Anda di halaman 1dari 17

PERENCANAAN PEMBANGUNAN

DAERAH

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 2 :

Nia Safira 1904010024


Sunamaya Sanna Surya 1904010002
Dosen Pengajar : Sri Murniyanti, S.KM., M.AP
Mata Kuliah : Perencanaan Regional

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS AL-MUSLIM
BIREUEN
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat, Inayah, Taufik dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.
Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk
maupun pedoman bagi pembaca.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk
maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca
untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.

Bireuen, 11 Oktober 2021

i
ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................ 2
1.3 Tujuan Pembahasan ......................................................................... 2
BAB 1I PEMBAHASAN................................................................................... 3
2.1 Aspek Perencanaan Pembangunan................................................... 3
2.2 Pergeseran Paradigma Tahapan Perencanaan Pembangunan Daerah
(KLP2).............................................................................................. 6
2.3 Perencanaan Goodgovernance......................................................... 7
2.4 Perencanaan Pembangunan Daerah.................................................. 9
BAB III PENUTUP...........................................................................................12
3.1 Kesimpulan........................................................................................12
3.2 Saran..................................................................................................13
Daftar Pustaka

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Perencanaan Pembangunan daerah merupakan proses penting untuk
menentukan tindakan masa depan dalam pelaksanaan pembangunan di daerah
tersebut. Dengan menggunakan Perencanaan maka diharapkan pelaksanaan
pembangunan dapat mencapai hasil yang diinginkan. Faktor penting dalam
Perencanaan pembangunan adalah keberanian untuk memutuskan apa yang harus
dilakukan, kemudian kapan melakukannya, selanjutnya bagaimana melakukannya
dan yang terakhir siapa yang melakukannya. Perencanaan yang baik dapat dicapai
dengan mempertimbangkan kondisi di waktu yang akan datang. Perencanaan yang
baik juga akan menghasilkan keputusuan atau hasil yang baik juga. Hakekat
Perencanaan sebenarnya adalah suatu cara rasional untuk mempersiapkan masa
depan. Disisi lain perencanaan pada dasarnya adalah proses menentukan apa yang
ingin dicapai di masa dalam suatu lingkup waktu tertentu serta menetapkan
tahapan-tahapan yang dibutuhkan untuk mencapainya.
Perlunya Perencanaan karena dengan menggunakan perencanaan maka akan
mempunyai tujuan yang ingin dicapai, maksudnya adalah perencanaan merupakan
sarana untuk mencapai tujuan melalui pelaksanaan kegiatan. Dalam hal
pembangunan suatu daerah perencanaan sangatlah penting karena dengan
menggunakan perencanaan maka diharapkan kita tahu apa saja yang dibutuhkan
dalam suatu pembangunan. Pembangunan adalah suatu konsep yang mempunyai
tujuan dalam proses menuju kearah perbaikan dan peningkatan. Kegiatan
Pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah maupun yang dilaksanakan
masyarakat merupakan suatu investasi. Investasi ada 2 jenis, yaitu pertama yang
bersifat mengganti yang susut dan yang kedua bersifat menambah
kapasitas.Investasi yang dilakukan oleh Pemerintah seperti halnya Pemerintah
membangun sebuah jalan atau Pemerintah memperbaiki jalan yang rusak. Ketika
ada sebuah jalan yang baru dibangun, maka masyarakat juga diuntungkan,
masyarakat bisa menggunakan jalan tersebut sebagai akses untuk kegiatan atau
aktivitas masing-masing. Seperti halnya mereka memanfaatkan jalan tersebut
untuk menuju kekantor mereka dan aktivitas yang lain-lain lagi.

1
Pentingnya pembangunan karena pembangunan merupakan suatu upaya
perbaikan yang di dalamnya terdapat rangkaian kegiatan atau aktivitas yang
dilakukan dengan didasarkan kepada suatu rencana. Pembangunan bermula pada
suatu tujuan yang diarahkan kepada perubahan di semua bidang kehidupan untuk
pemenuhan kebutuhan masyarakat. Dengan adanya perencanaan pembangunan
kita bisa merencankanan terlebih dahulu pembangunan yang akan datang supaya
pembangunan jadi tepat dan berguna bagi masyarakat banyak. Paradigma Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) sesuai dengan UU No 25 Tahun
2004. Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah satu kesatuan tata cara
perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan
dalam jangka panjang, jangka menengah dan tahunan yang dilaksanakan oleh
unsur penyelenggara negara dan msayarakat di tingkat pusat dan daerah.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan  latar belakang diatas maka dapat ditarik suatu permasalahan
yakni :
1. Jelaskan pengertian dari Perencanaan Pembangunan Daerah?
2. Sebutkan Aspek Perencanaan Pembangunan
3. Jelaskan tentang Pergeseran Paradigma Tahapan Perencanaan Pembangunan
Daerah (KLP2)?
4. Jelaskan bagaimana Perencanaan Goodgovernance

1.3. Tujuan Pembahasan


1. Untuk mengetahui pengertian dari Perencanaan Pembangunan Daerah.
2. Untuk mengetahui Apasaja aspek Perencanaan Pembangunan.
3. Untuk mengetahui tentang Pergeseran Paradigma Tahapan Perencanaan
Pembangunan Daerah (KLP2).
4. Untuk mengetahui bagaimana Perencanaan Goodgovernance

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Perencanaan Pembangunan Daerah


Konsep dasar perencanaan adalah rasionalitas, ialah cara berpikir ilmiah
dalam menyelesaikan problem dengan cara sistematis dan menyediakan berbagai
alternatif solusi guna memperoleh tujuan yang diinginkan. Oleh karena itu
perencanaan sangat dipengaruhi oleh karakter masyarakat dalam mengembangkan
budaya ilmiah dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya. Hal ini
cukup beralasan karena perencanaan juga berkaitan dengan pengambilan
keputusan (decision maker), sedangkan kualitas hasil pengambilan keputusan
berkorelasi dengan pengetahuan (knowledge), pengalaman (experience), informasi
berupa data yang dikumpulkan oleh pengambil keputusan (ekskutor). Untuk lebih
jelasnya dapat di lihat kembali pada kurva/grafik spatial data dan decesion.
Disisi lain Campbell dan Fainstain (1999:1) menyatakan bahwa dalam
pembangunan Kota atau daerah dipengaruhi sistem ekonomi kapitalis atau
demokratis. Dalam konteks tersebut maka pada prakteknya perencanaan tidak
dapat dipisahkan dengan suasana politik kota atau daerah sebab keputusan-
keputusan publik mempengaruhi kepentingan-kepentingan lokal. Hal ini menjadi
relevan apabila kekuasaan mempengaruhi perencanaan. Ketika perencanaan telah
dipengaruhi oleh sistem politik suatu kota atau daerah sebagaiman pernyataan di
atas, maka sebenarnya yang terjadi adalah wilayah rasional yang menjadi dasar
dalam perencanaan telah kehilangan independensinya. Selanjutnya perencanaan
akan menjadi tidak efektif dan efesien, bersifat mendua antara idealisme
“kepakaran seorang perencana” atau mengikuti selera atau kemauan-kemauan,
sehingga berimplikasi pada kualitas perencanaan dalam pencapaian goal (tujuan)
dan objektif (sasaran) yang dituju.
Disamping itu karena perencanaan merupakan pekerjaan yang menyangkut
wilayah publik maka komitmen seluruh pemangku kepentingan (stake holder)
yang terlibat sangat dibutuhkan sehingga hasil perencanaan dapat dibuktikan dan
dirasakan manfaatnya. Menghadapi realitas kehidupan yang menunjukkan adanya
kesenjangan kesejahteraan mengakibatkan adanya pekerjaan berat kepada para

3
ahli pembangunan termasuk di dalamnya para pembuat kebijakan. Ini
dimaksudkan untuk mengatasi berbagai persoalan yang muncul akibat
kesenjangan kesejahteraan, perlu dilakukan upaya pembangunan yang terencana.
Upaya pembangunan yang terencana dapat dilakukan untuk mencapai tujuan
pembangunan yang dilakukan. Lebih jauh lagi berarti perencanaan yang tepat
sesuai dengan kondisi di suatu wilayah menjadi syarat mutlak dilakukannya usaha
pembangunan.
Perencanaan ada sebagai upaya untuk mengantisipasi ketidakseimbangan
yang terjadi yang bersifat akumulatif. Artinya perubahan pada suatu
keseimbangan awal dapat mengakibatkan perubahan pada sistem sosial yang
akhirnya membawa sistem yang ada menjauhi keseimbangan awal. Perencanaan
sebagai bagian daripada fungsi manajemen yang bila ditempatkan pada
pembangunan daerah akan berperan sebagai arahan bagi proses pembangunan
berjalan menuju tujuan di samping itu menjadi tolok ukur keberhasilan proses
pembangunan yang dilaksanakan. Menurut Tjokroamidjojo (1992), perencanaan
dalam arti seluas-luasnya tidak lain adalah suatu proses mempersiapkan secara
sistematis kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai sesuatu tujuan
tertentu. Perencanaan adalah suatu cara bagaimana mencapai tujuan
sebaikbaiknya dengan sumber-sumber yang ada supaya lebih efisien dan efektif.
“Melihat ke depan dengan mengambil pilihan berbagai alternative dari kegiatan
untuk mencapai tujuan masa depan tersebut dengan terus mengikuti supaya
pelaksanaan tidak menyimpang tujuan”, Albert Waterston mendefinisikan
perencanaan pembangunan seperti demikian. Berbagai ahli memberikan definisi
perencanaan. Bahkan ada yang memberikan pengertian lebih luas contohnya Prof.
Jan Tinbergen mengemukakan lebih kepada kebijaksanaan pembangunan
(development policy) bukan hanya perencanaan (plans) semata.
Perencanaan dapat dilakukan dalam berbagai bidang. Namun tidak semua
rencana merupakan perencanaan pembangunan Terkait dengan kebijaksanaan
pembangunan maka pemerintah berperan sebagai pendorong pembangunan (agent
of development), ini terkait dengan definisi perencanaan yang merupakan upaya
institusi publik untuk membuat arah kebijakan pembangunan yang harus

4
dilakukan di sebuah wilayah baik negara maupun di daerah dengan didasarkan
keunggulan dan kelemahan yang dimiliki oleh wilayah tersebut.
Perencanaan pembangunan memiliki ciri khusus yang bersifat usaha
pencapaian tujuan pembangunan tertentu. Adapun ciri dimaksud antara lain:
1. Perencanaan yang isinya upaya-upaya untuk mencapai perkembangan
ekonomi yang kuat dapat tercermin dengan terjadinya pertumbuhan ekonomi
positif.
2. Ada upaya untuk meningkatkan pendapatan perkapita masyarakat.
3. Berisi upaya melakukan struktur perekonomian
4. Mempunyai tujuan meningkatkan kesempatan kerja.
5. Adanya pemerataan pembangunan.
Dalam prakteknya pelaksanaan pembangunaan akan menemui hambatan baik
dari sisi pelaksana, masyarakat yang menjadi obyek pembangunan maupun dari
sisi luar semua itu. Lebih rinci alasan diperlukannya perencanaan dalam proses
pembangunan sebagai berikut:
1. Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan memberikan perubahan yang
sangat cepat dalam masyarakat.
2. Perencanaan merupakan tahap yang penting apabila dilihat dari dampak
pembangunan yang akan muncul setelah proses pembangunan selesai.
3. Proses pembangunan yang dilakukan tentu saja memiliki keterbatasan waktu
pelaksanaan, biaya serta ruang lingkup pelaksanaannya.
4. Perencanaan juga dapat berperan sebagai tolok ukur keberhasilan pelaksanaan
pembangunan sehingga proses pembangunan yang dilakukan dapat dimonitor
oleh pihakpihak terkait tanpa terkecuali masyarakat.

Perencanaan yang baik seperti sebuah perjalanan yang sudah melewati


separo jalan, karena sisanya hanyalah tinggal melaksanakan dan mengendalikan.
Apabila dalam pelaksanaannya konsisten, pengendalian yang efektif, dan faktor-
faktor pengganggu sedikit atau tidak memberi pembiasan pelaksanaan
pembangunan, maka pembangunan dapat dikatakan tinggal menanti waktu untuk
mencapai tujuan. Negara besar sekalipun tetap menghadapi berbagai masalah
pembangunan yang bertahap harus diselesaikan. Ada berbagai alasan sebagai
pendorong untuk melakukan perencanaan seperti menonjolnya kemiskinan,

5
adanya perbedaan kepentingan, keterbatasan sumber daya, sistem ekonomi pasar
dan adanya tujuan tertentu yang ditetapkan. Jadi Perencanaan pembangunan
menjadi prioritas utama dalam pembanguna itu sendiri.

2.2 Aspek Perencanaan Pembangunan


Implementasi otonomi daerah dan desentralisasi di Indonesia menuntut
perubahan paradigma perencanaan dan keuangan daerah yang bersifat
komprehensif mengarah kepada transparansi, akuntabilitas, demokratisasi,
desentralisasi dan partisipasi masyarakat. Merujuk pada Undang-Undang Nomor
25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, perencanaan
adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui
urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia.
Pembangunan dalam UU ini Pembangunan Nasional dimaksud upaya yang
dilaksanakan oleh semua komponen bangsa dalam rangka mencapai tujuan
bernegara.
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) itu sendiri adalah satu
kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-
rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang
dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat pusat
dan daerah. Tujuan perencanaan pembangunan nasional menurut Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2004, antara lain:
1. Mendukung koordinasi antarpelaku pembangunan.
2. Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antar-daerah,
antar-ruang, antar-waktu, antar-fungsi pemerintah maupun antara Pusat dan
Daerah.
3. Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran,
pelaksanaan dan pengawasan Mengoptimalkan partisipasi masyarakat dan
menjamin tercapainya penggunaan sumberdaya secara efisien, efektif,
berkeadilan dan berkelanjutan.
Lebih lanjut proses perencanaan menurut UU Nomor 25 Tahun 2009, yakni:
1. Proses Politik: Pemilihan langsung Presiden dan Kepala Daerah
menghasilkan rencana pembangunan hasil proses (publik choice theory of
planning) Khususnya penjabaran Visi dan Misi dalam RPJM.

6
2. Proses Teknokratik: Perencanaan yang dilakukan oleh perencana
profesional, atau oleh lembaga/unit organisasi yang secara fungsional
melakukan perencanaan khususnya dalam pemantapan peran, fungsi dan
kompetensi lembaga perencanaan.
3. Proses partisipatif: perencanaan yang melibatkan masyarakat
(stakeholders) antara lain melalui pelaksanaan Musrenbang.
4. Proses Bottom-Up dan Top-Down: Perencanaan yang aliran prosesnya dari
atas ke bawah atau dari bawah ke atas dalam hierarki pemerintahan.

2.3 Pergeseran Paradigma Tahapan Perencanaan Pembangunan Daerah


(KLP2)
Paradigma pembangunan, selama beberapa dekade terakhir telah mengalami
perubahan mendasar. Berbagai distorsi berupa “kesalahan” di dalam menerapkan
model-model pembangunan yang ada selama ini adalah sebagai berikut:
1. Kecenderungan melihat pencapaian tujuan-tujuan pembangunan yang
diukur dengan secara secara makro menuju pendekatan regional dan lokal
2. Pilihan antara pertumbuhan dan pemerataan.
3. Asumsi tentang peranan pemerintah dan partisipasi masyarakat di dalam
proses pembangunan (perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian).
4. Kegagalan menemukan model-model pembangunan wilayah yang khas
dunia ketiga dan khas negara yang sangat berbeda pendekatannya dengan
pendekatan di negara-negara maju.

a) Antara Pendekatan Makro Dan Regional/Lokal


Skala prioritas pembangunan yang cenderung mengejar sasaran-sasaran
makro pada akhirnya menimbulkan berbagai ketidakseimbangan pembangunan
berupa menajamnya disparitas spasial, kesenjangan desa-kota, kesenjangan
struktural, dan sebagainya. Pendekatan makro juga cenderung mengabaikan
pluratity akibat keragaman sumberdaya alam maupun keragaman sosial budaya.
Pergeseran paradigma pembangunamn dalam pembangunan spatial terutama
menyangkut konsep strategi kutub pertumbuhan (growth pole strategy): Tricle
down effect ke hinterland ternyata net-effect-nya malah menimbulkan masive
backwash effect (Lipton 1977).

7
b) Pilihan Antara Pertumbuhan Dan Pemerataan.
Secara teoritik, polemik pemilihan antara strategi pertumbuhan dan
pemerataan relatif telah diselesaikan saat lahirnya The Second Fundamental
Theorm of Welfare Economics. Sementara itu The First Fundamental Theorm of
Welfare Economics sendiri adalah konsep temuan Simon Kuznets (1966): kurva
U-terbalik yang menyatakan bahwa bagi negara yang pendapatannya rendah
bertumbuhnya perekonomian harus mengorbankan pemerataan (trade off antara
pertumbuhan dan pemerataan). Hal ini telah memberi legitimasi dominasi peranan
pemerintah untuk memusatkan pengalokasian sumberdaya pada sektor-sektor atau
wilayah-wilayah yang berpotensi besar dalam menyumbang pada pertumbuhan
ekonomi. Keadaan ini telah menyebabkan terjadinya net transfer sumberdaya
daerah ke kawasan pusat kekuasaan secara besar-besaran maupun melalui ekspor
kepada negara-negara maju. Implikasi dari penekanan pertumbuhan ekonomi
adalah polarisasi spatial (geografis) alokasi sumberdaya (capital investment) antar
wilayah melalui aglomerasi industri di tempat-tempat yang paling kompetitif
(kawasan kota-kota besar). Program bantuan pembangunan daerah tidak mampu
mengurangi ketimpangan yang terjadi.
Paradigma baru pembangunan diarahkan kepada terjadinya pemerataan
(equity), pertumbuhan (eficiency), dan keberlanjutan (sustainability) dalam
pembangunan ekonomi. Paradigma baru pembangunan ini dapat mengacu kepada
apa yang disebut dalil kedua fundamental ekonomi kesejahteraan (The second
fundamental of welfare economics), dimana dalil ini menyatakan bahwa
sebenamya pemerintah dapat memilih target pemerataan ekonomi yang diinginkan
melalui transfer, perpajakan dan subsidi, sedangkan ekonomi selebihnya dapat
diserahkan kepada mekanisme pasar.

c) Asumsi Tentang Peranan Pemerintah Dan Partisipasi Masyarakat


Pada konsep awalnya peranan pemerintah adalah mendorong pembangunan
(Ekonomi Keynesian) untuk menanggulangi market failure. Namun fakta empirik
mengarah pada government failure yang dampaknya sering lebih parah karena
menciptakan transaction cost tinggi yang menurunkan efisiensi ekonomi, serta
menghambat pemerataan dan pertumbuhan. Selanjutnya menurut Anwar (2000),
hal ini diperparah oleh kultur (priayiisme) elit masyarakat disamping kapasitas

8
pemerintah yang rendah (lack of governance). Dalam paradigma pembangunan
sekarang, kekuasaan pemerintah harus semakin dibatasi pada bidang "public
good", dan bidang dimana swasta dan masyarakat tidak punya insentif
melakukannya. Government policy failure yang melaksanakan pembangunan
secara top-down, tidak mengetahui kondisi ekosistem dan tatanan nilai
masyarakatnya yang tersebar luas secara spasial. Hal ini didorong oleh kesalahan
pengaturan dan perancangan (design) program dan proyek pembangunan yang
berdampak pada pemiskinan masyarakat perdesaan.
Perencanaan pembangunan wilayah sering disalahartikan sebagai suatu
proses dimana perencana mengarahkan masyarakat untuk melakukan. Lahirnya
pandangan seperti tersebut sebenarnya terutama sebagai akibat dari proses
pendekatan perencanaan wilayah yang selama ini dilakukan selam ini pada
umumnya bersifat topdown. Perencanaan wilayah umumnya dilakukan secara
asimetrik, dimana pihak pemerintah dianggap memiliki kewenangan secara legal
karena memegang amanat yang legitimate. Padahal dibalik amanat yang
diterimanya, pemerintah berfungsi melayani/memfasilitasi masyarakat yang
berkepentingan secara langsung di dalam pemanfaatan sumberdaya ruang yang
ada.
Dalam paradigma perencanaan wilayah yang modern perencanaan wilayah
diartikan sebagai bentuk pengkajian yang sistematis dari aspek fisik, sosial dan
ekonomi untuk mendukung dan mengarahkan pemanfaatan sumberdaya di dalam
memilih cara yang terbaik untuk meningkatkan produktifitas agar dapat
memenuhi kebutuhan masyarakat (publik) secara berkelanjutan. Awal dari proses
perencanaan wilayah adalah beranjak dari adanya kebutuhan untuk melakukan
perubahan sebagai akibat dari perubahan pengelolaan maupun akibat perubahan-
perubahan keadaan (peningkatan kesejahteraan, bencana alam, perkembangan
sosial, dan lain-lain.

2.4 Perencanaan Goodgovernance


Goodgovernance merupakan isu yang paling mengemuka pada era otonomi
daerah sekarang ini. Tutuntan sangat gencar dilakukan oleh masyarakat kepada
pemerintah untuk melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan yang baik adalah
sejalan dengan meningkatnya tingkat pengetahuan dan pendidikan masyarakat

9
maupun adanya pengaruh globalisasi. Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan
pemerintahan daerah, prinsip good governance dalam prakteknya adalah dengan
menerapkan prinsip penyelenggaraan yang baik dalam setiap pembuatan
kebijakan dan pengambilan keputusan serta tindakan yang dilakukan oleh
birokrasi pemerintahan daerah dalam pelaksanaan fungsi pelayanan publik.
1. Penerapan Prinsip Partisipasi
Keberhasilan penyelenggaraan otonomi daerah juga tidak terlepas dari
partisipasi aktif anggota masyarakatnya. Masyarakat Daerah, baik secara kesatuan
sistem maupun sebagai individu, merupakan bagian integral yang sangat penting
dari sistem pemerintahan daerah, karena secara prinsip penyelenggaraan otonomi
daerah ditujukan guna mewujudkan masyarakat yang sejahtera di daerah yang
bersangkutan. Oleh karena itu tanggung jawab penyelenggaraan pemerintahan
daerah tidak saja di tangan kepala daerah, DPRD, aparat pelaksananya, tetapi juga
di tangan masyarakat daerah tersebut (Kaho : 120).
2. Penerapan Prinsip Transparansi
Dengan memberikan kesempatan kepada masyarakat luas untuk mengetahui
berbagai informasi mengenai penyelenggaraan pemerintahan, maka dapat
mempermudah upaya masyarakat dalm menilai keberpihakan pemerintah terhadap
kepentingan publik (Dwiyanto :224). Penerapan prinsip transparansi merupakan
salah satu poin penting dalam mewujudkan tata pemerintahan yang baik.
3. Penerapan Prinsip Akuntabilitas
Pada prinsipnya akuntabilitas dalam proses penyelenggaraan pemerintahan
selalu dituntut dalam semua tahap, baik itu dalam proses penyusunan program
kegiatan, pembiayaan, pelaksanaan, evaluasi maupun hasil dan dampaknya.
Adanya laporan kepada DPRD dan Pemerintah Pusat menjadi bukti bahwa adanya
pertanggungjawaban pemerintah terhadap seluruh kegiatan maupun kebijakan
yang dibuat dan telah dilaksanakan. Namun, laporan tersebut tidak semuanya
sesuai dengan apa yang ada dilaporkan.

10
A. Faktor-faktor Penghambat Penerapan Prinsip Good Governance dalam
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
Keberhasilan penyelenggaraan otonomi daerah tidak terlepas adanya
partisipasi aktif anggota masyarakatnya. Salah satu wujud dari tanggung jawab
masyarakat. Masyarakat daerah, baik kesatuan sistem maupun sebagai individu,
merupakan integral yang sangat dari sistem pemerintahan daerah, karena secara
prinsip penyelenggaraan otonomi daerah ditujukan guna mewujudkan masyarakat
yang sejahtera di daerah yang bersangkutan. Tentu bukan perkerjaan yang mudah
untuk mewujudkan ketiga prinsip good governance yaitu partisipasi, transparansi
dan akuntabiltas dalam praktik pemerintahan sehari-hari di Indonesia. Faktor-
faktor yang menghambat jalannya Good Governance yaitu:
1. Penjaringan aspirasi masyarakat yang tidak merata, biasanya yang diundang
dalam jaring aspirasi bersifat elitis, kurangnya kesadaran masyarakat
terhadap partisipasi mereka terhadap pembuatan kebijakan atau program-
program.
2. Penerapan transparansi, pemerintah kurang memberikan informasi yang
dibutuhkan oleh masyarakat sehingga masyarakat tidak mengetahui sama
sekali kebijakan maupun peraturan daerah yang akan dibuat pemerintah.
3. Penerapan akuntabilitas pemerintahan juga kurang melaksanakan
pertanggungjawabannya kepada masyarakat, hal ini ditandai dengan
Laporan Keterangan Pertanggungjawaban yang ditujukan kepada DPRD
terkadang tidak sesuai dengan program-program yang sudah dilaksanakan.

11
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Pembangunan daerah adalah pemanfaatan sumber daya yang dimiliki untuk
peningkatan kesejahteraan masyarakat yang nyata, baik dalam aspek
pendapatan, kesempatan kerja, lapangan berusaha, akses terhadap
pengambilan kebijakan, berdaya saing, maupun peningkatan indeks
pembangunan manusia. Pembangunan daerah diarahkan untuk memanfaatkan
secara optimal potensi sumber daya alam dan mengembangkan sumber daya
manusia dengan meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat.
2. Aspek perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa
depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber
daya yang tersedia. Pembangunan dalam UU ini Pembangunan Nasional
dimaksud upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa dalam
rangka mencapai tujuan bernegara.
3. Paradigma pembangunan, selama beberapa dekade terakhir telah mengalami
perubahan mendasar. Berbagai distorsi berupa “kesalahan” di dalam
menerapkan model-model pembangunan yang ada selama ini adalah sebagai
berikut: 1). Kecenderungan melihat pencapaian tujuan-tujuan pembangunan
yang diukur dengan secara secara makro menuju pendekatan regional dan
lokal, 2). Pilihan antara pertumbuhan dan pemerataan. 3). Asumsi tentang
peranan pemerintah dan partisipasi masyarakat di dalam proses
pembangunan. 4). Kegagalan menemukan model-model pembangunan
wilayah yang khas dunia ketiga dan khas negara yang sangat berbeda
pendekatannya dengan pendekatan di negara-negara maju.
4. Goodgovernance merupakan tuntuntan sangat gencar dilakukan oleh
masyarakat kepada pemerintah untuk melaksanakan penyelenggaraan
pemerintahan yang baik adalah sejalan dengan meningkatnya tingkat
pengetahuan dan pendidikan masyarakat maupun adanya pengaruh
globalisasi. Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah,
prinsip good governance dalam prakteknya adalah dengan menerapkan

12
prinsip penyelenggaraan yang baik dalam setiap pembuatan kebijakan dan
pengambilan keputusan serta tindakan yang dilakukan oleh birokrasi
pemerintahan daerah dalam pelaksanaan fungsi pelayanan publik.

3.2 Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca,khususnya bagi
pemakalah. Dan dalam penulisan dan penyusanan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Maka dari itu pemakalah mengharapkan kritikan dan saran yang
bersifat membangun agar dalam pembuatan makalah yang berikutnya dapat
menjadi lebih baik.

13
DAFTAR PUSTAKA

Dwiyanto Agus, 2008. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan


Publik. Penerbit Gadja Mada University Press.
http://munar-mng.blogspot.com/2017/11/makalah-perencanaan-pembangunan-
daerah.html
http://abjaykutai.blogspot.com/2009/10/makalah-perencanaan-pembangunan-
daerah.html

Rustiadi, E. 2001. Paradigma baru pembangunan wilayah di era Otonomi


daerah. Makalah pada pada Lokakarya Otonomi Daerah 2001, Perak Study
Club di Jakarta Media center,11 Juni 2001.
Sedarmayanti. 2003. Good Governance (Kepemerintahan yang baik) Dalam
Rangka Otonomi Daerah.Penerbit Mandar Maju, Bandung.

14

Anda mungkin juga menyukai