Anda di halaman 1dari 18

NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH

TENTANG ‘’ALOKASI DANA DESA’’


KABUPATEN BONE BOLANGO DESA SEJAHTERA

DOSEN PENGAMPUH
AHMAD WIJAYA,S.H,M.H

NAMA : TRI MAHARANI HIMAM


NIM : 1011421230
KELAS :H
JURUSAN : ILMU HUKUM
FAKULTAS : HUKUM

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO


Kata Pengantar

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat-Nya, saya
dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul "Alokasi Dana Desa". Meskipun
banyak rintangan dan hambatan yang saya alami dalam proses pengerjaannya,
tapi saya berhasil menyelesaikannya tepat pada waktunya.

Tentunya juga untuk memberikan informasi yang bermanfaat bagi pembaca dan
untuk pengembangan wawasan ilmu pengetahuan.

Demikian makalah ini saya buat semoga makalah ini dapat memberikan
pengetahuan yang lebih luas kepada pembaca. Tentunya saya juga
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Gorontalo,

(Tri Maharani Himam)


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Desa sebagai unit organisasi pemerintah yang berhadapan langsung


dengan masyarakat dengan segala latar belakang kepentingan dan
kebutuhannya mempunyai peranan yang sangat strategis, khususnya dalam
pelaksanaan tugas di bidang pelayanan publik. maka desentralisasi kewenangan-
kewenangan yang lebih besar disertai dengan pembiayaan dan bantuan sarana
prasarana yang memadai mutlak diperlukan guna penguatan otonomi desa
menuju kemandirian desa. Alokasi Dana Desa (ADD).

Alokasi dana desa merupakan salah satu bentuk hubungan keuangan


antar tingkat pemerintahan yaitu hubungan keuangan antara pemerintahan
kabupaten dengan pemerintahan desa. Untuk dapat merumuskan hubungan
keuangan yang sesuai maka diperlukan pemahaman mengenai kewenangan yang
dimiliki pemerintah desa.

Penjabaran kewenangan desa merupakan implementasi program


desentralisasi dan otonomi. Dengan adanya desentralisasi dan otonomi desa
maka desa memerlukan pembiayaan untuk menjalankan kewenangan yang
dilimpahkan kepadanya. berdasarkan sumber yang diperoleh secara garis besar
terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan ADD, yaitu :

1. Terdapat delapan tujuan ADD yang bila disimpulkan secara umum


ADD bertujuan peningkatan aspek pembangunan baik prasarana
fisik maupun nonfisik dalam rangka mendorong tingkat partisipasi
masyarakat untuk pemberdayaan dan perbaikan taraf hidupnya
2. Asas dan prinsip pengelolaan ADD yaitu transparan, akun tabel,
dan partisipatif .Hal ini berarti ADD harus dikelola dengan
mengedepankan keterbukaan,dilaksanakan secara bertanggung
jawab, dan juga harus melibatkan peran serta aktif segenap
masyarakat setempat.
3. ADD merupakan bagian yang integral (satu kesatuan/tidak
terpisahkan) dari APBDes mulai dari perencanaan, pelaksanaan,
pertanggung jawaban, dan pelaporannya.
4. Penggunaan ADD ditetapkan sebesar 30% untuk belanja aparatur
dan operasional Desa dan sebesar 70% untuk belanja
pemberdayaan masyarakat.
5. Meskipun pertangung jawaban ADD integral dengan APBDes,
namun tetap diperlukan pelaporan atas kegiatan-kegiatan yang
dibiayai dari anggaran ADD secara berkala (bulanan) dan laporan
hasil akhir penggunaan ADD. Laporan ini terpisah dari
pertanggung jawaban APBDes, hal ini sebagai bentuk
pengendalian dan monitoring serta bahan evaluasi bagi Pemda.
6. Untuk pembinaan dan pengawasan pengelolaan ADD dibentuk
Tim Fasilitasi bupaten/kota dan Tim Pendamping kecamatan
dengan kewajiban sesuai tingkatan dan wewenangnya.
Pembiayaan untuk Tim dimaksud dianggarka ndalam APBD dan
diluar untuk anggaran ADD.

Tujuan yang diharapkan dari anggaran tersebut dapat terwujud. Hal


mendasar yang harus dilakukan aparatur desa adalah membuat perencanaan
berjangka menengah/panjang dengan memfokuskan pada satu atau dua
program/kegiatan yang mampu memberikan kontribusi besar bagi masyarakat
utamanya kelompok masyarakat menengah kebawah, selain tetap melaksanakan
program/ kegiatan lain yang bersifat jangka pendek.

B. Identifikasi Masalah

Adapun identifkasi dari penyusunan naskah akademis ini adalah :


1. Anggaran perencanaan pokok-pokok apa saja yang akan
mendapatkan alokasi dana?
2. Pokok-pokok materi apa saja yang ada dan harus ada dalam
rancangan Peraturan Daerah tentang Alokasi Dana Desa?
3. Bagaimanakah keterkaitannya dengan peraturan perundang-
undangan lainnya sehingga jelas kedudukan dan ketentuan
yang diaturnya?
4. Pertimbangan apa yang digunakan PEMDES untuk
memberikan alokasi dana tersebut terhadap pokok-pokok
perencanaan diatas?

C. Tujujan dan Kegunaan

Naskah akademik ini bertujuan untuk memberikan kajian dan kerangka


filosofis,sosiologis dan yuridis tentang perlunya Peraturan Daerah yang mengatur
Alokasi Dana Desa. Gambaran yang tertulis diharapkan dapat menjadi panduan
bagi Dewan Perwakilan rakyat Daerah (DPRD) untuk dijadikan bahan kajian
dalam merumuskan peraturan daerah tentang Alokasi Dana Desa. Tujuan
dibuatnya naskah akademik ini adalah:

a. Memahami Anggaran perencanaan pokok-pokok yang akan


mendapatkan alokasi dana.
b. Mengkaji dan meneliti pokok-pokok materi apa saja yang ada dan
harus ada dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang Alokasi
Dana Desa.
c. Melihat keterkaitannya dengan peraturan perundang-undangan
lainnya sehingga jelas kedudukan dan ketentuan yang diaturnya.
d. Mempertimbangankan apa yang digunakan PEMDES, untuk
memberikan alokasi dana tersebut terhadap pokok-pokok
perencanaan diatas.

D. Mode Penelitian

Untuk lebih mengoptimalkan tata cara prosedur dan pelaksanaan


pengalokasian Dana Desa disetiap cakupan yang berkaitan dengan Alokasi Dana
Desa,selanjutnya didukung oleh metode penelitian sebagai berikut :

1. Metode pendekatan

Yaitu metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian ini
adalah yuridis normatif, yaitu mempelajari dan mengkaji asas-asas hukum
khususnya kaidah-kaidah hukum positif yang berasal dari bahan-bahan
kepustakaan yang ada, dari peraturan perundang-undangan, serta ketentuan-
ketentuan terutama yang berkaitan dengan pelaksanaan Alokasi Dana Desa.

2. Spesifkasi Penelitian.

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif analitis, yaitu


memberikan gambaran umum yang menyeluruh dan sistematis mengenai
Alokasi Dana Desa. Gambaran umum tersebut dianalisis dengan bertitik tolak
pada peraturan perundang-undangan, pendapat para ahli, serta pengalokasian
Dana Desa dalam praktik pelaksanaannya, yang bertujuan untuk mendapatkan
jawaban permasalahan yang akan dibahas lebih lanjut.

3. Sumber Data :

Penelitian kepustakaan (library research), yaitu dengan mengumpulkan


dan mempelajari data sekunder yang berkaitan dengan retribusi. Data sekunder
yang dijadikan sebagai sumber data utama dalam penelitian ini terdiri dari :

a. Bahan Hukum Primer yang terdiri dari :

a) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa


b) PP Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang
Bersumber dari APBN
c) PP Nomor 22 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas PP
Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang
Bersumber dari APBN
d) PP Nomor 8 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas
PP Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang
bersumber Dari APBN
e) PMK Nomor 49 Tahun 2016 tentang Tata Cara
Pengalokasian,Penyaluran,Penggunaan,Pemantauan
dan Evaluasi Dana Desa
f) Peraturan Mentri Desa,PDT dan Transmigrasi Nomor 21
Tahun 2015 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan
Dana Desa Tahun 2016
BAB II

KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS

A. Kajian Teoritis

Alokasi Dana Desa biasa disebut dengan ADD adalah Alokasi khusus Desa
yang dialokasikan oleh Pemerintah melalui Pemerintah Daerah (kabupaten).
Tujuan utamanya adalah untuk mempercepat pembangunan tingkat Desa baik
pembangunan fisik (sarana pra-sarana) maupun sumber daya manusia.

Alokasi Dana Desa selanjutnya disebut ADD adalah dana yang bersumberdari
APBD yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar
desa untuk mendanai kebutuhan desa dalam rangka penyelenggaraan
pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan serta pelayanan masyarakat.
Sebagai usaha untuk meningkatkan pemberdayaan, kesejahteraan dan
pemerataan pembangunan di pedesaan melalui dana APBD Kabupaten, Propinsi
dan pemerintah pusat merealisasikan dalam APBD masing-masing 10% untuk
dana alokasi desa (Widjaya,HAW,2003 :23) Alokasi Dana Desa (ADD) merupakan
perolehan bagian keuangan desa dari kabupaten yang penyalurannya melalui kas
desa sebagai bagian dari anggaran sendiri untuk dana rangsangan program
pemberdayaan masyarakat dalam meningkatkan partisipasi masyarakat
desa.Indikator keberhasilan alokasi dana desa menurut surat edaran mendagri
140 /640/SJ pada tanggal 22 maret 2005 tentang pedoman alokasi dana desa.

Keberhasilan pengelolaan alokasi dana desa dapat diukur dari beberapa point
dibawah ini yang menjadi tujuan dari ADD (Masudi,2012,2) :

1. Meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang adanya alokasi dana


desa
2. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam musya!arah perencanaan
pembangunan tingkat desa.
3. Meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang pertanggung
jawaban penggunaan alokasi dana desa oleh pemerintah desa.

Ketetapkan Undang-Undang No 32 Tahun2004 tentang Pemerintahan


Daerah memperjelas kedudukan keuangan desa dalam sumber pendapatan desa
yaitu tidak berupa bantuan lagi namun ada bagian dana perimbangan keuangan
pusat dan daerah yang diterima kabupaten atau kota. Dalam Peraturan
Pemerintah yaitu PP. No. 72 Tahun 2005 tentang desa semakin memperjelas
kedudukan keuangan desa dengan menyebutkan prosentasi bagihasil.
Peraturan pemerintah tersebut bahwa dana perimbangan keuangan
pusat dan daerah yang diterima kabupaten atau kota dalam pembagian untuk
tiap desa dibagikan secara proporsional disebut alokasi dana desa.

B. Praktis Empiris

Proses dalam perencanaan program pemberdayaan masyarakat yang


dianggarakan ADD ini merupakan 70% dari anggaran ADD tersebut.Perencanaan
ini juga melibatkan berbagai macam elemen-elemen warga, mulai dari perangkat
desa yang menyelenggarakan hingga para peserta hadir dalam proses
perencanaan. BPD, LKMD, KPMD serta RT/RW dan melibatkan Kasun pada setiap
dusunnya.

Merupakan sebuah kesepakatan bersama tentang pembahasan musyawarah


tersebut untuk mengedepankan kepentingan bersama. Hal inilah yang kemudian
dalam membahas ranahnya sebuah struktur dari landasan signifikas-dominasi-
legitimasi. Didalam struktur terdapat S-D-L yang memiliki sebuah pengertian,
signifikasi berarti komunikasi sebuah simbol yang mencerminkan harapan warga
akan program pemberdayaan ini, dominasi berarti keterlibatan warga beserta
elemen warga untuk merencanakan program-program pemberdayaan agar tepat
sasaran, dan legitimasi berarti sebuah aturan yang membawai beberapa aturan
tentang prinsip ADD disertai dengan landasan hukum.

Agenda musrenbangdes ini yang biasanya !arga menyebutnya untuk


perencanaan program-program pemberdayaan desa. Baik dari dana ADD
maupun dari dana pemerintah kabupaten dan dana lainnya. Musrenbangdes ini
memang agenda yang sering diadakan diawal tahun untuk satu tahun
kedepannya. jadi mulai awal proses perencanaan program ini hingga pada tahap
akhir yaitu pengajuan proposal sampai pada tingkat kabupaten inilah yang
peneliti kaji dalam sebuah praktik sosial baru. Yang mana ranah praktik sosial
dalam bentuk kecil wilayah desa juga mengalami banyak permasalahan yang
memang sudah membudaya bahkan selalu berubah dalam ruang dan waktu.
BAB III

EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT

Undang-undang Dasar Tahun 1945 Pasal 18 ayat (7) mengatur bagaimana


tata cara penyelenggaraan pemerintah daerah secara umum sehingga hal ini
mengakibatkan terjadinya multitafsir sehingga diperlukan pengaturan lebih
lanjut yang pada akhirnya diatur dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004
Tentang Pemerintahan Daerah. Pada tahap selanjutnya, ternyata Undang-
Undang ini mengalami kekurangan seiring berjalannya waktu dan tidak sesuai
lagi sehingga diatur dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah.

Dikarenakan Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah tidak membahas


desa secara detail, kemudian dibentuklah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa. Dalam perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia, Desa telah
berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan
agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan
landasan yang kuat dalam melaksanakanpemerintahan dan pembangunan
menuju masyarakat yang adil, maju dan sejahtera. Oleh karena itu tata cara
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan akan sangat efisien dan
mengandung kepastian hukum dengan Undang-Undang Desa ini. Undang-
Undang ini berisi penjabaran desa, perangkat desa, ketenangan yang dimiliki,
peraturan desa, keuangan desa dan lain sebagainya. keuangan desa yang dibahas
terlihat sama persis dengan yang ditentukan dalam Undang-Undang No.23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Selanjutnya diundangkanlah PP Nomor. 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa


yang Bersumber dari APBN yang kemudian diubah dengan PP Nomor 60 Tahun
2014 tentang Perubahan Atas PP Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang
Bersumber dari APBN dan diubah lagi untuk kedua kalinya dengan PP Nomor 8
Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas PP Nomor 60 Tahun 2014 tentang
Dana Desa yang Bersumber dari APBN.

PMK Nomor 49 Tahun 2016 tentang tata cara Pengalokasian,


Penyaluran,Penggunaan, Pemantauan dan Evaluasi Dana Desa.PMK ini ada untuk
melaksanakan ketentuan Pasal 14 Pasal 18 dan Pasal 23 ,dan pasal 28 PP Nomor
60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari APBN sebagaimana telah
diubah dengan PP Nomor 22 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas PP Nomor 60
Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari APBN. Kemudian dengan
ditetapkannya PP Nomor 8 Tahun 2016 tentang Perubahan kedua Atas PP
Nomor60 Tahun2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari APBN, PMK No.
247/PMK.07/2015 Tentang Cara Pengalokasian, Penyaluran,
Penggunaan,Pemantauan dan Evaluasi Dana Desa dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.

Peraturan Menteri Keuangan ini mengatur bagaimana jumlah alokasi dasar


dana desa yang akan diterima, cara pengalokasian dana desa,penggunaan dana
desa, dan lain sebagainya. Disini dapat disimpulkan bahwa Peraturan Menteri
Keuangan ini memuat lebih rinci terkait dana desa.

Selanjutnya,dibuatlah peraturan Mentri Desa, PDT dan Transmigrasi Nomor


21 Tahun 2015 Tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun
2016 . Peraturan Mentri Desa ini bertujuan untuk melaksanakan ketentuan Pasal
21 Ayat (1) PP No. 22 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
No. 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari APBN.

1. Pasal 18 Ayat (6) Dan Pasal 33 Ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945

Kinerja dibidang pembentukan peraturan perundang-undangan dalam 10


tahun terakhir ini memperlihatkan peningkatan baik secara kualitas maupun
kuantitas. Hal ini tidak terlepas dari proses penyusunan pembentukan
peraturan perundang-undangan yang makin tertib, terarah, dan terukur,
meskipun dari segi waktu masih perlu percepatan tanpa mengurangi kualitas
suatu peratuan perundang-undangan. Percepatan penyelesaian suatu produk
peraturan perundang-undangan perlu didorong terhadap program
pembentukan peraturan perundang-undangan untuk merealisasikan
program-program startegis pembangunan.

Penyerahan sebagian besar kewenangan pemerintahan kepada


pemerintah daerah, telah menempatkan pemerintah daerah sebagai ujung
tombak pembangunan nasional, dalam rangka menciptakan kemakmuran
rakyat secara adil dan merata. Dalam kaitan ini peran dan dukungan daerah
dalam rangka pelaksanaan pembentukan peraturan perundang-undangan
sangat strategis, khususnya dalam membuat peraturan daerah (Perda) dan
peraturan daerah lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Perda sebagai jenis peraturan perundang-undangan nasional memiliki


landasan konstitusional dan landasan yuridis dengan diaturnya kedudukan
Perda dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 ayat (6) yang menyatakan
bahwa pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan
peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi daerah dan tugas
pembantuan. Dalam kaitan ini, maka sistem hukum nasional memberikan
kewenangan atributif kepada daerah untuk menetapkan Perda dan Peraturan
lainnya, dan Perda diharapkan dapat mendukung secara sinergis
programprogram Pemerintah di daerah.

Perda sebagaimana Peraturan perundang-undangan lainnya memiliki


fungsi untuk mewujudkan kepastian hukum (rechtszekerheid, legal certainty).
Untuk berfungsinya kepastian hukum Peraturan perundang-undanagn harus
memenuhi syaratsyarat tertentu antara lain konsisten dalam perumusan
dimana dalam peraturan perundang-undangan yang sama harus terpelihara
hubungan sistematik antara kaidah-kaidahnya, kebakuan susunan dan
bahasa, dan adanya hubungan harmonisasi antara berbagai peraturan
perundang-undangan.

Pengharmonisasian peraturan perundang-undangan memiliki urgensi


dalam kaitan dengan asas peraturan perundang-undangan yang lebih rendah
tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi, sehingga hal yang mendasar dalam penyusunan rancangan peraturan
daerah adalah kesesuaian dan kesinkronannya dengan peraturan perundang-
undangan lainnya.

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 Tentang


Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

Peraturan adalah dasar dari negara hukum, negara yang


pemerintahannya tunduk pada hukum, khususnya Undang-undang. Para ahli
biasa membedakan antara Undang-Undang dalam arti materiel (wet ini
materiele zin) dan Undang-undang dalam arti formil (wet ini formele zin).
Pengertian Undang-undang dalam arti materiel itu menyangkut Undang-
undang yang dilihat dari segi isi, materi, dan substansinya sedangkan
Undangu-undang dalam arti formil dilihat dari segi bentuk dan
pembentukannya. Pembedaan keduanya dapat dilihat hanya dari segi
penekanan atau sudut penglihatan, yaitu suatu Undang-undang dapat dilihat
dari segi materinya atau dilihat dari segi bentuknya, yang dapat dilihat
sebagai dua hal yang sama sekali terpisah.

Menurut I.C van der Vies, masalah bagaimana suatu Undang-undang


harus dibuat terutama mengenai syarat-syarat yang wajib dipenuhi oleh
pembuat Undang-undang. Syarat-syarat ini dapat diringkaskan sebagai “asas-
asas pembuatan peraturan yang baik”. Asas-asas ini mempunyai kaitan
dengan berbagai aspek pembuatan peraturan, yaitu asas-asas yang berkaitan
dengan “bagaimana” dan asas-asas yang berkaitan dengan “apa”-nya suatu
keputusan yang masing-masing disebut asas-asas formal dan asas-asas
material.
Berdasarkan pendapat dan ketentuan yang telah disampaikan di atas
akan dikemukakan beberapa pandangan dan analisa terhadap Undang-
undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan (Undang-undang). Secara umum isi Undang-undang dapat
dikatakan merupakan keharusan (obligatere) sehingga seluruh ketentuan
dalam Undang-undang harus dilaksanakan. Jika Undang-undang tidak
dilaksanakan maka Undang-undang ini dapat dikatakan tidak berwibawa.
Dalam Pasal 5 Undang-undang disebutkan bahwa dalam membentuk
Peraturan Perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik, yang meliputi:

a. Kejelasan tujuan;

b. Kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;

c. Kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan;

d. Dapat dilaksanakan;

e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan;

f. Kejelasan rumusan; dan

g. Keterbukaan.

Kemudian dalam Pasal 6 ayat (1) Undang-undang disebutkan bahwa


materi muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan asas:

a. pengayoman;

b. kemanusiaan;

c. kebangsaan;

d. kekeluargaan;

e. kenusantaraan;

f. bhinneka tunggal ika;

g. keadilan;

h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;

i. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau

j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.

Selanjutnya dalam Pasal 6 ayat (2) dinyatakan bahwa selain


mencerminkan asas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Peraturan
Perundang-undangan tertentu dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang
hukum peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.

Kedua Pasal tersebut berisi asas-asas formal dan material yang harus
dilaksanakan dalam pembentukan setiap peraturan Perundang-undangan di
Indonesia. Sebagaimana telah disampaikan isi Undang-undang secara umum
dapat dikatakan merupakan keharusan sehingga dalam setiap pembentukan
peraturan Perundang-undangan di Indonesia asas-asas tersebut harus ditaati
tanpa pengecualian apapun.

Sebagai sebuah Undang-undang yang menjadi peraturan dalam rangka


pembentukan peraturan Perundang-undangan dapat dikatakan sudah baik.
Jika saja setiap orang yang terlibat dalam pembentukan peraturan
Perundang-undangan mau mempelajari dan melaksanakan Undang-undang
maka tidak akan mengalami banyak kesulitan lagi terlebih dengan
keberadaan lampiran yang sangat mendetail.

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang


Pemerintahan Daerah.

Dalam melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan


daerah, Kepala Daerah dan DPRD selaku penyelenggara Pemerintahan
Daerah membuat Peraturan daerah sebagai dasar hukum bagi daerah dalam
menyelanggarakan otonomi daerah sesuai dengan kondisi dan aspirasi
masyarakat serta kekhasan dari daerah tersebut. Peraturan daerah yang
dibuat oleh daerah hanya berlaku dalam batas-batas yurisdiksi daerah yang
bersangkutan.

Walaupun demikian Peraturan daerah yang ditetapkan oleh daerah tidak


boleh bertentangan dengan ketentuan peraturan Perundangundangan yang
lebih tinggi tingkatannya sesuai dengan hierarki peraturan Perundang-
undangan. Disamping itu Peraturan daerah sebagai bagian dari sistem
peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan
kepentingan umum sebagaimana diatur dalam kaidah penyusunan Peraturan
Daerah.

Daerah melaksanakan otonomi daerah yang berasal dari kewenangan


Presiden yang memegang kekuasaan pemerintahan. Mengingat tanggung
jawab akhir penyelenggaraan pemerintahan ada di tangan Presiden, maka
konsekuensi logisnya kewenangan untuk membatalkan Peraturan daerah ada
di tangan Presiden. Adalah tidak efisien apabila Presiden yang langsung
membatalkan Peraturan Daerah. Presiden melimpahkan kewenangan
pembatalan Peraturan daerah Propinsi kepada Menteri sebagai pembantu
Presiden yang bertanggung jawab atas Otonomi Daerah. Sedangkan untuk
membatalkan Peraturan daerah Kabupaten/Kota, Presiden melimpahkan
kewenangannya kepada Gubernur selaku Wakil Pemerintah Pusat di Daerah.

Untuk menghindari terjadinya kesewenang-wenangan dalam pembatalan


Peraturan daerah, maka Pemerintah Daerah Provinsi dapat mengajukan
keberatan pembatalan Peraturan Daerah Provinsi yang dilakukan oleh
Menteri kepada Presiden. Sedangkan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
dapat mengajukan keberatan pembatalan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
yang dilakukan Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat kepada Menteri.
Dari sisi penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, keputusan yang diambil
oleh Presiden dan Menteri bersifat final.

Dalam rangka menciptakan tertib adminstrasi pelaporan Peraturan


daerah, setiap Peraturan daerah yang akan diundangkan harus mendapatkan
nomor registrasi terlebih dahulu. Peraturan Daerah Provinsi harus
mendapatkan nomor register dari kementerian, sedangkan Peraturan daerah
Kabupaten/Kota mendapatkan nomor register dari gubernur sebagai wakil
Pemerintah Pusat. Dengan adanya pemberian nomor register tersebut akan
terhimpun informasi mengenai keseluruhan Peraturan daerah yang dibentuk
oleh Daerah dan sekaligus juga informasi Peraturan daerah secara Nasional.

BAB IV
LANDASAN FILOSOFIS, YURIDIS, DAN SOSIOLOGIS

A. Landasan Filosofis

Undang-undang Dasar 1945 sebagai "grundnorm" pada Pasal 18 ayat (5)


Perubahan ke-2 mengamanatkan bahwa, "Pemerintah Daerah menjalankan
otonomi seluas-luasnya kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang
ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat"

Makna dari Pasal tersebut di atas, bahwa Pemerintah Daerah diberikan


kewenangan yang seluas-luasnya untuk merekayasa dan mengembangkan
daerahnya.

Selain itu, sehubungan dengan peraturan daerah tentang retribusi izin


gangguan ini berhubungan dengan lingkungan dalam arti yang luas, maka
lingkungan hidup mempunyai sifat dan karakter yang sangat kompleks dan
memenuhi semua unsur yang terdapat dalam isi alam ini dan merupakan aset
untuk mensejahterakan masyarakat.

Dasar Hukum hal tersebut, termaktub dalam pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang
menyatakan bahwa “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat".

Pada dasamya, setiap bentuk pelayanan kepada masyarakat memerlukan


adanya pengaturan dari Pemerintah yang diberi kewenangan untuk
mengaturnya. Semua itu menuntut adanya campur tangan dari negara dalam
pengaturannya.

Pengaturan terhadap berbagai pungutan atas pelayanan yang diberikan oleh


pemerintah sebagai public service mempunyai banyak tujuan. Dari sisi ekonomis,
pengaturan mengenai pungutan oleh pemerintah, baik yang menimbulkan
kontraprestasi langsung maupun tidak langsung akan meningkatkan peningkatan
bagi pendapatan kas pemerintah yang dalam hal ini kas daerah dan tujuan lain
dari pengaturan pungutan kepada masyarakat atas pelayanan jasa yang
diberikan akan mengubah perilaku pemerintah daerah untuk bertindak lebih
efisien dan profesional.

Untuk meningkatkan pendapatan dari hasil pelayanan atas jasa yang


diberikan, pemerintah perlu meningkatkan kualitas layanan agar pelayanan yang
diberikan dapat memberikan kepuasan pada masyarakat selaku pengguna jasa.
Dengan pelayanan yang berkualitas, masyarakat tidak ragu untuk membayar /
memberikan upah atas layanan yang diberikan karena pelayanan yang diberikan
memang memuaskan.
B. Landasan Yuridis

Beberapa peraturan perundang-undangan dan peraturan organik lainnya


yang menjadi alasan yuridis untuk dibuatnya peraturan daerah ini antara lain:

1. PP Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari APBN.

2. PP Nomor 22 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas PP Nomor 60 Tahun


2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari APBN.

3. PP Nomor 8 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas PP Nomor 60


Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari APBN.

4. PMK Nomor 49 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran,

Penggunaan, Pemantauan dan Evaluasi Dana Desa.

5. Peraturan Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi Nomor 21 Tahun 2015


tentang penetapan prioritas penggunaan Dana Desa Tahun 2016.

6.Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

C. Landasan Sosiologis

Untuk meningkatkan pendapatan dari sektor pelayanan, maka pelayanan


publik yang prima merupakan sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Pengembangan dan pemantapan pelayanan publik menuju pelayanan prima
menekankan pada fokus perhatian yang dapat dilakukan melalui persiapan
sumber daya aparatur yang sadar akan fungsinya sebagai pelayan masyarakat
serta memberikan arah yang dapat memberikan peluang dan motivasi agar
setiap individu dan kelembagaan berkepentingan untuk memberikan pelayanan
prima kepada masyarakat.

Untuk itu masyarakat perlu diyakinkan akan pentingnya, tingkat keberhasilan,


dan besar nilai tambahnya bagi masyarakat atas program/kegiatan yang
difokuskan tersebut. Alokasi dana desa merupakan suplay dari pemerintah
sebagai sarana penunjang dan juga impus untuk pembangunan dan
pemeberdsayaan masyarakat yang ada di sebuah desa, dimana bantuan tersebut
digunakan sebagai fasilitas masyarakat dalam mengembangkan dan memajukan
produksivitas sebuah desa.

Artinya, anggaran pemerintah yang diberikan kepada desa terkait


sepenuhnya adalah untuk fasilitas pembangunan dan pemberdayaan desa
sebagai salah satu lembaga yang andil dalam format kepemerintahaan. Dana
tersebut harus digunakan dan di alokasikan sebagai mana mestinya sesuai
dengan undang undang dan ketentuan yang berlaku yang telah ditetapkan
pemerintah Indonesia. Sehinggadenagan ADD tersebut mampu meningkatkan
pembangunan desa, partisipasi masyarakat dalam meberdayakan dan
menimplementasikan bantuan tersebut untuk kedepan.

Kendati demikian, alokasi dana yang diberikan biasanya sudah menjadi tradisi
para aktor-aktor antagonis dalam pemerinthan tersebut untuk menyalah
gunakan dana yang di suplay dari pemerintah tersebut, adanya oknum oknum
aparatur desa yang dengan sengaja mengalokasikan dana tidak sebagaimana
mestinya, kemudian meminimalisir anggaran yang di targetkan serta memangkas
dana yang dikeluarkan, hal demikaian tentunya sudah lazim di negeri ini,
sehingga tindakan- tindakan yang menyimpang tersebut perlu diwaspadai, dan di
antisipasi, sebab perbuatan ini akan merugikan dan juga menhambat kemajuan
dan juga berefek pda desa itu sendiri, tak seharusnya makanan untuk keluarga
kita dengan tega kita menghabiskannya sendiri.

Oleh karena itu, Desa merupakan miniature bagi sebuah pemerintahan,


sesuatu bermula pada sesuatu yang sederhana dan kecil kemudian meretas
kesesuatu yang lebih besar, sehingga dari sebuah desa kita mampu melihat dan
meneropong seberapa kamajuan dan kesejahteraan sebuah negara, jadi
anggaran dana desa yang diberikan oleh pemerintah meruapakan dana yang di
asumsikan sebagai fasilitas pembangunan dan pemberdayaan desa. Sudah
sepatutnya dana tersebut dialokasikan dan digunakan untuk sepenuhnya demi
kemajuan desa.

PENUTUP
Kesimpulan

Alokasi Dana Desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten yang dialokasikan dengan tujuan
pemerataan kemampuan keuangan antar desa untuk mendanai kebutuhan desa
dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan
serta pelayanan masyarakat Pengelolaan ADD akan baik apabila proses
perencanaan, proses implementasi, proses evaluasi dilaksanakan secara jujur,
transparan, dan tanggungjawab. Dana ADD adalah dana Rakyat, maka sudah
sewajamya bila rakyat meminta informasi, mengakses, dan mengontrol dana
tersebut.

Saran

Di sini saya selaku mahasiswa Fakultas Hukum Univerisitas Negeri Gorontalo


ingin memberi saran dan masukan agar proses perencanaan dan penggunaan
alokasi anggaran dana desa agar dilaksanakan dengan transparan, terbuka dan
jujur agar tidak terjadi penyalahgunaan dana desa tersebut.

Anda mungkin juga menyukai