ANTAR WILAYAH
Di
Oleh :
FAKULTAS EKONOMI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………….
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………...
BAB I : PENDAHULUAN………………………………………………………………...
BAB II : PEMBAHASAN………………………………………………………………....
3.1. Kesimpulan……………………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN
Ilmu ekonomi regiona atau juga disebut dengan ilmu ekonomi wilayah ,membahas
mengenai suatu pelaksanaan kegiatan ekonomi dengan menitikberatkan pada perdagangan
dan mobilitas fator produksi antar wilayah
PEMBAHASAN
Perdagangan biasanya terdapatt bea masuk (tarif) dan pembatasan impor (Impor
Restriction), dalam perdagangan antar wilayah tidak ada pembatasan. Mobilitas barang
dan faktor produksi antar wilayah lebih lancar dibandingkan mobilitas internasional.
Dalam Ilmu Ekonomi Regional bahwa mobilitas barang dan faktor produksi antar
wilayah lancar (mobile) sedangkan dalam Ilmu Ekonomi Internasional adalah sebaliknya
yaitu tidak lancar (Immobile).
Terdapat 2 model dasar yang melandasi anallisa tentag mobilitas barang dan
faktor produksi antar wilayah.
Prinsip dasar pada model ini adalah apabila mobilitas sumberdaya (faktor
produksi) antar wilayah tidak lancar, maka masyarakat akan lebih diuntungkan bila
memfokuskan pada kegiatan produksi yang wilayahnya dapat memproduksi dengan biaya
relatif lebih murah (efisien) dibandingkan wilayah lain.
Relatif murahnya biaya produksi ditentukan oleh harga faktor produksi yang
berlaku pada wilayah tersebut. Sedangkan perbedaan harga faktor produksi antar wilayah
ditentukan oleh “tingkat kandungan relattif faktor produksi” yang dimiliki setiap wilayah.
Relatif rendahnya biaya produksi memungkinkan wilayah tersebut menetapkan harga hasil
produksi yang lebih murah dibandingkan wilayah lainnya.
Relatif rendahnya biaya produksi memungkinkan wilayah tersebut menetapkan
harga hasil produksi yang lebih murah dibandingkan wilayah lainnya. Perbedaan harga ini
memungkinkan wilayah ini untuk menjual produknya ke wilaya lain dimana harga barang
yang sama relatif tinggi. Perbedaan harga ini selanjutnya akan mendorong kegiatan
perdagangan antar wilayah yang menguntungkan kedua belah pihak. Bahwa perdagangan
antar wilayah terjadi karena adanya perbedaan keuntungan komparatif secara
relatif.Berdasarkan prinsip tersebut, wilayah yang relatif terbelakang dan didominasi oleh
kegiatan pertanian akan lebih diuntungkan bila fokus pada kegiatan produksinya dan
menjual hasil produksinya kepada wilayah maju. Sebaliknya wilayah yang relatif lebih
maju dan kegiatan ekonominya didominasi kegiatan industri dan dapat memproduksi
barang-barang hasil produksi sektor industtri akan diuntungkan juga bila menjual hasil
produksinya ke wilayah agraris.
Wilayah
Produksi Wilayah 1 Wilayah 2
1) Bahan Makanan 1 3
2) Barang Hasil Industri 2 4
Wilayah
Opportunity Cost Wilayah Wilayah
1) Biaya per unit bahan makanan dibandingkan ½ ¼
produksi barang industri
2) Biaya perunit barang industri dibandingkan 2 4/3
produksi bahan makanan
Biaya yang diperlukan oleh wilayah 1 untuk menghasilkan bahan makanan adalah
1 unit sedangkan utuk produk industri menjadi 2 unit, sedangkan untuk wilayah 2 adalah
3 unit biaya yang diperlukan untuk menghasilkan makanan dan 4 unit untuk menghasilkan
produk sektor industri.
Upah riil pada wilayah 2 menjadi 1/3 unit makanan atau ¼ unit barang hasil
produksi industri. Misalnya pada wilayah 1 tersedia 6 juta jam kerja buruh, maka kurva
kemungkinan produksi akan akan terlihat pada grafik dibawah ini. Apabila tidak ada
kegiatan perdagangan, maka titik produksi dan konsumsi tergantung pada pilihan yang
dilakukan oleh individu di wilayah 1. Misalnya mereka memilih memproduksi 4 juta unit
makanan dan 1 juta unit barang hasil produksi. Keadaan perdagangan belum terjadi,
jumlah produksi sekaligus mengindikasikan jumlah kemungkinan konsumsi.
Apabila perdagangan antar wilayah terjadi dan ongkos angkut antar wilayah
sementara dianggap tidak ada, maka harga relatif pada wilayah 1 akan sama dengan
wilayah 2. Alasannya adalah konsumen akan membeli barang yang lebih murah harganya.
Karena harga barrang hasil produksi industtri biasanya lebih mahal dari makanan pada
wilayah 1 maka pedagang akan membawa barang kewilayah 2 yang harganya lebih tinggi.
Akibatnya harga pada wilayah 1 juga cenderung naik karena jumlah penawaran menjadi
berkurang. Dengan demikian dalam jangka panjang akan cenduerung terjadi penyaan
harga antar wilayah (price equalization).
Ada 2 model dasar yang melandasi analisis tentang mobilitas barang dan faktor
produksi antar wilayah, yaitu :
Model keuntungan komperatif yang dielopori oleh david ricardo dan diperbaharui
olehheckser ohlin. Dengan asumsi mobilitas mobilitas sumber daya antar wilayah adalah
tidak lancar.
Prinsip dasar dari teori ini adalah, apabila mobilitas sumber daya antar wiliyah
tidak lancar maka masyarakat suatu wilayah akan lebih diuntungkan bila memfokuskan
kegiatan produksi pada kegiatan produksi pada kegiatan yang wilayah tersebut yang dapat
mengasilkan produksi dengan biaya rlatif lebih murah dibandingkan dengan wilayah
lainnya.
Murahnya tingkat produksi ditentukan oleh oleh harga faktor produksi yang
berlaku pada wilayah yan bersangkutan . sedangkan perbedaan harga faktor produksi antar
wilayah ditentukan oleh tingkat kandungan relatif faktor produksi.
Kedua hal inilah yang kemudian memungkinkan suatu wilayah menentukan harga
jual produk yang lebih murah dibandingkan dengan wilayah lainnya. Perbedaan harga
yang terjadi yang kemudian akan membuka eluang suatu wilayah untuk memasarkan
produknya ke wilayah lain dengan barang yang sama namun dengan harga yang lebih
tinggi. Perbedaan harga jual jual produk ini yang kemudian mendorong terjadinya kegiatan
perdagangan antar wilayah yang menguntungkan kedua belah pihak.
Berdasarkan prinsip tersebut wilayah yang relatif terbelakan dan masih didominasi
oleh kegiatan pertanian dan pertambangan akan lebih diuntungkan bila mengfokuskan
kegiatan produksinya pada sektor tersebut karena didukung oleh sumber daya alam yang
tersedia dan upah buruh yang relatif murah. Kemudian wilayah ini menjual sisa
produksinya pada wilayah maju yang sudah merupakan wilayah industri denga tingkat
upah yag relatif lebih tinggi.
Model mobilitas sumber daya antar wilayah yang didasarkan atas analisis
perbedaan harga baran dan faktor produksi antar wilayah yang menjadi pendorong utama
mobilitas tersebut. Jika dalam teori komperatif asumsi yang digunakan adalah kondisi
mobilitas sumberdaya antar wilayah tidak lancar, ada kalanya para pakar ekonomi
menggunakan asumsi mobilitas sumber daya antar wilayah lancar.
Dalam kondisi mobilitas sumber daya antar wlayah yag lancar, maka faktor
peoduksi akan bergerak menuju wilayah yang dapat memberikan kompensasi dan tingkat
pengemalian modsal yang lebih tinggi.
Perpindahan penduduk dan tenaga kerja antar wilayah juga merupakan fenomena
umum yang dialami oleh satu wilayah. Hal ini lazim dikenal sebagai perpindahan
penduduk antar wilayah dalam suatu negara (interregional Migration) Dalam amalisa
ekonomi migrasi, perbedaan antara Model Equilibrium dan Model Disequilibrium adalah
cukup penting.
Model ini menyimpulkan bahwa migrasi antar daerah terjadi apabila tingkat upah
sebenernya (actual wage) didaerah assal lebih rendah dari tingkat upah yang diharapkan
(expected wage) di daerah tujuan. Sedangkan tingkat upah yang diharapkan dapat dihitung
dengan jalan mengalikan tingkat upah sebenernya dengan kemungkinan untuk
mendapatkan pekerjaan. Kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan adalah 1-U
dimana U adalah tingkat pengangguran. Para Migran dianggap mempunyai probabilitas
yang sama untuk mendapatkan pekerjaan dibandingkan dengan tenaga kerja yang telah
berada di daerah tersebut.
Model lain yang melakukan analisa terhadap perpindahan penduduk antar daerah
adalah model Gravitasi yang dipeloporri oleh Walter Isard (1960). Diasumsikan bahwa
migrasi antara 2 wilayah akan meningkat dengan jumlah penduduk wilayah bersangkutan
dan menurun sejalan dengan jarak antara kedua wilayah tersebut
Dalam kehidupan sehari-hari modal diartikan sebagai uang atau kekayaan (assets)
yang dapat diuangkan. Tetapi para ahli ekonomi mendefinisikan modal sebagai barang
yang diproduksi tidak untuk dikonsumsi, tetapi digunakan sebagai input untuk produksi
selanjutnya.
Modal dalam bentuk uang (Money Capital) pada umumnya bersifat mobil antar
daerah. Untuk tujuan menghasilkan produksi, baik barang maupun jasa, modal biasanya
dikombinasikan dengan faktor produksi lainnya seperti tenaga kerja dan tanah.
1. Modal dalam bentuk uang dapat ditransfer dari wilayah ke wilayah lain untuk
tujuan pembiayaan kegiatan perdagangan barang dan jasa maupun untuk investasi.
2. Benda modal dapat juga dipindahkan dari wilayah ke wilayah lain walaupun
dengan mobilitas yang terbatas.
3. Nilai dari benda modal dapat berubah sebagai akibat dari penyusutan dan
perubahan lingkungan ekonomi.
Secara teoritis modal dapat berpindah dari wilayah ke wilayah lain secara lancar
apabila para investor mempunyai informasi yang cukup dan perbedaan pengembalian
investasi antar daerah adalah sama.
Marginal Cost dan Marginal Benefit. Marginal Cost dari pabrik yang telah
didirikan akan lebih rendah dibandingkan dengan mendirikan baru dilokasi lain.
2.2. Implikasi Terhadap Pembangunan Regional
Menurut Pebrina (2005;5) arah bagi kebijakan pembangunan yang ditempuh oleh
daerah dapat dilakukan dengan melihat spesialisasi keunggulan dari tiap wilayah atau
kecamatan. Skala yang berbeda-beda dari masing-masing wilayah dalam sistem ekonomi,
administrasi dan pelayanan umum berakibat fungsi dari wilayah tersebut berbeda pula
dalam pola, harmonisasi yang mampu saling menunjang wilayah satu dengan wilayah
lainnya.
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
DAYAT, D., NUGRAHANI, E., & BUDIARTI, R. (2009). Model Perdagangan Antar
Negara Berdasarkan Akumulasi Modal. Journal of Mathematics and Its Applications, 8(2),
27-36.
BR, Arfida. 2003. Ekonomi Sumber Daya Manusia. Ghalia Indonesia: Jakarta.
Bradley, Rebecca & Gans, Joshua S. 1996. Pertumbuhan di Kota-Kota Australia, Ekonomi
Kari, Kristina. 2003. Dalam Tesisnya yang diberi judul Peranan Pertumbuhan Sarana dan
Dornbusch, R dan S. Fischer. 1998. Ekonomi Makro. Edisi ke-7. Boston: McGraw-Hill.
Glaeser, Kallal H.D, Scheinkman J.A, & Shleifer A. 1992. Pertumbuhan di Kota, Jurnal