DAERAH
DISUSUN OLEH
KELOMPOK 2 :
Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat, Inayah, Taufik dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.
Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk
maupun pedoman bagi pembaca.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk
maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca
untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.
i
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................ 2
1.3 Tujuan Pembahasan ......................................................................... 2
BAB 1I PEMBAHASAN................................................................................... 3
2.1 Aspek Perencanaan Pembangunan................................................... 3
2.2 Pergeseran Paradigma Tahapan Perencanaan Pembangunan Daerah
(KLP2).............................................................................................. 6
2.3 Perencanaan Goodgovernance......................................................... 7
2.4 Perencanaan Pembangunan Daerah.................................................. 9
BAB III PENUTUP...........................................................................................12
3.1 Kesimpulan........................................................................................12
3.2 Saran..................................................................................................13
Daftar Pustaka
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Pentingnya pembangunan karena pembangunan merupakan suatu upaya
perbaikan yang di dalamnya terdapat rangkaian kegiatan atau aktivitas yang
dilakukan dengan didasarkan kepada suatu rencana. Pembangunan bermula pada
suatu tujuan yang diarahkan kepada perubahan di semua bidang kehidupan untuk
pemenuhan kebutuhan masyarakat. Dengan adanya perencanaan pembangunan
kita bisa merencankanan terlebih dahulu pembangunan yang akan datang supaya
pembangunan jadi tepat dan berguna bagi masyarakat banyak. Paradigma Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) sesuai dengan UU No 25 Tahun
2004. Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah satu kesatuan tata cara
perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan
dalam jangka panjang, jangka menengah dan tahunan yang dilaksanakan oleh
unsur penyelenggara negara dan msayarakat di tingkat pusat dan daerah.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
ahli pembangunan termasuk di dalamnya para pembuat kebijakan. Ini
dimaksudkan untuk mengatasi berbagai persoalan yang muncul akibat
kesenjangan kesejahteraan, perlu dilakukan upaya pembangunan yang terencana.
Upaya pembangunan yang terencana dapat dilakukan untuk mencapai tujuan
pembangunan yang dilakukan. Lebih jauh lagi berarti perencanaan yang tepat
sesuai dengan kondisi di suatu wilayah menjadi syarat mutlak dilakukannya usaha
pembangunan.
Perencanaan ada sebagai upaya untuk mengantisipasi ketidakseimbangan
yang terjadi yang bersifat akumulatif. Artinya perubahan pada suatu
keseimbangan awal dapat mengakibatkan perubahan pada sistem sosial yang
akhirnya membawa sistem yang ada menjauhi keseimbangan awal. Perencanaan
sebagai bagian daripada fungsi manajemen yang bila ditempatkan pada
pembangunan daerah akan berperan sebagai arahan bagi proses pembangunan
berjalan menuju tujuan di samping itu menjadi tolok ukur keberhasilan proses
pembangunan yang dilaksanakan. Menurut Tjokroamidjojo (1992), perencanaan
dalam arti seluas-luasnya tidak lain adalah suatu proses mempersiapkan secara
sistematis kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai sesuatu tujuan
tertentu. Perencanaan adalah suatu cara bagaimana mencapai tujuan
sebaikbaiknya dengan sumber-sumber yang ada supaya lebih efisien dan efektif.
“Melihat ke depan dengan mengambil pilihan berbagai alternative dari kegiatan
untuk mencapai tujuan masa depan tersebut dengan terus mengikuti supaya
pelaksanaan tidak menyimpang tujuan”, Albert Waterston mendefinisikan
perencanaan pembangunan seperti demikian. Berbagai ahli memberikan definisi
perencanaan. Bahkan ada yang memberikan pengertian lebih luas contohnya Prof.
Jan Tinbergen mengemukakan lebih kepada kebijaksanaan pembangunan
(development policy) bukan hanya perencanaan (plans) semata.
Perencanaan dapat dilakukan dalam berbagai bidang. Namun tidak semua
rencana merupakan perencanaan pembangunan Terkait dengan kebijaksanaan
pembangunan maka pemerintah berperan sebagai pendorong pembangunan (agent
of development), ini terkait dengan definisi perencanaan yang merupakan upaya
institusi publik untuk membuat arah kebijakan pembangunan yang harus
4
dilakukan di sebuah wilayah baik negara maupun di daerah dengan didasarkan
keunggulan dan kelemahan yang dimiliki oleh wilayah tersebut.
Perencanaan pembangunan memiliki ciri khusus yang bersifat usaha
pencapaian tujuan pembangunan tertentu. Adapun ciri dimaksud antara lain:
1. Perencanaan yang isinya upaya-upaya untuk mencapai perkembangan
ekonomi yang kuat dapat tercermin dengan terjadinya pertumbuhan ekonomi
positif.
2. Ada upaya untuk meningkatkan pendapatan perkapita masyarakat.
3. Berisi upaya melakukan struktur perekonomian
4. Mempunyai tujuan meningkatkan kesempatan kerja.
5. Adanya pemerataan pembangunan.
Dalam prakteknya pelaksanaan pembangunaan akan menemui hambatan baik
dari sisi pelaksana, masyarakat yang menjadi obyek pembangunan maupun dari
sisi luar semua itu. Lebih rinci alasan diperlukannya perencanaan dalam proses
pembangunan sebagai berikut:
1. Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan memberikan perubahan yang
sangat cepat dalam masyarakat.
2. Perencanaan merupakan tahap yang penting apabila dilihat dari dampak
pembangunan yang akan muncul setelah proses pembangunan selesai.
3. Proses pembangunan yang dilakukan tentu saja memiliki keterbatasan waktu
pelaksanaan, biaya serta ruang lingkup pelaksanaannya.
4. Perencanaan juga dapat berperan sebagai tolok ukur keberhasilan pelaksanaan
pembangunan sehingga proses pembangunan yang dilakukan dapat dimonitor
oleh pihakpihak terkait tanpa terkecuali masyarakat.
5
adanya perbedaan kepentingan, keterbatasan sumber daya, sistem ekonomi pasar
dan adanya tujuan tertentu yang ditetapkan. Jadi Perencanaan pembangunan
menjadi prioritas utama dalam pembanguna itu sendiri.
6
2. Proses Teknokratik: Perencanaan yang dilakukan oleh perencana
profesional, atau oleh lembaga/unit organisasi yang secara fungsional
melakukan perencanaan khususnya dalam pemantapan peran, fungsi dan
kompetensi lembaga perencanaan.
3. Proses partisipatif: perencanaan yang melibatkan masyarakat
(stakeholders) antara lain melalui pelaksanaan Musrenbang.
4. Proses Bottom-Up dan Top-Down: Perencanaan yang aliran prosesnya dari
atas ke bawah atau dari bawah ke atas dalam hierarki pemerintahan.
7
b) Pilihan Antara Pertumbuhan Dan Pemerataan.
Secara teoritik, polemik pemilihan antara strategi pertumbuhan dan
pemerataan relatif telah diselesaikan saat lahirnya The Second Fundamental
Theorm of Welfare Economics. Sementara itu The First Fundamental Theorm of
Welfare Economics sendiri adalah konsep temuan Simon Kuznets (1966): kurva
U-terbalik yang menyatakan bahwa bagi negara yang pendapatannya rendah
bertumbuhnya perekonomian harus mengorbankan pemerataan (trade off antara
pertumbuhan dan pemerataan). Hal ini telah memberi legitimasi dominasi peranan
pemerintah untuk memusatkan pengalokasian sumberdaya pada sektor-sektor atau
wilayah-wilayah yang berpotensi besar dalam menyumbang pada pertumbuhan
ekonomi. Keadaan ini telah menyebabkan terjadinya net transfer sumberdaya
daerah ke kawasan pusat kekuasaan secara besar-besaran maupun melalui ekspor
kepada negara-negara maju. Implikasi dari penekanan pertumbuhan ekonomi
adalah polarisasi spatial (geografis) alokasi sumberdaya (capital investment) antar
wilayah melalui aglomerasi industri di tempat-tempat yang paling kompetitif
(kawasan kota-kota besar). Program bantuan pembangunan daerah tidak mampu
mengurangi ketimpangan yang terjadi.
Paradigma baru pembangunan diarahkan kepada terjadinya pemerataan
(equity), pertumbuhan (eficiency), dan keberlanjutan (sustainability) dalam
pembangunan ekonomi. Paradigma baru pembangunan ini dapat mengacu kepada
apa yang disebut dalil kedua fundamental ekonomi kesejahteraan (The second
fundamental of welfare economics), dimana dalil ini menyatakan bahwa
sebenamya pemerintah dapat memilih target pemerataan ekonomi yang diinginkan
melalui transfer, perpajakan dan subsidi, sedangkan ekonomi selebihnya dapat
diserahkan kepada mekanisme pasar.
8
pemerintah yang rendah (lack of governance). Dalam paradigma pembangunan
sekarang, kekuasaan pemerintah harus semakin dibatasi pada bidang "public
good", dan bidang dimana swasta dan masyarakat tidak punya insentif
melakukannya. Government policy failure yang melaksanakan pembangunan
secara top-down, tidak mengetahui kondisi ekosistem dan tatanan nilai
masyarakatnya yang tersebar luas secara spasial. Hal ini didorong oleh kesalahan
pengaturan dan perancangan (design) program dan proyek pembangunan yang
berdampak pada pemiskinan masyarakat perdesaan.
Perencanaan pembangunan wilayah sering disalahartikan sebagai suatu
proses dimana perencana mengarahkan masyarakat untuk melakukan. Lahirnya
pandangan seperti tersebut sebenarnya terutama sebagai akibat dari proses
pendekatan perencanaan wilayah yang selama ini dilakukan selam ini pada
umumnya bersifat topdown. Perencanaan wilayah umumnya dilakukan secara
asimetrik, dimana pihak pemerintah dianggap memiliki kewenangan secara legal
karena memegang amanat yang legitimate. Padahal dibalik amanat yang
diterimanya, pemerintah berfungsi melayani/memfasilitasi masyarakat yang
berkepentingan secara langsung di dalam pemanfaatan sumberdaya ruang yang
ada.
Dalam paradigma perencanaan wilayah yang modern perencanaan wilayah
diartikan sebagai bentuk pengkajian yang sistematis dari aspek fisik, sosial dan
ekonomi untuk mendukung dan mengarahkan pemanfaatan sumberdaya di dalam
memilih cara yang terbaik untuk meningkatkan produktifitas agar dapat
memenuhi kebutuhan masyarakat (publik) secara berkelanjutan. Awal dari proses
perencanaan wilayah adalah beranjak dari adanya kebutuhan untuk melakukan
perubahan sebagai akibat dari perubahan pengelolaan maupun akibat perubahan-
perubahan keadaan (peningkatan kesejahteraan, bencana alam, perkembangan
sosial, dan lain-lain.
9
maupun adanya pengaruh globalisasi. Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan
pemerintahan daerah, prinsip good governance dalam prakteknya adalah dengan
menerapkan prinsip penyelenggaraan yang baik dalam setiap pembuatan
kebijakan dan pengambilan keputusan serta tindakan yang dilakukan oleh
birokrasi pemerintahan daerah dalam pelaksanaan fungsi pelayanan publik.
1. Penerapan Prinsip Partisipasi
Keberhasilan penyelenggaraan otonomi daerah juga tidak terlepas dari
partisipasi aktif anggota masyarakatnya. Masyarakat Daerah, baik secara kesatuan
sistem maupun sebagai individu, merupakan bagian integral yang sangat penting
dari sistem pemerintahan daerah, karena secara prinsip penyelenggaraan otonomi
daerah ditujukan guna mewujudkan masyarakat yang sejahtera di daerah yang
bersangkutan. Oleh karena itu tanggung jawab penyelenggaraan pemerintahan
daerah tidak saja di tangan kepala daerah, DPRD, aparat pelaksananya, tetapi juga
di tangan masyarakat daerah tersebut (Kaho : 120).
2. Penerapan Prinsip Transparansi
Dengan memberikan kesempatan kepada masyarakat luas untuk mengetahui
berbagai informasi mengenai penyelenggaraan pemerintahan, maka dapat
mempermudah upaya masyarakat dalm menilai keberpihakan pemerintah terhadap
kepentingan publik (Dwiyanto :224). Penerapan prinsip transparansi merupakan
salah satu poin penting dalam mewujudkan tata pemerintahan yang baik.
3. Penerapan Prinsip Akuntabilitas
Pada prinsipnya akuntabilitas dalam proses penyelenggaraan pemerintahan
selalu dituntut dalam semua tahap, baik itu dalam proses penyusunan program
kegiatan, pembiayaan, pelaksanaan, evaluasi maupun hasil dan dampaknya.
Adanya laporan kepada DPRD dan Pemerintah Pusat menjadi bukti bahwa adanya
pertanggungjawaban pemerintah terhadap seluruh kegiatan maupun kebijakan
yang dibuat dan telah dilaksanakan. Namun, laporan tersebut tidak semuanya
sesuai dengan apa yang ada dilaporkan.
10
A. Faktor-faktor Penghambat Penerapan Prinsip Good Governance dalam
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
Keberhasilan penyelenggaraan otonomi daerah tidak terlepas adanya
partisipasi aktif anggota masyarakatnya. Salah satu wujud dari tanggung jawab
masyarakat. Masyarakat daerah, baik kesatuan sistem maupun sebagai individu,
merupakan integral yang sangat dari sistem pemerintahan daerah, karena secara
prinsip penyelenggaraan otonomi daerah ditujukan guna mewujudkan masyarakat
yang sejahtera di daerah yang bersangkutan. Tentu bukan perkerjaan yang mudah
untuk mewujudkan ketiga prinsip good governance yaitu partisipasi, transparansi
dan akuntabiltas dalam praktik pemerintahan sehari-hari di Indonesia. Faktor-
faktor yang menghambat jalannya Good Governance yaitu:
1. Penjaringan aspirasi masyarakat yang tidak merata, biasanya yang diundang
dalam jaring aspirasi bersifat elitis, kurangnya kesadaran masyarakat
terhadap partisipasi mereka terhadap pembuatan kebijakan atau program-
program.
2. Penerapan transparansi, pemerintah kurang memberikan informasi yang
dibutuhkan oleh masyarakat sehingga masyarakat tidak mengetahui sama
sekali kebijakan maupun peraturan daerah yang akan dibuat pemerintah.
3. Penerapan akuntabilitas pemerintahan juga kurang melaksanakan
pertanggungjawabannya kepada masyarakat, hal ini ditandai dengan
Laporan Keterangan Pertanggungjawaban yang ditujukan kepada DPRD
terkadang tidak sesuai dengan program-program yang sudah dilaksanakan.
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Pembangunan daerah adalah pemanfaatan sumber daya yang dimiliki untuk
peningkatan kesejahteraan masyarakat yang nyata, baik dalam aspek
pendapatan, kesempatan kerja, lapangan berusaha, akses terhadap
pengambilan kebijakan, berdaya saing, maupun peningkatan indeks
pembangunan manusia. Pembangunan daerah diarahkan untuk memanfaatkan
secara optimal potensi sumber daya alam dan mengembangkan sumber daya
manusia dengan meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat.
2. Aspek perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa
depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber
daya yang tersedia. Pembangunan dalam UU ini Pembangunan Nasional
dimaksud upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa dalam
rangka mencapai tujuan bernegara.
3. Paradigma pembangunan, selama beberapa dekade terakhir telah mengalami
perubahan mendasar. Berbagai distorsi berupa “kesalahan” di dalam
menerapkan model-model pembangunan yang ada selama ini adalah sebagai
berikut: 1). Kecenderungan melihat pencapaian tujuan-tujuan pembangunan
yang diukur dengan secara secara makro menuju pendekatan regional dan
lokal, 2). Pilihan antara pertumbuhan dan pemerataan. 3). Asumsi tentang
peranan pemerintah dan partisipasi masyarakat di dalam proses
pembangunan. 4). Kegagalan menemukan model-model pembangunan
wilayah yang khas dunia ketiga dan khas negara yang sangat berbeda
pendekatannya dengan pendekatan di negara-negara maju.
4. Goodgovernance merupakan tuntuntan sangat gencar dilakukan oleh
masyarakat kepada pemerintah untuk melaksanakan penyelenggaraan
pemerintahan yang baik adalah sejalan dengan meningkatnya tingkat
pengetahuan dan pendidikan masyarakat maupun adanya pengaruh
globalisasi. Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah,
prinsip good governance dalam prakteknya adalah dengan menerapkan
12
prinsip penyelenggaraan yang baik dalam setiap pembuatan kebijakan dan
pengambilan keputusan serta tindakan yang dilakukan oleh birokrasi
pemerintahan daerah dalam pelaksanaan fungsi pelayanan publik.
3.2 Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca,khususnya bagi
pemakalah. Dan dalam penulisan dan penyusanan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Maka dari itu pemakalah mengharapkan kritikan dan saran yang
bersifat membangun agar dalam pembuatan makalah yang berikutnya dapat
menjadi lebih baik.
13
DAFTAR PUSTAKA
14