Anda di halaman 1dari 20

DISPARITAS REGIONAL

DOSEN PEMBIMBING:
Prof. DrB. ISYANDI, SE, MS

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 5
 Andra Owita Sari 2102111463
 Yola Febi Anggreini 2102110538
 Noel Swymitra Paskemul N. 2102110336

JURUSAN ILMU EKONOMI


PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS RIAU
2021/2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh


Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah pada mata kuliah Demografi. Shalawat serta salam semoga
dilimpahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan
syafa’atnya di akhirat nanti.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Demografi yang
telah ditugaskan oleh ibu Rahmita Budiartiningsih, SE., M.Hum. Penulis menyadari bahwa
makalah ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan didalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca supaya makalah ini nantinya dapat mejadi makalah
yang lebih baik lagi. Penulis mohon maaf yang sebesar besarnya apabila banyak kesalahan pada
penulisan makalah ini. Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca
Terimakasih.

Pekanbaru, 14 Oktober 2022

Kelompok 5
DAFTAR ISI

Halaman Judul …………………….………………………………………………………. 1


Kata Pengantar ……………………………………………………………………………. 2
Daftar Isi …………………………………………………………………………………... 3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ………………..…………………………………………………….…… 4


1.2 Rumusan Masalah …………………………………………………………………….…. 5
1.3 Tujuan Masalah ....………………………………………………………………………. 5

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Teori Penduduk Kuno ……………………………………………...…...……………… 6 2.2
Teori Penduduk Modern ………………………………………...…..……….……….… 7
2.3 Teori Malthus …………………………...……………………………………..……….. 7 2.4
Teori Marxist …………………………………………………………………………… 9

BAB III PENUTUP


Kesimpulan …………………………………………………………………………..............12
Saran …………………………………………………………………………………………12
Daftar Pustaka ……………………………………………………………………………….13
BAB 1
PENDAHULUAN
Hadirin yang saya muliakan, Tujuan pembangunan ekonomi (bersifat multidimensional)
adalah menciptakan pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomi, perubahan sosial,
mengurangi atau menghapuskan kemiskinan, mengurangi ketimpangan (disparity), dan
pengangguran (Todaro, 2000). Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas
Sumatera Utara 2 Sejalan dengan hal tersebut, maka pembangunan ekonomi daerah
menghendaki adanya kerjasama diantara pemerintah, privat sektor, dan masyarakat dalam
mengelola sumber daya yang dimiliki oleh wilayah tersebut dalam rangka meningkatkan
pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja seluas-luasnya. Indikator keberhasilan pembangunan
ditunjukkan oleh pertumbuhan ekonomi dan berkurangnya ketimpangan baik di dalam distribusi
pendapatan penduduk maupun antar wilayah. Berbagai masalah timbul dalam kaitan dengan
pertumbuhan dan pembangunan ekonomi wilayah, dan terus mendorong perkembangan konsep-
konsep pertumbuhan ekonomi wilayah. Dalam kenyataannya banyak fenomena tentang
pertumbuhan ekonomi wilayah.
Kesenjangan (ketimpangan) wilayah dan pemerataan pembangunan menjadi
permasalahan utama dalam pertumbuhan wilayah, bahkan beberapa ahli berpendapat bahwa
pertumbuhan ekonomi wilayah tidak akan bermanfaat dalam pemecahan masalah kemiskinan.
Beberapa perbedaan antara wilayah dapat dilihat dari beberapa persoalan seperti, potensi
wilayah, pertumbuhan ekonomi, investasi (domestik dan asing), luas wilayah, konsentrasi
industri, transportasi, pendidikan, budaya dan lain sebagainya. Kajian terhadap ekonomi dan
pembangunan wilayah (regional) memang sudah dilakukan sejak lama, terutama di Eropa yang
ditandai oleh pemikiran Von Thunen (1826), Alfred Weber (1929), dan August Loch (1939).
Akan tetapi secara keilmuan Walter Isard (1956), telah meletakkan kerangka dasar tentang
prinsip-prinsip yang termasuk dalam lingkup regional science. Perkembangan ilmu ini di
Indonesia mulai dirasakan pada awal tahun 1970-an yang didasarkan bahwa urgensi
pembangunan daerah sebagai bagian dari pembangunan nasional yang tak terpisahkan.
Pertumbuhan ekonomi harus direncanakan secara komprehensif dalam, upaya terciptanya
pemerataan hasil-hasil pembangunan. Dengan demikian maka wilayah yang awalnya miskin,
tertinggal, dan tidak produktif akan menjadi lebih produktif, yang akhirnya akan mempercepat
pertumbuhan itu sendiri. Strategi inilah kemudian dikenal dengan istilah “redistribution with
growth”. Pertumbuhan ekonomi daerah yang bebeda-beda intensitasnya akan menyebabkan
terjadinya ketimpangan atau disparitas ekonomi dan ketimpangan pendapatan antar daerah.
Perekonomian daerah merupakan ekonomi yang lebih terbuka dibandingkan dengan
perekonomian negara, dimana pertumbuhan ekonomi daerah
Disparitas Ekonomi Regional dan Perencanaan Wilayah 3 memungkinkan peningkatan
mobilitas tenaga kerja maupun modal adalah menjadi bagian penting bagi terjadinya perbedaan
tingkat pertumbuhan daerah. Dengan demikian bahwa perkembangan dan pertumbuhan ekonomi
daerah akan lebih cepat dicapai apabila memiliki keuntungan absolut yang kaya akan sumber
daya alam dan memiliki keuntungan komparatif apabila daerah tersebut lebih efisien dari daerah
lain dalam melakukan kegiatan produksi dan perdagangan.
Rumusan masalah
1. Apa itu disparitas regional?
2. Bagaimana analisis disparitas pertumbuhan regional dan pandangan para ahli?
3. Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan disparitas?
4. Apa saja alat untuk mengukur disparitas antar daerah?
5. Bagaimana solusi untuk mengatasi disparita pertumbuhan regional?

Tujuan Penulisan
1. Mengetahui disparitas pertumbuhan regional
2. Mengetahui analisis pertumbuhan regional dan pandangan para ahli
3. Mengetahui faktpor-faktor yang menyebabkan disparitas
4. Mengetahui alat-alat untuk mengukur disparitas antar daerah
5. Mengetahui solusi untuk mengatasi disparita pertumbuhan regional
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Ketimpangan dan Pengertian Pembangunan
A. Pengertian Ketimpangan
Ketimpangan pembangunan antar daerah dengan pusat dan antar daerahsatu dengan
daerah lain merupakan suatu hal yang wajar, karena adanya perbedaan dalam sumber daya dan
awal pelaksanaan pembangunan antar daerah.(Williamson, 1965, dalam Hartono, 2008).
Ketimpangan yang paling lazimdibicarakan adalah ketimpangan ekonomi. Dalam
ketimpangan ,ada Ketimpangan pembangunan ekonomi antar daerah secara absolut maupun
ketimpangan relatifantara potensi dan tingkat kesejahteraan tersebut dapat menimbulkan
masalahdalam hubungan antar daerah. Falsafah pembangunan ekonomi yang dianut pemerintah
jelas tidak bermaksud membatasi arus modal (bahkan yang terbang keluar negeri saja hampir
tidak dibatasi). Arus modal mempunyai logika sendiriuntuk berakumulasi di lokasi-lokasi yang
mempunyai prospek return atau tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi, dan tingkat risiko yang
lebih rendah. Sehinggatidak dapat dihindari jika arus modal lebih terkonsentrasi di daerah-daerah
kayasumber daya alam dan kota-kota besar yang prasarana dan sarananya lebihlengkap yang
mengakibatkan jumlah penduduk yang menganggur di Provinsiyang berkembang akan
meningkat (Hartono, 2008).
Pendapatan per kapita rata-rata suatu daerah dapat disederhanakanmenjadi Produk
Domestik Regional Bruto dibagi dengan jumlah penduduk. Caralain yang bisa digunakan adalah
dengan mendasarkan kepada pendapatan personalyang didekati dengan pendekatan konsumsi
(Widiarto, 2001). Dalam pengukuranketimpangan pembangunan ekonomi regional digunakan
Indeks Williamson.Berikut beberapa definisi ketimpangan menurut teori para ahli :
a) .Andrinof A. Chaniago
Ketimpangan adalah buah dari pembangunan yang hanya berfokus padaaspek
ekonomi dan melupakan aspek sosial.

b) Budi Winarno
Ketimpangan merupakan akibat dari kegagalan pembangunan di eraglobalisasi
untuk memenuhi kebutuhan fisik dan psikis warga masyarakat
B. Pengertian Pembangunan
Teori pembangunan dapat dibagi ke dalam dua paradigma besar,modernisasi dan
ketergantungan (Lewwellen 1995, Larrin 1994, Kiely 1995dalam Tikson, 2005). Paradigma
modernisasi mencakup teori-teori makrotentang pertumbuhan ekonomi dan perubahan sosial dan
teori-teori mikrotentang nilai-nilai individu yang menunjang proses
perubahan.Paradigmaketergantungan mencakup teori-teori keterbelakangan (under-
development)ketergantungan (dependent development) dan sistem dunia (world systemtheory)
sesuai dengan klassifikasi Larrain (1994). Sedangkan Tikson (2005)membaginya kedalam tiga
klassifikasi teori pembangunan, yaitu modernisasi,keterbelakangan dan ketergantungan. Dari
berbagai paradigma tersebut itulahkemudian muncul berbagai versi tentang pengertian
pembangunan
Berikut beberapa definisi pembangunan menurut teori para ahli
a.Pembangunan bisa saja diartikan berbeda oleh satu orang dengan oranglain, daerah yang satu
dengan daerah lainnya, Negara satu dengan Negara lain. Namun secara umum ada suatu
kesepakatan bahwa pembangunan merupakan proses untuk melakukan perubahan (Riyadidan
Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005).
b.Pembangunan dapat diartikan sebagai `suatu upaya terkoordinasiuntuk menciptakan alternatif
yang lebih banyak secara sah kepadasetiap warga negara untuk memenuhi dan mencapai
aspirasinya yang paling manusiawi (Nugroho dan Rochmin Dahuri, 2004).
c. Ginanjar Kartasasmita (1994) memberikan pengertian yang lebih sederhana, yaitu sebagai
“suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara
terencana”.
d.Siagian (1983) dalam bukunya Administrasi Pembangunan mengemukakan, “Pembangunan
sebagai suatu perubahan, mewujudkan suatu kondisi kehidupan bernegara dan bermasyarakat
yang lebih baik.
e. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang melibatkan berbagai perubahan-
perubahan mendasar dalam struktur sosial, tingkahlaku sosial, dan institusi sosial, di samping
akselerasi pertumbuhanekonomi, pemerataan ketimpangan pendapatan, serta
pemberantasankemiskinan (Todaro, 2007)

2.2 Analisis Dispariras Pertumbuhan Regional dan Pandangan Para Ahli


Teori Neo- klasik
Secara teoritis, Douglas C. North pertama kali mengangkat isu ketimpangan
pembangunan wilayah dalam analisisnya tentang Teori Pertumbuhan Neo-Klasik. Menurut teori
ini, dibuat suatu prediksi mengenai hubungan yang ada antara ketimpangan pembangunan
wilayah dengan tingkat pertumbuhan suatu bangsa. pembangunan ekonomi. Para ekonom dan
perencana pembangunan daerah sangat memperhatikan hipotesis ini, yang selanjutnya disebut
sebagai Hipotesis Neo-Klasik dalam penggunaan umum. Pada awal pembangunan suatu negara,
Hipotesis Neo-Klasik menyatakan, disparitas pembangunan antar wilayah cenderung memburuk.
Proses ini akan terus berlanjut hingga ketimpangan mencapai titik tertingginya. Setelah itu,
kesenjangan pembangunan antar daerah secara bertahap akan menutup jika proses pembangunan
berlanjut. Kesimpulan sementara yang dapat ditarik dari hipotesis ini adalah ketimpangan
pembangunan secara umum cenderung lebih tinggi antar wilayah di negara berkembang.
Pertanyaan yang menarik adalah mengapa pada waktu proses pembangunan dilaksanakan
di negara sedang berkembang, justru ketimpanganmeningkat? Jawabannya adalah karena pada
waktu proses pembangunan barudimulai di negara sedang berkembang. Kesempatan dan peluang
pembangunanyang ada umumnya dimanfaatkan oleh daerah- daerah yang kondisi
pembangunansudah lebih baik. Sedangkan daerah-daerah yang masih sangat terbelakang
tidakmampu memanfaatkan peluang ini karena keterbatasan prasarana dan sarana sertarendahnya
kualitas sumberdaya manusia. Hambatan ini tidak saja disebabkan olehfactor ekonomi, tetapi
juga oleh factor social-budaya sehingga akibatnyaketimpangan pembangunan antar wilayah
cenderung lebih cepat di daerah dengankondisinya lebih baik, sedangkan daerah yang
terbelakang tidak banyakmengalami kemajuan.Keadaan yang berbeda terjadi di Negara yang
sudah maju dimana kondisidaerahnya ummnya telah dalam kondisi yang lebih baik dari segi
prasarana dansarana serta kualitas sumberdaya manusia. Disamping itu, hambatan-
hambatansocial dan budaya dalam proses pembangunan hampir tidak ada sama sekali.Dalam
kondisi yang demikian, setiap kesempatan peluang pembangunan dapatdimanfaatkan secara
lebih merata antar daerah. Akibatnya, proses pembangunan pada Negara maju akan cenderung
mengurangi ketimpangan pembangunanantar daerah.Kebenaran Hipotesa Neo-Klasik ini
kemudian diuji kebenarannya olehJefrey G. Willamson pada tahun 1996 melalui suatu studi
tentang ketimpangan pembnagunan antar daerah pada negara maju dan Negara sedang
berkembangdengan menggunakan data

Hasil penelitian tersebutmenunjukan bahwa Hipotesa Neo-Klasik yang diformulasikan


secara teoritisternyata terbukti benar secara empiric. Ini berarti bahwa proses pembangunansuatu
Negara tidak otomatis dapat menurunkan ketimpangan pembangunanantar daerah, tetapi pada
tahap permulaan justru terjadi hal sebaliknya.

Fakta empiric ini menunjukan bahwa peningkatan ketimpangan pembangunan yang


terjadi di Negara-negara sedang berkembang sebenarnya bukanlah karena kesalahan pemerintah
atau masyarakatnya, tetapi hal tersebutterjadi secara natural diseluruh Negara. Bahkan ketika
Amerika Serikat mulaimelaksanakan proses pembangunan pada abad kedelapan belas dulu,
peningkatanketimpangan pembangunan antar daerah juga meningkat tajam.
Peningkatanketimpangan ini bahkan sampai memicu terjadinya perang saudara antar Negara
bagian di Selatan yang masih relative tertinggal dengan Negara bagian di Utarayang sudah lebih
maju. Hal yang sama juga terjadi di Indonesia dengan adanya pemberontakan PRRI-Persemesta
di Sumatera Barat tahun 1957 Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Organisasi Papua
Merdeka(OPM).
2.3 Faktor – faktor yang menyebabkan disparitas
1. Konsentrasi kegiatan wilayah

Salah satu faktor yang menyebabkan disparitas pembangunan wilayah adalah tingginya
konsentrasi kegiatan ekonomi di wilayah tertentu. Jika dibandingkan dengan wilayah
dengan tingkat konsentrasi ekonomi rendah, wilayah dengan konsentrasi tinggi
cenderung mengalami perkembangan dan pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat.
Kesenjangan pembangunan antar wilayah atau disparitas pasti akan dipengaruhi oleh
adanya konsentrasi kegiatan ekonomi yang relatif tinggi di daerah-daerah tertentu. Di
daerah-daerah yang konsentrasi kegiatan ekonominya cukup tinggi, pertumbuhan
ekonomi daerah biasanya akan lebih pesat. Dengan meningkatkan kesempatan kerja
masyarakat dan tingkat pendapatan, kondisi ini akan semakin mendorong pembangunan
daerah. Demikian pula jika suatu daerah memiliki konsentrasi kegiatan ekonomi yang
relatif rendah, yang pada gilirannya mendorong pengangguran dan pendapatan
masyarakat yang rendah,
Konsentrasi kegiatan tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal:
 Pertama, lebih banyak sumber daya alam, seperti minyak, gas, batu bara, dan
bahan mineral, di beberapa daerah. Selain itu, ketersediaan lahan yang subur
berdampak, terutama pada perluasan kegiatan pertanian.
 Kedua, pemusatan kegiatan ekonomi antar wilayah juga dipengaruhi oleh
persebaran sarana transportasi darat, laut, dan udara.
 Ketiga, demografi (penduduk) juga berperan karena kegiatan ekonomi cenderung
terkonsentrasi di daerah dengan sumber daya manusia yang lebih berkualitas.
Salah satu contoh faktor yang menyebabkan disparitas ekonomi antar daerah
adalah ketimpangan tingkat industrialisasi atau ketimpangan dalam pertumbuhan
sektor industri manufaktur.sektor ekonomi yang kontribusinya terhadap
penciptaan PDB atau PDRB menunjukkan potensi output yang tinggi’

2. Alokasi Investasi

Menurut teori pertumbuhan ekonomi Harrod Domar, terdapat korelasi positif


antara tingkat investasi dan tingkat pertumbuhan ekonomi. Hal ini menunjukkan bahwa
tidak ada kegiatan ekonomi produktif di suatu wilayah, yang mengakibatkan
pertumbuhan ekonomi rendah dan pendapatan per kapita rendah. Akibatnya , itu adalah
daerah yang memiliki potensi untuk menarik lebih banyak investasi daripada pemerintah.

Pertumbuhan ekonomi lokal cenderung dipercepat oleh lebih banyak investasi


swasta. Melalui penciptaan lebih banyak lapangan kerja dan pendapatan per kapita yang
lebih tinggi, kondisi ini niscaya akan mampu mendorong pembangunan daerah. Demikian
pula sebaliknya terjadi ketika swasta dan publik investasi masuk ke suatu daerah dengan
tarif yang lebih rendah. Sistem pemerintah daerah yang dianut memiliki dampak yang
lebih besar pada bagaimana investasi pemerintah didistribusikan ke daerah. Disparitas
pembangunan antar daerah atau disparitas biasanya akan tinggi jika sistem pemerintah
daerah yang dianut terpusat, karena alokasi dana pemerintah kemungkinan akan
menguntungkan pemerintah pusat. Sebaliknya, jika sistem pemerintahan federal atau
otonomi digunakan, pemerintah akan didistribusikan lebih merata ke daerah, sehingga
kesenjangan pembangunan yang lebih kecil antara daerah dan perbedaan. investasi, di sisi
lain, lebih banyak dipengaruhi oleh kekuatan pasar.

Dalam hal ini, keunggulan lokasi suatu wilayah merupakan hal yang signifikan.
tidak dapat menjadi faktor dalam kemampuannya untuk menarik investasi swasta.
Sedangkan keunggulan lokasi ditentukan oleh perbedaan upah tenaga kerja, konsentrasi
pasar, tingkat persaingan usaha, sewa lahan, dan biaya transportasi baik untuk bahan
baku maupun hasil produksi. Manfaat aglomerasi, yang hasil dari terkonsentrasinya
sejumlah kegiatan ekonomi terkait di suatu wilayah tertentu, adalah salah satu
keunggulan lokasi ini. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika investasi cenderung
lebih terkonsentrasi di perkotaan daripada di pedesaan. Karena itu, daerah perkotaan
biasanya berkembang lebih cepat daripada daerah pedesaan.

3. Tingkat Mobilotas Faktor Produksi yang Rendah Antar Wilayah


Ketimpangan ekonomi daerah disebabkan oleh ketidakmampuan faktor-faktor
produksi seperti modal dan tenaga kerja untuk berpindah antar provinsi dengan mudah.
Pendekatan mekanisme pasar dapat menjelaskan pertumbuhan antar provinsi. Dengan
asumsi mekanisme pasar output atau input bebas, perbedaan laju pertumbuhan ekonomi
akan mengakibatkan perbedaan pendapatan per kapita antar daerah. tanpa rekayasa atau
distorsi)
Teori “Unlimited Supply OF Labor” Arthur Lewis menyatakan bahwa jika tidak
ada hambatan transfer faktor produksi antar daerah, pembangunan ekonomi yang optimal
akan tercapai dan semua daerah akan diuntungkan (Pareto Optimum atau lebih baik). Ada
kecenderungan tenaga kerja. mobilitas berpindah dari daerah dengan upah lebih rendah
ke daerah dengan upah lebih tinggi. dengan asumsi ada posisi terbuka. Begitu pula daerah
dengan modal rendah cenderung memindahkan modal ke daerah dengan modal tinggi.

4. Perbedaan Sumber Daya Alam (SDA) Antar wilayah


Klassik menegaskan bahwa daerah kaya sumber daya alam akan mengalami
perkembangan ekonomi yang lebih maju dan kemakmuran yang lebih besar daripada
daerah miskin sumber daya. Dalam arti sumber daya alam dipandang sebagai modal awal
pembangunan yang harus dikembangkan, teknologi dan sumber daya manusia juga
sangat penting. Wakaf secara bertahap akan kehilangan signifikansinya seiring dengan
pentingnya penguasaan teknologi dan pengembangan sumber daya manusia. Proporsi
sumber daya alam yang sangat berbeda yang ditemukan di setiap wilayah adalah faktor
utama yang mendorong ketimpangan pembangunan. Karena sudah menjadi rahasia
umum bahwa sumber daya alam ini berbeda secara signifikan di Indonesia, Minyak dan
gas alam ditemukan di beberapa tempat, tetapi tidak di tempat lain. Batubara berlimpah
di beberapa daerah, tetapi tidak di tempat lain. Demikian pula, tingkat kesuburan tanah
memiliki kisaran yang luas, yang memiliki memberikan dampak yang signifikan terhadap
upaya mendorong pembangunan pertanian di setiap daerah.

Perbedaan kandungan sumber daya alam ini jelas akan mempengaruhi kegiatan
produksi di daerah yang bersangkutan, daerah dengan kandungan sumber daya alam yang
cukup tinggi akan mampu menghasilkan barang-barang tertentu dengan biaya yang relatif
rendah dibandingkan dengan daerah lain yang memiliki kandungan sumber daya alam
yang lebih rendah. Kondisi ini mendorong pertumbuhan ekonomi daerah menjadi lebih
cepat. Sementara itu, daerah lain dengan sumber daya alam yang lebih sedikit hanya akan
mampu menghasilkan barang dengan biaya lebih tinggi sehingga mengurangi daya
saingnya. Daerah yang terkena dampak biasanya mengalami pertumbuhan ekonomi yang
lebih lambat sebagai akibat dari kondisi ini. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa
perbedaan kandungan sumber daya alam ini dapat mendorong ketimpangan
pembangunan antar wilayah/ disparitas yang lebih tinggi di suatu negara.

5. Perbedaan Kondisi Demografi antar Wilayah

Disparitas geografis antar wilayah Indonesia juga berkontribusi terhadap


ketimpangan ekonomi wilayah. Terutama berkaitan dengan pertumbuhan penduduk dan
kepadatan penduduk, kesehatan, pendidikan, disiplin masyarakat, dan etos kerja. Jumlah
penduduk yang besar memiliki potensi besar untuk perluasan pasar dari sisi permintaan,
yang mengindikasikan bahwa hal tersebut merupakan kekuatan pendorong di belakang
perluasan kegiatan ekonomi. Dari perspektif penawaran, populasi yang besar dengan etos
kerja yang kuat, disiplin, dan pendidikan tinggi merupakan aset penting untuk produksi.
Ketika ada perbedaan yang signifikan dalam kondisi demografis yang ada antar daerah,
ini merupakan faktor utama lain yang berpotensi mendorong ketimpangan pembangunan.
Perbedaan tingkat pertumbuhan, struktur penduduk, tingkat pendidikan dan kesehatan,
kondisi pekerjaan, dan tingkat perilaku, kebiasaan, dan etos kerja penduduk daerah
adalah contohnya. kondisi demografi yang dibahas di sini.
Karena akan mempengaruhi produktivitas kerja masyarakat, kondisi demografi ini
akan dapat mempengaruhi ketimpangan pembangunan antar daerah. Dalam rangka
mendorong investasi yang pada gilirannya akan mendorong penyerapan tenaga kerja dan
pertumbuhan ekonomi di daerah yang bersangkutan, daerah dengan kondisi demografi
yang menguntungkan kemungkinan akan memiliki tingkat produktivitas kerja yang lebih
tinggi. Sebaliknya, jika kondisi demografi di suatu daerah buruk, hal ini akan
mengakibatkan produktivitas kerja masyarakat relatif rendah, sehingga sulit menarik
investasi dan memperlambat pertumbuhan ekonomi daerah tersebut.
6. Kurang Lancarnya Perdagangan antar Wilayah
Perdagangan intra-regional (antar) yang tidak stabil memperparah ketimpangan
ekonomi di kawasan. Intra-trade yang lancar Hal ini disebabkan sulitnya komunikasi dan
transportasi. Tidak lancarnya arus barang dan jasa antara dua wilayah berdampak pada
permintaan dan penawaran sisi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi suatu wilayah.
Sisi permintaan: Kelangkaan barang dan jasa ini bagi konsumen mempengaruhi
permintaan pasar untuk kegiatan ekonomi lokal yang melengkapi barang dan jasa ini.
Barang modal, input antara, bahan baku, dan bahan lain yang dapat menghentikan
dan mengganggu kegiatan ekonomi di suatu daerah sulit diperoleh dari sisi penawaran.
Ketidakmampuan barang dan jasa untuk bergerak dengan lancar antar daerah juga dapat
mendorong peningkatan pembangunan daerah. ketidaksetaraan.
Contoh mobilitas barang dan jasa ini termasuk perdagangan antardaerah dan
migrasi yang disponsori pemerintah antara transmigrasi atau migrasi spontan.Ini karena
mobilitas yang tidak merata membuat tidak mungkin menjual kelebihan produksi dari
satu daerah ke daerah lain yang membutuhkannya.Bila migrasi tidak Belum cukup lancar,
tambahan tenaga kerja di suatu daerah tidak dapat dimanfaatkan oleh daerah lain yang
paling membutuhkan. Daerah tertinggal sulit untuk mendorong proses pembangunan,
sehingga terjadi ketimpangan pembangunan antar daerah karena keunggulan suatu daerah
tidak dapat dimanfaatkan oleh daerah lain yang membutuhkan. Oleh karena itu, tidak
heran jika negara berkembang biasanya mengalami tingginya tingkat ketimpangan
pembangunan daerah, karena arus barang dan jasa tidak merata dan beberapa daerah
masih terisolir.
Pembangunan wilayah cenderung meningkat sampai dengan ketimpangan berada
pada titik puncaknya (divergence). Dan bila proses pembangunan terus berlanjut, secara
perlahan-lahan ketimpangan pembangunan wilayah tersebut akanmenurun atau berkurang
(convergence). Ketimpangan pembangunan wilayahterjadi karna setiap daerah memiliki
perbedaan secara geografis, sumber daya,tenaga kerja dan teknologi yang tersedia di
wilayahnya. Akibatnya kemampuan tiapdaerah dalam mendorong proses
pembangunannya juga menjadi berbeda-beda,maka tidak heran apabila pada saat proses
pembangunan akan muncul istilah katadaerah maju dan daerah terbelakang
Faktor ketimpangan dari kasus di wilayah Kalimantan
Perekonomian Indonesia semakin maju yang ditandai dengan pertumbuhanekonomi yang
meningkat, hal ini juga terjadi di Provinsi Kalimantan yang pertumbuhan ekonomi nya terus
meningkat. Guna untuk membantu peningkatandaerah. Pada umumnya pembangunan daerah
dikonsentrasikan pada pembangunanekonomi. Dalam rangka memajukan pembangunan
ekonomi, maka salah satu indikatornya adalah pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat.
Pertumbuhanekonomi daerah dapat diukur dengan melihat PDRB dan Laju pertumbuhanya
atasdasar harga konstan.
Ketimpangan pembangunan antar kabupaten dan kota di Provinsi Kalimantan Selatan
disebabkan oleh perbedaan proporsi sumber daya alam dan sumber daya manusia. Ketimpangan
pendapatan akan meningkat sebagai akibat dari ekspansi ekonomi yang pesat. Tujuan
pertumbuhan ekonomi adalah untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. hidup.Peningkatan
pertumbuhan dan pemerataan pendapatan diperlukan untuk kesejahteraan masyarakat.Karena
merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan
pembangunan yang dilakukan oleh negara, banyak tanggapan di kalangan masyarakat umum
bahwa hubungan antara pertumbuhan ekonomi yang pesat dan pemerataan pembangunan tidak
dapat dipisahkan. Salah satu penyebab utama ketimpangan pembangunan di Indonesia menurut
Saefulhakim Rustiadi (2009) adalah geografi; akan terjadi variasi spasial dalam kualitas dan
kuantitas sumber daya mineral di wilayah yang luas.Sumber daya pertanian, topografi, iklim,
curah hujan, dan faktor lainnya Luas Kalimantan Selatan adalah 38.744,23 km2.

2.4 Alat Untuk Mengukur Disparitas Daerah


a. Gini Ratio
Ukuran yang dikenal sebagai Koefisien Gini, Rasio Gini, atau Indeks Gini dibuat
oleh ahli statistik Italia Corrado Gini dan pertama kali muncul dalam publikasinya tahun
1912 Variabilite e mutabilità. Salah satu metode paling umum untuk menentukan tingkat
ketimpangan pendapatan secara keseluruhan adalah koefisien Gini Kisaran Rasio Gini
adalah 0 sampai 1. Rasio Gini 0 menunjukkan: Karena setiap kelas orang dalam populasi
menerima jumlah uang yang sama, distribusi pendapatan sangat merata.
(persamaan sempurna) Rasio Gini sama dengan 1 menunjukkan: Karena hanya satu orang
atau sekelompok orang yang menerima semua pendapatan, terjadi ketimpangan sempurna
dalam distribusi pendapatan.

2.5 Solusi Mengatasi disparitas Pertumbuhan Regional


Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya ketimpangan tersebut sangat berperan dalam
menentukan kebijakan dan upaya menghilangkan ketimpangan pembangunan daerah. Kebijakan
yang dibahas disini merupakan upaya pemerintah pusat dan daerah yang dapat dilaksanakan
untuk mengurangi kesenjangan pembangunan antar negara atau daerah. .
a. Penyebaran Pembangunan prasarana Perhubungan
Seperti telah disinggung sebelumnya, disparitas proporsi sumber daya alam yang
cukup signifikan di berbagai wilayah merupakan salah satu faktor yang berkontribusi
terhadap ketimpangan pembangunan. Sementara itu, ketimpangan wilayah juga
diperparah dengan tidak adanya perdagangan dan mobilitas faktor produksi antar
wilayah. Memfasilitasi pergerakan barang dan faktor produksi antar wilayah merupakan
salah satu cara untuk memerangi ketimpangan. Melalui perluasan infrastruktur dan sarana
transportasi ke seluruh wilayah, dapat dilakukan upaya untuk memperlancar pergerakan
barang dan faktor produksi antar wilayah. Jalan , fasilitas terminal, dan pelabuhan laut
adalah prasarana transportasi yang dimaksud di sini untuk memperlancar perdagangan
daerah.

b. Mendorong Transmigrasi dan Migrasi Spontan


Kebijakan dan tindakan lain yang dapat dilakukan untuk mengurangi kepentingan
pembangun di daerah lain antara lain mendorong transmigrasi dan migrasi spontan.
Penggunaan fasilitas dan bantuan pemerintah untuk memindahkan penduduk ke daerah
tertinggal dikenal dengan istilah transmigrasi. pergerakan individu yang sukarela dan
dibiayai sendiri. Kekurangan tenaga kerja di daerah-daerah terbelakang juga akan
dikurangi melalui proses transmigrasi dan migrasi spontan ini, sehingga proses
pembangunan yang bersangkutan dapat dimobilisasi.

c. Pengambangan Pusat Pertumbuhan


Pembentukan pusat-pusat pertumbuhan merupakan pilihan kebijakan lain untuk
mengurangi ketimpangan pembangunan daerah.
Polish for Growth) terpencar. Karena pusat pertumbuhan menganut konsep konsentrasi
dan desentralisasi secara simultan, diharapkan kebijakan ini akan mampu mengurangi
disparitas pembangunan antar wilayah. Konsentrasi sangat penting untuk melaksanakan
berbagai kegiatan pengembangan usaha. dengan tetap menjaga tingkat efisiensi usaha
yang diperlukan. Namun, aspek desentralisasi diperlukan untuk mengurangi ketimpangan
pembangunan antar daerah dan untuk menyebarkan kegiatan pembangunan di seluruh
daerah. Melalui pengembangan pusat pertumbuhan di kota-kota kecil dan menengah,
gagasan pusat pertumbuhan ini dapat digunakan untuk mendorong pembangunan daerah
sekaligus mengurangi ketimpangan pembangunan antar daerah.

Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat adalah suatu tujuan pembangunan.


Menurut Chenery dan Srinivasan (1988) pembangunan diukur dengan kualitas hidup (the quality
of life) . Todaro dan Smith (2006: 28-29) proses pembangunan di semua masyarakat paling tidak
harus memiliki tiga tujuan sebagai berikut: Peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi
berbagai barang kebutuhan hidup (kebutuhan pokok) seperti: pangan, sandang, papan, kesehatan,
dan perlindungan keamanan. Peningkatan standar hidup, yang tidak hanya berupa peningkatan
pendapatan, tetapi juga meliputi penambahan penyediaan lapangan kerja, perbaikan kualitas
pendidikan, serta peningkatan perhatian atas nilai-nilai kultural dan kemanusiaan, yang
kesemuanya itu tidak hanya memperbaiki kesejahteraan material, melainkan juga menumbuhkan
harga diri pada pribadi dan bangsa yang bersangkutan. Perluasan pilihan-pilihan ekonomi dan
sosial bagi setiap individu serta bangsa secara keseluruhan, yakni membebaskan mereka dari
sikap menghamba dan ketergantungan, bukan hanya terhadap orang atau negara-bangsa lain,
namun juga terhadap setiap kekuatan yang berpotensi merendahkan nilai-nilai kemanusiaan
mereka.

Sejak diberlakukanULJ NO.22/1999 dan UU No.25/1999 yang dirubah menjadi UU No. 32 dan
33 tahun 2004 yang memberikan kesempatan atau membuka peluang yang lebih besar bagi
pemerintah daerah untuk mengurus dan mengatur daerahnya dalam rangka mencapai
kesejahteraan dan kualiatas hidup masyarakatnya sesuai dengan potensi daerah masing-masing.
Sebagian daerah bisa memanfaatkan otonomi daerah mi dan sebagian lagi belum dapat
memanfaatkannya dengan berbagai kendala atau hambatan yang dihadapi, sesuai dengan apa
yang dinyatakan oleh Matsui (2005) bahwa hambatan yang paling besar sering kali muncul pada
pemahaman yang terbatas terhadap desentralisasi oleh pemerintahan wilayah dan pemerintahan
lokal sehingga malah mengakibatkan terj adinya kesenjangan wilayah. Dari hasil studi dampak
pemekaran daerah (Bappenas dan UNDP, 2008) pembagian potensi ekonomi yang tidak merata
dan beban penduduk miskin yang lebih tinggi pada daerah pemekaran juga memberikan
kontribusi pada ketimpangan pembangunan antar wilayah. Ketimpangan (disparitas)
pembangunan antar wilayah merupakan aspek yang umum terjadi pada kegiatan ekonomi suatu
daerah. Adanya ketimpangan antar wilayah menunjukkan perbedaan tingkat pembangunan dan
tingkat kesejahteraan.
Ketimpangan W. Yanuar: bisporitas Antar Wilaych ban Provinsi di Indonesia antar wilayah
sering sekali menjadi permasalahan yang serius.Beberapa daerah mencapai pertumbuhan yang
cepat (developed region), sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat
(underdeveloped region).

Besaran PDB/PDRB telah masuk dalam proses kenegaraan dan legislasi yaitu digunakan untuk:
(1) asumsi makrolRancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN),
(2) patokan defisit anggaran (1,0 - 2,0 persen terhadap PDB),
(3) efektivitas kebijakan fiskal pemerintah dan produktivitas penggunaan aset-aset daerah,
(4) efektivitas penerimaan pajak dan retribusi (tax ratio), 13-15 persen dari PDB, dan seterusnya.

Data PDRB untuk kabupatenlkota juga digunakan sebagai salah satu komponen dalam
pengalokasian Dana Alokasi Umum (DAU), disamping data penduduk, luas wilayah, Indeks
Pembangunan Manusia (1PM) dan Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK).
Postur PDRB didalami untuk melihat peranan masing-masing sektor, sumber pertumbuhan dan
skala usaha (Usaha Kecil dan Menengah/UKM). Dan yang paling klasik, PDRB digunakan untuk
melihat keterbandingan kemajuan ekonomi antar daerah, kesenjangan ekonomi antar daerah dan
antar sektor, dan potensi yang masih bisa dikembangkan untuk meningkatkan perekonomian di
masing-masing daerah. Oleh karena itu, berdasarkan uraian di atas, besaran PDB/PDRB dapat
digunakan sebagai indikator didalam menilai kinerja perekonomian, terutama yang dikaitkan
dengan kemampuan suatu daerah dalam mengelola sumber daya yang dimilikinya. Salah satu
manfaat dari data PDRB adalah untuk mengetahui nilai produk yang dihasilkan oleh seluruh
faktor produksi, besarnya laju pertumbuhan ekonomi dan struktur perekonomian pada satu
periode di suatu daerah tertentu.
Besaran PDRB bervariasi antara daerah satu dengan yang lainnya. Hal mi terjadi karena adanya
perbedaan dalam:
(a) potensi sumber daya alam,
(b) sarana dan prasarana,
(c) modal yang tersedia, dan
(d) kemampuan sumber daya manusia yang dimiliki oleh daerah tersebut. Ketimpangan
Pendapatan.

Ketimpangan menggambarkan distribusi pendapatan antar penduduk dalam suatu wilyah atau
distribusi PDRB antar wilayah dalam negara dalam jangka waktu tertentu. Ukuran ketimpangan
antar wilayah, dilakukan dengan berbagai pendekatan yaitu:
Pertama, ukuran ketimpangan pembangunan antar wilayah dengan menggunakan Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita dan jumlah penduduk sebagai data dasar dipelopori
oleh Williamson 1996 yang dikenal dengan Williamson Jurnol Ekonomi/ Volume XVIII, No. 01,
Moret 2013: 97-108 Index.
Kedua Theil Index. Data yang digunakan untuk mi sama dengan Williamson Index yaitu
Regional Bruto (PDRB) per kapita dan jumlah penduduk. Penafsiran kedua index tersebut juga
sama yaitu yaitu mendekati 0 berarti semakin sangat merata dan mendekati 1 semakin sangat
timpang.

Theil Index sebagai ukuran ketimpangan mempunyai beberapa kelebihan (Syafrizal 2008: 108-
109) yaitu:
-Pertama, indeks mi dapat menghitung ketimpangan dalam daerah dan antar daerah secara
sekaligus, sehingga cakupan analisa menjadi lebih luas.
-Kedua, dengan menggunakan indeks mi dapat pula dihitung kontribusi (dalam persentase)
masing-masing daerah terhadap ketimpangan pembangunan wilayah secara keseluruhan sehingga
dapat memberikan implikasi kebijakan yang cukup penting.
-Ketiga, Indeks Gini untuk mengukur ketimpangan distribusi pendapatan antargolongan
pendapatan antar penduduk dalam suatu wilayah atau ketimpangan PDRB antar wilayah yang
diukur dengan indeks Gini dengan nilai antar 0 (setiap orang atau wilayah mempunyai
pendapatan yang sama) dan 1 (satu orang/wilyah memiliki seluruh pendapatan sedangkan yang
lain pendapatnya nol) dan berapa kue nasional yang dinikmati 40 persen golongan pendapatan
terendah.
-Keempat, Bank Dunia (World Bank) mengelompokan distribusi pendapatan menjadi 3 kategori
yaitu:
(1) jumlah proporsi yang diterima oleh 40% penduduk lapisan bawah,
(2) jumlah proporsi yang yang diterima 40% penduduk lapisan sedang,
(3) jumlah proporsi yang diterima 20% penduduk lapisan tinggi.

Berdasarkan katagori di atas maka tingkat ketimpangan pendapatan oleh Bank Dunia
dikelompokan menjadi 3 macam yaitu:
(1) Ketimpangan pendapatan tinggi (highly inequality);
(2) Ketimpangan pendapatan sedang (moderate inequality);
(3) Ketimpangan pendapatan rendah (low inequality). Hipotesis kurva U- terbalik Kuznet (U-
Shape Curve) yang dikemukakan oleh Kuznet (Todaro 2006: 253-258) bahwa pada tahap awal
pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan cenderung memburuk (disparitas yang tinggi)
namun pada tahap berikutnya distribusi pendapatan cenderung membaik.

Data World Bank perkiraan distribusi pendapatan 15 negara dekade 1990-an sd 2000-an
memperlihatkan parahnya tingkat ketimpangan (disparitas), tetapi basil penelitian pada 35 negara
Amerika Latin dan Asia, Field dan Jakubson menemukan hanya Brasil menunjukkan kurva U-
terbalik. Sebaliknya data untuk Hongkong dan Singapura memperlihatkan kurva berbentuk U.
Lonondro menemukan pola U terbalik untuk Kolombia dan Oshima tidak menemukan apapun
untuk kasus sejumlah negara Asia. Todaro (2003) pemerataan yang lebib adil (disparitas yang
rendah) di negara berkembang merupakan syarat untuk menunjang pertumbuhan ekonomi.
Semakin tinggi ketimpangan antar wilayah maka akan semakin besar dampaknya terhadap tingkat
pertumbuhan ekonomi. Menurut Myrdal (1957) menjelaskan ketimpangan antar wilayah dengan
menggunakan spread effect dan backwash effect. Spread effect sebagai pengaruh yang
menguntungkan (favorrable effect) dimana terjadinya penyebaran kegiatan investasi dan transfer
teknologi dari pusat pertumbuhan ke wilayah sekitar. Sedangkan backwash effect adalah
terjadinya aliran modal dan tenaga kerja trampil dari daerah sekitar ke pusat pertumbuhan
(wilayah inti). Hal mi mengakibatkan terjadinya kekurangan modal dan tenaga kerja trampil di
wilayah sekitar yang sebenarnya sangat dibutuhkan untuk pembangunan pada wilayah tersebut.
Terjadinya ketimpangan menurut Myrdal disebabkan oleh backwash effect tersebut dan
perpindahan aliran modal dan tenaga kerja trampil ke daerah maju (inti) akan meningkatkan
ketimpangan antar wilayah tersebut. 100 Yoruor: Disporitos Antar Wilayah Dan Provinsi Di
Indonesia...
Syafrizal (2008) ketimpangan mi pada dasarnya disebabkan oleh: Perbedaan kandungan sumber
daya alam. Perbedaan kandungan sumber daya alam mendorong timbulnya ketimpangan
pembangunan antar wilayah. Perbedaan kandungan antar wilayah di Indonesia ternyata cukup
besar. Ada daerah yang mempunyai cadangan minyak dan gas alam, tetapi daerah lain tidak
mempunyai. Ada daerah yang mempunyai deposit batu bara yang cukup besar sementara daerah
lain tidak ada. Perbedaan Kondisi Demografis. Perbedaan kondisi demografis yang cukup besar
antar wilayah mendorong perbedaan tingkat pertumbuhan yang akhirnya menciptakan
ketimpangan pembangunan.
Kondisi demografis yang dimaksud adalah meliputi perbedaan tingkat pertumbuhan dan struktur
kependudukan, perbedaan tingkat pendidikan dan kesehatan, perbedaan kondisi ketenaga kerjaan
dan perbedaan dalam tingkah laku dn kebiasaan serta etos kerja yang dimiliki masyarakat daerah
tersebut. Kondisi demografis akan mempengaruhi produktivitas kerja masyarakat pada akhirnya
mempengaruhi pertumbuhan dan ketimpangan pembangunan. Perbedaan Mobilitas Barang dan
Jasa. Mobilitas barang dan jasa terdiri dan: kegiatan perdagangan dan migrasi penduduk antar
wilayah. Perbedaan mobiltas barang dan jasa akan mempengaruhi produksi dan pertumbuhan
antar wilayah yang berdampak terhadap ketimpangan pembangunan antar wilayah. Konsentrasi
Kegiatan Ekonomi Wilayah. Terjadinya konsentrasi kegiatan ekonomi yang cukup tinggi pada
wilayah tertentu jelas akan mempengaruhi ketimpangan pembangunan antar wilayah.
Pertumbuhan ekonomi wilayah yang mempunyai konsentrasi ekonomi yang cukup besar
cenderung akan lebih cepat dari daerah yang konsentrasi ekonominya rendah. Alokasi Dana
Pembangunan Antar Wilayah. Investasi merupakan salah sam unsur penting dalam pertumbuhan
ekonomi suatu wilayah. Karena itu daerah yang dapat alokasi investasi yang lebih besar dari
pemerintah, atau dapat menarik investasi swasta yang besar cenderung mempunyai tingkat
pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat.

Menurut Anwar (2005) beberapa hal yang menyebabkan terjadinya ketimpangan (disparitas)
pembangunan antar daerah adalah:
(1) Perbedaan karakteristik limpahan sumber daya;
(2) Perbedaan demografi;
(3) Perbedaaan kemampuan sumber daya manusia;
(4) Perbedaan potensi lokasi;
(5) Perbedaan dari aspek aksesibilitas dan kekuasaan dalam pengambilan keputusan;
(6) Perbedaan dari aspek potensi pasar.

Akibat dari faktor-faktor tersebut maka dalam suatu wilayah akan terdapat beberapa macam
karakteristik wilayah yang bisa dilihat dari aspek kemajuannya yaitu: Wiayah Maju, wilayah
yang telah berkembang yang biasanya dicirikan sebagai pusat pertumbuhan. Di wilayah mi
terdapat pemusatan penduduk, industry, pemerintahan, dan sekaligus pasar potensial. Selain itu
dicirikan oleh tingkat pendapatan yang tinggi, tingakat pendidikan dan kualiatas sumber daya
yang tinggi dan struktur ekonomi yang secara relatif didominasi oleh sector industry dan jasa.
Wilayah Sedang Berkembang, wilayah sedang berkembang bisanya dicirikan oleh pertumbuhan
yang cepat dan biasanya wilayah penyangga dari daerah maju, karena itu mempunyai asesibilitas
yang baik terhadap daerah maju.
Wilayah Belum Berkembang, wilayah belum berkembang dicirikan oleh tingkat pertumbuhan
yang masih rendah baik secara absolute maupun secara relatif namun memilki potensi sumber
daya alam yang belum dikelola atau dimanfaatkan. Wilayah 101 Jurnol Ekonomi/ Volume XVIII,
No. 01, Maret 2013: 97-108 mi mempunyai tingkat kepadatan penduduk yang relative rendah dan
tingkat pendidikan yang relative rendah.
Wiayah Tidak Berkembang, wilayah tidak berkembang dicirikan oleh dua hal yakni: wilayah
tersebut memang tidak mempunyai potensi yang baik, potensi sumber daya alam maupun potensi
lokasi sehingga secara alamiah sulit berkembang dan tumbuh, wilayah tersebut sebenarnya
memiliki potensi, baik sumber daya alam atau lokasi maupun memiliki keduanya tetapi tidak
dapat berkembang karena tidak memperoleh kesempatan, dan cenderung dieksploitasi oleh
wilayah yang lebih maju. Wilayah mi dicirikan oleh tingkat kepadatan penduduk yang jarang,
kualiatas sumber daya manusia yang rendah, tingkat pendapatan yang rendah, tidak memiliki
infrastuktur yang Iengkap, dan tingkat aksesibilitas yang rendah.
Pendapat Syafrizal dan Anwar menekankan peranan pada perbedaan sumber daya, potensi lokasi
(konentrasi kegiatan ekonomi) dan geografi yang menyebabkab terjadinya disparitas
pertumbuhan regional antar wilayah, sedangkan menurut (Glaeser, 2000), perbedaan
pertumbuhan ekonomi regional ditentukan oleh berbagai aspek perubahan dalam suatu region
(wilayah) yang meliputi:
(1) Perubahan teknologi dan inovasi;
(2) Human capital, penelitian (embracing research) dan pendidikan;
(3) Aglomerasi dan ekternalitas;
(4) Knowledge spill over, melibatkan wirausahawan dan perusahaan baru;
(5) Spesialisasi ektoral dan diversifikasi.

Menurut Shaffer (1989) , pertumbuhan ekonomi per kapita suatu wilayah, ditentukan oleh tingkat
kemajuan teknologi dari masing-masing wilayah. Konsekuensinya adalah keseimbangan
perekonomian antar wilayah ditentukan oleh kondisi tingkat kemajuan antar wilayah. Walaupun
pertumbuhan penduduk antar wilayah sama, tetapi tingkat kemajuan teknologi antar wilayah
tersebut berbeda, maka tidak akan terjadi keseimbangan pertumbuhan antar wilayah. Jika
keseimbangan pertumbuhan antar wilayah terjadi (kondisi pareto optimal) maka akan tercapai
keseimbangan perekonomian wilayah. Hal mi bisa dianggap sebagai suatu kondisi yang efisien
bagi sistem perekonomian wilayah tersebut.
Kondisi yang efisien pada suatu perkonomian wilayah tidak selalu tercapai, karena perbedaan
faktor produksi yang tersedia pada setiap wilayah. Hal mi akan menyebabkan produktivitas antar
wilayah akan bebeda yang pada akhirnya menyebabkan terjadi disparitas (ketimpangan) antar
wilayah baik diukur dalam proporsi PDRB terhadap PDB maupun koefisien Gini antar wilayah
atau provinsi.
Permasalahan ketimpangan/kesenjangan pembangunan di Indonesia antara lain disebabkan
adanya konsentrasi kegiatan ekonomi di suatu wilayah, perbedaan alokasi investasi, mobilitas
faktor-faktor produksi antar daerah rendah, dan adanya hambatan perdagangan antar daerah Hasil
penelitian dari Alisyahbana dan Akita (2002) dengan menggunakan Theil Index untuk mengukur
alat ketimpangan pembangunan antar Propinsi dan antar Kabupaten yang memberikan hasil
bahwa ketimpangan pembangunan antar propinsi berkaitan langsung dengan ketimpangan
pembangunan antar kabupaten. METODE Penelitian mi menggunakan data sekunder yang
diperoleh dari beberapa sumber publikasi sebelum dan sesudah otonomi daerah yaitu tahun 1991
sd 2010. Adapun yang dimaksud dengan wilayah (pembagian wilayah) dalam penelitian
berdasarkan pembagian wilayah
BAB III
PENUTUP

1.1 Kesimpulan

Dalam pembahasan kali ini dapat di simpulkan bahwa Disparitas Pertumbuhan Regional adalah
perbedaan pembangunan antar suatu wilayah dengan wilayah lainnya secara vertikal dan
horizontal yang menyebabkan disparitas atau ketidak pemerataan pembangunan.
Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :

 Konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah


 Alokasi investasi
 Tingkat mobilitas faktor produksi yang rendah antar daerah
 Perbedaan sumber daya alam antar wilayah
 Perbedaan kondisi demografis antar wilayah
 Kurang lancarnya perdagangan antar wilayah

Alat untuk mengukur disparitas antar daerah yaitu : Gini Ratio , Kurva Lorenz , Kriteria Bank
Dunia , Indeks Williamson , Indeks Entrophy Theil.
Adapun solusi mengatasi disparitas pertumbuhan regional tersebut adalah dengan cara
pemerintah harus melakukan Penyebaran Pembangunan Prasarana Perhubungan, Mendorong
Transmigrasi dan Migrasi Spontan, Pengembangan Pusat Pertumbuhan, dan Pelaksanaan
Otonomi Daerah.

1.2 Saran
Penulis sadar bahwa tulisan makalah ini jauh dari kata sempurna, maka penulis
mengharapkan segala jenis kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk perbaikan
tulisan ini di masa yang akan datang. Semoga tulisan sederhana ini bisa bermampaat bagi
rekan pembaca.

Anda mungkin juga menyukai