. Ketentuan pasal 182 ayat
(1) huruf c KUHAP berbunyi tuntutan, pembelaan dan jawaban atas pembelaan dilakukan secara tertulis dan
setelah dibacakan segera diserahkan kepada hakim ketua siding dan turunannya kepada pihak yang
berkepentingan, dan turunannya kepada pihak yang berkepentingan.

Makna sesungguhnya dari ketentuan pasal 182 ayat (1) huruf c KUHAP tersebut yakni pledoi adalah
surat resmi yang dibuat, dibacakan dan disampaikan oleh terdakwa dan atau penasihat hukumnya dalam
persidangan kepada majelis hakim yang memeriksa perkara pidana tersebut.
Pledoi merupakan suatu hak dari terdakwa. Oleh sebab itu hak yang sudah diberikan kepada
terdakwa ini merupakan rangkaian dalam proses beracara pidana, dan dapat digunakan oleh
terdakwa sepanjang yang bersangkutan menginginkan. Dengan demikian tidak ada pihak manapun
dapat menghilangkan atau mengurangi hak terdakwa untuk mengajukan pledoi.

Sebagaimana telah disebutkan diatas dalam pasal 182 ayat (1) huruf c KUHAP, yang secara
tegas dapat dinyatakan bahwa pasal ini merupakan dasar hukum dari pengajuan pledoi. Selain itu
dasar hukum lain yang berkaitan dengan pledoi antara lain yakni pasal 54 KUHAP yang berbunyi
ayat (1) tersangka berhak segera mendapatkan pemeriksaan oleh penyidik dan selanjutnya dapat
diajukan kepada penuuntut umum. Ayat (2) tersangka berhak perkaranya segera dimajukan ke
pengadilan oleh penuntut umum. Ayat (3) terdakwa berhak segera diadili oleh pengadilan.
• REPLIK DAN DUPLIK
Ketika pengajuan nota pembelaan atau pledoi yang dibuat secara tertulis kemudian dibacakan dan diserahkan
kepada mejelis hakim daan jaksa penuntut umum sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 182 ayat (1) huruf c
KUHAP. Kesempatan berikutnya oleh majelis hakim diberikan kepadaa jaksa penuntut umum untuk menjawab nota
pembelaan terdakwa dan penasihat hukum, vide pasan 182 ayat (1) butir b KUHAP. Dalam praktik hukum acara
pidana hak yang diberikan kepada jaksa penuntuk umum disebut replik.
Dalam ketentuan pasal 182 ayat (1) butir b KUHAP berbunyi selanjutnya terdakwa
atau penasihat hukum mengajukan pembelaannya yang dapat dijawab oleh penuntut
umum dengan ketentuan bahwa terdakwa atau penasihat hukum selalu medapat giliran
terakhir.

Selanjutnya setelah pengajuan jawaban yang diajukan oleh jaksa penuntut umum
atau replik selesai, maka majelis hakim memberikan kesempatan lagi terdakwa dan
penasihat hukumnya untuk menjawab replik tersebut. Dalam praktik hukum acara pidana
hak yang diberikan kepada terdakwa dan penasihat hukumnya disebut dengan duplik.
Sekian
Dan
Terima Kasih 

Anda mungkin juga menyukai