PENDAHULUAN
1
satu upaya memaksimalkan partisipasi masyarakat dalam kegiatan
pembangunan ekonomi agar tercipta pembangunan ekonomi yang efektif
dan efisien (Priana, 2017). Tentu dalam mencapai semua tujuan itu harus
berfokus pada potensi masing-masing disuatu daerah. Pembangunan
ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan
masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola
kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk
menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan
pertumbuhan ekonomi dalam wilayah tersebut.(Hendayana, 2003). Dalam
upaya untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan
masyarakatnya harus secara bersama sama mengambil inisiatif
pembangunan daerah di mana sumber daya yang ada harus mampu
menaksir potensi yang diperlukan untuk merancang dan membangun
perekonomian daerah. (Arsyad, 1999).
Pembangunan nasional menitikberat-kan pada bidang ekonomi yang
merupakan motor penggerak utama pembangunan dan didorong dengan
pembangunan bidang lain yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu,
Aditya (2010) mengatakan bahwa :
“Usaha untuk meningkatkan pendapatan perkapita masyarakat,
dimana tingkat pertumbuhan Gross Domestic Product (GDP)
melebihi tingkat pertambahan penduduk pada suatu tahun. Usaha
untuk melakukan perombakan dan modernisasi dalam struktur
perekonomian yang umumnya masih bersifat tradisional.”
2
pembangunan nasional. Sehubungan dengan keinginan untuk mewujudkan
pembangunan seperti apa yang diharapkan, ada dua kondisi yang perlu
diperhatikan karena dapat berpengaruh terhadap proses perencanaan
pembangunan daerah, yaitu: (1) tekanan yang berasal dari lingkungan
dalam negeri maupun luar negeri yang mempengaruhi kebutuhan daerah
dalam proses pembangunan pereko-nomiannya; (2) kenyataan bahwa
perekonomian daerah dalam suatu negara di-pengaruhi oleh setiap sektor
secara berbeda-beda, misalkan beberapa daerah mengalami pertumbuhan
pada sektor industrinya sedangkan daerah lain mengalami penurunan.
Inilah yang menjelaskan perbedaan pers-pektif masyarakat daerah
mengenai arah dan makna pembangunan daerah (Kuncoro, 2005)
Pulau Jawa sebagai salah satu Pulau besar di Indonesia tidak
mungkin terlepas dari masalah ketimpangan perekonomian. Pulau Jawa
yang terdiri dari 6 (enam) Provinsi ini tentu saja memiliki berbagai
persoalan-persoalan penting yang harus diselesaikan, diantaranya adalah
masalah pertumbuhan ekonomi dan kesenjangan distribusi pembangunan.
(Alwafi Ridho Subarkah, 2018). Aspek pemerataan pembangunan
merupakan hal yang penting untuk dipantau, karena pemerataan hasil
pembangunan merupakan salah satu strategi dan tujuan pembangunan
nasional di Indonesia (Suyatno, 2013)
Jawa Tengah merupakan Provinsi yang memiliki potensi yang
dapat dikembangkan namun disisi lain Provinsi Jawa Tengah memiliki
beberapa sektor yang dianggap kurang menguntungkan. Mengetahui
perkembangan sektor-sektor yang dimiliki akan memberikan gambaran
mengenai potensi-potensi ekonomi yang terdapat di Provinsi Jawa Tengah.
Potensi-potensi tersebut yang nantinya perlu untuk di prioritaskan dalam
kegiatan perekonomian yang dilakukan, sehingga kemampuan untuk
bersaing dengan daerah lain akan menjadi lebih kuat. Sehingga penulis
tertarik untuk melakukan penelitian mengenai beberapa permasalahan
sebagai berikut yaitu dalam menentukan sektor basis dan non basis di
wilayah Provinsi Jawa Tengah serta bagaimana konstribusi sektor
3
unggulan terhadap perekonomian dan pembangunan di Provinsi Jawa
Tengah
Ada sembilan sektor ekonomi atau kelompok lapangan usaha yang
umumnya dapat dihitung dalam PDB atau PDRB jika dalam lingkup
regional/daerah (BPS Provinsi Jawa Tengah, 2010), yaitu:
1. Sektor pertanian
2. Sektor pertambangan dan penggalian
3. Sektor industri pengolahan
4. Sektor listrik, gas dan air bersih
5. Sektor bangunan
6. Sektor perdagangan, hotel dan restoran
7. Sektor pengangkutan dan komunikasi
8. Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan
9. Sektor jasa-jasa
Dari perhitungan sektor-sektor ekonomi tersebut, kondisi struktur
ekonomi dari suatu daerah atau negara dapat ditentukan. Suatu daerah
dikatakan agraris bila peran sektor pertanian sangat dominan dalam
PDRB-nya, demikian pula sebaliknya, dikatakan sebagai daerah industri
apabila yang lebih dominan adalah sektor industrinya. Provinsi Jawa
Tengah adalah kontributor terbesar dalam PDRB dan menduduki peringkat
ke-4 setelah DKI Jakarta, Jawa Timur, dan Jawa Barat, karena letak
sumber-sumber ekonomi senantiasa dipisah-kan oleh spasial atau ruang
maka perkembangan ekonomi suatu daerah senantiasa berbeda dengan
daerah lainnya. Demikian juga halnya dengan permasalahan perwilayahan
pembangunan di Provinsi Jawa Tengah.
Tabel 1. Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 menurut Provinsi di
Pulau Jawa Tahun 2001 – 2010 (dalam %)
Provinsi 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 Rata-rata
DKI Jakarta 6.73 6.53 6.07 5.91 5.91 5.87 6.20 6.17 6.17
Jawa Timur 6.44 6.64 6.08 5.86 5.44 5.57 5.46 5.50 5.87
Jawa Barat 6.50 6.50 6.33 5.09 5.05 5.66 5.33 5.66 5,76
Jawa Tengah 5.30 5.34 5.11 5.27 5.47 5.25 5.26 5.31 5.28
Sumber : BPS yang telah diolah
4
Pemetaan sektor basis dan non basis secara spatio-temporal
dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui perubahan yang terjadi dari
waktu ke waktu, yang dengan demikian akan terlihat tren yang terjadi
dalam jangka waktu tersebut. Apabila terlihat tren perubahan peningkatan
sektor-sektor tertentu, maka dapat diketahui daerah-daerah mana yang
mengalami peningkatan sektor pesat sehingga dapat dipelajari alasan
mengapa daerah-daerah tersebut memiliki nilai sektor yang tinggi. Setelah
dipelajari dan diketahui penyebab besarnya sektor-sektor pada daerah-
daerah yang memiliki nilai sektor basis dan non basis, maka dapat dietahui
sektor apa yang potensial diharapkan mampu untuk mempermudah
pelaksanaan pembangunan di Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan latar
belakang yang telah diuraikan, dengan judul penelitian “Kajian Tren
Spatio-Temporal Sektor-Sektor Unggulan Di Provinsi Jawa Tengah Tahun
2011-2020”.
5
1.4 Kegunaan Penelitian
1. Bagi peneliti, penelitian ini berguna sebagai sarana pengetahuan dan
sebagai salah satu syarat penyelesaian dalam menyelesaikan studi di
Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
2. Bagi pemerintah Jawa Tengah penelitian ini diharapkan dapat menjadi
pertimbangan dalam menetapkan kebijakan pembangunan.
3. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi penelitian lainnya yang
berhubungan dengan penelitian ini.
6
dengan cara membanding perannya dalam perekonomian daerah tersebut
dengan peranan kegiatan atau industri sejenis dalam perekonomian regional
(Emilia, 2006).
Salah satu cara dalam menentukan suatu sektor sebagai sektor basis
atau non-basis adalah analisis Location Quotient (LQ). Arsyad, 2010)
menjelaskan bahwa teknik Location Quotient dapat membagi kegiatan
ekonomi suatu daerah menjadi dua golongan yaitu:
1. Kegiatan sektor ekonomi yang melayani pasar di daerah itu sendiri
maupun di luar daerah yang bersangkutan. Sektor ekonomi seperti ini
dinamakan sektor ekonomi potensial (basis)
2. Kegiatan sektor ekonomi yang melayani pasar di daerah tersebut
dinamakan sektor tidak potensial (non basis) atau local industry.
7
memasarkan semua komoditas yang dapat diproduksi di suatu wilayah
secara simultan relatif terbatas (Hidayah, 2010). Menurut Rachman, (2003)
yang dimaksud komoditas unggulan adalah komoditas andalan yang
memiliki posisi strategis untuk dikembangkan di suatu wilayah. Dengan
menggunakan pendekatan Location Quation (LQ) sektor yang dianggap
basis (LQ >1) dan tidak basis (LQ<1).
Menurut Ambardi dan Prihawantoro (2002), kriteria komoditas
unggulan suatu daerah, diantaranya:
1. Komoditas unggulan harus mampu menjadi penggerak utama
pembangunan perekonomian. Artinya, komoditas unggulan dapat
memberikan kontribusi yang signifikan pada peningkatan produksi,
pendapatan, maupun pengeluaran.
2. Komoditas unggulan mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang
yang kuat, baik sesama komoditas unggulan maupun komoditas lainnya.
3. Komoditas unggulan mampu bersaing dengan produk sejenis dari
wilayah lain di pasar nasional dan pasar internasional, baik dalam harga
produk, biaya produksi, kualitas pelayanan, maupun aspek-aspek
lainnya.
4. Komoditas unggulan daerah memiliki keterkaitan dengan daerah lain,
baik dalam hal pasar (konsumen) maupun pemasokan bahan baku (jika
bahan baku di daerah sendiri tidak mencukupi atau tidak tersedia sama
sekali).
5. Komoditas unggulan memiliki status teknologi yang terus meningkat,
terutama melalui inovasi teknologi.
6. Komoditas unggulan mampu menyerap tenaga kerja berkualitas secara
optimal sesuai dengan skala produksinya.
7. Komoditas unggulan bisa bertahan dalam jangka waktu tertentu, mulai
dari fase kelahiran, pertumbuhan, puncak hingga penurunan. Di saat
komoditas unggulan yang satu memasuki tahap penurunan, maka
komoditas unggulan lainnya harus mampu menggantikannya.
8
8. Komoditas unggulan tidak rentan terhadap gejolak eksternal dan
internal.
9. Pengembangan komoditas unggulan harus mendapatkan berbagai bentuk
dukungan. Misalnya, dukungan keamanan, sosial, budaya, informasi dan
peluang pasar, kelembagaan, fasilitas insentif/disinsentif, dan lain-lain.
10. Pengembangan komoditas unggulan berorientasi pada kelestarian
sumber daya dan lingkungan
9
banyak digunakan untuk membahas kondisi perekonomian, mengarah pada
identifikasi spesialisasi kegiatan perekonomian atau mengukur konsentrasi
relatif kegiatan ekonomi untuk mendapatkan gambaran dalam penetapan
sektor unggulan sebagai leading sektor suatu kegiatan ekonomi industri.
Dasar pembahasannya sering difokuskan pada aspek tenaga kerja dan
pendapatan. Teknik LQ belum bisa memberikan kesimpulan akhir dari
sektor-sektor yang teridentifikasi sebagai sektor strategis. Namun untuk
tahap pertama sudah cukup memberi gambaran akan kemampuan suatu
wilayah dalam sektor yang teridentifikasi. Rumus matematika yang
digunakan untuk membandingkan kemampuan sektor-sektor dari wilayah
tersebut adalah (Daryanto dan Hafizrianda, 2010:21).
10
adalah karena demikian sederhananya pendekatan LQ ini, maka diperlukan
data yang akurat dan valid. Disamping itu untuk menghindari bias musiman
atau tahunan diperlukan nilai rata-rata dari data series yang cukup panjang,
sebaiknya tidak kurang dari 5 (lima) tahun (Hendayana, 2003) dalam
Maretsum R, (2014).
11
Ditinjau dari segi pengeluaran, merupakan pengeluaran konsumsi
rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari untung, konsumsi
pemerintah, dan pembentukan modal tetap perubahan stock dan ekspor netto
(BPS Jawa Tengah, 2019).
12
memiliki potensi. Menurut kamus bahasa Indonesai, potensi adalah
kesanggupan, daya, kemampuan untuk lebih berkembang. Setiap orang
memiliki potensi, dan tentu berbeda setiap apa yang dimiliki antara satu
orang dengan orang lain.
Potensi ekonomi daerah adalah kemampuan ekonomi yang ada di
daerah yang mungkin dan layak dikembangkan sehingga akan terus
berkembang menjadi sumber penghidupan rakyat setempat bahkan dapat
mendorong perekonomian daerah secara keseluruhan untuk berkembang
dengan sendirinya dan berkesinambungan. Potensi ekonomi daerah dapat
dikembangkan melalui sektor-sektor unggulan yang dimiliki oleh daerah
(Irwan, 2015). Setiap daerah memiliki potensi daerahnya masing-masing,
potensi yang ada di setiap daerah harus dikembangkan oleh pemerintah
daerah untuk kesejahtraan masyarakatnya daerah tersebut.
Pemerintah daerah memiliki wewenang penuh untuk memeksimalkan
potensi yang ada dan menjadikan sumber pendapatan untuk membangun
perekonomian daerah. Setiap setiap daerah tentunya memiliki ciri khas, ciri
khas yang positif yang merupakan keunggulan lokal daerah. Potensi
ekonomi daerah didenifisikan oleh Suparmoko (2002) sebagai kemampuan
ekonomi yang ada di daerah yang mungkin dan layak dikembangkan
sehingga akan terus berkembang menjadi sumber penghidupan rakyat
setempat, bahkan dapat mendorong perekonomian daerah secara
keseluruhan untuk berkembang dengan sendirinya dan berkesinambungan.
13
kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang
lebih baik, identifikasi pasar- pasar baru, alih ilmu pengetahuan, dan
pengembangan perusahaan-perusahaan baru (Arsyad, 2010).
Perbedaan kondisi daerah membawa implikasi bagi corak
pembangunan yang akan diterapkan. Penurunan terhadap pola kebijakan
yang berhasil pada suatu daerah, belum tentu memberikan manfaat yang
sama bagi daerah lainnya. Dengan demikian pola kebijakan pembangunan
yang diambil oleh suatu daerah harus disesuaikan dengan kondisi dan
potensi daerah yang bersangkutan. Oleh karena itu penelitian yang
mendalam tentang keadaan dan potensi tiap daerah harus dilaksanakan
untuk mendapatkan data dan informasi yang berguna bagi penentuan arah
perencanaan pembanguan daerah yang bersangkutan. Masalah pokok
pembangunan daerah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan
pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan
dengan menggunakan potensi sumberdaya manusia, kelembagaan, dan
sumberdaya fisik secara lokal. Orientasi ini mengarah pada pengambilan
inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut untuk menciptakan
kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan kegiatan ekonomi
(Arsyad, 1999:109).
Pembangunan ekonomi yang efisien membutuhkan secara seimbang
perencanaan yang teliti mengenai penggunaan sumberdaya-sumberdaya
yang ada. Melalui perencanaan pembangunan ekonomi daerah, suatu daerah
dapat dilihat secara keseluruhan sebagai suatu unit ekonomi yang
didalamnya terdapat berbagai unsur yang berinteraksi satu dengan yang lain.
Beberapa teori pembangunan daerah antara lain (Aryad, 1999:116)
14
tersebut secara khusus dapat berbeda tergantung pada situasi dan kondisi
yang sedang berlaku di daerah perencanaan. Substansi permasalahan yang
berbeda antara satu daerah dan daerah lainnya dapat menyebabkan
berbedanya faktor-faktor dimaksud. (Dunn dan William, 2003).
Menurut pendapat yang dikeluarkan oleh Lembaga Administrasi
Negara (LAN) dan Deutsche Stiftung fur Internationale Entwicklung (DSE)
yang dituangkan dalam Modul Diklat Perencanaan Pembangunan Wilayah
(1999), hal-hal yang dapat memengaruhi perencanaan pembangunan daerah
antara lain meliputi:
1. Kestabilan politik dan keamanan dalam negeri
2. Dilakukan oleh orang-orang yang ahli di bidangnya
3. Realistis, sesuai dengan kemampuan sumber daya dan dana
4. Koordinasi yang baik
5. Top down dan bottom up planning
6. Sistem pemantauan dan pengawasan yang terus menerus
7. Transparansi dan dapat diterima oleh masyarakat.
Menurut Sjafrizal (2008), teori pertumbuhan ekonomi regional
merupakan bagian penting dalam analisis ekonomi regional,, karena
pertumbuhan merupakan salah satu unsur utama dalam pembangunan
ekonomi regional dan mempunyai implikasi yang cukup luas. Sasaran utama
analisis mengenai pertumbuhan ekonomi regional ini adalah untuk
menjelaskan mengapa suatu daerah dapat tumbuh cepat, dan ada pula yang
tumbuh lambat. Disamping itu, analisis ini juga dapat menjelaskan mengapa
terjadi ketimpangan pembangunan ekonomi antar wilayah.
Berdasarkan hal tersebut, maka sangatlah penting untuk membahas
tentang struktur dan faktor penentu pertumbuhan ekonomi daerah, agar
pemerintah dapat menentukan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi di daerahnya. Laju pertumbuhan
menunjukkan perkembangan agregat pendapatan dari satu waktu tertentu
terhadap waktu sebelumnya. Laju pertumbuhan PDB (Produk Domestik
Bruto) diperoleh dari perhitungan PDB atas harga dasar konstan. Diperoleh
15
dengan cara mengurangi nilai PDB pada tahun ke-n terhadap nilai pada
tahun ke n-1 (tahun sebelumnya), dibagi dengan nilai pada tahun ke n-1,
dikalikan dengan 100 persen (BPS, 2016).
16
adalah untuk menghitung atau menyampaikan informasi baik itu dalam
bentuk 1 dimensi (dokumen teks), 2 dimensi (data bidang, peta geografis
atau data peta), 3 dimensi (objek nyata seperti bentuk bangunan, dsb)
dan temporal data yaitu untuk menampilkan data dalam periode tertentu
(Sri Mulyana dan Edi Winarko, 2011).
2. Peta
Peta adalah gambaran suatu karakteristik tertentu yang dipilih
dalam suatu tempat yang biasanya digambarkan pada suatu permukaan
datar dan diskalakan. Peta digunakan untuk visualisasi data keruangan
atau data geospasial, yaitu data yang berhubungan dengan lokasi atau
atribut objek atau fenomena yang ada di muka bumi, dan berfungsi
untuk membantu pengguna memahami hubungan geospasial dengan
lebih baik (Kraak dan Ormeling, 2013)
Peta merupakan gambaran sebagian atau seluruh permukaan
bumi pada suatu skala dan sistem proyeksi tertentu. Peta menyajikan
unsur-unsur di muka bumi dengan cara memilih atau generalisasi sesuai
dengan maksud dan tujuan pembuatan peta tersebut. Tujuan pembuatan
peta menurut Aryono Prihandito (1988) :
1. Untuk mengkomunikasikan informasi ruang.
2. Untuk menyimpan informasi.
3. Digunakan untuk membantu suatu pekerjaan (misalnya untuk
konstruksi jalan, navigasi, perencanaan, dll).
4. Digunakan untuk membantu dalam suatu desain (misalnya desain
jalan).
5. Untuk analisis data spasial (misalnya perhitungan volume, dsb).
Berdasarkan prinsip tersebut, dapat diketahui bahwa peta dibuat
tidak hanya untuk menunjukkan orientasi atau sarana navigasi untuk
mencapai suatu lokasi, tetapi juga digunakan untuk perencanaan
pembangunan dan pengambilan keputusan. Sehingga dalam hal ini peta
berkembang sebagai alat analisis dan visualisasi data spasial, dan
17
peranan kartografi sangat penting dalam pembuatan peta agar pengguna
dapat menangkap kesan keseluruhan dari tampilan data
18
mengetahui sektor unggulan di Kabupaten Sleman supaya pemerintah
daerah terfokus dalam mengembangkan daerahnya. Pendekatan shift share
(SS) dan location quotient (LQ) digunakan dalam menganalisa sektor
ungulan Kabupaten Sleman. Sehingga didapat kesimpulan, sektor unggulan
Kabupaten Sleman adalah sektor kontruksi, sektor transportasi dan
pergudangan, sektor real estate, dan sektor jasa perusahaan. (Basuki &
Mujiraharjo, 2017)
Wiwin Priana (2016) melakukan penelitian tentang Economic
Growth Model Location Quotient In East Java Province, penelitian ini
bertujuan untuk menentukan sektor basis untuk pembangunan yang
berkelanjutan , sehingga didapat hasil Daerah yang mempunyai sektor basis
terbanyak adalah sektor pertanian 27 daerah atau 71,05% dan sector Jasa
jasa sebanyak 27 Daerah (71,05%). Sektor yang paling sedikit adalah sektor
Industri 5 daerah atau 13,15 % dan Sektor Listri, Gas , Air sebanyak 7
daerah atau 18,14 %. (Priana, 2017)
D Kartikawati, Darsono, MT Sundari (2019) melakukan penelitian
tentang The role of agriculture, forestry and fishery sector in the
development of Malinau District (location quotient and shift share
approach) Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap peran, perubahan
peran di masa depan, sehingga didapatkan kesimpulan Sektor Pertanian,
Kehutanan dan Perikanan di Kabupaten Malinau merupakan sektor non
basis dengan rata-rata LQ <1 dari 0,76. Subsektor basis di Kabupaten
Malinau adalah Kehutanan dan Penebangan subsektor dengan nilai LQ> 1
sebesar 136.269,17. Berdasarkan analisis gabungan LQ dan DLQ, Sektor
Pertanian, Kehutanan dan Perikanan belum mengalami perubahan peran
dimana sektor tetap menjadi sektor non-basis saat ini dan di masa depan.
Sedangkan sub sektor Pertanian, Peternakan, Jasa Pertanian dan Perburuan
dan Perikanan menjadi Sub sektor basis dan sub sektor Kehutanan dan
Penebangan menjadi subsektor non basis di lingkungan masa depan.
(Kartikawati et al., 2019)
19
Denis Kustikoning Sari (2021) Adapun tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menganalisis persebaran sektor basis dan non basis di Provinsi
Jawa Tengah, serta menganalisis produk unggulan tiap Kabupaten/Kota di
Provinsi Jawa Tengah menggunakan analisis Location Quotient (LQ),
metode yang digunakan yaitu metode penelitian kuantitatif deskriptif
dengan pendekatan Analisis Data Sekunder (ADS). Data-data tersebut
meliputi data PDRB Propinsi Jawa Tengah berdasarkan lapangan usaha,
PDRB Propinsi Jawa Tengah menurut kabupaten/kota, PDRB per kapita
tiap kabupaten/kota tahun 2011-2020.
Beragam analisis yang digunakan peneliti antara lain Analisis
Location Quotient (LQ), Dynamic Location Quotient (DLQ), Shift Share,
dan Tipologi Klassen. Penelitan yang ada berikut telah mendasari dan
menunjang pemikiran penulis dalam penyusunan Skripsi. Keterkaitan
penelitian ini dengan penelitian yang ada sebelumnya adalah dalam
penelitian ini menggunakan analisis mengenai identifikasi sektor potensial
ekonomi dengan menggunakan alat analisis Location Quotient (LQ).
Sedangkan perbedaan penelitian ini adalah Menganalisis tren spatio-
temporal sektor-sektor unggulan di Provinsi Jawa Tengah, serta mengetahui
sektor apa saja yang potensial sehingga mampu melaksanakan
pembangunan di Provinsi Jawa Tengah menggunakan analisis Location
Quotient (LQ) Sebagai informasi dan pertimbangan dalam perencanaan
pembangunan ekonomi.
20
Tabel 2. Ringkasan Penelitian Sebelumnya
Nama Peneliti Judul Tujuan Metode Hasil
Ilham Martadona, Analisis Komoditi Menganalisis komoditas Metode LQ digunakan Tanaman padi merupakan komoditi
Yeti Lis Unggulan Tanaman unggulan tanaman dalam untuk mengetahui potensi unggulan untuk kemudian dijadikan
Purnamadewi, Pangan Dalam rangka pengembangan dari suatu aktivitas ekonomi komoditi utama dalam pengembangan
Mukhamad Najib Rangka Perencanaan agropolitan di Padang yang merupakan indikasi kawasan agropolitan di Kota Padang.
(2016) Kawasan sektor basis dan non basis.
Agropolitan di Kota
Padang
Wiwin Priana Economic Growth Menentukan sektor basis
Menggunakan analisis Daerah yang mempunyai sektor basis
(2016) Model Location untuk pembangunan yangLocation Quotient (LQ) data terbanyak adalah sektor pertanian 27
Quotient (LQ) in berkelanjutan. dari Produk Domestik daerah atau 71,05% dan sector Jasa
East Java Province Regional Bruto (PDRB) jasa sebanyak 27 Daerah (71,05%).
Provinsi Jawa Timur dan Sektor yang paling sedikit adalah
PDRB per sektor kabupaten sektor Industri 5 daerah atau 13,15 %
atau kota serta tenaga kerja dan Sektor Listri, Gas , Air sebanyak 7
per sektor daerah atau 18,14 %.
Mahmud Basuki, Analisis Sektor Mengetahui sektor Pendekatan shift share (SS) Sektor unggulan Kabupaten Sleman
Febri Nugroho Unggulan Kabupaten unggulan di Kabupaten dan location quotient (LQ) ada empat sektor yaitu sektor
Mujiraharjo (2017) Sleman dengan Sleman supaya pemerintah digunakan dalam kontruksi, sektor transportasi dan
Metode Shift Share daerah terfokus dalam menganalisa sektor ungulan pergudangan, sektor real estate, dan
dan Location mengembangkan Kabupaten Sleman. sektor jasa perusahaan.
Quotient daerahnya.
Fahrizal, Sudati Analisis Mengetahui seberapa Menggunakan metode Ketimpangan ekonomi berdasarkan
Nur Sarfiah, Ketimpangan besar ketimpangan deskriptif dengan Indeks Williamson di Provinsi Jawa
Whinarko Ekonomi Provinsi ekonomi di Provinsi Jawa pendekatan Indeks Tengah trennya menurun meskipun
Juliprijanto (2019) Jawa Tengah Tahun Tengah tahun 2008-2017 Williamson, Tipologi angkanya tinggi. Sektor yang
2008-2017 Klassen, Location Quotient berkontribusi besar terhadap PDRB
23
Nama Peneliti Judul Tujuan Metode Hasil
sebagai alat ukur. Provinsi Jawa Tengah serta
merupakan sektor maju dan maju tapi
tertekan. Ada lima sektor basis dan
empat sektor non basis.
D Kartikawati, The role of Penelitian ini bertujuan Metode dasar penelitian ini Sektor Pertanian, Kehutanan dan
Darsono, MT agriculture, forestry untuk mengungkap peran, adalah metode deskriptif. Perikanan di Kabupaten Malinau
Sundari (2019) and fishery sector in perubahan peran di masa Alat analisis yang merupakan sektor non basis dengan
the development of depan digunakan adalah Location rata-rata LQ <1 dari 0,76. Subsektor
Malinau District Quotient (LQ), Dynamic basis di Kabupaten Malinau adalah
(location quotient Location Quotient (DLQ) Kehutanan dan Penebangan subsektor
and shift share dan Shift Share. Jenis data dengan nilai LQ> 1 sebesar
approach) yang digunakan adalah data 136.269,17. Analisis gabungan LQ
sekunder berupa Produk dan DLQ, Sektor Pertanian,
Domestik Regional Bruto Kehutanan dan Perikanan belum
(PDRB) berdasarkan harga mengalami perubahan peran dimana
konstan tahun 2010 di sektor tetap menjadi sektor non-basis
Malinau dan Kalimantan saat ini dan di masa depan. Sedangkan
Utara tahun 2012-2016. sub sektor Pertanian, Peternakan, Jasa
Pertanian dan Perburuan dan
Perikanan menjadi Sub sektor basis
dan sub sektor Kehutanan dan
Penebangan menjadi subsektor non
basis di lingkungan masa depan.
24
Nama Peneliti Judul Tujuan Metode Hasil
Denis Kustikoning Kajian Tren Spatio- Menganalisis tren spatio- Metode penelitian Pola persebaran sektor basis yang
Sari (2021) Temporal Sektor- temporal sektor basis dan kuantitatif deskriptif dengan terus berubah di setiap tahun, tahun
Sektor Unggulan Di non basis di tiap pendekatan Analisis Data 2016 dan 2017 memiliki hubungan
Jawa Tengah Tahun Kabupaten/Kota di Sekunder (ADS). Data-data secara Spatio-Temporal, Tahun 2011-
2011-2020. Provinsi Jawa Tengah tersebut meliputi data 2016 yang menjadi penyumbang nilai
tahun 2011-2020, Serta PDRB Propinsi Jawa tertinggi yaitu sektor pertanian. Tahun
Mengetahui sektor-sektor Tengah berdasarkan 2016-2020 yang menjadi penyumbang
potensial di tiap lapangan usaha, PDRB nilai tertinggi yaitu sektor jasa-jasa.
Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah Sektor yang memiliki daya saing
Provinsi Jawa Tengah menurut kabupaten/kota, adalah sektor jasa-jasa, sektor
PDRB per kapita tiap pertambangan dan penggalian, sektor
kabupaten/kota tahun 2011- pertanian, sektor listrik, gas dan air
2020. bersih, dan sektor perdagangan, hotel
dan restoran, sehingga diharapkan
terus mampu memberikan nilai PDRB
yang terus tinggi serta untuk membuat
pembangunan di Provinsi Jawa
Tengah terus berkembang maju.
Sumber: Penulis, 2021
25
1.5.3 Kerangka Penelitian
Produk Domestik Regional Bruto membutuhkan pengamatan yang
cermat untuk dapat mengetahui perkembangan dalam rangka pengawasan
dan pengembangan lebih lanjut oleh pemerintah. Hal ini dapat dilakukan
apabila suatu struktur ekonomi terbentuk dengan rinci dalam mengetahui
seberapa besar kontribusi setiap sektor terhadap PDRB. Untuk menganalisa
lebih lanjut digunakan analisis Location Quotient untuk melihat sektor-
sektor manakah yang termasuk sektor unggulan atau sektor basis untuk
kemajuan perekonomian di Provinsi Jawa Tengah.
Variabel yang akan diteliti adalah pertumbuhan ekonomi dengan
indikator sektor basis yang dapat dihitung mengunakan analisis LQ yang
berpatokan pada PDRB berdasarkan harga konstan dan kesempatan kerja di
Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. Berdasarkan data dan informasi yang
terkandung dalam PDRB dan dapat dilakukan beberapa analisis untuk
memperoleh informasi antara lain tentang sektor basis, dimana kegiatan
ekonomi wilayah berdasarkan teori ekonomi basis diklasifikasikan ke dalam
dua sektor, yaitu sektor basis dan non basis. Analisis ini diperlukan untuk
mengidentifikasi kegiatan ekonomi daerah yang bersifat ekspor dan non
ekspor dan mengetahui laju pertumbuhan sektor basis dari tahun ke tahun.
Pertumbuhan beberapa sektor basis akan menentukan pembangunan daerah
secara keseluruhan sementara sektor non basis hanya merupakan
konsekuensi-konsekuensi dari pembangunan daerah. Barang dan jasa dari
sektor basis yang di ekspor akan menghasilkan pendapatan bagi daerah,
serta meningkatkan konsumsi dan investasi.
26
Gambar 1. Kerangka Penelitian
Sumber: Penulis, 2021
27
pada era otonomi yaitu suatu pekerjaan yang tidak mudah dilaksanakan,
hal tersebut disebabkan karena pengembangan PUD terkait erat dengan
kemauan politik atau kebijakan dari Pemerintah Daerah. Peranan
pemerintah daerah sangat diperlukan dan sangat penting dalam
pengembangan dan pemberdayaan produk unggulan daerah sebagai
salah satu tonggak dari pada ekonomi daerah. (Anonim, 2000)
28