PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 tentang perubahan
atas UU Nomor 22 tahun 1999 tentang Otonomi daerah, maka terjadi pula pergeseran
dalam pembangunan ekonomi yang tadinya bersifat sentralisasi (terpusat), sekarang
mengarah kepada desentralisasi yaitu dengan memberikan keleluasaan kepada daerah
untuk membangun wilayahnya termasuk pembangunan dalam bidang ekonominya.
Dasar konseptual pembangunan daerah umumnya tidak dijelaskan secara eksplisit.
Pengertiannya lebih bermakna praktis (utilitarian), di mana pembangunan daerah di
anggap mampu secara efektif menghadapi permasalahan pembangunan di daerah.
Pembangunan daerah melalui mekanisme pengambilan keputusan otonomi diyakini
mampu merespons permasalahan aktual yang akan sering muncul dalam keadaan
masih tingginya intensitas alokasi sumber daya alam dalam pembangunan. Otonomi
dalam administrasi pembangunan ini dirasakan makin relevan sejalan dengan
keragaman sosial dan ekologi (bio-social diversity) pada suatu wilayah.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep pembangunan ekonomi?
2. Apa saja teori yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi daerah?
3. Apa peran pemerintah dalam pembangunan ekonomi daerah
4. Apa saja permasalahan dalam pembangunan ekonomi daerah?
5. Apa saja strategi pembangunan ekonomi daerah?
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
Dalam pembangunan ekonomi daerah yang menjadi pokok
permasalahannya adalah terletak pada kebijakan-kebijakan pembangunan yang
didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan (endogenous) dengan
menggunakan potensi sumber daya manusia, kelembagaan dan sumber daya fisik
secara lokal (daerah). Orientasi ini mengarah pada pengambilan inisiatif – insiatif
yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan
kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan kegiatan-kegiatan ekonomi.
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses yang mencakup
pembentukan institusi-institusi baru, pembangunan industri – industri alternatif,
perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang
lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, alih pengetahuan dan teknologi, serta
pengambangan usaha-usaha baru.
Tujuan utama dari setiap pembangunan ekonomi, daerah adalah untuk
meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Untuk
mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan masyarakatnya harus bersama-sama
mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu, pemerintahan daerah
dengan partisipasi masyarakatnya, dengan dukungan sumber daya yang ada harus
mampu menghitung sumberdaya-sumber daya yang diperlukan untuk merancang dan
membangun ekonomi daerahnya.
3
pertumbuhannya, yang kemudian dapat dipakai sebagai pedoman untuk menentukan
tindakan-tindakan apa yang harus diambil untuk mempercepat laju pertumbuhan yang
ada.
4
diekspor, akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja (job
creation).
Strategi pembangunan daerah yang muncul yang didasarkan pada teori ini
adalah penekanan terhadap arti penting bantuan (aid) kepada dunia usaha yang
mempunyai pasar secara nasional maupun internasional. Implementasi kebijakannya
mencakup pengurangan hambatan/ batasan terhadap perusahaanperusahaan yang
berorientasi ekspor yang ada dan akan didirikan di daerah tersebut.
Kelemahan model ini adalah bahwa model ini didasarkan pada permintaan
eksternal bukan internal. Pada akhirnya akan menyebabkan ketergantungan yang
sangat tinggi terhadap kekuatan-kekuatan pasar secara nasional maupun global.
Namun demikian, model ini sangat berguna untuk menentukan keseimbangan antara
jenis-jenis industri dan sektor yang dibutuhkan masyarakat untuk mengembangkan
stabilitas ekonomi.
3. Teori Lokasi
5
Tentu saja banyak variabel lainnya yang mempengaruhi kualitas atau
suitabilitas suatu lokasi misalnya upah tenaga kerja, biaya energi, ketersediaan
pemasok, komunikasi, fasilitas-fasilitas pendidikan dan latihan (diklat), kualitas
pemerintah daerah dan tanggungjawabnya, dan sanitasi. Perusahaan-perusahaan yang
berbeda membutuhkan kombinasi-kombinasi yang berbeda pula atas faktor-faktor
tersebut. Oleh karena itu, sering kali masyarakat berusahan untuk memanipulasi biaya
dari faktor-faktor tersebut untuk menarik perusahaan-perusahaan industri.
Keterbatasan dari teori lokasi ini pada saat sekarang adalah bahwa teknologi dan
komunikasi modern telah mengubah signifikansi suatu lokasi tertentu untuk kegiatan
produksi dan distribusi barang.
4. Teori Tempat Sentral
Teori tempat sentral (central place theory) menganggap bahwa ada hirarki
tempat (hierarchy of places). Setiap tempat sentral didukung oleh sejumlah tempat
yang lebih kecil yang menyediakan sumberdaya (industri dan bahan baku). Tempat
sentral tersebut merupakan suatu pemukiman yang menyediakan jasa-jasa bagi
penduduk daerah yang mendukungnya. Teori tempat sentral ini bisa diterapkan pada
pembangunan ekonomi daerah, baik di daerah perkotaan maupun di pedesaan.
Misalnya, perlunya melakukan pembedaan fungsi antara daerah-daerah yang
bertetangga (berbatasan). Beberapa daerah bisa menjadi wilayah penyedia jasa
sedangkan lainnya hanya sebagai daerah pemukiman. Seorang ahli pembangunan
ekonomi daerah dapat membantu masyarakat untuk mengembangkan peranan
fungsional mereka dalam sistem ekonomi daerah.
5. Teori Kausasi Kumulatif
6
6. Teori Daya Tarik (Attraction)
Teori daya tarik industri adalah model pembangunan ekonomi yang paling
banyak digunakan oleh masyarakat. Teori ekonomi yang mendasarinya adalah bahwa
suatu masyarakat dapat memperbaiki posisi pasarnya terhadap industrialis melalui
pemberian subsidi dan insenfif.
Menurut Kotler dkk. (1997), ada beberapa faktor penentu pembangunan
industri di suatu daerah yang terdiri atas faktor-faktor daya tarik industri dan faktor-
faktor daya saing daerah. Faktor daya tarik industri yaitu nilai tambah yang tinggi per
pekerja (produktivitas), industri kaitan, daya saing di masa depan, spesialisasi
industri, potensi ekspor dan prospek bagi permintaan domestik.
Sedangkan faktor penyumbang daya tarik industri dapat dikelompokkan
menjadi 4 kelompok yaitu faktor pasar, faktor persaingan, faktor keuangan &
ekonomi, dan faktor teknologi.
Selain itu, menurut Doz dan Prohalad ketika daya saing faktor-faktor suatu
daerah tinggi dan perusahaan-perusahaan lokalnya sangat kompetitif, maka industri di
daerah tersebut akan berkembang pesat. Apabila daya saing perusahaan-perusahaan
yang ada di daerah tinggi, namun daya saing faktor-faktornya rendah maka akan
timbul tekanan bagi investasi ke luar daerah (outward investment), yakni investasi ke
daerah-daerah yang memiliki daya saing faktor tinggi atau perusahaan-perusahaan di
suatu daerah rendah, sedangkan faktor-faktor yang dimiliki daerah tersebut tinggi
maka akan timbul investasi ke dalam (inward investment).
7
alam yang modern. Karena itu tindakan pemerintah sangat diperlukan bagi
pembangunan ekonomi negara-negara seperti itu.
Pada fase awal pembangunan, investasi harus dilakukan di bidang-bidang
yang meningkatkan ekonomi eksternal yaitu yang mengarah pada penciptaan
overhead sosial dan ekonomi seperti tenaga, transportasi, pendidikan, kesehatan dan
sebagainya. Perusahaan swasta tidak akan tertarik melaksanakan kegiatan-kegiatan
tersebut karena resiko besar dan keuntungannya kecil. Dari sinilah timbul kebutuhan
untuk menyeimbangkan pertumbuhan berbagai sektor perekonomian sehingga
penawaran sesuai dengan permintaan. Oleh karena itu pengawasan dan pengaturan,
oleh negara menjadi penting dalam rangka mencapai keseimbangan pertumbuhan.
Pemerintah harus merencanakan pengawasan fisik dan langkah-langkah fiskal dan
moneter. “Mengatasi perbedaan sosial dan menciptakan situasi psikologis, ideologis,
sosial dan politik yang menguntungkan bagi pembangunan ekonomi merupakan tugas
terpenting pemerintah.”
Karena itu ruang lingkup tindakan pemerintah sangat luas dan menyeluruh.
Menurut Prof. Lewis lingkup itu mencakup “penyelenggaraan pelayanan umum,
menentukan sikap, membentuk lembaga-lembaga ekonomi, menentukan penggunaan
sumber, menentukan distribusi pendapatan, mengendalikan jumlah uang,
mengendalikan fluktuasi, menjamin pekerjaan penuh dan menentukan laju investasi.”
Lincoln Arsyad (2000) mengatakan bahwa ada empat peran yang dapat
diambil oleh pemerintah daerah dalam proses pembangunan ekonomi di daerah
yaitu sebagai berikut:
1. Entrepreneur
Peran pemerintah daerah sebagai entrepreneur, adalah merupakan tanggung
jawab untuk menjalankan suatu usaha bisnis di daerahnya. Dalam hal ini pemeritah
daerah bisa mengengembangkan suatu usaha sendiri dengan membentuk badan usaha
milik daerah (BUMD) atau bermitra dengan dunia usaha swasta namun kegiatan
usahanya tetap dalam pengendalian pemerintah daerah. Pemerintah daerah harus
mampu mengelola aset-aset pemerintah daerah dengan lebih baik dan ekonomis
sehingga mampu memberikan keuntungan bagi pemerintah daerah.
8
2. Koordinator
Pemerintah daerah harus mampu bertindak sebagai koordinator dalam
pembangunan ekonomi di daerahnya, yaitu melalui penetapan kebijakan-kebijakan
atau mengusulkan strategi-strategi pembangunan ekonomi yang komprehensif bagi
kemajuan daerahnya. Dalam peran ini pemerintah daerah bisa melibatkan kelompok-
kelompok dalam masyarakat untuk proses pengumpulan data dan evaluasi tentang
informasi yang berkaitan tentang kondisi perekonomian di daerah.
Pemerintah daerah dapat juga melibatkan lembaga-lembaga pemerintah daerah
lainnya, dunia usaha dan masyarakat dalam menyusun sasaran-sasaran ekonomi,
rencana-rencana, dan strategi-strategi pelaksanaannya. Pendekatan ini sangat
potensial dalam menjaga konsistensi pembangunan daerah dan pembangunan
nasional serta untuk menjamin bahwa perekonomian di daerah akan mendapatkan
manfaatnya yang optimal.
3. Fasilitator
Pemerintah daerah dapat berperan sebagai fasilitator dengan cara
mempercepat pembagunan melalui perbaikan lingkungan attitudinal (perilaku atau
budaya masyarakat) didaerahnya. Hal ini perlu dilakukan untuk mempercepat proses
pembangunan dan prosedur perencanaan, peraturan penetapan tata ruang daerah
(Zoning) yang lebih baik.
4. Stimulator
Pemerintah daerah dapat berperan sebagai stimulan dalam penciptaan dan
pengembangan usaha melalui tindakan-tindakan khusus yang dapat mempengaruhi
dunia usaha untuk masuk ke daerah tersebut dan menjaga agar perusahaan-
perusahaan yang telah ada tetap eksis berada di daerah tersebut. Stimulus ini dapat
dilakukan antara lain dengan pembuatan brosur-brosur, pembangunan kawasan
industri pembuatan outlet untuk produk-produk UKM, membantu UKM melakukan
pameran dan sebagainya.
9
D. Permasalahan dalam Pembangunan Ekonomi Daerah
1. Ketimpangan Pembangunan Sektor Industri
Konsentrasi kegiatan ekonomi yang tinggi di daerah tertentu merupakan salah
satu faktor yang menyebabkan terjadinya ketimpangan pembangunan antar daerah.
Pertumbuhan ekonomi di daerah dengan konsentrasi ekonomi yang tinggi cenderung
pesat, sedangkan daerah yang konsentrasi ekonominya rendah ada kecenderungan
tingkat pembangunan dan pertumbuhan ekonominya juga rendah.
Industri manufaktur merupakan sektor ekonomi yang secara potensial sangat
produktif, hal ini dapat dilihat dari sumbangan terhadap pembentukan PDB atau
PDBR. Terjadinya ketimpangan pembangunan sektor industri atau tingkat
industrialisasi antar daerah adalah sebagai salah satu faktor penyebab terjadinya
ketimpangan ekonomi antar daerah. Kurang berkembangnya sektor industri di luar
Jawa merupakan salah satu penyebab terjadinya kesenjangan ekonomi antara Jawa
dengan wilayah di luar Jawa. Pada daerah di luar Jawa, seperti Sumatera, Kalimantan
Timur, Papua, bisa menjadi wilayah-wilayah yang sangat potensial untuk
pengembangan sektor industri manufaktur. Hal ini dapat dilihat dari dua hal yaitu (1)
Ketersediaan bahan baku, (2) Letak Geografis yang dekat dengan negara tetangga
yang bisa menjadi potensi pasar yang besar yang baru di samping pasar domestik.
10
3. Tingkat Mobilitas Faktor Produksi yang Rendah
Kurang lancarnya mobilitas faktor produksi seperti tenaga kerja dan kapitas
antar daerah juga merupakan penyebab terjadinya ketimpangan ekonomi regional.
Hal ini karena perbedaan laju pertumbuhan ekonomi antar daerah membuat terjadinya
perbedaan tingkat pendapatan perkapita antar daerah, dengan asumsi bahwa
mekanisme pasar output dan input bebas (tanpa distorsi yang direkayasa, misalnya
kebijakan pemerintah) memengaruhi mobilitas faktor produksi antar daerah. Menurut
A. Lewis, jika perpindahan faktor produksi antar daerah tidak ada hambatan, maka
pada akhirnya pembangunan ekonomi yang optimal antar daerah akan tercapai dan
semua daerah akan menjadi lebih baik (dalam pengertian pareto optimal: semua
daerah mengalami better off).
4. Perbedaan Sumber Daya Alam (SDA)
Pemikiran klasik yang mengatakan bahwa pembangunan ekonomi daerah yang
kaya SDA akan lebih maju dan masyarakatnya lebih makmur dibandingkan dengan
daerah yang miskin SDA. Hingga tingkat tertentu pendapat tersebut dapat
dibenarkan, dalam arti sumber daya manusia dilihat hanya sebagai modal awal untuk
pembangunan, dan selanjutnya harus dikembangkan terus-menerus. Dan untuk itu
diperlukan faktor-faktor lain, di antaranya adalah faktor teknologi dan sumber daya
manusia.
Dengan penguasaan teknologi dan peningkatan kualitas sumber daya manusia,
maka lambat laun factor endowment tidak relevan lagi. Hal ini dapat kita lihat negara-
negara maju seperti Jepang, Korea selatan, Taiwan, dan Singapura yang miskin SDA.
5. Perbedaan Demografis
Ketimpangan ekonomi regional di Indonesia juga disebabkan oleh perbedaan
kondisi geografis antar daerah. Kondisi ini berpengaruh terhadap jumlah dan
pertumbuhan penduduk, tingkat kepadatan penduduk, pendidikan, kesehatan,
kedisiplinan, dan etos kerja. Faktor-fator ini mempengaruhi tingkat pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi dari sisi permintaan dan penawaran.
11
Di sisi permintaan jumlah penduduk yang besar merupakan potensi besar bagi
pertumbuhan pasar, yang berarti faktor pendorong bagi pertumbuhan kegiatan
ekonomi. Dari sisi penawaran, jumlah penduduk yang besar dengan pendidikan dan
kesehatan yang baik, disiplin dan etos kerja yang tinggi merupakan aset penting bagi
produksi.
12
Untuk mencapai tujuan pembangunan fisik tersebut diperlukan alat-
alat pendukung, yaitu:
a. Pembuatan bank tanah (land banking), dengan tujuan agar memiliki
data tentang tanah yang kurang optimal penggunaannya, tanah yang
belum dikembangkan,atau salah ddalam penggunaannya dan lain
sebagainya.
b. Pengendalian perencanaan dan pembangunan, dengan tujuan untuk
memperbaiki iklim investasi di daerah dan meperbaiki citra
pemerintah daerah.
c. Penataan kota (townscaping), dengan tujuan untuk memperbaiki
sarana jalan, penataan pusat-pusat pertokoan, dan penetapan standar
fisik suatu bangunan.
d. Pengaturan tata ruang (zoning) dengan baik untuk merangsang
pertumbuhan dan pembangunan ekonomi daerah.
e. Penyediaan perumahan dan pemukiman yang baik akan berpengaruh
positif bagi dunia usaha, disamping menciptakan lapangan kerja.
f. Penyediaan infrastruktur seperti: sarana air bersih, taman, sarana
parkir, tempat olahraga dan lain sebagainya.
13
berkaitan dengan perijinan dan informasi rencana pembangunan ekonomi
daerah.
c. Pendirian pusat konsultasi dan pengembangan usaha kecil, karena usaha
kecil perannya sangat penting sebagai penyerap tenaga kerja dan sebagai
sumber dorongan memajukan kewirausahaan.
d. Pembuatan system pemasaran bersama untuk menghindari skala yang
tidak ekonomis dalam produksi, dan meningkatkan daya saing terhadap
produk impor, seta sikap kooperatif sesama pelaku bisnis.
e. Pembuatan lembaga penelitian dan pengembangan litbang. Lembaga ini
diperlukan untuk melakukan kajian tentang pengembangan produk baru,
teknologi baru,dan pencarian pasar baru.
14
4. Strategi pengembangan masyarakat (Community Based Development
Strategy)
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah
daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya-sumber daya yang ada dan
membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta
untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan
kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. Sedangkan
teori yang membahas tentang pembangunan ekonomi daerah yaitu Teori Neo
Klasik, Teori Basis Ekonomi, Teori Lokasi, Teori Tempat Sentral, Teori Kausasi
Kumulatif dan Model Daya Tarik (Attractioni).
Menurut Lincoln Arsyad (2000) mengatakan bahwa ada empat peran yang
dapat diambil oleh pemerintah daerah dalam proses pembangunan ekonomi di
daerah yaitu sebagai entrepreneur, coordinator, fasilitator dan stimulator.
Sedangkan permasalahan dalam Pembangunan Ekonomi Daerah meliputi:
ketimpangan pembangunan sektor industri, kurang meratanya investasi, tingkat
mobilitas faktor produksi yang rendah, perbedaan sumber daya alam (SDA),
perbedaan demografis, kurang lancarnya perdagangan antar daerah, dan lain
sebagainya.
Menurut Lincolin Arsyad (2000) secara garis besar menggambarkan strategi
pembangunan ekonomi terdiri dari strategi pengembangan fisik, strategi
pengembangan dunia usaha, strategi pengembangan sumber daya manusia dan
strategi pengembangan masyarakat.
B. Saran
Kami selaku penulis berharap semoga makalah ini dapat menjadi
pedoman untuk kita bersama,terkhusus bagi pembaca makalah ini,namun
kami selaku penulis menyaran kan kepada pembaca agar sebagus nya
mencari referensi lain untuk menambah keyakinan kita dalam menimba
ilmu,dan membuat ilmu yang kita pegang menjadi kokoh. Sekian dari
kami,banyak maaf atas segala ke khilafan.
16
DAFTAR PUSTAKA
http://anaarisanti.blogspot.com/2010/06/strategi-pembangunan-ekonomi-
daerah.html (diakses pada 18 November 2017)
17