Anda di halaman 1dari 10

Makalah

KETIMBANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH

Disusun Oleh :

CUT MAZA SAFIRA NIM : 2005906010130

LUSI FIARTINI NIM : 2005906010020

Dosen Pengampu :

Dr. Saiful Badli, SE., M.Si

Mata Kuliah : EKONOMI REGIONAL

PROGRAM STUDY EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS TEUKU UMAR

TAHUN 2021-2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb.

Puji syukur atas rahmat Allah SWT, berkat rahmat serta karunia-Nya makalah ini dengan judul
Ketimbangan Pembangunan Antar wilayah dapat selesai.

Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Ekonomi Regional dari
Bapak Dr. Saiful Badli, SE., M.Si pada program studi Ekonomi Pembangunan. Selain itu,
penyusunan makalah ini juga bertujuan menambah wawasan bagi penulis dan juga pembaca
tentang Ketimbangan Pembangunan Antar Wilayah.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Dr. Saiful Badli, SE., M.Si selaku
dosen Mata Kuliah Ekonomi Regional. Berkat tugas yang diberikan ini, dapat menambah
wawasan penulis berkaitan dengan topik yang diberikan. Penulis juga mengucapkan terima
kasih yang sebesarnya kepada semua pihak yang membantu dalam proses penyusunan makalah
ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan masih melakukan banyak
kesalahan. Oleh karena itu penulis memohon maaf atas kesalahan dan ketaksempurnaan yang
pembaca temukan dalam makalah ini. Penulis juga mengharap adanya kritik serta saran dari
pembaca apabila menemukan kesalahan dalam makalah ini.

Meulaboh, 31 Maret 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................i

DAFTAR
ISI.............................................................................................................................................ii BAB I
Pendahuluan...............................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang. ...............................................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................................................2

1.3 Tujuan...............................................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................................3

2.1 Hipotesa Neo-Klasik........................................................................................................................3

2.2 Ukuran Ketimbangan pembangunan Antar Wilayah.....................................................................3

2.3 Ketimbangan Pembangunan Antar Wilayah................................................................................. 4

2.4 Penyebab Ketimbangan Pembangunan Antar Wilayah................................................................4

2.5 Penanggulan Ketimbangan Pembangunan Antar Wilayah.........................................................5

BAB III PENUTUP...................................................................................................................................6

3.1 Kesimpulan.......................................................................................................................................6
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan ekonomi merupakan upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Dalam kurun waktu yang panjang atau long term, dalam pembangunan
tersebut terdapat berbagai kemajuan yang cukup pesat untuk meningkatkan perekonomian suatu daerah,
namun juga terdapat berbagai permasalahan yang sulit untuk diatasi, yaitu terdapat tingkat kesenjangan
atau ketimpangan antar wilayah. Oleh karena itu, strategi dalam pembangunan ekonomi dan kebijakan
pemerintah daerah di masa lampau yang telah mengubah struktur ekonomi secara mengesankan dan telah
mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Namun, perubahan struktur ekonomi hanya
terjadi pada tingkat nasional, sedangkan pada tingkat daerah secara agregat relative stagnan, ini berarti
bahwa peran dan partisipasi pemerintah daerah dalam pembangunan ekonomi masih belum maksimal.

Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses dimana pemerintah dan seluruh masyarakat mengelola
berbagai sumber daya alam yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan untuk menciptakan lapangan
pekerjaan yang baru dan merangsang pertumbuhan dan perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah
tersebut (Lincolin Arsyad, 1999; Blakely E. J, 1989). Keberhasilan dalam meaksanakan pembangunan
dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi yakni struktur ekonomi dan semakin kecilnya ketimpangan
pendapatan antar penduduk, antar daerah dan antar sektor.

Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan yang berkembang apabila tingkat kegiatan
ekonominya lebih tinggi daripada apa yang dicapai pada masa sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi adalah
proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang. Disini proses mendapat penekanan karena
mengandung unsur dinamis. Para teoritikus ilmu ekonomi pembangunan masa kini masih terus
menyempurnakan makna, hakikat dan konsep pertumbuhan ekonomi. Para teoritikus menyatakan bahwa
pertumbuhan ekonomi tidak hanya diukur dengan pertambahan (Produk Domestik Bruto) PDB dan
PDRB saja, akan tetapi juga dberi bobot yang bersifat immaterial seperti kenikmatan, kepuasan dan
kebahagiaan dengan rasa aman dan tentram yang dirasakan oleh masyarakat (Arsyad, 1999).

Ketimpangan pembangunan ekonomi merupakan aspek yang umum terjadi, ada beberapa faktor yang
melatar belakangi terjadinya ketidakmerataan pembangunan ekonomi yaitu 1) perbedaan kandungan
sumber daya alam, 2) perbedaan kondisi geografis, 3) kurang lancarnya mobilitas barang dan jasa, 4)
konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah, dan 5) alokasi dana pembangunan antar wilayah.

Selain itu masalah ketimpangan ekonomi antar daerah tidak hanya meliputi wilayah kecamatan,
kabupaten, provinsi melainkan juga antar Pulau Jawa dan luar Jawa. Berbagai program telah
dikembangkan untuk mengurangi maupun menghilangkan ketimpangan antardaerah selama ini ternyata
masih belum mencapai hasil yang memadai. Alokasi anggaran pembangunan sebagai instrument untuk
mengurangi ketimpangan ekonomi tampaknya perlu diperhatikan. Strategi alokasi anggaran tersebut
harus mendorong dan mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional sekaligus menjadi alat untuk
mengurangi ketimpangan regional (Majidi, 1997).

Melihat hal ini penulis membuat makalah ini yang berjudul ketimbangan pembangunan antar wilayah
untuk memenuhi tugas sekaligus menambah pengetahuan seputar Ketimbangan pembangunan antar
wilayah.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa Hipotesa Neo-klasik?

2. Bagaimana ukuran Ketimbangan pembangunan antar wilayah?

3. Apa Ketimbangan Pembangunan antar wilayah?

4. Apa penyebab Ketimbangan Pembangunan antar wilayah?

5. Bagaimana Penanggulan Ketimbangan pembangunan antar wilayah?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui Hipotesa Neo-klasik

2. Mengetahui ukuran Ketimbangan pembangunan antar wilayah

3. Mengetahui Ketimbangan pembangunan antar wilayah

4. Mengetahui penyebab Ketimbangan pembangunan antar wilayah

5. Mengetahui penanggulan Ketimbangan pembangunan antar wilayah

BAB II

PEMBAHASANPEMBAHASA
2.1 Hipotesa Neo-klasik

Secara teoritis, permasalahan ketimpangan antar wilayah mula-mula dimunculkan oleh Douglas C North
dalam analisanya tentang Teori Pertumbuhan Neo Klasik. Dalam teori tersebut dimunculkan sebuah
prediksi tentang hubungan antara tingkat pembangunan ekonomi nasional suatu negara dengan
ketimpangan pembangunan antar wilayah. Hipotesa ini kemudian lebih dikenal sebagai Hipotesa Neo-
Klasik (Sjafrizal, 2008).

Menurut Hipotesa Neo-Klasik dalam Sjafrizal (2008), pada permulaan proses pembangunan suatu
negara, ketimpangan pembangunan antar wilayah cenderung meningkat. Proses ini akan terjadi sampai
ketimpangan tersebut mencapai titik puncak. Setelah itu, bila proses pembangunan terus berlanjut
maka secara berangsur-angsur ketimpangan pembangunan antar wilayah tersebut akan menurun.
Berdasarkan hipotesa ini, bahwa pada negara-negara sedang berkembang umumnya ketimpangan
pembangunan antar wilayah cenderung lebih tinggi, sedangkan pada negara maju ketimpangan tersebut
akan menjadi lebih rendah. Dengan kata lain, kurva ketimpangan pembangunan antar wilayah adalah
berbentuk huruf u terbalik.

Kebenaran Hipotesa Neo-Klasik ini kemudian diuji kebenarannya oleh Jefrey G Williamson pada tahun
1966 melalui studi tentang ketimpangan pembangunan antar wilayah pada negara maju dan negara
sedang berkembang dengan menggunakan data time series dan cross section. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa Hipotesa Neo-Klasik yang diformulasi secara teoritis ternyata terbukti benar secara
empirik. Ini berarti bahwa proses pembangunan suatu negara tidak otomatis dapat menurunkan
ketimpangan pembangunan antar wilayah, tetapi pada tahap permulaan justru terjadi hal yang
sebaliknya (Sjafrizal, 2008).

2.2 Ukuran Ketimbangan Pembangunan antar wilayah

Ukuran ketimpangan antar wilayah yang mula-mula ditemukan adalah Williamson Index yang digunakan
dalam studi Jefrey G Williamson pada tahun 1966. Istilah Williamson Index muncul sebagai penghargaan
kepada Jefrey G Williamson yang mengukur ketimpangan pembangunan antar wilayah. Walaupun
indeks ini mempunyai kelemahan yaitu sensitif terhadap definisi wilayah yang digunakan dalam
perhitungan, namun demikian indeks ini cukup lazim digunakan dalam mengukur ketimpangan
pembangunan antar wilayah. Berbeda dengan Gini Rasio yang lazim digunakan dalam mengukur
distribusi pendapatan, Williamson Index menggunakan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
perkapita sebagai data dasar. Karena yang dibandingkan adalah tingkat pembangunan antar wilayah dan
bukan tingkat kemakmuran antar kelompok (Sjafrizal, 2008).

2.3 Ketimbangan pembangunan antar wilayah

Menurut Kuncoro (2006), kesenjangan mengacu pada standar hidup relatif dari seluruh masyarakat,
sebab kesenjangan antar wilayah yaitu adanya perbedaan faktor anugrah awal (endowment factor).
Perbedaan ini yang menyebabkan tingkat pembangunan di berbagai wilayah dan daerah berbeda-beda,
sehingga menimbulkan gap atau jurang kesejahteraan di berbagai wilayah tersebut.

Ketimpangan antar wilayah merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan ekonomi suatu daerah.
Ketimpangan ini terjadi disebabkan adanya perbedaan kandungan sumber daya alam dan perbedaan
kondisi demografi yang terdapat pada masing-masing wilayah. Adanya perbedaan ini menyebabkan
kemampuan suatu daerah dalam mendorong proses pembangunan juga menjadi berbeda. Oleh karena
itu pada setiap daerah biasanya terdapat wilayah maju (Developed Region) dan wilayah terbelakang
(Underdeveloped Region). Terjadinya ketimpangan antar wilayah ini membawa implikasi terhadap
tingkat kesejahteraan masyarakat antar wilayah. Karena itu, aspek ketimpangan pembangunan antar
wilayah ini juga mempunyai implikasi pula terhadap formulasi kebijakan pembangunan wilayah yang
dilakukan oleh pemerintah daerah (Sjafrizal, 2008).

2.4 Penyebab Ketimbangan pembangunan antar wilayah

Beberapa faktor utama yang menyebabkan terjadinya ketimpangan antar wilayah menurut Sjafrizal
(2012) yaitu:

1. Perbedaan kandungan sumber daya alam

Perbedaan kandungan sumber daya alam akan mempengaruhi kegiatan produksi pada daerah
bersangkutan. Daerah dengan kandungan sumber daya alam cukup tinggi akan dapat memproduksi
barang-barang tertentu dengan biaya relatif murah dibandingkan dengan daerah lain yang mempunyai
kandungan sumber daya alam lebih rendah. Kondisi ini mendorong pertumbuhan ekonomi daerah
bersangkutan menjadi lebih cepat. Sedangkan daerah lain yang mempunyai kandungan sumber daya
alam lebih kecil hanya akan dapat memproduksi barang-barang dengan biaya produksi lebih tinggi
sehingga daya saingnya menjadi lemah. Kondisi tersebut menyebabkan daerah bersangkutan cenderung
mempunyai pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat. Contohnya adalah Minyak dan gas alam,
batubara, tingkat kesuburan lahan.

2. Perbedaan kondisi demografis

Kondisi demografis akan berpengaruh terhadap produktivitas kerja masyarakat setempat. Daerah
dengan kondisi demografis yang baik akan cenderung mempunyai produktivitas kerja yang lebih tinggi
sehingga hal ini akan mendorong peningkatan investasi yang selanjutnya akan meningkatkan
penyediaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi daerah tersebut. Contohnya adalah perbedaan
tingkat pertumbuhan dan struktur kependudukan, perbedaan tingkat pendidikan dan kesehatan,
perbedaan kondisi ketenagakerjaan dan perbedaan dalam tingkah laku dan kebiasaan serta etos kerja
yang dimiliki masyarakat daerah bersangkutan.

3. Kurang lancarnya mobilitas barang dan jasa

Mobilitas barang dan jasa meliputi kegiatan perdagangan antar daerah dan migrasi baik yang disponsori
pemerintah (transmigrasi) atau migrasi spontan. Alasannya adalah apabila mobilitas kurang lancar maka
kelebihan produksi suatu daerah tidak dapat di jual ke daerah lain yang membutuhkan. Akibatnya
adalah ketimpangan pembangunan antar wilayah akan cenderung tinggi, sehingga daerah terbelakang
sulit mendorong proses pembangunannya.

4. Konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah

Pertumbuhan ekonomi akan cenderung lebih cepat pada suatu daerah dimana konsentrasi kegiatan
ekonominya cukup besar. Kondisi inilah yang selanjutnya akan mendorong proses pembangunan daerah
melalui peningkatan penyediaan lapangan kerja dan tingkat pendapatan masyarakat. Contohnya adalah
terdapatnya sumberdaya alam yang lebih banyak pada daerah tertentu, misalnya minyak bumi, gas,
batubara dan bahan mineral lainnya. Terdapat lahan yang subur juga turut mempengaruhi, khususnya
menyangkut pertumbuhan kegiatan pertanian. Meratanya fasilitas transportasi, baik darat, laut dan
udara, juga ikut mempengaruhi konsentrasi kegiatan ekonomi antar daerah.

5. Alokasi dana pembangunan antar wilayah

Alokasi dana ini bisa berasal dari pemerintah maupun swasta. Pada sistem pemerintahan otonomi maka
dana pemerintah akan lebih banyak dialokasikan ke daerah sehingga ketimpangan pembangunan antar
wilayah akan cenderung lebih rendah. Untuk investasi swasta lebih banyak ditentukan oleh kekuatan
pasar. Dimana keuntungan lokasi yang dimiliki oleh suatu daerah merupakan kekuatan yang berperan
banyak dalam menarik investasi swasta. Keuntungan lokasi ditentukan oleh biaya transpor baik bahan
baku dan hasil produksi yang harus dikeluarkan pengusaha, perbedaan upah buruh, konsentrasi pasar,
tingkat persaingan usaha dan sewa tanah. Oleh karena itu investai akan cenderung lebih banyak di
daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan.

2.5 Penanggulan Ketimbangan Pembangunan Antar Wilayah

1. Percepatan pembangunan secara optimal

Pembangunan secara optimal yang dimaksud ialah mendorong percepatan pembangunan dan
pertumbuhan wilayah-wilayah strategis yang selama ini masih belum berkembang secara optimal.
Misalnya, ada sebuah daerah yang sebenarnya sangat potensial untuk dijadikan objek pariwisata. Nah,
infrastruktur daerah tersebutlah yang harus dipercepat pembangunannya.

2. Fokus pengembangan wilayah tertinggal dan terpencil

Ini bisa dilakukan meningkatkan keberpihakan pemerintah untuk mengembangkan wilayah yang
tertinggal dan terpencil. Salah satunya dengan kegiatan mengirim guru-guru muda (sarjana pendidikan)
untuk mengajari di daerah tertinggal dan terpencil.

3. Mengembangkan wilayah-wilayah perbatasan


Wilayah-wilayah perbatasan di Indonesia memang kurang mendapatkan perhatian dibanding dengan
wilayah lain. Nah, untuk mengembangkan wilayah perbatasan itu dapat dilakukan dengan mengubah
arah kebijakan pembangunan yang selama ini cenderung berorientasi melihat ke dalam menjadi melihat
keluar. Artinya, pemerintah harus bisa melakukan harmonisasi dengan negara tetangga yang ada di
perbatasan tersebut.

4. Menyeimbangkan pertumbuhan pembangunan

Memang cukup sulit untuk menyeimbangkan pembangunan antarkota metropolitan, besar, menengah
dan kecil secara hierarki dalam suatu sistem pembangunan perkotaan nasional. Namun, pastinya
pemerintah akan melakukan usaha terbaiknya untuk bisa menyeimbangkan hal tersebut.

5. Meningkatkan keterkaitan kegiatan ekonomi

Kegiatan ekonomi di pedesaan dan diperkotaan harus ditingkatkan sekaligus terintegrasi. Tujuan nya
untuk memudahkan proses produksi, distribusi, hingga sampai ke tangan masyarakat. Semakin mudah
kegiatan ekonomi antara desa dan kota, maka laju pertumbuhan ekonomi juga akan semakin membaik.

6. Inovasi dalam tata kelola pemerintah dan pembangunan daerah

Supaya pembangunan itu bisa merata harus menengok kembali ke hierarki perencanaan (RTRW-
Nasional, RTRW-Pulau, RTRW-Provinsi, RTRW Kabupaten/Kota) sebagai acuan koordinasi dan
sinkronisasi pembangunan antarsektor dan antarwilayah.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Ketimpangan antar wilayah merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan ekonomi suatu daerah.
Ketimpangan ini terjadi disebabkan adanya perbedaan kandungan sumber daya alam dan perbedaan
kondisi demografi yang terdapat pada masing-masing wilayah. Adanya perbedaan ini menyebabkan
kemampuan suatu daerah dalam mendorong proses pembangunan juga menjadi berbeda. Oleh karena
itu pada setiap daerah biasanya terdapat wilayah maju (Developed Region) dan wilayah terbelakang
(Underdeveloped Region). Terjadinya ketimpangan antar wilayah ini membawa implikasi terhadap
tingkat kesejahteraan masyarakat antar wilayah. Karena itu, aspek ketimpangan pembangunan antar
wilayah ini juga mempunyai implikasi pula terhadap formulasi kebijakan pembangunan wilayah yang
dilakukan oleh pemerintah daerah (Sjafrizal, 2008).

ada beberapa faktor yang melatar belakangi terjadinya ketidakmerataan pembangunan ekonomi yaitu 1)
perbedaan kandungan sumber daya alam, 2) perbedaan kondisi geografis, 3) kurang lancarnya mobilitas
barang dan jasa, 4) konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah, dan 5) alokasi dana pembangunan antar
wilayah.

Selain itu masalah ketimpangan ekonomi antar daerah tidak hanya meliputi wilayah kecamatan,
kabupaten, provinsi melainkan juga antar Pulau Jawa dan luar Jawa. Berbagai program telah
dikembangkan untuk mengurangi maupun menghilangkan ketimpangan antardaerah selama ini ternyata
masih belum mencapai hasil yang memadai. Alokasi anggaran pembangunan sebagai instrument untuk
mengurangi ketimpangan ekonomi tampaknya perlu diperhatikan. Strategi alokasi anggaran tersebut
harus mendorong dan mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional sekaligus menjadi alat untuk
mengurangi ketimpangan regional (Majidi, 1997).

Anda mungkin juga menyukai