Disusun oleh:
Alhamdulillahirabbil’alamin, Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan hidayah-Nya.
Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang selalu kita nantikan
syafa’atnya di akhirat nanti.
Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penyusun mampu untuk menyelesaikan makalah ini
sebagai tugas mata kuliah Studio Perencanaan Kota dengan judul “Proposal Aspek Kebijakan,
Kelembagaan, dan Pembiayaan Kawasan Kabupaten Bandung Barat”.
Kami tentu menyadari bahwa tugas makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya, untuk itu apabila terdapat banyak kesalahan
pada makalah ini kami memohon maaf dan tentu mengharapkan kritik dan saran agar dapat lebih
baik. Terima kasih.
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
dimana perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian tersebut ditujukan untuk mengoptimalkan potensi
dalam ruang dan wilayah dalam setiap aspek, namun dalam pemanfaatan dan pengendalian kadang
tidak terlaksana secara baik dan tidak sesuai dengan RTRW Nasional, Provinsi serta Kabupaten,
khususnya Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten.
Menurut RTRW Kabupaten Bandung Barat Barat Tahun 2009-2029, Penataan ruang Kabupaten
Bandung Barat Barat Kabupaten Bandung Barat Barat berfokus pada perwujudan kawasan strategis
khusus dalam pariwisata diantaranya Kawasan Pariwisata dengan karakteristik berdasarkan
kepentingan dari sudut fungsi dan daya dukung lingkungan hidup yang terdapat di kecamatan
Lembang. Pertumbuhan ekonomi untuk mendukung wilayah belakang serta melengkapi sarana dan
prasarana serta ketentuan pengembangan perkotaan tetap menjaga fungsi lindung dan terintegrasi
dengan kawasan perbatasan dan kawasan perdesaan sehingga dilakukan pengkajian dalam Kebijakan,
Kelembagaan dan Pembiayaan Kabupaten Bandung Barat Barat dibutuhkan adanya daya dukung dari
data-data terkait.
1.2 Isu Permasalahan
Adapun rumusan masalah yang berada di Kawasan Kabupaten Bandung Barat ini
1.2.1 Kebijakan
Berdasarkan RPJMD Kabupaten Bandung Barat Tahun 2016-2021 ditemukan isu permasalahan
seperti:
1. Adanya keterbatasan dalam ketersediaan informasi mengenai rencana rinci tata ruang,
rencana tapak beserta dokumen pendukung lain yang bersifat spasial, baik itu berupa peta
analog maupun peta digital.
2. Tidak efisiennya prosedur penyesuaian hingga pengesahan rencana tata ruang.
3. Keterbatasan pengendalian dan pengawasan lapangan, yang mana ini berimplikasi pada
kurang intensifnya penindakan pelanggaran tata ruang.
1.2.2 Kelembagaan
Berdasarkan hasil “Analisa Review Renstra Sekda Kabupaten Bandung Barat tahun 2016-2021”
dalam isu-isu strategis berdasarkan tugas dan fungsi menyatakan bahwa belum optimalnya
koordinasi pelaporan serta evaluasi/monitoring APBN/APBD pada tingkatan instansi vertikal dan
daerah, kurangnya kerjasama dalam lingkup SKPD dan lintas sektoral sehingga mempengaruhi
koordinasi pelaksanaan pembangunan daerah, adanya ketidakmerataan beban kerja antar SKPD,
koordinasi dan sinkronisasi dalam perencanaan dan pelaksanaan program/kegiatan belum berjalan
optimal, belum sepenuhnya dokumen perencanaan sebagai acuan mekanisme penganggaran
program/kegiatan, serta masih kurangnya partisipasi pemangku kepentingan dan masyarakat dalam
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan daerah.
1.2.3 Pembiayaan
Berdasarkan RPJMD Kabupaten Bandung Barat Tahun 2016-2021 menyatakan bahwa kapasitas
2
fiskal daerah masih rendah serta kemandirian anggaran masih rendah (Sumber: Hasil analisis
BAPPEDA, 2015)
3
1.3 Tujuan dan Sasaran
Adapun tujuan dan sasaran dalam kegiatan ini adalah sebagai berikut
1.3.1 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam studio perencanaan kota ini adalah untuk mengidentifikasi
karakteristik, potensi, dan masalah aspek kebijakan, kelembagaan, dan pembiayaan di Kawasan
Kabupaten Bandung Barat.
1.3.2 Sasaran
Untuk memudahkan dalam mengidentifikasi karakteristik wilayah maka dibentuklah sasaran
yang akan dicapai dalam studi ini yaitu:
A. Kebijakan
1. Teridentifikasinya kebijakan eksternal yang mempengaruhi perkembangan Kawasan
Kabupaten Bandung Barat.
2. Teridentifikasinya kebijakan internal yang ada di Kawasan Kabupaten Bandung Barat.
3. Teridentifikasinya kesesuaian arahan kebijakan kondisi dengan eksisting di Kawasan
Kabupaten Bandung Barat.
4. Teridentifikasinya hasil analisis potensi dan masalah kebijakaan Kawasan Kabupaten
Bandung Barat.
B. Kelembagaan
1. Teridentifikasinya lembaga pemerintahan, swasta maupun masyarakat yang ada di Kawasan
Kabupaten Bandung Barat beserta program-programnya.
2. Teridentifikasinya koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergitas antara lembaga di
Kawasan Kabupaten Bandung Barat.
3. Teridentifikasinya hasil analisis potensi dan masalah kelembagaan Kawasan Kabupaten
Bandung Barat.
C. Pembiayaan
1. Teridentifikasinya sumber dan alokasi keuangan baik dari pemerintah, swasta, dan
masyarakat.
2. Teridentifikasinya kemandirian, keamanan, dan kesehatan pembiayaan di Kawasan
Kabupaten Bandung Barat.
3. Teridentifikasinya hasil analisis potensi dan masalah pembiayaan Kawasan Kabupaten
Bandung Barat.
4
1.4 Ruang Lingkup
1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah
Ruang lingkup studi ini terdiri dari ruang lingkup wilayah dan ruang lingkup substansi
A. Ruang Lingkup Wilayah Eksternal
Ruang lingkup penelitian atau lokasi studi berada di Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat. Lembang
adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Indonesia. Kecamatan ini berjarak sekitar 22 Kilometer
dari ibu kota kabupaten Bandung Barat ke arah timur laut melalui Cisarua. Pusat pemerintahannya berada di Desa Lembang.
Kecamatan Lembang merupakan kecamatan paling timur dan terkenal sebagai tujuan wisata di Jawa Barat. Batas wilayah
Kecamatan Lembang yaitu :
Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Subang
Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bandung, Kota Bandung, dan Kota Cimahi
Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Cisarua, Kabupaten Purwakarta, dan Kota Cimahi
Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Sumedang
Secara geografis Kabupaten Bandung Barat terletak diantara 6°,373’ sampai dengan 7°1,031’ lintang selatan dan
107°,1 10’ sampai dengan 107°4,40’ Bujur Timur. Kecamatan Lembang memiliki luas wilayah 1.305,77 km², yang
terbagi menjadi 16 kelurahan/ desa.
1
Gambar 1. 1 Peta Administrasi Kabupaten Bandung Barat
2
Kabupaten Bandung Barat terdiri dari 16 kecamatan dan luas wilayah secara
keseluruhan mencapai 130.577 Ha. Berikut ini adalah tabel luas kecamatan yang berada di
Kabupaten Bandung Barat dan persentasenya:
Tabel 1. 1 Luas Wilayah Kabupaten Bandjng Barat
3
5
Gambar 1.1 Peta Administrasi Kabupaten Bandung Barat Barat
5
B. Ruang Lingkup Wilayah Internal
DATA:
Data rencana struktur ruang
Kesehatan, untuk melihat kesehatan keuangan dari suatu daerah Tinjauan Teori
OUTPUT
Deskripsi kesesuaian dan penyimpangan
aspek kebijakan, kelembagaan, dan
pembiayaan
Gambar 1. 2 Kerangka Berpikir
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
9
C. Aksi Kebijakan, serangkaian tindakan kompleks yang dituntut oleh alternatif- alternatif
kebijakan yang dirancang untuk mencapai nilai-nilai tertentu
D. Hasil Kebijakan, konsekuensi yang teramati dari suatu aksi kebijakan
E. Kineja Kebijakan; suatu derajat dimana hasil kebijakan tertentu memberi kontribusi
terhadap pencapaian nilai-nilai.
Kelima Prosedur metodologis Analisis kebijakan tersebut, sejajar (paralel) dengan tahap-tahap
Pembuatan Kebijakan. Dunn membuat kesamaan prosedur analisis kebijakan dengan Tahap
Pembuatan Kebijakan sebagaimana matriks di bawah ini:
MPR (Majelis Permusyawaraan Rakyat) yang bertugas mengatur keamanan dan stabilitas negara
TNI (Tentara Nasional Indonesia) bertugas untuk mengatur keamanan dan stabilitas negara
11
2.2.2 Kelembagaan Daerah
Kelembagaan Daerah adalah lembaga yang unsur pelaksanaanya oleh pemerintah daerah dan
dipimpin oleh seorang kepala yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada gubernur melalui
sekretaris daerah kelembagaan daerah mempunyai tugas melaksanakan tugas tertentu yang karena
sifatnya tidak tercakup oleh sekretariat daerah dan dinas daerah dalam lingkup tugasnya. Tugas
tersebut 18 meliputi: bidang penelitian dan pengembangan, perencanaan, pengawasan, pendidikan dan
pelatihan, perpustakaan, kearsipan dan dokumentasi, kependudukan, dan pelayanan kesehatan.
Kelembagaan daerah juga menyelenggarakan fungsi: perumusan kebijakan teknis sesuai dengan
lingkup tugasnya, serta penunjang penyelenggaraan pemerintahan daerah. Contoh lembaga teknis
daerah, yaitu:
BAPPEDA (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah)
PKK
Karang Taruna
12
2.2.4 Karakteristik Kelembagaan
Kelembagaan terdiri dari beberapa lembaga yang saling berkaitan satu sama lain. Kelembagaan
desa dalam keadaan aktif, hal ini terlihat dari berlangsungnya kegiatan yang dilakukan lembaga. Dari
beberapa lembaga, Lembaga pengurus desa merupakan salah satu lembaga yang paling aktif.
Lembaga
pengurus desa berperan untuk penyalur aspirasi masyarakat dan melakukan pelayanan kepada
masyarakat.
Institusi bersifat dinamis. Keberadaannya dalam sebuah komunitas selalu berubah, beradaptasi
terhadap perubahan yang terjadi dalam komunitas tersebut. Berdasarkan atas cepat atau lambatnya
perubahan, Oliver Wiliamson menganalisis perubahan institusi dalam empat tingkatan (Williamson,
2000), yaitu perubahan kelembagaan yang terjadi pada:
Level sosial(masyarakat)
13
2.3 Definisi Pembiayaan
Secara etimologi pembiayaan berasal dari kata biaya, yaitu membiayai kebutuhan usaha. Dalam
arti sempit, pembiayaan dipakai untuk mendefinisikan pendanaan yang dilakukan oleh lembaga
pembiayaan. Pembiayaan secara luas berarti financing atau pembelanjaan yaitu pendanaan yang
dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun
dikerjakan oleh orang lain.
2.3.1 Sumber-Sumber Pembiayaan Pembangunan Daerah
Secara teoritis, modal bagi pembiayaan pembangunan dapat diperoleh dari tiga sumber dasar:
1. Pemerintah/publik
2. Swasta/privat
3. Gabungan antara pemerintah dengan swasta
A. Sumber Pendapatan Pemerintah
Sumber pendapatan Pemerintah dapat digolongkan sebagai berikut:
a. PAD (Pendapatan Asli Daerah)
Pendapatan asli daerah terdiri atas pajak, retribusi, perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan
kekayaan daerah lainnya.
1. Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat
dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa
berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif
untuk mencapai kesejahteraan umum. Pajak juga merupakan instrumen keuangan konvensional
yang sering digunakan di banyak negara. Penerimaan pajak digunakan untuk membiayai
prasarana dan pelayanan perkotaan yang memberikan manfaat bagi masyarakat umum, yang biasa
disebut juga sebagai "public goods". Penerimaan pajak dapat digunakan untuk membiayai satu
dari 3 pengeluaraan, yaitu: untuk membiayai biaya investasi total ("pay as you go"), untuk
membiayai pembayaran hutang ("pay as you use") dan menambah dana cadangan yang dapat
digunakan untuk investasi di masa depan.
2. Retribusi merupakan pungutan daerah sebagai pembayaran atau jasa atau pemberian izin tertentu
yang khususnya disediakan dan/ atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang
pribadi atau badan. Secara teoritis retribusi mempunyai 2 fungsi, yaitu:
14
1) Sebagai alat untuk mengatur (mengendalikan) pemanfaatan prasarana dan jasa yang tersedia
2) Merupakan pembayaran atas penggunaan prasarana dan jasa.
Untuk wilayah perkotaan jenis retribusi yang umum digunakan misalnya air bersih, saluran
limbah, persampahan dan sebagainya. Pengenaan retribusi sangat erat kaitannya dengan prinsip
pemulihan biaya (cost recovery), dengan demikian retribusi ini ditujukan untuk menutupi biaya
operasi, pemeliharaan, depresiasi dan pembayaran hutang. Adapun tarif retribusi umumnya bersifat
proporsional, dimana tarif yang sama diberlakukan untuk seluruh konsumen, terlepas dari besarnya
konsumsi masing-masing konsumen.
3. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah
Yang dimaksud dengan lain-lain pendapatan asli daerah adalah merupakan dana yang didapat
dari sumber lainnya seperti:
1) Dana hibah
2) Dana Darurat, berasal dari APBN, prosedur dan tata cara penyaluran dana darurat sesuai
dengan ketentuan yang berlaku bagi APBN
3) Dana penerimaan lainnya
a. Dana Perimbangan
Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari penerimaan APBN yang
dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan
Desentralisasi. Dana Perimbangan terdiri dari:
Bagian Daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan dan Hak atas
Tanah dan Bangunan, dan penerimaan dari sumber daya alam, dimana:
1. Penerimaan Negara dari Pajak Bumi dan Bangunan dibagi dengan imbangan 10%
Pemerintah Pusat dan 90% untuk daerah
2. Penerimaaan Negara dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dibagi dengan
imbangan 20% untuk Pemerintah Pusat dan 80% untuk Daerah. 10% (sepuluh persen)
penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan dan 20% (dua puluh persen) penerimaan Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang menjadi bagian dari Pemerintah Pusat
dibagikan kepada seluruh Kabupaten dan Kota
3. Penerimaan negara dari sumber daya alam sektor kehutanan, sector pertambangan
umum, dan sektor perikanan dibagi dengan imbangan 20% untuk Pemerintah Pusat dan
80% untuk daerah
4. Penerimaan Negara dari sumber daya alam sektor pertambangan minyak dan gas alam
yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan dibagi dengan imbangan
sebagai berikut:
a. Penerimaan Negara dari pertambangan minyak bumi yang berasal dari wilayah Daerah
setelah dikurangi komponen pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dibagi dengan
15
imbangan 85% untuk Pemerintah Pusat dan 15% untuk daerah
b. Penerimaan Negara dari pertambangan gas alam yang berasal dari wilayah Daerah
setelah dikurangi komponen pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dibagi dengan
imbangan 70% untuk Pemerintah Pusat dan 30% untuk daerah
b. Dana Alokasi Umum
Dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan
keuangan antar-Daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan
Desentralisasi. Dana Alokasi Umum untuk Daerah Propinsi dan untuk Daerah Kabupaten/Kota
ditetapkan masing- masing 10% dan 90% dari Dana Alokasi Umum.
c. Dana Alokasi Khusus
DAK adalah dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan kepada Daerah untuk membantu
membiayai kebutuhan tertentu. Dana Alokasi Khusus termasuk yang berasal dari dana reboisasi. Dana
reboisasi dibagi dengan imbangan: 40% dibagikan kepada Daerah penghasil sebagai Dana Alokasi
Khusus dan sebesar 60% untuk Pemerintah Pusat.
d. Pinjaman Daerah
Daerah dapat melakukan pinjaman dari sumber dalam negeri untuk membiayai sebagian
anggarannya. Apabila akan melakukan pinjaman luar negeri maka harus melalui pemerintah pusat.
Peminjaman yang dilakukan dapat berupa pinjaman jangka panjang dan jangka pendek dimana:
- Pinjaman jangka panjang guna membiayai pembangunan prasarana yang merupakan aset
Daerah dan dapat menghasilkan penerimaan untuk pembayaran kembali pinjaman, serta
memberikan manfaat bagi pelayanan masyarakat.
- Pinjaman jangka pendek guna pengaturan arus kasdalam rangka pengelolaan kas daerah.
Akan tetapi peminjaman yang dilakukan harus melalui persetujuan DPRD, dengan
memperhatikan kemampuan daerahnya untuk memenuhi kewajiban. Daerah sendiri dilarang
melakukan pinjaman yang menyebabkan terlampauinya batas jumlah Pinjaman Daerah yang
ditetapkan, melakukan perjanjian yang bersifat penjaminan sehingga mengakibatkan beban atas
keuangan Daerah.
Dana yang telah dipinjam menjadi kewajiban daerah, Semua pembayaran yang menjadi
kewajiban Daerah atas Pinjaman Daerah merupakan salah satu prioritas dalam pengeluaran APBD.
Dalam hal Daerah tidak memenuhi kewajiban pembayaran atas Pinjaman Daerah dari Pemerintah
Pusat, maka Pemerintah Pusat dapat memperhitungkan kewajiban tersebut dengan Dana Alokasi
Umum kepada Daerah.
Pinjaman,merupakan instrumen keuangan yang bersifat konvensional. Secara umum pinjaman
mempunyai jangka waktu lebih pendek dan relatif lebih mahal dibandingkan dengan obligasi. Namun
demikian, pemerintah atau perusahaan daerah bisa melakukan pinjaman tidak hanya dalam bentuk
pinjaman komersial, tetapi dapat juga dalam bentuk pinjaman non komersial, baik yang bersumber
dari dalam negeri maupun luar negeri (melalui pemerintah pusat).
16
e. Pinjaman Daerah
Daerah dapat melakukan pinjaman dari sumber dalam negeri untuk membiayai sebagian
anggarannya. Apabila akan melakukan pinjaman luar negeri maka harus melalui pemerintah pusat.
Peminjaman yang dilakukan dapat berupa pinjaman jangka panjang dan jangka pendek dimana:
- Pinjaman jangka panjang guna membiayai pembangunan prasarana yang merupakan aset
Daerah dan dapat menghasilkan penerimaan untuk pembayaran kembali pinjaman, serta
memberikan manfaat bagi pelayanan masyarakat.
- Pinjaman jangka pendek guna pengaturan arus kasdalam rangka pengelolaan kas daerah.
Akan tetapi peminjaman yang dilakukan harus melalui persetujuan DPRD, dengan
memperhatikan kemampuan daerahnya untuk memenuhi kewajiban. Daerah sendiri dilarang
melakukan pinjaman yang menyebabkan terlampauinya batas jumlah Pinjaman Daerah yang
ditetapkan, melakukan perjanjian yang bersifat penjaminan sehingga mengakibatkan beban atas
keuangan Daerah.
Dana yang telah dipinjam menjadi kewajiban daerah, Semua pembayaran yang menjadi
kewajiban Daerah atas Pinjaman Daerah merupakan salah satu prioritas dalam pengeluaran APBD.
Dalam hal Daerah tidak memenuhi kewajiban pembayaran atas Pinjaman Daerah dari Pemerintah
Pusat, maka Pemerintah Pusat dapat memperhitungkan kewajiban tersebut dengan Dana Alokasi
Umum kepada Daerah.
Pinjaman,merupakan instrumen keuangan yang bersifat konvensional. Secara umum pinjaman
mempunyai jangka waktu lebih pendek dan relatif lebih mahal dibandingkan dengan obligasi. Namun
demikian, pemerintah atau perusahaan daerah bisa melakukan pinjaman tidak hanya dalam bentuk
pinjaman komersial, tetapi dapat juga dalam bentuk pinjaman non komersial, baik yang bersumber
dari dalam negeri maupun luar negeri (melalui pemerintah pusat).
f. Sumber Pembiayaan Sektor Swasta
a. Corporate Social Responsibility (CSR)
CSR sebagai sumber alternatif pembiayaan non-APBD. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka
perlu disusun suatu skema yang dapat diterima olehkeduabelah pihak. Penyusunan skema tersebut
perlu memperhatikan tiga (3) pilar utama.
- Pilar 1: Pelaksanaan CSR harus didasarkan pada paradigma bahwa keberadaan dana CSR tidak
dipahami sebagai sumber penerimaan bagi APBD, namun harus lebih diletakkan pada perannya
dalam mengurangi beban pemerintah daerah dalam pembiayaan pembangunan.
- Pilar 2: Pelaksanaan CSR ini merupakan bagian yang terintegrasi dengan pendekatan perencanaan
pembangunan yang bersifat bottom-up (bottomup planning), dimana program Kabupaten disusun
berdasarkan kehendak masyarakat.
- Pilar 3: CSR harus mampu mengakomodasi kondisi dan karakteristik pelaksanaan CSR yang
berkembang di masyarakat.
Terdapat dua (2) alternatif skema CSR yang memungkinkan untuk diimplementasikan, yaitu: Model
17
Partisipatif Pasif dan Model Partisipatif Aktif. Dikatakan partisipatif karena pelaksanaan kedua model
tersebut dicangkokkan pada mekanisme perencanaan pembangunan daerah yang bersifat bottom-up.
- Pada Model Partisipatif Pasif, Desa diharapkan telah membuat perencanaan pembangunan
tahunan yang dilengkapi dengan sumber pembiayaannya, termasuk yang dibiayai melalui
skema/program CSR 25 yang telah dilakukan oleh perusahaan. Pembicaraan dan proses
negosiasi pembiayaan kegiatan melalui CSR diserahkan kepada pihak Pemerintah Desa dan
Perusahaan.
- Pada Model Partisipatif Aktif, perusahaan bersama pihak-pihak terkait melakukan proses
aktif untuk melakukan proses negosiasi dan distribusi serta alokasi dana CSR melalui sebuah
forum yang dibentuk untuk tujuan tersebut. Penguatan kelembagaan menjadi syarat penting
bagi suksesnya skema pelaksanaan CSR ini.
Berdasarkan hasil di atas maka dalam rangka mengoptimalkan alternatif sumber pembiayaan
pembangunan daerah diperlukan langkahlangkah berikut: (i) pemetaan program CSR berdasarkan
wilayah untuk mengetahui hambatan dan potensi daerah dalam mengoptimalkan peran CSR dalam
pembiayan pembangunan daerah (ii) melakukan penguatan kelembagaan pemerintahan Desa melalui
edukasi dan pendampingan dalam menyusun RKAT (Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan) dengan
memanfaatkan berbagai alternatif sumber pembiayaan secara optimal. Hal ini sangat relevan
diterapkan pada Model Partisipasi Pasif, (iii) membentuk Forum Pelaksana CSR bagi kawasan atau
daerah yang sesuai untuk diterapkannya model Partisipasi Aktif, (iv) melakukan optimalisasi
Pendapatan Asli Daerah (PAD) diantaranya melalui intensifikasi penerimaan pajak danretribusi serta
pemanfaatan aset daerah dengan skema Public Private Partnership (PPP) untuk meningkatkan
kemandirian fiskal daerah dalam mendukung pembiayaan pembangunan.
18
b. Investasi
Sebagaimana yang telah di ketahui investasi sangat berpengaruh besar terhadap pembangunan
ekonomi, Semakin banyak investasi dalam negeri semakin besar pula kesempatan Negara kita untuk
membangun ekonomi dalam negeri.
19
strategi, yang tak melibatkan taruhan keadilan oleh pesertanya, dan susunannya kurang begitu sulit.
Frase ini umumnya merujuk pada tujuan kelompok dan bukan jenis kelompok. Kemudian,
perusahaan patungan bisa berupa badan hukum, kemitraan, LLC, atau struktur resmi lainnya,
bergantung pada jumlah pertimbangan seperti pertanggungjawaban pajak dan kerugian.
2. Manajemen Joint Venture
Ada dua jenis Joint Ventures International: orang tua yang dominan dan manajemen bersama.
Dalam orangtua dominan IJV, semua proyek yang dikelola oleh salah satu orang tua yang
memutuskan pada semua manajer fungsional untuk usaha. Dewan direksi, yang terdiri dari eksekutif
dari setiap orangtua, juga memainkan peran penting dalam mengelola usaha dengan membuat semua
keputusan operasional dan strategis. Sebuah perusahaan induk dominan adalah menguntungkan di
mana orang tua Venture International Joint dipilih karena alasan di luar input manajerial. Di sisi
lain, usaha manajemen bersama terdiri dari kedua orang tua mengelola perusahaan.Setiap orangtua
mengatur manajer fungsional dan eksekutif yang akan berada dalam dewan direksi. Dalam bentuk
manajemen, ada juga dua jenis bersama manajemen usaha.
3. Manfaat Kontrak Joint Venture :
Pembatasan risiko; Melaksanakan suatu kegiatan yang penuh risiko dapat menimbulkan suatu
kerja sam. Dengan bersatu, risiko dapat disebar kepada peserta-peserta
Pembiayaan; Dengan kerjasama, usaha mendayagunakan modal dapat dilakukan dengan
sederhana dengan menyatukan modal yang dibutuhkan.
Menghemat tenaga; Jika dilihat dari kekuatan tenaga kerja yang dibutuhkan bahwa dengan
penanganan yang disatukan, akan mengurangi personalia yang dibutuhkan disbanding dengan
kegiatan yang dilakukan sendiri oleh setiap perusahaan.
Rentabilitas; Dapat memperbaiki rentabilitas dari investasi-investasi
Kemungkinan optimasi know-know; Mampu menyatukan patner-patner yang tidak sejenis
baik dalam negara atau luar negara. Kemungkinan pembatasan kongkurensi (saling
ketergantungan).
2.3.2 Teori Keuangan Daerah
Pengertian keuangan daerah sebagaimana dimuat dalam penjelasan pasal 156 ayat 1 Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, adalah sebagai berikut: “Keuangan
daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang dan segala sesuatu
berupa uang dan barang yang dapat dijadikan milik daerah yang berhubungan dengan pelaksanaan
hak dan kewajiban tersebut” (Pusdiklatwas BPKP, 2007). Faktor keuangan merupakan faktor yang
paling dominan dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya.
Keadaan keuangan suatu daerah yang menentukan bentuk dan ragam yang akan dilakukan oleh
pemerintah daerah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri dari:
Pajak Daerah
20
Pajak daerah yang dipungut oleh Kabupaten/Kota meliputi pajak hotel, pajak restoran, pajak
hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak pengambilan bahan galian golongan C,
dan pajak parkir.
Retribusi Daerah
Retribusi daerah merupakan sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai
penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah untuk memantapkan otonomi
daerah yang nyata, dinamis, serasi, dan bertanggung jawab dengan titik berat pada Daerah
Tingkat II.
Bagian laba BUMD Sisa hasil BUMD tahun lalu akan di tambahkan kepada sumber pendapatan
Daerah untuk dipergunakan ditahun selanjutnya.
PAD lainnya yang sah, yang terdiri dari pendapatan hibah, pendapatan dana darurat, dan lain-
lain pendapatan.
Pendapatan dari Dana Perimbangan terdiri dari:
Bagian daerah dari PBB dan BPHTB
21
Desentralisasi Fiskal
Derajat desentralisasi fiskal yaitu derajat untuk mengukur persentase penerimaan daerah antara lain:
PAD, BHPBP, serta sumbangan pemerintah pusat terhadap total penerimaan daerah. Semakin
tinggi hasilnya, maka semakin tinggi pula desentralisasi fiskal. Artinya Apabila jumlah PAD
lebih besar dari bantuan dari pusat maka ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah
pusat semakin kecil. Semakin tinggi hasilnya, maka desentralisasi fiskal semakin tinggi pula.
Kebutuhan Fiskal
Kebutuhan fiskal yaitu untuk mengukur kebutuhan pendanaan daerah untuk melaksanakan fungsi
pelayanan dasar umum. Semakin tinggi indeks, maka kebutuhan fiskal suatu daerah semakin
besar.
Kapasitas Fiskal Untuk mengetahui kemampuan daerah dalam menghasilkan PAD dan dana
bagi hasil yang diserahkan kepada pemerintah daerah guna membiayai pendanaan daerah
dengan penilaian, apabila kapasitas fiskal (PAD + dana Bagi hasil) lebih besar dari pengeluaran
(kebutuhan fiskal) maka potensi untuk mendapatkan PAD didaerah tersebut cukup bagus tanpa
ada bantuan dari pemerintah pusat.
Upaya Fiskal
Posisi fiskal Indikator/rasio yang digunakan adalah dengan mencari koefisien elastisitas PAD
terhadap PDRB Rasio ini bertujuan untuk melihat sensitivitas atau elastisitas PAD terhadap
perkembangan ekonomi suatu daerah.
2. Kesehatan Keuangan
Analisis kesehatan digunakan atau dapat dipakai untuk melihat kesehatan dari suatu daerah,
maksudnya apabila daerah tersebut antara pendapatan lebih kecil dari pengeluaran, maka dikatakan
22
tidak sehat. Namun sebaliknya apabila pendapatan lebih besar dari pengeluaran maka dapat
dikatakan sehat.
3. Keamanan Keuangan
Analisis keamanan adalah analisis yang dapat digunakan untuk melihat aman atau tidaknya
suatu daerah. Apabila dari APBD terdapat dana cadangan maka suatu daerah dapat dikatakan aman,
sedangkan apabila daerah tersebut tidak memiliki dana cadangan maka dapat dikatakan tidak aman.
23
BAB III
METODOLOGI
24
3.3.2 Metode Analisis Kelembagaan
Metode analisis yang digunakan dalam menganalisis aspek kelembagaan yakni dengan
menggunakan Pendekatan SCP (Structure, Conduct, Performance) diadaptasi dari Erlinda Muslim,
dkk., (2008); schraven (2008), dan Harris, B (1979). Metode ini digunakan pertama kali oleh pakar
ekonomi dalam menganalisis pasar.
Structure, mengacu pada pola hubungan funsional antara suatu fenomena dengan fenomena
lain dalam satu satuan kegiatan. Pengukuran struktur dalam kelebagaan didasarkan pada
perubahan- perubahan sebagai berikut:
c. Penetapan posisi personal dalam struktur organisasi kelembagaan, pergantian pengurus, siklus
kepengurusan, dll
Conduct, menunjukkan perilaku personal dalam menjalankan organisasi kelembagaan. Hal ini
ditunjukan oleh berbagai pilihan kegiatan yang diadaptasikan dalam kelembagaan, akses individu
terhadap kebijakan, dll. Penampilan conduct ini disajikan dalam table frequensi
Performance, menunjukkan wujud kegiatan yang sudah dikerjakan kelembagaan dan
melibatkan pertisipasi kelompok dan kualitas hasil. Tampilan performance menunjukkan
identifikasi kegiatan, actor (pelaku), waktu penyelesaian, capaian output yang sudah dihasilkan
dalam periode waktu terentu (misalnya satu tahun), manfaat yang diperoleh dan prediksi
dampaknya
Analisis keefektifan kelembagaan dilakukan dengan membandingkan implementasi kegiaan
dengan perencanaan yang dibuat. Secara kuantitatif efektifitas dinyatakan dalam peersentasi yang
mencermikan rasio output terhadap input.
25
3.4 Matriks Analisis
Metode
No Output Jenis Data Bentuk Data Sumber Data Instansi
Analisis
Kebijakan eksternal dari sisi Dinas Perindustrian,
sektoral yang mempengaruhi Rencana Induk Pengembangan Rencana Induk Pengembangan Industri Perdagangan,
1 Deskripsi Dokumen
Kawasan Kabupaten Bandung Industri Nasional 2015 - 2035 Pertambangan dan
Barat Energi
26
Metode
No Output Jenis Data Bentuk Data Sumber Data Instansi
Analisis
RTRW Kabupaten Bandung Barat2016 - 2036
POLA RUANG DOKUMEN
Kesesuaian arahan penataan Evaluasi
ruang berdasarkan kebijakan
dengan kondisi eksisting RTRW Kabupaten Bandung Barat2016 - 2036 BAPPEDA
STRUKTUR RUANG DOKUMEN
5. Kawasan Kabupaten Bandung
Barat
6
Program kerja Peraturan Daerah Kabupaten Bandung
TUPOKSI BaratNomor 01 Tahun 2015 tentang Perubahan
Ketiga atas Peraturan Daerah Kabupaten Pembentukan
Structure,
Identifikasi Lembaga dan DOKUMEN Bandung BaratNomor Organisasi
Conduct,
Programnya 21 Tahun 2007 Tentang Pembentukan
Performance
Organisasi Lembaga Teknis Daerah Kabupaten
Bandung
8
Mengetahui sumber dan alokasi Kesehatan dan Peneriman Daerah
dana Kemandiriaan dari Sektor lain DOKUMEN APDB BPPD
Pengeluaran Daerah
Keuangan
9
Cadangan APBD
Mengetahui dana cadangan Keamanan Pengeluaran Daerah DOKUMEN APDB BPPD
Keuangan
27
3.5 Kerangka Analisis
DATA
Sektoral Spasial
28