Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembangunan ekonomi suatu daerah atau suatu negara selalu
diarahkan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat.
Pembangunan ekonomi suatu daerah atau suatu negara pada dasarnya
merupakan interaksi dari berbagai kelompok variabel, antara lain sumber
daya manusia, sumber daya alam, modal, teknologi dan lain-lain. Indonesia
sebagai sebuah negara dimana pembangunan nasionalnya pada hakikatnya
memiliki salah satu tujuan yaitu memajukan kesejahteraan umum.
(Suparmoko, 1994).
Selanjutnya menurut Nahrawi 2005: 5. Dalam konteks tersebut,
maka pembangunan ekonomi diarahkan untuk memacu adanya pemerataan
pembangunan beserta hasil-hasilnya, yang diharapkan dapat memacu
pertumbuhan ekonomi sebuah daerah secara lebih adil bagi seluruh
masyarakat yang ada. Pertumbuhan Ekonomi yang tinggi juga diperlukan
guna mempercepat perubahan struktur perekonomian daerah dari
perekonomian yang kecil dan sering berjalan ditempat (stagnan) menuju
perekonomian daerah yang terus meningkat dan dinamis, Ciri-ciri dari
daerah yang perekonomiannya meningkat secara terus menerus adalah;
memiliki industri yang kuat dan maju, pertanian yang tangguh serta
memiliki basis-basis pertumbuhan sektoral yang berpotensi besar.
Suatu negara selalu menginginkan perekonomian yang maju dalam
meningkatkan pendapatan masyarakat sehingga dapat mewujudkan
kesejahteraan masyarakat. Maka pembangunan ekonomi sangat penting
dilakukan dalam mencapai sasaran tersebut. Pembangunan ekonomi
memiliki sasaran dalam meningkatkan kecerdasan, taraf hidup hingga
kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi memiliki peran yang
utama, maka diperlukan adanya keterkaitan yang optimal antara
perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan penganggaran sebagai salah

1
satu upaya memaksimalkan partisipasi masyarakat dalam kegiatan
pembangunan ekonomi agar tercipta pembangunan ekonomi yang efektif
dan efisien (Priana, 2017). Tentu dalam mencapai semua tujuan itu harus
berfokus pada potensi masing-masing disuatu daerah. Pembangunan
ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan
masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola
kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk
menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan
pertumbuhan ekonomi dalam wilayah tersebut.(Hendayana, 2003). Dalam
upaya untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan
masyarakatnya harus secara bersama sama mengambil inisiatif
pembangunan daerah di mana sumber daya yang ada harus mampu
menaksir potensi yang diperlukan untuk merancang dan membangun
perekonomian daerah. (Arsyad, 1999).
Pembangunan nasional menitikberat-kan pada bidang ekonomi yang
merupakan motor penggerak utama pembangunan dan didorong dengan
pembangunan bidang lain yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu,
Aditya (2010) mengatakan bahwa :
“Usaha untuk meningkatkan pendapatan perkapita masyarakat,
dimana tingkat pertumbuhan Gross Domestic Product (GDP)
melebihi tingkat pertambahan penduduk pada suatu tahun. Usaha
untuk melakukan perombakan dan modernisasi dalam struktur
perekonomian yang umumnya masih bersifat tradisional.”

Salah satu indikasi dari pembangunan adalah terjadinya


pertumbuhan ekonomi (economic growth) yang ditunjukkan oleh
pertambahan produksi atau pendapatan nasional. Keberhasilan
pembangunan akan dapat mempertinggi kemampuan bangsa dalam
perubahan di bidang lainnya. (Priana, 2017) Salah satu tujuan
pembangunan jangka panjang bidang pertumbuhan ekonomi adalah
terciptanya stabilitas ekonomi di bidang pertanian dan industri (Aditya,
2010). Pembangunan daerah merupakan subsistem dari pembangunan
nasional dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

2
pembangunan nasional. Sehubungan dengan keinginan untuk mewujudkan
pembangunan seperti apa yang diharapkan, ada dua kondisi yang perlu
diperhatikan karena dapat berpengaruh terhadap proses perencanaan
pembangunan daerah, yaitu: (1) tekanan yang berasal dari lingkungan
dalam negeri maupun luar negeri yang mempengaruhi kebutuhan daerah
dalam proses pembangunan pereko-nomiannya; (2) kenyataan bahwa
perekonomian daerah dalam suatu negara di-pengaruhi oleh setiap sektor
secara berbeda-beda, misalkan beberapa daerah mengalami pertumbuhan
pada sektor industrinya sedangkan daerah lain mengalami penurunan.
Inilah yang menjelaskan perbedaan pers-pektif masyarakat daerah
mengenai arah dan makna pembangunan daerah (Kuncoro, 2005)
Pulau Jawa sebagai salah satu Pulau besar di Indonesia tidak
mungkin terlepas dari masalah ketimpangan perekonomian. Pulau Jawa
yang terdiri dari 6 (enam) Provinsi ini tentu saja memiliki berbagai
persoalan-persoalan penting yang harus diselesaikan, diantaranya adalah
masalah pertumbuhan ekonomi dan kesenjangan distribusi pembangunan.
(Alwafi Ridho Subarkah, 2018). Aspek pemerataan pembangunan
merupakan hal yang penting untuk dipantau, karena pemerataan hasil
pembangunan merupakan salah satu strategi dan tujuan pembangunan
nasional di Indonesia (Suyatno, 2013)
Jawa Tengah merupakan Provinsi yang memiliki potensi yang
dapat dikembangkan namun disisi lain Provinsi Jawa Tengah memiliki
beberapa sektor yang dianggap kurang menguntungkan. Mengetahui
perkembangan sektor-sektor yang dimiliki akan memberikan gambaran
mengenai potensi-potensi ekonomi yang terdapat di Provinsi Jawa Tengah.
Potensi-potensi tersebut yang nantinya perlu untuk di prioritaskan dalam
kegiatan perekonomian yang dilakukan, sehingga kemampuan untuk
bersaing dengan daerah lain akan menjadi lebih kuat. Sehingga penulis
tertarik untuk melakukan penelitian mengenai beberapa permasalahan
sebagai berikut yaitu dalam menentukan sektor basis dan non basis di
wilayah Provinsi Jawa Tengah serta bagaimana konstribusi sektor

3
unggulan terhadap perekonomian dan pembangunan di Provinsi Jawa
Tengah
Ada sembilan sektor ekonomi atau kelompok lapangan usaha yang
umumnya dapat dihitung dalam PDB atau PDRB jika dalam lingkup
regional/daerah (BPS Provinsi Jawa Tengah, 2010), yaitu:
1. Sektor pertanian
2. Sektor pertambangan dan penggalian
3. Sektor industri pengolahan
4. Sektor listrik, gas dan air bersih
5. Sektor bangunan
6. Sektor perdagangan, hotel dan restoran
7. Sektor pengangkutan dan komunikasi
8. Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan
9. Sektor jasa-jasa
Dari perhitungan sektor-sektor ekonomi tersebut, kondisi struktur
ekonomi dari suatu daerah atau negara dapat ditentukan. Suatu daerah
dikatakan agraris bila peran sektor pertanian sangat dominan dalam
PDRB-nya, demikian pula sebaliknya, dikatakan sebagai daerah industri
apabila yang lebih dominan adalah sektor industrinya. Provinsi Jawa
Tengah adalah kontributor terbesar dalam PDRB dan menduduki peringkat
ke-4 setelah DKI Jakarta, Jawa Timur, dan Jawa Barat, karena letak
sumber-sumber ekonomi senantiasa dipisah-kan oleh spasial atau ruang
maka perkembangan ekonomi suatu daerah senantiasa berbeda dengan
daerah lainnya. Demikian juga halnya dengan permasalahan perwilayahan
pembangunan di Provinsi Jawa Tengah.
Tabel 1. Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 menurut Provinsi di
Pulau Jawa Tahun 2001 – 2010 (dalam %)
Provinsi 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 Rata-rata
DKI Jakarta 6.73 6.53 6.07 5.91 5.91 5.87 6.20 6.17 6.17
Jawa Timur 6.44 6.64 6.08 5.86 5.44 5.57 5.46 5.50 5.87
Jawa Barat 6.50 6.50 6.33 5.09 5.05 5.66 5.33 5.66 5,76
Jawa Tengah 5.30 5.34 5.11 5.27 5.47 5.25 5.26 5.31 5.28
Sumber : BPS yang telah diolah

4
Pemetaan sektor basis dan non basis secara spatio-temporal
dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui perubahan yang terjadi dari
waktu ke waktu, yang dengan demikian akan terlihat tren yang terjadi
dalam jangka waktu tersebut. Apabila terlihat tren perubahan peningkatan
sektor-sektor tertentu, maka dapat diketahui daerah-daerah mana yang
mengalami peningkatan sektor pesat sehingga dapat dipelajari alasan
mengapa daerah-daerah tersebut memiliki nilai sektor yang tinggi. Setelah
dipelajari dan diketahui penyebab besarnya sektor-sektor pada daerah-
daerah yang memiliki nilai sektor basis dan non basis, maka dapat dietahui
sektor apa yang potensial diharapkan mampu untuk mempermudah
pelaksanaan pembangunan di Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan latar
belakang yang telah diuraikan, dengan judul penelitian “Kajian Tren
Spatio-Temporal Sektor-Sektor Unggulan Di Provinsi Jawa Tengah Tahun
2011-2020”.

1.2 Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang maka permasalahan yang akan dibahas
dalam proposal penelitian ini adalah:
1. Bagaimana perkembangan sektor basis dan non basis di Jawa Tengah
tahun 2011-2020 secara spatio-temporal?
2. Sektor apa saja yang potensial serta mampu untuk mempermudah
pelaksanaan pembangunan di Provinsi Jawa Tengah?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Menganalisis tren spatio-temporal sektor basis dan non basis di tiap
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011-2020.
2. Mengetahui sektor-sektor potensial untuk mempermudah pelaksanaan
pembangunan di Provinsi Jawa Tengah.

5
1.4 Kegunaan Penelitian
1. Bagi peneliti, penelitian ini berguna sebagai sarana pengetahuan dan
sebagai salah satu syarat penyelesaian dalam menyelesaikan studi di
Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
2. Bagi pemerintah Jawa Tengah penelitian ini diharapkan dapat menjadi
pertimbangan dalam menetapkan kebijakan pembangunan.
3. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi penelitian lainnya yang
berhubungan dengan penelitian ini.

1.5 Telaah Pustaka dan Penelitian Sebelumnya


1.5.1 Telaah Pustaka
1.5.1.1 Teori Basis
Teori basis ekonomi ini menyatakan bahwa faktor penentu utama
pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan
permintaan barang dan jasa dari luar daerah. Arsyad, (2010). Teori basis ini
digolongkan ke dalam dua sektor yaitu sektor basis dan sektor non basis.
Dalam hal ini, perekonomian suatu daerah (Y) dibagi atas 2 kelompok
sektor utama yaitu sektor basis (B) dan sektor non basis (S). Sektor basis
adalah sektor yang menjadi tulang punggung perekonomian daerah karena
mempunyai keuntungan kompetitif (Competitive Advantage) yang cukup
tinggi. Sedangkan sektor non basis adalah sektor- sektor lainnya yang
kurang potensial tetapi berfungsi sebagai penunjang sektor basis atau dapat
dikatakan service industries (Sjafrizal, 2014). Dasar pemikiran teori ini yang
intinya adalah karena sektor basis menghasilkan barang dan jasa untuk pasar
di daerah maupun di luar daerah yang bersangkutan. Maka penjualan ke luar
daerah akan menghasilkan pendapatan bagi daerah tersebut. Peningkatan
pendapatan itu tidak hanya akan menaikkan permintaan pada sektor basis,
tetapi juga menaikkan permintaan terhadap sektor non basis (Arsyad, 2010).
Sektor basis dan non basis ekonomi suatu wilayah dapat diketahui
dengan menggunakan analisis Location Quotient (LQ). LQ digunakan untuk
mengetahui seberapa besar tingkat spesialisasi sektor basis atau unggulan

6
dengan cara membanding perannya dalam perekonomian daerah tersebut
dengan peranan kegiatan atau industri sejenis dalam perekonomian regional
(Emilia, 2006).
Salah satu cara dalam menentukan suatu sektor sebagai sektor basis
atau non-basis adalah analisis Location Quotient (LQ). Arsyad, 2010)
menjelaskan bahwa teknik Location Quotient dapat membagi kegiatan
ekonomi suatu daerah menjadi dua golongan yaitu:
1. Kegiatan sektor ekonomi yang melayani pasar di daerah itu sendiri
maupun di luar daerah yang bersangkutan. Sektor ekonomi seperti ini
dinamakan sektor ekonomi potensial (basis)
2. Kegiatan sektor ekonomi yang melayani pasar di daerah tersebut
dinamakan sektor tidak potensial (non basis) atau local industry.

1.5.1.2 Komoditas Unggulan


Komoditas unggulan merupakan hasil usaha masyarakat yang
memiliki peluang pemasaran yang tinggi dan menguntungkan bagi
masyarakat. Pentingnya ditetapkan komoditas unggulan di suatu wilayah
(nasional, provinsi dan kabupaten/kota) didasarkan pada pertimbangan
bahwa ketersediaan dan kemampuan sumberdaya (alam, modal dan
manusia) untuk memproduksi dan memasarkan semua komoditas yang
dihasilkannya relatif terbatas. Selain itu hanya komoditas-komoditas yang
diusahakan secara efisien yang mampu bersaing secara berkelanjutan,
sehingga penetapan komoditas unggulan menjadi suatu keharusan agar
sumber daya pembangunan di suatu wilayah lebih efisien dan lebih terfokus
(Handewi 2003) dalam Maretsum, R. (2014).
Sebagai bahan dalam perencanaan pembangunan di tingkat
Propinsi/kabupaten diperlukan analisis potensi wilayah baik dalam aspek
biofisik maupun sosial ekonomi termasuk didalamnya penentuan komoditas
unggulan daerah dengan pendekatan LQ (Location Quotient). Penentuan ini
penting dengan pertimbangan bahwa ketersediaan dan kapabilitas
sumberdaya (alam, modal dan manusia) untuk menghasilkan dan

7
memasarkan semua komoditas yang dapat diproduksi di suatu wilayah
secara simultan relatif terbatas (Hidayah, 2010). Menurut Rachman, (2003)
yang dimaksud komoditas unggulan adalah komoditas andalan yang
memiliki posisi strategis untuk dikembangkan di suatu wilayah. Dengan
menggunakan pendekatan Location Quation (LQ) sektor yang dianggap
basis (LQ >1) dan tidak basis (LQ<1).
Menurut Ambardi dan Prihawantoro (2002), kriteria komoditas
unggulan suatu daerah, diantaranya:
1. Komoditas unggulan harus mampu menjadi penggerak utama
pembangunan perekonomian. Artinya, komoditas unggulan dapat
memberikan kontribusi yang signifikan pada peningkatan produksi,
pendapatan, maupun pengeluaran.
2. Komoditas unggulan mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang
yang kuat, baik sesama komoditas unggulan maupun komoditas lainnya.
3. Komoditas unggulan mampu bersaing dengan produk sejenis dari
wilayah lain di pasar nasional dan pasar internasional, baik dalam harga
produk, biaya produksi, kualitas pelayanan, maupun aspek-aspek
lainnya.
4. Komoditas unggulan daerah memiliki keterkaitan dengan daerah lain,
baik dalam hal pasar (konsumen) maupun pemasokan bahan baku (jika
bahan baku di daerah sendiri tidak mencukupi atau tidak tersedia sama
sekali).
5. Komoditas unggulan memiliki status teknologi yang terus meningkat,
terutama melalui inovasi teknologi.
6. Komoditas unggulan mampu menyerap tenaga kerja berkualitas secara
optimal sesuai dengan skala produksinya.
7. Komoditas unggulan bisa bertahan dalam jangka waktu tertentu, mulai
dari fase kelahiran, pertumbuhan, puncak hingga penurunan. Di saat
komoditas unggulan yang satu memasuki tahap penurunan, maka
komoditas unggulan lainnya harus mampu menggantikannya.

8
8. Komoditas unggulan tidak rentan terhadap gejolak eksternal dan
internal.
9. Pengembangan komoditas unggulan harus mendapatkan berbagai bentuk
dukungan. Misalnya, dukungan keamanan, sosial, budaya, informasi dan
peluang pasar, kelembagaan, fasilitas insentif/disinsentif, dan lain-lain.
10. Pengembangan komoditas unggulan berorientasi pada kelestarian
sumber daya dan lingkungan

1.5.1.3 Teori Location Quotient (LQ)


Menurut Yuuhaa dan Cahyono, (2013) LQ adalah suatu metode
untuk menghitung perbandingan relatif sumbangan nilai tambah sebuah
sektor disuatu daerah (kabupaten/kota) terhadap sumbangan nilai tambah
sektor yang bersangkutan dalam skala provinsi atau nasional. LQ dapat
untuk mengukur suatu sektor menjadi basis. Teknik ini dapat membantu
untuk menentukan kapasitas ekspor perekonomian daerah dan derajat self
suffience persektor atau dengan kata lain alat analisis ini dipakai untuk
mengukur konsentrasi dari suatu kegiatan (industri) dalam suatu daerah
dengan cara membandingkan peranannya dalam perekonomian daerah
tersebut dengan peranan kegiatan (industri) sejenis dalam perekonomian
regional atau nasional.
Metode LQ digunakan untuk mengetahui sektor basis atau sektor
potensial suatu daerah atau wilayah tertentu. Metode ini menyajikan
perbandingan relatif antara kemampuan sektor di daerah dengan
kemampuan sektor yang sama pada daerah yang lebih luas (Tarigan, 2005).
Menurut Hood (1998 dalam Hendayana 2003), menyatakan bahwa
location quotient adalah suatu alat pengembangan ekonomi yang lebih
sederhana dengan segala kelebihan dan keterbatasannya. Teknik LQ
merupakan salah satu pendekatan yang umum digunakan dalam model
ekonomi basis sebagai langkah awal untuk memahami sektor kegiatan yang
menjadi pemicu pertumbuhan. LQ mengukur konsentrasi relatif atau derajat
spesialisasi kegiatan ekonomi melalui pendekatan perbandingan. Teknik LQ

9
banyak digunakan untuk membahas kondisi perekonomian, mengarah pada
identifikasi spesialisasi kegiatan perekonomian atau mengukur konsentrasi
relatif kegiatan ekonomi untuk mendapatkan gambaran dalam penetapan
sektor unggulan sebagai leading sektor suatu kegiatan ekonomi industri.
Dasar pembahasannya sering difokuskan pada aspek tenaga kerja dan
pendapatan. Teknik LQ belum bisa memberikan kesimpulan akhir dari
sektor-sektor yang teridentifikasi sebagai sektor strategis. Namun untuk
tahap pertama sudah cukup memberi gambaran akan kemampuan suatu
wilayah dalam sektor yang teridentifikasi. Rumus matematika yang
digunakan untuk membandingkan kemampuan sektor-sektor dari wilayah
tersebut adalah (Daryanto dan Hafizrianda, 2010:21).

1.5.1.4 Analisis Location Quotient (LQ)


Analisis LQ ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana tingkat
spesialisasi sektor pertanian pada wilayah pengembangan, atau sektor apa
saja yang merupakan sektor basis (leading sector) dan non basis (non
leading sector). Analisis LQ merupakan cara untuk mengukur kemampuan
suatu daerah dalam sektor kegiatan tertentu yang tidak memberikan suatu
kesimpulan akhir tetapi sudah memberi gambaran akan kemampuan daerah
pada sektor tertentu. Dengan analisis LQ dapat diketahui sektor pertanian
apa saja yang dominan untuk dikembangkan. Menurut Agustina R, (2014)
Analisis LQ digunakan untuk mengkaji kondisi perekonomian, mengarah
pada identifikasi spesialisasi/basis kegiatan perekonomian. Sehingga nilai
LQ yang sering digunakan untuk penentuan sektor basis dapat dikatakan
sebagai sektor yang akan mendorongtumbuhnya atau berkembangnya sektor
lain serta berdampak pada penciptaan lapangan kerja.
Analisis Location Quotient (LQ) adalah salah satu alat
pengembangan ekonomi yang sederhana dengan segala kelebihan dan
kekurangannya. Kelebihan analisis LQ dalam mengidentifikasi komoditas
unggulan adalah penerapannya sederhana, mudah dan tidak memerlukan
program pengolahan data yang rumit. Sedangkan keterbatasan analisis LQ

10
adalah karena demikian sederhananya pendekatan LQ ini, maka diperlukan
data yang akurat dan valid. Disamping itu untuk menghindari bias musiman
atau tahunan diperlukan nilai rata-rata dari data series yang cukup panjang,
sebaiknya tidak kurang dari 5 (lima) tahun (Hendayana, 2003) dalam
Maretsum R, (2014).

1.5.1.5 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)


PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang
dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun,
sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah
barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga berlaku dalam
satu tahun tertentu sebagai tahun dasar. Untuk mengetahui tingkat dan
pertumbuhan pendapatan masyarakat, salah satu indikator yang mampu
mengukurnya adalah dengan perhitungan tingkat kenaikan produk domestik
regional bruto (PDRB) atas dasar harga konstan. PDRB dapat dipakai
sebagai bahan informasi untuk acuan perencanaan pembangunan, khususnya
di bidang ekonomi yang telah dilaksanakan. Salah satu manfaat dari PDRB
adalah untuk mengetahui tingkat produk netto atau nilai tambah yang
dihasilkan oleh seluruh faktor industri, laju pertumbuhan ekonomi, dan pola
struktur perekonomian pada satu periode tertentu pada suatu negara yang
biasanya pada satu tahun. (BPS, 2019)
Menurut Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah, Produk
Domestik Regional Bruto dapat didefinisikan sebagai berikut:
1. Ditinjau dari segi produksi, merupakan jumlah nilai produk akhir atau
nilai tambah dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi
yang dimiliki oleh penduduk suatu wilayah.
2. Ditinjau dari segi pendapatan, merupakan jumlah pendapatan atau balas
jasa yang diterima oleh faktor produksi yang dimiliki oleh penduduk
wilayah itu yang ikut serta dalam proses produksi dalam jangka waktu
tertentu.

11
Ditinjau dari segi pengeluaran, merupakan pengeluaran konsumsi
rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari untung, konsumsi
pemerintah, dan pembentukan modal tetap perubahan stock dan ekspor netto
(BPS Jawa Tengah, 2019).

1.5.1.6 Konsep Perencanaan Wilayah


Menurut Friedman (1974, dalam Tarigan, 2005), perencanaan adalah
cara berpikir mengatasi permasalahan sosial dan ekonomi, untuk
menghasilkan sesuatu di masa depan. Sasaran yang dituju adalah keinginan
kolektif dan mengusahakan keterpaduan dalam kebijakan dan program,
sehingga diperlukan pemikiran yang mendalam dan melibatkan banyak
pihak sehingga hasil yang diperoleh dan cara memperoleh hasil itu dapat
diterima oleh masyarakat. Perencanaan adalah mengetahui dan menganalisis
kondisi saat ini, meramalkan perkembangan berbagai faktor noncontrollable
yang relevan, memperkirakan faktor-faktor pembatas, menetapkan tujuan
dan sasaran yang diperkirakan dapat dicapai, serta mencari langkah-langkah
untuk mencapai tujuan tersebut (Tarigan, 2005).
Agar perencanaan itu menjadi perencanaan wilayah maka harus
ditambahkan dengan unsur lokasi. Dengan demikian, definisi perencanaan
wilayah adalah mengetahui dan menganalisis kondisi saat ini, meramalkan
perkembangan berbagai faktor noncontrollable yang relevan,
memperkirakan faktor-faktor pembatas, menetapkan tujuan dan sasaran
yang diperkirakan dapat dicapai, serta mencari langkah-langkah untuk
mencapai tujuan tersebut, serta menetapkan lokasi dari berbagai kegiatan
yang akan dilaksanakan. Tujuan perencanaan wilayah adalah menciptakan
kehidupan yang efisien, nyaman serta lestari dan pada tahap akhirnya
menghasilkan rencana yang menetapkan lokasi dari berbagai kegiatan yang
direncanakan, baik oleh pihak pemerintah maupun pihak swasta.

1.5.1.7 Potensi Ekonomi Daerah


Potensi berarti kemampuan yangg mempunyai kemungkinan untuk
dikembangkan, kekuatan, kesanggupan dan daya. Berpotensi artinya

12
memiliki potensi. Menurut kamus bahasa Indonesai, potensi adalah
kesanggupan, daya, kemampuan untuk lebih berkembang. Setiap orang
memiliki potensi, dan tentu berbeda setiap apa yang dimiliki antara satu
orang dengan orang lain.
Potensi ekonomi daerah adalah kemampuan ekonomi yang ada di
daerah yang mungkin dan layak dikembangkan sehingga akan terus
berkembang menjadi sumber penghidupan rakyat setempat bahkan dapat
mendorong perekonomian daerah secara keseluruhan untuk berkembang
dengan sendirinya dan berkesinambungan. Potensi ekonomi daerah dapat
dikembangkan melalui sektor-sektor unggulan yang dimiliki oleh daerah
(Irwan, 2015). Setiap daerah memiliki potensi daerahnya masing-masing,
potensi yang ada di setiap daerah harus dikembangkan oleh pemerintah
daerah untuk kesejahtraan masyarakatnya daerah tersebut.
Pemerintah daerah memiliki wewenang penuh untuk memeksimalkan
potensi yang ada dan menjadikan sumber pendapatan untuk membangun
perekonomian daerah. Setiap setiap daerah tentunya memiliki ciri khas, ciri
khas yang positif yang merupakan keunggulan lokal daerah. Potensi
ekonomi daerah didenifisikan oleh Suparmoko (2002) sebagai kemampuan
ekonomi yang ada di daerah yang mungkin dan layak dikembangkan
sehingga akan terus berkembang menjadi sumber penghidupan rakyat
setempat, bahkan dapat mendorong perekonomian daerah secara
keseluruhan untuk berkembang dengan sendirinya dan berkesinambungan.

1.5.1.8 Pembangunan Ekonomi Daerah


Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana
pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan
membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor
swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang
perkembangan ekonomi dengan wilayah tersebut. Pembangunan ekonomi
daerah merupakan suatu proses, yaitu proses yang mencakup pembentukan
institusi institusi baru, pembanguan industri-industri alternatif, perbaikan

13
kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang
lebih baik, identifikasi pasar- pasar baru, alih ilmu pengetahuan, dan
pengembangan perusahaan-perusahaan baru (Arsyad, 2010).
Perbedaan kondisi daerah membawa implikasi bagi corak
pembangunan yang akan diterapkan. Penurunan terhadap pola kebijakan
yang berhasil pada suatu daerah, belum tentu memberikan manfaat yang
sama bagi daerah lainnya. Dengan demikian pola kebijakan pembangunan
yang diambil oleh suatu daerah harus disesuaikan dengan kondisi dan
potensi daerah yang bersangkutan. Oleh karena itu penelitian yang
mendalam tentang keadaan dan potensi tiap daerah harus dilaksanakan
untuk mendapatkan data dan informasi yang berguna bagi penentuan arah
perencanaan pembanguan daerah yang bersangkutan. Masalah pokok
pembangunan daerah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan
pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan
dengan menggunakan potensi sumberdaya manusia, kelembagaan, dan
sumberdaya fisik secara lokal. Orientasi ini mengarah pada pengambilan
inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut untuk menciptakan
kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan kegiatan ekonomi
(Arsyad, 1999:109).
Pembangunan ekonomi yang efisien membutuhkan secara seimbang
perencanaan yang teliti mengenai penggunaan sumberdaya-sumberdaya
yang ada. Melalui perencanaan pembangunan ekonomi daerah, suatu daerah
dapat dilihat secara keseluruhan sebagai suatu unit ekonomi yang
didalamnya terdapat berbagai unsur yang berinteraksi satu dengan yang lain.
Beberapa teori pembangunan daerah antara lain (Aryad, 1999:116)

1.5.1.9 Teori Pertumbuhan Ekonomi Regional


Sebagaimana layaknya suatu aktivitas yang terkait dengan masalah
sosial kemasyarakatan dan selalu bersifat dinamis, keberhasilan atau
kegagalan program perencanaan pembangunan daerah selalu dipengaruhi
oleh berbagai macam faktor. Faktor-faktor yang dapat memengaruhi

14
tersebut secara khusus dapat berbeda tergantung pada situasi dan kondisi
yang sedang berlaku di daerah perencanaan. Substansi permasalahan yang
berbeda antara satu daerah dan daerah lainnya dapat menyebabkan
berbedanya faktor-faktor dimaksud. (Dunn dan William, 2003).
Menurut pendapat yang dikeluarkan oleh Lembaga Administrasi
Negara (LAN) dan Deutsche Stiftung fur Internationale Entwicklung (DSE)
yang dituangkan dalam Modul Diklat Perencanaan Pembangunan Wilayah
(1999), hal-hal yang dapat memengaruhi perencanaan pembangunan daerah
antara lain meliputi:
1. Kestabilan politik dan keamanan dalam negeri
2. Dilakukan oleh orang-orang yang ahli di bidangnya
3. Realistis, sesuai dengan kemampuan sumber daya dan dana
4. Koordinasi yang baik
5. Top down dan bottom up planning
6. Sistem pemantauan dan pengawasan yang terus menerus
7. Transparansi dan dapat diterima oleh masyarakat.
Menurut Sjafrizal (2008), teori pertumbuhan ekonomi regional
merupakan bagian penting dalam analisis ekonomi regional,, karena
pertumbuhan merupakan salah satu unsur utama dalam pembangunan
ekonomi regional dan mempunyai implikasi yang cukup luas. Sasaran utama
analisis mengenai pertumbuhan ekonomi regional ini adalah untuk
menjelaskan mengapa suatu daerah dapat tumbuh cepat, dan ada pula yang
tumbuh lambat. Disamping itu, analisis ini juga dapat menjelaskan mengapa
terjadi ketimpangan pembangunan ekonomi antar wilayah.
Berdasarkan hal tersebut, maka sangatlah penting untuk membahas
tentang struktur dan faktor penentu pertumbuhan ekonomi daerah, agar
pemerintah dapat menentukan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi di daerahnya. Laju pertumbuhan
menunjukkan perkembangan agregat pendapatan dari satu waktu tertentu
terhadap waktu sebelumnya. Laju pertumbuhan PDB (Produk Domestik
Bruto) diperoleh dari perhitungan PDB atas harga dasar konstan. Diperoleh

15
dengan cara mengurangi nilai PDB pada tahun ke-n terhadap nilai pada
tahun ke n-1 (tahun sebelumnya), dibagi dengan nilai pada tahun ke n-1,
dikalikan dengan 100 persen (BPS, 2016).

1.5.1.10 Spatio Temporal


Spatio-temporal atau ruang waktu merupakan ekspresi waktu yang
digunakan bukan sebagai tujuan informasi melainkan sebagai metode untuk
mendapat informasi. Spatio-temporal SIG biasa digunakan untuk
menyimpan informasi tentang posisi objek spasial dari waktu ke waktu atau
objek geografis mengalami perubahan dalam berbagai pandangan (Wu-jun,
et al, 2005). Dalam SIG data spatio-temporal dibagi menjadi dua jenis
informasi yaitu statis dan dinamis. Informasi statis merupakan informasi
tentang fenomena yang terjadi di alam, sehingga istilah ini digunakan untuk
seperti peta kartografi, jalan, penggunaa fasilitas, perubahan lahan, garis
pantai dan sebagainya, yang mungkin tidak berubah dalam waktu singkat.
Kemudian, informasi dinamis yaitu mengacu pada informasi yang berubah
dalam waktu yang singkat, perubahan ini merupakan perubahan geometri
dari waktu ke waktu secara cepat (Hogeweg, 2000). Menurut Hogeweg,
(2000) data spatio-temporal dapat divisualisasikan dan representasikan
dalam pengolahan informasi. Beberapa yang didapat lakukan dengan untuk
penyajian informasi spatio-temporal dalam SIG seperti animasi, representasi
3 dimensi, dan representasi multimedia.
1. Visualisasi Data
Menurut Olivera (2003) visualisasi data merupakan menyajikan
data secara visual yang berinteraksi langsung dengan pengguna untuk
melakukan eksplorasi dan memperoleh informasi yang terdapat dalam
data. Kemudian menurut Mihaly (2008), visualisasi data adalah sebuah
metode untuk mengkomunikasikan sebuah informasi dengan berbagai
cara baik itu dalam bentuk gambar, diagram atau animasi dan visualisasi
digunakan untuk menampilkan data dalam jumlah yang besar kemudian
dipresentasikan dengan berbagai model. Tujuan dari visualisasi data

16
adalah untuk menghitung atau menyampaikan informasi baik itu dalam
bentuk 1 dimensi (dokumen teks), 2 dimensi (data bidang, peta geografis
atau data peta), 3 dimensi (objek nyata seperti bentuk bangunan, dsb)
dan temporal data yaitu untuk menampilkan data dalam periode tertentu
(Sri Mulyana dan Edi Winarko, 2011).
2. Peta
Peta adalah gambaran suatu karakteristik tertentu yang dipilih
dalam suatu tempat yang biasanya digambarkan pada suatu permukaan
datar dan diskalakan. Peta digunakan untuk visualisasi data keruangan
atau data geospasial, yaitu data yang berhubungan dengan lokasi atau
atribut objek atau fenomena yang ada di muka bumi, dan berfungsi
untuk membantu pengguna memahami hubungan geospasial dengan
lebih baik (Kraak dan Ormeling, 2013)
Peta merupakan gambaran sebagian atau seluruh permukaan
bumi pada suatu skala dan sistem proyeksi tertentu. Peta menyajikan
unsur-unsur di muka bumi dengan cara memilih atau generalisasi sesuai
dengan maksud dan tujuan pembuatan peta tersebut. Tujuan pembuatan
peta menurut Aryono Prihandito (1988) :
1. Untuk mengkomunikasikan informasi ruang.
2. Untuk menyimpan informasi.
3. Digunakan untuk membantu suatu pekerjaan (misalnya untuk
konstruksi jalan, navigasi, perencanaan, dll).
4. Digunakan untuk membantu dalam suatu desain (misalnya desain
jalan).
5. Untuk analisis data spasial (misalnya perhitungan volume, dsb).
Berdasarkan prinsip tersebut, dapat diketahui bahwa peta dibuat
tidak hanya untuk menunjukkan orientasi atau sarana navigasi untuk
mencapai suatu lokasi, tetapi juga digunakan untuk perencanaan
pembangunan dan pengambilan keputusan. Sehingga dalam hal ini peta
berkembang sebagai alat analisis dan visualisasi data spasial, dan

17
peranan kartografi sangat penting dalam pembuatan peta agar pengguna
dapat menangkap kesan keseluruhan dari tampilan data

1.5.2 Penelitian Sebelumnya


Fahrizal, Sudati Nur Sarfiah dan Whinarko Juliprijanto (2019)
melakukan penelitian tentang analisis ketimpangan ekonomi di Jawa
Tengah tahun 2008-2017, Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
seberapa besar ketimpangan ekonomi, sektorsektor ekonomi unggulan, dan
potensi sektor basis ekonomi di Provinsi Jawa Tengah tahun 2008-2017
menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan Indeks Williamson,
Tipologi Klasen, Location Quotient sebagai alat ukur. Pengumpulan data
menggunakan teknik studi dokumenter yaitu publikasi BPS secara nasional
maupun regional. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan dari tahun 2008-
2017 ketimpangan ekonomi berdasarkan Indeks Williamson di Provinsi
Jawa Tengah trennya menurun meskipun angkanya tinggi. Hasil analisis
tipologi Klasen Sektor industri pengolahan, perdagangan, hotel dan restoran,
dan sektor pertanian termasuk sektor yang berkontribusi besar terhadap
PDRB Provinsi Jawa Tengah serta merupakan sektor maju dan maju tapi
tertekan. (Fahrizal et al., 2019)
Ilham Martadona, Yeti Lis Purnamadewi, Mukhamad Najib (2016)
melakukan penelitian tentang Analisis Komoditi Unggulan Tanaman
Pangan Dalam Rangka Perencanaan Kawasan Agropolitan di Kota Padang,
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis komoditas unggulan tanaman
dalam rangka pengembangan agropolitan di Padang. Metode analisis yang
digunakan adalah Location Quotient (LQ). Berdasarkan analisis LQ
menunjukkan bahwa tanaman yang menjadi komoditas unggulan di Padang
adalah padi. Oleh karena itu padi adalah yang utama komoditas dalam
pengembangan agropolitan. (Martadona et al., 2016)
Mahmud Basuki, Febri Nugroho Mujiraharjo (2017) melakukan
penelitian tentang Analisis Sektor Unggulan Kabupaten Sleman dengan
Metode Shift Share dan Location Quotient, penelitian ini bertujuan untuk

18
mengetahui sektor unggulan di Kabupaten Sleman supaya pemerintah
daerah terfokus dalam mengembangkan daerahnya. Pendekatan shift share
(SS) dan location quotient (LQ) digunakan dalam menganalisa sektor
ungulan Kabupaten Sleman. Sehingga didapat kesimpulan, sektor unggulan
Kabupaten Sleman adalah sektor kontruksi, sektor transportasi dan
pergudangan, sektor real estate, dan sektor jasa perusahaan. (Basuki &
Mujiraharjo, 2017)
Wiwin Priana (2016) melakukan penelitian tentang Economic
Growth Model Location Quotient In East Java Province, penelitian ini
bertujuan untuk menentukan sektor basis untuk pembangunan yang
berkelanjutan , sehingga didapat hasil Daerah yang mempunyai sektor basis
terbanyak adalah sektor pertanian 27 daerah atau 71,05% dan sector Jasa
jasa sebanyak 27 Daerah (71,05%). Sektor yang paling sedikit adalah sektor
Industri 5 daerah atau 13,15 % dan Sektor Listri, Gas , Air sebanyak 7
daerah atau 18,14 %. (Priana, 2017)
D Kartikawati, Darsono, MT Sundari (2019) melakukan penelitian
tentang The role of agriculture, forestry and fishery sector in the
development of Malinau District (location quotient and shift share
approach) Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap peran, perubahan
peran di masa depan, sehingga didapatkan kesimpulan Sektor Pertanian,
Kehutanan dan Perikanan di Kabupaten Malinau merupakan sektor non
basis dengan rata-rata LQ <1 dari 0,76. Subsektor basis di Kabupaten
Malinau adalah Kehutanan dan Penebangan subsektor dengan nilai LQ> 1
sebesar 136.269,17. Berdasarkan analisis gabungan LQ dan DLQ, Sektor
Pertanian, Kehutanan dan Perikanan belum mengalami perubahan peran
dimana sektor tetap menjadi sektor non-basis saat ini dan di masa depan.
Sedangkan sub sektor Pertanian, Peternakan, Jasa Pertanian dan Perburuan
dan Perikanan menjadi Sub sektor basis dan sub sektor Kehutanan dan
Penebangan menjadi subsektor non basis di lingkungan masa depan.
(Kartikawati et al., 2019)

19
Denis Kustikoning Sari (2021) Adapun tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menganalisis persebaran sektor basis dan non basis di Provinsi
Jawa Tengah, serta menganalisis produk unggulan tiap Kabupaten/Kota di
Provinsi Jawa Tengah menggunakan analisis Location Quotient (LQ),
metode yang digunakan yaitu metode penelitian kuantitatif deskriptif
dengan pendekatan Analisis Data Sekunder (ADS). Data-data tersebut
meliputi data PDRB Propinsi Jawa Tengah berdasarkan lapangan usaha,
PDRB Propinsi Jawa Tengah menurut kabupaten/kota, PDRB per kapita
tiap kabupaten/kota tahun 2011-2020.
Beragam analisis yang digunakan peneliti antara lain Analisis
Location Quotient (LQ), Dynamic Location Quotient (DLQ), Shift Share,
dan Tipologi Klassen. Penelitan yang ada berikut telah mendasari dan
menunjang pemikiran penulis dalam penyusunan Skripsi. Keterkaitan
penelitian ini dengan penelitian yang ada sebelumnya adalah dalam
penelitian ini menggunakan analisis mengenai identifikasi sektor potensial
ekonomi dengan menggunakan alat analisis Location Quotient (LQ).
Sedangkan perbedaan penelitian ini adalah Menganalisis tren spatio-
temporal sektor-sektor unggulan di Provinsi Jawa Tengah, serta mengetahui
sektor apa saja yang potensial sehingga mampu melaksanakan
pembangunan di Provinsi Jawa Tengah menggunakan analisis Location
Quotient (LQ) Sebagai informasi dan pertimbangan dalam perencanaan
pembangunan ekonomi.

20
Tabel 2. Ringkasan Penelitian Sebelumnya
Nama Peneliti Judul Tujuan Metode Hasil
Ilham Martadona, Analisis Komoditi Menganalisis komoditas Metode LQ digunakan Tanaman padi merupakan komoditi
Yeti Lis Unggulan Tanaman unggulan tanaman dalam untuk mengetahui potensi unggulan untuk kemudian dijadikan
Purnamadewi, Pangan Dalam rangka pengembangan dari suatu aktivitas ekonomi komoditi utama dalam pengembangan
Mukhamad Najib Rangka Perencanaan agropolitan di Padang yang merupakan indikasi kawasan agropolitan di Kota Padang.
(2016) Kawasan sektor basis dan non basis.
Agropolitan di Kota
Padang
Wiwin Priana Economic Growth Menentukan sektor basis
Menggunakan analisis Daerah yang mempunyai sektor basis
(2016) Model Location untuk pembangunan yangLocation Quotient (LQ) data terbanyak adalah sektor pertanian 27
Quotient (LQ) in berkelanjutan. dari Produk Domestik daerah atau 71,05% dan sector Jasa
East Java Province Regional Bruto (PDRB) jasa sebanyak 27 Daerah (71,05%).
Provinsi Jawa Timur dan Sektor yang paling sedikit adalah
PDRB per sektor kabupaten sektor Industri 5 daerah atau 13,15 %
atau kota serta tenaga kerja dan Sektor Listri, Gas , Air sebanyak 7
per sektor daerah atau 18,14 %.
Mahmud Basuki, Analisis Sektor Mengetahui sektor Pendekatan shift share (SS) Sektor unggulan Kabupaten Sleman
Febri Nugroho Unggulan Kabupaten unggulan di Kabupaten dan location quotient (LQ) ada empat sektor yaitu sektor
Mujiraharjo (2017) Sleman dengan Sleman supaya pemerintah digunakan dalam kontruksi, sektor transportasi dan
Metode Shift Share daerah terfokus dalam menganalisa sektor ungulan pergudangan, sektor real estate, dan
dan Location mengembangkan Kabupaten Sleman. sektor jasa perusahaan.
Quotient daerahnya.
Fahrizal, Sudati Analisis Mengetahui seberapa Menggunakan metode Ketimpangan ekonomi berdasarkan
Nur Sarfiah, Ketimpangan besar ketimpangan deskriptif dengan Indeks Williamson di Provinsi Jawa
Whinarko Ekonomi Provinsi ekonomi di Provinsi Jawa pendekatan Indeks Tengah trennya menurun meskipun
Juliprijanto (2019) Jawa Tengah Tahun Tengah tahun 2008-2017 Williamson, Tipologi angkanya tinggi. Sektor yang
2008-2017 Klassen, Location Quotient berkontribusi besar terhadap PDRB

23
Nama Peneliti Judul Tujuan Metode Hasil
sebagai alat ukur. Provinsi Jawa Tengah serta
merupakan sektor maju dan maju tapi
tertekan. Ada lima sektor basis dan
empat sektor non basis.
D Kartikawati, The role of Penelitian ini bertujuan Metode dasar penelitian ini Sektor Pertanian, Kehutanan dan
Darsono, MT agriculture, forestry untuk mengungkap peran, adalah metode deskriptif. Perikanan di Kabupaten Malinau
Sundari (2019) and fishery sector in perubahan peran di masa Alat analisis yang merupakan sektor non basis dengan
the development of depan digunakan adalah Location rata-rata LQ <1 dari 0,76. Subsektor
Malinau District Quotient (LQ), Dynamic basis di Kabupaten Malinau adalah
(location quotient Location Quotient (DLQ) Kehutanan dan Penebangan subsektor
and shift share dan Shift Share. Jenis data dengan nilai LQ> 1 sebesar
approach) yang digunakan adalah data 136.269,17. Analisis gabungan LQ
sekunder berupa Produk dan DLQ, Sektor Pertanian,
Domestik Regional Bruto Kehutanan dan Perikanan belum
(PDRB) berdasarkan harga mengalami perubahan peran dimana
konstan tahun 2010 di sektor tetap menjadi sektor non-basis
Malinau dan Kalimantan saat ini dan di masa depan. Sedangkan
Utara tahun 2012-2016. sub sektor Pertanian, Peternakan, Jasa
Pertanian dan Perburuan dan
Perikanan menjadi Sub sektor basis
dan sub sektor Kehutanan dan
Penebangan menjadi subsektor non
basis di lingkungan masa depan.

24
Nama Peneliti Judul Tujuan Metode Hasil
Denis Kustikoning Kajian Tren Spatio- Menganalisis tren spatio- Metode penelitian Pola persebaran sektor basis yang
Sari (2021) Temporal Sektor- temporal sektor basis dan kuantitatif deskriptif dengan terus berubah di setiap tahun, tahun
Sektor Unggulan Di non basis di tiap pendekatan Analisis Data 2016 dan 2017 memiliki hubungan
Jawa Tengah Tahun Kabupaten/Kota di Sekunder (ADS). Data-data secara Spatio-Temporal, Tahun 2011-
2011-2020. Provinsi Jawa Tengah tersebut meliputi data 2016 yang menjadi penyumbang nilai
tahun 2011-2020, Serta PDRB Propinsi Jawa tertinggi yaitu sektor pertanian. Tahun
Mengetahui sektor-sektor Tengah berdasarkan 2016-2020 yang menjadi penyumbang
potensial di tiap lapangan usaha, PDRB nilai tertinggi yaitu sektor jasa-jasa.
Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah Sektor yang memiliki daya saing
Provinsi Jawa Tengah menurut kabupaten/kota, adalah sektor jasa-jasa, sektor
PDRB per kapita tiap pertambangan dan penggalian, sektor
kabupaten/kota tahun 2011- pertanian, sektor listrik, gas dan air
2020. bersih, dan sektor perdagangan, hotel
dan restoran, sehingga diharapkan
terus mampu memberikan nilai PDRB
yang terus tinggi serta untuk membuat
pembangunan di Provinsi Jawa
Tengah terus berkembang maju.
Sumber: Penulis, 2021

25
1.5.3 Kerangka Penelitian
Produk Domestik Regional Bruto membutuhkan pengamatan yang
cermat untuk dapat mengetahui perkembangan dalam rangka pengawasan
dan pengembangan lebih lanjut oleh pemerintah. Hal ini dapat dilakukan
apabila suatu struktur ekonomi terbentuk dengan rinci dalam mengetahui
seberapa besar kontribusi setiap sektor terhadap PDRB. Untuk menganalisa
lebih lanjut digunakan analisis Location Quotient untuk melihat sektor-
sektor manakah yang termasuk sektor unggulan atau sektor basis untuk
kemajuan perekonomian di Provinsi Jawa Tengah.
Variabel yang akan diteliti adalah pertumbuhan ekonomi dengan
indikator sektor basis yang dapat dihitung mengunakan analisis LQ yang
berpatokan pada PDRB berdasarkan harga konstan dan kesempatan kerja di
Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. Berdasarkan data dan informasi yang
terkandung dalam PDRB dan dapat dilakukan beberapa analisis untuk
memperoleh informasi antara lain tentang sektor basis, dimana kegiatan
ekonomi wilayah berdasarkan teori ekonomi basis diklasifikasikan ke dalam
dua sektor, yaitu sektor basis dan non basis. Analisis ini diperlukan untuk
mengidentifikasi kegiatan ekonomi daerah yang bersifat ekspor dan non
ekspor dan mengetahui laju pertumbuhan sektor basis dari tahun ke tahun.
Pertumbuhan beberapa sektor basis akan menentukan pembangunan daerah
secara keseluruhan sementara sektor non basis hanya merupakan
konsekuensi-konsekuensi dari pembangunan daerah. Barang dan jasa dari
sektor basis yang di ekspor akan menghasilkan pendapatan bagi daerah,
serta meningkatkan konsumsi dan investasi.

26
Gambar 1. Kerangka Penelitian
Sumber: Penulis, 2021

1.5.4 Batasan Operasional


1. Data yang digunakan dalam studi ini adalah data sekunder yang
diperoleh dari Badan Pusat Statistk.
2. Pada penelitian ini PDRB yang digunakan adalah PDRB berdasar harga
konstan tahun 2011-2020.
3. Dalam studi ini indeks yang digunakan adalah indeks Krugman. Adapun
cara pengukurannya merupakan perbandingan antara PDRB sektor i di
kab/kota dibagi total PDRB Kab/Kota terhadap PDRB sektor i di
Provinsi dibagi total PDRB Provinsi. (Krugman, Paul R. & Maurice
Obstfeld, 1994)
4. Analisis LQ digunakan untuk menentukan sektor basis dan non basis di
tiap Kabupaten/Kota.
5. Pengembangan produk unggulan/sektor basis yang dimaksud dalam
penelitian adalah digunakan untuk mengetahui potensi ekonomi daerah

27
pada era otonomi yaitu suatu pekerjaan yang tidak mudah dilaksanakan,
hal tersebut disebabkan karena pengembangan PUD terkait erat dengan
kemauan politik atau kebijakan dari Pemerintah Daerah. Peranan
pemerintah daerah sangat diperlukan dan sangat penting dalam
pengembangan dan pemberdayaan produk unggulan daerah sebagai
salah satu tonggak dari pada ekonomi daerah. (Anonim, 2000)

28

Anda mungkin juga menyukai