Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertumbuhan ekonomi merupakan sebuah proses dimana perekonomian suatu wilayah
berkembang dari waktu ke waktu. Perkembangan perekonomian daerah tergantung dari kondisi
dan potensi sumber daya yang dimiliki masing-masing daerah. Dengan kondisi dan potensi yang
dimiliki, setiap daerah menjadikannya sebagai modal awal untuk pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi daerah yang selanjutnya harus terus dikembangkan. Semakin
berkembangnya ekonomi suatu daerah juga akan berpeluang untuk menjangkau pasar ekonomi
ke daerah lainnya.
Teori Ekonomi Basis mendasarkan pandangannya bahwa laju pertumbuhan ekonomi
suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah tersebut. Teori
Ekonomi Basis merupakan salah satu metode analisis regional yang membedakan antara
aktivitas/sektor basis dan aktivitas/sektor non-basis. Studi basis ekonomi regional umumnya
berupaya untuk menemu-kenali aktivitas-aktivitas ekspor wilayah, untuk meramalkan
pertumbuhan diaktivitas-aktivitas itu dan untuk mengevaluasi dampak dari kenaikan aktivitas
ekspor atas aktivitas-aktivitas lain pada suatu wiayah. Dengan demikian, penerapan Teori
Ekonomi Basis dapat memberikan arahan dan mendorong pertumbuhan ekonomi dari suatu
daerah.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah dari makalah ini antara lain
1. Bagaimana konsep dasar Teori Ekonomi Basis?
2. Bagaimana metode identifikasi sektor basis dan non basis?
3. Bagaimana penerapan konsep Teori Ekonomi Basis di suatu daerah?

1.3 Tujuan dan Sasaran


Tujuan dari laporan ini adalah untuk memahami bagaimana konsep dari salah satu Teori
Ekonomi Regional yaitu Teori Ekonomi Basis. Adapun sasaran yang ingin dicapai yaitu
1. Memahami konsep dasar Teori Ekonomi Basis.
2. Memahami metode identifikasi sektor basis dan non basis.
3. Memahami penerapan konsep Teori Ekonomi Basis di suatu daerah.

BAB II
PENDAHULUAN
2.1 Pengertian
Teori basis ekonomi ini dikemukakan oleh Harry W. Richardson (1973) yang menyatakan
bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung
dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah (Arsyad, 2010). Dalam penjelasan
selanjutnya dijelaskan bahwa pertumbuhan industri-industri yang menggunakan sumber daya
lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor, akan menghasilkan kekayaan
daerah dan penciptaan peluang kerja (job creation). Asumsi ini memberikan pengertian bahwa
suatu daerah akan mempunyai sektor unggulan apabila daerah tersebut dapat memenangkan
persaingan pada sektor yang sama dengan daerah lain sehingga dapat menghasilkan ekspor
(Suyatno, 2000).
Teori basis ekonomi menyatakan bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah
ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah tersebut. Tingkat pertumbuhan
ekonomi tidak hanya bisa dilihat dari kondisi perekonomian secara keseluruhan akan tetapi harus
juga dilihat pengaruh dari sektor-sektor ekonomi yang ada di daerah tersebut yang dimana sektor
yang berpengaruh dominan disebut sektor unggulan. Pandangan dari teori basis ini menyatakan
bahwa ekspor adalah salah satu cara dalam meningkatkan pembangunan daerah (Tarigan, 2005).
Dalam teori basis ekonomi (economic base) dikemukakan bahwa sebuah wilayah
merupakan sebuah sistem sosio-ekonomi yang terpadu. Teori inilah yang mendasari pemikiran
teknik Location Quotient (LQ), yaitu teknik yang membantu dalam menentukan kapasitas ekspor
perekonomian daerah dan derajat keswasembadaan (Self-sufficiency) suatu sektor. Ada dua
kerangka konseptual pembangunan daerah yang dipergunakan secara luas (Azis, 1994): konsep
basis ekonomi, teori basis ekonomi beranggapan bahwa permintaan terhadap input hanya akan
meningkat melalui perluasan permintaan terhadap output yang diproduksi oleh sektor basis
(ekspor) dan sektor non basis (lokal). Konsep kedua beranggapan bahwa perbedaan tingkat
imbalan (rate of return) diakibatkan oleh perbedaan dalam lingkungan atau prasarana, dari pada
diakibatkan adanya ketidakseimbangan rasio modal-tenaga. Dalam konsep ini, daerah
terbelakang bukan karena tidak beruntung atau kegagalan pasar, tetapi karena produktivitasnya
rendah. Namun tak banyak studi empirik yang mempergunakan konsep kedua ini, disebabkan
kelangkaan data. Data yang lazim dipergunakan dalam studi empirik adalah metode Location
Quotient (LQ).
2.2 Jenis-Jenis
Adapun menurut John Glasson (1990), perekonomian regional dapat dibagi menjadi dua
sektor yaitu kegiatan-kegiatan basis dan kegiatan-kegiatan bukan basis. Kegiatan-kegiatan basis
(basic activities) adalah kegiatan ekonomi yang menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa, dan
menjualnya atau memasarkan produk-produknya ke luar daerah. Sedangkan kegiatan-kegiatan
ekonomi bukan basis (non basic activities) adalah usaha ekonomi yang menyediakan barang-
barang dan jasa-jasa untuk kebutuhan masyarakat dalam wilayah ekonomi daerah yang
bersangkutan saja. Artinya, kegiatan-kegiatan ekonomi bukan basis tidak menghasilkan produk
untuk diekspor ke luar daerahnya. Oleh karena itu, luas lingkup produksi mereka itu dan daerah
pemasarannya masih bersifat lokal.
Menurut teori ini, meningkatnya jumlah kegiatan ekonomi basis di dalam suatu daerah
akan meningkatkan jumlah pendapatan daerah yang bersangkutan. Selanjutnya, akan
meningkatkan permintaan terhadap barang dan jasa di daerah itu dan akan mendorong kenaikan
volume kegiatan ekonomi bukan basis (effect multiplier). Sebaliknya, apabila terjadi penurunan
jumlah kegiatan basis akan berakibat berkurangnya pendapatan yang mengalir masuk ke dalam
daerah yang bersangkutan, sehingga akan terjadi penurunan permintaan terhadap barang-barang
yang diproduksi oleh kegiatan bukan basis.
Dalam hubungan ini kegiatan ekonomi suatu daerah dibagi dalam dua golongan, yaitu,
(Kadariah, 1985):
1. Kegiatan ekonomi (industri) yang melayani pasar di daerah itu sendiri maupun pasar di
luar daerah itu, industri ini disebut industri basis.
2. Kegiatan ekonomi (industri) yang hanya melayani pasar di daerah itu sendiri, industri
ini disebut industri non basis atau industri lokal.
Teori basis ekonomi digunakan sebagai dasar pemikiran teknik Location Quotient (LQ)
pada intinya adalah industri basis menghasilkan barang dan jasa baik untuk pasar di daerah
maupun untuk pasar di luar daerah yang bersangkutan, maka penjualan hasil ke luar daerah itu
mendatangkan arus pendapatan ke dalam daerah tersebut. Arus pendapatan menyebabkan
kenaikan konsumsi maupun kenaikan investasi, dan pada akhirnya akan meningkatkan
pendapatan dan kesempatan kerja. Kenaikan pendapatan di daerah tidak hanya menaikkan
permintaan terhadap hasil industri basis melainkan juga akan meningkatkan permintaan terhadap
hasil industri lokal (non basic), sehingga pada akhirnya akan menaikkan investasi di daerah
tersebut. Oleh karena itu, menurut teori basis ekonomi, ekspor daerah merupakan faktor penting
dalam pembangunan daerah, (Azis, 1994). Berdasarkan gagasan ini maka orang berpendapat
bahwa industri-industri basislah yang patut dikembangkan di daerah.
2.3 Metode
Ada beberapa metode yang digunakan untuk membagi daerah ke dalam kegiatan basis dan
bukan basis yaitu metode langsung dan tidak langsung.
2.3.1 Metode Langsung
Metode langsung yaitu metode yang mengukur basis dengan menggunakan survei standar
dan kuesioner. Cara ini dapat menghindarkan digunakannya kesempatan kerja sebagai indikator.
Tetapi metode ini memerlukan waktu yang lama dan biaya yang besar.
2.3.1 Metode Tidak Langsung
Metode tidak langsung Yang termasuk metode ini adalah Location Quotient (LQ). Metode
LQ yang paling lazim digunakan dalam studi-studi basis empirik. LQ digunakan untuk
mengetahui seberapa besar tingkat spesialisasi sektor basis atau unggulan dengan cara
membanding perannya dalam perekonomian daerah tersebut dengan peranan kegiatan atau
industri sejenis dalam perekonomian regional (Emilia, 2006). Secara umum metode analisis LQ
dapat diformulasikan sebagai berikut, (Widodo, 2006) yaitu sebagai berikut :

Keterangan:
Si = Nilai sektor i di daerah
S = Total nilai seluruh sektor ekonomi di daerah tersebut
Ni = Nilai sektor i di regional (provinsi/nasional)
N = Total nilai seluruh sektor ekonomi di regional (provinsi/nasional)

Penggunaan LQ sangat sederhana serta dapat digunakan untuk menganalisis tentang ekspor
impor (perdagangan suatu daerah). Namun teknik analisis ini mempunyai kelemahan, yaitu :
selera atau pola konsumsi dari anggota masyarakat adalah berlainan baik antar daerah maupun
dalam suatu daerah, tingkat konsumsi rata-rata untuk suatu jenis barang tidak sama di setiap
daerah. Keperluan untuk produksi dan produktivitas buruh berbeda antar daerah. Dengan adanya
kelemahan-kelemahan tersebut maka dalam hal ini perlu diasumsikan bahwa penduduk di setiap
daerah mempunyai pola permintaan yang sama dengan pola permintaan pada daerah yang lebih
luas, tingkat konsumsi akan suatu jenis barang rata-rata sama antara daerah, produktivitas dan
juga keperluan untuk produksi sama antar daerah, serta sistem ekonomi negara adalah tertutup.
Walaupun teori ini mengandung kelemahan, namun sudah banyak studi empirik yang dilakukan
dalam rangka usaha memisahkan sektor basis dan non basis. Disamping mempunyai kelemahan,
metode ini juga mempunyai dua kebaikan penting. Pertama, ia memperhitungkan ekspor tidak
langsung dan ekspor langsung. Kedua, metode ini tidak mahal dan dapat diterapkan pada data
historis untuk mengetahui trend. Kriteria yang digunakan adalah (Bendavid Val, 1991) :
 LQ > 1 menunjukkan bahwa sektor tersebut basis, artinya sektor tersebut memiliki prospek
yang menguntungkan untuk dikembangkan, karena mampu mengalokasikan ke daerah lain.
 LQ < 1 menunjukkan bahwa sektor tersebut non basis dan kurang menguntungkan untuk
dikembangkan serta belum mampu memenuhi semua permintaan dari dalam daerah
sehingga harus didatangkan dari daerah lain.
 LQ = 1 menunjukkan bahwa tingkat spesialisasi suatu sektor tertentu di suatu wilayah sama
dengan sektor yang sama pada tingkat wilayah yang lebih besar.

2.4 Tipologi Klassen


Tipologi Klassen merupakan alat analisis yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi
sektor, subsektor, usaha, atau komoditi prioritas atau unggulan suatu daerah. Alat analisis ini
dapat digunakan melalui dua pendekatan, yang pertama adalah dengan pendekatan sektoral,
dimana merupakan perpaduan antara alat analisis LQ dengan model rasio pertumbuhan (Pusat
Studi Asia Pasifik (PSAP) UGM, 2006). Tipologi Klassen dengan pendekatan sektoral
menghasilkan empat klasifikasi sektor dengan karakteristik yang berbeda sebagai berikut:
1. Sektor yang maju dan tumbuh dengan pesat (Kuadran I). Kuadran ini merupakan kuadran
sektor dengan laju pertumbuhan PDRB (gi) yang lebih besar dibandingkan pertumbuhan
daerah yang lebih luas (g) dan nilai LQ>1. Sektor dalam kuadran I dapat pula diartikan
sebagai sektor yang dominan karena memiliki kinerja laju pertumbuhan ekonomi dan
pangsa yang lebih besar daripada daerah yang lebih luas.
2. Sektor maju tapi tertekan (Kuadran II). Sektor yang berada pada kuadran ini memiliki
nilai pertumbuhan PDRB (gi) yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan PDRB
daerah yang lebih luas (g), tetapi memiliki nilai LQ>1. Sektor dalam kategori ini juga
dapat dikatakan sebagai sektor yang telah jenuh.
3. Sektor potensial atau masih dapat berkembang dengan pesat (Kuadran III). Kuadran ini
merupakan kuadran untuk sektor yang memiliki nilai pertumbuhan PDRB (gi) yang lebih
tinggi dari pertumbuhan PDRB daerah yang tinggi tingkatnya (g), nilai LQnya <1. Sektor
dalam Kuadran III dapat diartikan sebagai sektor yang sedang booming.
4. Sektor relatif tertingggal (Kuadran IV). Kuadran ini ditempati oleh sektor yang memiliki
nilai pertumbuhan PDRB (gi) yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan PDRB
daerah yang lebih luas (g) dan sekaligus memiliki nilai LQ<1.
Tabel 2.1Klasifikasi Tipologi Klassen Pendekatan Sektoral/Daerah

Sumber: Syafrizal, 1997


BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Studi Kasus
Papua merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang mempunyai kekayaan alam yang
berlimpah dengan segala kekurangan infrastruktur yang ada. Namun demikian pada tahun 2013,
Provinsi Papua masih mampu menyumbang 1.32 persen terhadap perekonomian nasional.
Artinya, segala aktivitas ekonomi yang terjadi pada semua sektor ekonomi yang digerakkan oleh
pelaku-pelaku ekonomi dengan menggunakan sumber daya yang ada menciptakan kue
pembangunan sebesar 1.32 persen terhadap perekonomian nasional.
Tentu saja nilai andil tersebut merupakan akumulasi dari realisasi peotensi-potensi
sumber daya yang digali dari semua wilayah di Papua. Jika diperhatikan selama periode 2011-
2015 struktur ekonomi didominasi oleh sektor penggalian dan pertambangan tetapi dominasinya
pun mengalami penurunan seiring kenaikan andil sektor lainnya seperti pertanian, kosntruksi,
dan lain sebagainya. Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis akan mengidentifikasi sektor -
sektor apa saja yang merupakan sektor-sektor yang berperan besar dalam perekonomian
Provinsi Papua sehingga program dan kebijakan ekonomi dapat secara optimal menggali potensi-
potensi yang dimiliki Tanah Papua.
Pada Provinsi Papua terutama Kabupaten Jayawijaya sektor pertanian adalah salah satu
sektor yang berpengaruh terhadap pengembangan ekonomi wilayah selain wilayah
pertambangan. Peran sektor pertanian tentu saja sangat berpengaruh terhadap pembangunan
infrastruktur dan ekonomi di Provinsi Papua. Hal ini tentu saja mampu menarik perhatian
pemerintah untuk membuka akses berupa jalan untuk memproduksi hasil-hasil pertanian dari
daerah-daerah tersebut yang berdampak pada peningkatan ekonomi masyarakat papua terutama
masyarakat Kabupaten Jayawijaya.

3.2 Hasil dan Analisis


Berdasarkan data yang berasal dari BPS Provinsi Papua dan Papua dalam angka tahun
2013 adapun hasil produksi sektor pertanian di Kabupaten Jayawijaya dan Provinsi papua adalah
sebagai berikut :
Tabel 3.1 hasil produksi pertanian di Kabupaten Jayawijaya
Kabupaten Jayawijaya Provinsi Papua
Hasil Produksi Luas Lahan (Ha) Hasil Produksi Luas Lahan
(ton) (ton)
Ubi Jalar 23.924 336 1.066.197 33.071
Padi Sawah 2.042 45 436.393 37.149
Ubi Kayu 13.148 109 178.708 3.020
Kacang Tanah 1.126 76 12.053 1.990
Jumlah 40.240 556 1.693.351 75.230
Sumber : BPS Provinis Papua dan Papua Dalam Angka 2013
1. Perhitungan LQ
23.924 /40.240
LQ Ubi Jalar =
1.066.197 /1.693.351
= 0.91
2.042 /40.240
LQ Padi Sawah =
436.393/1.693 .351
=0.2
13.148/ 40.240
LQ Ubi Kayu =
12.053/1.693.351
= 3,09
1.126/ 40.240
LQ Kacang Tanah =
12.053/1.693.351
= 3,93
Tabel 3.2 Hasil Perhitungan Local Quotient sektor pertanian di Kabupaten Jayawijaya
Kabupaten Jayawijaya Provinsi Papua
Hasil Produksi Luas Lahan (Ha) Hasil Produksi Luas Lahan LQ
(ton) (ton)
Ubi Jalar 23.924 336 1.066.197 33.071 0.91
Padi Sawah 2.042 45 436.393 37.149 0.2
Ubi Kayu 13.148 109 178.708 3.020 3.09
Kacang Tanah 1.126 76 12.053 1.990 3.93
Jumlah 40.240 556 1.693.351 75.230
Sumber : Analisis Penulis, 2019
Berdasarkan hasil perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa ubi kayu dan kacang
tanah merupakan komoditas yang signifikan dapat membantu pertumbuhan ekonomi wilayah di
Kabupaten Jayawijaya karena memiliki Local Quotient (LQ) > 1. Sedangkan untuk ubi jalar dan
padi sawah merupakan komoditas yang tidak terlalu signifikan membantu pertumbuhan ekonomi
wilayah karena memiliki Local Quotient (LQ)< 1.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik Provinsi Papua, 2013. Papua Dalam Angka Tahun 2013. Papua :
Badan Pusat Statistik.

Anda mungkin juga menyukai