Anda di halaman 1dari 39

NASKAH AKADEMIK

RANCANGAN PERATURAN PERUNDANGAN-UNDANGAN TENTANG


PENGEMBANGAN UMKM DAN EKONOMI KREATIF DI KABUPATEN JEMBER

Disusun untuk memenuhi Tugas Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Perancangan Peraturan
Perundang-undangan Kelas (A) Semester Genap 2023/2024

Dosen Pengampu :
1. Rosita Indrayati S.H., M.H.
2. Igam Arya Wada S.H., M.H.

Disusun Oleh :

1. Putri Adelia Dewi Masitoh (210710101330)

2. Junifer Ryan Wiranta (210710101335)

3. Teguh Prio Ganda Sembiring (210710101347)

4. Daffa Rahma Putra (210710101367)

5. Roony Aji Wijaya (210710101368)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS JEMBER

2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Penyusunan Naskah Akademik Rancangan
Peraturan Daerah Kabupaten Jember tentang Pengembangan dan Penguatan Ekonomi Kreatif,
dimana kini pengaturan ekonomi kreatif di daerah-daerah maju menjadikan ekonomi kreatif
sebagai dasar pengembangan kreasi dan daya cipta para pelaku kreatif untuk digunakan dalam
UMKM. Selanjutnya UMKM akan mewujudkan ide-ide jenius pelaku kreatif dengan izin dari
pelaku kreatif untuk diperbanyak dalam jumlah besar dengan cara memproduksinya dan
memasarkannya.

Penyusun ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu hingga tersusunnya naskah akademik ini. Penyusunan Naskah Akademik merupakan
satu kegiatan di dalam perencanaan pembentukan Peraturan Perundang-undangan termasuk di
dalamnya adalah pembentukan Peraturan Daerah. Dalam hal ini, Naskah Akademik disusun
melalui penelitian atau pengkajian hukum terhadap permasalahan di dalam penyusunan
Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengembangan dan Penguatan Ekonomi Kreatif di
Kabupaten Jember sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat yang
terjadi selama ini.

Dalam hal ini, Pemerintah Daerah Kabupaten Jember telah mengikutsertakan Kantor
Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Jawa Timur di dalam penyusunan Naskah
Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Jember tentang Pengembangan dan Penguatan
Ekonomi Kreatif. Naskah Akademik ini merupakan kajian secara filosofis, sosiologis, dan yuridis
serta melalui penelitian yang mendalam terkait dengan pelaksanaan dan penyelenggaraan
Ekonomi Kreatif selama ini, yang kemudian disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan
yang ada dan berlaku saat ini.

Akhir kata, penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu kelancaran hingga selesainya penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan
Daerah Kabupaten Jember tentang Pengembangan dan Penguatan Ekonomi Kreatif beserta
UMKM. Semoga Naskah Akademik ini dapat memberikan manfaat dan masukan di dalam
pembentukan dan penyusunan Peraturan Daerah Kabupaten Jember.

ii
Jember, 9 April 2024

Tim Penyusun

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................. II
DAFTAR ISI................................................................................................................................ IV
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................................. 0

1.1. Latar Belakang ..................................................................................................................... 0

1.2 Identifikasi Masalah ............................................................................................................. 4

1.3 Tujuan dan Kegunaan .......................................................................................................... 5

1.4 Metode Penelitian ................................................................................................................ 5


1.4.1. Pendekatan Penelitian/Kajian ....................................................................................... 5
1.4.2 Data dan Sumber Data .................................................................................................. 6
1.4.3. Metode Analisis ............................................................................................................ 6
BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS ...................................................... 10

2.1. Kajian Teoritis ................................................................................................................... 10


2.1.1. Konsep Ekonomi Kreatif ............................................................................................ 10
2.1.2. Konsep UMKM .......................................................................................................... 15

2.2. Praktik Empiris ...................................................................................................................... 17


2.2.1 Kondisi Ekonomi Kreatif di Kabupaten Jember ........................................................ 18
2.2.2. Kondisi UMKM di Kabupaten Jember ...................................................................... 19
BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
TERKAIT .................................................................................................................................... 23

3.1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Kecil Mikro dan Menengah ... 23

3.2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2019 Tentang Ekonomi Kreatif ................................. 24

3.3. Evaluasi dan Analisis ......................................................................................................... 26


BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS .................................... 26

iv
4.1. Landasan Filosofis ............................................................................................................. 26

4.2 Landasan Sosiologis........................................................................................................... 28

4.3. Landasan Yuridis ............................................................................................................... 28


BAB V PENUTUP....................................................................................................................... 29

5.1. Kesimpulan ........................................................................................................................ 29

5.2. Saran .................................................................................................................................. 31


DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 32

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan nasional merupakan upaya untuk meningkatkan dan memperbaiki seluruh


aspek kehidupan masyarakat dan negara, sekaligus sebagai proses pembangunan sistem
penyelenggaraan negara secara meneyeluruh. Hal ini mencerminkan keinginan untuk terus
meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara adil dan merata, serta mengembangkan kehidupan
masyarakat yang maju dan demokratis berdasarkan Pancasila. Salah satu fokus utama dalam
pembangunan nasional adalah pembangunan ekonomi, yang dapat diartikan sebagai proses
peningkatan pendapatan per kapita penduduk dalam jangka panjang. Pemerintah Daerah
memegang peran penting dalam pembangunan ekonomi sesuai dengan Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Tanggung jawab dan peran besar Pemerintah
Daerah termasuk mengelola urusan pemerintahannya, termasuk dalam hal pembangunan ekonomi.
Salah satu kewajiban Pemerintah Daerah adalah meningkatkan kualitas hidup masyarakatnya,
yang membutuhkan upaya dalam meningkatkan kreativitas dan inovasi masyarakat untuk
meningkatkan kualitas dan kesejahteraan di daerah tersebut.1

Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) serta sektor Ekonomi
Kreatif telah menjadi fokus utama dalam strategi pembangunan ekonomi di berbagai daerah di
Indonesia. UMKM saat ini memegang peran penting serta berkontribusi signifikan untuk
pertumbuhan ekonomi di Indonesia. UMKM pada dasarnya berpotensi tinggi dan apabila
dikembangkan serta dikelola secara maksimal pastinya bisa membentuk suatu usaha yang kuat.
2
Hal ini tidak terkecuali bagi Kabupaten Jember, yang memiliki potensi besar dalam sektor
UMKM dan kreativitas ekonomi yang perlu diperkuat melalui regulasi yang mendukung. Menurut
data Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah 2023 Banyaknya UMKM di 2017

1
Monica Salam and Anantha Pratama, ‘Peran Pemerintah Daerah Dalam Pengembangan UMKM The Role Of Local
Goverment In The Development Of UMKM’ [2022] jurnalunri.ac.id.
2
Humas, ‘Perkembangan UMKM Sebagai Critical Engine Perekonomian Nasional Terus Mendapatkan Dukungan
Pemerintah’ (KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA, 10 October 2022)
<https://www.ekon.go.id/publikasi/detail/4593/perkembangan-umkm-sebagai-critical-engine-perekonomian-
nasional-terus-mendapatkan-dukungan-pemerintah>.
sebesar 62,9 juta unit usaha, peningkatan dari 64,2 juta unit pada tahun 2018. Pada tahun
2019 mencapai 65,47 juta unit usaha UMKM di seluruh Indonesia. Hingga ekonomi Indonesia
turun pada sektor UMKM akibat pandemi mencapai 61,8 juta unit usaha dan pada tahun 2021
pelaku usaha mulai bangkit hingga menembus 65,46 juta unit usaha. Pun jumlah UMKM di
Kabupaten Jember yang saat ini mencapai 347.000 per 2023.3

Berdasarkan data dan roadmap Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kabupaten Jember
memiliki 3 sektor unggulan UKM bidang ekonomi kreatif yang memiliki potensi untuk
dikembangkan yaitu UMKM Fashion, Kerajinan dan Kuliner.4 Sebagai sektor unggulan, UMKM
Fashion mencakup industri pakaian dan aksesoris yang mencerminkan kekayaan budaya dan
kreativitas lokal, sementara sektor Kerajinan meliputi produk-produk seni dan kerajinan tangan
yang memiliki nilai seni dan keunikan tersendiri. Selain itu, sektor Kuliner mencakup beragam
makanan dan minuman khas daerah yang dapat menjadi daya tarik wisata kuliner dan mendukung
promosi kekayaan kuliner lokal. Dengan potensi yang dimiliki oleh ketiga sektor ini, strategi
pengembangan yang terencana dan berkelanjutan dapat memperkuat kontribusi UMKM dalam
mendukung pertumbuhan ekonomi kreatif di Kabupaten Jember.

Bedasarkan data yang disajikan dapat dilihat bahwa lebih dari setengah penduduk Jember
mengandalkan UMKM sebagai mata pencaharian utama. Data tersebut diperkuat dari hasil
perhitungan yang dilakukan, Jember menempati rekor MURI dengan jumlah 2.548 UMKM yang
terlibat di Jember Fashion Carnival per 2023. Hal tersebut menunjukkan potensi besar yang dapat
menjadi terobosan baru yang dalam memajukan perekonomian kabupaten jember melalui UMKM.

3
Setyanti and others, Membangun Ekonomi Kreatif Kabupaten Jember (2018).
4
Ibid. Hal. 9

1
Namun, potensi tersebut terhambat oleh beberapa permasalahan. Tantangan-tantangan seperti
akses terbatas terhadap modal, kurangnya akses pasar, serta kurangnya infrastruktur pendukung
masih menjadi kendala yang perlu diatasi. Survey Badan Pusat Statistik Kabupaten Jember
mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi UMKM di Kabupaten Jember yang perlu dibenahi
adalah masalah sumber pendanaan (modal), birokrasi insfrastruktur.5

Banyak Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mengalami kendala dalam
mengakses sumber pendanaan yang memadai dari lembaga keuangan formal. Persyaratan yang
rumit, seperti dokumen yang kompleks dan prosedur yang panjang, sering menjadi hambatan
utama bagi UMKM untuk mendapatkan pinjaman atau pembiayaan. Selain itu, banyak UMKM
juga menghadapi kesulitan dalam memenuhi persyaratan jaminan yang diminta oleh lembaga
keuangan, seperti agunan yang nilainya mencukupi. Tingginya suku bunga yang dikenakan oleh
lembaga keuangan juga menjadi beban tambahan bagi UMKM yang sedang berkembang. UMKM
juga menghadapi tantangan dalam membangun reputasi kredit yang baik di mata lembaga
keuangan. Kurangnya riwayat kredit atau rekam jejak keuangan yang kuat sering membuat
lembaga keuangan enggan memberikan pembiayaan yang cukup besar. Oleh karena itu, diperlukan
upaya yang lebih luas dalam hal edukasi keuangan dan pembinaan UMKM untuk meningkatkan
pemahaman mereka tentang manajemen keuangan yang baik dan pentingnya membangun reputasi
kredit yang solid. Agar UMKM dapat lebih diakui dan dipercaya oleh lembaga keuangan,
memperoleh akses pembiayaan yang lebih baik dan sesuai dengan kebutuhan usaha mereka.

Kurangnya akses pasar Kurangnya akses pasar bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
(UMKM) di Kabupaten Jember menjadi hambatan utama dalam mengembangkan bisnis mereka.
Kendala ini terutama terjadi karena kurangnya integrasi dengan jaringan distribusi yang lebih luas
serta minimnya informasi mengenai pasar dan tren konsumen. Dalam era digital yang semakin
berkembang, UMKM perlu meningkatkan kehadiran dan keterlibatan mereka dalam platform
online untuk memperluas jangkauan pasar. Upaya untuk mengatasi masalah akses pasar ini dapat
dilakukan melalui berbagai strategi, seperti pelatihan dalam pemasaran digital, kolaborasi dengan

5
Imam Nawawi, ‘JFC Pecahkan Rekor MURI Karena Libatkan 2.548 UMKM dan 268 Lampu Sorot Dalam Karnaval
Malam Hari Artikel Ini Telah Tayang Di Tribunjatim-Timur.Com Dengan Judul JFC Pecahkan Rekor MURI Karena
Libatkan 2.548 UMKM dan 268 Lampu Sorot Dalam Karnaval Malam Hari.’ (08 2023) <https://jatim-
timur.tribunnews.com/2023/08/06/jfc-pecahkan-rekor-muri-karena-libatkan-2548-umkm-dan-268-lampu-sorot-
dalam-karnaval-malam-hari>.

2
platform e-commerce, dan pengembangan jaringan distribusi yang lebih efektif. Selain itu,
dukungan finansial dari lembaga keuangan juga penting untuk membantu UMKM memperluas
operasi mereka dan menjangkau pasar yang lebih luas. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan
UMKM di Kabupaten Jember dapat lebih kompetitif dan mampu bersaing di pasar yang semakin
kompleks.

Tidak hanya itu, Infrastruktur UMKM di Kabupaten Jember kurang memadai, dapat dilihat
dari pedagang kaki lima yang berjualan di disepanjang trotoar Jalan Jawa yang semrawut.
Penertiban pedagang kaki lima (PKL) di Jalan Jawa juga merupakan permasalahan serius. Jalan
Jawa merupakan jalanan utama yang dilewati mahasiswa, pekerja, maupun pelajar SMP dan
SMAN 2 Jember. Karena pemerintah daerah tidak berani menertibkan PKL dengan tegas, hal ini
menyebabkan gangguan dalam lalu lintas dan mengakibatkan penyempitan lebar jalan aspal yang
seharusnya mencapai 12meter menjadi hanya 7 sampai 8meter yang bisa digunakan untuk lalu
lintas kendaraan. Selain itu, parkir kendaraan di bahu jalan juga semakin mempersempit ruang lalu
lintas yang tersedia. Upaya penertiban pemerintah melalui penerapan kebijakan Sistem Satu Arah
kurang tepat pada implementasinya yang dirasa merugikan pengguna jalan baik pengendara
maupun pejalan kaki. Kondisi di Jalan Jawa telah berlangsung lama tanpa adanya upaya penertiban
dari instansi terkait seperti Dinas Perhubungan (Dishub), Disperindag, dan Diskop UMKM.
Ketiadaan penertiban ini membuat PKL di Jalan Jawa merasa memiliki hak atas trotoar dan bahu
jalan, mengakibatkan kesulitan bagi pejalan kaki yang ingin melintas dengan lancar.6

Penertiban terhadap PKL, baik yang berada di trotoar maupun bahu jalan, menjadi hal
yang mendesak untuk mengatasi kepadatan dan meningkatkan kenyamanan pengguna jalan. Selain
itu Fakta bahwa jalan aspal yang seharusnya lebar 12meter hanya efektif digunakan dalam lebar 7
sampai 8meter karena lapak pedagang yang menjorok ke aspal, menambah masalah yang perlu
segera ditangani. Trotoar yang seharusnya steril dari lapak PKL juga telah terpakai penuh,
menyulitkan pejalan kaki dan mengganggu keteraturan lalu lintas. Pemerintah perlu segera
membuka mata dan telinga untuk mengatasi permasalahan ini dengan melakukan penertiban
terhadap PKL, memastikan trotoar dan bahu jalan steril dari lapak pedagang, serta menyesuaikan
strategi lalu lintas seperti penerapan sistem satu arah (SSA) di Jalan Jawa. Upaya ini sangat penting

6
Radar Digital, ‘Penerapan SSA Di Jalan Jawa Jember Dinilai Tidak Efektif’ RadarJember.id (Oktober 2023)
<https://radarjember.jawapos.com/jember/793038844/penerapan-ssa-di-jalan-jawa-jember-dinilai-tidak-efektif>.

3
untuk menjaga keteraturan lalu lintas, meningkatkan keselamatan pengguna jalan, dan
menciptakan lingkungan yang nyaman bagi masyarakat.

Oleh karena itu, Pemerintah daerah juga diharuskan untuk memperhatikan pengelolaan
potensi ekonomi secara bijaksana dengan memperhatikan kondisi lingkungan dan perekonomian
masyarakat sekitar. Dalam hal ini pengembangan regulasi yang mendukung UMKM dan ekonomi
kreatif menjadi sangat penting. Peraturan Daerah (Perda) sebagai instrumen hukum lokal memiliki
peran penting dalam menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan
UMKM serta sektor ekonomi kreatif. Dengan adanya Perda yang berorientasi pada pengembangan
UMKM dan ekonomi kreatif, diharapkan dapat memberikan dorongan bagi pelaku usaha di
Kabupaten Jember untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki. Inisiasi dibentuknya Rancangan
Undang Undang Tentang Pengembangan UMKM dan Ekonomi Kreatif di Kabupaten Jember
adalah bentuk usaha matang pemerintah dalam mengentaskan permasalahan UMKM. Melalui
adanya Undang-Undang ini diharapkan segala permasalahan dapat terselesaikan serta dengan
adanya dukungan regulasi yang kuat dan berkelanjutan, diharapkan UMKM dan sektor ekonomi
kreatif dapat terus berkembang dan memberikan kontribusi yang lebih besar dalam pertumbuhan
ekonomi serta peningkatan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Jember.

1.2 Identifikasi Masalah

1. Apa permasalahan yang dihadapi oleh usaha mikro di Kabupaten Jember, terutama dalam
hal akses informasi, dukungan pemerintah daerah, dan kebijakan yang mendukung
pertumbuhan dan keberlangsungan usaha mikro?

2. Mengapa diperlukakn Rancangan Peraturan Daerah tentang Pemberdayaan Usaha Mikro


di Kanupaten Jember untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh usaha mikro
dalam upaya menjaga keberlangsungan dan pertumbuhan mereka?

3. Apa yang menjadi Pertimbangan filosofis, sosiologis, dan ekonomis dalam pembentukan
Rancangan Peraturan Daerah tentang Pemberdayaan Usaha Mikro di Kabupaten Jember,
termasuk landasan hukum yang mendukung perlindungan dan pemberdayaan usaha mikro?

4. Apa sasaran yang akan dicapai, ruang lingkup pengaturan, jangkauan, dan arah pengaturan
dari Rancangan Peraturan Daerah tentang Pemberdayaan Usaha Mikro di Jember Regency

4
untuk meningkatkan kontribusi usaha mikro terhadap pembangunan ekonomi lokal dan
kesejahteraan masyarakat?

1.3 Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dari pembuatan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengembangan UMKM dan Ekonomi Kreatif
di Kabupaten Jember:

1. Menemukan solusi konkret untuk permasalahan yang dihadapi oleh usaha mikro di
Kabupaten Jember, terutama terkait dengan akses informasi yang memadai, dukungan
yang efektif dari pemerintah daerah, dan kebijakan yang mendorong pertumbuhan dan
keberlangsungan usaha mikro.

2. Menghadirkan sebuah peraturan daerah yang dapat menjadi landasan hukum yang kuat
untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh usaha mikro di Kabupaten Jember,
sehingga dapat memberikan perlindungan dan dukungan yang lebih baik untuk menjaga
keberlangsungan dan pertumbuhan usaha mikro.

3. Merumuskan pertimbangan filosofis, sosiologis, dan ekonomis yang menjadi dasar


pembentukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pemberdayaan Usaha Mikro di
Kabupaten Jember, termasuk menetapkan landasan hukum yang sesuai untuk melindungi
dan memberdayakan usaha mikro secara efektif.

4. Menetapkan sasaran konkret yang akan dicapai melalui implementasi Rancangan


Peraturan Daerah tersebut, termasuk mengatur ruang lingkup pengaturan yang mencakup
berbagai aspek kegiatan usaha mikro, jangkauan implementasi kebijakan, dan arah
pengaturan yang bertujuan meningkatkan kontribusi usaha mikro terhadap pembangunan
ekonomi lokal serta kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Jember

1.4 Metode Penelitian

1.4.1. Pendekatan Penelitian/Kajian

5
Untuk mencapai tujuan sebagaimana tersebut di atas, kajian ini akan dilakukan dengan
tahapan preliminary, overview, analisis, sampai dengan tersusunnya dokumen Naskah
Akademik dan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengembangan UMKM dan Ekonomi
Kreatif di Kabupaten Jember. Aspek apa saja yang akan dilakukan pada setiap tahapan,
secara rinci ditunjukkan pada bagan di atas.

1.4.2 Data dan Sumber Data

Untuk melakukan analisis, kajian ini akan me nggunakan data primer


maupun data sekunder. Untuk mengumpulkan data primer, kajian ini akan menggunakan
metode berupa studi referensi (library research) dan telaahan/kajian hukum terhadap buku-
buku, jurnal maupun artikel yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan.

1.4.3. Metode Analisis

A. Analisis Deskriptif Kuantitatif dan Kualitatif

Analisis deskriptif diperlukan untuk mengetahui bagaimana pola pergerakan


data, baik produksi, nilai tambah, kontribusiperekonomian, penyerapan tenaga kerja,
pemasukan cukai/pajak, dan beberapa data lain yang terkait langsung maupun tidak
langsung. Hasil analisis deskripsi ini akan dijadikan pijakan kondisi eksisting yang
dapat memberikan gambaran kondisi UMKM dan Ekonomi Kreatif di Kabupaten
Jember. Secara konsep, metode deskriptif memerlukan data yang akurat, dan oleh
karena itu diperlukan metode penggalian data yang baik. Sementara itu, analisis

6
kualitatif dilakukan dengan cara mengolah berbagai informasi UMKM dan Ekonomi
Kreatif di Kabupaten Jember baik yang diperoleh secara formal maupun informal.
Meskipun informasi informal dimanfaatkan dalam analisis, namun harus didasarkan
pada sumber yang jelas dan dapat dipertanggung jawabkan.

B. . Analisis Kebijakan, Regulasi, dan Kelembagaan

Penyusunan hasil kajian tentang kebijakan, regulasi, dan kelembagaan


menggunakan kerangka berfikir dalam penelitian hukum (legal research). Tujuan
penggunaan penelitian hukum dalam kajian ini adalah untuk memberikan argumentasi
preskriptif perlunya penyusunan Peraturan Daerah tentang Pengembangan UMKM
dan Ekonomi Kreatif di Kabupaten Jember sebagai langkah untuk mengatasi
permasalahan yang dihadapi. Langkah-langkah penelitian hukum yang dilakukan
dalam penyusunan kajian ini dimulai dari identifikasi fakta hukum dan hal-hal yang
relevan guna penetapan isu hukum yang perlu dipecahkan. Setelah isu hukum
ditetapkan, langkah selanjutnya yang dilakukan adalah pengumpulan bahan hukum
dan bahan non-hukum yang relevan dengan isu hukum yang telah ditetapkan.
Kemudian, bahan- bahan hukum dan non-hukum tersebut digunakan untuk melakukan
telaah atas isu hukum yang diajukan.

Argumentasi akan dibangun guna menjawab isu hukum yang diajukan.


Penyusunan argumentasi atas isu hukum yang diajukan merupakan langkah yang
digunakan dalam penarikan kesimpulan. Setelah penarikan kesimpulan, langkah
selanjutnya (yang sekaligus merupakan langkah terakhir dalam penelitian hukum)
adalah "memberikan preskripsi berdasarkan argumentasi yang telah dibangun di dalam
kesimpulan". Lebih lanjut, langkah-langkah tersebut dapat dijabarkan dalam
penjelasan di bawah ini. Pertama adalah langkah identifikasi fakta hukum dan hal- hal
yang relevan dalam menetapkan isu hukum. Dari fakta hukum tersebut, isu hukum
utama yang muncul adalah apakah pemerintah daerah Kabupaten Jember masih perlu
untuk menyusun stratrgi Pengembangan UMKM dan Ekonomi Kreatif di Kabupaten
Jember.

Kedua adalah pengumpulan bahan hukum dan bahan nonhukum yang relevan
dengan isu hukum yang telah ditetapkan. Bahan hukum yang dikumpulkan meliputi

7
bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer adalah
peraturan perundang-undangan sedangkan bahan hukum sekunder adalah buku-buku
dan jurnal-jurnal hukum yang memuat tentang kajian-kajian atas bahan hukum primer
yang telah dikumpulkan. Jadi bahan hukum sekunder merupakan bahan-bahan yang
menjelaskan bahan hukum primer sebagaimana dikemukakan oleh Iosipescu yang
menegaskan bahwa "secondary legal materials are materials basically used for
understanding primary legal materials". Sementara bahan non-hukum adalah hasil
kajian dalam bidang ilmu lain yang memiliki relevansi dengan isu hukum yan
diangkat. Selain itu, bahan non-hukum juga dimaksudkan pengumpulan data-data
primer seperti wawancara, focus group, survey dan lain sebagainya. Secara praktis,
pengumpulan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan non-hukum
berjalan beriringan.

Ketiga adalah telaah atas isu hukum yang ditetapkan. Dalam rangka telaah atas
isu hukum yang diajukan, pendekatan- pendekatan yang digunakan dalam penelitian
hukum adalah: pendekatan peraturan perundang- undangan (statute approach),
pendekatan kasus (case approach), pendekatan sejarah (historical approach),
pendekatan perbandingan (comparative approach), dan pendekatan konseptual
(conceptual approach). Namun demikian, tidak berarti bahwa semua pendekatan
tersebut dipergunakan dalam setiap penelitian hukum. Pendekatan yang dipergunakan
adalah pendekatan yang relevan dengan isu hukum yang diajukan. Terkait dengan
penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengembangan UMKM dan
Ekonomi Kreatif di Kabupaten Jember, pendekatan yang dipergunakan adalah
pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan
konseptual (conceptual approach).

Keempat adalah langkah menarik kesimpulan dalam bentuk argumentasi.


Langkah penarikan kesimpulan merupakan pemaparan jawaban atas isu hukum yang
diajukan. Dengan demikian, penarikan kesimpulan merupakan rangkuman dari
langkah-langkah yang telah dilakukan sebelumnya, mulai daripenegasan kembali isu
hukum yang diajukan, bahan-bahan yang dikumpulkan, telaah yang dilakukan, dan
pada akhirnya disertai dengan jawaban dan argumentasi atas isu hukum yang diajukan.

8
Kelima adalah memberikan preskripsi atas isu hukum yang diajukan. Pada hakikatnya,
esensi utama dari penelitian hukum adalah memberikan preskripsi atas apa yang
seharusnya. Preskripsi diberikan atas dasar argumentasi yang telah dibangun sehingga
"preskripsi tersebut bukan merupakan suatu fantasi atau angan-angan kosong". Terkait
dengan kebijakan yang ideal dalam penyusunan Naskah Akademik Pengembangan
UMKM dan Ekonomi Kreatif di Kabupaten Jember preskripsi yang akan diajukan
adalah perlu tidaknya Pemerintah Kabupaten Jember menyusun dan menetapkan
Peraturan Daerah tentang Ekonomi kreatif dan UMKM. Apabila masih diperlukan,
preskripsi selanjutnya adalah materi hukum apa saja yang akan dituangkan dalam
Peraturan Daerah tersebut.

C. Analisis Isu Strategis dan SWOT

Data yang terkumpul, selanjutnya akan dianalisis dengan metode analisis


deskriptif, key factor analysis, dan metode SWOT. Metode analisis SWOT digunakan
untuk menganalisitemuan faktor-faktor kunci dalam manalisis key factors untuk
mengidentifikasi faktor-faktor yang merupakan kekuatan (strengths), kelemahan
(weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats).

9
BAB II
Kajian Teoritis dan Praktik Empiris

2.1. Kajian Teoritis

2.1.1. Konsep Ekonomi Kreatif

a. Pengertian Ekonomi kreatif


Ekonomi kreatif merupakan istilah ekonomi yang berkembang dari konsep modal
berbasis kreatifitas yang dapat berpotensi meningkatkan pertumbuhan ekonomi di suatu
daerah. Ekonomi kreatif adalah suatu konsep untuk merealisasikan pembangunan ekonomi
yang berkelanjutan berbasis kreativitas. Pemanfaatan sumber daya yang bukan hanya
terbarukan, bahkan tidak terbatas, yaitu ide, gagasan, bakat atau talenta dan kreativitas.
Nilai ekonomi dari suatu produk atau jasa di era kreatif tidak lagi ditentukan oleh bahan
baku atau sistem produksi seperti pada era industri, tetapi lebih kepada pemanfaatan
kreativitas dan penciptaan inovasi melalui perkembangan teknologi yang semakin maju.
Industri tidak dapat lagi bersaing di pasar global dengan hanya mengandalkan harga atau
kualitas produk saja, tetapi harus bersaing berbasiskan inovasi, kreativitas dan imajinasi
(Rochmat Aldy Purnomo, 2016)7. Ekonomi kreatif adalah suatu sistem kegiatan manusia
yang berkaitan dengan kegiatan kreasi produksi, distribusi, pertukaran dan konsumsi
barang serta jasa, sumber daya utama dari kegiatan ekonomi kreatif yaitu kreatifitas sumber
daya manusia dalam memproduksi suatu produk. Menurut Marta-Christina Suciu, 2004
dalam Noviana Rusydi (2016)8. Istilah ekonomi kreatif tersebut memang masih asing bagi
sebagian orang. Meskipun demikian istilah kreatifitas (creativity) dan juga ilmu ekonomi
(economics) itu sendiri, telah lama dikenal secara luas dalam masyarakat. Penggabungan
keduanya menjadi satu istilah dan bagaimana kreativitas dan ilmu ekonomi ini dapat
dikombinasikan dengan baik untuk menciptakan nilai (value) dan kekayaan.

b. Ruang Lingkup dan Pemanfaatan Ekonomi Kreatif

7
Rochmat Aldy Purnomo. “Ekonomi Kreatif: Pilar Pembangunan Indonesia” (Jakarta: Ziyad Visi Media, 2016).
8
Noviana Rusydi. “Pengaruh Penerapan Ekonomi Kreatif Terhadap Kreativitas Remaja Di Kota Lhokseumawe (Studi Kasus Pada
Seni Tari Sanggar Cut Meutia)” JURNAL VISIONER & STRATEGIS Volume 5, Nomor 1, Maret (2016). hal. 51-59.

10
Perpres Nomor 72 Tahun 2015 tentang perubahan atas peraturan Presiden nomor 6
Tahun
2015 tentang Badan Ekonomi Kreatif telah mengklasifikasi ulang sub-sektor industri
kreatif dari 15 sub-sektor menjadi 16 sub-sektor. Ke-16 sub-sektor industri kreatif tersebut
mengacu pada publikasi “Ekonomi Kreatif, Kekuatan baru Indonesia menuju 2025,
Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Adapun Sub-sub dari industry kreatif
adalah:9
a. Aplikasi dan Game
Yaitu suatu media atau aktivitas yang memungkinkan tindakan bermain berumpan balik
dan memiliki karakteristik setidaknya berupa tujuan dan aturan.
b. Arsitektur
Yaitu Wujud hasil penerapan pengetahuan, ilmu, teknologi dan seni secara utuh dalam
mengubah lingkungan binaan dan ruang, sebagai bagian dari kebudayaan dan peradaban
manusia, sehingga dapat menyatu dengan keseluruhan lingkungan ruang. Kegiatan kreatif
ini berkaitan dengan jasa desain bangunan, perencanaan biaya kontruksi, konservasi
bangunan warisan, pengawasan konstruksi baik secara menyeluruh dari level makro (town
planning, urban design, landscape arsitektur) sampai dengan level mikro (detail
konstruksi, misalnya arsitektur taman, desain interior).
c. Desain Interior
Yaitu kegiatan yang memecahkan masalah fungsi dan kualitas interior, menyediakan
layanan terkait ruang interior untuk meningkatkan kualitas hidup dan memenuhi aspek
kesehatan, keamanan dan kenyamanan publik.
d. Desain Komunikasi Visual
Yaitu suatu bentuk komunikasi visual yang menggunakan gambar untuk menyampaikan
informasi atau pesan seefektif mungkin. Dalam desain grafis, teks juga dianggap gambar
karena merupakan hasil abstraksi simbol-simbol yang bisa dibunyikan. Desain grafis
diterapkan dalam desain komunikasi dan fine art.
e. Desain produk

9
Mauled Moelyono, “Menggerakkan Ekonomi Kreatif antara Tuntutan dan Kebutuhan”, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2010), Hal 23.

11
Yaitu Layanan profesional yang menciptakan dan mengembangkan konsep dan spesifikasi
yang mengoptimalkan fungs, nilai dan penampilan suatu produk dan sistem untuk
keuntungan pengguna maupun pabrik.
f. Musik
Yaitu kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi/komisi, pertunjukkan, reproduksi, dan
distribusi dari rekaman suara.
g. Fashion
Yaitu Gaya hidup dalam berpenampilan yang mencerminkan identitas diri atau kelompok.
Pada Tahun 2015 laju pertumbuhan PDB subsektor fashion sebesar 2,80% dan ada 56%
Produk industri kreatif yang di ekspor keluar negeri berasal dari produk-produk fashion.
h. Film, Animasi, Video Film
Yaitu karya seni gambar bergerak yang memuat berbagai ide atau gagasan dalam bentuk
audiovisual, serta dalam proses pembuatannya menggunakan kaidah-kaidah sinematografi.
Animasi yaitu Tampilan Frame ke Frame dalam urutan waktu untuk menciptakan ilusi
gerakan yang berkelanjutan sehingga tampilan terlihat seolah-olah hidup atau mempunyai
nyawa. Video yaitu sebuah aktivitas kreatif, berupa eksplorasi dan inovasi dalam cara
merekam atau membuat gambar bergerak, yang ditampilkan melalui media presentasi,
yang mampu memberikan karya gambar bergerak alternatif yang berdaya saing dan
memberikan nilai tambah budaya, sosial, dan ekonomi.
i. Fotografi
Yaitu sebuah industri yang mendorong penggunaan kreativitas individu daalam
memproduksi citra dari suatu obyek foto dengan menggunakan perangkat fotografi,
termasuk didalamnya media perekam cahaya, media penyimpan berkas, serta media yang
menampilkan informasi untuk menciptakan kesejahteraan dan juga kesempatan kerja.
j. Kriya
Yaitu kegiatan kerajinan (kriya) merupakan bagian dari seni rupa terapan yang merupakan
titik temu antara seni dan desain yang bersumber dari warisan tradisi atau ide kontemporer
yang hasilnya dapat berupa karya seni, produk fungsional, benda hias dan dekoratif, serta
dapat dikelompokkan nberdasarkan material dan eksplorasi alat teknik yang digunakan,
dan juga dari tematik produknya.
k. Kuliner

12
Yaitu kegiatan persiapan, pengolahan, penyajian produk makanan dan minuman yang
menjadikan unsur kreativitas, estetika, tradisi dan kearifan lokal, diakui oleh lembaga
kuliner sebagai elemen terpenting dalam meeningkatkan cita rasa dan nilai produk tersebut,
untuk menarik daya beli dan memberikan pengalaman bagi konsumen.
i. Musik
Yaitu segala jenis usaha, kegiatan kreatif dan daya imajinasi untuk membuat konten kreatif
yang berkaitan dengan pendidikan, kreasi/komposisi, rekaman, kontribusi, distribusi,
penjualan dan pertunjukan karya seni musik.
m. Penerbitan
Yaitu daya imajinasi untuk membuat konten kreatif yang memiliki keunikan tertentu,
dituangkan dalam bentuk tulisan, gambar atau audio ataupun kombinasinya, diproduksi
untuk dikonsumsi publik, melalui media cetak, media daring menggunakan perangkat
elektronik, ataupun media baru untuk mendapatkan nilai ekonomi, sosial ataupun seni dan
budaya yang lebih tinggi.
n. Periklanan
Yaitu Bentuk Komunikasi melalui media tentang produk/merek kepada khalayak
sasarannya agar memberikan tanggapan sesuiai tujuan pemrakarsa, kegiatan kreatif yang
berkaitan jasa periklanan (komunikasi suatu arah dengan menggunakan medium tertentu),
yang meliputi proses kreasi, produksi dan distribusi dari iklan, iklan luar ruang, produksi
material iklan, promosi, kampanye relasi publik, tampilan iklan di media cetak (surat kabar,
majalah) dan elektronik (televisi dan radio), pemasangan berbagai poster dan gambar,
penyebaran selebaran, pamphlet, edaran brosur dan relame sejenis, distribusi dan delivery
advertising atau sampels, serta penyewaan kolom untuk iklan.
o. Seni Pertunjukan
Yaitu cabang kesenian yang melibatkan perancang, pekerja teknis dan penampil yang
mengolah, mewujudkan dan menyampaikan suatu gagasan kepada penonton, baik dalam
bentuk lisan, musik, tata rupa, ekspresi dan gerakan tubuh atau tarian yang terjadi secara
langsung didalam ruang dan waktu yang sama, disini dan kini.
p. Televisi dan Radio
Yaitu kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha kreasi, produksi dan pengemasan acara
televisi (seperti games, kuis, reality show, infotainment, dan lainnya), penyiaran, dan

13
transmisi konten acara televisi dan radio, termasuk kegiatan station relay (pemancar
kembali) siaran radio dan televisi.

Dalam pembangunan nasional, Ekonomi kreatif memiliki peran sentral dalam


mewujudkan lima misi utama pembangunan jangka panjang nasional 2005-2025 seperti
yang tertuang dalam Undang Undang Nomor 17 Tahun 2007, yaitu:

1. Mewujudkan karakter bangsa sebagai bangsa beriman dan bertaqwa, berbudi luhur,
bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik,
berkembang dinamis, dan berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi, serta
memantapkan budaya bangsa, meningkatkan peradaban, harkat dan martabat manusia
Indonesia, serta menguatnya jati diri dan kepribadian bangsa.

2. Terwujudnya bangsa yang berdaya saing untuk mencapai masyarakat yang lebih
makmur dan sejahtera. Ekonomi kreatif dapat berkontribusi dalam: (a) meningkatkan
pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan berkesinambungan yang ditunjukkan dari
peningkatan pendapatan perkapita, penurunan tingkat pengangguran terbuka dan jumlah
penduduk miskin; (b) meningkatkan kualitas sumber daya manusia, termasuk peran
perempuan dalam pembangunan. yang ditunjukkan dari peningkatan Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) dan Indeks Pembangunan Gender (IPG), serta pertumbuhan penduduk
yang seimbang; (c) membangun struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan
keunggulan kompetitif meliputi sektor pertanian, pertambangan, industri manufaktur, serta
jasa; dan (d) meningkatkan profesionalisme aparatur negara (pusat dan daerah).

3. Terwujudnya pemerataan pembangunan dan berkeadilan. Ekonomi kreatif dapat


berkontribusi dalam: (a) meningkatkan pembangunan yang makin merata ke seluruh
wilayah yang dapat ditunjukkan dengan meningkatnya kualitas hidup dan kesejahteraan,
serta menurunnya kesenjangan; (b) mewujudkan lingkungan perkotaan dan perdesaan yang
sesuai dengan kehidupan yang baik, berkelanjutan, serta mampu memberikan nilai tambah
bagi masyarakat.

4. Terwujudnya Indonesia asri dan lestari. Ekonomi kreatif dapat berkontribusi dalam: (a)
meningkatkan kualitas pengelolaan dan pendayagunaan sumber daya alam dan pelestarian

14
fungsi lingkungan hidup yang dicerminkan oleh tetap terjaganya fungsi, daya dukung, dan
kemampuan pemulihannya dalam mendukung kualitas kehidupan; (b) memelihara
kekayaan keragaman jenis dan kekhasan sumber daya alam untuk mewujudkan nilai
tambah, daya saing bangsa, serta modal pembangunan nasional; dan (c) meningkatkan
kesadaran, sikap mental, dan perilaku masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam
dan pelestarian fungsi lingkungan hidup.

5. Terwujudnya peranan Indonesia yang meningkat dalam pergaulan dunia internasional.


Ekonomi kreatif dapat berkontribusi dalam: (a) memperkuat dan mempromosikan identitas
nasional sebagai negara demokratis dalam tatanan masyarakat internasional; (b)
memulihkan posisi penting Indonesia sebagai negara demokratis besar (keberhasilan
diplomasi di fora internasional); (c) meningkatkan kepemimpinan dan kontribusi Indonesia
dalam berbagai kerja sama internasional; (d) mewujudkan kemandirian nasional dalam
konstelasi global; (e) meningkatkan investasi perusahaan Indonesia di luar negeri.

Berdasarkan visi pembangunan jangka Panjang di atas, bahwa penetapkan pengembangan


ekonomi kreatif oleh Pemerintah sebagai bagian dari agenda prioritas nasional, ha itu
dengan membentuk Badan Ekonomi Kreatif untuk mengawal perkembangan ekonomi
kreatif. Untuk mewujudkan ekonomi kreatif sebagai kekuatan ekonomi baru Indonesia,
pengembangan ekonomi kreatif di Indonesia dalam jangka panjang di atas, diarahkan tidak
hanya untuk menumbuhkembangkan industri kreatif tetapi lebih jauh lagi mampu
mengarusutamakan kreativitas dan inovasi di setiap sektor dan kehidupan bermasyarakat.

2.1.2. Konsep UMKM

Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) adalah unit usaha produktif yang berdiri
sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha disemua sektor ekonomi. Pada
prinsipnya pembedaan antara usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, usaha besar
umumnya didasarkan pada nilai aset awal (tidak termasuk tanah dan bangunan), omset rata-
rata per tahun, atau jumlah pekerja tetap. Namun, definisi UMKM berdasarkan tiga alat ukur

15
ini berbeda menurut negara. Oleh karena itu memang sulit membandingkan pentingnya atau
peran UMKM antar negara.10
Selanjutnya, Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan definisi UMKM berdasarkan jumlah
tenaga kerja. Menurut BPS (2013), usaha kecil merupakan usaha yang memiliki jumlah tenaga
kerja lima orang sampai dengan 19 orang. Sedangkan, usaha menengah merupakan usaha yang
memiliki jumlah tenaga kerja 20 orang sampai dengan 99 orang.11
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM, disebutkan, bahwa yang
dimaksud usaha mikro adalah usaha produktif milik orang-perorangan dan badan usaha
perorangan yang memenuhi usaha mikro. Sementara yang dimaksud usaha kecil adalah usaha
ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang-perorangan atau badan
usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha mikro atau
usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana telah diatur dalam UU tersebut.
Sedangkan usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang-perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan
atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung
maupun tidak langsung dari usaha mikro, usaha kecil atau usaha besar yang memenuhi kriteria
usaha mikro sebagaimana dimaksud dalam UU tersebut.12
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM di atas, maka
definisi dari masing-masing usaha adalah: (a) Usaha Mikro adalah usaha dengan kekayaan
bersih kurang dari 50 juta rupiah atau menghasilkan penjualan kurang dari 300 juta rupiah
selama satu tahun. (b) Usaha kecil adalah usaha dengan kekayaan antara 50 sampai 500 juta
rupiah atau menghasilkan penjualan antara 300 juta hingga 2,5 miliar rupiah selama satu tahun.
(c) Usaha menengah adalah usaha dengan kekayaan atara 500 juta sampai 10 miliar rupiah atau
menghasilkan penjualan antara 2,5 hingga 50 miliar rupiah selama satu tahun.13
Ketentuan UMKM telah diubah dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta
Kerja (UU Cipta Kerja). Tindak lanjutnya dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah No. 7

10
Tulus Tambunan, “Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Indonesia” (Jakarta: LP3ES, 2012). Hal 11.
11
Yazfinedi, “Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Indonesia: Permasalahan dan Solusinya”, (Quantum, Jurnal Ilmiah
Kesejahteraan Sosial, Volume XIV, Nomor 25 Januari-Juni 2018). Hal 33-41.
12
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang UMKM, (Bab 1, Ketentuan Umum), Pasal 1.
13
Ibid. Pasal 6.

16
Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah (PP UMKM). PP tersebut mengubah beberapa ketentuan yang
sebelumnya telah diatur di dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah (UU UMKM). Salah satunya adalah aturan terkait kriteria UMKM itu
sendiri.
Kriteria UMKM yang baru diatur di dalam Pasal 35 hingga Pasal 36 PP UMKM.
Berdasarkan pasal tersebut, UMKM dikelompokkan berdasarkan kriteria modal usaha atau
hasil penjualan tahunan. Kriteria modal usaha digunakan untuk pendirian atau pendaftaran
kegiatan UMKM yang didirikan setelah PP UMKM berlaku. Kriteria modal tersebut terdiri
atas :
a. Usaha Mikro memiliki modal usaha sampai dengan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha

b. Usaha Kecil rnemiliki modal usaha lebih dari Rpl.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
sampai dengan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) tidak termasuk tanah
dan bangunan tempat usaha.

c. Usaha Menengah merniliki modal usaha lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)
sampai tlengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh rniliar rupiah) tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha.
Sedangkan bagi UMKM yang telah berdiri sebelum PP UMKM berlaku, pengelompokkan
UMKM dilakukan berdasarkan kriteria hasil penjualan tahunan. Kriteria hasil penjualan
tahunan terdiri atas:
a. Usaha Mikro memiliki hasil penjualan tahunan sampai dengan paling banyak
Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah)

b. Usaha Kecil memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.000.000.000,00 (dua miliar
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp15.000.000.000,00(lima belas miliar rupiah)

c. Usaha Menengah memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp15.000.000.000,00 (lima
belas miliar rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar
rupiah

2.2. Praktik Empiris

17
2.2.1 Kondisi Ekonomi Kreatif di Kabupaten Jember

Ekonomi Kreatif adalah sebuah konsep pada era ekonomi baru yang mengintensifkan
informasi dan kreativitas dengan mengandalkan ide dan pengetahuan dari sumber daya manusia
sebagai faktor produksi yang utama. Konsep ini biasanya akan didukung dengan keberadaan
industri kreatif yang menjadi perwujudannya. Seiring berjalannya waktu, perkembangan ekonomi
sampai pada taraf ekonomi kreatif setelah beberapa waktu sebelumnya, dunia dihadapi dengan
konsep ekonomi informasi yang mana informasi menjadi hal yang utama dalam pengembangan
ekonomi. Tercatat beberapa hal yang menjadi karakteristik dari ekonomi kreatif yaitu diperlukan
kolaborasi antara berbagai aktor yang berperan dalam indusri kreatif, yaitu cendekiawan (kaum
intelektual), dunia usaha, dan pemerintah yang merupakan prasyarat mendasar, berbasis pada ide
atau gagasan, pengembangan tidak terbatas dalam berbagai bidang usaha, serta konsep yang
dibangun bersifat relatif.

Di Indonesia sendiri, perkembangan ekonomi kreatif dimulai pada tahun 2006 dimana
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengintruksikan untuk mengembangkan ekonomi kreatif.
Proses pengembangan ini diwujudkan pertama kali dengan pembentukan Indonesian Design
Power oleh Departemen Perdagangan untuk membantu pengembangan ekonomi kreatif di
Indonesia. Tujuan dari pengembangan ekonomi kreatif sendiri yakni guna mengurangi angka
pengangguran. Sebab konsep ini ramah lingkungan dan sangat menjanjikan untuk jangka panjang.
Perkembangan ekonomi kreatif di Indonesia sudah menunjukkan peningkatan yang cukup baik
walaupun potensi ini masih terbuka luas untuk lebih dikembangkan lagi, mengingat Indonesia
memiliki sumber daya manusia yang cukup teruji di dunia Internasional. Untuk itu, pemetaan
potensi Usaha Kecil dan Menengah (UKM) bidang ekonomi kreatif di Kabupaten Jember harus
segera dilaksanakan, karena Kabupaten Jember memiliki keunggulan di bidang ekonomi dan
budaya yang beraneka ragam. Kabupaten Jember memiliki 15 sektor ekonomi kreatif yaitu
Periklanan, Arsitektur, Pasar Barang Seni, Kuliner, Kerajinan, Desain, Fashion, Video, Film dan
Fotografi, Permainan Interaktif, Musik, Seni Pertunjukan, Penerbitan dan Percetakan, Layanan
Komputer dan Piranti Lunak, Televisi dan Radio, serta Riset dan Pengembangan.

Berdasarkan data dan roadmap Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kabupaten Jember
memiliki 3 sektor unggulan UKM bidang ekonomi kreatif yang memiliki potensi untuk
dikembangkan yaitu UKM Fashion, Kerajinan dan Kuliner. Salah satu event fashion yang terkenal

18
di jember adalah Jember Fashion Carnaval (JFC). JFC (Jember Fashion Carnaval) adalah sebuah
even karnaval busana yang setiap tahun digelar di Kabupaten Jember, Jawa Timur. Karnaval ini
digagas oleh Dynand Fariz yang juga pendiri JFC Center. Sebanyak 2.000 peserta berkarnaval
dalam 4 hari penyelenggaraan event meliputi Kids Carnival, Artwear Carnival, Waci, dan Grand
Carnival. Di jalan utama kota Jember disaksikan oleh ratusan ribu penonton di kanan dan kiri jalan.
Mereka terbagi dalam 10 defile yang masing-masing defile mencerminkan tren busana pada tahun
yang bersangkutan.

2.2.2. Kondisi UMKM di Kabupaten Jember

Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan harapan bangsa, karena UMKM
sebagai salah satu penggerak perekonomian rakyat yang tangguh. UMKM kebanyakan tumbuh
dari industri keluarga, sehingga konsumennya pun berasal dari kalangan menengah ke bawah.
Selain itu, kenyataan menunjukkan bahwa pada waktu terjadi adanya krisis ekonomi, UMKM
lebih konsisten dibandingkan perusahaan-perusahaan besar. Sehingga UMKM dapat dipandang
sebagai penyelamat dalam proses pemulihan ekonomi nasional, pendorong laju pertumbuhan
ekonomi serta membantu penyerapan tenaga kerja

Berdasarkan Undang-Undang yang mengatur tentang UMKM adalah Undang-Undang


Nomor 20 Tahun 2008. Salah satunya adalah Usaha Menengah yang merupakan usaha ekonomi
produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian
langsung maupun tidak langsung dari usaha kecil atau usaha besar yang memenuhi kriteria UMKM
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.

Tabel, Jumlah UMKM per Kecamatan di Kabupaten Jember


No Kecamatan Jumlah
1 Sumberbaru 4,872
2 Tanggul 5,523
3 Semboro 2,980
4 Kencong 6,045
5 Jombang 3,363
6 Umbulsari 542

19
7 Gumukmas 5,149
8 Puger 11,124
9 Balung 7,304
10 Bangsalsari 6,418
11 Rambipuji 7,262
12 Ajung 5,293
13 Wuluhan 8498
14 Ambulu 1,085
15 Jenggawah 6,786
16 Tempurejo 3,705
17 Silo 6,451
18 Sukowono 4,443
19 Ledokombo 3,124
20 Kalisat 6,130
21 Sumberjambe 3,880
22 Jelbuk 1,410
23 Arjasa 2,782
24 Pakusari 3,536
25 Sumbersari 7,884
26 Patrang 7,884
27 Kaliwates 17,950
28 Sukorambi 1,861
29 Panti 2,060
30 Mumbulsari 5,597
31 Mayang 4,940
Jumlah 42,146
Sumber Data : BPS, Hasil Pendataan UMKM 2012.
Hasil olah kelompok 6

20
Keberadaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah ini hampir dapat dijumpai di sepanjang
jalan dan juga semakin tahun semakin bermunculan. Artinya, dari tahun ke tahun UMKM
mengalami peningkatan. Meningkatnya perkembangan UMKM tersebut diharapkan dapat
memberikan kontribusi positif yang signifikan terhadap upaya-upaya penanggulangan masalah-
masalah ekonomi dan sosial dalam negeri. Supaya keberadaan UMKM bisa bertahan dan tetap
eksis maka, UMKM perlu untuk mendapatkan perhatian yang berkaitan dengan kemajuan dan
perkembangan UMKM. Namun, usaha mikro, kecil dan menengah di Indonesia harus mewaspadai
persaingan yang semakin tajam. Karena UMKM di Indonesia memiliki peran yang strategis.

Banyak bisnis menengah di Indonesia yang mendulang untung serta kesuksesan. Namun,
tidak sedikit juga yang akhirnya kandas bahkan belum mencapai tahun kelimanya. Banyak hal
yang menjadi alasan masih sulitnya UMKM yang berkembang di indonesia salah satunya adalah
modal usaha. Untuk itu para pelaku usaha membutuhkan dukungan modal dari perbankan atau
lembaga keuangan. Jumlah UMKM yang besar dari segi kuantitasnya masih belum didukung oleh
perkembangan yang memadai dari segi kualitasnya sehingga kinerja UMKM masih tertinggal.
Ketertinggalan tersebut disebabkan oleh kekurang mampuan dalam bidang manajemen,
penguasaan teknologi, dan pemasaran. Keberadaan UMKM yang handal dan kuat. Namun, selama
ini UMKM masih memiliki banyak keterbatasan dan kendala terutama kendala pada pencatatan
laporan keuangan. Ketersediaan laporan keuangan dan rencana pengembangan usaha merupakan
kendala yang menyebabkan minimnya akses keuangan pada UMKM. Padahal dengan adanya
laporan sangat bermanfaat dalam membantu UMKM untuk pengambilan keputusan dalam
pengelolaan Usaha Kecil.Pengelolaan keuangan merupakan masalah yang seringkali terabaikan
oleh para pelaku UMKM yang kemudian berdampak pada pencatatan akuntansi. Laporan
keuangan adalah catatan informasi suatu entitas pada suatu periode akuntansi yang dapat
digunakan untuk menggambarkan kinerja entitas tersebut. Pencatatan akuntansi yang baik akan
menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas dan sesuai dengan standar akuntansi untuk
UMKM yaitu SAK ETAP.

Perlunya penyusunan laporan keuangan bagi UMKM sebenarnya bukan hanya untuk
kemudahan memperoleh kredit dari kreditur, tetapi untuk pengendalian aset, kewajiban, dan modal
serta perencanaan pendapatan dan efisien biaya-biaya yang terjadi, yang pada akhirnya sebagai
alat untuk pengambilan keputusan ekonomis dalam pengelolaan usaha mikro dan kecil antara lain

21
keputusan penetapan harga, pengembangan pasar. UMKM dapat menggunakan Standar Akuntansi
Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI) dalam pelaporan keuangannya.

SAK ETAP adalah Standar Akuntansi Keuangan untuk Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik
(SAK ETAP) dimaksudkan untuk digunakan oleh Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (ETAP),
yaitu entitas yang tidak memiliki akuntabilitas publik signifikan dan menerbitkan laporan
keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statement) bagi pengguna eksternal.
Contoh pengguna eksternal adalah pemilik yang tidak terlibat langsung dalam pengelolaan usaha,
kreditur dan lembaga pemeringkat kredit.

SAK ETAP bertujuan untuk menciptakan fleksibilitas dalam penerapannya dan diharapkan
memberi kemudahan akses ETAP kepada pendanaan dari perbankan. SAK ETAP merupakan SAK
yang berdiri sendiri dan tidak mengacu pada SAK Umum, sebagian besar menggunakan konsep
biaya historis; mengatur transaksi yang dilakukan oleh ETAP; bentuk pengaturan yang lebih
sederhana dalam hal perlakuan akuntansi dan relatif tidak berubah selama beberapa tahun.

Kualitas laporan keuangan adalah sejauh mana laporan keuangan yang disajikan
menunjukkan informasi yang benar dan jujur (Payamta, 2006:83). Kualitas laporan keuangan
berguna sebagai dasar pengambilan keputusan ekonomi bagi pihak yang berkepentingan. Kualitas
laporan keuangan dengan berbagai pengukurannya, umumnya digunakan dalam keputusan
investasi, perjanjian kompensasi dan persyaratan hutang. Oleh karena itu, dibutuhkan Sumber
Daya Manusia (SDM) yang kompeten untuk menghasilkan sebuah laporan keuangan yang
berkualitas. Dalam pengelolaan keuangan yang baik, manajer maupun pegawai harus harus
memiliki sumber daya manusia yang kompeten, yang didukung dengan latar belakang pendidikan
akuntansi, sering mengikuti pendidikan dan pelatihan. Dan mempunyai pengalaman di bidang
akuntansi. Hal tersebut diperlukan untuk menerapkan system akuntansi yang ada. Sumber Daya
Manusia (SDM) yang kompeten tersebut akan mampu memahami logika akuntansi dengan baik.

22
BAB III
EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT

3.1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Kecil Mikro dan Menengah
Undang-Undang UMKM mengacu pada usaha-usaha produktif yang dimiliki oleh individu
atau entitas usaha yang telah memenuhi syarat sebagai usaha mikro, kecil, atau menengah. Sesuai
dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008, kriteria untuk UMKM dibagi menjadi
usaha mikro, kecil, dan menengah. Usaha mikro adalah usaha produktif yang dimiliki oleh
individu atau entitas usaha perorangan yang memenuhi standar usaha mikro yang ditetapkan dalam
Undang-Undang tersebut. Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
dilakukan oleh individu atau entitas usaha yang tidak merupakan anak perusahaan atau cabang dari
usaha menengah atau besar yang memenuhi standar usaha kecil sebagaimana yang dijelaskan
dalam Undang-Undang tersebut. Usaha menengah, pada sisi lain, adalah usaha ekonomi produktif
yang berdiri sendiri, dilakukan oleh individu atau entitas usaha yang tidak merupakan anak
perusahaan atau cabang dari usaha besar yang memenuhi standar usaha menengah sebagaimana
yang diatur dalam Undang-Undang tersebut.
Tujuan dirancangnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 mengenai Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah (UMKM) yaitu sebagai respons terhadap perkembangan dinamis dan
globalisasi dalam lingkungan ekonomi. Yang dimana Fokus utamanya adalah memberikan
perlindungan hukum yang adil dan pasti bagi UMKM di Indonesia. Pembentukan undang-undang
ini juga terinspirasi oleh Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
XVI/MPR-RI/1998 tentang Politik Ekonomi dalam rangka Demokrasi Ekonomi, yang
menegaskan pentingnya memperkuat UMKM sebagai bagian integral dari ekonomi masyarakat
yang berperan strategis dalam mencapai keadilan dan kemakmuran berdasarkan nilai-nilai
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

23
Terkait dengan adanya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 yang mengatur tentang UMKM
sebagai berikut :

Pasal 2 Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah berasaskan:

A. kekeluargaan;
B. demokrasi ekonomi;
C. kebersamaan;
D. efisiensi berkeadilan;
E. berkelanjutan;
F. berwawasan lingkungan;
G. kemandirian;
H. keseimbangan kemajuan; dan
I. kesatuan ekonomi nasional.

Pasal 5 Tujuan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah:

a. mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang, berkembang, dan


berkeadilan;
b. menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
menjadi usaha yang tangguh dan mandiri; dan
c. meningkatkan peran Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam pembangunan daerah,
penciptaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan
pengentasan rakyat dari kemiskinan.

3.2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2019 Tentang Ekonomi Kreatif

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif bertujuan untuk


meningkatkan efektivitas pemanfaatan sumber daya manusia dengan cara mengelola potensi
ekonomi kreatif secara terencana, terstruktur, dan berkelanjutan. Tujuannya adalah memasukkan
ekonomi kreatif ke dalam rencana pembangunan nasional, membangun ekosistem yang
mendukung ekonomi kreatif untuk menghasilkan produk dengan nilai tambah tinggi, yang mudah
diakses, dan memiliki perlindungan hukum yang memadai.

24
Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah bertanggung jawab atas pengembangan Ekonomi
Kreatif melalui beberapa inisiatif, termasuk mengembangkan skema pembiayaan berbasis
kekayaan intelektual, memasarkan produk Ekonomi Kreatif dengan memanfaatkan kekayaan
intelektual, memperbaiki infrastruktur yang mendukung Ekonomi Kreatif, memberikan insentif
bagi para pelaku Ekonomi Kreatif, serta menyelesaikan sengketa terkait pembiayaan.

Berkaitan dengan UU Nomor 28 Tahun 2008, UU Nomor 24 Tahun 2019 juga membahas tentang
cara mengembangkan dari sektor ekonomi di Indonesia sebagai berikut :

Pasal 4 Undang-Undang Ekonomi Kreatif bertujuan:

A. mendorong seluruh aspek Ekonomi Kreatif sesuai dengan perkembangan kebudayaan,


teknologi, kreativitas, inovasi masyarakat Indonesia, dan perubahan lingkungan
perekonomian global;
B. menyejahterakan rakyat Indonesia dan meningkatkan pendapatan negara;
C. menciptakan Ekosistem Ekonomi Kreatif yang berdaya saing global;
D. menciptakan kesempatan kerja baru yang berpihak pada nilai seni dan budaya bangsa
Indonesia serta sumber daya ekonomi lokal;
E. mengoptimalkan potensi Pelaku Ekonomi Kreatif;
F. melindungi hasil kreativitas Pelaku Ekonomi Kreatif; dan
G. mengarusutamakan Ekonomi Kreatif dalam Rencana Pembangunan Nasional.

Pasal 5 Setiap Pelaku Ekonomi Kreatif berhak memperoleh dukungan dari Pemerintah dan/atau
Pemerintah Daerah melalui pengembangan Ekosistem Ekonomi Kreatif.

Pasal 6 Pelaku Ekonomi Kreatif terdiri atas:

A. pelaku kreasi; dan


B. pengelola kekayaan intelektual.

Pasal 7 Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah melakukan pengembangan kapasitas Pelaku


Ekonomi Kreatif melalui:

A. pelatihan, pembimbingan teknis, dan pendampingan untuk meningkatkan kemampuan


teknis dan manajerial Pelaku Ekonomi Kreatif;
B. dukungan fasilitasi untuk menghadapi perkembangan teknologi di dunia usaha; dan

25
C. standardisasi usaha dan sertifikasi profesi bidang Ekonomi Kreatif

3.3. Evaluasi dan Analisis

Evaluasi dan analisis dari UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
(UMKM) dengan UU Nomor 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif mengidentifikasi beberapa
persamaan dan perbedaan didalam kedua Undang-Undang tersebut yaitu seperti Fokus pada
Pengembangan Ekonomi Kreatif yang dimana Kedua undang-undang memiliki fokus yang serupa
pada pengembangan ekonomi kreatif yang memberikan nilai tambah pada produk kreatif yang
berdaya saing tinggi, mudah diakses, dan mendapatkan perlindungan hukum yang memadai.
Selain itu kedua undang-undang ini pun sama-sama memiliki Insentif bagi Pelaku Ekonomi
Kreatif yang Dimana tujuannya yaitu untuk UU UMKM maupun UU Ekonomi Kreatif yang
memberikan insentif bagi pelaku ekonomi kreatif, termasuk dalam hal pendaftaran hak kekayaan
intelektual dan hak terkait. Selain dari persamaan antara kedua Undang-Undang tersebut terdapat
perbedaan yang membedakan kedua Undang-Undang tersebut yaitu dari Fokus dan Ruang
Lingkup yang dimana UU UMKM lebih terfokus pada usaha mikro, kecil, dan menengah,
sementara UU Ekonomi Kreatif lebih spesifik dalam mengatur aspek kreativitas, inovasi, dan
kekayaan intelektual. Dan dari hasil kedua undang-undang tersebut dapat kita lihat bahwa pada
insentif bagi pelaku ekonomi kreatif, sementara perbedaannya terdapat dalam fokus dan ruang
lingkup pengaturannya. UU UMKM lebih umum dalam cakupannya, sedangkan UU Ekonomi
Kreatif lebih spesifik dan mengakomodasi aspek kreatif, inovatif, dan kekayaan intelektual.

BAB IV
LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS

4.1. Landasan Filosofis

Landasan filosofis pada umumnya berisi tentang pandangan hidup, kesadaran, dan cita-cita
hukum serta cita-cita moral yang terkandung dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945.
Peraturan daerah harus memuat norma-norma hukum yang diidealkan oleh suatu masyarakat
tentang arah cita-cita kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Maka dari itu idealnya Peraturan
Daerah dapat digambarkan sebagai cermin dari cita-cita masyarakat tentang nilai-nilai luhur dan
filosofis yang akan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari melalui pelaksanaan Peraturan
Daerah.

26
Sebab hal tersebut merupakan cita-cita filosofis yang terkandung dalam Peraturan Daerah,
maka harus mencerminkan cita-cita filosofis yang dianut masyarakat Kabupaten Jember. filosofis
yang terkandung dalam Peraturan Daerah jangan sampai mencerminkan falsafah kehidupan yang
tidak cocok dengan cita-cita filosofis bangsa kita. Karena, dalam konteks kehidupan bernegara,
Pancasila sebagai falsafah haruslah tercermin sebagai pertimbangan-pertimbangan filosofis yang
terkandung didalam Peraturan Daerah.14
Semua nilai di daerah yang berada di Indonesia hendaknya tercermin bersumber dari
Pancasila, karena merupakan pandangan hidup, cita-cita bangsa, falsafah, atau jalan kehidupan
bangsa. Adapun falsafah hidup berbangsa dan bernegara merupakan suatu landasan penyusunan
peraturan perundang-undangan dengan demikian perundang-undangan yang dibentuk harus
mencerminkan falsafah suatu bangsa. Tujuan utama pendirian negara Indonesia adalah
terwujudnya kesejahteraan umum bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Pembangunan nasional yang mencakup seluruh aspek kehidupan bangsa diselenggarakan
bersama oleh masyarakat dan pemerintah. Masyarakat menjadi pelaku utama pembangunan, dan
pemerintah berkewajiban mengarahkan, membimbing, melindungi, serta menumbuhkan suasana
dan iklim yang menunjang. Usaha mikro sebagai bagian dari Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
(UMKM) merupakan kegiatan usaha yang mampu memperluas lapangan keija dan memberikan
pelayanan ekonomi.
Secara luas kepada masyarakat, dan dapat berperan dalam proses pemerataan dan
peningkatan pendapatan masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan berperan dalam
mewujudkan stabilitas nasional. Selain itu, usaha mikro adalah salah satu pilar utama ekonomi
nasional yang harus memperoleh kesempatan utama, dukungan, perlindungan, dan pengembangan
seluas-luasnya sebagai wujud keberpihakan tegas kepada para pengusaha usaha ekonomi rakyat,
tanpa mengabaikan peranan usaha besar dan Badan Usaha Milik Negara.
Secara filosofis penyusunan Peraturan Daerah ini diarahkan dalam mewujudkan
kesejahteraan masyarakat melalui pemberdayaan usaha mikro dengan prinsip sebagai berikut:
a. Pertumbuhan sikap kemandirian, kebersamaan, dan kewirausahaan Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMKM) untuk berkarya dengan prakarsa sendiri.
b. Perwujudan kebijakan publik yang transparan, akuntabel, dan berkeadilan;

14
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014.

27
c. Pengembangan usaha berbasis potensi daerah dan berorientasi pasar sesuai dengan kompetensi
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM);
d. Peningkatan daya saing Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM); dan
e. Penyelenggaraan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian secara terpadu.
4.2 Landasan Sosiologis

Landasan sosiologis relevan Seiring dengan prinsip otonomi daerah yang seluas-luasnya
pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk mengurus dan mengatur urusan pemerintahan
diluar yang menjadi urusan Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah memiliki kewenangan
membuat suatu kebijakan daerah untuk melaksanakan suatu pembangunan dan memberikan
pelayanan kepada masyarakat di daerah Jember.
Peningkatan peran serta, prakarsa dan pemberdayaan masyarakat dalam rangka untuk
peningkatan kesejahteraan masyarakat-dengan selalu . memperhatikan kepentingan dan aspirasi
yang tumbuh dalam masyarakat. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah, pemerintah daerah menjalankan otonomi yang seluas-luasnya untuk
mengatur dan mengurus urusan-urusan pemerintahan berdasarkan asas ekonomi dan tugas
pembantuan. Salah satu wujud kewenangan pemerintah daerah yang harus dilakukan diantaranya
dengan membuat suatu kebijakan daerah yang berupa peraturan daerah khususnya yang mengatur
program pengelolaan dan pembinaan usaha mikro.
Secara sosiologis pengembangan dan pemberdayaan usaha mikro di Kabupaten Jember
diarahkan pada upaya mewujudkan struktur perekonomian daerah yang seimbang dari UMKM
berkembang dan berkeadilan, menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan usaha mikro
menjadi usaha yang tangguh dan mandiri dan meningkatkan peran usaha mikro dalam
fembangunan daerah, penciptaan lapangan keija, pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi,
dan pengentasan rakyat dari kemiskinan, sehingga dengan adanya peraturan daerah tentang
Pemberdayaan Usaha Mikro dapat 5 mewujudkan tujuan tersebut.
4.3. Landasan Yuridis

Peraturan perundang-undangan di tingkat pemerintah kabupaten harus mempunyai


landasan hukum atau dasar hukum yang terdapat dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi. Landasan yuridis adalah landasan hukum yang meliputi mengenai kewenangan
membuat peraturan perundang-undangan, yang kedua mengenai- materi peraturan perundang-

28
undangan yang harus dibuat. Kewenangan menyusun peraturan daerah di tingkat kabupaten
terletak pada Bupati bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Jember.
Sedangkan materi muatan peraturan daerah adalah seluruh materi muatan dalam
penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta memuat kondisi khusus daerah dan
penjabaran peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Landasan yuridis penyusunan
rancangan peraturan daerah tentang Pemberdayaan dan Perlinduangan Usaha Mikro, diantaranya:

1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Kecil Mikro dan Menengah
2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2019 Tentang Ekonomi Kreatif

BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Pembangunan nasional di Indonesia bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan


masyarakat secara adil dan merata, dengan fokus pada pembangunan ekonomi. Di Kabupaten
Jember, pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) serta sektor Ekonomi
Kreatif menjadi prioritas. Namun, UMKM menghadapi kendala seperti akses pendanaan terbatas,
kurangnya akses pasar, dan infrastruktur yang tidak memadai. Untuk mengatasi hal tersebut,
diperlukan upaya dalam edukasi keuangan, pembinaan UMKM, pengembangan pemasaran digital,
kolaborasi dengan platform e-commerce, dan perbaikan infrastruktur. Pengembangan regulasi
yang mendukung UMKM dan ekonomi kreatif juga penting, seperti Peraturan Daerah (Perda) dan
Rancangan Undang-Undang Tentang Pengembangan UMKM dan Ekonomi Kreatif di Kabupaten
Jember. Dengan dukungan yang kuat dari regulasi, diharapkan UMKM dan sektor ekonomi kreatif
dapat terus berkembang, memberikan kontribusi lebih besar dalam pertumbuhan ekonomi, dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Jember.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
(UMKM) mengacu pada usaha-usaha produktif yang dimiliki oleh individu atau entitas usaha yang
memenuhi syarat sebagai usaha mikro, kecil, atau menengah. Kriteria untuk UMKM dibagi
menjadi usaha mikro, kecil, dan menengah sesuai dengan standar yang ditetapkan dalam Undang-
Undang tersebut. Tujuan utama dari Undang-Undang ini adalah memberikan perlindungan hukum
yang adil dan pasti bagi UMKM di Indonesia, sebagai respons terhadap perkembangan dinamis

29
dan globalisasi dalam lingkungan ekonomi. Pembentukan undang-undang ini juga terinspirasi oleh
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVI/MPR-RI/1998
tentang Politik Ekonomi dalam rangka Demokrasi Ekonomi, yang menekankan pentingnya
memperkuat UMKM sebagai bagian integral dari ekonomi masyarakat, yang berperan strategis
dalam mencapai keadilan dan kemakmuran berdasarkan nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif bertujuan untuk
mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya manusia dengan mengelola potensi ekonomi kreatif
secara terencana dan berkelanjutan. Dengan menyertakan ekonomi kreatif dalam rencana
pembangunan nasional, undang-undang ini bertujuan untuk membangun ekosistem yang
mendukung produksi produk dengan nilai tambah tinggi, aksesibilitas yang baik, dan perlindungan
hukum yang memadai. Tanggung jawab pengembangan ekonomi kreatif dilakukan oleh
Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah melalui beberapa inisiatif, termasuk pengembangan
skema pembiayaan berbasis kekayaan intelektual, pemasaran produk ekonomi kreatif dengan
memanfaatkan kekayaan intelektual, perbaikan infrastruktur yang mendukung, pemberian insentif
bagi pelaku ekonomi kreatif, dan penyelesaian sengketa terkait pembiayaan.
Landasan filosofis Peraturan Daerah mencakup pandangan hidup, kesadaran, dan cita-cita
hukum serta moral yang terkandung dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945. Peraturan
Daerah diharapkan mencerminkan nilai-nilai luhur dan filosofis yang menjadi cita-cita
masyarakat, sesuai dengan Pancasila sebagai falsafah negara. Falsafah hidup berbangsa dan
bernegara menjadi landasan penyusunan peraturan perundang-undangan, dengan tujuan utama
terwujudnya kesejahteraan umum bagi seluruh masyarakat Indonesia. Usaha mikro, sebagai
bagian dari UMKM, diarahkan untuk memberdayakan masyarakat, mendorong pertumbuhan
ekonomi, dan mewujudkan stabilitas nasional. Penyusunan Peraturan Daerah ini diarahkan pada
pemberdayaan usaha mikro dengan prinsip kemandirian, kebersamaan, transparansi, berorientasi
pasar, peningkatan daya saing, dan pengelolaan yang terpadu.
Dalam konteks prinsip otonomi daerah, Pemerintah daerah memiliki kewenangan luas
untuk mengatur urusan pemerintahan yang berada di luar kewenangan Pemerintah Pusat. Salah
satu implementasi otonomi daerah adalah pembuatan kebijakan daerah, termasuk peraturan daerah
yang mengatur program pengelolaan dan pembinaan usaha mikro. Secara sosiologis,
pengembangan dan pemberdayaan usaha mikro di Kabupaten Jember bertujuan untuk

30
menciptakan struktur perekonomian yang seimbang, menumbuhkan kemampuan usaha mikro, dan
meningkatkan peran usaha mikro dalam pembangunan daerah serta pengentasan kemiskinan.
Dengan adanya peraturan daerah tentang Pemberdayaan Usaha Mikro, diharapkan tujuan tersebut
dapat tercapai.
pentingnya pendekatan sosiologis dalam mengembangkan kebijakan dan praktik
pemerintahan di tingkat daerah. Pemerintah daerah diberikan kewenangan yang luas untuk
mengatur urusan pemerintahan di luar kewenangan Pemerintah Pusat, dengan fokus pada
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dalam konteks ini, pengembangan dan pemberdayaan
usaha mikro di Kabupaten Jember bertujuan untuk mencapai struktur ekonomi yang seimbang,
meningkatkan kemampuan usaha mikro, dan memperluas peran mereka dalam pembangunan
daerah serta mengurangi kemiskinan. Hal ini tercermin dalam pembuatan peraturan daerah yang
mengatur program pengelolaan dan pembinaan usaha mikro. Dengan demikian, peraturan daerah
tersebut menjadi instrumen penting dalam mencapai tujuan pembangunan ekonomi dan sosial di
tingkat lokal.

5.2. Saran

Melihat kajian dan penelitian diatas dapat diberikan saran sebagai berikut:

1. Penyusunan Peraturan Daerah (Perda) yang lebih komprehensif dan inklusif untuk mendukung
pengembangan UMKM dan sektor Ekonomi Kreatif. Perda tersebut harus memperhatikan
berbagai aspek, termasuk akses pendanaan, akses pasar, pembinaan usaha, infrastruktur, dan
perlindungan hukum bagi pelaku usaha.
2. Penguatan regulasi terkait dengan pengembangan UMKM dan Ekonomi Kreatif, termasuk
pembaruan atau revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah (UMKM), serta Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi
Kreatif. Perubahan atau penambahan regulasi perlu dilakukan agar lebih responsif terhadap
perkembangan dinamis dalam ekonomi kreatif dan UMKM.
3. Mendorong terciptanya mekanisme hukum yang memfasilitasi akses pendanaan bagi UMKM,
seperti penyediaan fasilitas pinjaman dengan bunga yang rendah dan syarat yang mudah
dipenuhi, serta perlindungan hukum yang memadai terkait dengan pembiayaan.

31
4. Memperkuat perlindungan hukum terhadap kekayaan intelektual dalam sektor Ekonomi Kreatif
melalui peningkatan pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran hak kekayaan
intelektual.
5. Mendorong kolaborasi antara lembaga pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil dalam
pengembangan regulasi dan penegakan hukum terkait UMKM dan Ekonomi Kreatif. Ini
bertujuan untuk memastikan bahwa regulasi yang dibuat memperhatikan kepentingan semua
pihak dan efektif dalam mencapai tujuan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA

Humas, ‘Perkembangan UMKM Sebagai Critical Engine Perekonomian Nasional Terus


Mendapatkan Dukungan Pemerintah’ (KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG
PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA, 10 October 2022)
<https://www.ekon.go.id/publikasi/detail/4593/perkembangan-umkm-sebagai-critical-
engine-perekonomian-nasional-terus-mendapatkan-dukungan-pemerintah>.
Imam Nawawi, ‘JFC Pecahkan Rekor MURI Karena Libatkan 2.548 UMKM dan 268 Lampu
Sorot Dalam Karnaval Malam Hari Artikel Ini Telah Tayang Di Tribunjatim-Timur.Com
Dengan Judul JFC Pecahkan Rekor MURI Karena Libatkan 2.548 UMKM dan 268 Lampu
Sorot Dalam Karnaval Malam Hari.’ (08 2023) <https://jatim-
timur.tribunnews.com/2023/08/06/jfc-pecahkan-rekor-muri-karena-libatkan-2548-umkm-
dan-268-lampu-sorot-dalam-karnaval-malam-hari>.
Mauled Moelyono, “Menggerakkan Ekonomi Kreatif antara Tuntutan dan Kebutuhan”, (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2010),
Monica Salam and Anantha Pratama, ‘Peran Pemerintah Daerah Dalam Pengembangan UMKM
The Role Of Local Goverment In The Development Of UMKM’ [2022] jurnalunri.ac.id.
Noviana Rusydi. “Pengaruh Penerapan Ekonomi Kreatif Terhadap Kreativitas Remaja Di Kota
Lhokseumawe (Studi Kasus Pada Seni Tari Sanggar Cut Meutia)” JURNAL VISIONER &
STRATEGIS Volume 5, Nomor 1, Maret (2016). hal. 51-59.
Radar Digital, ‘Penerapan SSA Di Jalan Jawa Jember Dinilai Tidak Efektif’ RadarJember.id
(Oktober 2023) <https://radarjember.jawapos.com/jember/793038844/penerapan-ssa-di-
jalan-jawa-jember-dinilai-tidak-efektif>.1 Rochmat Aldy Purnomo. “Ekonomi Kreatif:
Pilar Pembangunan Indonesia” (Jakarta: Ziyad Visi Media, 2016).

32
Setyanti and others, Membangun Ekonomi Kreatif Kabupaten Jember (2018).
Tulus Tambunan, “Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Indonesia” (Jakarta: LP3ES, 2012)
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang UMKM
Yazfinedi, “Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Indonesia: Permasalahan dan Solusinya”,
(Quantum, Jurnal Ilmiah Kesejahteraan Sosial, Volume XIV, Nomor 25 Januari-Juni 2018)

33

Anda mungkin juga menyukai