Anda di halaman 1dari 13

PERDAGANGAN DAN MOBILITAS FAKTOR PRODUKSI

ANTAR WILAYAH
Di

Oleh :

NUZUL RAMADHANIA : 2005906010008

LIVIA ANZALITA : 2005906010014

PRODI EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS TEUKU UMAR

TAHUN AJARAN 2022/2023


KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-
Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul "Perdagangan dan
mobilitas faktor produksi antar wilayah" dengan tepat waktu.Penulis menyadari
bahwa makalah kami ini masih jauh dari sempurna. Oleh karenanya, diharapkan
saran dan kritik yang membangun agar penulis menjadi lebih baik lagi di masa
mendatang.Semoga makalah ini menambah wawasan dan memberi manfaat bagi
pembaca.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………….

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………...

BAB I : PENDAHULUAN………………………………………………………………...

1.1. Latar Belakang………………………………………………………………………...


1.2. Tujuan dan manfaat…………………………………………………………………...

BAB II : PEMBAHASAN………………………………………………………………....

2.1. Model Mobilitas Antar Wilayah……………………………………………………..

a. Model keuntungan komperatif……………………………………………………


b. Model mobilitas faktor produksi………………………………………………..
c. Model perpndahan penduduk dan tenaga kerja…………………………………..
d. Model perpindahan modal……………………………………………………….
e. Model perpindahan teknologi dan inovasi……………………………………….

2.2. Iplikasi terhadap Pembangunan Regional……………………………………………

BAB III : PENUTUP………………………………………………………………………..

3.1. Kesimpulan……………………………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ilmu ekonomi regiona atau juga disebut dengan ilmu ekonomi wilayah ,membahas
mengenai suatu pelaksanaan kegiatan ekonomi dengan menitikberatkan pada perdagangan
dan mobilitas fator produksi antar wilayah

Ekonomi regional adalah wilayah yang jelas teridentifikasi meskipun narnya


untuk wilayah tersebut relative tergantung konteks waktu selain itu unsur yang mendoron
identifikasi diri adalah secarah sejarah dan juga geografisnya serta aktivitasnya yang
dilakukan terutama dibidang eonomi.

1.2. Tujuan Utama Ekonomi Regional

Adanya ekonomi grouth (pertumbuhan ekonomi) karena selain menyediakan


lapangan kerja bagi angkatan kerja baru,juga diharapkan dapat memperbaiki kehidupan
manusia atau peningkatan pendapatan.Tanpa perubahan,manusia merasa jenuh atau
bahkan merasa tertinggal.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Mobilitas Antar Wilayah

Dalam Ilmu Ekonomi Regional, analisa tentang perdagangan, mobilitas barang


dan faktor produksi memegang peranan sangat penting sesuai dengan kenyataan bahwa
mobilitas barang dan faktor produksi dalam negeri lebih sempurna dibanding dengan
mobilitas internasional.

Perdagangan biasanya terdapatt bea masuk (tarif) dan pembatasan impor (Impor
Restriction), dalam perdagangan antar wilayah tidak ada pembatasan. Mobilitas barang
dan faktor produksi antar wilayah lebih lancar dibandingkan mobilitas internasional.

Dalam Ilmu Ekonomi Regional bahwa mobilitas barang dan faktor produksi antar
wilayah lancar (mobile) sedangkan dalam Ilmu Ekonomi Internasional adalah sebaliknya
yaitu tidak lancar (Immobile).

Terdapat 2 model dasar yang melandasi anallisa tentag mobilitas barang dan
faktor produksi antar wilayah.

Model keuntungan komparatif (comparative advantage) yaitu model klasik yang


dipelopori oleh David Ricardo dan di modernisir oelh Hecker dan Ohlin. Model ini
mengasumsikan bahwa mobilitas sumber daya antar wilayah adalah tidak lancar
(Immobile).

Model Mobilitas Sumber Daya (Resources Mobility) yang analisanya pada


perbedaan harga barang dan faktor produksi antar wilayah yang merupakan faktor
pendorong terjadinya mobiitas.

a. Model Keuntungan Komparatif

Prinsip dasar pada model ini adalah apabila mobilitas sumberdaya (faktor
produksi) antar wilayah tidak lancar, maka masyarakat akan lebih diuntungkan bila
memfokuskan pada kegiatan produksi yang wilayahnya dapat memproduksi dengan biaya
relatif lebih murah (efisien) dibandingkan wilayah lain.

Relatif murahnya biaya produksi ditentukan oleh harga faktor produksi yang
berlaku pada wilayah tersebut. Sedangkan perbedaan harga faktor produksi antar wilayah
ditentukan oleh “tingkat kandungan relattif faktor produksi” yang dimiliki setiap wilayah.
Relatif rendahnya biaya produksi memungkinkan wilayah tersebut menetapkan harga hasil
produksi yang lebih murah dibandingkan wilayah lainnya.
Relatif rendahnya biaya produksi memungkinkan wilayah tersebut menetapkan
harga hasil produksi yang lebih murah dibandingkan wilayah lainnya. Perbedaan harga ini
memungkinkan wilayah ini untuk menjual produknya ke wilaya lain dimana harga barang
yang sama relatif tinggi. Perbedaan harga ini selanjutnya akan mendorong kegiatan
perdagangan antar wilayah yang menguntungkan kedua belah pihak. Bahwa perdagangan
antar wilayah terjadi karena adanya perbedaan keuntungan komparatif secara
relatif.Berdasarkan prinsip tersebut, wilayah yang relatif terbelakang dan didominasi oleh
kegiatan pertanian akan lebih diuntungkan bila fokus pada kegiatan produksinya dan
menjual hasil produksinya kepada wilayah maju. Sebaliknya wilayah yang relatif lebih
maju dan kegiatan ekonominya didominasi kegiatan industri dan dapat memproduksi
barang-barang hasil produksi sektor industtri akan diuntungkan juga bila menjual hasil
produksinya ke wilayah agraris.

Tabel ilustrasi prinsip dasar keuntungan komparatif

Wilayah
Produksi Wilayah 1 Wilayah 2
1) Bahan Makanan 1 3
2) Barang Hasil Industri 2 4

Wilayah
Opportunity Cost Wilayah Wilayah
1) Biaya per unit bahan makanan dibandingkan ½ ¼
produksi barang industri
2) Biaya perunit barang industri dibandingkan 2 4/3
produksi bahan makanan

Model Keuntungan Komparatif menurut penjelasan Dlair (1991) sebagai contoh


dapat dilihat pada tabel diatas. Misalnhya terdapat 2 wilayah, wilayah 1 merupakan daerah
terbelakang yang menghasilkan produk peranian, sedangkan wilayah 2 merupakan daerah
maju yang menghasilkan produk sektor industri.

Biaya yang diperlukan oleh wilayah 1 untuk menghasilkan bahan makanan adalah
1 unit sedangkan utuk produk industri menjadi 2 unit, sedangkan untuk wilayah 2 adalah
3 unit biaya yang diperlukan untuk menghasilkan makanan dan 4 unit untuk menghasilkan
produk sektor industri.

Berdasarkan perbandingan biaya produksi tersebut dapat dihitung opportunity cost


untuk masing-masing wilayah Wilayah 1 akan mempunyai opportunity cost sebesar ½ unit
untuk memproduksi bahan makanan dan 2 unit untuk produk sektor industri. Sebaliknya
wilayah 2 mempunyai opportunity cost sebesar ¼ unit untuk memproduksi bahan makanan
da 4/3 unit untuk memproduksi barang-barang sektor industri

Perbandingan ini maka wilayah 1 menguntungkan bila memprioritaskan kegiatan


produksinya pada bahan makanan dan wilayah 2 pada produk sektor industri.
Untuk memperlihatkan manfaat spesialisasi produksi dan perdagangan antar
wilayah, perlu membandingkan produksi dan konsumsi pada wilayah 1 sebelum maupun
sesudah adanya perdagangan. Apabila kegiatan perdagangan belum ada, maka upah riil
untuk satu hari kerja pada wilayah 1 diperkirakan sama dengan 1 unit makanan atau
setengah unit barang hasil produksi industri.

Upah riil pada wilayah 2 menjadi 1/3 unit makanan atau ¼ unit barang hasil
produksi industri. Misalnya pada wilayah 1 tersedia 6 juta jam kerja buruh, maka kurva
kemungkinan produksi akan akan terlihat pada grafik dibawah ini. Apabila tidak ada
kegiatan perdagangan, maka titik produksi dan konsumsi tergantung pada pilihan yang
dilakukan oleh individu di wilayah 1. Misalnya mereka memilih memproduksi 4 juta unit
makanan dan 1 juta unit barang hasil produksi. Keadaan perdagangan belum terjadi,
jumlah produksi sekaligus mengindikasikan jumlah kemungkinan konsumsi.

Apabila perdagangan antar wilayah terjadi dan ongkos angkut antar wilayah
sementara dianggap tidak ada, maka harga relatif pada wilayah 1 akan sama dengan
wilayah 2. Alasannya adalah konsumen akan membeli barang yang lebih murah harganya.
Karena harga barrang hasil produksi industtri biasanya lebih mahal dari makanan pada
wilayah 1 maka pedagang akan membawa barang kewilayah 2 yang harganya lebih tinggi.
Akibatnya harga pada wilayah 1 juga cenderung naik karena jumlah penawaran menjadi
berkurang. Dengan demikian dalam jangka panjang akan cenduerung terjadi penyaan
harga antar wilayah (price equalization).

b. Model mobilitas faktor produksi

Ada 2 model dasar yang melandasi analisis tentang mobilitas barang dan faktor
produksi antar wilayah, yaitu :

Model keuntungan komperatif yang dielopori oleh david ricardo dan diperbaharui
olehheckser ohlin. Dengan asumsi mobilitas mobilitas sumber daya antar wilayah adalah
tidak lancar.

Prinsip dasar dari teori ini adalah, apabila mobilitas sumber daya antar wiliyah
tidak lancar maka masyarakat suatu wilayah akan lebih diuntungkan bila memfokuskan
kegiatan produksi pada kegiatan produksi pada kegiatan yang wilayah tersebut yang dapat
mengasilkan produksi dengan biaya rlatif lebih murah dibandingkan dengan wilayah
lainnya.

Murahnya tingkat produksi ditentukan oleh oleh harga faktor produksi yang
berlaku pada wilayah yan bersangkutan . sedangkan perbedaan harga faktor produksi antar
wilayah ditentukan oleh tingkat kandungan relatif faktor produksi.

Kedua hal inilah yang kemudian memungkinkan suatu wilayah menentukan harga
jual produk yang lebih murah dibandingkan dengan wilayah lainnya. Perbedaan harga
yang terjadi yang kemudian akan membuka eluang suatu wilayah untuk memasarkan
produknya ke wilayah lain dengan barang yang sama namun dengan harga yang lebih
tinggi. Perbedaan harga jual jual produk ini yang kemudian mendorong terjadinya kegiatan
perdagangan antar wilayah yang menguntungkan kedua belah pihak.

Berdasarkan prinsip tersebut wilayah yang relatif terbelakan dan masih didominasi
oleh kegiatan pertanian dan pertambangan akan lebih diuntungkan bila mengfokuskan
kegiatan produksinya pada sektor tersebut karena didukung oleh sumber daya alam yang
tersedia dan upah buruh yang relatif murah. Kemudian wilayah ini menjual sisa
produksinya pada wilayah maju yang sudah merupakan wilayah industri denga tingkat
upah yag relatif lebih tinggi.

Model mobilitas sumber daya antar wilayah yang didasarkan atas analisis
perbedaan harga baran dan faktor produksi antar wilayah yang menjadi pendorong utama
mobilitas tersebut. Jika dalam teori komperatif asumsi yang digunakan adalah kondisi
mobilitas sumberdaya antar wilayah tidak lancar, ada kalanya para pakar ekonomi
menggunakan asumsi mobilitas sumber daya antar wilayah lancar.

Dalam kondisi mobilitas sumber daya antar wlayah yag lancar, maka faktor
peoduksi akan bergerak menuju wilayah yang dapat memberikan kompensasi dan tingkat
pengemalian modsal yang lebih tinggi.

c. Model Perpindahan Penduduk dan Tenaga Kerja

Perpindahan penduduk dan tenaga kerja antar wilayah juga merupakan fenomena
umum yang dialami oleh satu wilayah. Hal ini lazim dikenal sebagai perpindahan
penduduk antar wilayah dalam suatu negara (interregional Migration) Dalam amalisa
ekonomi migrasi, perbedaan antara Model Equilibrium dan Model Disequilibrium adalah
cukup penting.

Model Migrasi Disequilibrium didasarkan pada asumsi terjadinya migrasi


didorong oleh keuntungan dan kerugian uang terdapat pada masing-masing wilayah.
Sedangkan model equilibrium berpendapat migrasi dapat terjadi apabila tingkat upah antar
wilayah sama. Perpindahan penduduk dan tenaga kerja dapat terjadi akibat dari perbedaan
pola kehidupan antar wilayah yang meliputi aspek : ketersediaan lapangan kerja, gaya
hidup masyarakat, budaya, agama, kondisi lingkungan, dan lainnya.

Haris-todaro model menjelaskan fenomena perrpindahan penduduk yang


umumnya terjadi di Negara sedang berkembang dimana terdapat tendensi penduduk
pindah ke daerah perkotaan walaupun tingkatt pengangguran umumnya sudah cukup
tinggi di daerah perkotaan. Model ini juga memperlihatkan bahwa perbedaan upah buruh
juga merupakan salah satu faktor utama yang menentukan kecenderungan untuk
melakukan migrasi.

Model ini menyimpulkan bahwa migrasi antar daerah terjadi apabila tingkat upah
sebenernya (actual wage) didaerah assal lebih rendah dari tingkat upah yang diharapkan
(expected wage) di daerah tujuan. Sedangkan tingkat upah yang diharapkan dapat dihitung
dengan jalan mengalikan tingkat upah sebenernya dengan kemungkinan untuk
mendapatkan pekerjaan. Kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan adalah 1-U
dimana U adalah tingkat pengangguran. Para Migran dianggap mempunyai probabilitas
yang sama untuk mendapatkan pekerjaan dibandingkan dengan tenaga kerja yang telah
berada di daerah tersebut.

Model lain yang melakukan analisa terhadap perpindahan penduduk antar daerah
adalah model Gravitasi yang dipeloporri oleh Walter Isard (1960). Diasumsikan bahwa
migrasi antara 2 wilayah akan meningkat dengan jumlah penduduk wilayah bersangkutan
dan menurun sejalan dengan jarak antara kedua wilayah tersebut

Seandainya Pa adalah penduduk yang tinggal diwilayah A dan Pb adalah


penduduk yang tinggal diwilayah B, dan jarak antara kedua wilayah adalah Dab. Maka
perpindahan penduduk dari wilayah A ke wilayah B dapat di taksir dengan formula
gravitasi sederhana sebagai berikut:

d. Model Perpindahan Modal

Dalam kehidupan sehari-hari modal diartikan sebagai uang atau kekayaan (assets)
yang dapat diuangkan. Tetapi para ahli ekonomi mendefinisikan modal sebagai barang
yang diproduksi tidak untuk dikonsumsi, tetapi digunakan sebagai input untuk produksi
selanjutnya.

Modal dalam bentuk uang (Money Capital) pada umumnya bersifat mobil antar
daerah. Untuk tujuan menghasilkan produksi, baik barang maupun jasa, modal biasanya
dikombinasikan dengan faktor produksi lainnya seperti tenaga kerja dan tanah.

Ada 3 jenis mobilitas modal yaitu:

1. Modal dalam bentuk uang dapat ditransfer dari wilayah ke wilayah lain untuk
tujuan pembiayaan kegiatan perdagangan barang dan jasa maupun untuk investasi.
2. Benda modal dapat juga dipindahkan dari wilayah ke wilayah lain walaupun
dengan mobilitas yang terbatas.
3. Nilai dari benda modal dapat berubah sebagai akibat dari penyusutan dan
perubahan lingkungan ekonomi.

Secara teoritis modal dapat berpindah dari wilayah ke wilayah lain secara lancar
apabila para investor mempunyai informasi yang cukup dan perbedaan pengembalian
investasi antar daerah adalah sama.

Ketersediaan fasilitas sosial ekonomi sangat menentukan pemilihan lokasi


investasi baru. Sangat sulit bagi seorang investor untuk melakukan investasi pada daerah
apabila fasilitas sosial ekonomi yang terdapat didaerah tersebut belum memadai. Dalam
hal ini sunk cost tidak relevan, karena biasanya investor mengambil keputusan
berdasarkan

Marginal Cost dan Marginal Benefit. Marginal Cost dari pabrik yang telah
didirikan akan lebih rendah dibandingkan dengan mendirikan baru dilokasi lain.
2.2. Implikasi Terhadap Pembangunan Regional

Beberapa strategi yang dapat digunakan dalam upaya perencanaan ekonomi


wilayah dimana semua strategi tersebut bertujuan untuk mencapai pertumbuhan yang ideal
bagi setiap daerah atau region. Salah satu strategi yang sering digunakan dan yang telah
dikenal dalam beberapa dekade terakhir yaitu strategi pusat pertumbuhan (growth-pole
strategy). Strategi. pusat pertumbuhan ini secara spesifik terfokus pada kegiatan investasi
di lokasi-lokasi yang terbatas atau region (biasanya sebagai bagian dari pertimbangan-
pertimbangan aktifitas ekonomi, sehingga meningkatkan tingkat kemakmuran suatu
daerah.

Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yaitu akumulasi


modal, pertumbuhan penduduk, dan kemajuan teknologi (technological progress). Perroux
menyatakan bahwa kota merupakan suatu "tempat sentral" dan sekaligus merupakan kutub
pertumbuhan.

Pertumbuhan hanya terjadi di beberapa tempat, terutama daerah perkotaan, yang


disebut pusat Pengembangan wilayah yang dikonsentrasikan pada pusat-pusat
pertumbuhan dengan industri padat modal akan merangsang pertumbuhan ekonomi yang
pada akhirnya merangsang kegiatan pembangunan daerah. Kebijakan pemerintah dengan
industri padat modal tersebut harus diikuti dengan pembangunan infrastruktur,
transportasi, komunikasi, dan kelembagaan sosial, sehingga secara alami kondisi tersebut
dapat meningkatkan daya tarik investasi terhadap kegiatan ekonomi masyarakat yaitu di
sisi produk yang dihasilkan dari wilayah pusat pertumbuhan akan digunakan oleh industri-
industri lainnya yang berada di wilayah sekitarnya (hinterland) dan di ekspor ke luar
wilayah sedangkan pada sisi lain memberikan peluang bagi produk-produk yang
dihasilkan di sekitar wilayah pusat pertumbuhan untuk digunakan oleh industri di pusat
pertumbuhan.

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi diperlukan guna mempercepat perubahan


struktur perekonomian daerah menuju perekonomian yang terus meningkat dan dinamis
yang bercirikan industri yang kuat dan maju, pertanian yang tangguh, serta memiliki basis
pertumbuhan sektoral yang berpotensi besar. Pertumbuhan ekonomi yang diperlukan
untuk menggerakkan dan memacu pembangunan di bidang lainnya serta sebagai kekuatan
utama untuk meningkatkan pendapatan masyarakat (Nahrawi, 2005; 1).

Menurut Pebrina (2005;5) arah bagi kebijakan pembangunan yang ditempuh oleh
daerah dapat dilakukan dengan melihat spesialisasi keunggulan dari tiap wilayah atau
kecamatan. Skala yang berbeda-beda dari masing-masing wilayah dalam sistem ekonomi,
administrasi dan pelayanan umum berakibat fungsi dari wilayah tersebut berbeda pula
dalam pola, harmonisasi yang mampu saling menunjang wilayah satu dengan wilayah
lainnya.

Dalam rangka penyelarasan pertumbuhan ekonomi antar wilayah dalam suatu


daerah dikemukakan konsep pendekatannya yaitu pengembangan kecamatan sebagai pusat
pertumbuhan ekonomi. Pendekatan dengan ruang lingkup kecamatan dimaksudkan agar
pemerataan pembangunan antar wilayah dapat lebih merata dengan menemukenali
spesialisasi dari masing-masing wilayah.

Kecamatan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dimaksudkan untuk


mengidentifikasi aktifitas-aktifitas ekonomi yang menjadi keunggulandari suatukecamatan
sehingga dapat ditentukan kebijakan pembangunan yang paling sesuai dengan melihat
spesialisasi keunggulannya.
BAB III

PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

Pembangunan ekonomi regional merupakan ekonomi yang dilakukan di daerah –


daerah pada suatu negara.pembangunan ekonomi regional di negara – negara yang sedang
berkembang tidaklah sama dengan pembangunan ekonomi regional di negara maju. Di
negara – negara sedang berkembang biasanya menitik beratkan pada sektor pertanian,
sedangkan pembangunan ekonomi regional di negara – negara maju menitik beratkan pada
sektor industri. Hal tersebut disebabkan karena sudah tersedia tidaknya sumber daya alam
dan sumber daya manusia.
DAFTAR PUSTAKA

DAYAT, D., EH NUGRAHANI, and R. BUDIARTI. "Model Perdagangan Antar Negara


Berdasarkan Akumulasi Modal" .Journal of Mathematics and Its Applications 8.2 (2009):
27-36.

DAYAT, D., NUGRAHANI, E., & BUDIARTI, R. (2009). Model Perdagangan Antar
Negara Berdasarkan Akumulasi Modal. Journal of Mathematics and Its Applications, 8(2),
27-36.

DAYAT, D.; NUGRAHANI, E. H.; BUDIARTI, R. Model Perdagangan Antar Negara


Berdasarkan Akumulasi Modal.Journal of Mathematics and Its Applications, 2009, 8.2:
27-36.Bilas, Richard A. 1985. Teori Ekonomi Mikro. Erlangga: Jakarta.

Boediono. 1999. Teori Pertumbuhan Ekonomi. Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas

Gadjah Mada: Yogyakarta.

BR, Arfida. 2003. Ekonomi Sumber Daya Manusia. Ghalia Indonesia: Jakarta.

Bradley, Rebecca & Gans, Joshua S. 1996. Pertumbuhan di Kota-Kota Australia, Ekonomi

Rekam, Masyarakat Ekonomi Australia, Vol. 74 (226).

Chenery, H.B. 1960. Pola Pertumbuhan Industri. Tinjauan Ekonomi Amerika.

Kari, Kristina. 2003. Dalam Tesisnya yang diberi judul Peranan Pertumbuhan Sarana dan

Prasarana terhadap Pertumbuhan Industri Manufaktur Regional Indonesia: Suatu

Model Analisis Spasial (Studi Kasus 26 Propinsi di Indonesia). Depok: Program

Pasca Sarjana Ekonomi Universitas Indonesia.

Dornbusch, R dan S. Fischer. 1998. Ekonomi Makro. Edisi ke-7. Boston: McGraw-Hill.

Glaeser, Kallal H.D, Scheinkman J.A, & Shleifer A. 1992. Pertumbuhan di Kota, Jurnal

Ekonomi politik, 100 (6), 1126-1152.

Hijau, William. 2000. Analisis Ekonometrika, Edisi Keempat, New Jersey-USA.Analisis


Arah ... Yosua Partogi Monang Situmorang, FE-UI, 2008

Anda mungkin juga menyukai