Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PERENCANAAN DAN KEBIJAKAN


PEMBANGUNAN REGIONAL

DOSEN PEMBIMBING
Lucky Satria Pratama, SE. M.Si

DISUSUN OLEH
Rizky Rifanni
NIM: 18030181

Mata Kuliah: Seminar Ekonomi Pembangunan Regional

UNIVERSITAS ASAHAN
FAKULTAS EKONOMI
EKONOMI PEMBANGUNAN
2022

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap wilayah umumnya mempunyai masalah di dalam


prosespembangunannya, masalah yang paling sering muncul di dalam
wilayahtersebut yang paling besar adalah masalah ketimpangan pembangunan
ekonomidan kesenjangan dalam distribusi pendapatan. Ketimpangan
pembangunanantar daerah dengan pusat dan antar daerah satu dengan daerah lain
merupakansuatu hal yang wajar, karena adanya perbedaan dalam sumber daya
dan awalpelaksanaan pembangunan antar daerah. (Williamson, dalam Hartono,
2008).Ketimpangan pembangunan juga dapat dilihat secara vertikal yakni
perbedaanpada distribusi pendapatan serta secara horizontal yakni perbedaan
antaradaerah maju dan terbelakang (Sjafrizal, 2008).

Pemerintah melalui Undang-undang No.25 tahun 2004 tentang


“SistemPerencanaan Pembangunan Nasional” mengatakan bahwa
Perencanaanpembangunan nasional maupun regional merupakan kegiatan yang
berlangsungterus menerus dan berkesinambungan mengikuti pola tertentu
berdasar hasiltelaah yang cermat terhadap situasi dan kondisi yang bagus.
Pembangunanyang bersifat menyeluruh dan tuntas perlu dilakukan, sehingga
sasaranpembangunan yang optimal dapat tercapai.

Perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan atau perkembanganjika


tingkat aktivitas ekonomi lebih tinggi dari apa yang dicapai
sebelumnya.Pertumbuhan ekonomi terlalu cepat akan menimbulkan ketimpangan
padadistribusi pendapatan. Pertumbuhan ekonomi ini diukur dengan
ProdukDomestik Regional Bruto (PDRB) dan laju pertumbuhannya atas dasar
hargakonstan (Masli, 2008)

Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yangmelibatkan


berbagai perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosial,tingkah laku

2
sosial, dan institusisosial, di samping akselerasi pertumbuhanekonomi,
pemerataan ketimpangan pendapatan, serta pemberantasankemiskinan (Todaro,
2007). Untuk mencapai hal tersebut, keberhasilanpembangunan sering
diidentikan dengan tingkat pertumbuhan ekonominya.Karena semakin tinggi
tingkat pertumbuhan ekonomi suatu negara, semakintinggi pula tingkat
kesejahteraannya. Kata kunci dari pembangunan adalah pembentukan modal,
karena untuk mencapai target pembangunan yang tinggi pada suatu negara
dibutuhkan nilai investasi yang besar. Sehingga strategi pembangunan yang
dianggap paling sesuai adalah akselerasi pertumbuhan ekonomi dengan cara
mengundang modal asing dan melakukan industrialisasi (Kuncoro, 2010:4).

Selain itu, kebutuhan akan investasi yang besar dapat diperoleh juga melalui
dorongan kondisi negara yang sudah lebih baik terutama sistem pelayanan serta
sarana dan prasarana yang mendukung. Namun demikian, tingginya
pertumbuhan ekonomi suatu negara tidak berarti semua wilayahnya memiliki
tingkat pertumbuhan yang sama, karena adanya keterbatasan baik dari sisi
potensi sumber daya alam, sumber daya manusia maupun lembaga institusi yang
mendukung. Perbedaan daerah dilihat dari pendapatan maupun pertumbuhan
ekonomi akan berdampak pada terpusatnya kegiatan-kegiatan ekonomi pada
suatu daerah saja dan tidak terjadi persebaran yang merata (Kartini, 2008).

Konsentrasi kegiatan ekonomi antar daerah yang cukup tinggi akan


cenderung mendorong meningkatnya ketimpangan pembangunan antar wilayah
sebab proses pembangunan daerah akan lebih cepat pada daerah dengan
konsentrasi kegiatan ekonomi yang lebih tinggi. Sedangkan konsentrasi kegiatan
ekonomi rendah proses pembangunan akan berjalan lebih lambat. Oleh karena
itu, ketidakmerataan ini menimbulkan ketimpangan pembangunan antar wilayah
(Sjafrizal, 2008). Dari hal tersebutlah, pelaksanaan pembangunan tidak jarang
menciptakan adanya ketimpangan. Untuk melancarkan program pembangunan
ekonomi daerah diperlukan suatu strategi pembangunan yang tepat untuk

3
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan pertumbuhan
ekonomi daerah

1.2 Tujuan
1. Mengetahui teori pembangunan wilayah (regional)
2. Mengetahui teori kelimpangan pembangunan wilayah (regional)

1.3 Rumusan Masalah


1. Untuk mengetahui teori pembangunan wilayah (regional)
2. Untuk memgetahui kelimpangan pembangunan wilayah (regional)

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Teori Pembangunan Wilayah

Pembangunan memiliki banyak macam pendekatan ilmu sosial untuk


menangani masalah keterbelakangan. Hirschman dan Myrdal berpendapat bahw
salah satunya yaitu teori pertumbuhan tak berimbang. Suatu proses untuk
merumuskan dan mengimplementasikan tujuan pembangunan skala tingkat
perkotaan disebut pengembangan wilayah. Sumber daya alam dimanfaatkan
secara optimal melalui pengembangan ekonomi lokal berdasarkan pada aktivitas
ekonomi dasar yang dikembangkan di suatu wilayah untuk pembangunan
wilayah. Suatu wilayah tidak dapat berkembang apabila terdapat keseimbangan
maka harus terjadi ketidakseimbangan antar wilayahnya, hal tersebut berdasarkan
pandangan dari teori pertumbuhan tak berimbang. Perubahan struktur ekonomi
dan tradisi sosial yang diusahakan untuk memberikan solusi yang selaras dengan
permasalahan yang ada merupakan strategi pembangunan yang berhubungan
dengan teori pembangunan. Implementasi teori ke dalam kebijakan ekonomi
serta program pembangunan yang meninjau bagian wilayah dengan memadukan
social dan lingkungan untuk mencapai kesejahteraan menjadi salah satu upaya
dalampembangunan wilayah. (Dahuri, 2004).

Pembangunan ekonomi adalah proses multi dimensional yang


mengakibatkan perubahan pada karakteristik masyarakat yaitu perubahan
padasistem politik, struktur sosial, sistem nilai dalam masyarakat dan struktur
ekonominya. Jhinghan (2010) berpendapat bahwa terdapat syarat dalam
pembangunan ekonomi yaitu:

1. Berdasarkan kemampuan sendiri


2. Menghapuskan ketidakutuhan pasar
3. Adanya pergantian structural
4. Penyusunan dana

5
5. Adanya parameter pemodalan yang sesuai
6. Adanya ketentuan sosial budaya
7. Manajemen
2.2. Teori Ketimpangan Pembangunan Wilayah

Sjafrizal (2012) berpendapat bahwa Douglas C North dalam teorti


terkait pertumbuhan neo klasik membentuk persoalan ketimpangan
pembangunan antarwilayah. Teori tersebut membahas dugaan terkait kaitan
antara ketimpanganpembangunan antar wilayah dengan tingkat pembangunan
ekonomi nasional.Dugaan itu mulai dikenal dengan sebutan Hipotesa Neo-
Klasik. Berdasarkanhipotesa itu, ketimpangan pembangunan antar wilayah
cenderung mengalamipeningkatan diawal sistem pembangunan negara. Sistem
tersebut berlangsunghingga ketimpangan dinyatakan berada di titik puncak.
Apabila prosespembangunan terus berjalan, maka secara terus menerus akan
menurunkanketimpangan pembangunan antar wilayah tersebut.

Menurut Arsyad (1999), tingkat pembangunan ekonomi antar wilayah


yang berbeda, maka akan mengakibatkan perbedaan tingkat kesejahteraan
antarwilayah. Pada hakikatnya, ketimpangan merupakan suatu hal yang tidak
terlepasdari pembangunan suatu daerah karena ketimpangan mampu
memberikandukungan bagi daerah terbelakang agar dapat terus mengupayakan
peningkatankualitas hidup daerah tersebut sehingga diharapkan tidak tertinggal
dengan daerahsekitarnya dan ketimpangan yang terjadi akan memberikan
dampak positif.

Menurut Sjafrizal (2012), hal yang paling sering terbentuk dalam


aktivitas ekonomi yaitu adanya ketimpangan wilayah. Muatan sumber daya alam
yang berbeda serta kondisi demografi yang berbeda disetiap wilayah menjadi
salah satu faktor penyebab terjadinya ketimpangan. Perbedaan itu menjadikan
kapablitas suatu daerah dalam memajukan proses pembangunan menjadi berbeda
antar wilayah satu dengan yang lain. Oleh sebab itu, pasti setiap wilayah

6
memiliki daerah maju dan terbelakang. Menurut Sukirno (2010), standar hidup
masyarakat menjadi titik tumpu terjadinya ketimpangan dikarenakan adanya
kesenjangan antar wilayah. Hal tersebut menjadikan tingkat pembangunan di
berbagai wilayah berbeda sehingga menimbulkan perbedaan kesejahteraan di
berbagai daerah tersebut. Menurut Mopangga (2011), isu permasalahan utama
pada ketimpanganpembangunan regional dibagi menjadi 3 yaitu ketimpangan
antar wilayah, ketimpangan antar sektor ekonomi, dan ketimpangan antar
golongan masyarakat atau individu. Menurut Sjafrizal (2012), dari pernyataan
terkait Hipotesa NeoKlasik dikatakan bahwa ketimpangan pembangunan yang
terjadi di negara berkembang cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan negara
maju sehingga dari pernyataan tersebut menunjukkan kurva ketimpangan
pembangunan antar wilayah berbentuk huruf U terbalik

Simon Kuznet (1955), mengatakan bahwa pada tahap awal pertumbuhan


ekonomi, distribusi pendapatan akan memburuk, namun pada tahap selanjutnya,
distribusi pendapatannya akan mengalami peningkatan. Observasi inilah yang
kemudian, dikenal sebagai kurva Kuznet “U-Terbalik”, karena perubahan
longitudinal (time-series) dalam distribusi pendapatan. Kurva Kuznet dapat
dihasilkan oleh proses pertumbuhan berkesinambungan yang berasal dari
perluasan sektor modern.

7
Grafik tersebut menyatakan bahwa ketimpangan pembangunan antar
wilayah cenderung mengalami peningkatan diawal sistem pembangunan daerah.
Sistem tersebut berlangsung hingga ketimpangan dinyatakan berada di titik
puncak. Apabila proses pembangunan terus berjalan, maka secara terus menerus
akan menurunkan ketimpangan pembangunan antar wilayah tersebut. Kuznet
menyebutkan bahwa diantara faktor-faktor sosial, ekonomi dan politik yang
mempengaruhi pola U, terdapat faktor penting yaitu terpusatnya modal pada
Koefisen GDP Perkapita kelompok pendapatan tinggi.

Menurut Mopangga (2011), terdapat perbedaan antara ketimpangan


pembangunan dengan pendapatan. Ketimpangan pendapatan hanya diukur
dengan meninjau distribusi pendapatan untuk mengetahui tingkat ketimpangan
antar kelompok masyarakat sedangkan ketimpangan pembangunan tidak hanya
untuk mengetahui tingkat ketimpangan antar kelompok masyarakat saja
melainkan untuk mengetahui tingkat perbedaan antar wilayah atau daerah.
Ketimpangan pembangunan juga dapat diukur dengan menggunakan Indeks
Williamson. Indeks Williamson digunakan untuk mengukur tingkat pendapatan
perkapita daerah relatif terhadap rata-rata pendapatan daerah diatasnya atau
nasional. Indeks Williamson menggunakan data PDRB perkapita sebagai data
dasar karena yang dibandingkan adalah tingkat pembangunan antar wilayah
bukan tingkat kemakmuran antar kelompok. Menurut Sjafrizal (2012), Indeks
Williamson yang dikemukakan oleh Williamson (1965) merupakan salah satu
model yang cukup sesuai untuk mengukur tingkat ketimpangan pembangunan
antar wilayah. Kriteria ketimpangan berdasarkan indeks Williamson yaitu
ketimpangan tinggi, ketimpangan sedang, dan ketimpangan rendah.

8
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Didalam melakukan pembangunan, setiap Pemerintaah Daerah memerlukan
perencanaan yang akurat serta diharapkan dapat melakukan evaluasi terhadap
pembangunan yang dilakukannya. Seiring dengan semakin pesatnya
pembangunan bidang ekonomi, maka terjadi peningkatan permintaan data dan
indikator-indikator yang menghendaki ketersediaan data sampai tingkat
Kabupaten/Kota. Data dan indikator-indikator pembangunan yang diperlukan
adalah yang sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan.
Menghadapi realitas kehidupan yang menunjukkan adanya kesenjangan
kesejahteraan mengakibatkan adanya pekerjaan berat kepada para ahli
pembangunan termasuk di dalamnya para pembuat kebijakan. Ini dimaksudkan
untuk mengatasi berbagai persoalan yang muncul akibat kesenjangan
kesejahteraan, perlu dilakukan upaya pembangunan yang terencana.
Upaya pembangunan yang terencana dapat dilakukan untuk mencapai tujuan
pembangunan yang dilakukan. Lebih jauh lagi berarti perencanaan yang tepat
sesuai dengan kondisi di suatu wilayah menjadi syarat mutlak dilakukannya
usaha pembangunan.
Perencanaan pembangunan memiliki ciri khusus yang bersifat usaha
pencapaian tujuan pembangunan tertentu. Adapun ciri dimaksud antara lain:
• Perencanaan yang isinya upaya-upaya untuk mencapai perkembangan
ekonomi yang kuat dapat tercermin dengan terjadinya pertumbuhan
ekonomi positif.
• Ada upaya untuk meningkatkan pendapatan perkapita masyarakat.
• Berisi upaya melakukan struktur perekonomian
• Mempunyai tujuan meningkatkan kesempatan kerja.
• Adanya pemerataan pembangunan.

9
3.2. Saran

 Pembangunan daerah disertai dengan otonomi atau disebut juga otonomi


daerah, sangat relevan dengan pembangunan secara menyeluruh karena
beberapa alasan.
 Bahwa pembangunan daerah sangat tepat diimplementasikan dalam mana
perekonomian mengandalkan kepada pengelolaan sumber-sumber daya
publik (Common and public resources) antara lain sektor kehutanan,
perikanan, atau pengelolaan wilayah perkotaan.
 Pembangunan daerah meyakini mampu memenuhi harapan keadilan ek onomi
bagi sebagian banyak orang. Dengan otonomi daerah diharapkan dapat
memenuhi prinsip bahwa yang menghasilkan adalah yang menikmati, dan
yang menikmati haruslah yang menghasilkan.
 Pembangunan daerah dapat menurunnya biaya-biaya transaksi ( transaction
cost). Biaya transaksi merupakan biaya total pembangunan yang dapat
dipisahkan ke dalam biaya informasi , biaya yang melekat dengan harga
komoditi, dan biaya pengamanan.
 Pembangunan daerah dapat meningkatnya domesticpurchasing power

Empat alasan yang dikemukakan di atas memiliki makna strategis dalam


rangka mengembangkan perekonomian di daerah utamanya di perdesaan. Hal
tersebut bukan saja disebabkan sumber permasalahan lebih banyak bertempat
diperdesakan secara fisik, tetapi sesungguhnya perdesaaan juga menyimpan nilai-
nilai lokal yang perli diberi peluang untuk berkembang memanfaatkan sumber-
sumberdaya alam melalui otonomi daerah.

Dengan demikian, kebijakan dan program pembangunan daerah yang disusun


tidak hanya dapat memberi panduan yang terarah dan efisien bagi pemecahan
permasalahan tetapi lebiih jauh memberi jaminan akan keberlanjutan sistem
produksi dalam wilayah. Dengan demikian, daerah tertinggal itu bisa mengejar
ketertinggalannya dan pemerataan pertumbuhan & pembangunan ekonomi di
Indonesia akan semakin merata

10
DAFTAR PUSTAKA

Williamson, Oliver E. 2008. Markets and Hierarchies : Analysis and Antitrust


Implications. New York : The Free Press
Sjafrizal, 2008. Ekonomi Regional, Teori dan Aplikasi. Baduose Media, Cetakan.
Pertama. Padang.
Masli, Lili, 2008. Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi
dan Ketimpangan Regional antar Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat.
http://www.scribd.com/doc/37939397/28/Laju-Pertumbuhan-PDRB-Menurut-
Komponen-Penggunaan.pdf. 28 November 20011.
Arsyad, L. (1999). Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah,
Edisi Pertama. Yogyakarta: BPFE
Jhingan, M.L, 2010. Ekonomi Pembangunan Perencanaan. Jakarta: Rajawali
Pers93
Todaro, M.P. 2007. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga (H.Munandar, Trans.
Edisi Ketujuh ed.). Jakarta: Erlangga
Kuncoro, Mudrajad, 2010, Masalah, Kebijakan, dan Politik Ekonomika
Pembangunan, Jakarta: Erlangga
Dahuri. 2010. Pengembangan Wilayah : Konsep dan. Teori. Yogyakarta : Graha
Ilmu.
Sjafrizal. 2012. Ekonomi Wilayah dan Perkotaan . Jakarta : PT Rajagrafindo. Persada
Sukirno, Sadono. 2010. Makro Ekonomi, Teori Pengantar. Penerbit PT. Raja.
Grafindo Persada, Jakarta.

Mopangga, Herwin. 2011. Analisis Ketimpangan Pembangunan dan Pertumbuhan


Ekonomi di Provinsi Gorontalo, Universitas Negeri Gorontalo, Gorontalo

Kuznets, Simon. 1955. Economic Growth and Income Inequality. The American
Economic Review. Volume XLV.

11
12

Anda mungkin juga menyukai