Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada dasarnya pembangunan ekonomi sendiri meliputi usaha

masyarakat secara keseluruhan dalam upaya untuk mengembangkan kegiatan

ekonomi dan mempertinggi tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Pembangunan

merupakan suatu proses multidimensional yang melibatkan perubahan –

perubahan besar dalam struktur sosial, sikap mental yang sudah terbiasa dan

lembaga – lembaga nasional termasuk pula percepatan atau akselerasi

pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketimpangan dan pemberantasan

kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000).

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana Pemerintah

Daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk

suatu pola kemitraan antara Pemerintah Daerah dengan sektor swasta untuk

menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan

kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut (Arsyad,

1999; Blakely, 1989). Tolok ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari

pertumbuhan ekonomi, struktur ekonomi, dan semakin kecilnya ketimpangan

pendapatan antar penduduk, antar daerah dan antar sektor.

Pembangunan selalu menimbulkan dampak positif maupun negatif, oleh

sebab itu sangat diperlukan suatu indikator sebagai tolak ukur untuk menilai

keberhasilan pembangunan.Paradigma mengenai pembangunan cenderung

mengidentikkan pembangunan dikatakan berhasil bila pertumbuhan ekonomi

disuatu wilayah relatif tinggi. Pertumbuhan suatu sektor perekonomian yang

1
terjadi di suatu wilayah akan berdampak tidak hanya pada pertumbuhan ekonomi

di wilayah tersebut, tetapi juga di wilayah lainnya yang memiliki keterkaitan

ekonomi dengan wilayah tersebut.

Indikator keberhasilan pembangunan suatu daerah bisa dilihat

lajupertumbuhan ekonominya.Oleh sebab itu, setiap daerah selalu menetapkan

targetlaju pertumbuhan yang tinggi didalam perencanaan dan tujuan

pembangunandaerahnya.Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan

merupakankondisi utama bagi kelangsungan pembangunan ekonomi.Karena

pendudukbertambah terus, maka dibutuhkan penambahan pendapatan

setiaptahunnya. Halini dapat terpenuhi lewat peningkatan output secara agregat

baik barang maupunjasa atau Produk Domestik Bruto (PDB) setiap tahunnya.

Jadi, menurut ekonomimakro, pengertian pertumbuhan ekonomi merupakan

penambahan PDB yangberarti juga penambahan pendapatan nasional

(Tambunan, 2001).

Sektor ekonomi unggulan merupakan sektor ekonomi yang memberikan

kontribusi terbesar dalam PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) dan

berpengaruh positif jika dikembangkan dengan sektor-sektor ekonomi yang lain

atau terhadap perekonomian daerah secara umum. Sektor ekonomi unggulan

merupakan jenis lapangan usaha yang berpotensi untuk dikembangkan dalam

menciptakan kesejahteraan.Masing-masing pemerintah daerah diasumsikan

mengenal secara baik seluruh potensi ekonomi yang tersedia di

daerahnya.Setelah mengetahui potensi yang ada, agenda selanjutnya adalah

menentukan skala prioritas unggulan, secara sektoral bahkan sampai ke level

manfaat.Arah perencanaan pembangunan, alokasi sumber daya, tata ruang

wilayah, dan lain-lainnya sejauh ini mungkin dapat mendukung pengembangan

2
sektor unggulan.Termasuk bagaimana memasarkan dan mempromosikan sektor

tersebut, sehingga diketahui dan menarik minat pihak luar (investor) untuk turut

serta dalam pengembangannya (Robert, 2007).

Pertumbuhan ekonomi daerah merupakan suatu proses kenaikan

pendapatan perkapita daerah dalam jangka panjang. Teori pertumbuhan

ekonomi menyatakan bahwa faktor utama yang menentukan pertumbuhan

ekonomi suatu daerah adalah adanya permintaan terhadap barang dan jasa,

sehingga sumber daya lokal berpotensi menghasilkan pendapatan daerah

sekaligus dapat menciptakan peluang kerja di daerah.Hal ini berarti bahwa

sumber daya lokal baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia

memegang peranan yang sangat strategis dalam perekonomian daerah.Sumber

daya lokal yang merupakan potensi ekonomi harus dapat dikembangkan secara

optimal sehingga dapat memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi

daerah (Limbong, 2009).

Pertumbuhan ekonomi daerah pada dasarnya dipengaruhi oleh

keunggulan kompetitif suatu daerah, spesialisasi wilayah serta potensi ekonomi

yang dimiliki oleh daerah tersebut.Adanya potensi di suatu daerah tidak

mempunyai arti bagi pembangunan ekonomi daerah tersebut jika tidak ada

upaya memanfaatkan dan mengembangkan potensi yang dimilki sebagai

prioritas utama untuk digali dan dikembvangkan dalam rangka mencapai tujuan

pembangunan.Arah pengembangan dari potensi lokal yang dimilki tersebut dapat

sekaligus mempengaruhi ketersediaan lapangan kerja daerah yang

bersangkutan sehingga dapat menciptakan manfaat yang lebih besar dari efek

pengelolaan sumber – sumber daya yang dimilki.Pertumbuhan ekonomi dihitung

berdasarkan nilai PDRB atas dasar harga konstan.Dengan demikian angka

3
pertumbuhan yang diperoleh semata - mata mencerminkan pertumbuhan PDRB

riil yang dihasilkan oleh aktivitas perekonomian suatu wilayah pada periode

tertentu (Limbong, 2009).

Di era ekonomi saat ini, pembangunan ekonomi lokal mesti dijalankan di

atas basis potensi lokal pula.Model sentralisme yang berkecenderungan

menafsirkan kondisi riil daerah, saatnya untuk direvisi.Dalam konteks ekonomi

berbasis potensi lokal ini, penentuan sektor unggulan sebagai prioritas patut

dipertimbangkan.Bahkan, kalaupun sudah mengetahui potensi yang ada, agenda

selanjutnya adalah mestinya menentukan skala prioritas unggulan, secara

sektoral bahkan sampai level manfaat. Arah perencanaan pembangunan local,

alokasi sumber daya, tata ruang wilayah, dan lain lainnya sejauh mungkin

mendukung pemgembangan sektor unggulan ini. Termasuk bagaimana

mengarahkan sektor–sektor unggulan tesebut agar dapat menciptakan

kesempatan atau peluang kerja sehingga dapat menampung tenaga kerja atau

bahkan memasarkan sektor tersebut sehingga diketahui dan menarik minat pihak

luar (investor) untuk turut serta dalam pengembangannya (Robert, 2007).

Kebijaksanaan pusat pengembangan yang dilakukan oleh suatu negara

dapatdikatakan berhasil dari segi pandangan nasional tetapi gagal dari dalam

sudutpembangunan wilayah.Kebijaksanaan pusat pengembangan yang hanya

tertujupada beberapa tempat saja bila tidak hati-hati dapat memperbesar jurang

kemakmuran antara penduduk yang berada di dalam pusat dan dengan

yangberada di luarnya.

Akibat dari kesalahan kebijakan pembangunan dimasa lalu yang terlalu

menekankan kepada pentingnya pertumbuhan ekonomi, maka

penterjemahannya dalam pembangunan spasial. Prioritas pembangunan

4
didasarkan kepada limpahan sumberdaya dari daerah yang unggul, tetapi

dengan mengikuti arah kebijakan yang telah lalu maka prioritas pembangunan

wilayah sering ditekankan untuk mendahulukan kepada wilayah yang mempunyai

potensi keunggulan alami yang paling menjanjikan (baik dari segi demografi,

limpahan sumberdaya alam maupun lokalisional), sehingga sebagai akibatnya

terjadi disparitas tingkat pembangunan ekonomi yang terus semakin melebar,

sampai menjadi penyebab utama timbulnya beberapa krisis yang terjadi di

Indonesia. Selain itu, kebijakan pembangunan tersebut menghasilkan perbedaan

tingkat pertumbuhan ekonomi yang semakin mencolok antar wilayah-

wilayah.Disparitas merupakan pencerminan yang dapat berbentuk dalam

berbagai dimensi pada masyarakat (Anwar, 2005).

Salah satu aspek yang mengalami perubahan dalam proses

pembangunan adalah aspek fisik wilayah. Pembangunan wilayah merupakan

pembangunan ekonomi dengan mempertimbangkan variabel tempat dan

waktu.Karakteristik fisik dan sosial wilayah di Indonesia beragam memberikan

berbagai potensi wilayah berbeda. Perbedaan potensi wilayah di Indonesia

menyebabkan kesenjangan yaitu: kesenjangan antar wilayah, kesenjangan antar

desa dan kota kesenjangan antara golongan pendapatan (Nindyantoro, 2004).

Pendekatan makro yang meliputi penetapan sektor unggulan utama (basic

sector) sebagai faktor pemicu utama pertumbuhan ekonomi, penciptaan

lapangan kerja, dan memberikan kontribusi terbesar terhadap PDRB, penetapan

sektor unggulan penunjang sebagai sektor yang berfungsi mendukung

perkembangan dan keberlangsungan terhadap sektor unggulan utama, baik

untuk jangka pendek, menengah maupun jangka panjang dan penetapan sektor

5
pendukung (non basic sector) sebagai sektor yang berfungsi mendorong dan

memperlancar sektor unggulan tersebut.

Pembangunan tidak selalu berjalan secarasistemik. Beberapa daerah

mengalami pertumbuhanyang cepat, sedangkan daerah lainmengalami

pertumbuhan yang lebih lambat.Pertumbuhan yang tidak merata dan

distribusipendapatan yang tidak berpihak padakesejahteraan masyarakat

merupakan kondisimayoritas pembangunan daerah di Indonesiasaat ini.Hal ini

mungkin disebabkan olehadanya kecenderungan peranan modal yanglebih

memilih daerah perkotaan atau daerahyang telah memiliki fasilitas seperti

prasaranaperhubungan (transportasi), telekomunikasi,jaringan listrik, dan lain‐

lain.

Untuk dapat tumbuh dengan cepat, suatu daerah perlu memiliki satu atau

lebih pusat‐pusat pertumbuhan regional yang memiliki potensi paling kuat.

Apabila daerah ini kuat maka akan terjadi perembetan pertumbuhan bagi daerah-

daerah lemah. Pertumbuhan ini akan berdampak positif bagidaerah‐daerah di

sekitarnya. Diharapkan pertumbuhanyang cepat di pusat pertumbuhandapat

menetes ke bawah (trickle down effect),yaitu adanya pertumbuhan di daerah

yang kuat akan menyerap potensi kerja ataumungkin daerah yang lemah dapat

menghasilkanproduk yang sifatnya komplementerdengan produk yang dihasilkan

daerah kuat.Selain itu, perlu juga ditentukan hubunganpusat dan daerah yang

memiliki potensipaling kuat sehingga dapat memicu pertumbuhanekonomi di

daerah lain yang lemah(Wiyadi dan Trisnawati, 2003).

Untuk memacu laju pertumbuhan ekonomi regional serta meningkatkan

kontribusinya terhadap pembentukan total Produk Domestik Regional Bruto

(PDRB), maka pembangunan sektor unggulan dapat dijadikan sebagai

6
penggerak pembangunan ekonomi. Secara umum tujuan pembangunan bidang

ekonomi khususnya sektor unggulan adalah untuk mempercepat laju

pertumbuhan ekonomi dengan demikian dapat tercipta stabilitas ekonomi yang

sehat dan dinamis, dan tercipta kemakmuran dan kesejahteraan yang dinikmati

oleh masyarakat daerah tersebut.Setiap kabupaten harus mampu

mengoptimalkan potensi sumberdaya dengan sektor unggulan yang ada di

daerahnya untuk mewujudkan pembangunan ekonomi di daerah tersebut.

Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu kegiatan yang dilaksanakan

oleh pemerintah daerah bersama-sama dengan masyarakat daerah, mengelola

dan memanfaatkan sumberdaya yang ada secara optimal untuk merangsang

perkembangan ekonomi daerah dan kesejahteraan masyarakat daerah. Salah

satu tolak ukur keberhasilan pembangunan ekonomi dan pelayanan masyarakat

di daerah dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi daerah tersebut.

1.2. Perumusan Masalah

Perkembangan pembangunan suatu daerah sangat ditentukan oleh

sumber pendapatan daerah terutama untuk menutupi pembiayaan yang

diperlukan pemerintah daerah dalam melaksanakan tugasnya. Masalah umum

yang dihadapi oleh pemerintah daerah adalah adanya kendala dalam

menghimpun dana yang berasal dari daerah itu sendiri, sehingga pembangunan

daerah cenderung tergantung pada sumbangan dan bantuan dari pemerintah

pusat (Destrika, 2006). Menyadari bahwa ketergantungan tersebut kurang baik

bagi kelanjutan pelaksanaan pembangunan daerah, mengharuskan pemerintah

daerah menggali semua sumber ekonomi daerah guna meningkatkan

7
pendapatan perkapita di setiap kabupaten dan mengurangi ketimpangan yang

timbul di beberapa daerah.

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka

permasalahan terkait dengan aglomerasi industri dan sektor unggulan adalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana pertumbuhan dan daya saing sektor – sektor ekonomidi Kota

Tidore Kepulauan?

2. Sektor ekonomi apa yang menjadi keunggulan di Kota Tidore Kepulauan?

3. Bagaimana strategi kebijakan yang dilakukan dalam pengembangan

kawasan ekonomi di Kota Tidore Kepulauan?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan, sebagai berikut :

1. Menganalisis pertumbuhan dan daya saing sektor – sektor ekonomidi

Kota Tidore Kepulauan.

2. Menganalisis sektor ekonomi apa yang menjadi keunggulan di Kota

Tidore Kepulauan.

3. Menghasilkan strategi kebijakan yang dilakukan dalam pengembangan

kawasan ekonomi di Kota Tidore Kepulauan.

1.4. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan yang telah dikemukakan, maka manfaat penelitian ini

diharapkan:

1. Dapat memberikan informasi tentang kondisi makro ekonomi daerah Kota

Tidore Kepulauan.

8
2. Memberikan informasi tentang keunggulan sektor – sektor ekonomi di

Kota Tidore Kepulauan.

3. Memberikan informasi tentang sektorekonomi unggulan di Kota Tidore

Kepulauandalam rangka pengembangan ekonomi.

4. Memberikan informasi tentang pertumbuhan dan daya saing sektor

ekonomi yang dimiliki di Kota Tidore Kepulauansebagai upaya

pengembangan kawasan ekonomi.

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Teori Pembangunaan Daerah

Berdasarkan Buku Pegangan Penyelenggaraan Pemerintahan

danPembangunan Daerah (2007) dijelaskan bahwa pembangunan

daerahsebagai bagian integral dari pembangunan nasional, pada

hakekatnyaadalah upaya terencana untuk meningkatkan kapasitas pemerintahan

daerahsehingga tercipta suatu kemampuan yang andal dan profesional

dalammemberikan pelayanan kepada masyarakat, serta kemampuan

untukmengelola sumber daya ekonomi daerah secara berdaya guna dan

berhasilguna untuk kemajuan perekonomian daerah dan kesejahteraan

masyarakat.

Pembangunan daerah dilaksanakan melalui pengembangan otonomi

daerahdan pengaturan sumber daya yang memberikan kesempatan

bagiterwujudnya tata kepemerintahan yang baik.Pembangunan daerah

jugamerupakan upaya untuk memberdayakan masyarakat di seluruh

daerahsehingga tercipta suatu lingkungan yang memungkinkan masyarakat

untukmenikmati kualitas kehidupan yang lebih baik, maju, tenteram,

dansekaligus memperluas pilihan yang dapat dilakukan masyarakat

bagipeningkatan harkat, martabat, dan harga diri.

10
Pembangunan daerah dapat dilihat dari berbagai segi.Pertama, darisegi

pembangunan sektoral.Pencapaian sasaran pembangunan nasionaldilakukan

melalui berbagai kegiatan pembangunan sektoral yangdilaksanakan di

daerah.Pembangunan sektoral disesuaikan dengan kondisidan potensi

daerah.Kedua, dari segi pembangunan wilayah yang meliputiperkotaan dan

perdesaan sebagai pusat dan lokasi kegiatan sosial ekonomidari wilayah

tersebut.Ketiga, pembangunan daerah dilihat dari segipemerintahan.Tujuan

pembangunan daerah hanya dapat dicapai apabilapemerintah daerah berjalan

dengan baik.Oleh karena itu, pembangunandaerah merupakan usaha

mengembangkan dan memperkuat pemerintahandaerah dalam rangka makin

mantapnya otonomi daerah yang nyata,dinamis, serasi, dan

bertanggungjawab.Dengan pemahaman pembangunan daerah sebagai

penjabaran daripembangunan nasional, kinerja pembangunan nasional

merupakan agregatdari kinerja pembangunan seluruh daerah.Pencapaian tujuan

dan sasaranpembangunan nasional merupakan agregasi dari pencapaian

semuaprovinsi, dan pencapaian tujuan di tingkat provinsi merupakan

agregasipencapaian tujuan di tingkat kabupaten/kota.Dengan

demikiantanggungjawab untuk mencapai tujuan dan sasaran-sasaran

dalampembangunan nasional menjadi kewajiban bersama antara

PemerintahPusat dan Daerah.Perencanaan pembangunan daerah merupakan

bagianyang tidak terpisahkan dari sistem perencanaan pembangunan

nasional.Sinkronisasi kebijakan, program dan kegiatan pembangunan sangat

pentinguntuk mengoptimalkan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya

yangterbatas.

11
Sektor Unggulan dan Kriteria Sektor unggulan adalah sektor yang

keberadaannya pada saat initelah berperan besar kepada perkembangan

perkonomian suatu wilayah,karena mempunyai

keunggulan-keunggulan/kriteria.Selanjutnya faktor iniberkembang lebih lanjut

melalui kegiatan investasi dan menjadi tumpuankegiatan ekonomi.Hal ini

didasarkan atas seberapa besar peranan sektortersebut dalam perekonomian

daerah (Sambodo dalam Ghufron, 2008).

Menurut Ambardi dan Socia (2002) kriteria daerah lebih ditekankanpada

komoditas unggulan yang bisa menjadi motor penggerakpembangunan suatu

daerah, diantaranya:

1. Komoditas unggulan harus mampu menjadi penggerak

utamapembangunan perekonomian. Artinya komoditas unggulan

dapatmemberikan kontribusi yang signifikan pada peningkatan

produksi,pendapatan, maupun pengeluaran.

2. Komoditas unggulan mempunyai keterkaitan ke depan dan kebelakang

yang kuat, baik sesama komoditas unggulan maupunkomoditas lainnya.

3. Komoditas unggulan mampu bersaing dengan produk sejenis dariwilayah

lain di pasar nasional dan pasar internasional, baik dalamharga produk,

biaya produksi, kualitas pelayanan, maupun aspek-aspeklainnya.

4. Komoditas unggulan daerah memiliki keterkaitan dengan daerahlain, baik

dalam hal pasar (konsumen) maupun pemasokan bahan baku (jika bahan

baku di daerah sendiri tidak mencukupi atau tidaktersedia sama sekali).

5. Komoditas unggulan memiliki status teknologi yang terusmeningkat,

terutama melalui inovasi teknologi.

12
6. Komoditas unggulan mampu menyerap tenaga kerja berkualitassecara

optimal sesuai dengan skala produksinya.

7. Komoditas unggulan bisa bertahan dalam jangka waktu tertentu,mulai

dari fase kelahiran, pertumbuhan, puncak hingga penurunan.Begitu

komoditas unggulan yang satu memasuki tahap penurunan,maka

komoditas unggulan lainnya harus memapu menggantikannya.

8. Komoditas unggulan tidak rentan terhadap gejolak eksternal daninternal.

9. Pengembangan komoditas unggulan harus mendapatkan berbagaibentuk

dukungan, misalkan dukungan keamanan, sosial, budaya,informasi dan

peluang pasar, kelembagaan, fasilitasinsentif/disintensif, dan lain-lain.

10. Pengembangan komoditas unggulan berorientasi pada kelestariansumber

daya dan lingkungan.

2.1.2. Teori Basis Ekonomi

Pengertian ekonomi basis di suatu wilayah tidak bersifat statis melainkan

dinamis.Artinya pada tahun tertentu mungkin saja sektor tersebut merupakan

sektor basis, namun pada tahun berikutnya belum tentu sekor tersebut secara

otomatis menjadi sektor basis.Sektor basis bisa mengalami kemajuan ataupun

kemunduran. Adapun sebab-sebab kemajuan sektor basis adalah: (1)

perkembangan jaringan transportasi dan komunikasi, (2) perkembangan

pendapatan dan penerimaan daerah, (3) perkembangan teknologi, dan (4)

adanya pengembangan prasarana ekonomi dan sosial. Sedangkan penyebab

kemunduran sektor basis adalah: (1) adanya perubahan permintaan di luar

daerah, dan (2) kehabisan cadangan sumberdaya.

13
Menurut Glasson (1977) semakin banyak sektor basis dalam suatu

wilayah akan menambah arus pendapatan ke wilayah tersebut menambah

permintaan terhadap barang dan jasa didalamnya dan menimbulkan kenaikan

volume sektor non basis. Dengan kata lain sektor basis berhubungan langsung

dengan permintaan dari luar, sedangkan sektor non basis berhubungan secara

tidak langsung, yaitu melalui sektor basis terlebih dahulu. Dengan demikian

dapat dikatakan bahwa sekor basis merupakan penggerak utama dalam

perekonomian suatu wilayah.

Analisis basis dan non basis pada umumnya didasarkan atas nilai tambah

atau lapangan kerja. Penggabungan lapangan kerja basis dan lapangan kerja

non basis merupakan total lapangan kerja yang tersedia untuk wilayah tersebut.

Demikian pula penjumlahan pendapatan sektor basis dan pendapatan sektor non

basis (Tarigan, 2005). Menurut Richarson (2001), konsep ekonomi basis pada

dasarnya pertumbuhan ekonomi dalam suatu daerah terjadi karena ada efek

pengganda dari pembelanjaan kembali pendapatan yang diperoleh melalui

penyediaan barang dan jasa yang dihasilkan oleh wilayah dan dipasarkan keluar

wilayah.

2.1.3. Konsep Analisis shift share

Pada prinsipnya analisis shift share lebih mendalami perbandinganantara

perbedaan laju pertumbuhan berbagai sektor (industri) dalam suatukewilayahan

tertentu, dengan laju pertumbuhan berbagai sektor yangwilayah lingkupnya lebih

luas (lingkup nasional). Metode Shift Sharememperinci penyebab perubahan

atas beberapa variabel.Analisis inimenggunakan metode pengisolasian berbagai

14
faktor yang menyebabkan perubahan struktur industri suatu daerah dalam

pertumbuhannya dari satukurun waktu ke kurun waktu berikutnya.

Model analisis ini dapat disebut juga sebagai industrial mixanalysis, karena

komposisi industri yang ada sangat mempengaruhi lajupertumbuhan wilayah

tersebut.Artinya, apakah industri yang berlokasi diwilayah tersebut termasuk ke

dalam kelompok industri yang secaranasional memang berkembang pesat dan

bahwa industri tersebut cocokberlokasi di wilayah itu atau tidak.Analisis Shift

Share dapat menggunakanvariabel lapangan kerja atau nilai tambah.Akan tetapi,

yang terbanyakdigunakan adalah variabel lapangan kerja karena datanya lebih

mudahdiperoleh.Apabila menggunakan nilai tambah maka

sebaiknyamenggunakan data harga konstan.

Keunggulan analisis Shift Share diantaranya adalah

memberikangambaran mengenai perubahan struktur ekonomi yang terjadi;

walauanalisis shift share tergolong sederhana; memungkinkan seorang

pemulamempelajari struktur perekonomian dengan cepat; dan

memberikangambaran pertumbuhan ekonomi dan perubahan struktur dengan

cukupakurat. Sedangkan kelemahannya, analisis Shift Share ini hanya

dapatdigunakan untuk analisis ex-post; masalah benchmark yang

berkenaandengan homothetic change, apakah t atau (t+1) tidak dapat

dijelaskandengan baik; ada data periode waktu tertentu di tengah tahun

pengamatanyang tidak terungkap; analisis ini sangat berbahaya sebagai alat

peramalan,mengingat bahwa regional shift tidak konstan dari suatu periode ke

periode lainnya; tidak dapat dipakai untuk melihat keterkaitan antarsektor selain

itutidak ada keterkaitan antardaerah. (Lembaga Administrasi Negara, 2007).

15
2.1.4. Konsep Analisis Location Quotient

Location quotient disingkat LQ adalah suatu metode untukmengukur

spesialisasi relatif dari suatu wilayah/daerah dalam industri-

industritertentu.Metode LQ dapat digunakan untuk mengetahui kapasitasekspor

yang dimiliki oleh daerah. Artinya dengan menggunakan metodeini, perencana

dapat mengetahui spesialisasi yang dimililki oleh daerahdibandingkan dengan

daerah yang tingkatannya lebih tinggi atau sektor lainyang memiliki kategori yang

sama. (Tarigan, 2007).Menggunakan LQ sebagai petunjuk adanya keunggulan

komparatifdapat digunakan bagi sektor-sektor yang telah lama

berkembang,sedangkan bagi sektor baru atau sedang tumbuh apalagi selama ini

belumpernah ada, LQ tidak dapat digunakan kerena produk totalnya

belummenggambarkan kapasitas riil daerah tersebut.Adalah lebih tepat

untukmelihat secara langsung apakah komoditi itu memliki prospek

untukdiekspor atau tidak, dengan catatan terhadap produk tersebut

tidakdiberikan subsidi daerah-daerah lainnya.

Analisis LQ sesuai dengan rumusannya memang sangat sederhanadan

apabila digunakan dalam bentuk one shot analysis, manfaatnya jugatidak begitu

besar, yaitu hanya melihat apakah LQ berada di atas 1 atautidak. Akan tetapi

analisis LQ bisa dibuat menarik apabila dilakukan dalam bentuk analisis runtun

waktu (time series/ trend). Analisis dilakukan dalambeberapa periode/kurung

waktu tertentu.Pada keadaan ini, perkembangan LQ diamati untuk suatu

sektortertentu pada kurun waktu yang berbeda, apakah terjadi kenaikan

ataupenurunan.Hal ini menarik untuk diamati lebih lanjut, misalnya apabilanaik

maka dikaji faktor-faktor yang membuat daerah itu tumbuh lebih cepatlebih cepat

16
dari rata-rata nasional. Kalau terjadi penurunan, maka dikajifaktor-faktor apa

yang menyebabkan pertumbuhan lebih lambat dari rata-ratanasional.

Keadaan yang diuraikan di atas dapat membantu

mengetahuikekuatan/kelemahan suatu daerah dibandingkan secara relatif

denganwilayah lain yang lebih luas. Potensi yang positif digunakan dalam

strategipengembangan daerah.Adapun faktor-faktor yang menyebabkan

potensidaerah lemah, perlu dipikirakan apakah segera ditanggulangi atau

dianggaptidak berpengaruh signifikan terhadap pembangunan daerah

secarakeseluruhan, sehingga bisa dianggap tidak prioritas.

Beberapa keunggulan dari metode LQ, antara lain metode

LQmemperhitungkan ekspor langsung dan ekspor tidak langsung; metode

LQsederhana dan tidak mahal serta dapat diterapkan pada data historis

untukmengetahui trend. Sedangkan beberapa kelemahan metode LQ

adalahmetode ini berasumsi bahwa pola permintaan di setiap daerah identic

dengan pola permintaan bangsa dan bahwa produktivitas tiap pekerja disetiap

sektor regional sama dengan produktivitas tiap pekerja dalam industri-industri

nasional. Selain itu metode ini berasumsi bahwa tingkatekspor tergantung pada

tingkat disagregasi. (Lembaga AdministrasiNegara, 2007).

2.1.5. Analisis Potensi Relatif Perekonomian Wilayah

Potensi relatif suatu daerah dapatmendorong pembangunan baik secara

nasionalmaupun daerah.Karena pembangunan daerahmerupakan bagian yang

tidak terpisahkan daripembangunannasional dalam rangka pencapaiansasaran

pembangunan yang disesuaikan denganpotensi danpermasalahan

pembangunan didaerah (Suhartono, 2011).Banyaknya potensi relatif suatu

17
wilayahyang belum diketahui secara pasti dapatmenghambat

pembangunan.Karenapembangunan tanpa pengetahuan terhadap potensi relatif

menyebabkan tidak fokusnya arahdan rencana pembangunan.Sehingga

informasimengenai potensi wilayah sangat penting bagiperencana

pembangunan. Proses perencanaanakan selalu tanggap dan menyesuaikan

diridengan perkembangan didalam masyarakatmaupun berbagai sumberdaya

yangmenunjangnya (Arsyad,2010).

 Keunggulan Komparatif (Comparative Advantage)

Istilah comparative advantage (keunggulan komparatif) mula-mula

dikemukakan oleh David Ricardo (1917) sewaktu membahas perdagangan antara

dua Negara. Dalam teori tersebut, Ricardo membuktikan bahwa apabila ada dua

Negara yang saling berdagang dan masing-masing Negara mengkonsentrasikan

diri untuk mengeskpor barang yang bagi negara tersebut memiliki keunggulan

komparatif maka kedua negara tersebut akan beruntung. Ternyata ide tersebut

bukan saja bermanfaat dalam perdagangan inetrnasional tetapi juga sangat

penting diperhatikan dalam ekonomi global.

 Keunggulan Kompetitif (Competitive Advantage)

Pada saat ini istilah yang sering dipakai adalah competitive advantage

(keunggulan kompetitif).Keunggulan kompetitif menganalisis kemampuan suatu

daerah untuk memasarkan produknya di luar daerah / luar negeri / pasar

global.Istilah keunggulan kompetitif lebih mudah dimengerti, yaitu cukup melihat

apakah produk yang kita hasilkan bisa dijual di pasar global secara

menguntungkan. Jadi, kita tidak lagi membandingkan potensi komoditi yang sama

di suatu negara terhadap komoditi semua negara pesaingnya di pasar global.

18
Namun demikian, manfaat analisis keunggulan kompetitif bagi suatu wilayah

adalah terbatas karena tidak banyak komoditi yang memenuhi persayaratan

tersebut. Kemampuan memasarkan barang di pasar global sangat terkait dengan

tingkat harga yang sedang berlaku di pasar global padahal di sisi lain harga di

pasar global selalu berfluktuasi. Dengan demikian, analisis keunggulan kompetitif

menjadi tidak langgeng tetapi berdasarkan tingkat harga yang sedang

berlaku.Analisis keunggulan komparatif tidak selalu dipengaruhi oleh fluktuasi

harga karena menggunakan metode perbandingan. Karena semua pihak terkena

fluktuasi harga yang sama maka angka perbandingan tidak berbeda jauh dalam

berbagai tingkat harga. Banyak komoditi yang hanya diproduksi untuk kebutuhan

lokal atau ada yang dipasarkan ke wilayah tetangga tetapi pada saat ini belum

mampu untuk masuk ke pasar global.Sebaliknya analisis keunggulan komparatif

tetap dapat digunakan untuk melihat apakah komoditi itu memiliki prospek untuk

dikembangkan walaupun saat ini belum mampu memasuki pasar global.eunggulan

komparatif dapat dijadikan pertanda awal bahwa komoditi itu punya prospek untuk

juga memiliki keunggulan kompetitif. Setidaknya komoditi itu layak untuk

dikembangkan baik untuk memenuhi kebutuhan lokal maupun untuk pasar

tetangga.

2.1.6. Pengembangan Sektor Unggulan sebagai Strategi Pembangunan

Daerah

Menurut Arsyad (1999:108) permasalahan pokok dalam pembangunan

daerahadalah terletak pada penekanan kebijakan-kebijakan pembangunan yang

di dasarkanpada kekhasan daerah yang bersangkutan (endogenous

development) denganmenggunakan potensi sumber daya manusia. Orientasi ini

19
mengarahkan padapengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah

tersebut dalam prosespembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru

dan merangsangpeningkatan ekonomi.

Sebelum diberlakukannya otonomi daerah, ketimpangan ekonomi

regionaldi Indonesia disebabkan karena pemerintah pusat menguasai dan

mengendalikanhampir sebagian besar pendapatan daerah yang ditetapkan

sebagai penerimaannegara, termasuk pendapatan dari hasil sumber daya alam

dari sektor pertambangan,perkebunan, kehutanan, dan perikanan/kelautan.

Akibatnya daerah-daerah yang kayasumber daya alam tidak dapat menikmati

hasilnya secara layak. Menurut pemikiran ekonomi klasik bahwa pembangunan

ekonomi di daerahyang kaya sumber daya alam akan lebih maju dan

masyarakatnya lebih makmurdibandingkan di daerah yang miskin sumber daya

alam. Hingga tingkat tertentu,anggapan ini masih bisa dibenarkan, dalam artian

sumber daya alam harus dilihatsebagai modal awal untuk pembangunan yang

selanjutnya harus dikembangkan terus.Dan untuk ini diperlukan faktor-faktor lain,

diantaranya yang sangat penting adalahteknologi dan sumber daya manusia

(Tambunan, 2001:198).

Perbedaan tingkat pembangunan yang di dasarkan atas potensi suatu

daerah,berdampak terjadinya perbedaan sektoral dalam pembentukan Produk

DomestikRegional Bruto (PDRB).Secara hipotesis dapat dirumuskan bahwa

semakin besarperanan potensi sektor ekonomi yang memiliki nilai tambah

terhadap pembentukanatau pertumbuhan PDRB di suatu daerah, maka semakin

tinggi laju pertumbuhanPDRB daerah tersebut.Berdasarkan pengalaman negara-

negara maju, pertumbuhan yang cepat dalamsejarah pembangunan suatu

bangsa biasanya berawal dari pengembangan beberapasektor

20
primer.Pertumbuhan cepat tersebut menciptakan efek bola salju (snow balleffect)

terhadap sektor-sektor lainnya, khususnya sektor sekunder.Pembangunan

ekonomi dengan mengacu pada sektor unggulan selainberdampak pada

percepatan pertumbuhan ekonomi juga akan berpengaruh padaperubahan

mendasar dalam struktur ekonomi.

Pengertian sektor unggulan pada dasarnya dikaitkan dengan suatu

bentukperbandingan, baik itu perbandingan berskala internasional, regional

maupun nasional. Pada lingkup internasional, suatu sektor dikatakan unggul jika

sektortersebut mampu bersaing dengan sektor yang sama dengan negara lain.

Sedangkanpada lingkup nasional, suatu sektor dapat dikategorikan sebagai

sektor unggulanapabila sektor di wilayah tertentu mampu bersaing dengan sektor

yang sama yangdihasilkan oleh wilayah lain, baik di pasar nasional ataupun

domestik.

Penentuan sektor unggulan menjadi hal yang penting sebagai

dasarperencanaan pembangunan daerah sesuai era otonomi daerah saat ini, di

mana daerahmemiliki kesempatan dan kewenangan untuk membuat kebijakan

yang sesuai denganpotensi daerah demi mempercepat pembangunan ekonomi

daerah untuk peningkatankemakmuran masyarakat.Menurut Rachbini (2001) ada

empat syarat agar suatu sektor tertentu menjadisektor prioritas, yakni (1) sektor

tersebut harus menghasilkan produk yangmempunyai permintaan yang cukup

besar, sehingga laju pertumbuhan berkembangcepat akibat dari efek permintaan

tersebut; (2) karena ada perubahan teknologi yangteradopsi secara kreatif, maka

fungsi produksi baru bergeser dengan pengembangankapasitas yang lebih luas;

(3) harus terjadi peningkatan investasi kembali dari hasil-hasilproduksi sektor

yang menjadi prioritas tersebut, baik swasta maupunpemerintah; (4) sektor

21
tersebut harus berkembang, sehingga mampu memberipengaruh terhadap

sektor-sektor lainnya.

Data PDRB merupakan informasi yang sangat penting untuk

mengetahuioutput pada sektor ekonomi dan melihat pertumbuhan di suatu

wilayah tertentu(provinsi/kabupaten/kota). Dengan bantuan data PDRB, maka

dapat ditentukannya sektor unggulan (leading sector) di suatu

daerah/wilayah.Sektor unggulan adalahsatu grup sektor/subsektor yang mampu

mendorong kegiatan ekonomi danmenciptakan kesejahteraan di suatu daerah

terutama melalui produksi, ekspor danpenciptaan lapangan pekerjaan, sehingga

identifikasi sektor unggulan sangat pentingterutama dalam rangka menentukan

prioritas dan perencanaan pembangunan ekonomidi daerah.

Manfaat mengetahui sektor unggulan, yaitu mampu memberikan indikasi

bagiperekonomian secara nasional dan regional.Sektor unggulan dipastikan

memilikipotensi lebih besar untuk tumbuh lebih cepat dibandingkan sektor

lainnya dalamsuatu daerah terutama adanya faktor pendukung terhadap sektor

unggulan tersebutyaitu akumulasi modal, pertumbuhan tenaga kerja yang

terserap, dan kemajuanteknologi (technological progress).Penciptaan peluang

investasi juga dapatdilakukan dengan memberdayakan potensi sektor unggulan

yang dimiliki oleh daerahyang bersangkutan.

2.1.7. Perlunya Pemerintah dalam Pembangunan Ekonomi Daerah

Dalam dunia nyata, tidak ada negara yang benar-benar otonom dan

sepenuhnya mandiri, dan tidak ada negara yang pembangunannya dapat

dipahami semata-mata sebagai refleksi dari apa yang terjadi di luar batas-batas

nasional mereka (Hettne, 2001). Namun pembangunan harus diprakarsai oleh

22
negara dan tak dapat dicangkokkan dari luar. Kekuatan luar seyogyanya

merangsang dan membantu kekuatan nasional. Ia hanya bersifat membantu,

tidak mengganti. Bantuan luar negeri hanya dapat mengawali atau merangsang

pembangunan dan tidak untuk mempertahankannya (Jhingan, 1996). Semangat

pembangunan harus datang dari dalam, tanpa itu prakarsa pembangunan akan

terbuang percuma dan akan segera padam. Terlalu banyak tergantung pada

bantuan luar negeri akan mematikan prakarsa pembangunan dan memberikan

kebebasan kepada investor asing untuk menguras sumber-sumber alam demi

keuntungan mereka saja.

Pembangunan yang dilaksanakan sesuai dengan berbagai efektivitas

kebijakan yang diterapkan tentunya juga melihat pada sejumlah perencanaan

yang telah dipersiapkan. Hal ini dikarenakan pembangunan tidak mungkin bisa

mencapai hasil yang optimal tanpa adanya suatu perencanaan yang mantap.

Namun pembangunan itu bisa efektif apabila didukung oleh perencanaan yang

mantap dan selanjutnya dilaksanakan dan diawasi secara baik.

Perencanaan pembangunan ekonomi daerah bisa dianggap sebagai

perencanaan untuk memperbaiki penggunaan sumberdaya-sumberdaya publik

yang tersedia di daerah tersebut dan untuk memperbaiki kapasitas sektor swasta

dalam menciptakan nilai sumberdaya-sumberdaya swasta secara bertanggung

jawab. Pembangunan ekonomi yang efisien membutuhkan secara seimbang

perencanaan yang teliti mengenai penggunaan sumberdaya publik dan sektor

swasta-petani, pengusaha kecil, koperasi, pengusaha besar, organisasi-

organisasi sosial- harus mempunyai peran dalam proses perencanaan. Melalui

perencanaan pembangunan ekonomi daerah, suatu daerah dilihat secara

23
keseluruhan sebagai suatu unit ekonomi (economic entity) yang di dalamnya

terdapat berbagai unsur yang berinteraksi satu sama lain.

Keadaan sosial ekonomi yang berbeda dari setiap daerah akan

membawa implikasi bahwa cakupan campur tangan pemerintah untuk tiap

daerah berbeda pula. Perbedaan tingkat pembangunan antar daerah,

mengakibatkan perbedaan tingkat kesejahteraan antar daerah. Gagasan ini

timbul setelah melihat kenyataan bahwa, kalau perkembangan ekonomi

diserahkan pada kekuatan mekanisme pasar, biasanya cenderung untuk

memperbesar dan bukannya memperkecil ketidakmerataan antar daerah, karena

kegiatan ekonomi akan menumpuk di tempat-tempat tertentu.

Menurut Hirschman dalam Arsyad (1999), daerah di suatu negara dapat

dibedakan menjadi daerah kaya dan miskin. Jika perbedaan antara kedua

daerah tersebut semakin menyempit berarti terjadi imbas yang baik karena

terjadi proses penetesan ke bawah (trickling down effect). Sedangkan jika

perbedaan antara kedua daerah tersebut semakin jauh berarti terjadi proses

pengkutuban (polarization effect).

Bagi negara secara keseluruhan, perbedaan tingkat perkembangan

daerah akan mengakibatkan perbedaan tingkat kemakmuran dalam masyarakat.

Keadaan seperti itu dapat menimbulkan rasa ketidakpuasan antar daerah, yang

tidak jarang akan mengarah pada ketidakstabilan politik bagi negara. Oleh

karena itu pemerintah perlu mengambil kebijaksanaan tertentu yang dapat

mendorong pembangunan daerah-daerah miskin.

Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa campur

tangan pemerintah (perencanaan/kebijakan) untuk pembangunan daerah-daerah

mempunyai manfaat yang sangat tinggi, di samping mencegah jurang

24
kemakmuran antar daerah, melestarikan kebudayaan setempat, dapat juga

menghindarkan rasa tidak puas masyarakat.

Tabel 2.2.

Penelitian Terdahulu

Nama Dan
Judul Penelitian Hasil Penelitian
Tahun Penelitian
Nasaruddin Dkk, Analisis Potensi Hasil analisis Location Quotient (LQ), di ketahui bahwa

(2020) Sektor Basis dan sektor ekonomi yang tergolong sektor basis Kabupaten

Pergeseran Maros tahun 2014-2018 dengan nilai LQ>1, yaitu sektor

Struktur Ekonomi Pertambangan dan Penggalian sebesar 1.39 persen,

(Implikasinya sektor Industri Pengolahan sebesar 1.58 persen, serta

Terhadap Transportasi dan Pergudangan sebesar 8.75 persen.

Perekonomian Hasil analisis Shift Share, bahwa pertumbuhan ekonomi

Kabupaten Kabupaten Maros dari tahun 2014-2018 belum

Maros). mengalami pergeseran struktur ekonomi.

Ashabul Kahfi Analisi Potensi Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari sisi

Muhrisya, (2019) Pertumbuhan konstribusinya (LQ) terdapat empat sektor yang

Ekonomi dan dikategorikan sebagai sektor basis yaitu Sektor

Sektor Unggulan Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan; Sektor

Ekonomi di Pertambangan dan Penggalian; Sektor Pengadaan Listrik

Kabupaten Wajo ( dan Gas; dan Sektor Perdagangan. Sedangkan dari sisi

Pendekatan pertumbuhannya (MRP) terdapat sembilan sektor yang

Model Basis memiliki pertumbuhan yang menonjol baik di tingkat

Ekonomi dan kabupaten maupun di provinsi yaitu Sektor Industri

Daya Saing Pengolahan; Sektor Listrik dan Gas; Sektor Konstruksi;

25
Ekonomi). Sektor Perdagangan; Sektor Akomodasi; Sektor

Informasi dan Komunikasi; Sektor Jasa Keuangan;

Sektor Jasa Kesehatan; serta Sektor Jasa lainnya.

Berdasarkan analisis DLQ menunjukkan bahwa terdapat

tiga belas sektor yang diidentifikasi sebagai sektor basis

dimasa mendatang. Hasil penelitian ini juga menunjukan

bahwa hanya terdapat dua sektor yang memiliki daya

saing kompetitif maupun komparatif yang lebih unggul

dibandingkan dengan kegiatan yang sama di tingkat

Provinsi yaitu Sektor Listrik dan Gas; dan Sektor

Perdagangan.

Elein Mamahit Analisis Sektor Berdasarkan analisis SWOT posisi pengembangan

dkk, (2017) Unggulan dan wilayah Kabupaten Bolaang Mongondow Timur dengan

Pengembangna berbasis sektor unggulan berada pada kuadran III

Wilayah di sehingga strategi yang sesuai adalah strategi perubahan

Kabupaten haluan atau strategi berbalik (turn around). Strategi

Bolaang Weakness Opportunity pada kuadran III, berarti

Mangondow meminimalkan kelemahan dengan memanfaatkan

Timur. peluang.

Teddi Yuliyanto, Analisis Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan

(2016) Pengaruh Sektor analisis Location Quotients (LQ) diperoleh bahwa sektor

Unggulan basis adalah sektor pertanian, kehutanan dan perikanan

Terhadap dan sektor industri pengolahan. Kemudian untuk untuk

Pengembangan lebih mengetahui pergeseran kontribusi (proportional dan

Wilayah differential shift) dan sumbangannya terhadap sistem

26
Kabupaten perekonomian yang lebih luas (share) maka digunakan

Labuhanbatu. metode analisis shift and share.

Defi Nurdiani, Analisis Potensi Menunjukan bahwa sektor-sektor ekonomi yang di

(2016) Ekonomidan potensial dari perhitungan analisis non basis. Analisis

Pengembangan REM tahun 2010-2014 menunjukan nilai REM > 1 artinya

Sektor Potensial setiap 100 lapangan kerja pada sektor ekonomi dapat

Kabupaten menciptakan lapangan kerja pada sektor-sektor ekonomi

Ponorogo. non basis.

Moh. Dede Dkk, Analisis Potensi Berdasarkan analisis ini diketahui bahwa pemanfaatan

(2016) Perekonomian sumber daya darat dan perairan di berbagai sektor yang

Sektor Pertanian, tercermin dari pertambangan dan penggalian sebagai

Kehutanan, dan sektor unggulan di Pantura Jawa Barat dengan nilai

Perikanan Serta multiplier effect (LQ), RPs, dan RPr selama lima tahun

Pertambangan sebesar 22,50 (1,87), 1,40, dan -0,15. Hal ini berarti

dan Pengaklian di sektor pertambangan dan penggalian merupakan

Pantura Jawa spesialisasi ekonomi di Pantura Jawa Barat.

Barat.

2.3. Kerangka Pemikiran

Pada perencanaan pembangunan ekonomi wilayah Kabupaten/Kota

Provinsi Maluku Utara untuk memberikan nilai tambah secara ekonomi baik lokal

maupunregional.Berdasarkan konsep pulau/kepulauan dalam satu

kesatuankegiatan perekonomian, pada masa otonomi daerah diharapkan

dapatmemanfaatkan segala potensi yang ada dan melihat keterbatasan

sumberdaya yang berbeda-beda di masing-masing daerah.

27
Pencapaian tujuan pembangunan nasional dan daerah dapat dilihatdari

perkembangan indikator ekonomi yang ada, salah satunyamenggunakan

PDRB.Pembangunan dibidang ekonomi diarahkan untukmemperkokoh struktur

ekonomi dengan keterkaitan yang kuat dan salingmendukung antar sektor

dengan melihat sektor-sektor yang menjadiunggulan di wilayah Kabupaten/Kota

Provinsi Maluku Utara. Adapun sektor-sektor ekonomi di Kabupaten/Kota

Provinsi Maluku Utara terdiri dari sembilan sektor antara lain : sektor

pertanian;sektor pertambangan dan penggalian; sektor industri pengolahan;

sektorlistrik, gas, dan air bersih; sektor bangunan; perdagangan, hotel

danrestoran; sektor pengangkutan dan komunikasi; sektor keuangan,persewaan

dan jasa perusahaan; dan sektor jasa-jasa.Dengan melihat segala keterbatasan

sumber daya masing-masingdarah, maka dalam perencanaan pembangunan

tersebut perlu ditentukansektor-sektor dan subsektor-subsektor ekonomi yang

menjadi unggulan danprioritas pembangunan di Kabupaten/Kota Provinsi Maluku

Utara agar perencanaan pembangunantersebut dapat lebih terarah.

Dari penelitian ini akan diperoleh sektor-sektor apa sajakah yangmenjadi

sektor unggulan ekonomi di Kabupaten dan Kota di Provinsi Maluku Utara.

Struktur ekonomidapat dilihat dari kontribusi masing-masing sektor ekonomi

terhadap PDRB. Penentuan sektor potensial dilihat dari keunggulan komparatif

dankeunggulan kompetitif sektor tersebut terhadap sektor yang sama

padatingkat nasional. Untuk melihat spesialisasi dan keunggulan

kompetitifdigunakan Analisis Shift-Share.Kemudian untuk melihat

keunggulankomparatif suatu sektor digunakan Analisis Location Quotient (LQ).

28
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran

Perencanaan Pembangunan Ekonomi Wilayah


Kabupaten

Pembangunan Wilayah
Kabupaten/Kota

Analisis Daya Saing Potensi Ekonomi Unggulan

Analisis Shift Share Analisis Location Quotient

Sektor Unggulan Prioritas


Pembangunan

29
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian

Kota Tidore Kepulauansebagai salah wilayah kepulauan di Provinsi

Maluku Utara, memiliki karakteristik dan potensi sumberdaya alam baik laut dan

daratan yang besar.Namun faktanya potensi ini belum secara maksimal dikelola

dan dimanfaatkan oleh pemerintah daerah dan sektor swasta sehingga dapat

dijadikan potensi keunggulan daerah agar dapat mengurangi ketimpangan

pembangunan di setiap wilayah serta pengembangan kawasan ekonomi.Atas

dasar pertimbangan inilah maka pemilihan Kota Tidore Kepulauansebagai

daerah penelitian dianggap cukup representatif.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini merupakan kombinasi antara penelitian menerangkan

(explanatori research) dan penelitian deskriptif (deskriptif research).Penelitian

yang bersifat menerangkan adalah penelitian yang menyangkut pengujian

hipotesis.Penelitian semacam ini, dalam deskripsinya juga mengandung uraian-

uraian, tetapi fokusnya terletak pada analisis hubungan antara variabel (Hadari,

1998).Penelitian deskriptif memberikan gambaran yang lebih mendalam tentang

gejala-gejala sosial tertentu atau aspek kehidupan tertentu pada masyarakat

yang diteliti.Pendekatan tersebut dapat mengungkapkan secara hidup kaitan

antara berbagai gejala sosial, dimana hal tersebut tidak dapat dicapai oleh

penelitian yang bersifat menerangkan (Singarimbun dan Effendi, 1995).

30
Data yang digunakan dalam studi ini bersifat sekunder yang bersumber

dari Biro Pusat Statistik (BPS) Kota Tidore Kepulauan, berbagai publikasi dan

laporan Pemerintah daerah Kota Tidore Kepulauan, serta instansi lainnya. Selain

data sekunder, digunakan pula data primer yang bersumber dari berbagai laporan

pemerintah daerah berupa Renstra, RPJM, maupun RPJP, serta melalui

wawancara dengan beberapa pengambil kebijakan (policy making). Setelah

semua data dan informasi diperoleh, kemudian dilakukan analisis kuantitatif dan

kualitatif atas data tersebut. Analisis kuantitatif menggunakan metode Shift Share

Analysis (SSA),Location Quotien (LQ).

3.3. Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan dua sumber data.Pertama, data primer yang

diperoleh melalui penelitian empiris pada beberapa masyarakat atau pelaku

ekonomi yang bekerja di sektor andalan dan institusi atau Pemerintah Daerah

setempat yang diberi tanggung jawab untuk menangani permasalahan

masyarakat tersebut. Data ini diperoleh dengan beberapa cara, seperti

penggunaan wawancara mendalam (in-depth interview, melalui key persons) dan

investigasi serta melakukan Focus Group Discussion (FGD) dengan kelompok

masyarakat di sektor andalan tersebut. Data primer juga dapat diperoleh lewat

metode observasi.Kedua, data sekunder (studi dokumen) yang berasal dari

departemen pemerintah (khususnya berkenaan dengan kebijakan pemerintah),

lembaga riset, data dari BPS (Badan Pusat Statistik) dan lain-lain.Dari kedua

sumber data tersebut diperoleh data yang lebih lengkap.

31
3.4. Metode Analisis Data

1) Metode Shift Share Analysis

Tujuan analisis ini adalah untuk menentukan kinerja atau produktifitas kerja

perekonomian daerah dibandingkan dengan perekonomian nasional. Teknik ini

membandingkan laju pertumbuhan sektor-sektor di daerah dengan laju

pertumbuhan perekonomian nasional serta sektor-sektornya, dan mengamati

penyimpangan-penyimpangan dari perbandingan yang dilakukan.

Analisis shift-share juga membandingkan perbedaan laju pertumbuhan

berbagai sekor (industri) di daerah kita dengan wilayah nasional. Analisis ini

menggunakan metode pengisolasian berbagai faktor yang menyebabkan

perubahan struktur industri suatu daerah dalam pertumbuhannya dari satu

kurun waktu ke kurun waktu berikutnya. Hal ini meliputi penguraian faktor

penyebab pertumbuhan berbagai sektor di suatu daerah tetapi dalam kaitannya

dengan ekonomi nasional. Ada juga yang menamakan model analisis ini

sebagai industrial mix analysis, karena komposisi industri yang ada sangat

mempengaruhi laju pertumbuhan wilayah tersebut. Artinya, apakah industri

yang berlokasi di wilayah tersebut termasuk ke dalam kelompok industri yang

secara nasional memang berkembang pesat dan bahwa industri tersebut cocok

berlokasi di wilayah itu atau tidak. Analisis shift share dapat menggunakan

variabel lapangan kerja atau nilai tambah. Akan tetapi, yang terbanyak

digunakan adalah variabel lapangan kerja karena datanya lebih mudah

diperoleh. Apabila menggunakan nilai tambah maka sebaiknya menggunakan

data harga konstan (Tarigan, 2004).

Pertambahan lapangan kerja (employment) regional total (Er) dapat

diurai menjadi komponen shift dan komponen share. Komponan share sering

32
pula disebut komponen national share. Komponen national share (N) adalah

banyaknya pertambahan lapangan kerja regional seandainya proporsi

perubahannnya sama dengan laju pertambahan nasional selama periode studi.

Hal ini dapat dipakai sebagai kriteria bagi daerah yang bersangkutan untuk

mengukur apakah daerah itu tumbuh lebih cepat atau lebih lambat dari

pertumbuhan nasional rata-rata.

Komponen "shift" adalah penyimpangan (deviation) dari national share

dalam pertumbuhan lapangan kerja regional. Penyimpangan ini positif di daerah-

daerah yang tumbuh lebih cepat dan negatif di daerah-daerah yang tumbuh lebih

lambat merosot dibandingkan dengan pertumbuhan lapangan kerja secara

nasional. Bagi setiap daerah, shift netto dapat dibagi menjadi dua komponen,

yaitu proportional shift component (P) dan differential shift component (D).

Proportional shift component (P) kadang-kadang dikenal sebagai

komponen struktural atau industrial mix, mengukur besarnya shift regional netto

yang diakibatkan oleh komposisi sektor-sektor industri di daerah yang

bersangkutan. Komponen ini positif di daerah-daerah yang berspesialisasi dalam

sektor-sektor yang secara nasional tumbuh cepat dan negatif di daerah-daerah

yang berspesialisasi dalam sektor-sektor yang secara nasional tumbuh dengan

lambat atau bahkan sedang merosot.

Differential shift component (D) kadang-kadang dinamakan komponen

lokasional atau regional adalah sisa kelebihan. Komponen ini mengukur

besarnya shift regional netto yang diakibatkan oleh sektor-sektor industri

tertentu yang tumbuh lebih cepat atau lebih lambat di daerah yang bersangkutan

daripada tingkat nasional yang disebabkan oleh faktor-faktor lokasional intern.

Jadi, suatu daerah yang mempunyai keuntungan lokasional seperti sumber daya

33
yang melimpah/efisien, akan mempunyai differential shift component yang

positif, sedangkan daerah yang secara lokasional tidak menguntungkan akan

mempunyai komponen yang negatif.

Kedua komponen shift ini memisahkan unsur-unsur pertumbuhan

regional yang bersifat ekstern dan yang bersifat intern. Proportional shift adalah

akibat dari pengaruh unsur-unsur luar yang bekerja secara nasional, sedangkan

differential shift adalah akibat dari pengaruh faktor-faktor yang bekerja khusus di

daerah bersangkutan (Tarigan, 2004).

Pertambahan lapangan kerja regional sektor i dapat diperinci atas pengaruh dari

National Share,Proportional Share, dan Differential shift, dalam notasi aljabar hal

itu adalah

E r,i,t = (Ns i + P r,i + D r,i)

Peranan National share adalah seandainya pertambahan lapangan kerja regional

sektor i tersebut sama dengan proporsi pertambahan lapangan kerja nasional

secara rata-rata. Hal ini dapat dituliskan sebagai berikut:

Ns i,t = E r,i,t-n (E N,t / E N,t-n) – E r,i,t-n

Proportional share adalah melihat pengaruh sektor i secara nasional terhadap

pertumbuhan lapangan kerja sektor i pada region yang dianalisis. Hal ini dapat

dituliskan sebagai berikut.

P r,i,t = (E N,i,t / E N,i,t-n) – (E N,t / E N,t-n) x E r,i,t-n

Hal yang sama dapat juga diperoleh dengan menggunakan rumus:

( )
ΔE N , i, t ΔE N , t
− E
E N , i, t−n E N , t−n r ,i , t−n
P r,i,t =

34
Differential shift menggambarkan penyimpangan antara pertumbuhan sektor i di

wilayah analisis terhadap pertumbuhan sektor i secara nasional. Hal ini dapat

dituliskan sebagai berikut.

D r,i,t = E r,i,t – (E N,i,t / E N,i,t-n) E r,i,t-n

Hasil yang sama dapat juga diperoleh dengan menggunakan rumus:

( )
ΔEr , i ,t ΔE N , i , t
− xE
Er , i, t−n E N , i ,t−n r , i, t−n
D r,i,t =

Dimana:
 = Pertambahan,angka akhir (tahun t) dikurangi dengan angka awal (tahun
t - n)
N = National atau wilayah nasional/wilayah yang lebih tinggi jenjangnya
r = Region atau wilayah analisis
E = Employment atau banyaknya lapangan kerja
i = Sektor industri
t = Tahun
t-n = Tahun awal

2) Metode Location Quotient

Location quotient (kuosien lokasi) atau disingkat LQ adalah suatu

perbandingan tentang besarnya peranan suatu sektor / industri di suatu daerah

terhadap besarnya peranan sektor / industri tersebut secara nasional. Rumusnya

adalah sebagai berikut.

qi/qr
LQ=
Qi/Qn

Keterangan:
LQ = koefisien Location Quotient
Qi = output sektor i Maluku Utara
qi = output sektor i Kabupaten/Kota

35
Qn = output total Maluku Utara
qr = output total Kabupaten/Kota

Menurut metode ini, bila koefisien LQ >1, maka sektor tersebut cenderung

akan mengekspor outputnya ke wilayah lain, atau mungkin ekspor ke luar negeri,

sedangkan jika nilai koefisien LQ < 1, ini berarti sektor tersebut cenderung

mengimpor dari wilayah lain atau dari luar negeri. Menurut Kadariah (1985), dasar

pemikiran dari penggunaan teknik LQ yang dilandasi teori ekonomi basis

mempunyai makna sebagai berikut : karena industri basis itu menghasilkan barang

dan jasa baik untuk pasar di daerah maupun untuk pasar di luar daerah, rnaka

penjualan hasil ke luar daerah akan mendatangkan pendapatan daerah itu. Arus

pendapatan itu menyebabkan kenaikan konsumsi maupun investasi, yang pada

akhirnya menaikkan pendapatan daerah dan kesempatan kerja.

3.5. Definisi Operasional Variabel

Beberapa variabel yang digunakan untuk kepentingan penelitian

inimemiliki konsep dan definisi sebagai berikut :

1. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku maupun Atas

Dasar Harga Konstan merupakan nilai produksi barang dan jasa akhir

dalam suatu waktu kurun waktu tertentu orang-orang dan perusahaan.

Dinamakan bruto karena memasukkan komponen penyusutan. Disebut

domestik karena menyangkut batas wilayah. Disebut Konstan karena

harga yang digunakan mengacu pada tahun tertentu (tahun dasar =

2000) dan dinamakan berlaku karena menggunakan harga tahun berjalan

(tahun sesuai dengan referensi waktu yang diinginkan). PDRB juga sering

disebut dengan NTB (Nilai Tambah Bruto). PDRB Atas Dasar Harga

36
Berlaku digunakan untuk menghitung kontribusi sektor ekonomi setiap

tahunnya yang dibandingkan total PDRB masing-masing tahun analisis.

2. Produk Domestik Regional Bruto Per Kapita Produk Domestik regional

Bruto (PDRB) per kapita menggambarkan besarnya nilai tambah

domestik regional bruto per penduduk pada suatu wilayah, dalam suatu

waktu tertentu, pada analisis ini digunakan pendekatan PDRB atas dasar

harga konstan. Nilai PDRB per kapita ini diperoleh dengan cara membagi

nilai PDRB atas dasar harga konstan di suatu wilayah pada jangka waktu

satu tahun, dengan jumlah penduduk pertengahan tahun yang berada

dalam wilayah/region tersebut.

3. Sektor dan subsektor ekonomi potensial merupakan sektor dan subsector

ekonomi yang memiliki satu atau gabungan kriteria seperti keunggulan

kompetitif, keunggulan komparatif, spesialisasi jika dibandingkan dengan

sektor dan subsektor ekonomi yang sama pada wilayah lainnya.

4. Keunggulan Kompetitif berarti kemampuan daya saing kegiatan ekonomi

yang lebih besar pada suatu daerah terhadap kegiatan ekonomi yang

sama di daerah lainnya. Keunggulan kompetitif juga merupakan cermin

dari keunggulan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah terhadap wilayah

lainnya yang dijadikan “benchmark”.

5. Keunggulan komparatif mengacu pada kegiatan ekonomi suatu daerah

yang menurut perbandingan lebih menguntungkan bagi perekonomian

daerah tersebut. Perbandingan tersebut merupakan perbandingan

kontribusi nilai tambah bruto suatu sektor/subsektor ekonomi suatu

daerah yang lebih besar dibandingkan dengan daerah lainnya.

37
6. Ketimpangan Pembangunan Wilayah (RD) Ketimpangan wilayah

merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan ekonomi suatu

wilayah. Dalam penelitian ini, ketimpangan wilayah dihitung dengan

menggunakan Pendekatan PDRB Per kapita relatif yang pada penelitian

terdahulu telah digunakan oleh Jaime Bonet (2006) dan Atur. J

Sigalingging (2008) dalam mengukur kesenjangan wilayah. Adapun

rumus dari pendekatan PDRB per kapita relatif sebagai berikut:

Dimana :

RDit = Ketimpangan wilayah di Kota Tidore Kepulauan

PDRB p.c it = PDRB per kapita Atas Dasar Harga Konstan 2000 Kota

Tidore Kepulauan (Rupiah)

PDB p.c Nal,t = PDB per kapita Atas Dasar Harga Konstan 2000 Kota

Tidore Kepulauan (Rupiah)

38
DAFTAR PUSTAKA

Ambardi, U.M dan Socia, P. 2002.“Pengembangan Wilayah dan Otonomi


Daerah”. Pusat Pengkajian Kebijakan Pengembangan Wilayah
(P2KTPW-BPPT), Jakarta.

Angelia, Yuki., 2010. Analisis Ketimpangan Pembangunan Wilayah di Provinsi


DKI Jakarta tahun 1995 – 2008. Skripsi Fakultas Ekonomi
Universitas Diponegoro. tidak dipublikasi.

Anwar, A. 2005.Ketimpangan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan.P4Wpress.


Bogor.

Arief, Sritua. 1995. Neokolonialisme Ekonomi dan Ekonomi Rakyat di Indonesia.


Makalah disampaikan dalam seminar yang diselenggarakan oleh
Sekretariat Bina Desa dan Serikat Pendamping Rakyat. Jakarta.
Tidak dipublikasikan.

Armida S. Alisjahbana. 2005.Kesenjangan Regional di Indonesia.Lembaga


Penelitian SMERU.

Arsyad, Lincolin. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi


Daerah, Edisi Pertama. BPFE, Yogyakarta.

____________.,2010.Ekonomi Pembangunan. Bagian Penerbitan Sekolah


Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN.Yogyakarta.

Blakely, Edward James. 1994. Planning Local Economic Development: Theory


and Practice. Second Edition. Sage Publications.

Bonet. Jaime. 2006. Fiscal Decentralization and Regional Income


Disparities:Evidence from The Colombian Experience. Original
Paper.AnnReg Sci40:661-676.

Bratakusumah, D. Supriady. 2004. Perencanaan Pembangunan Daerah, Strategi


Menggali Potensi dalam Mewujudkan Otonomi Daerah. Penerbit
PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Budiharsono, S. 1995. “Perencanaan Pembangunan Daerah”. PAU-EK-UI,


Jakarta.

Chandra, Rajesh. 1992. Industrialization and Development in The Third World.


Chapman and Hall, New York.

Darmawansyah. 2003. Maksimalisasi Sektor Ekonomi Unggulan untuk


Menunjang Peningkatan Penerimaan Daerah: Kasus Kabupaten
Takalar.

39
Destrika, Elka. 2006. Skripsi. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi PAD
dan Komponen PAD Provinsi Jawa Barat.Departemen Ilmu
Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi
Manajemen.IPB. Bogor.

Emilia & Imelia.(2006). Modul Ekonomi Regional.(Modul). Jambi: Fakultas


Ekonomi Universitas Jambi.

Glasson, J. 1977. Pengantar Perencanan Regional (terjemahan Paul Sitohang).


LPFEUI, Jakarta.

Hartono.Budiantoro.2008. Tesis Analisi Ketimpangan Pembangunan Ekonomi di


Provinsi Jawa Tengah. Tesis Dipublikasikan.

Harun, Lukman & Maski, Ghozali.2012, Analisis Pengaruh Pengeluaran


Pemerintah Daerah dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap
Ketimpangan Pembangunan Wilayah (Studi pada Kabupaten dan
Kota di Jawa Timur), Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Brawijaya.

Hoover, E. M, 1971.An Introduction to Regional Economics, (1 st ed.), New York:


Alfred A. Knopf, Inc.

Jhingan.ML. 1993.Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan.Raja


GrafindoPersada.Jakarta.

Khairullah & Cahyadin, M. 2006.Evaluasi pemekaran wilayah di Indonesia: studi


kasus Kabupaten Lahat. Jurnal Ekonomi Pembangunan, 11 261-
277.

Kuncoro, Mudrajad. 2000, Ekonomi Pembangunan (Teori, Masalah dan


Kebijakan), Edisi Pertama, Yogyakarta: UPP AMP YKPN.

__________________., 2004. Otonomi & Pembangunan Daerah: Reformasi,


Perencanaan, Strategi, dan Peluang. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Kusumawati, 2005.Tesis.Keterkaitan Sektor Unggulan dan Karakteristik Tipologi


Wilayah dalam Pengembangan Kawasan Strategis. Program
Studi Ilmu Perencanaan Wilayah. Sekolah Pascasarjana. IPB.
Bogor.

Latief, Dochak. 2000. Ekonomi Global.Pembangunan Ekonomi Dan Kebijakan.


Penerbit Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Limbong, Daud Lebok. 2009. Analisis Sektor Ekonomi Unggulan Kabupaten


Tanah Toraja Tahun 1997-2006. Universitas Hasanuddin
Makassar.

40
Mellor, John. 1987. Pertanian dalam Perjalanan ke Industrialisasi. Dalam Lewis,
John P. dan Valeriana Kallab. 1987 (Eds). Mengkaji Ulang
Strategi-Strategi Pembangunan. UI – Press, Jakarta.

Nadira, St. 2012. Analisis Struktur Ekonomi dan Sektor Unggulan Kabupaten
Mamuju Provinsi Sulawesi Barat Periode 2004-2009.Universitas
Hasanuddin Makassar.

Nafziger, E. Wayne. 1990. The Economic of Developing Countries. Prentice-Hall


Inc. Engelwood Cliffs. New Jersey.

Nindyantoro. 2004. Kebijakan Pembangunan Wilayah: Dari Penataan Ruang


Sampai Otonomi Daerah. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian
Fakultas Pertanian.IPB. Bogor.

Pranata, W, F. 2004. Analisis Sektor Basis Perekonomian dalam Pembangunnan


Wilayah di Era Otonomi Daerah.Skripsi. Fakultas Pertanian. IPB.
Bogor.

Purliana, Indah. 2003. Analisis Sektor Basis Perekonomian dan Peranan Fasilitas
Pelayanan Terhadap Pembangunan Wilayah Kota Tegal. Skripsi.
Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

Richardson, H. 2001. Dasar-Dasar Ilmu Ekonomi Regional.Fakultas Ekonomi


Universitas Indonesia. Jakarta.

Robert Endi Jakarta 2007. www.Harian Bisnis Indonesia news.com.

Royat, Sujana, 1996.Pembangunan Ekonomi Regional dan Upaya Menunjang


Pertumbuhan KAPET dalam Kaitannya dengan Kemitraan Antara
Pemerintah, Swasta dan Masyarakat. Manajemen Usahawan
Indonesia, No.12, Tahun XXV 14-17.

Rustiadi, E., Saefulhakim.,& Panuju, D.R. (2011).Perencanaan dan


Pembangunan Wilayah.Jakarta:Yayasan Pustaka Obor
Indonesia.

Samuelson, Paul A. and Nordhaus, William D, 1996, Makroekonomi (terjemahan


oleh: Haris Munandar, dkk), Erlangga, Jakarta.

Sari, Vera Yolanda. 2009. Ketimpangan Pembangunan Antar Wilayah Di Provinsi


Lampung. Skripsi Fakultas Ekonomi. Universitas Lampung.
Lampung.

Sigalingging Atur J. 2008. Dampak Pelaksanaan Desentralisasi Fiskal


TerhadapPertumbuhan Ekonomi dan Kesenjangan
Wilayah.Skripsi TidakDipublikasikan. Fakultas Ekonomi Undip.
Semarang.

Sjafrizal., 2008.Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi.Padang Sumatera Barat,


Baduose Media.

41
Sjafrizal, 2012, Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Regional
WilayahIndonesia Bagian Barat, Jakarta, Jurnal Buletin Prisma.

Soepono, Prasetyo, 2001, Teori Pertumbuhan Berbasis Ekonomi(Ekspor): Posisi


dan Sumbangannya Bagi Perbendaharaan Alat-Alat Analisis
Regional, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol.16,No.1,41-
53.

Suhartono,2011. Struktur Ekonomi, KesempatanKerja, dan Ketimpangan


Pendapatan diprovinsi Jawa Tengah.lppm.ut.ac.id.

Supangkat, 2002.Ananlisis Penentuan Sektor Prioritas dalam Peningkatan


Pembangunan Daearah Kabupaten Asahan.Tesis.Program
Pascasarjana USU, Medan.

Sus Setyaningrum, 2001. Analisis Struktur Perekonomian Provinsi Daerah


Istimewa Yogyakarta. Skripsi Tidak Dipublikasikan.

Tambunan, 2001, Perekonomian Indonesia : Teori dan Temuan Empiris, PT.


Ghalia Indonesia, Jakarta.

Tambunan, T.T.H. 2003.Perekonomian Indonesia: Beberapa Masalah Penting.


Jakarta: Ghalia Indonesia.

Tarigan, Robinson. 2004. Ekonomi Regional,Teori dan Aplikasi. Penerbit PT. Bumi
Aksara, Jakarta.

Todaro, P. Michael. 2000. Economic Development, Seventh Edition, New York:


Adfdision Wesley Longman, Inc.

Todaro.M. dan Smith.2004. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga.


PearsonEducation Limited. United Kingdom.

Usya, N. 2006.Analisis Struktur Ekonomi dan Identifikasi Sektor Unggulan di


Kabupaten Subang.Fakultas Ekonomi dan Manajemen.IPB.
Bogor.

Wibowo, Rudi & Soetriono., 2004.Konsep, Teori, dan Landasan Analisis Wilayah.
Penerbit Bayumedia, Malang.

Widodo, Tri. 2006. Perencanaan Pembangunan: Aplikasi Komputer (Era Otonomi


Daerah). Penerbit UPP STIM YKPN, Yogyakarta.

Wiyadi, dan Rina Trisnawati.2003. Analisis Potensi Daerah untuk


Mengembangkan Wilayah di Eks‐Karesidenan Surakarta dengan
Menggunakan Teori Pusat Pertumbuhan.Fokus Ekonomi
Vol.1.No.3 Desember 2003, 284‐292.

42
Yustika, Ahmad Erani, 2007. Perekonomian Indonesia; Satu Dekade Pasca
Krisis Ekonomi. Penerbit BPFE – Universitas Brawijaya, Malang.

43

Anda mungkin juga menyukai