Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

MATA KULIAH DOSEN PENGAMPU


Ekonomi Pembangunan Husna karimah, M.E

“PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH”

Oleh : Kelompok 10

Muhammad Erwin 21.15.0282

INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
PROGRAM STUDI EKONOMI & PERBANKAN SYARIAH MARTAPURA
2023 M/1444 H

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas karunia, hidayah dan nikmatnya penyusun
dapat menyelesaikan makalah Perekonomian Indonesia yang berjudul “Pembangunan
Ekonomi Daerah”. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas
yang diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah Perekonomian Indonesia. Makalah
ini membahas tentang struktur perekonomian Indonesia. Makalah ini ditulis dari hasil
ungkapan pemikiran kami yang bersumber dari internet dan buku sebagai referensi.

Tak lupa penyusun ucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah
Perekonomian Indonesia atas bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini.
Dan juga kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah mendukung sehingga dapat
diselesaikannya makalah ini. Penulis berharap, dengan membaca makalah ini dapat
memberi manfaat bagi kita semua, semoga hal ini dapat menambah wawasan kita
mengenai pembangun ekonomi daerah yang selanjutnya dapat kita terapkan dalam
kehidupan.

Makalah ini masih jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik. Demikan makalah
ini, semoga dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca sekalian pada
umumnya.

Martapura, 21 Mei 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul .................................................................................................. i


Kata Pengantar ................................................................................................. ii
Daftar Isi........................................................................................................... iii
BAB I. Pendahuluan.....................................................................................
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................ 2
1.3 Manfaat dan Tujuan ......................................................................... 2
BAB II. Pembahasan .....................................................................................
A. Konsep Pembangunan Ekonomi Daerah .......................................... 4
B. Teori Pembangunan Ekonomi Daerah .............................................. 5
C. Peran pemerintah dalam pembangunan ............................................ 10
D. Masalah Pembangunan ekonomi Daerah ......................................... 12
E. Strategi Pembangunan Ekonomi Daerah .......................................... 15
BAB III. Penutup ............................................................................................
A. Kesimpulan ....................................................................................... 18
B. Sumber .............................................................................................. 19

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 tentang


perubahan atas UU Nomor 22 tahun 1999 tentang Otonomi daerah, maka
terjadi pula pergeseran dalam pembangunan ekonomi yang tadinya bersifat
sentralisasi (terpusat), sekarang mengarah kepada desentralisasi yaitu dengan
memberikan keleluasaan kepada daerah untuk membangun wilayahnya
termasuk pembangunan dalam bidang ekonominya. Dasar konseptual
pembangunan daerah umumnya tidak dijelaskan secara eksplisit. Pengertiannya
lebih bermakna praktis (utilitarian), di mana pembangunan daerah di anggap
mampu secara efektif menghadapi permasalahan pembangunan di daerah.
Pembangunan daerah melalui mekanisme pengambilan keputusan otonomi
diyakini mampu merespons permasalahan aktual yang akan sering muncul
dalam keadaan masih tingginya intensitas alokasi sumber daya alam dalam
pembangunan. Otonomi dalam administrasi pembangunan ini dirasakan makin
relevan sejalan dengan keragaman sosial dan ekologi (bio-social diversity) pada
suatu wilayah.
Pengertian dan penerapan pembangunan daerah umumnya dikaitkan
dengan kebijakan ekonomi atau keputusan politik yang berhubungan dengan
alokasi secara spasial dari kebijakan pembangunan nasional secara keseluruhan.
Dengan demikian, kesepakatan-kesepakatan nasional menyangkut sistem
politik dan pemerintahan, atau aturan mendasar lainnya, sangat menentukan
pengertian dari pembangunan daerah. Atas dasar alasan itulah pandangan
terhadap pembangunan daerah dari setiap negara akan sangat beragam.
Singapura, Brunei, atau negara yang berukuran kecil sangat mungkin tidak
mengenal istilah pembangunan daerah. Sebaliknya bagi negara besar, seperti
Indonesia atau Amerika Serikat perlu menetapkan definisi-definisi

1
pembangunan daerah yang rinci untuk mengimplementasikan
pembangunannya.
Dasar hukum penyelenggaraan pembangunan daerah bersumber dari
Undang-Undang Dasar (UUD) Negara RI 1945 Bab VI pasal 18. Hingga saat
ini, implementasi formal pasal tersebut terdiri tiga kali momentum penting,
yaitu UU No 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah dan
UU No 22 Tahun 1999 serta UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah. Sebelum tahun 1974, bukan saja pembangunan daerah, pembangunan
nasional juga diakui belum didefinisikan dan direncanakan secara baik.
Implementasi pembangunan daerah berdasar UU No 5 Tahun 1974 tentang
Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, terbukti sangat mendukung keberhasilan
pembangunan nasional hingga Pelita VI tetapi juga mampu secara langsung
melegitimasi kepemimpinan Presiden Suharto. Sementara UU No 22 Tahun
1999 yang diperbaiki dengan UU No 32 Tahun 2004 lebih merupakan koreksi-
koreksi sistematis disebabkan oleh permasalahan struktural (sistemik) maupun
dalam hal implementasi. Maka dari itu kami mencoba membuat suatu
pemaparan mengenai pembangunan daerah.

1.2 Rumusan Masalah

a. Bagaimana konsep pembangunan ekonomi?


b. Apa saja teori yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi daerah?
c. Apa peran pemerintah dalam pembangunan ekonomi daerah
d. Apa saja permasalahan dalam pembangunan ekonomi daerah?
e. Apa saja strategi pembangunan ekonomi daerah?

1.3 Manfaat dan Tujuan


a. Untuk mengetahui pengertian dari pembangunan ekonomi daerah.
b. Untuk mengetahui teori yang berkaitan dengan pembangunan.
c. Untuk mengetahui peranan pemerintah dalam pembangunan ekonomi
daerah.

2
d. masalah dalam pembangunan ekonomi daerah.
e. Untuk mengetahui strategi pembangunan ekonomi daerah.

3
BAB II
PEMBAHASAN

1. Konsep Pembangunan Ekonomi Daerah


Sebelum menjelaskan tentang pembangunan ekonomi daerah, disini akan
menjelaskan terlebih dahulu tentang pengertian daerah (regional) itu sendiri,
karena pengertian daerah dapat berbeda-beda artinya tergantung pada sudut
pandang melihatnya. Misalnya dari sudut hukum, keamanan, kepemerintahan dan
lain sebagainya. Namun kami dalam hal ini akan menjelaskan pengertian daerah
hanya melihat dari sudut pandang ekonominya saja.
Ditinjau dari sudut pandang ekonominya daerah mempunyai arti :
a. Suatu daerah dianggap sebagai ruang dimana terdapat kegiatan ekonomi dan
di dalam pelosok ruang tersebut terdapat sifat-sifat yang sama, kesamaan
sifat-sifat tersebut antara lain dari segi pendapatan perkapita, sosia-
budayanya, geografisnya dan lain sebagainnya. Daerah yang memiliki ciri-ciri
seperti ini disebut daerah homogen.
b. Suatu daerah dianggap sebagai suatu ekonomi ruang apabila daerah tersebut
dikuasai oleh sutu atau beberapa pusat kegiatan ekonomi. Daerah dalam
pengetian ini disebut sebagai daerah modal.
c. Suatu daerah adalah suatu ekonomi ruang yang berada di bawah satu
administrasi tertentu seperti satu provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, dan
lain sebagainya. Daerah ini didasarkan pada pembagian administrative suatu
Negara. Daerah dalam pengertian ini dinamakan daerah adminitrasi.

Lincoln Arsyad (2000) memberikan pengertian pembangunan ekonomi


daerah adalah “suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya
mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola
kemitraan antara pemerintah daerah dan sektor swasta untuk menciptakan suatu
lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi
(pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut”.

4
Dalam pembangunan ekonomi daerah yang menjadi pokok
permasalahannya adalah terletak pada kebijakan-kebijakan pembangunan yang
didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan (endogenous) dengan
menggunakan potensi sumber daya manusia, kelembagaan dan sumber daya fisik
secara lokal (daerah). Orientasi ini mengarah pada pengambilan inisiatif – insiatif
yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan
kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan kegiatan-kegiatan ekonomi.
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses yang mencakup
pembentukan institusi-institusi baru, pembangunan industri – industri alternatif,
perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa
yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, alih pengetahuan dan teknologi,
serta pengambangan usaha-usaha baru.
Tujuan utama dari setiap pembangunan ekonomi, daerah adalah untuk
meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Untuk
mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan masyarakatnya harus bersama-
sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu, pemerintahan
daerah dengan partisipasi masyarakatnya, dengan dukungan sumber daya yang
ada harus mampu menghitung sumberdaya-sumber daya yang diperlukan untuk
merancang dan membangun ekonomi daerahnya.

2. Teori Pembangunan Ekonomi Daerah


Saat ini tidak ada suatu teori pun yang mampu untuk menjelaskan
pembangunan ekonomi daerah secara komprehensif. Namun demikian, ada
beberapa teori yang secara parsial yang dapat membantu kita untuk memahami
arti penting pembangunan ekonomi daerah. Pada hakekatnya, inti dari teori-teori
tersebut berkisar pada dua hal, yaitu pembahasan yang berkisar tentang metoda
dalam menganalisis perekonomian suatu daerah dan teori-teori yang membahas
tentang faktor-faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi suatu daerah
tertentu. Pengembangan metoda yang menganalisis perekonomian suatu daerah
penting sekali kegunaannya untuk mengumpulkan data tentang perekanomian

5
daerah yang bersangkutan serta proses pertumbuhannya, yang kemudian dapat
dipakai sebagai pedoman untuk menentukan tindakan-tindakan apa yang harus
diambil untuk mempercepat laju pertumbuhan yang ada.

Kalau analisis pembangunan nasional dibandingkan dengan analisis


pembangunan daerah, maka akan tampak bahwa analisis pembangunan ekonomi
daerah sangat ketinggalan, baik ditinjau dari cakupan analisis maupun
kedalamannya. Di samping itu, analisis regional yang ada bertitiktolak dari
analisis permasalahan dan kebijaksanaan pembangunan daerah di negara maju,
padahal struktur perekonomian negara-negara maju sangat berbeda dengan
struktur perekonomian NSB, demikian juga dengan struktur perekonomian
daerahnya. Perbedaan struktur ini mengakibatkan perlunya analisis dan cara
pendekatan yang berbeda pula. Jika kita buat suatu ringkasan, teori-teori tersebut
dapat disajikan sebagai berikut:
Pembangunan Daerah = f(sumberdaya alam, tenaga kerja, investasi,
entrepreneurship, transportasi, komunikasi, komposisi industri, teknologi, luas
daerah, pasar ekspor, situasi ekonomi internasional, kapasitas pemerintah
daerah, pengeluaran pemerintah pusat, dan bantuan-bantuan pembangunan).

a. Teori Ekonomi Neo Klasik


Peranan teori ekonomi Neo Klasik tidak terlalu besar dalam menganalisis
pembangunan daerah (regional) karena teori ini tidak memiliki dimensi
spasial yang signifikan. Namun demikian, teori ini memberikan 2 konsep
pokok dalam pembangunan ekonomi daerah yaitu keseimbangan
(equilibrium) dan mobilitas faktor produksi. Artinya, sistem perekonomian
akan mencapai keseimbangan alamiahnya jika modal bisa mengalir tanpa
restriksi (pembatasan). Oleh karena itu, modal akan mengalir dari daerah yang
berupah tinggi menuju ke daerah yang berupah rendah.

b. Teori Basis Ekonomi (Economic Base Theory)

6
Teori basis ekonomi ini menyatakan bahwa faktor penentu utama
pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan
permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah. Pertumbuhan industri-
industri yang menggunakan sumberdaya lokal, termasuk tenaga kerja dan
bahan baku untuk diekspor, akan menghasilkan kekayaan daerah dan
penciptaan peluang kerja (job creation).
Strategi pembangunan daerah yang muncul yang didasarkan pada teori ini
adalah penekanan terhadap arti penting bantuan (aid) kepada dunia usaha
yang mempunyai pasar secara nasional maupun internasional. Implementasi
kebijakannya mencakup pengurangan hambatan/ batasan terhadap
perusahaanperusahaan yang berorientasi ekspor yang ada dan akan didirikan
di daerah tersebut.
Kelemahan model ini adalah bahwa model ini didasarkan pada
permintaan eksternal bukan internal. Pada akhirnya akan menyebabkan
ketergantungan yang sangat tinggi terhadap kekuatan-kekuatan pasar secara
nasional maupun global. Namun demikian, model ini sangat berguna untuk
menentukan keseimbangan antara jenis-jenis industri dan sektor yang
dibutuhkan masyarakat untuk mengembangkan stabilitas ekonomi.

c. Teori Lokasi

Para ekonomi regional sering mengatakan bahwa ada 3 faktor yang


mempengaruhi pertumbuhan daerah yaitu: lokasi, lokasi, dan lokasi!
Pernyataan tersebut sangat masuk akal jika dikaitkan dengan pengembangan
kawasan industri. Perusahaan cenderung untuk meminimumkan biayanya
dengan cara memilih lokasi yang memaksimumkan peluangnya untuk
mendekati pasar. Model pengembangan industri kuno menyatakan bahwa
lokasi yang terbaik adalah biaya yang termurah antara bahan baku dengan
pasar.

7
Teori lokasi juga sering digunakan untuk penentuan atau pengembangan
kawasan industri di suatu daerah. Inti pemikiran teori ini didasarkan pada sifat
rasional pengusaha atau perusahaan yang cenderung mencari keuntungan
setinggi mungkin dengan biaya yang serendah mungkin. Oleh karena itu,
pengusaha akan memilih lokasi usaha yang memaksimumkan keuntungannya
dan meminimalisasi biaya usaha/produksinya, yakni lokasi yang dekat dengan
tempat bahan baku.
Tentu saja banyak variabel lainnya yang mempengaruhi kualitas atau
suitabilitas suatu lokasi misalnya upah tenaga kerja, biaya energi, ketersediaan
pemasok, komunikasi, fasilitas-fasilitas pendidikan dan latihan (diklat),
kualitas pemerintah daerah dan tanggungjawabnya, dan sanitasi. Perusahaan-
perusahaan yang berbeda membutuhkan kombinasi-kombinasi yang berbeda
pula atas faktor-faktor tersebut. Oleh karena itu, sering kali masyarakat
berusahan untuk memanipulasi biaya dari faktor-faktor tersebut untuk
menarik perusahaan-perusahaan industri. Keterbatasan dari teori lokasi ini
pada saat sekarang adalah bahwa teknologi dan komunikasi modern telah
mengubah signifikansi suatu lokasi tertentu untuk kegiatan produksi dan
distribusi barang.

d. Teori Tempat Sentral


Teori tempat sentral (central place theory) menganggap bahwa ada
hirarki tempat (hierarchy of places). Setiap tempat sentral didukung oleh
sejumlah tempat yang lebih kecil yang menyediakan sumberdaya (industri dan
bahan baku). Tempat sentral tersebut merupakan suatu pemukiman yang
menyediakan jasa-jasa bagi penduduk daerah yang mendukungnya. Teori
tempat sentral ini bisa diterapkan pada pembangunan ekonomi daerah, baik di
daerah perkotaan maupun di pedesaan. Misalnya, perlunya melakukan
pembedaan fungsi antara daerah-daerah yang bertetangga (berbatasan).
Beberapa daerah bisa menjadi wilayah penyedia jasa sedangkan lainnya hanya
sebagai daerah pemukiman. Seorang ahli pembangunan ekonomi daerah dapat

8
membantu masyarakat untuk mengembangkan peranan fungsional mereka
dalam sistem ekonomi daerah.

e. Teori Kausasi Kumulatif

Kondisi daerah-daerah sekitar kota yang semakin buruk menunjukkan


konsep dasar dari tesis kausasi kumulatif (cumulative causation) ini.
Kekuatan-kekuatan pasar cenderung memperparah kesenjangan antar daerah-
daerah tersebut (maju versus terbelakang). Daerah yang maju mengalami
akumulasi keunggulan kompetititif banding daerah-daerah lainnya. Hal ini
yang disebut Myrdal (1957) sebagai backwash effect.

f. Teori Daya Tarik (Attraction)


Teori daya tarik industri adalah model pembangunan ekonomi yang
paling banyak digunakan oleh masyarakat. Teori ekonomi yang mendasarinya
adalah bahwa suatu masyarakat dapat memperbaiki posisi pasarnya terhadap
industrialis melalui pemberian subsidi dan insenfif.
Menurut Kotler dkk. (1997), ada beberapa faktor penentu pembangunan
industri di suatu daerah yang terdiri atas faktor-faktor daya tarik industri dan
faktor-faktor daya saing daerah. Faktor daya tarik industri yaitu nilai tambah
yang tinggi per pekerja (produktivitas), industri kaitan, daya saing di masa
depan, spesialisasi industri, potensi ekspor dan prospek bagi permintaan
domestik.
Sedangkan faktor penyumbang daya tarik industri dapat dikelompokkan
menjadi 4 kelompok yaitu faktor pasar, faktor persaingan, faktor keuangan &
ekonomi, dan faktor teknologi.
Selain itu, menurut Doz dan Prohalad ketika daya saing faktor-faktor
suatu daerah tinggi dan perusahaan-perusahaan lokalnya sangat kompetitif,
maka industri di daerah tersebut akan berkembang pesat. Apabila daya saing
perusahaan-perusahaan yang ada di daerah tinggi, namun daya saing faktor-
faktornya rendah maka akan timbul tekanan bagi investasi ke luar daerah

9
(outward investment), yakni investasi ke daerah-daerah yang memiliki daya
saing faktor tinggi atau perusahaan-perusahaan di suatu daerah rendah,
sedangkan faktor-faktor yang dimiliki daerah tersebut tinggi maka akan
timbul investasi ke dalam (inward investment).

3. Peran Pemerintah dalam Pembangunan Ekonomi Daerah


Pada saat ini secara universal diketahui bahwa dalam rangka mengatasi sifat
kaku yang melekat di negara terbelakang, pemerintah harus memegang peranan
positif. Ia tidak boleh berlaku sebagai penonton pasif. Problema negara
terbelakang adalah sedemikian besarnya sehingga problema itu tidak dapat
diserahkan begitu saja kepada mekanisme bebas kekuatan-kekuatan ekonomi.
Perusahaan swasta tidak mampu menyelesaikan problema tersebut karena
pengertian tersebut tidak ditemui di alam yang modern. Karena itu tindakan
pemerintah sangat diperlukan bagi pembangunan ekonomi negara-negara seperti
itu.
Pada fase awal pembangunan, investasi harus dilakukan di bidang-bidang
yang meningkatkan ekonomi eksternal yaitu yang mengarah pada penciptaan
overhead sosial dan ekonomi seperti tenaga, transportasi, pendidikan, kesehatan
dan sebagainya. Perusahaan swasta tidak akan tertarik melaksanakan kegiatan-
kegiatan tersebut karena resiko besar dan keuntungannya kecil. Dari sinilah
timbul kebutuhan untuk menyeimbangkan pertumbuhan berbagai sektor
perekonomian sehingga penawaran sesuai dengan permintaan. Oleh karena itu
pengawasan dan pengaturan, oleh negara menjadi penting dalam rangka mencapai
keseimbangan pertumbuhan. Pemerintah harus merencanakan pengawasan fisik
dan langkah-langkah fiskal dan moneter. “Mengatasi perbedaan sosial dan
menciptakan situasi psikologis, ideologis, sosial dan politik yang menguntungkan
bagi pembangunan ekonomi merupakan tugas terpenting pemerintah.”
Karena itu ruang lingkup tindakan pemerintah sangat luas dan menyeluruh.
Menurut Prof. Lewis lingkup itu mencakup “penyelenggaraan pelayanan umum,
menentukan sikap, membentuk lembaga-lembaga ekonomi, menentukan

10
penggunaan sumber, menentukan distribusi pendapatan, mengendalikan jumlah
uang, mengendalikan fluktuasi, menjamin pekerjaan penuh dan menentukan laju
investasi.”
Lincoln Arsyad (2000) mengatakan bahwa ada empat peran yang dapat
diambil oleh pemerintah daerah dalam proses pembangunan ekonomi di daerah
yaitu sebagai berikut:
a. Entrepreneur
Peran pemerintah daerah sebagai entrepreneur, adalah merupakan
tanggung jawab untuk menjalankan suatu usaha bisnis di daerahnya. Dalam
hal ini pemeritah daerah bisa mengengembangkan suatu usaha sendiri dengan
membentuk badan usaha milik daerah (BUMD) atau bermitra dengan dunia
usaha swasta namun kegiatan usahanya tetap dalam pengendalian pemerintah
daerah. Pemerintah daerah harus mampu mengelola aset-aset pemerintah
daerah dengan lebih baik dan ekonomis sehingga mampu memberikan
keuntungan bagi pemerintah daerah.
b. Koordinator
Pemerintah daerah harus mampu bertindak sebagai koordinator dalam
pembangunan ekonomi di daerahnya, yaitu melalui penetapan kebijakan-
kebijakan atau mengusulkan strategi-strategi pembangunan ekonomi yang
komprehensif bagi kemajuan daerahnya. Dalam peran ini pemerintah daerah
bisa melibatkan kelompok-kelompok dalam masyarakat untuk proses
pengumpulan data dan evaluasi tentang informasi yang berkaitan tentang
kondisi perekonomian di daerah.
Pemerintah daerah dapat juga melibatkan lembaga-lembaga pemerintah
daerah lainnya, dunia usaha dan masyarakat dalam menyusun sasaran-sasaran
ekonomi, rencana-rencana, dan strategi-strategi pelaksanaannya. Pendekatan
ini sangat potensial dalam menjaga konsistensi pembangunan daerah dan
pembangunan nasional serta untuk menjamin bahwa perekonomian di daerah
akan mendapatkan manfaatnya yang optimal.
c. Fasilitator

11
Pemerintah daerah dapat berperan sebagai fasilitator dengan cara
mempercepat pembagunan melalui perbaikan lingkungan attitudinal (perilaku
atau budaya masyarakat) didaerahnya. Hal ini perlu dilakukan untuk
mempercepat proses pembangunan dan prosedur perencanaan, peraturan
penetapan tata ruang daerah (Zoning) yang lebih baik.
d. Stimulator
Pemerintah daerah dapat berperan sebagai stimulan dalam penciptaan dan
pengembangan usaha melalui tindakan-tindakan khusus yang dapat
mempengaruhi dunia usaha untuk masuk ke daerah tersebut dan menjaga agar
perusahaan-perusahaan yang telah ada tetap eksis berada di daerah tersebut.
Stimulus ini dapat dilakukan antara lain dengan pembuatan brosur-brosur,
pembangunan kawasan industri pembuatan outlet untuk produk-produk UKM,
membantu UKM melakukan pameran dan sebagainya.

4. Permasalahan dalam Pembangunan Ekonomi Daerah


a. Ketimpangan Pembangunan Sektor Industri
Konsentrasi kegiatan ekonomi yang tinggi di daerah tertentu merupakan
salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya ketimpangan pembangunan
antar daerah. Pertumbuhan ekonomi di daerah dengan konsentrasi ekonomi
yang tinggi cenderung pesat, sedangkan daerah yang konsentrasi ekonominya
rendah ada kecenderungan tingkat pembangunan dan pertumbuhan
ekonominya juga rendah.
Industri manufaktur merupakan sektor ekonomi yang secara potensial
sangat produktif, hal ini dapat dilihat dari sumbangan terhadap pembentukan
PDB atau PDBR. Terjadinya ketimpangan pembangunan sektor industri atau
tingkat industrialisasi antar daerah adalah sebagai salah satu faktor penyebab
terjadinya ketimpangan ekonomi antar daerah. Kurang berkembangnya sektor
industri di luar Jawa merupakan salah satu penyebab terjadinya kesenjangan
ekonomi antara Jawa dengan wilayah di luar Jawa. Pada daerah di luar Jawa,
seperti Sumatera, Kalimantan Timur, Papua, bisa menjadi wilayah-wilayah

12
yang sangat potensial untuk pengembangan sektor industri manufaktur. Hal
ini dapat dilihat dari dua hal yaitu (1) Ketersediaan bahan baku, (2) Letak
Geografis yang dekat dengan negara tetangga yang bisa menjadi potensi pasar
yang besar yang baru di samping pasar domestik.

b. Kurang Meratanya Investasi


Harrod-Domar ada korelasi positif antara tingkat investasi dengan laju
pertumbuhan ekonomi, sehingga dengan kurangnya investasi dengan laju
pertumbuhan ekonomi, sehingga dengan kurangnya investasi di suatu daerah
membuat pertumbuhan dan tingkat pendapatan perkapita masyarakat di
daerah tersebut rendah. Hal ini dikarenakan tidak adanya kegiatan-kegiatan
ekonomi yang produktif seperti industri manufaktur.
Terhambatnya perkembangan investasi di daerah disebabkan banyak
faktor, diantaranya kebijakan dan birokrasi yang selama orde baru terpusat,
keterbatasan infrastruktur dan sumber daya manusia di daerah-daerah luar
Jawa.

c. Tingkat Mobilitas Faktor Produksi yang Rendah


Kurang lancarnya mobilitas faktor produksi seperti tenaga kerja dan
kapitas antar daerah juga merupakan penyebab terjadinya ketimpangan
ekonomi regional. Hal ini karena perbedaan laju pertumbuhan ekonomi antar
daerah membuat terjadinya perbedaan tingkat pendapatan perkapita antar
daerah, dengan asumsi bahwa mekanisme pasar output dan input bebas (tanpa
distorsi yang direkayasa, misalnya kebijakan pemerintah) memengaruhi
mobilitas faktor produksi antar daerah. Menurut A. Lewis, jika perpindahan
faktor produksi antar daerah tidak ada hambatan, maka pada akhirnya
pembangunan ekonomi yang optimal antar daerah akan tercapai dan semua
daerah akan menjadi lebih baik (dalam pengertian pareto optimal: semua
daerah mengalami better off).

d. Perbedaan Sumber Daya Alam (SDA)

13
Pemikiran klasik yang mengatakan bahwa pembangunan ekonomi daerah
yang kaya SDA akan lebih maju dan masyarakatnya lebih makmur
dibandingkan dengan daerah yang miskin SDA. Hingga tingkat tertentu
pendapat tersebut dapat dibenarkan, dalam arti sumber daya manusia dilihat
hanya sebagai modal awal untuk pembangunan, dan selanjutnya harus
dikembangkan terus-menerus. Dan untuk itu diperlukan faktor-faktor lain, di
antaranya adalah faktor teknologi dan sumber daya manusia.
Dengan penguasaan teknologi dan peningkatan kualitas sumber daya
manusia, maka lambat laun factor endowment tidak relevan lagi. Hal ini dapat
kita lihat negara-negara maju seperti Jepang, Korea selatan, Taiwan, dan
Singapura yang miskin SDA.

e. Perbedaan Demografis
Ketimpangan ekonomi regional di Indonesia juga disebabkan oleh
perbedaan kondisi geografis antar daerah. Kondisi ini berpengaruh terhadap
jumlah dan pertumbuhan penduduk, tingkat kepadatan penduduk, pendidikan,
kesehatan, kedisiplinan, dan etos kerja. Faktor-fator ini mempengaruhi tingkat
pembangunan dan pertumbuhan ekonomi dari sisi permintaan dan penawaran.
Di sisi permintaan jumlah penduduk yang besar merupakan potensi besar
bagi pertumbuhan pasar, yang berarti faktor pendorong bagi pertumbuhan
kegiatan ekonomi. Dari sisi penawaran, jumlah penduduk yang besar dengan
pendidikan dan kesehatan yang baik, disiplin dan etos kerja yang tinggi
merupakan aset penting bagi produksi.

f. Kurang lancarnya Perdagangan antar Daerah


Kurang lancarnya perdagangan antara daerah (intra-trade) juga
merupakan faktor yang turut menciptakan ketimpangan ekonomi regional
Indonesia. Tidak lancarnya intra trade disebabkan oleh keterbatasan
transportasi dan komunikasi. Jadi, tidak lancarnya arus barang dan jasa antar
daerah mempengaruhi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi suatu daerah
dari sisi permintaan dan penawaran.

14
5. Strategi Pembangunan Ekonomi Daerah
Secara umum strategi pembangunan ekonomi adalah mengembangkan
kesempatan kerja bagi penduduk yang ada sekarang dan upaya untuk mencapai
stabilitas ekonomi, serta mengembangkan basis ekonomi dan kesempatan kerja
yang beragam. Pembagunan ekonomi akan berhasil bila mampu memenuhi
kebutuhan dunia usaha. Hal ini untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya
fluktuasi ekonomi sektoral, yang pada akhirnya akan mempengaruhi kesempatan
kerja.
Lincolin Arsyad (2000) secara garis besar menggambarkan strategi
pembangunan ekonomi daerah dapat dikelompokkan menjadi 4 yaitu:
a. Strategi pengembangan fisik (Locality Or Physical Development Strategy)
Melalui pengembangan program perbaikan kondisi fisik/lokalitas daerah
yang ditunjukkan untuk kepentingan pembangunan industri dan perdagangan,
pemerintah daerah akan berpengaruh positif bagi pembangunan dunia usaha
daerah. Secara khusus, tujuan strategi pembagunan fisik ini adalah untuk
menciptakan identitas masyarakat, dan memperbaiki daya tarik pusat kota
(civic center) dalam upaya memperbaiki dunia usaha daerah.
Untuk mencapai tujuan pembangunan fisik tersebut diperlukan alat-alat
pendukung, yaitu:
• Pembuatan bank tanah (land banking), dengan tujuan agar memiliki
data tentang tanah yang kurang optimal penggunaannya, tanah yang
belum dikembangkan,atau salah ddalam penggunaannya dan lain
sebagainya.
• Pengendalian perencanaan dan pembangunan, dengan tujuan untuk
memperbaiki iklim investasi di daerah dan meperbaiki citra
pemerintah daerah.
• Penataan kota (townscaping), dengan tujuan untuk memperbaiki
sarana jalan, penataan pusat-pusat pertokoan, dan penetapan standar
fisik suatu bangunan.

15
• Pengaturan tata ruang (zoning) dengan baik untuk merangsang
pertumbuhan dan pembangunan ekonomi daerah.
• Penyediaan perumahan dan pemukiman yang baik akan berpengaruh
positif bagi dunia usaha, disamping menciptakan lapangan kerja.
• Penyediaan infrastruktur seperti: sarana air bersih, taman, sarana
parkir, tempat olahraga dan lain sebagainya.

b. Strategi pengembangan dunia usaha (Business Development Strategy)


Pengembangan dunia usaha merupakan komponen penting dalam
pembangunan ekonomi daerah, karena daya tarik, kerativitas atau daya tahan
kegiatan ekonomi dunia usaha, adalah merupakan cara terbaik untuk
menciptakan perekonomian daerah yang sehat. Untuk mencapai tujuan
pembangunan fisik tersebut diperlukan alat-alat pendukung, antara lain :
• Penciptaan iklim usaha yang baik bagi dunia usaha, melalui pengaturan
dan kebijakan yang memberikan kemudahan bagi dunia usaha dan pada
saat yang sama mencegah penurunan kualitas lingkungan.
• Pembuatan informasi terpadu yang dapat memudahkan masyarakat dan
dunia usaha untuk berhubungan dengan aparat pemerintah daerah yang
berkaitan dengan perijinan dan informasi rencana pembangunan ekonomi
daerah.
• Pendirian pusat konsultasi dan pengembangan usaha kecil, karena usaha
kecil perannya sangat penting sebagai penyerap tenaga kerja dan sebagai
sumber dorongan memajukan kewirausahaan.
• Pembuatan system pemasaran bersama untuk menghindari skala yang
tidak ekonomis dalam produksi, dan meningkatkan daya saing terhadap
produk impor, seta sikap kooperatif sesama pelaku bisnis.
• Pembuatan lembaga penelitian dan pengembangan litbang. Lembaga ini
diperlukan untuk melakukan kajian tentang pengembangan produk baru,
teknologi baru,dan pencarian pasar baru.

16
c. Strategi pengembangan sumber daya manusia (Human Resource Development
Strategy)
Strategi pengembangan sumberdaya manusia merupakan aspek yang
paling penting dalam proses pembangunan ekonomi, oleh karena itu
pembangunan ekonomi tanpa dibarengi dengan peningkatan kualitas dan
ketrampilan sumberdaya manusia adalah suatu keniscayaan. Pengembangan
kualitas seumberdaya manusia dapat dilakukan denganca cara :
• Pelatihan dengan system customized training, yaitu system pelatihan yang
dirancang secara khusus untuk memenuhi kebutuhan dan harapan si
pemberi kerja.
• Pembuatan bank keahlian (skill banks), sebagai bank informasi yang berisi
data tentang keahlian dan latar belakang orang yang menganggur di
penciptaan iklim yang mendukung bagi perkembangan lembaga-lembaga
pendidikan dan keterampilan di daerah.
• Pengembangan lembaga pelatihan bagi para penyandang cacat.

d. Strategi pengembangan masyarakat (Community Based Development


Strategy)
Strategi pengembangan masyarakat ini merupakan kegiatan yang
ditujukan untuk memberdayakan (empowerment) suatu kelompok masyarakat
tertentu pada suatu daerah. Kegiatan-kegiatn ini berkembang baik di
Indonesia belakangan ini, karena ternyata kebijakan umum ekonomi yang
tidak mampu memberikan manfaat bagi kelompok-kelompok masyarakat
tertentu.
Tujuan kegiatan ini adalah untuk menciptakan manfaat social, seperti
misalnya dengan menciptakan proyek-proyek padat karya untuk memenuhi
kebutuhan hidup atau untuk memperoleh keuntungan dari usahanya.

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah daerah


dan masyarakatnya mengelola sumber daya-sumber daya yang ada dan
membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta
untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan
kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. Sedangkan
teori yang membahas tentang pembangunan ekonomi daerah yaitu Teori Neo
Klasik, Teori Basis Ekonomi, Teori Lokasi, Teori Tempat Sentral, Teori Kausasi
Kumulatif dan Model Daya Tarik (Attractioni).
Menurut Lincoln Arsyad (2000) mengatakan bahwa ada empat peran yang
dapat diambil oleh pemerintah daerah dalam proses pembangunan ekonomi di
daerah yaitu sebagai entrepreneur, coordinator, fasilitator dan stimulator.
Sedangkan permasalahan dalam Pembangunan Ekonomi Daerah meliputi:
ketimpangan pembangunan sektor industri, kurang meratanya investasi, tingkat
mobilitas faktor produksi yang rendah, perbedaan sumber daya alam (SDA),
perbedaan demografis, kurang lancarnya perdagangan antar daerah, dan lain
sebagainya.
Menurut Lincolin Arsyad (2000) secara garis besar menggambarkan strategi
pembangunan ekonomi terdiri dari strategi pengembangan fisik, strategi
pengembangan dunia usaha, strategi pengembangan sumber daya manusia dan
strategi pengembangan masyarakat.

18
B. Daftar Pustaka
• Jhingan. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. 2012. Jakarta:
RajaGrafindo
• Mulyadi S. Ekonomi Sumber Daya Manusia. 2012. Jakarta: Rajawali Pers
• Subandi. Ekonomi Pembangunan. 2012. Bandung: AlfaBeta
• http://anaarisanti.blogspot.com/2010/06/strategi-pembangunan-ekonomi-
daerah.html (diakses pada 18 November 2017)

19

Anda mungkin juga menyukai