TENTANG
“PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL”
1. ASNAWI : Es.201030
2. BESSE MIRNA W. : Es.201002
3. SITI HANA FADHILA S. : Es.201027
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur Kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat-Nya
sehingga makalah pada mata kuliah “Ekonomi Regional dan Perkotaan” yang berjudul
“Perencanaan Pembangunan Jangka Panjang”” ini dapat tersusun sampai dengan
selesai.
Tidak lupa Kami mengucapkan Terima Kasih kepada Bapak Petrio Ronaldi,
M.M selaku Dosen Pengampu dan kepada bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya. Kami sangat berharap
semoga Makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca.
Bagi kami sebagai Penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk
itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah Perencanaan Pembangunan Jangka Panjang.
Penyusun
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................2
DAFTAR ISI....................................................................................................................3
BAB I................................................................................................................................4
PENDAHULUAN............................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG MASALAH.......................................................................4
B. PERUMUSAN MASALAH...................................................................................6
C. TUJUAN PENULISAN MAKALAH....................................................................6
BAB II...............................................................................................................................6
PEMBAHASAN...............................................................................................................6
A. ANALISIS SWOT TERHADAP PERENCANAAN PEMBANGUNAN
DAERAH.......................................................................................................................6
B. PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DI ERA OTONOMI..............8
C. SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH BERDASARKAN
UU NO. 25 TAHUN 2004.............................................................................................9
BAB III...........................................................................................................................12
PENUTUP......................................................................................................................12
A. KESIMPULAN....................................................................................................12
B. SARAN.................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................13
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
B. PERUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana analisis SWOT terhadap perencanaan pembangunan di daerah?
2. Bagaimana perencanaan pembangunan daerah di era otonomi?
3. Bagaimana sistem perencanaan pembangunan berdasarkan UU No. 25 Tahun
2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional?
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
strategi, instrumen ini menolong para perencana terhadap apa yang bisa dicapai dan hal-
hal apa saja yang perlu diperhatikan oleh mereka.
Proses yang harus dilakukan dalam pembuatan analisis SWOT agar keputusan
yang diperoleh lebih tepat perlu melalui berbagai tahapan sebagai berikut:
1. Tahapan pengambilan data.
2. Tahap penilaian data untuk diidentifikasi.
3. Tahapan analisis.
4. Tahap pengambilan keputusan.
Secara lebih spesifik, ada manfaat dari penggunaan analisis SWOT dalam
penyusunan perencanaan pembangunan. Dengan menggunakan analisis SWOT
pembahasan tentang kondisi umum daerah akan menjadi lebih tajam dan terarah kepada
hal-hal yang berkaitan langsung dengan penyusunan perencanaan. Hal ini sangat
penting artinya karena kondisi umum (existing condition) adalah merupakan dasar
utama penyusunan perencanaan pembangunan. Perumusan perencanaan pembangunan
akan menjadi lebih tepat dan terarah bilamana analisis tentang kondisi umum daerah
juga dapat dilakukan dengan cara lebih baik dan tajam, dan demikian pula sebaliknya
terjadi apabila analisis tentang kondisi umum daerah dilakukan terlalu umum dan tidak
terarah.
Otonomi adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
dengan peraturan perundangan-undangan. Pelaksanaan otonomi daerah selain
berlandaskan pada acuan hukum, juga sebagai implementasi tuntutan globalisasi yang
harus diberdayakan dengan cara memberikan daerah kewenangan yang lebih luas, lebih
nyata dan bertanggungjawab, terutama dalam mengatur, memanfaatkan dan menggali
sumber-sumber potensi yang ada di daerah masing-masing.
Adapun tujuan dari adanya otonomi daerah berdasarkan Pasal 31 Ayat (2)
Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yaitu :
1. Mewujudkan efektivitas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
6
2. Mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat
3. Mempercepat peningkatan kualitas pelayanan public
4. Meningkatkan kualitas tata kelola pemerintahan
5. Meningkatkan daya saing nasional dan daya saing Daerah dan
6. Memelihara keunikan adat istiadat, tradisi, dan budaya Daerah.
Prinsip otonomi daerah berdasarkan undang-undang pemeintahan daerah pada
dasarnya menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dimana daerah diberikan
kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi
urusan Pemerintah yang ditetapkan dalam undang-undang tersebut.
Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
penyelenggaraan pemerintahan daerah tersebut, dapatlah ditarik benang merah bahwa
setiap daerah memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarasa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Penyelenggaraan otonomi daerah merupakan dasar perubahan paradigma dalam
pelaksanaan pemerintahan, pengelolaan anggaran negara dan daerah serta sebagai
perwujudan tuntutan agenda reformasi dalam upaya mencapai kesejahteraan
masyarakat. Adapun perubahan paradigma tersebut disikapi oleh daerah dengan
menyesuaikan dan merubah berbagai mekanisme penyelenggaraan pemerintahan di
daerah, terutama dalam melaksanakan pembangunan yang baik dan tepat sasaran.
Berbagai perubahan tersebut terwujud dalam pergeseran paradigma
pembangunan di daerah, yakni perubahan dari paradigma yang sentralistik menuju
paradigma yang desentralistik. Paradigma sentralistik dianggap terlalu mementingkan
kedudukan pemerintah sebagai pusat perencana dan pelaksana pembangunan tanpa
melibatkan masyarakat sebagai bagian penting dari pembangunan itu sendiri. Paradigma
pembangunan yang lebih mementingkan kekuasaan pemerintah tersebut tidak lagi
relevan untuk diterapkan.
Pergeseran paradigma pembangunan tersebut, secara teoritis merupakan
perwujudan dari perubahan pola perencanaan pembangunan dengan pola top down
menjadi pola bottom up. Seperti yang diungkapkan oleh Hirtsune Kimura dalam Jurnal
Ketahanan Nasional : Lebih lanjut, mengubah pola pikir para pejabat publik yang sudah
7
terbiasa birokratis tidaklah mudah. Meskipun setelah tiga dekade, dengan pemerintahan
yang baru, akan masih ada suatu tradisi yang kuat dalam birokrasi yang terpusat, namun
hal itu merupakan sebuah langkah besar dari proses desentralisasi di Indonesia yang
masih berada di titik awal.
Sistem perencanaan nasional yang terintegrasi dari daerah sampai pusat selama
ini belum memiliki landasan aturan yang mengikat setingkat undang-undang. Kebijakan
otonomi daerah di satu sisi dan dihapuskannya GBHN (Garis-Garis Besar Haluan
Negara) yang selama ini menjadi landasan perencanaan nasional dan daerah di sisi yang
lain, membawa implikasi akan perlunya kerangka kebijakan yang mengatur sistem
perencanaan nasional yang bersifat sistematis dan harmonis. Alasan itulah antara lain
sebagai landasan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN).
Menurut SPPN yang disebut perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan
tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan
sumber daya yang tersedia. Sementara pembangunan daerah adalah pemanfaatan
sumber daya yang dimiliki untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat yang nyata,
baik dalam aspek pendapatan, kesempatan kerja, lapangan berusaha, akses terhadap
pengambilan kebijakan, berdaya saing, dan peningkatan indeks pembangunan manusia.
Dengan demikian perencanaan pembangunan daerah adalah suatu proses
penyusunan tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur pemangku
kepentingan didalamnya, guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya yang ada
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial dalam suatu lingkungan daerah dalam
jangka waktu tertentu.
Perencanaan pembangunan daerah harus dirumuskan secara transparan,
responsif, efisien, efektif, akuntabel, partisipatif, terukur, berkeadilan dan berkelanjutan
yang meliputi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) yang
dilaksanakan untuk 20 tahun, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
8
(RPJMD) yang dilaksanakan selama 5 tahun dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah
(RKPD) untuk periode satu tahun.
Berdasarkan SPPN, dikenal empat pendekatan dalam proses perencanaan, yaitu
teknokratik, partisipatif, politis serta bottom-up dan top-down. Empat proses
perencanaan tersebut memiliki pendekatan dan cara tersendiri, yaitu:
1. Teknokratis, menggunakan metoda dan kerangka berpikir ilmiah untuk
mencapai tujuan dan sasaran pembangunan daerah.
2. Partisipatif, dilaksanakan dengan melibatkan semua pemangku kepentingan
(stakeholders).
3. Politis, bahwa program-program pembangunan yang ditawarkan masing-masing
calon kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih pada saat kampanye,
disusun ke dalam rancangan RPJMD.
4. Pendekatan perencanaan pembangunan daerah bawah-atas (bottom-up) dan atas-
bawah (top-down), hasilnya diselaraskan melalui musyawarah yang
dilaksanakan mulai dari desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi,
dan nasional, sehingga tercipta sinkronisasi dan sinergi pencapaian sasaran
rencana pembangunan nasional dan rencana pembangunan daerah.
9
2. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah (RPJM) Daerah merupakan
penjabaran visi, misi dan arah pembangunan daerah yang ada dalam RPJP
Daerah. RPJM Daerah memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi
pembangunan daerah, kebijakan umum, dan program satuan Kerja Perangkat
Daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja dalam
rangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. RPJM Daerah
disusun berpedoman pada RPJP Daerah dan memperhatikan RPJM Nasional.
Prosedur itu memungkinkan terjadi ketidaksinkronan antara RPJM Daerah
dengan RPJM Nasional.
RPJM Daerah merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program kepala
daerah terpilih sedangkan RPJM Nasional adalah penjabaran visi, misi dan
Program Presiden terpilih. Misalnya, Presiden terpilih dati partai A dengan
ideologi X, sementara di daerah tertentu Kepala Daerah terpilih dari partai B
dengan ideologi Y, sehingga akibatnya RPJM nasional dapat saja berbeda jauh
dengan RPJM Daerah tertentu tersebut.
3. Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) disusun mengacu pada Rencana
Kerja Pemerintah Pusat dan merupakan Penjabaran dari RPJM Daerah. RKPD
memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan daerah,
rencana kerja dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh
pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.
Kritikan dalam penyusunan RKPD dalam hal ini adalah keterlibatan masyarakat.
Penyusunan RPJP dan RPJM Daerah yang berjangka panjang dan menengah
saja diatur supaya melibatkan masyarakat secara aktif.
Penyusunan RKPD yang berjangka waktu tahunan dan produk
perencanaan yang paling up to date serta langsung dapat dirasakan masyarakat,
penyusunannya justru tidak diatur harus melibatkan masyarakat. Demikian pula
dengan kekuatan hukum bagi RKPD itu yang dapat ditetapkan hanya dengan
Peraturan Kepala Daerah, padahal dokumen RKPD itu menjadi acuan bagi
penyusunan RAPBD dan RAPBD memiliki kekuatan hukum ditetapkan dengan
Peraturan Daerah.
10
4. Penganggaran program atau kegiatan di daerah dalam undang-undang ini
tercermin dalam penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(RAPBD). Penyusunan RAPBD dalam peraturan perundangan ini mengacu pada
Rencana Kegiatan Pemerintah Daerah (RKPD).
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat diambil beberapa kesimpulan
terkait dengan penulisan ini, yaitu:
1. Analisis SWOT terhadap perencanaan pembangunan dapat dilakukan dengan
melihat potensi-potensi internal dan eksternal pembangunan di dearah, sehingga
proses perencanaan pembangunan daerah dapat dilaksanakan dengan baik, tepat
sasaran, dan dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
2. Adanya perubahan paradigma pembangunan daerah pada masa otonomi daerah
sekarang jika dilihat pada pola perencanaan pembangunan yang sekarang sedang
diterapkan berdasarkan undang-undang pemerintahan daerah yaitu paradigma
sentralistik menjadi desentralisasi.
3. Ada empat pendekatan perencanaan pembangunan berdasarkan SPPN yaitu
teknokrasi, partisipasi, politik, dan bottom-up dan top-down. Selain itu, ada
dokumen-dokumen perencanaan yang harus disiapkan dalam proses
perencanaan pembangunan berdasarkan SPPN yaitu RPJP, RPJM, RKP, dan
APBD.
B. SARAN
11
kepentingan-kepentingan terutama kepentingan politik yang menyebabkan pelaksanaan
perencanaan tidak maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
12
Isu dan Masalah Perencanaan Pembangunan Daerah, Drs. H. Dadang Solihin MA dalam
Lokakarya Penyusunan Rencana Pembangunan Daerah, November 2008;
Penyusunan Rencana Pembangunan Daerah, Prof. DR. Sadu Wasistiono, M.Si, Juli
2010
13