Anda di halaman 1dari 38

Kode Mata Kuliah : PWK18603

Mata Kuliah : Studio Perencanaan Wilayah


Tanggal Penyerahan : 18 Desember 2021
Dosen : Ir. Firman
Ibnu.
Asisten Dosen : Meyliana Lisanti, ST., M. Si
Aditya

PROPOSAL ASPEK KEBIJAKAN, KELEMBAGAAN, DAN PEMBIAYAAN


KAWASAN KABUPATEN BANDUNG BARAT
Disusun dalam rangka untuk memenuhi tugas mata kuliah Studio Perencanaan
Kota

Disusun oleh:

Dedeh Hofidotun 193060031


Afifah Emira Amalya 193060064

ROGRAM PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PASUNDAN
2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan hidayah-Nya.
Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang selalu kita nantikan
syafa’atnya di akhirat nanti.
Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penyusun mampu untuk menyelesaikan makalah ini
sebagai tugas mata kuliah Studio Perencanaan Kota dengan judul “Proposal Aspek Kebijakan,
Kelembagaan, dan Pembiayaan Kawasan Kabupaten Bandung Barat”.
Kami tentu menyadari bahwa tugas makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya, untuk itu apabila terdapat banyak kesalahan
pada makalah ini kami memohon maaf dan tentu mengharapkan kritik dan saran agar dapat lebih
baik. Terima kasih.

ii
DAFTAR ISI

iii
DAFTAR TABEL

iv
DAFTAR GAMBAR

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut D.A. Tisnaadmidjaja, yang dimaksud dengan ruang adalah “wujud fisik wilayah dalam
dimensi geografis dan geometris yang merupakan wadah bagi manusia dalam melaksanakan kegiatan
kehidupannya dalam suatu kualitas kehidupan yang layak”, oleh karena itu ruang perlu ditata agar
dapat mengoptimalkan potensi yang ada serta meminimalisir terjadinya permasalahan di masa kini dan
masa yang akan datang. Untuk mendukung penataan ruang termasuk penataan ruang di Kawasan
Kabupaten Bandung Barat, tentunya diperlukan analisis dari aspek kebijakan, kelembagaan dan
pembiayaan. Pengertian dari kebijakan menurut Mustopadidjaja adalah keputusan suatu organisasi
yang dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan tertentu sebagai keputusan atau untuk mencapai
tujuan tertentu, berisikan ketentuan-ketentuan yang dapat dijadikan pedoman perilaku dalam (1)
pengambilan keputusan lebih lanjut, yang harus dilakukan baik kelompok sasaran ataupun (unit)
organisasi pelaksana kebijakan, (2) penerapan atau pelaksanaan dari suatu kebijakan yang telah
ditetapkan baik dalam hubungan dengan (unit) organisasi pelaksana maupun dengan kelompok
sasaran yang dimaksudkan. Kebijakan ini berperan penting dalam penataan ruang, termasuk dalam
penataan ruang di Kawasan Kabupaten Bandung Barat karena ketidakseimbangan antara ruang
(darat, laut dan udara) dengan
kebutuhan akan ruang yang terus meningkat akan selalu ada.
Sedangkan menurut Ostrom, (1985-1986) kelembagaan diidentikan dengan aturan dan rambu-
rambu sebagai panduan yang dipakai oleh para anggota suatu kelompok masyarakat untuk mengatur
hubungan yang saling mengikat atau saling tergantung satu sama lain. Penataan institusi (institusional
arragements dapat ditentukan oleh beberapa unsur-unsur aturan operasional untuk mengatur
pemanfaatan sumber daya, aturan kolektif untuk menentukan menegakkan hukum atau aturan itu
sendiri dan untuk merubah aturan operasional serta mengatur hubungan kewenangan organisasi.
Dalam penataan ruang, kelembagaan berfungsi sebagai social control untuk mengawasi penggunaan
ruang. Artinya, kelembagaan berperan dalam mengendalikan subyek hukum yang sedang dan yang
akan menggunakan ruang itu, sehingga subyek hukum itu dapat terkontrol atau terkendali dalam
penggunaan ruang.
Pembiayaan sendiri menurut pengertiannya merupakan mobilisasi, prioritas, dan alokasi
pendanaan yang diperlukan untuk pelaksanaan pembangunan (Undang – Undang Nomor 24 Tahun
1992 tentang Penataan Ruang Pasal 15 ayat 1). Artinya, pembiayaan berperan dalam mewujudkan
struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksaan
program beserta pembiayaanya.
Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 Pasal 1 menyatakan bahwa penataan ruang sendiri
merupakan suatu sistem wilayah tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang,

1
dimana perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian tersebut ditujukan untuk mengoptimalkan potensi
dalam ruang dan wilayah dalam setiap aspek, namun dalam pemanfaatan dan pengendalian kadang
tidak terlaksana secara baik dan tidak sesuai dengan RTRW Nasional, Provinsi serta Kabupaten,
khususnya Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten.
Menurut RTRW Kabupaten Bandung Barat Barat Tahun 2009-2029, Penataan ruang Kabupaten
Bandung Barat Barat Kabupaten Bandung Barat Barat berfokus pada perwujudan kawasan strategis
khusus dalam pariwisata diantaranya Kawasan Pariwisata dengan karakteristik berdasarkan
kepentingan dari sudut fungsi dan daya dukung lingkungan hidup yang terdapat di kecamatan
Lembang. Pertumbuhan ekonomi untuk mendukung wilayah belakang serta melengkapi sarana dan
prasarana serta ketentuan pengembangan perkotaan tetap menjaga fungsi lindung dan terintegrasi
dengan kawasan perbatasan dan kawasan perdesaan sehingga dilakukan pengkajian dalam Kebijakan,
Kelembagaan dan Pembiayaan Kabupaten Bandung Barat Barat dibutuhkan adanya daya dukung dari
data-data terkait.
1.2 Isu Permasalahan
Adapun rumusan masalah yang berada di Kawasan Kabupaten Bandung Barat ini
1.2.1 Kebijakan
Berdasarkan RPJMD Kabupaten Bandung Barat Tahun 2016-2021 ditemukan isu permasalahan
seperti:

1. Adanya keterbatasan dalam ketersediaan informasi mengenai rencana rinci tata ruang,
rencana tapak beserta dokumen pendukung lain yang bersifat spasial, baik itu berupa peta
analog maupun peta digital.
2. Tidak efisiennya prosedur penyesuaian hingga pengesahan rencana tata ruang.
3. Keterbatasan pengendalian dan pengawasan lapangan, yang mana ini berimplikasi pada
kurang intensifnya penindakan pelanggaran tata ruang.
1.2.2 Kelembagaan
Berdasarkan hasil “Analisa Review Renstra Sekda Kabupaten Bandung Barat tahun 2016-2021”
dalam isu-isu strategis berdasarkan tugas dan fungsi menyatakan bahwa belum optimalnya
koordinasi pelaporan serta evaluasi/monitoring APBN/APBD pada tingkatan instansi vertikal dan
daerah, kurangnya kerjasama dalam lingkup SKPD dan lintas sektoral sehingga mempengaruhi
koordinasi pelaksanaan pembangunan daerah, adanya ketidakmerataan beban kerja antar SKPD,
koordinasi dan sinkronisasi dalam perencanaan dan pelaksanaan program/kegiatan belum berjalan
optimal, belum sepenuhnya dokumen perencanaan sebagai acuan mekanisme penganggaran
program/kegiatan, serta masih kurangnya partisipasi pemangku kepentingan dan masyarakat dalam
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan daerah.
1.2.3 Pembiayaan
Berdasarkan RPJMD Kabupaten Bandung Barat Tahun 2016-2021 menyatakan bahwa kapasitas

2
fiskal daerah masih rendah serta kemandirian anggaran masih rendah (Sumber: Hasil analisis
BAPPEDA, 2015)

3
1.3 Tujuan dan Sasaran
Adapun tujuan dan sasaran dalam kegiatan ini adalah sebagai berikut
1.3.1 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam studio perencanaan kota ini adalah untuk mengidentifikasi
karakteristik, potensi, dan masalah aspek kebijakan, kelembagaan, dan pembiayaan di Kawasan
Kabupaten Bandung Barat.
1.3.2 Sasaran
Untuk memudahkan dalam mengidentifikasi karakteristik wilayah maka dibentuklah sasaran
yang akan dicapai dalam studi ini yaitu:
A. Kebijakan
1. Teridentifikasinya kebijakan eksternal yang mempengaruhi perkembangan Kawasan
Kabupaten Bandung Barat.
2. Teridentifikasinya kebijakan internal yang ada di Kawasan Kabupaten Bandung Barat.
3. Teridentifikasinya kesesuaian arahan kebijakan kondisi dengan eksisting di Kawasan
Kabupaten Bandung Barat.
4. Teridentifikasinya hasil analisis potensi dan masalah kebijakaan Kawasan Kabupaten
Bandung Barat.
B. Kelembagaan
1. Teridentifikasinya lembaga pemerintahan, swasta maupun masyarakat yang ada di Kawasan
Kabupaten Bandung Barat beserta program-programnya.
2. Teridentifikasinya koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergitas antara lembaga di
Kawasan Kabupaten Bandung Barat.
3. Teridentifikasinya hasil analisis potensi dan masalah kelembagaan Kawasan Kabupaten
Bandung Barat.

C. Pembiayaan
1. Teridentifikasinya sumber dan alokasi keuangan baik dari pemerintah, swasta, dan
masyarakat.
2. Teridentifikasinya kemandirian, keamanan, dan kesehatan pembiayaan di Kawasan
Kabupaten Bandung Barat.
3. Teridentifikasinya hasil analisis potensi dan masalah pembiayaan Kawasan Kabupaten
Bandung Barat.

4
1.4 Ruang Lingkup
1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah
Ruang lingkup studi ini terdiri dari ruang lingkup wilayah dan ruang lingkup substansi
A. Ruang Lingkup Wilayah Eksternal
Ruang lingkup penelitian atau lokasi studi berada di Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat. Lembang
adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Indonesia. Kecamatan ini berjarak sekitar 22 Kilometer
dari ibu kota kabupaten Bandung Barat ke arah timur laut melalui Cisarua. Pusat pemerintahannya berada di Desa Lembang.
Kecamatan Lembang merupakan kecamatan paling timur dan terkenal sebagai tujuan wisata di Jawa Barat. Batas wilayah
Kecamatan Lembang yaitu :
 Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Subang
 Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bandung, Kota Bandung, dan Kota Cimahi
 Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Cisarua, Kabupaten Purwakarta, dan Kota Cimahi
 Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Sumedang
Secara geografis Kabupaten Bandung Barat terletak diantara 6°,373’ sampai dengan 7°1,031’ lintang selatan dan
107°,1 10’ sampai dengan 107°4,40’ Bujur Timur. Kecamatan Lembang memiliki luas wilayah 1.305,77 km², yang
terbagi menjadi 16 kelurahan/ desa.

1
Gambar 1. 1 Peta Administrasi Kabupaten Bandung Barat

2
Kabupaten Bandung Barat terdiri dari 16 kecamatan dan luas wilayah secara
keseluruhan mencapai 130.577 Ha. Berikut ini adalah tabel luas kecamatan yang berada di
Kabupaten Bandung Barat dan persentasenya:
Tabel 1. 1 Luas Wilayah Kabupaten Bandjng Barat

Luas Kecamatan Persentase


No Nama Kecamatan
(Ha) (%)
1 Rongga 11.312 9%
2 Gununghalu 16.064 12%
3 Sindangkertas 12.047 9%
4 Cililin 7.779 6%
5 Cihampelas 4.699 4%
6 Cipongkor 7.996 6%
7 Batujajar 3.204 2%
8 Saguling 5.146 4%
9 Cipatat 12.605 10%
10 Padalarang 5.14 4%
11 Ngamprah 3.601 3%
12 Parongpong 4.515 3%
13 Lembang 9.556 7%
14 Cisarua 5.511 4%
15 Cikalong Wetan 11.293 9%
16 Cipeundeuy 10.109 8%
  Jumlah 130.577 100%
Sumber: Kabupaten Bandung Barat Dalam Angka Tahun 2021

3
5
Gambar 1.1 Peta Administrasi Kabupaten Bandung Barat Barat

5
B. Ruang Lingkup Wilayah Internal

1.4.2 Ruang Lingkup Substansi


Adapun ruang lingkup substansi pada proposal Kabupaten Bandung Barat, yaitu :
1. Mengidentifikasi karakteristik tiap wilayah di Kabupaten Bandung Barat.
a. Mengidentifikasi karakteristik Kabupaten Bandung Barat
b. Mengintegrasikan karakteristik Kabupaten Bandung Barat
2. Mengidentifikasi potensi dan masalah di Kabupaten Bandung Barat.
a. Identifikasi struktur ruang eksisting Kabupaten Bandung Barat
b. Identifikasi pola ruang eksisting Kabupaten Bandung Barat
c. Identifikasi tingkat perkembangan Kabupaten Bandung Barat
d. Identifikasi daya dukung wilayah Kabupaten Bandung Barat
3. Mengidentifikasi isu strategis wilayah di Kabupaten Bandung Barat.
a. Integrasi karakteristik dan potensi masalah Kabupaten Bandung Barat
4. Mengidentifikasi konsep dan strategi pengembangan Wilayah di Kabupaten Bandung Barat.
a. Hasil identifikasi isu strategis
b. Kajian literature mengenai pertumbuhan wilayah dan konsep pengembangan wilayah
c. Penyusunan Konsep dan Strategi Kabupaten Bandung Barat

1.5 Sistematika Penulisan


Untuk mempermudah memahami studi yang akan dilakukan maka rencana penulisan studi ini akan
disusun dengan sistematika sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang kebijakan, kelembagaan dan pembiayaan yang
berkaitan dengan penataan ruang di Kawasan Kabupaten Bandung Barat, rumusan masalah yang ada
Kawasan Kabupaten Bandung Barat, tujuan dan sasaran, ruang lingkup yang terdiri atas ruang lingkup
wilayah dan ruang lingkup materi serta sistematika penulisan dari aspek kebijakan, kelembagaan dan
pembiayaan.
BAB 2 TINJAUAN TEORI
Bab ini menguraikan tentang teori – teori yang akan menjadi tinjauan pembahasan dalam aspek
kebijakan, kelembagaan dan pembiayaan.
BAB 3 METODOLOGI
Bab ini menguraikan metode pendekatan laporan yang terdiri atas pendekatan campuran, metode
pengumpulan data yang terdiri dari data primer dan data sekunder. Lalu terdapat metode analisis yang
berisi metode analisis kebijakan, kelembagaan dan pembiayaan. Serta matriks analisis dan kerangka
analisis dari aspek kebijakan, kelembagaan dan pembiayaan di Kawasan Kabupaten Bandung Barat.
6
1.6 Kerangka Berpikir

Dasar Hukum : Latar Belakang : Permasalahan:


RTRW PROVINSI Kebijakan: berperan untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang dengan
prosedur pelayanan
JAWA BARAT TAHUN penyusunan dan penetapan rencana tata ruang. Kelembagaan: berperan sebagai social
2009-2029 control untuk mengawasi pelaksanaan rencana tata ruang. Pembiayaan: mewujudkan perijinan belum optimal
rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksaan program beserta pembiayaanya.
dalam pembangunan
RTRW KABUPATEN
BANDUNG TAHUN dan Implementasi
2016-2036
mekanisme masih perlu
Tujuan :
RPJMD KABUPATEN dibenahi.
Mengidentifikasi karakteristik, potensi dan masalah aspek kebijakan, kelembagaan dan
BANDUNG TAHUN
pembiayaan di Kawasan Perkotaan Kabupaten Bandung
2016-2021 Struktur organisasi
RPJPD KABUPATEN perangkat daerah
BANDUNG TAHUN belum terbentuk secara
2016-2021 Sasaran :
Kebijakan Mengetahui kebijakan eksternal dan internal dari sisi spasial maupun mantap sehingga
sektoral. Kelembagaan Mengetahui peran lembaga yang berkepentingan dari
kerterlibatan seluruh pemangku kepentingan Pembiayaan Mengidentifikasi sumber dan menimbulkan inefisiensi
alokasi pembiayaan. perangkat daerah.

DATA:
Data rencana struktur ruang

Rencana pola ruang


INPUT
Rencana kawasan strategis

Rencana pengembangan sektoral

Metode / Teknik Analisis


Kebijakan:
Deskripsi, menghasilkan informasi mengenai konsekuensi sekarang dan masa lalu
dari penerapan alternaatif kebijakan yang diterapkan

Evaluasi, menghasilkan informasi mengenai nilai atau kegunaan dari konsekuensi


pemecahan atau pengatasan masalah
PROSES
Kelembagaan:
Structure, Conduct, Performance Pembiayaan

Kemandirian, analisis yang digunakan untuk mengetahui seberapa besar


kemampuan suatu daerah dalam memenuhi kebutuhan daerahnya sendiri

Kesehatan, untuk melihat kesehatan keuangan dari suatu daerah Tinjauan Teori

Keamanan, untuk melihat aman atau tidaknya keuangan suatu daera

OUTPUT
Deskripsi kesesuaian dan penyimpangan
aspek kebijakan, kelembagaan, dan
pembiayaan
Gambar 1. 2 Kerangka Berpikir

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori


Berikut ini beberapa tinjauan teori yang digunanakan dalam analisis aspek kebijakan,
kelembagaan, dan pembiayaan
2.1.1 Definisi Kebijakan
Secara harfiah ilmu kebijakan adalah terjemahan langsung dari kata policy science (Dror, 1968:
6-8). Beberapa penulis besar dalam ilmu ini, seperti William Dunn, Charles Jones, Lee Friedman, dan
lain-lain, menggunakan istilah public policy dan public policy analysis dalam pengertian yang tidak
berbeda. Istilah kebijakan atau sebagian orang mengistilahkan kebijaksanaan seringkali disamakan
pengertiannya dengan policy. Hal tersebut barangkali dikarenakan sampai saat ini belum diketahui
terjemahan yang tepat istilah policy ke dalam Bahasa Indonesia. Menurut Hoogerwerf dalam Sjahrir
pada hakekatnya pengertian kebijakan adalah semacam jawaban terhadap suatu masalah, merupakan
upaya untuk memecahkan, mengurangi, mencegah suatu masalah dengan cara tertentu, yaitu dengan
tindakan yang terarah (Hoogerwerf dalam Sjahrir 1988: 66). Kebijakan publik adalah serangkaian
tindakan/kegiatan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan
tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan) dan kemungkinan-kemungkinan
(kesempatan-kesempatan) dimana kebijakan tersebut diusulkan agar berguna dalam mengatasinya
untuk mencapai tujuan yang dimaksud.(Friedrich (1969) dalam Agustino 2008:7).
2.1.2 Teori Kebijakan
Menurut E.S. Quade (Alm.), mantan kepala Departemen Matematika di perusahaan Rand,
menjelaskan bahwa analisis kebijakan adalah: Suatu bentuk analisis yang menghasilkan dan
menyajikan informasi sedemikian rupa sehingga dapat memberi landasan dari para pembuat kebijakan
dalam membuat keputusan. Analisis kebijakan pada dasarnya merupakan suatu proses kognitif,
sementara pembuatan kebijakan bersifat politis. Banyak faktor selain dari metodologi yang
menentukan cara-cara bagaimana analisis kebijakan digunakan dalam proses pembuatan kebijakan.
2.1.3 Proses Pembuatan Kebijakan
Metodologi Analisis Kebijakan menggabungkan lima prosedur umum yang lazim dipakai
dalam pemecahan masalah, yaitu:
A. Definisi, Definisi (perumusan masalah) menghasilkan informasi mengenai kondisi-
kondisi yang menimbulkan masalah
B. Prediksi, Prediksi (peramalan) menghasilkan informasi mengenai konsekuensi di masa
mendatang dari penerapan alternatif kebijakan (sekarang);
C. Preskripsi, Preskripsi (Rekomendasi) menghasilkan informasi mengenai nilai kegunaan
relatif dari konsekuensi di masa depan dari suatu pemecahan masalah
D. Deskripsi, Deskripsi (Pemantauan) menghasilkan informasi tentang konsekuensi
sekarang dan masa lalu dari diterapkannya alternatif kebijakan
8
E. Evaluasi, Evalusai menghasilkan informasi mengenai nilai atau kegunaan dari
konsekuensi pemecahan atau pengatasan masalah.
Dengan kelima prosedur Analisis tersebut, diperoleh lima tipe (macam) informasi kebijakan,
yaitu:
A. Masalah Kebijakan, kebutuhan, nilai atau kesempatan yang tidak terealisir (meskipun
teridentifikasi) dapat diatasi melalui tindakan publik
B. Masa Depan Kebijakan; pilihan (alternatif) kebijakan dan prediksi kosekuensi yang
ditimbulkannya

9
C. Aksi Kebijakan, serangkaian tindakan kompleks yang dituntut oleh alternatif- alternatif
kebijakan yang dirancang untuk mencapai nilai-nilai tertentu
D. Hasil Kebijakan, konsekuensi yang teramati dari suatu aksi kebijakan
E. Kineja Kebijakan; suatu derajat dimana hasil kebijakan tertentu memberi kontribusi
terhadap pencapaian nilai-nilai.
Kelima Prosedur metodologis Analisis kebijakan tersebut, sejajar (paralel) dengan tahap-tahap
Pembuatan Kebijakan. Dunn membuat kesamaan prosedur analisis kebijakan dengan Tahap
Pembuatan Kebijakan sebagaimana matriks di bawah ini:

Tabel 2. 1 Tahap Pembuatan Kebijakan

Prosedur Analisis Kebijakan Tahap Pembuatan Kebijakan


Definisi (Perumusan Masalah) Penyusunan Agenda
Prediksi (Peramalan) Formulasi Kebijakan
Preskripsi (Rekomendasi) Adopsi Kebijakan
Deskripsi (Pemantauan) Implementasi Kebijakan
Penilaian Penilai Kebijakan
Sumber: William Dunn, 1994
Jadi, menurut Dunn, proses pembuatan kebijakan (Policy Making Process) pada dasarnya
merupakan proses politik yang berlangsung dalam tahap-tahap tertentu yang saling bergantung, yaitu
penyusunan agenda kebijakan, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, dan
penilaian
2.2 Definisi Kelembagaan
Menurut Ruttan dan Hayami (1984), lembaga adalah aturan di dalam suatu kelompok masyarakat
atau organisasi yang menfasilitasi koordinasi antar anggotanya untuk membantu mereka dengan
harapan di mana setiap orang dapat bekerja sama atau berhubungan satu dengan yang lain untuk
mencapai tujuan bersama yang diinginkan.
Kelembagaan mengandung dua aspek yakni “aspek kultural” dan “aspek struktural”. Aspek
kultural terdiri dari hal-hal yang lebih abstrak yang menentukan “jiwa” suatu kelembagaan yaitu nilai,
norma, dan aturan, kepercayaan, moral, ide, gagasan, doktrin, keinginan, kebutuhan, orientasi, dan lain-
lain. Sementara, aspek struktural lebih statis, yang berisi struktur, peran, hubungan antar peran,
integrasi antar bagian, struktur umum, struktur kewenangan, hubungan kegiatan dengan tujuan, aspek
solidaritas, keanggotaan, profil, kekuasaan, dan lain-lain.

2.2.1 Kelembagaan Pemerintah


Kelembagaan pemerintah merupakan lembaga pemerintahan atau “Civilizated Organization”
dimana lembaga tersebut dibuat oleh negara, dari negara, dan untuk negara dimana bertujuan untuk
membangun negara itu sendiri. Tugas umum lembaga negara antara lain:
 Menjaga kestabilan atau stabilitas keamanan, politik, hukum, ham, dan budaya
10
 Menciptakan suatu lingkungan yang kondusif, aman, dan harmonis

 Menjadi badan penghubung antara negara dan rakyatnya

 Menjadi sumbu inspirator dan aspirator rakyat

 Memberantas tindak pidana korupsi, kolusi, maupun nepotisme

 Membantu menjalankan roda pemerintahan negara


Beberapa contoh lembaga pemerintah:
 DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) bertugas membentuk undang-undang untuk menampung
segala usulan dari rakyat

 MPR (Majelis Permusyawaraan Rakyat) yang bertugas mengatur keamanan dan stabilitas negara
 TNI (Tentara Nasional Indonesia) bertugas untuk mengatur keamanan dan stabilitas negara

 PN (Pengadilan Negeri) bertugas untuk menghukum atau mengadili masalah-masalah yang


berkaitan dengan hukum perdata maupun pidana
 KPK (Komisi pemberantasan korupsi bertugas untuk memberantas para pelaku yang
melakukan tindakan pidana korupsi
 BPK (Badan pemeriksa keuangan) bertugas untuk memeriksa uang negara

11
2.2.2 Kelembagaan Daerah
Kelembagaan Daerah adalah lembaga yang unsur pelaksanaanya oleh pemerintah daerah dan
dipimpin oleh seorang kepala yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada gubernur melalui
sekretaris daerah kelembagaan daerah mempunyai tugas melaksanakan tugas tertentu yang karena
sifatnya tidak tercakup oleh sekretariat daerah dan dinas daerah dalam lingkup tugasnya. Tugas
tersebut 18 meliputi: bidang penelitian dan pengembangan, perencanaan, pengawasan, pendidikan dan
pelatihan, perpustakaan, kearsipan dan dokumentasi, kependudukan, dan pelayanan kesehatan.
Kelembagaan daerah juga menyelenggarakan fungsi: perumusan kebijakan teknis sesuai dengan
lingkup tugasnya, serta penunjang penyelenggaraan pemerintahan daerah. Contoh lembaga teknis
daerah, yaitu:
 BAPPEDA (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah)

 BKD (Badan Kepegawaian Daerah)

 Badan pelayanan kesehatan rumah sakit daerah

 Kantor satuan polisi pamong praja

2.2.3 Kelembagaan Masyarakat


Kelembagaan Masyarakat adalah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan
kebutuhan dan merupakan mitra Pemerintah Desa dalam memberdayakan masyarakat. Kelembagaan
kemasyarakatan yang ditetapkan dengan peraturan desa dengan berpedoman pada ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yaitu mengacu pada Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2007
tentang Lembaga Kemasyarakatan. Maksud Pembentukan Lembaga Kemasyarakatan yaitu untuk
mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan
dan peran serta masyarakat; dan untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas Pemerintah
Desa/Kelurahan.
Tujuan Pembentukan Lembaga Kemasyarakatan yaitu untuk meningkatkan peran serta
masyarakat dalam, membantu kelancaran penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan
kemasyarakatan serta menciptakan kondisi dinamis untuk pemberdayaan masyarakat. Kelembagaan
masyarakat sebagaimana dimaksud atas terdiri dari:
 Rukun Tetangga (RT)

 Rukun Warga (RW)

 Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD)

 PKK

 Karang Taruna

 Lembaga-lembaga lain sesuai kebutuhan

12
2.2.4 Karakteristik Kelembagaan
Kelembagaan terdiri dari beberapa lembaga yang saling berkaitan satu sama lain. Kelembagaan
desa dalam keadaan aktif, hal ini terlihat dari berlangsungnya kegiatan yang dilakukan lembaga. Dari
beberapa lembaga, Lembaga pengurus desa merupakan salah satu lembaga yang paling aktif.
Lembaga

pengurus desa berperan untuk penyalur aspirasi masyarakat dan melakukan pelayanan kepada
masyarakat.
Institusi bersifat dinamis. Keberadaannya dalam sebuah komunitas selalu berubah, beradaptasi
terhadap perubahan yang terjadi dalam komunitas tersebut. Berdasarkan atas cepat atau lambatnya
perubahan, Oliver Wiliamson menganalisis perubahan institusi dalam empat tingkatan (Williamson,
2000), yaitu perubahan kelembagaan yang terjadi pada:
 Level sosial(masyarakat)

 Level kelembagaan formal (formal institutional environment)

 Level tata kelola (governance)

 Perubahan bersifat kontinyu


Yang dimaksud perubahan kelembagaan pada level masyarakat adalah perubahan yang terjadi
pada kelembagaan yang keberadaannya telah menyatu dalam sebuah masyarakat (social
embeddedness) seperti norma, kebiasaan, tradisi, hukum adat, dll. Perubahan kelembagaan pada level
ini berlangsung sangat lambat sehingga para ahli ekonomi kelembagaan tidak menganggapnya
variabel analisis yang berpengaruh terhadap performa ekonomi. Pada level ini, perubahan
kelembagaan dapat berlangsung dalam waktu yang sangat lama, antara 100 sampai 1000 tahun.

13
2.3 Definisi Pembiayaan
Secara etimologi pembiayaan berasal dari kata biaya, yaitu membiayai kebutuhan usaha. Dalam
arti sempit, pembiayaan dipakai untuk mendefinisikan pendanaan yang dilakukan oleh lembaga
pembiayaan. Pembiayaan secara luas berarti financing atau pembelanjaan yaitu pendanaan yang
dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun
dikerjakan oleh orang lain.
2.3.1 Sumber-Sumber Pembiayaan Pembangunan Daerah
Secara teoritis, modal bagi pembiayaan pembangunan dapat diperoleh dari tiga sumber dasar:
1. Pemerintah/publik
2. Swasta/privat
3. Gabungan antara pemerintah dengan swasta
A. Sumber Pendapatan Pemerintah
Sumber pendapatan Pemerintah dapat digolongkan sebagai berikut:
a. PAD (Pendapatan Asli Daerah)
Pendapatan asli daerah terdiri atas pajak, retribusi, perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan
kekayaan daerah lainnya.
1. Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat
dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa
berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif
untuk mencapai kesejahteraan umum. Pajak juga merupakan instrumen keuangan konvensional
yang sering digunakan di banyak negara. Penerimaan pajak digunakan untuk membiayai
prasarana dan pelayanan perkotaan yang memberikan manfaat bagi masyarakat umum, yang biasa
disebut juga sebagai "public goods". Penerimaan pajak dapat digunakan untuk membiayai satu
dari 3 pengeluaraan, yaitu: untuk membiayai biaya investasi total ("pay as you go"), untuk
membiayai pembayaran hutang ("pay as you use") dan menambah dana cadangan yang dapat
digunakan untuk investasi di masa depan.
2. Retribusi merupakan pungutan daerah sebagai pembayaran atau jasa atau pemberian izin tertentu
yang khususnya disediakan dan/ atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang
pribadi atau badan. Secara teoritis retribusi mempunyai 2 fungsi, yaitu:

14
1) Sebagai alat untuk mengatur (mengendalikan) pemanfaatan prasarana dan jasa yang tersedia
2) Merupakan pembayaran atas penggunaan prasarana dan jasa.
Untuk wilayah perkotaan jenis retribusi yang umum digunakan misalnya air bersih, saluran
limbah, persampahan dan sebagainya. Pengenaan retribusi sangat erat kaitannya dengan prinsip
pemulihan biaya (cost recovery), dengan demikian retribusi ini ditujukan untuk menutupi biaya
operasi, pemeliharaan, depresiasi dan pembayaran hutang. Adapun tarif retribusi umumnya bersifat
proporsional, dimana tarif yang sama diberlakukan untuk seluruh konsumen, terlepas dari besarnya
konsumsi masing-masing konsumen.
3. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah
Yang dimaksud dengan lain-lain pendapatan asli daerah adalah merupakan dana yang didapat
dari sumber lainnya seperti:
1) Dana hibah
2) Dana Darurat, berasal dari APBN, prosedur dan tata cara penyaluran dana darurat sesuai
dengan ketentuan yang berlaku bagi APBN
3) Dana penerimaan lainnya
a. Dana Perimbangan
Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari penerimaan APBN yang
dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan
Desentralisasi. Dana Perimbangan terdiri dari:
Bagian Daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan dan Hak atas
Tanah dan Bangunan, dan penerimaan dari sumber daya alam, dimana:
1. Penerimaan Negara dari Pajak Bumi dan Bangunan dibagi dengan imbangan 10%
Pemerintah Pusat dan 90% untuk daerah
2. Penerimaaan Negara dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dibagi dengan
imbangan 20% untuk Pemerintah Pusat dan 80% untuk Daerah. 10% (sepuluh persen)
penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan dan 20% (dua puluh persen) penerimaan Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang menjadi bagian dari Pemerintah Pusat
dibagikan kepada seluruh Kabupaten dan Kota
3. Penerimaan negara dari sumber daya alam sektor kehutanan, sector pertambangan
umum, dan sektor perikanan dibagi dengan imbangan 20% untuk Pemerintah Pusat dan
80% untuk daerah
4. Penerimaan Negara dari sumber daya alam sektor pertambangan minyak dan gas alam
yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan dibagi dengan imbangan
sebagai berikut:
a. Penerimaan Negara dari pertambangan minyak bumi yang berasal dari wilayah Daerah
setelah dikurangi komponen pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dibagi dengan

15
imbangan 85% untuk Pemerintah Pusat dan 15% untuk daerah
b. Penerimaan Negara dari pertambangan gas alam yang berasal dari wilayah Daerah
setelah dikurangi komponen pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dibagi dengan
imbangan 70% untuk Pemerintah Pusat dan 30% untuk daerah
b. Dana Alokasi Umum
Dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan
keuangan antar-Daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan
Desentralisasi. Dana Alokasi Umum untuk Daerah Propinsi dan untuk Daerah Kabupaten/Kota
ditetapkan masing- masing 10% dan 90% dari Dana Alokasi Umum.
c. Dana Alokasi Khusus
DAK adalah dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan kepada Daerah untuk membantu
membiayai kebutuhan tertentu. Dana Alokasi Khusus termasuk yang berasal dari dana reboisasi. Dana
reboisasi dibagi dengan imbangan: 40% dibagikan kepada Daerah penghasil sebagai Dana Alokasi
Khusus dan sebesar 60% untuk Pemerintah Pusat.
d. Pinjaman Daerah
Daerah dapat melakukan pinjaman dari sumber dalam negeri untuk membiayai sebagian
anggarannya. Apabila akan melakukan pinjaman luar negeri maka harus melalui pemerintah pusat.
Peminjaman yang dilakukan dapat berupa pinjaman jangka panjang dan jangka pendek dimana:
- Pinjaman jangka panjang guna membiayai pembangunan prasarana yang merupakan aset
Daerah dan dapat menghasilkan penerimaan untuk pembayaran kembali pinjaman, serta
memberikan manfaat bagi pelayanan masyarakat.
- Pinjaman jangka pendek guna pengaturan arus kasdalam rangka pengelolaan kas daerah.
Akan tetapi peminjaman yang dilakukan harus melalui persetujuan DPRD, dengan
memperhatikan kemampuan daerahnya untuk memenuhi kewajiban. Daerah sendiri dilarang
melakukan pinjaman yang menyebabkan terlampauinya batas jumlah Pinjaman Daerah yang
ditetapkan, melakukan perjanjian yang bersifat penjaminan sehingga mengakibatkan beban atas
keuangan Daerah.
Dana yang telah dipinjam menjadi kewajiban daerah, Semua pembayaran yang menjadi
kewajiban Daerah atas Pinjaman Daerah merupakan salah satu prioritas dalam pengeluaran APBD.
Dalam hal Daerah tidak memenuhi kewajiban pembayaran atas Pinjaman Daerah dari Pemerintah
Pusat, maka Pemerintah Pusat dapat memperhitungkan kewajiban tersebut dengan Dana Alokasi
Umum kepada Daerah.
Pinjaman,merupakan instrumen keuangan yang bersifat konvensional. Secara umum pinjaman
mempunyai jangka waktu lebih pendek dan relatif lebih mahal dibandingkan dengan obligasi. Namun
demikian, pemerintah atau perusahaan daerah bisa melakukan pinjaman tidak hanya dalam bentuk
pinjaman komersial, tetapi dapat juga dalam bentuk pinjaman non komersial, baik yang bersumber
dari dalam negeri maupun luar negeri (melalui pemerintah pusat).

16
e. Pinjaman Daerah
Daerah dapat melakukan pinjaman dari sumber dalam negeri untuk membiayai sebagian
anggarannya. Apabila akan melakukan pinjaman luar negeri maka harus melalui pemerintah pusat.
Peminjaman yang dilakukan dapat berupa pinjaman jangka panjang dan jangka pendek dimana:
- Pinjaman jangka panjang guna membiayai pembangunan prasarana yang merupakan aset
Daerah dan dapat menghasilkan penerimaan untuk pembayaran kembali pinjaman, serta
memberikan manfaat bagi pelayanan masyarakat.
- Pinjaman jangka pendek guna pengaturan arus kasdalam rangka pengelolaan kas daerah.
Akan tetapi peminjaman yang dilakukan harus melalui persetujuan DPRD, dengan
memperhatikan kemampuan daerahnya untuk memenuhi kewajiban. Daerah sendiri dilarang
melakukan pinjaman yang menyebabkan terlampauinya batas jumlah Pinjaman Daerah yang
ditetapkan, melakukan perjanjian yang bersifat penjaminan sehingga mengakibatkan beban atas
keuangan Daerah.
Dana yang telah dipinjam menjadi kewajiban daerah, Semua pembayaran yang menjadi
kewajiban Daerah atas Pinjaman Daerah merupakan salah satu prioritas dalam pengeluaran APBD.
Dalam hal Daerah tidak memenuhi kewajiban pembayaran atas Pinjaman Daerah dari Pemerintah
Pusat, maka Pemerintah Pusat dapat memperhitungkan kewajiban tersebut dengan Dana Alokasi
Umum kepada Daerah.
Pinjaman,merupakan instrumen keuangan yang bersifat konvensional. Secara umum pinjaman
mempunyai jangka waktu lebih pendek dan relatif lebih mahal dibandingkan dengan obligasi. Namun
demikian, pemerintah atau perusahaan daerah bisa melakukan pinjaman tidak hanya dalam bentuk
pinjaman komersial, tetapi dapat juga dalam bentuk pinjaman non komersial, baik yang bersumber
dari dalam negeri maupun luar negeri (melalui pemerintah pusat).
f. Sumber Pembiayaan Sektor Swasta
a. Corporate Social Responsibility (CSR)
CSR sebagai sumber alternatif pembiayaan non-APBD. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka
perlu disusun suatu skema yang dapat diterima olehkeduabelah pihak. Penyusunan skema tersebut
perlu memperhatikan tiga (3) pilar utama.
- Pilar 1: Pelaksanaan CSR harus didasarkan pada paradigma bahwa keberadaan dana CSR tidak
dipahami sebagai sumber penerimaan bagi APBD, namun harus lebih diletakkan pada perannya
dalam mengurangi beban pemerintah daerah dalam pembiayaan pembangunan.
- Pilar 2: Pelaksanaan CSR ini merupakan bagian yang terintegrasi dengan pendekatan perencanaan
pembangunan yang bersifat bottom-up (bottomup planning), dimana program Kabupaten disusun
berdasarkan kehendak masyarakat.
- Pilar 3: CSR harus mampu mengakomodasi kondisi dan karakteristik pelaksanaan CSR yang
berkembang di masyarakat.
Terdapat dua (2) alternatif skema CSR yang memungkinkan untuk diimplementasikan, yaitu: Model

17
Partisipatif Pasif dan Model Partisipatif Aktif. Dikatakan partisipatif karena pelaksanaan kedua model
tersebut dicangkokkan pada mekanisme perencanaan pembangunan daerah yang bersifat bottom-up.
- Pada Model Partisipatif Pasif, Desa diharapkan telah membuat perencanaan pembangunan
tahunan yang dilengkapi dengan sumber pembiayaannya, termasuk yang dibiayai melalui
skema/program CSR 25 yang telah dilakukan oleh perusahaan. Pembicaraan dan proses
negosiasi pembiayaan kegiatan melalui CSR diserahkan kepada pihak Pemerintah Desa dan
Perusahaan.
- Pada Model Partisipatif Aktif, perusahaan bersama pihak-pihak terkait melakukan proses
aktif untuk melakukan proses negosiasi dan distribusi serta alokasi dana CSR melalui sebuah
forum yang dibentuk untuk tujuan tersebut. Penguatan kelembagaan menjadi syarat penting
bagi suksesnya skema pelaksanaan CSR ini.
Berdasarkan hasil di atas maka dalam rangka mengoptimalkan alternatif sumber pembiayaan
pembangunan daerah diperlukan langkahlangkah berikut: (i) pemetaan program CSR berdasarkan
wilayah untuk mengetahui hambatan dan potensi daerah dalam mengoptimalkan peran CSR dalam
pembiayan pembangunan daerah (ii) melakukan penguatan kelembagaan pemerintahan Desa melalui
edukasi dan pendampingan dalam menyusun RKAT (Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan) dengan
memanfaatkan berbagai alternatif sumber pembiayaan secara optimal. Hal ini sangat relevan
diterapkan pada Model Partisipasi Pasif, (iii) membentuk Forum Pelaksana CSR bagi kawasan atau
daerah yang sesuai untuk diterapkannya model Partisipasi Aktif, (iv) melakukan optimalisasi
Pendapatan Asli Daerah (PAD) diantaranya melalui intensifikasi penerimaan pajak danretribusi serta
pemanfaatan aset daerah dengan skema Public Private Partnership (PPP) untuk meningkatkan
kemandirian fiskal daerah dalam mendukung pembiayaan pembangunan.

18
b. Investasi
Sebagaimana yang telah di ketahui investasi sangat berpengaruh besar terhadap pembangunan
ekonomi, Semakin banyak investasi dalam negeri semakin besar pula kesempatan Negara kita untuk
membangun ekonomi dalam negeri.

g. Sumber Pendapatan Pemerintah dan Swasta


a. Public Private Patnership (PPP)
Konsep “Public-Private Patnership” (PPP) sebagai alternatif penyediaan infrastruktur. Public-
Private Partnership dapat digambarkan pada sebuah spektrum dan kemungkinan hubungan antara
public dan private actors untuk bekerjasama dalam pembangunan. Keuntungan yang dapat diperoleh
pada hubungan ini adalah inovasi, kemudahan keuangan, kemampuan teknologi, kemampuan pada
pengaturan efisiensi, semangat enterpreneurship, yang dikombinasikan dengan tanggung jawab
sosial, kepedulian pada lingkungan, dan pengetahuan budaya lokal. Namun demikian, dengan adanya
proyek PPP tentu akan berdampak terhadap APBN, di sisi pendapatan maupun belanja. Di sisi
pendapatan, pihak investor berupaya agar proyek kerjasamanyanya bisa memperoleh dukungan
pemerintah. Berdasarkan uraian di atas, maka pembiayaan pembangunan dengan menggunakan
skema PPP perlu pertimbangan yang matang dengan memperhitungkan segala aspek, baik kondisi
kesiapan daerah maupun politik. Hal tersebut diperlukan untuk menjamin kepastian hukum bagi
pihak swasta maupun pemerintah daerah.
Salah satu potensi yang dapat dimanfaatkan adalah dengan mengoptimalkan partisipasi
masyarakat dunia usaha sebagai bagian dari pemangku kepentingan (stakeholders) di daerah untuk
terlibat lebih aktif dalam mencari solusi atas permasalahan fiskal daerah. Peningkatan kerjasama
antara pemerintah dan swasta diantaranya melalui skema Public Private Partnership (PPP) atau
selanjutnya disebut sebagai Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS)
1. Joint Venture (JV)
Perusahaan patungan (joint venture) adalah sebuah kesatuan yang dibentuk antara dua pihak
atau lebih untuk menjalankan aktivitas ekonomi bersama. Pihak-pihak itu setuju untuk berkelompok
dengan menyumbang keadilan kepemilikan, dan kemudian saham dalam penerimaan, biaya, dan
kontrol perusahaan. Perusahaan ini hanya dapat untuk proyek khusus saja, atau 27 hubungan bisnis
yang berkelanjutan seperti perusahaan patungan Sony Ericsson. Ini terbalik dengan persekutuan

19
strategi, yang tak melibatkan taruhan keadilan oleh pesertanya, dan susunannya kurang begitu sulit.
Frase ini umumnya merujuk pada tujuan kelompok dan bukan jenis kelompok. Kemudian,
perusahaan patungan bisa berupa badan hukum, kemitraan, LLC, atau struktur resmi lainnya,
bergantung pada jumlah pertimbangan seperti pertanggungjawaban pajak dan kerugian.
2. Manajemen Joint Venture
Ada dua jenis Joint Ventures International: orang tua yang dominan dan manajemen bersama.
Dalam orangtua dominan IJV, semua proyek yang dikelola oleh salah satu orang tua yang
memutuskan pada semua manajer fungsional untuk usaha. Dewan direksi, yang terdiri dari eksekutif
dari setiap orangtua, juga memainkan peran penting dalam mengelola usaha dengan membuat semua
keputusan operasional dan strategis. Sebuah perusahaan induk dominan adalah menguntungkan di
mana orang tua Venture International Joint dipilih karena alasan di luar input manajerial. Di sisi
lain, usaha manajemen bersama terdiri dari kedua orang tua mengelola perusahaan.Setiap orangtua
mengatur manajer fungsional dan eksekutif yang akan berada dalam dewan direksi. Dalam bentuk
manajemen, ada juga dua jenis bersama manajemen usaha.
3. Manfaat Kontrak Joint Venture :
 Pembatasan risiko; Melaksanakan suatu kegiatan yang penuh risiko dapat menimbulkan suatu
kerja sam. Dengan bersatu, risiko dapat disebar kepada peserta-peserta
 Pembiayaan; Dengan kerjasama, usaha mendayagunakan modal dapat dilakukan dengan
sederhana dengan menyatukan modal yang dibutuhkan.
 Menghemat tenaga; Jika dilihat dari kekuatan tenaga kerja yang dibutuhkan bahwa dengan
penanganan yang disatukan, akan mengurangi personalia yang dibutuhkan disbanding dengan
kegiatan yang dilakukan sendiri oleh setiap perusahaan.
 Rentabilitas; Dapat memperbaiki rentabilitas dari investasi-investasi
 Kemungkinan optimasi know-know; Mampu menyatukan patner-patner yang tidak sejenis
baik dalam negara atau luar negara. Kemungkinan pembatasan kongkurensi (saling
ketergantungan).
2.3.2 Teori Keuangan Daerah
Pengertian keuangan daerah sebagaimana dimuat dalam penjelasan pasal 156 ayat 1 Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, adalah sebagai berikut: “Keuangan
daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang dan segala sesuatu
berupa uang dan barang yang dapat dijadikan milik daerah yang berhubungan dengan pelaksanaan
hak dan kewajiban tersebut” (Pusdiklatwas BPKP, 2007). Faktor keuangan merupakan faktor yang
paling dominan dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya.
Keadaan keuangan suatu daerah yang menentukan bentuk dan ragam yang akan dilakukan oleh
pemerintah daerah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri dari:
 Pajak Daerah

20
Pajak daerah yang dipungut oleh Kabupaten/Kota meliputi pajak hotel, pajak restoran, pajak
hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak pengambilan bahan galian golongan C,
dan pajak parkir.
 Retribusi Daerah
Retribusi daerah merupakan sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai
penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah untuk memantapkan otonomi
daerah yang nyata, dinamis, serasi, dan bertanggung jawab dengan titik berat pada Daerah
Tingkat II.
 Bagian laba BUMD Sisa hasil BUMD tahun lalu akan di tambahkan kepada sumber pendapatan
Daerah untuk dipergunakan ditahun selanjutnya.

 PAD lainnya yang sah, yang terdiri dari pendapatan hibah, pendapatan dana darurat, dan lain-
lain pendapatan.
Pendapatan dari Dana Perimbangan terdiri dari:
 Bagian daerah dari PBB dan BPHTB

 Bagian daerah dari Pajak Penghasilan Wajib Pajak Perseorangan/Pribadi


 Bagian daerah dari Sumber daya alam

 Bagian daerah dari Dana Alokasi Umum

 Bagian daerah dari Dana Alokasi Khusus


Penerimaan Pembiayaan terdiri dari:
 Pinjaman dari Pemerintah Pusat

 Pinjaman dari Pemerintah Daerah Otonom Lainnya


 Pinjaman dari BUMN/BUMD
 Pinjaman dari Bank/Lembaga non-bank

 Pinjaman dari Luar Negeri

 Penjualan Aset Daerah


Metode analisis yang digunakan adalah:
1. Kemandirian
Analisis kemandirian adalah analisis yang digunakan untuk mengetahui seberapa besar
kemampuan suatu daerah dalam memenuhi kebutuhan daerahnya sendiri yang didapat dari
pendapatan asli daerahnya dibandingkan dengan dana perimbangan yang didapat. Untuk mengetahui
kinerja keuangan pemerintah dalam menjalankan otonomi daerah, salah satunya bisa diukur melalui
kinerja/kemampuan keuangan daerah.

21
 Desentralisasi Fiskal
Derajat desentralisasi fiskal yaitu derajat untuk mengukur persentase penerimaan daerah antara lain:
PAD, BHPBP, serta sumbangan pemerintah pusat terhadap total penerimaan daerah. Semakin
tinggi hasilnya, maka semakin tinggi pula desentralisasi fiskal. Artinya Apabila jumlah PAD
lebih besar dari bantuan dari pusat maka ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah
pusat semakin kecil. Semakin tinggi hasilnya, maka desentralisasi fiskal semakin tinggi pula.
 Kebutuhan Fiskal

Kebutuhan fiskal yaitu untuk mengukur kebutuhan pendanaan daerah untuk melaksanakan fungsi
pelayanan dasar umum. Semakin tinggi indeks, maka kebutuhan fiskal suatu daerah semakin
besar.
 Kapasitas Fiskal Untuk mengetahui kemampuan daerah dalam menghasilkan PAD dan dana
bagi hasil yang diserahkan kepada pemerintah daerah guna membiayai pendanaan daerah
dengan penilaian, apabila kapasitas fiskal (PAD + dana Bagi hasil) lebih besar dari pengeluaran
(kebutuhan fiskal) maka potensi untuk mendapatkan PAD didaerah tersebut cukup bagus tanpa
ada bantuan dari pemerintah pusat.
 Upaya Fiskal
Posisi fiskal Indikator/rasio yang digunakan adalah dengan mencari koefisien elastisitas PAD
terhadap PDRB Rasio ini bertujuan untuk melihat sensitivitas atau elastisitas PAD terhadap
perkembangan ekonomi suatu daerah.
2. Kesehatan Keuangan
Analisis kesehatan digunakan atau dapat dipakai untuk melihat kesehatan dari suatu daerah,
maksudnya apabila daerah tersebut antara pendapatan lebih kecil dari pengeluaran, maka dikatakan

22
tidak sehat. Namun sebaliknya apabila pendapatan lebih besar dari pengeluaran maka dapat
dikatakan sehat.
3. Keamanan Keuangan
Analisis keamanan adalah analisis yang dapat digunakan untuk melihat aman atau tidaknya
suatu daerah. Apabila dari APBD terdapat dana cadangan maka suatu daerah dapat dikatakan aman,
sedangkan apabila daerah tersebut tidak memiliki dana cadangan maka dapat dikatakan tidak aman.

2.4 Tinjauan Kebijakan


a. Peraturan Daerah Nomor 22 Tahun 2010 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa
Barat Tahun 2009-2029
b. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2005-2025
c. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2013-2018
d. Peraturan Daerah Kabupaten Bandung BaratNomor 27 Tahun 2016 Tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Bandung BaratTahun 2016-2036
e. Rencana dan strategi Kabupaten Bandung Barattahun 2016-2021
f. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Bandung BaratTahun 2005-2025
g. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Bandung BaratTahun 2010-2015
h. Peraturan Daerah Kabupaten Bandung BaratNomor 12 Tahun 2016 Tentang Pembentukan dan
Susunan Perangkat Daerah
i. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Bandung
j. Kabupaten Bandung Baratdalam Angka 2019

23
BAB III
METODOLOGI

3.1 Metode Pendekatan


Metode pendekatan yang dilakukan dalam pembuatan laporan ini menggunakan metode campuran,
yaitu:
3.1.1 Metode Pendekatan Campuran
Metode campuran merupakan gabungan dari metode kuantitatif dan metode kualitatif.
Pengkombinasian atau penggabungan antara metode kuantitatif dan kualitatif ini digunakan secara
bersama-sama dalam suatu penelitian sehingga diperoleh data yang lebih komprehensif, valid,
reliable dan objektif. Metode campuran ini lebih kompleks dari sekedar mengumpulkan dan
menganalsis dua jenis data tetapi atif secara kolektif sehingga memperoleh hasil penelitian yang
secara keseluruhan lebih komprehensif, valid, reliable dan objektif daripada penelitian yang hanjuga
melibatkan fungsi dari kedua metode pendekatan yaitu kuantitatif dan kualitya menggunakan metode
kuantitatif atau metode kualitatif.
Aspek kebijakan, kelembagaan dan pembiayaan menggunakan metode Pendekatan campuran
karena, dalam aspek kebijakan dan kelembagaan akan menggunakan metode kualitatif yang bersifat
deskriptif, sedangkan aspek pembiayaan menggunakan metode kuantitatif yang bersifat statistik.
Dimana dalam penambilan kesimpulan dari keseluruhan aspek tersebut dibutuhkan metode
pendekatan kualitatif dan kuantitatif.

3.2 Metode Pengumpulan Data


Metode dalam pengumpulan data yang di lakukan dalam penyusunan laporan ini
menggunakan dua metode, yang secara garis besar yaitu:
3.2.1 Pengumpulan Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder merupakan pengambilan data yang di peroleh dari sumber-
sumber lain yang dapat mendukung data-data yang diperoleh dari data primer yang di dapat dari
buku-buku atau sumber lain yang berkaitan dengan studi.
3.3 Metode Analisis
3.3.1 Metode Analisis Kebijakan
Metode analisis yang digunakan dalam menganalisis aspek kebijakan, yaitu dengan
menggunakan metode:
a. Deskripsi, Deskripsi (Pemantauan) menghasilkan informasi mengenai konsekuensi sekarang
dan masa lalu dari penerapannya alternatif kebijakan yang di terapkan ; dan
b. Evaluasi, Evaluasi menghasilkan informasi mengenai nilai atau kegunaan dari konsekuensi
pemecahan atau pengatasan masalah.

24
3.3.2 Metode Analisis Kelembagaan
Metode analisis yang digunakan dalam menganalisis aspek kelembagaan yakni dengan
menggunakan Pendekatan SCP (Structure, Conduct, Performance) diadaptasi dari Erlinda Muslim,
dkk., (2008); schraven (2008), dan Harris, B (1979). Metode ini digunakan pertama kali oleh pakar
ekonomi dalam menganalisis pasar.
Structure, mengacu pada pola hubungan funsional antara suatu fenomena dengan fenomena
lain dalam satu satuan kegiatan. Pengukuran struktur dalam kelebagaan didasarkan pada
perubahan- perubahan sebagai berikut:

a. Motivasi munculnya kelembagaan: apa yang mendorong munculnya kelembagaan?

b. Landasan legalisasi eksistensi kelembagaan

c. Penetapan posisi personal dalam struktur organisasi kelembagaan, pergantian pengurus, siklus
kepengurusan, dll
Conduct, menunjukkan perilaku personal dalam menjalankan organisasi kelembagaan. Hal ini
ditunjukan oleh berbagai pilihan kegiatan yang diadaptasikan dalam kelembagaan, akses individu
terhadap kebijakan, dll. Penampilan conduct ini disajikan dalam table frequensi
Performance, menunjukkan wujud kegiatan yang sudah dikerjakan kelembagaan dan
melibatkan pertisipasi kelompok dan kualitas hasil. Tampilan performance menunjukkan
identifikasi kegiatan, actor (pelaku), waktu penyelesaian, capaian output yang sudah dihasilkan
dalam periode waktu terentu (misalnya satu tahun), manfaat yang diperoleh dan prediksi
dampaknya
Analisis keefektifan kelembagaan dilakukan dengan membandingkan implementasi kegiaan
dengan perencanaan yang dibuat. Secara kuantitatif efektifitas dinyatakan dalam peersentasi yang
mencermikan rasio output terhadap input.

25
3.4 Matriks Analisis
Metode
No Output Jenis Data Bentuk Data Sumber Data Instansi
Analisis
Kebijakan eksternal dari sisi Dinas Perindustrian,
sektoral yang mempengaruhi Rencana Induk Pengembangan Rencana Induk Pengembangan Industri Perdagangan,
1 Deskripsi Dokumen
Kawasan Kabupaten Bandung Industri Nasional 2015 - 2035 Pertambangan dan
Barat Energi

 RTRWP Jawa Barat 2009 - 2029


Pola ruang Dokumen
 RTRW Kabupaten Bandung Barat2016 -
2036
 RTRWP Jawa Barat 2009 - 2029
Kebijakan eksternal dari sisi Struktur ruang Dokumen
2 spasial yang mempengaruhi  RTRW Kabupaten Bandung Barat2016 -
2036 BAPPEDA
Kawasan Kabupaten Bandung Deskripsi
Barat

 RTRWP Jawa Barat 2009 - 2029


Kawasan Strategis Dokumen
 RTRW Kabupaten Bandung Barat2016 -
2036

Arahan Pengembangan Pola


Ruang, Struktur Ruang, dan
Kawasan Strategis jangka
Kebijakan internal dari sisi panjang Dokumen RPJPD Kabupaten Bandung Barat2005 –
2025 BAPPEDA
sektoral yang mempengaruhi
3 Deskripsi
Kawasan Kabupaten Bandung
Barat Arahan Pengembangan Pola
Ruang, Struktur Ruang, dan
Kawasan Strategis jangka Dokumen RPJMD Kabupaten Bandung Barat2010-2015
menengah
4.
Kebijakan internal dari sisi Pola ruang Dokumen RTRW Kabupaten Bandung Barat2016 - 2036
spasial yang mempengaruhi Deskripsi Struktur ruang Dokumen RTRW Kabupaten Bandung Barat2016 - 2036
Kawasan Kabupaten Bandung BAPPEDA
Barat. Kawasan strategis DOKUMEN RTRW Kabupaten Bandung Barat2016 - 2036

26
Metode
No Output Jenis Data Bentuk Data Sumber Data Instansi
Analisis
RTRW Kabupaten Bandung Barat2016 - 2036
POLA RUANG DOKUMEN
Kesesuaian arahan penataan Evaluasi
ruang berdasarkan kebijakan
dengan kondisi eksisting RTRW Kabupaten Bandung Barat2016 - 2036 BAPPEDA
STRUKTUR RUANG DOKUMEN
5. Kawasan Kabupaten Bandung
Barat
6
 Program kerja Peraturan Daerah Kabupaten Bandung
 TUPOKSI BaratNomor 01 Tahun 2015 tentang Perubahan
Ketiga atas Peraturan Daerah Kabupaten Pembentukan
Structure,
Identifikasi Lembaga dan DOKUMEN Bandung BaratNomor Organisasi
Conduct,
Programnya 21 Tahun 2007 Tentang Pembentukan
Performance
Organisasi Lembaga Teknis Daerah Kabupaten
Bandung

7 Mengetahui seberapa besar Kemandirian


kemampuan suatu daerah dalam Keuangan  Peneriman Daerah DOKUMEN APBD BPPD
memenuhi kebutuhan daerahnya dari Sektor lain
sendiri

8
Mengetahui sumber dan alokasi Kesehatan dan  Peneriman Daerah
dana Kemandiriaan dari Sektor lain DOKUMEN APDB BPPD
 Pengeluaran Daerah

Keuangan
9
 Cadangan APBD
Mengetahui dana cadangan Keamanan  Pengeluaran Daerah DOKUMEN APDB BPPD
Keuangan

27
3.5 Kerangka Analisis

DATA

Analisis Kebijakan Analisis Kelembagaan Analisis Kelembagaan

Kebijakan Kelembagaan Pembiayaan


RTRW Nasional6. RPJM Provinsi Tugas Pokok dan Fungsi APBD
RTRW Provinsi7. RPJP Provinsi Rencana Strategis Kabupaten Dalam Angka
RTRW Kabupaten8. RPJMD Kabupaten Wawancara Wawancara
RPJM Nasional9. RPJPD Kabupaten
RPJP Nasional

Structure Conduct Performance Kemandirian Kesehatan Keamanan


Keuangan Daerah Keuangan Daerah Keuangan Daerah
Deskripsi Evaluasi mengacu pada pola menunjukkan perilaku Menunjukkanwujud
personal dalam kegiatan yang sudah mengetahui seberapa Melihat kesehatan melihat aman
hubungan funsional
menghasilkan informasi menghasilkan informasi Dikerjakan besar kemampuan keuangan dari atautidaknya
antara suatu menjalankan organisasi
mengenai konsekuensi mengenai nilai atau kelembagandan suatu daerahdalam suatudaerah keuangan suatu
fenomena dengan kelembagaan Melibatkan pertisipasi memenuhi daerahnya keuangan dari suatu daerah keuangan
sekarang dan masa lalu kegunaan dari
fenomena lain dalam kelompok dan kualitas daerah dari suatu daerah
dari penerapanalternatif konsekuensi pemecahan
satu satuan kegiatan hasil daerahnya daerahnya
kebijakanyang di atau pengatasan masalah
terapkan

Sektoral Spasial

POTENSI DAN MASALAH

KONSEP DAN STRATEGI

28

Anda mungkin juga menyukai